BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00720-AR Bab2001.pdf ·...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-2-00720-AR Bab2001.pdf ·...
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Rumah Susun
1. Menurut Undang – Undang nomor 20 tahun 2011
1. Pasal 1 ayat (1): rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional,
baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
2. Pasal 1 ayat (2): penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan,
pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan, pengendalian,
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu,
berkelanjutan, dan bertanggung jawab.
2. Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU Rumah Susun
Rumah susun (Rusun) adalah bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian
– bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan – satuan yang
masing – masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
3. Menurut kuswahyono (2004) ditinjau dari sudut penggunaanya,
rumah susun dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Rumah susun hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya
berfungsi sebagai tempat tinggal,
14
2. Rumah susun bukan hunian yaitu rumah susun yang
seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha atau kegiatan
social,
3. Rumah susun campuran yaitu rumah susun sebagian berfungsi
sebagai tempat tinggal dan sebagian berfungsi sebagai tempat
usaha.
2.1.2 Jenis – Jenis Rumah Susun
UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis Rumah Susun, yaitu
1. Rumah Susun Umum
Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah
Susun Umum inilah yang kemudian berkembang menjadi
Rusunami dan Rusunawa. Rusunami adalah akronim dari Rumah
Susun Umum Milik, sedangkan Rusunawa adalah akronim dari
Rumah Susun Umum Sewa,
2. Rumah Susun Khusus
Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan khusus,
3. Rumah Susun Negara
Rumah susun yang dimiliki oleh Negara yang menjadi tempat
tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan pegawai negeri,
4. Rumah Susun Komersial
Rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan
keuntungan. Rumah Susun Komersial oleh pengembang sering
disebut apartemen, flat atau kondominium.
Berdasarkan penggunaannya, Rumah Susun kemudian dapat
dikelompokkn menjadi:
1. Rumah susun hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya
berfungsi sebagai tempat tinggal,
2. Rumah susun bukan hunian, yaitu rumah susun yang seluruhnya
berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan social,
15
3. Rumah susun campuran, yaitu rumah susun yang sebagian
berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian berfungsi sebagai
tempat usaha.
Terdapat 3 macam rumah susun (Neufert, 1986) yaitu :
1. Rumah susun bertingkat rendah (low rise apartment) atau
bertingkat tinggi (high rise apartment). Merupakan rumah susun
yang dimana pencapaian vertikalnya mempunyai lebih dari 1
tangga atau lift. Untuk rumah susun bertingkat rendah, jumlah
lantai maksimal adalah 4, sedangkan jika lebih dari 8 lantai disebut
rumah susun bertingkat tinggi.
2. Rumah susun memusat (point block) yaitu rumah susun dengan
pencapaian vertikal hanya menggunakan 1 (satu) tangga atau lift
(single vertical acess system). Dalam perkembangannya rumah
susun memusat berkembang pula menjadi rumah susun memusat
panjang atau disebut dengan tipe cluster (cluster type), yang
mempunyai keuntungan privasi yang tinggi.
3. Maisonet (maisonette) merupakan hunian 22 lantai dan memanjang
dan mempunyai potensi memanfaatakan pemandangan. Tipe ini
juga disebut rumah susun tipe memanjang (row type).
Berdasarkan pada golongan pendapatan penghuni serta luasan
satuan unit rumah susun, rumah susun di Indonesia dapat dibagi
menjadi (Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1986) :
1. Rumah susun sederhana, adalah rumah susun yang diperuntukkan
untuk masyarakat dengan penghasilan sederhana atau rendah. Luas
satuan rumah susun antara 21 m² - 36 m², tanpa perlengkapan
mekanikal dan elektrikal
2. Rumah susun menengah, adalah rumah susun dengan luas satuan
rumah susun antara 36 m² - 54 m². Kadang dilengkapi dengan
peralatan mekanikal dan elektrikal tergantung konsep dan tujuan
pembangunan. Rumah susun ini diperuntukkan untuk masyarakat
golongan berpenghasilan menengah.
16
3. Rumah susun mewah, adalah rumah susun bagi golongan
berpenghasilan atas. Luas ruang, kualitas bangunan, perlengkapan
bangunan tergantung dari konsep dan tujuan pembangunan.
Dengan beberapa fasilitas yang lengkap dan status kepemilikan
tertentu rumah susun mewah ini disebut pula dengan
kondominium.
2.1.3 Fasilitas Lingkungan rumah susun
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai
dengan budaya setempat;
2. Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak
sesuai dengan gaya hidup di rumah susun;
3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau
menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi dan
kelompok tertentu;
4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok
baik dari segi besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan
lingkungan yang ada;
5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan
sosial budaya
Tabel 2.1 : Fasilitas Lingkungan Rusun
No. Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas Yang Tersedia
1 Fasilitas niaga
- Warung - Toko-toko perusahaan dan
dagang - Pusat perbelanjaan
2 Fasilitas pendidikan
- Ruang belajar untuk pra belajar
- Ruang belajar untuk sekolah dasar
- Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama
- Ruang belajar untuk sekolah menengah umum
17
No. Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas Yang Tersedia
3 Fasilitas kesehatan
- Posyandu - Balai pengobatan - BKIA dan ruamah bersalin - Puskesmas - Praktek dokter - Apotek
4 Fasilitas peribadatan - Musola - Masjid kecil
5 Fasilitas pelayanan umum
- Kantor RT - Kantor/balai RW - Post hansip/siskamling - Pos polisi - Telepon umum - Gedung serba guna - Ruang duka - Kotak Surat
6 Ruang terbuka
- Taman - Tempat bermain - Lapangan olah raga - Peralatan usaha - Sirkulasi - Parkir
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
2.1.4 Persyaratan dan jenis peruntukan
Persyaratan lokasi pembangunan rusuna antara lain sebagai berikut:
1. Tersedianya saran dan prasarana berupa:
a. Rencana jalan paling sedikit 12 meter dan lebar badan jalan
ekisting paling sedikit 8 meter;
b. Saluran air dengan system drainase yang baik;
c. Jalur angkutan umum menuju lokasi; dan
d. Terjangkau pelayanan jaringan utilitas kota
2. Berada pada kawasan peremajaan lingkungan dan pembangunan
baru;
3. Terhadap pembangunan rusuna pada kawasan peremajaan, maka
masyarakat yang tinggal pada kawasan tersebut mendapat
prioritas untuk menempati rusuna yang akan dibangun dan
dikembangkan;
4. Pola pembangunan dan pembangunan rusuna dibatasi sampai
dengan luas lahan 3 hektar;
5. Pada daerah yang memiliki potensi strategis dapat diberikan
insentif berupa pengembangan dan pembangunan rusuna lebih
dari 3 hektar dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan
18
Gubernur dan dikenakan kewajiban tambahan berupa sarana dan
prasarana kota sebagai bentuk kontribusi terhadap kota yang
besarnya ditetapkan kemudian;
6. Perencanaan rusuna diwajibkan menyediakan fasum/ fasos
paling sedikit 50% dari standar sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999, atau
mempertimbangkan ketersediaan fasum/ fasos pada lingkungan
sekitarnya, kecuali perbelanjaan niaga untuk melayani
kebutuhan lingkungannya diberikan tambahan luas sampai
dengan 100% dari standar yang ditetapkan;
7. Menyediakan ruang terbuka yang besarannya 2 m² per jiwa
(sebagai ruang gerak pribadi atau personal space atau tempat
bermain) yang berada pada halaman dan/ atau bangunan, dan
gerak pribadi tidak boleh difungsikan untuk kegiatan lain,
halaman yang digunakan untuk ruang gerak pribadi sekaligus
berfungsi sebagai ruangan terbuka evakuasi bencana;
8. Menyediakan sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;
9. Perencaan pada lantai dasar bangunan hanya untuk fungsi sarana
penunjang dan fasum/ fasos dengan luas paling banyak 50% dan
sisanya sebagai ruang terbuka tanpa dinding;
10. Setiap 10 unit hunian menyediakan lokasi parkir satu mobil dan
5 motor dalam halaman bangunan;
11. Perhitungan jumlah penghuni berdasarkan luas lantai, setiap luas
lantai hunian 45 m² gross adalah 4 jiwa
12. Permukaan atap bangunan dibangun sebagai taman (roof
garden) dan difungsikan sebagai ruang public.
13. Pada lokasi yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan (KKOP) diperlukan rekomendasi dari
instansi berwenang
2.1.5 Karakteristik Rumah Susun
Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di
Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11)
:
19
1) Satuan Rumah Susun
• Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2, lebar muka
minimal 3 meter.
• Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain
(ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama.
• Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan
buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin
kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang
cukup, serta sistem pemompaan air.
• Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang
tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.
2) Benda Bersama
Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas
lingkungan.
3) Bagian Bersama
Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan
kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas
lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
4) Prasarana Lingkungan
Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan
sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar
lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang
terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran,
listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya.
5) Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan
dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan,
peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman.
Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah
susun pada umumnya minimal 18m2 dan paling besar adalah 50
m2.
20
Tabel 2.2 : tipe unit rumah susun
Tipe Unit Fasilitas Tipe 18 m2 Tipe 21 m2 Tipe 24 m2 Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga
- 1 kamar tidur - ruang tamu/keluarga - kamar mandi - dapur/pantry
Tipe 30 m2 Tipe 36 m2 Tipe 42 m2 Tipe 50 m2
Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
- 2 kamar tidur - ruang tamu / keluarga - kamar mandi / WC - dapur / pantry - ruang makan
Sumber : Rosfian (2009)
2.1.6 Karakteristik Penghuni Rumah Susun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115)
pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan
fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut :
1) Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap
lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman.
2) Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat,
maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi
lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan
permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan.
3) Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status
sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam
menentukan perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah
(1) status sosial, (2) sikap terhadap lingkungan, dan (3) motivasi hidup
sehat.
21
2.1.7 Luas lahan
Luas lahan harus memenuhi ketentuan sesuai tabel 2.3
Tabel 2.3: Luas lahan untuk fasilitas lingkungan rumah susun dengan kdb 50 – 60%
Sumber : SNI 03-7013-2004
2.2 Tinjauan Khusus
II.2.1 Sustainable Development
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan,
kota, bisnis, masyarakat, dll) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987).
Menurut World Commission on Environment and Development’s
(the Brundtland Commission) report Our Common Future
(Oxford: Oxford University Press, 1987).
"Development that meets the needs of the present without
compromising the ability of future generations to meet their own
needs
Gambar 2.1 : Scheme of sustainable development Sumber : www.wikipedia.com, diakses 05 April 2014
22
Gambar 2.2 : Scheme of sustainable development Sumber : http://www.worldbank.org diakses 05 April 2014
Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isu-
isu lingkungan melainkan mencangkup tiga lingkup kebijakan yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan
lingkungan. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan merupakan suatu
pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (lihat gambar 2.1
dan 2.2)
23
Gambar 2.3: Skematik hubungan Sustainable Development hingga den Penerapan Sustainable Design
Sumber :Sustainable Architecture Module: Introduction to Sustainable Design (1998).
2.2.2 Air
Air adalah senyawa yang penting bagi semua makhluk hidup di
Bumi ini. Air hampir 71% menutupi perrmukaan bumi. Walaupun air
Sustainable Development
Specific Concept Sustainable in Sustainable Development
Energy Resource & Waste
Resource & Waste
Product & Techology
Other
Sustainable Design
Economy of Recources
Living Circle Design
Human Design
Energy Conservation
Water Conservation
Material Conservation
Reduction : - Indigenous
Landscaping
- Low-Flow Shower Heads
- Vacuum Assist Toilets or Smaller Toilets Tanks
Reuse: - Rainwater Collection - Graywater Collection
24
yang diperoleh sangat banyak tetapi kebutuhan akan air bersih makin
lama semakin sulit untuk didapatkan karena sebagian besar dari
kandungan air di bumi adalah air asin (97%) dan air tawar (2,6%).
Gambar 2.4: Peredaran air Sumber: Dasar-dasar Arsitektur Ekologis, Heinz Frick
Standar kelayakan akan kebutuhan air bersih adalah 49,5
liter/kapita/hari. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah
menetapkan hak dasar manusia atas kebutuhan akan air yaitu sebesar
60 ltr/org/hari.
25
Gambar 2.5 : Water consumption Sumber : www.rewatec.co.uk/rainwater-harvesting-benefits-and-uses.php,
diakses 26 maret 2014
Pada gambar 2.5 dapat disimpulkan bahwa hanya beberapa dari
penggunaan air yang dapat digantikan oleh air hujan yaitu laundry
(17 liter), cleaning dan cleaning car (10 liter), irigasi taman (5 liter),
dan yang paling besar digunakan untuk wc flushing (45 liter).
2.2.3 Jenis-jenis Air
Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting
untuk penyediaan air bersih karena tanpa sumber air maka suatu
system penyediaan air bersih tidak akan berfungsi.
Berikut ini adalah 4 macam sumber air minum yang dapat
digunakan;
1. Air Hujan
Cara menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya
jangan saat air hujan baru mulai turun, karena masih mengandung
banyak kotoran. Air hujan juga mempunyai sifat agresif terutama
terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-baik reservoir sehingga
26
hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau karatan. Air
hujan juga mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di perbukaan bumi,
Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran
selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun,
kotoran industri dan lainnya. Untuk meminumnya harus melewati
proses pembersihan yang sempurna.
3. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah di dalam zona
jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari
tekanan atmosfer (Suryono, 1993:1).
4. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah dengan hampir tidak dipengaruhi oleh musim,
sedangkan kualitasnya sama dengan air dalam.
2.3 Pendekatan Teknis
2.3.1 Pertimbangan sebelum perancangan
Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
merancang sistem rainwater harvesting pada sebuah hunian untuk
keperluan domestik. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor lingkungan (khususnya iklim)
2. Faktor teknis
3. Faktor kebutuhan air
Faktor Lingkungan
Menurut buku Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006),
angka curah hujan merupakan kunci utama dalam mengetahui
apakah penggunaan sistem rainwater harvesting mampu bersaing
dengan penggunaan sistem sumber air dari PDAM.
Daerah yang berada di iklim tropis dengan musim kemarau
pendek yang disertai dengan beberapa hujan badai berintensitas
27
tinggi merupakan daerah yang memiliki kondisi yang paling cocok
untuk pengaplikasian sistem rainwater harvesting.
Tabel 2.4 : Curah hujan rata-rata per-tahun berdasarkan iklim kawasan
Sumber : Rainwater Harvesting for Domestic Use
Faktor Teknis
Selain faktor lingkungan, terdapa faktor lain yang dapat
mepengaruhi konstruksi dari sistem rainwater harvesting yaitu
faktor teknis antara lain :
1. Penggunaan material penangkap air hujan yang tentu saja
harus kedap air seperti metal, keramik, asbestos, atau semen
2. Ketersediaan area untuk penyimpanan air hasil tangkapan
3. Jumlah pengguna air dan peruntukan pengunaan air
4. Ketersediaan sumber air antara lain seperti air permukaan atau
air dari PDAM sebagai alternatif ketika air hasil rainwater
harvesting habis
5. Tersediannya pekerja dan material lokal yang cocok untuk
perancangan dan manajemen sistem rainwater harvesting.
Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), terdapat 4
jenis pengguna sistem Rainwater Harvesting. Antara lain:
1. Pengguna Tidak Berkala
Pengguna yang menyimpan persedian air hujan dalam
penyimpanan yang relatif kecil. Air yang ditangkap hanya
digunakan untuk beberapa hari.
28
2. Pengguna Berselang
Pengguna yang menggunakan sistem rainwater harvesting ketika
musim hujan panjang.
3. Pengguna Sebagian
Pengguna yang menggunakan air dari sistem rainwater
harvesting secara terus menerus sepanjang waktu namun tidak
mencukupi seluruh kebutuhan air yang diperlukan sehingga
peruntukan kebutuhan airnya dibagi.
4. Pengguna Penuh
Hanya menggunakan air yang berasal dari sistem rainwater
harvesting sepenuhnya untuk semua keperluan rumah tangga
sepanjang waktu.
Faktor Kebutuhan Air
Didalam Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006)
dinyatakan bahwa dalam keadaan terdesak dan krisis air, sedikitnya
manusia dapat menggunakan sebanyak 15 Liter air untuk mandi dan
kebutuhan higienis lainnya dalam sehari. Menurut Fenty
Wisnuwardhani (2006), kebutuhan air bersih di perkotaan pasti
meningkat jumlahnya dari periode ke periode seiring dengan laju
perkembangan dan pertambahan penduduk. Pernyataan tersebut
dijabarkan kedalam tabel seperti berikut
Tabel 2.5 : Pedoman konsumsi air
Sumber : Kimpraswil
Menurut Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006),
poin-poin krusial tersebut dapat dijabarkan menjadi sebuah skema
dasar menyerupai kerangka berpikir yang menjadi acuan dalam
29
perancangan awal sebuah sistem rainwater harvesting (lihat gambar
2.6)
Gambar 2.6 : Skema perencanaan Rainwater Harvesting
Sumber : Rainwater Harvesting for Domestic Use
2.3.2 Definisi Rainwater Harvesting
Maryono dan Santoso (2006) menyebutkan bahwa rain water
harvesting dapat didefinisikan sebagai salah satu cara pengumpulan
atau penampungan air hujan atau aliran permukaan pada saat curah
hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan
rendah.
UNEP (2001) dan Abdullaet al (2009) menyebutkan bahwa
rainwater harvesting merupakan teknologi yang digunakan untuk
pengumpulan air hujan yang berasal dari atap
Memanen air hujan merupakan alternatif sumber air yang sudah
dipraktekkan selama berabad-abad di berbagai negara yang sering
mengalami kekurangan air (Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai,
30
2004). Air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk multi tujuan
seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat
digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi
standar kesehatan (Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008;
Worm, Janette & van Hattum, Tim, 2006).
Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan
penting untuk konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van,
2006), yaitu:
1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya
pengambilan air bawah tanah sehingga mengurangi cadangan air
bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan merupakan alternatif
yang bermanfaat.
2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air
bawah tanah sangat fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan
air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air permukaan, seperti
air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan,
sebagaimana sering terjadi di Bangladesh.
3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas
pemakai. Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah
akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan berdampak
positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan
pemakai terhadap sumber air alternatif ini.
4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun
limbah kegiatan manusia misalnya masuknya mineral seperti
arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air hujan secara
umum relatif baik.
2.3.3. Keuntungan rainwater harvesting
Dalam memikirkan gagasan untuk merancang sebuah sistem
rainwater harvesting sangat penting untuk mengetahui keuntungan
dan kerugian dari sistem tersebut. Keuntungan mendasar pertama
dari sistem rainwater harvesting adalah
31
1. Minimnya penggunaan energi dalam proses penangkapan air
hujan. Keuntungan ini sesuai dengan prinsip sustainable
development yang sudah dibahas pada pembahasan
sebelumnya.
2. Mengurangi penggunaan air dan mengurangi dampak banjir di
lingkungan
3. Air hujan bersih, tidak mengandung garam
4. Pemanenan air hujan dapat mengurangi akumulasi garam
didalam tanah yang dapat membahayakan pertumbuhan pada
akar tanaman..
2.3.4. Kerugian rainwater harvesting
Namun adapula kerugian paling mendasar dari sistem rainwater
harvesting. Kerugiannya adalah
1. Sebuah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengetahui secara pasti
seberapa banyak dan kapan hujan akan turun
2.3.5. Prinsip Dasar
Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006),
pada dasarnya rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai
kumpulan aliran air hujan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural, dan manajemen
lingkungan.
Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang
penting, antara lain:
1. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap
air hujan.
2. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah
ditangkap dari penangkap atau permukaan atap ke bak
penyimpanan.
3. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air
itu dipergunakan.
32
2.3.6. Perancangan Sistem Rainwater Harvesting
Berdasarkan Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006),
terdapat 4 langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem
rainwater harvesting.
Tahap 1. Merancang area penangkap air hujan.
Tahap 2. Merancang sistem pengiriman air hujan.
Tahap 3. Menentukan ukuran penyimpanan air yang diperlukan.
Tahap 4. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek
yang bersangkutan
Gambar 2.7 : Rainwater Collection System Sumber : http://www.allthingsrainwater.com/ diakses 4 April 2014
Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air
Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan
adalah kebutuhan air per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut
didapati persamaan:
Kebutuhan Air = Rata-rata konsumsi air per orang x 365 hari
33
Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti
berbeda, namun dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang,
persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid.
Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai
perkiraan jumlah air yang akan diterima. Dengan menggunakan data
curah hujan yang tersedia, dan koefisien run-off, maka dapat
diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Supply = Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun
Rainfall = Rata-rata curah hujan tahunan
Area = Area penangkap air hujan
Run-off coefficient = Koefisien Run-off
Tabel 2.6 : Koefisien Run-off
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Pengertian dan Definisi istilah aliran Runoff dipergunakan untuk
menunjukan adanya variasi proses pengumpulan air mengalir yang
akhirnya menghasilkan aliran sungai. Variasi proses aliran itu adalah
sebagai berikut:
1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air
hujan yang pertama langsung menjadi satu dengan aliran
sungai.
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air
hujan yang meninggalkan daerah aliran sungai (DAS) setelah
terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran
sungai yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami
infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai terdekat.
Supply = Rainfall x Area x Run-off coefficient
34
3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan
overland flow (b), tetapi lebih banyak dipergunakan untuk
pengukuran air di pemukaan sungai.
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow)
bagian aliran sungai yang dipasok dari sumber air di bawah
permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara
langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun
menambah debit sungai. Kadang-kadang dipergunakan kata
sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering
dipergunakan untuk aliran di bawah permukaan tanah yang
tidak berada di atas permukaan air tanah.
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow);
merupakan total dari ketiga komponen aliran sungai yaitu
curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas
permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran
cepat di bawah permukaan tanah (sub surface storm
flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan
banjir akibat karakteristik DAS.
6. Aliran dasar ( base flow, grand water outflow): keluaran dari
equifer air tanah yang dihasilkan dari air perkolasi vertical
melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran
perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah
miring.
Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan
Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan
memenuhi luas rata-rata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah
air yang dapat dipanen. Selain menurut aspek teknis tersebut, desain
area penangkap hujan juga diharapkan dapat menjadi komponen
vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat
menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.
35
Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan
Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi
se-efisien mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area
penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap
mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural.
Pada umumnya, rainwater harvesting pada hunian
menggunakan sistem pengiriman dengan pengaplikasian talang air di
ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang pada
umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium
memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam
antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf “v”.
Gambar 2.8: Contoh Jenis Talang Sumber: Utilitas Bangunan, Penyediaan Jaringan Air Hujan.
Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada
bangunan yang menggunakan atap miring. Lain halnya dengan
bangunan yang memiliki area penangkap air hujan dengan desain
36
khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai
komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim.
Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa
PVC berdiameter 4 Inchi yang juga digunakan pada landed house
pada umumnya.
Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air
Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan
persamaan pertama pada tahap 1. Berdasarkan kebutuhan air dan
prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui pula
ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.
Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air
Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat
bergantung kepada kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak
sekaligus bangunan.
37
2.4 Kerangka Berfikir
Tabel 2.7 : Skema kerangka berfikir
TOPIK
ENVIRONMENTALLY, SUSTAINABLE, HEALTHY, AND LIVEABLE HUMAN SETTLEMENT
TEMA
RAINWATER
JUDUL
SISTEM PEMANFAATAN AIR HUJAN PADA FLAT DI JAKARTA
LATAR BELAKANG
Menyediakan rumah susun sewa bagi warga kumuh dengan mengefisiensi penggunaan air dengan pemanfaatan air hujan
Curah Hujan Rumah Susun
Pokok Permasalahan
Pemenuhan kebutuhan air harian dengan
memanfaatkan air hujan
Rainwater Harvesting
ANALISIS
PERANCANGAN
Jumlah curah hujan rata-rata
selama 5 tahun terakhir
Rainwater Harvesting
1. Memanfaatkan air hujan untuk water efficiency
2. Pengolahan selubung bangunan dengan sistem rainwater harvesting untuk memenuhi kebutuhan air harian
Studi literatur dengan
mencari standar
kebutuhan ruang pada
rumah susun
Studi literatur dengan
mencari data kebutuhan
toilet flush pada
penghuni rumah susun
Analisa kebutuhan air
apa saja yang akan
digantikan dengan air
hujan
38