BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Seinbart (2006, p.6) ”Sistem Informasi
Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem yang mengumpulkan, mencatat,
menyimpan dan memproses data untuk menghasilkan informasi bagi
pengambil keputusan.”
Menurut Horngren, Harrison dan Bamber (2002, p.227) ”Sistem
Informasi Akuntansi adalah kombinasi dari orang, catatan-catatan, dan
prosedur yang dipergunakan oleh perusahaan untuk menyediakan data
keuangan.”
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p.1) ”Sistem Informasi
Akuntansi (SIA) adalah sebuah kumpulan dari sumber daya- sumber daya,
seperti orang dan peralatan, yang dirancang untuk mengubah data keuangan
dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini dikomunikasikan kepada
beragam pengambil keputusan. Sistem Informasi Akuntansi menampilkan
perubahan ini apakah secara manual atau terkomputerisasi.”
2.1.2 Pengertian Penggajian dan Pengupahan
Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.552) “Dalam akuntansi,
istilah gaji diartikan sebagai jumlah tertentu yang dibayarkan kepada
karyawan untuk jasa yang diberikan selama periode tertentu.”
9
Menurut Horngren, Harrison dan Bamber (2002, p.430) “Gaji
merupakan pendapatan yang jumlahnya dihitung per tahun, per bulan, atau
per minggu, sedangkan upah merupakan pendapatan yang dihitung
berdasarkan tarif per jam.
Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.552) “Gaji merupakan hal
yang penting karena :
1. Para karyawan sangat sensitif terhadap kesalahan atau ketidakwajaran
dalam gaji.
2. Untuk menjaga moral karyawan dengan cara membayar gaji tepat
waktu dan dengan jumlah yang akurat.
3. Merupakan hal yang diatur dengan berbagai peraturan pemerintah
federal atau negara bagian.
4. Mempunyai efek yang signifikan terhadap besar laba bersih pada
sebagian besar usaha.”
2.1.3 Dokumen yang Digunakan
Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005, p.558) “Dokumen yang
digunakan dalam proses penggajian dan pengupahan adalah:
Time card atau job-time ticket.
Payroll register.
Employee paychecks.
Disbursement voucher.
Payroll transfer check.
10
2.1.4 Fungsi yang Terkait
Menurut Boockholdt (1999, p.677) “Fungsi atau bagian yang terkait
dalam proses penggajian dan pengupahan adalah bagian kepegawaian,
bagian penggajian, bagian keuangan dan bagian akuntansi.”
2.1.5 Unsur Pengendalian Internal
Menurut Boockholdt (1999, p.400) “Lima komponen pengendalian
internal perusahaan adalah control environment, risk assessment, control
activities, information and communication, dan monitoring.”
2.2 Pajak Penghasilan Pasal 21
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Muhammad Rusjdi (2006, p.2) “Pajak Penghasilan adalah :
1. Pajak sebagai Pajak Subjektif
Pajak Penghasilan (PPh) tergolong sebagai Pajak Subjektif yaitu
pajak yang mempertimbangkan keadaan pribadi Wajib Pajak sebagai
faktor utama dalam pengenaan pajak.
2. PPh sebagai Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang yang
harus menanggung dan membayarnya.
3. PPh sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara
Menurut Undang-Undang 1945 pasal 23A ditentukan bahwa : “Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang.”
11
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 1 yang disadur oleh Aritonang (2002,
p.48) “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.”
2.2.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat 1 yang disadur oleh
Aritonang (2002, p.83) “Pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan.
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
12
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.”
2.2.3 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Muhammad Rusjdi (2006, p.9) ”Yang menjadi subjek pajak
adalah :
1. 1). Orang pribadi.
2). Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak.
2. Badan.
3. Bentuk Usaha Tetap.”
2.2.4 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1 yang disadur oleh Aritonang
(2002, p.53) dan Muhammad Rusjdi (2006, p.29) ”Yang menjadi Objek
Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
13
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya kecuali ditentukan dalam Undang-Undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
4.1 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
4.2 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengaliha harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota.
4.3 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
4.4 Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penugasan antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
14
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.”
2.2.5 Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Diperbolehkan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat 3 yang disadur oleh Aritonang
(2002, p.64) ”Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri
diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.”
15
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005
tanggal 30 Desember 2005 yang disadur oleh Muhammad Rusjdi (2006,
p.172) ”Pemerintah melakukan penyesuaian besarnya PTKP yang
diberlakukan sejak tahun pajak 2006 menjadi sebagai berikut :
1. Rp.13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri
Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Rp.1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp.13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan
untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami.
4. Rp.1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)orang untuk setiap keluarga.”
2.2.6 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat 4 yang disadur oleh
Muhammad Rusjdi (2006, p.9) ”Batas penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh pegawai harian, mingguan dan pegawai tidak tetap yang berlaku
sejak tanggal 1 Januari 2006 adalah sebesar Rp.110.000 (seratus sepuluh
ribu rupiah) sehari, tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan. Tetapi
apabila jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai
16
harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya melebihi
Rp.1.100.000 (satu juta rupiah) per bulan maka dikenakan pemotongan
Pajak Penghasilan sebesar 5 %.”
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 1a yang disadur oleh
Aritonang (2002, p.79) dan Muhammad Rusjdi (2006, p.303) ”Tarif pajak
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) 5 % (lima persen)
Di atas Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) s.d Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
10 % (sepuluh persen)
Di atas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
15 % (lima belas persen)
Di atas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
25 % (dua puluh lima persen)
Di atas Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 35 % (tiga puluh lima persen)
Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
2.3 Metode Analisis dan Desain Berorientasi Objek
2.3.1 Paradigma Orientasi Objek
Menurut Lars Mathiassen et al. (2000, p.8) ”Pertama kali metode
analisis ada, tidak berdasarkan orientasi objek tetapi berdasarkan orientasi
fungsi. Pada analisis terstruktur lebih difokuskan pada kebutuhan,
menganalisa tugas dari tiap personil dan bagaimana sistem harus bekerja
dan memproses data.”
17
Menurut Marakas (2006, p.6) “Kemudian metode analisis berorientasi
fungsi dilengkapi dengan metode berorientasi data yang terinspirasi dari
database. Hasilnya disajikan dengan entity relationship diagram. Fokusnya
pada objek dan state. Selanjutnya muncullah versi terbaru dari analisis
terstruktur yang disebut dengan analisis terstruktur modern dimana
mengkombinasikan orientasi fungsi dan data.”
Menurut Yeates (2004, p.201) “Analisis berorientasi objek tidaklah
terlalu berbeda dari analisis terstruktur modern. Perbedaannya secara
umum hanya pada penyajiannya. Pada analisis berorientasi objek, state dan
behavioral pattern objek digambarkan secara berkaitan sedangkan pada
analisis terstruktur modern, hal yang berkaitan digambarkan dengan
beberapa model yang berbeda.”
Menurut Marakas (2006, p.408) “Pada analisis berorientasi objek,
objek dan class digunakan sebagai konsep kunci dan dibangun diatas empat
prinsip umum untuk analisa dan perancangan, yaitu model keadaan sistem,
menegaskan pertimbangan secara arsitektur, menggunakan kembali pola
yang menggambarkan ide perancangan yang telah dibangun dan
menggabungkan metode pada setiap perkembangan keadaan. Prinsip-
prinsip tersebut merupakan dasar untuk analisa dan perancangan
berorientasi objek dan mempererat hubungannya.”
Menurut Valacich (2004, p.405) “Dalam analisa objek
mengidentifikasi gambaran bagaimana pengguna membedakan dengan
objek lainnya dalam konteks sedangkan perancangan objek
mengidentifikasikan bagaimana objek lainnya dalam sistem dapat
18
dikenalikan kemudian memperoleh keuntungan darinya. Analisa dan
perancangan objek menjelaskan dua permasalahan yang berbeda. Analisa
objek menggambarkan fenomena diluar sistem seperti manusia dan benda
simana secara tipikal bebas sedangkan perancangan objek menggambarkan
fenomena didalam sistem yang dapat dikendalikan.”
Menurut Lars Mathiassen et al. (2000, p.5) “Keuntungan orientasi
objek adalah :
Objek, state dan behavior merupakan konsep umum dan sesuai
untuk menggambarkan fenomena yang diekspresikan dalam
bahasa sehari-hari.
Encapsulation
Information hiding
Inheritance
Reuseable
Maintanable”
Menurut Bennett (2006, p.85) “Metode pengembangan sistem
berorientasi objek berbeda dengan teknik pengembangan tradisional
dimana pada teknik tradisional melihat software sebagai kumpulan dari
program (fungsi) dan data yang terisolasi sedangkan pada pengembangan
sistem berorientasi objek berfokus pada objek yang mengkombinasikan
data dan fungsionalitas. Pada lingkungan berorientasi objek, software
adalah kumpulan objek yang masing-masing meng-encapsulate data seperti
fungsinya memodelkan objek dunia nyata. Setiap objek mempunyai
atribut(data) dan metode (fungsi).”
19
Menurut Marakas (2006, p.22) “System Development Life Cycle
(SDLC) adalah metodologi tradisional yang umum digunakan untuk
pengembangan sistem dalam perusahaan. SDLC terdiri dari tahapan seperti
air terjum sehingga dikenal dengan Waterfall model. Tahapan tersebut
adalah identifikasi dan pemilihan proyek, inisiasi dan perencanaan proyek,
analisis, perancangan logika, perancangan fisik, implementasi dan
pemeliharaan. Tetapi dengan SDLC, sistem tidak sesuai untuk proyek yang
besar serta membutuhkan waktu dan biaya lagi ketika kebutuhan berubah
(tidak efisien dan efektif).”
Menurut Yeates (2004, p.38) “Kemudian muncul analisis dan
perancangan terstruktur dengan menggunakan data flow diagram.
Pendekatan terbaru yang selanjutnya populer adalah analisis dan
perancangan berorientasi objek (OOAD) yang sering disebut dengan
pendekatan ketiga setelah pendekatan berorientasi proses dan pendekatan
berorientasi data. Pada pendekatan berorientasi objek mengkombinasikan
data dan proses (methods) menjadi sebuah entities (objek). Tujuan OOAD
adalah membuat elemen sistem dapat digunakan kembali untuk
menyempurnakan kualitas sistem dan produktifitas dari analisis dan
perancangan sistem. Secara umum, tugas utama analisis berorientasi objek
adalah mengidentifikasi objek dan menggambarkannya ke dalam model.
Sedangkan tugas utama perancangan berorientasi objek adalah membuat
model perbaikan secara terinci sehingga kebutuhan sistem terpenuhi.”
20
2.3.2 Aktivitas Orientasi Objek
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.14) “Analisa
dan perancangan berorientasi objek meliputi empat pandangan melalui
empat kegiatan utama yang terdiri dari dua tahap analisa dan dua tahap
perancangan.” Ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kegiatan Orientasi Objek
2.3.2.1 Analisis Problem Domain
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.6)
“Problem domain adalah keadaan nyata yang dapat diatur,
dimonitor atau dikendalikan oleh sistem. Tujuan dari analisa
problem domain adalah mengidentifikasi dan membuat model
atau tiruan dari problem domain yang dituangkan dalam bentuk
event table, class diagram dan statechart diagram.”
21
Cara membuat event table adalah dengan menentukan objek
dan event-nya yang diperoleh berdasarkan abstraksi problem
domain.
Gambar 2.2 Contoh Event Table
Selanjutnya, class-class yang terdapat pada event table
digambarkan dalam bentuk class diagram.
Dua jenis struktur berorientasi objek yaitu :
Structure between classes
Terbagi menjadi dua yaitu :
a. Generalization
b. Cluster
Structure between objects
Terdiri dari dua bagian yaitu :
a. Aggregation
b. Association
22
Gambar 2.3 Contoh Class Diagram
Dari masing-masing class dijelaskan pola behavior dan
atributnya dan digambarkan dalam bentuk statechart diagram.
Tiga jenis notasi dalam menggambarkan pola behavior
yaitu :
Sequence
Selection
Iteration
23
Gambar 2.4 Contoh Statechart Diagram
2.3.2.2 Analisis Application Domain
Kegiatan yang dilakukan pada analisis application domain
adalah mengkonfirmasikan kembali hasil yang diperoleh dari
kegiatan analisis problem domain kepada para pengguna sistem.
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.6)
“Application domain adalah organisasi yang mengatur,
mengawasi atau mengendalikan sebuah problem domain. Hasil
dari analisa application domain dituangkan dalam bentuk usecase,
sequence diagram, function list dan interface.”
Use case adalah sebuah pola untuk berinteraksi antara
sistem dan actor sedangkan actor adalah sebuah abstraksi dari
pengguna atau sistem lainnya yang berinteraksi dengan sistem.
24
Sistem PenjualanSoto Sipit
Kasir
Delivery_Man
Tukang_Masak
Mencatat_data_transaksi
Menerima_pembayaran
Mencatat_data_pemesan
Membuat_laporan
Mengirim_hasil_penjualan
Memesan_bahan_baku
*
*
*
*
* **
*
*
*
**
*
*
*
*
Gambar 2.5 Contoh Use Case Diagram
Function adalah sebuah daftar yang berisi rincian kegiatan
dari setiap use case disertai dengan penjelasannya terhadap
tingkat kesulitannya dan jenisnya sehingga membuat sebuah
model menjadi berguna untuk actors.
Empat jenis functions :
Update
Signal
Read
Compute
25
Gambar 2.6 Contoh Function List
Interface adalah fasilitas perantara sehingga model dan
function model dapat digunakan oleh actors.
Dua jenis interface :
User interface
System interface
Empat jenis pola dialog dalam menjelaskan user interface
yaitu :
Menu-selection pattern
Form fill-in
Command-language pattern
Direct-manipulation pattern
26
2.3.2.3 Architectural Design
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.173)
“Bagus tidaknya perancangan arsitektur menentukan keberhasilan
sistem tersebut. Struktur arsitektur berfungsi sebagai kerangka
kegiatan perkembangan. Tujuan dari perancangan arsitektural
adalah menyusun sebuah sistem terkomputerisasi. Hasilnya
dituangkan dalam bentuk daftar kriteria, component architecture
dan deployment diagram.”
Pada tahap membuat daftar kriteria, yang dilakukan adalah
menentukan property yang diinginkan dari sebuah arsitektur.
Daftar beberapa kriteria umum untuk kualitas perangkat lunak
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Criterion Measure of Useable Kemampuan sistem untuk
menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis.
Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk.
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem.
Tabel 2.2 Daftar kriteria umum untuk kualitas
perangkat lunak
27
Component architecture adalah sebuah struktur sistem yang
disusun dari komponen yang saling berhubungan. Tujuan utama
dari arsitektur komponen adalah membuat sturktur sistem yang
fleksibel dan mudah dimengerti.
Beberapa pola umum perancangan arsitektur komponen
yaitu :
Layered architecture pattern
Generic architecture pattern
Client-server architecture pattern
Pada deployment diagram digambarkan distribusi dan
kolaborasi dari komponen program dan objek yang aktif pada
prosesor. Terdapat 3 pola ditribusi yaitu :
Centralized pattern
Distributed pattern
Decentralized pattern
2.3.2.4 Component Design
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.231)
“Tujuan merancang komponen adalah untuk menetapkan
implementasi kebutuhan didalam kerangka arsitektur. Hasil dari
kegiatan ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling
terhubung dan dituangkan dalam bentuk revised class diagram
yang diawali dengan membuat event table untuk revised class
diagram dan function component.”
28
Tujuan dari function component adalah memberikan akses
user interface dan komponen sistem lainnya ke model. Function
component adalah penghubung antara model dan usage.
Tiga bentuk penghubung antar komponen yaitu :
Class aggregation
Class specialization
Operation call
2.3.2.5 Dokumentasi
Berdasarkan pendapat Lars Mathiassen et al. (2000, p.300)
“Dalam pengembangan sistem, dokumentasi memegang peranan
penting karena menyimpan informasi mengenai system
requirements dan perancangan.”
Kerangka standar dokumentasi :
1. Dokumen analisis
1.1 Uraian singkat dengan kriteria FACTOR
1.2 Problem Domain
1.2.1 Event Table
1.2.2 Class Diagram
1.2.3 Statechart Diagram
1.3 Application Domain
1.3.1 Actor table
1.3.2 Usecase Diagram
1.3.3 Sequence Diagram
29
1.3.4 Function List
1.3.5 Interface
2. Dokumen perancangan
2.1 Architectural Design
2.1.1 Criteria
2.1.2 Architecture component
2.1.3 Deployment Diagram
2.2 Component Design
2.2.1 Event Table
2.2.2 Revised Class Diagram
2.2.3 Function Component