BAB 2 KAJIAN TEORI...siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilihat dari gambar 2.2....

34
BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1. Model Pembelajaran Model biasanya tidak dipakai untuk menjelaskan proses yang rumit, model dipakai untuk menyederhanakan proses dan menjadikannya lebih mudah dipahami (Hergenhahn & Olson, 2008). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pengajaran, kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2010). Menurut Pribadi (2009) pembelajaran adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Pembelajaran memiliki komponen-komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang meliputi tujuan atau kompetensi, metode, media, strategi pembelajaran dan evaluasi. Dalam proses pembelajaran guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, secara teoritis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga kategori yaitu tujuan pembelajaran ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Wena, 2009). 8

Transcript of BAB 2 KAJIAN TEORI...siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilihat dari gambar 2.2....

  • BAB 2 KAJIAN TEORI

    2.1. Model Pembelajaran

    Model biasanya tidak dipakai untuk menjelaskan proses yang rumit, model dipakai untuk menyederhanakan proses dan menjadikannya lebih mudah dipahami (Hergenhahn & Olson, 2008). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pengajaran, kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2010).

    Menurut Pribadi (2009) pembelajaran adalah sebuah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Pembelajaran memiliki komponen-komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang meliputi tujuan atau kompetensi, metode, media, strategi pembelajaran dan evaluasi. Dalam proses pembelajaran guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, secara teoritis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga kategori yaitu tujuan pembelajaran ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Wena, 2009).

    8

  • 2.1.1. Model Dick & Carey Perancangan pengajaran yang dikembangkan oleh

    Walter Dick dan Lou Carey (Trianto, 2010) digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Implementasi model sistem pembelajaran ini memerlukan proses yang sistematis dan menyeluruh yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran.

    Gambar 2.1. Model Perencanaan dan Pengembangan Pembelajaran Menurut Dick & Carey (dalam Trianto, 2010)

    Identifikasi Tujuan

    Melakukan analisis pengajaran

    Identifikasi tingkah laku awal siswa

    Pengembangan tes acuan patokan

    Pengembangan strategi pengajaran

    Pengembangan dan memilih perangkat pengajaran

    Menulis tujuan kinerja

    Merancang dan melaksanakan tes fiormatif

    Revisi pengajaran

    Merancang dan melaksanakan tes sumatif

    9

  • Komponen perencanaan dan pengembangan sistem pembelajaran model Dick & Carey adalah: (1) Identifikasi Tujuan Pengajaran (2) Melakukan analisis pembelajaran (3) Mengidentifikasi tingkah laku awal atau karakteristik siswa (4) Merumuskan tujuan pembelajaran (5) Pengembangan tes acuan patokan (6) Pengembangan strategi pembelajaran (7) Mengembangkan dan memilih perangkat pembelajaran (8) Merancang dan melaksanakan evaluasi (9) Menulis perangkat pembelajaran dan (10) Revisi pengajaran.

    2.1.2. Model ADDIE

    Model desain sistem pembelajaran ADDIE memiliki tahapan-tahapan dasar desain pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari. Model desain pembelajaran ADDIE memiliki komponen-komponen: (1) Analisis, analisis kebutuhan untuk menentukan masalah dan solusi yang tepat dan menentukan kompetensi siswa, (2) Design, menentukan kompetensi khusus, metode, bahan ajar dan strategi pembelajaran, (3) Development, memproduksi program dan bahan ajar yang akan digunakan dalam program pembelajaran, (4) Implementation, melaksanakan program pembelajaran dengan menerapkan desain atau spesifikasi program pembelajaran dan (5) Evaluation, melakukan evaluasi program pembelajaran dan evaluasi hasil belajar (Pribadi, 2009).

    2.1.3. Model ASSURE

    Model ASSURE lebih difokuskan pada perencanaan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di dalam kelas secara aktual. Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam sistem pembelajaran ASSURE meliputi beberapa aktivitas yang diantaranya: (1) Melakukan analisis

    10

  • karakteristik siswa (analyze learning), (2) Menetapkan tujuan pembelajaran (state objectives), (3) Memilih media, metode pembelajaran, dan bahan ajar (select methods, media and materials), (4) Memanfaatkan bahan ajar (utilize materials), (5) Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran (require learners participation) dan (6) mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran (evaluate and revise) (Pribadi, 2009).

    Model pembelajaran ASSURE ini lebih sederhana dalam menciptakan proses pembelajaran yang menarik, sedangkan model ADDIE lebih sistematik, jika dibandingkan model Dick & Carey yang pada umumnya diimplementasikan pada sistem pembelajaran dengan skala yang lebih luas. Model Dick & Carey dengan langkah-langkah sistematisnya dapat merancang program pendidikan yang efektif, efisien dan menarik.

    2.2. Pengembangan Pembelajaran Soft Skills Siswa

    2.2.1. Pengertian Soft Skills Soft skills merupakan salah satu keterampilan yang

    perlu dikembangkan, karena pada dasarnya setiap orang sudah memiliki keterampilan ini, namun tidak semua orang mampu menggunakan kemampuan ini dengan efektif. Dalam dunia pendidikan dapat diwujudkan atau diajarkan secara tidak langsung tetapi terbentuk melalui proses pembelajaran (Haryani et. al, 2013).

    Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skills) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skills). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya

    11

  • ditentukan sekitar 20% oleh hard skills dan sisanya 80% oleh soft skills. Selain itu menurut Spencer & specer (1993) ada 2 (dua) kompetensi yang berkaitan dengan bidang kerja, yakni Generic competencies (kompetensi generic), merujuk pada kompetensi yang perlu ada pada semua pegawai mengarah ke soft skills, sikap mental dalam bekerja dan Functional competencies (kompetensi fungsional), merujuk pada kompetensi khusus yang diperlukan bagi suatu fungsi atau pekerjaan tertentu mengarah ke hard skills.

    Sedangkan di lapangan, kompetensi tersebut terbagi atas kebutuhan kemampuan Knowledge (pengetahuan) diukur melalui ujian penilaian yang dilaksanakan oleh pihak berwenang, Skill (keterampilan) diukur dengan mengikutsertakan ke dalam pelatihan-pelatihan tertentu dan Attitude (sikap) diukur secara lebih subjektif melalui penilaian terhadap perilaku yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas.

    Sikap dapat memepengaruhi belajar secara positif sehingga belajar menjadi mudah. soft skills dibutuhkan seseorang dalam menekuni suatu profesi agar dapat lebih mengembangkan diri dan profesionalitasnya. Pada dasarnya soft skills berkembang dari didikan dan bimbingan keluarga, siswa SMK memerlukan bimbingan dalam pengembangan soft skills agar mampu menjadi pribadi yang dapat hidup penuh makna dilingkungannya. soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain termasuk dengan dirinya sendiri meliputi nilai yang dianut, motivasi perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap (Pribadi, 2009).

    Menurut Rahayu dan Nuryata (2011) Soft skills dapat dipilah menjadi dua bagian: Pertama, Intrapersonal skills yaitu kecakapan diri pribadi atau berhubungan dengan diri sendiri yang diantaranya: (1) transforming character

    12

  • (kemampuan mewujudkan karakter atau watak), (2) Transforming beliefs (kemampuan mewujudkan keyakinan), (3) Change management (kemampuan menghadapi dan mengelola perubahan), (4) Stress management (kemampuan pengelolaan stres), (5) Time management (kemampuan mengelola waktu), (6) Creative thingking processes (kemampuan proses dan berpikir kreatif), (7) Goal setting & life purpose (kemampuan menentukan dan mencapai tujuan), (8) Accelerated learning techniques (kemampuan melakukan percepatan belajar). Kecakapan diri pribadi ini merupakan kecakapan yang seharusnya dapat dipelajari oleh peserta didik dalam proses pembelajaran dalam kaitannya dengan pengelolaan kemampuan-kemampuan yang terkait dengan pengembangan pribadinya.

    Kedua, Interpersonal Skills yaitu kecakapan bergaul atau berhubungan dengan orang lain: (1) Communication skills (keterampilan berkomunikasi), (2) Relationship building (kemampuan membangun hubungan), (3) Motivation skills (keterampilan memotivasi), (4) Leadership skills (kecakapan memimpin), (5) self-marketing skills (kecakapan mempromosikan diri), (6) Negotiation skills (kecakapan bernegosiasi), (7) Presentation skills (kecakapan presentasi atau menjelaskan pemikiran) dan (8) Public speaking skills (kecakapan berbicara di depan umum).

    Kecakapan bergaul atau interpersonal skills merupakan kecakapan yang bisa diasah dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk berkomunikasi aktif dengan teman dan guru untuk membangun relasi antar sesama. Melalui penugasan yang bersifat kelompok, peserta didik dapat berlatih kepemimpinan.

    13

  • 2.2.2. Atribut Soft Skills Setiap orang memiliki atribut soft skills dengan kadar

    yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir, bersikap, berkata dan bertindak, namun atribut ini dapat berubah jika orang yang bersangkutan ingin mengubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru. Berdasar hasil survey Nasional Assosiation of Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa atribut Soft skills yang dibutuhkan dunia kerja adalah: (1) Inisiatif, (2) Etika atau integritas, (3) Berpikir kritis, (4) Kemauan belajar, (5) Komitmen, (6) Motivasi, (7) Bersemangat, (8) Dapat diandalkan, (9) Komunikasi lisan, (10) Kreatif, (11) Kemampuan analitis, (12) Dapat mengatasi stress, (13) Manajemen diri, (14) Menyelesaikan persoalan, (15) Dapat meringkas, (16) Kooperatif, (17) Fleksibel, (18) Kerja dalam tim, (19) Mandiri, (20) Mendengarkan, (21) Tangguh, (22) Berargumen logis dan (23) Manajemen waktu. Sedangkan atribut Soft skills berdasarkan peringkat yang dibutuhkan pada bidang manufaktur dalam penelitian Widarto (2012) adalah:

    Tabel 2.1. Peringkat Aspek Soft Skills pada Bidang Manufaktur

    Aspek Soft Skills Skor 1. Tanggung jawab 2. Kejujuran 3. Kretivitas/ inisiatif 4. Disiplin 5. Etos Kerja 6. Kerja Sama 7. Percaya Diri 8. Toleransi 9. Kepemimpinan

    3.86 3.79 3.79 3.75 3.61 3.54 3.50 3.43 3.21

    14

  • 10. Adaptabilitas 11. Kemandirian 12. Etika 13. Sopan santun 14. Komunikasi/presentasi

    3.18 2.93 2.79 2.75 2.43

    Sedangkan hasil penyebaran angket kepada guru SMK

    Negeri 2 Salatiga untuk mengetahui tingkat pembiasaan soft skills yang dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran adalah:

    Tabel 2.2. Peringkat Aspek Soft Skills yang telah dilaksanakan oleh guru SMK Negeri 2 Salatiga

    Aspek Soft Skills Skor 1. Tanggung jawab 2. Kejujuran 3. Kretivitas/ inisiatif 4. Disiplin 5. Etos Kerja 6. Kerja Sama 7. Percaya Diri 8. Toleransi 9. Kepemimpinan 10. Adaptabilitas 11. Kemandirian 12. Etika 13. Sopan santun 14. Komunikasi/presentasi

    2.6 3.4 1.9 2.9 2.9 2.3 2.0 2.9 2.6 2.3 2.9 3.4 2.6 2.8

    Pendapat Satria (2012) kompetensi soft skills siswa yang

    sangat mendesak untuk kesiapan kerja tamatan SMK ke dunia industri adalah: (1) Kemampuan beradaptasi, (2) Bertanggung jawab, (3) Kejujuran, (4) Kerjasama dan (5) Disiplin sedangkan dalam penelitian Widarto (2012)

    15

  • menjelaskan kompetensi lulusan perguruan tinggi yaitu: (1) toleransi, (2) kerjasama, (3) inisiatif, (4) kepemimpinan dan (5) etos kerja.

    Soft skills merupakan kompetensi penting bagi seseorang dalam mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia usaha dan dunia industri. Tamatan yang memiliki kompetensi soft skills rendah menjadikan keluhan dari penggunanya. Rendahnya soft skills disebabkan oleh kurangnya perhatian dari lembaga pendidikan yang hanya berorientasi pada pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skills) saja.

    2.2.3. Pembelajaran Soft Skills

    Pengembangan soft skills dapat dilakukan melalui kegiatan proses pembelajaran dan juga kegiatan kesiswaan dalam kegiatan ekstra kurikuler. Terdapat sedikitnya tiga cara penularan soft skills dalam pembelajaran, yaitu melalui: (1) Lecturer role model yaitu menjadikan guru role model bagi siswanya. Misalnya apabila guru menginginkan siswa datang tepat waktu, maka guru harus duluan datang ke kelas, apabila siswa diminta untuk selalu menjaga kebersihan kelas, maka guru harus mampu menghapus papan tulis setelah selesai pembelajaran, (2) Message of the week yaitu memberi pesan moral di setiap waktu tatap muka baik pada saat awal membuka atau menutup pembelajaran.

    Pesan yang disampaikan dapat berupa kata-kata mutiara dari berbagai sumber dengan pemaknaannya dalam berkehidupan, sedangkan (3) Hidden curriculum yaitu Pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit. Kurikulum tersembunyi lebih ampuh karena dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik minat dan menyenangkan. Peran guru dalam hal ini adalah: (1) Membangun proses dialog, (2) Menangani dinamika kelompok

    16

  • (3) Terlibat dengan motivasi mahasiswa dan (4) Mengintroduksikan berpikir kritis (Sailah, 2008).

    Pendidikan adalah suatu proses terus menerus yang menghantarkan manusia muda ke arah kedewasaan, yaitu: (1) kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, (2) mengembangkan keterampilan dan (3) mengubah sikap (Hermino, 2014). Menurut Shoimin (2014) Sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah Negara kebangsaan yang terhormat.

    Wiyani (2012) menjelaskan bahwa penanaman nilai karakter atau sikap kepada siswa mengandung makna bahwa tidak hanya siswa yang dilibatkan, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di sekolah serta orang tua siswa juga harus terlibat dalam pendidikan karakter. Pelibatan seluruh warga sekolah dan orang tua siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilihat dari gambar 2.2.

    Wiyani (2012) menjelaskan bahwa penanaman nilai karakter atau sikap kepada siswa mengandung makna bahwa tidak hanya siswa yang dilibatkan, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di sekolah serta orang tua siswa juga harus terlibat dalam pendidikan karakter. Pelibatan seluruh warga sekolah dan orang tua siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilihat dari gambar 2.2.

    17

  • Gambar 2.2. Strategi mikro pendidikan karakter Sumber: Rembug Nasional Pendidikan (dalam

    Wiyani, 2012) Masih banyak guru yang beranggapan bahwa siswa

    dengan kompetensi baik adalah siswa yang memiliki nilai hasil ulangan atau ujian baik, sehingga guru hanya berorientasi pada hasil ulangan ataupun ujian saja dan kurang memperhatikan aspek soft skills siswa. Menurut Rahayu dan Nuryata (2011), perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada Guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Pembelajaran ini menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning). Model pembelajaran dengan pendekatan student centered learning adalah:

    Budaya Sekolah

    PBM di Kelas

    Ekstra Kurikuler

    Kegiatan di rumah

    Terintegrasi dalam setiap mapel

    Pembiasaan kehidupan sehari-hari di sekolah

    Integrasi dalam kepramukaan, karya tulis dan sebagainya.

    Penerapan pembiasaan di rumah yang sama dengan di sekolah.

    18

  • 1. Roleplay & Simulation Bermain peran (Role playing) di dalam kelas dapat

    menambah variasi dalam mengajar, juga merupakan perubahan langkah dan kesempatan dalam pembentukan bahasa Roleplay atau bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua orang peserta didik atau lebih untuk memerankan suatu topik dalam situasi tertentu.

    Dalam metode ini peserta didik melakonkan peran sesuai dengan tokoh yang diwakilinya dan mereka berinteraksi dengan sesama pemeran dalam skenario dan situasi yang ditentukan. kegiatan kreatif dan imajinatif semacam ini akan merangsang siswa untuk berimajinasi dan menantang mereka untuk berfikir dan berbicara. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) apresiasi, (2) imajinasi, (3) kerja dalam tim, (4) kooperatif dan (5) tanggung jawab.

    2. Case Study

    Pendekatan case study atau studi kasus adalah satu teknik dalam strategi pembelajaran aktif yang dapat diimplementasikan di sekolah. Studi kasus sebagai aktivitas dasarnya yang berpusat pada peserta didik dalam suatu topik yang mendemonstrasikan konsep teoritis dalam situasi aplikasi. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan berpikir kritis dan mencari solusi baru dari suatu topik yang sedang dipecahkan.

    Garis besar manfaat penggunaan studi kasus sebagai strategi pembelajaran, mengganti penekanan dari berpusat kepada guru menjadi lebih banyak aktivitas berpusat kepada peserta didik. Penggunaan studi kasus dalam pendidikan teknik untuk menunjukkan peserta didik dalam isu dunia nyata yang akan dihadapi.

    19

  • Studi kasus juga dapat terkait dengan peningkatan motivasi dan minat peserta didik terhadap topik pembelajaran. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) kemampuan analitis, (2) berpikir kritis, (3) kerja dalam tim, (4) komunikasi tertulis atau menyusun laporan, (5) manajemen waktu.

    3. Discovery Learning (DL)

    Pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah pembelajaran terpusat pada Guru menjadi terpusat pada siswa

    siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Bruner sebagai bapak ‘Discovery Learning’ (dalam Rahayu dan Nuryata, 2011) menyatakan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa manfaat antara lain pengetahuan bertahan lama, hasil belajar mempunyai efek transfer lebih baik, meningkatkan penalaran peserta didik, meningkatkan rasa ingin tahu. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) kreatif, (2) inovasi, (3) berfikir analitis, (4) inisiatif dan motivasi diri, (5) memelihara semangat dan (6) pengelolaan diri dan fleksibel.

    4. Self Directed Learning (SDL) Model self directed learning dapat menentukan

    keinginan siswa dalam mengarahkan potensi yang dimilikinya. Karena setiap siswa memiliki minat atau keinginan yang

    20

  • berbeda. Apabila model pembelajaran tersebut dikembangkan maka setiap siswa bisa mengembangkan kreativitasnya masing-masing (Istiyani, 2009). Self Directed Learning memasukkan inisiatif siswa dalam pembelajaran, mengambil keputusan tentang apakah pelatihan dan pengembangan pengalaman akan terjadi dan bagaimana cara mencapainya. Self directed learning merupakan usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendiri maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata. Sehingga siswa akan menjadi lebih aktif, termotivasi, dan mandiri untuk mencari pengetahuannya.

    Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yakni para Kepala SMK, guru dan pembimbing praktik kerja industry (prakerin) sangat dianjurkan untuk melaksanakan self directed learning. Karena melalui self directed learning program prakerin akan semakin efektif dan memberikan dampak lebih positif dalam membekali skill peserta didik dalam mempersiapkan memasuki dunia kerja. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) kemandirian, (2) kreatif, (3) bertanggung jawab, (4) percaya diri, (5) ketekunan, (6) tangguh dan (7) manajemen waktu. 5. Cooperative Learning (CL)

    Cooperative Learning didefinisikan melalui serangkaian proses dengan membantu peserta didik berinteraksi bersama atau berkelompok dalam menyelesaikan suatu tujuan yang spesifik atau membangun suatu hasil yang biasanya bermuatan khusus. Hal ini menunjukkan dimana sistem kolaborasi menentukan dan sangat terbuka terhadap control dari guru. Pada saat beberapa mekanisme bagi analisis kelompok dan introspeksi merupakan dasar pendekatan yang

    21

  • berpusat pada guru namun Cooperative Learning adalah sangat berpusat kepada siswa. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga membantu temannya belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

    Di dalam kelas kooperatif peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) kerja tim, (2) toleransi, (3) kepemimpinan, (4) komunikasi, (5) penyelesaian masalah, (6) berpikir kritis dan berargumentasi logis, (7) saling menghargai, (8) inisiatif, (9) menyelesaikan masalah dan (10) manajemen waktu. 6. Collaborative Learning (CL)

    Collaborative Learning atau pembelajaran kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan. Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula

    22

  • sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar siswa (Raharjo Kurniawan Budi, 2013). Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) penghargaan, (2) toleransi, (3) Networking, (4) Group decision making dan (5) manajemen waktu

    7. Contextual Instruction (CI)

    Contextual Instructions (CI) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) sintesis, (2) analisis, (3) responsif dan (4) apresiasi.

    8. Project Based Learning (PjBL)

    Project Based Learning digunakan dalam proyek di kelas yang diharapkan membawa proses belajar secara lebih mendalam, dimana peserta didik menggunakan teknologi dan inquiri untuk aktif dalam suatu isu atau pertanyaan yang relevan dengan kehidupan mereka. Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek, dalam Project Based Learning peserta didik dilibatkan langsung dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, aktif membangun dan mengatur pembelajarannya.

    23

  • Model pembelajaran berbasis proyek yang dikonstruksi dari prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivis diduga dapat menumbuhkan nilai-nilai yang hendak dibangun dalam soft skills seperti: (1) Pemecahan masalah, (2) Kreativitas, (3) Inovasi, (4) Kerjasama tim, (5) Kemampuan berkomunikasi dan (6) Presentasi (Rais, 2010).

    Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri.

    Menurut Hung dan Wong (dalam Wena, 2009) secara teoritis dan konseptual pembelajaran berbasis proyek memiliki struktur dasar kegiatan yang terdiri atas: (1) Tujuan yang ingin dicapai, (2) Subjek yang berada dalam konteks, (3) Peraturan kerja dan pembagian tugas, (4) Alat-alat kerja, dalam penerapannya di kelas bertumpu pada kegiatan belajar aktif dalam bentuk melakukan sesuatu. Kemampuan yang dapat diperoleh siswa adalah: (1) Tanggung jawab, (2) Pemecahan masalah, (3) Inovasi, (4) Komunikasi dan (5) Aktualisasi.

    9. Problem Based Learning and Inquiry (PBL)

    Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berfikir tingkat tinggi.

    24

  • Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pelaksanaan model PBL siswa diciptakan berdiskusi dalam kelompok kecil 4-5 orang tiap kelompok. Siswa saling tukar pendapat dalam kelompoknya kemudian hasil kerja kelompok dipresentasikan. Prinsip-prinsip belajar yang penting menurut para ahli adalah: (1) Perhatian dan motivasi belajar siswa, (2) keaktifan belajar, (3) keterlibatan dalam belajar dan (4) pengulangan belajar (Sumarji, 2009).

    Penilaian dalam PBL tidak hanya kepada hasilnya saja tetapi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan siswa. Teknik penilaian dan evaluasi yang relevan dengan model PBL adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan kasil penyelidikan mereka. Penilaian kinerja dapat berupa pengamatan atau lembar observasi dan dokumentasi atau portofolio. Inquiri atau menemukan merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diketemukan oleh siswa sendiri (Palunsu, 2014). Kemampuan yang diperoleh siswa adalah: (1) prioritas, (2) mengambil keputusan, (3) berpikir kritis, (4) selektif dan (5) tanggung jawab.

    Pembelajaran yang berpusat pada pencapaian kompetensi siswa dengan melibatkan siswa secara mendalam (student centered learning) merupakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi soft skills siswa, dari beberapa model pembelajaran yang ditawarkan dan yang paling sesuai dengan pengembangan model pembelajaran soft skills siswa SMK Negeri 2 Salatiga adalah model Model Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning).

    Model pembelajaran kolaboratif merupakan salah satu model “Student-Centered Learning” (SCL) yang digunakan

    25

  • untuk meningkatkan hasil belajar, model ini, siswa dituntut untuk berperan secara aktif dalam bentuk belajar bersama atau berkelompok. Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari sekedar penyampaian informasi (transfer of information) menjadi konstruksi pengetahuan (construction of knowledge) oleh individu siswa melalui belajar kelompok.

    Keunggulan penerapan model kolaboratif adalah siswa dapat memiliki kemampuan bekerja sama, toleransi dengan orang lain, saling membutuhkan, motivasi berprestasi, dan jiwa kepemimpinan. Kemampuan ini sangat berguna dalam memasuki dunia kerja dan lingkungan sosialnya. Model kolaboratif dapat membekali siswa pengetahuan dan wawasan yang luas dari pengalamananya belajar kelompok, mengkaji dan menganalisis masalah dari berbagai perspektif. Keterbatasan model kolaboratif adalah masih susah diterapkan pada kelas yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, terutama pada kelas awal yang masih dalam tahap adaptasi dan sosialisasi.

    2.3. Pendidikan Kejuruan 2.3.1. Pengertian Pendidikan Kejuruan.

    Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: "pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk bekerja dalam bidang tertentu". Pendidikan kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional yang terkait dengan perkembangan jenis pekerjaan dan profesi serta sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.

    26

  • Pendidikan kejuruan dilaksanakan baik di dalam lingkungan (formal) maupun di luar lembaga pendidikan (non formal). Tujuan utama dilaksanakannya pendidikan kejuruan adalah mempersiapkan siswa agar dapat bekerja di masyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi bagi yang memenuhi syarat, artinya untuk membidik manusia supaya memiliki pengetahuan dan keterampilan teknik yang memadai serta menjadi manusia yang produktif, perlu melalui jenjang pendidikan kejuruan.

    2.3.2. Dalil-dalil Pendidikan Kejuruan.

    Menurut Prosser (dalam Sugiyono, 2014) bahwa sekolah harus membantu para siswanya untuk mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan tersebut dan terus maju dalam karir. Prosser (dalam Sugiyono, 2014) terkenal dengan prinsip-prinsipnya dalam pendidikan vokasional dengan 16 dalil pendidikan kejuruan:

    1. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.

    2. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.

    3. Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.

    4. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.

    27

    http://en.wikipedia.org/wiki/Charles_A._Prosser

  • 5. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mendapat untung darinya.

    6. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.

    7. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.

    8. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.

    9. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.

    10. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).

    11. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi (penguasaan) tertentu adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.

    12. Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.

    13. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.

    14. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan

    28

  • hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.

    15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika luwes.

    16. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

    Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak hanya mempersiapkan tamatanya untuk mengisi kebutuhan dunia usaha maupun dunia industri saja tetapi dapat memperiapkan tamatanya untuk berwira usaha maupun melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai tanggung jawab SMK yaitu mewujudkan manusia yang tangguh, mandiri, produktif dan professional dalam bidangnya masing-masing dengan didukung kurikulum dan fasilitas peralatan praktik seperti yang ada pada tempat kerja.

    2.4. Konsep Kompetensi 2.4.1. Pengertian Kompetensi

    Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/u/2002 ini yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas tugas di bidang pekerjaan tertentu. Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan Kompetesi Kerja Adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut Satria (2012), Pengelompokkan kompetensi antara lain: (1) Kompetensi Dasar, terdiri atas kompetensi inti

    29

  • kualitas personal yang menjadi dasar penentu sukses tidaknya individu menyelesaikan pekerjaannya (2) Kompetensi Profesional terdiri atas kompetensi inti teknis menunjang tingkat profesionalitas individu dalam bekerja, (3) Kompetensi Fungsional terdiri atas kompetensi inti yang muncul dari masing-masing fungsi yang ada dalam organisasi.

    Dalam pendidikan di sekolah terjadi kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik atau siswa agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan, kegiatan belajar pada dasaranya di lakukan untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi personal. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu, pendidikan Kecakapan hidup (Life Skill) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, intelektual dan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri (Wijatno, 2009). Rahayu dan Nuryata (2011) dan Wirawan (2009) menyebutkan bahwa Kompetensi merupakan gabungan kemampuan, pengetahuan kecakapan seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas.

    Kompetensi merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa melalui proses pembelajaran, kompetensi ditandai dengan kinerja bukan hanya penguasaan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan. Konsep Kompetensi adalah pengetahuan (Knowledge), pengertian (understanding), Keterampilan (skill), Nilai (value) dan minat (interest) (Munthe, 2009), Sedangkan definisi kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memungkinkan seseorang dapat melakukan aktivitas secara efektif dalam melaksanakan tugas dan fungsi pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditentukan (Pribadi, 2009).

    30

  • Menurut Wijatno (2009), Pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, intelektual dan vokasional untuk bekerja atau usaha sendiri. Judisseno (2008) menjelaskan kompetensi yang dimiliki seseorang haruslah memperhatikan aspek hard skills (dibutuhkan seseorang untuk menjawab tantangan penguasaan keahlian kerja) dan aspek soft skills (dibutuhkan untuk menjawab tantangan interaksi sosial dalam suatu lingkungan kerja).

    2.4.2. Karakteristik Kompetensi

    Menurut Spencer & Spencer (1993) dan (Judisseno, 2008), lima karakteristik kompetensi adalah sebagai berikut: 1. Motif-motif (Motives) adalah sesuatu yang secara

    konsisten dipikirkan dan diinginkan seseorang yang menyebabkan timbulnya tindakan. motif mendorong, mengarahkan dan menyeleksi perilaku terhadap suatu tindakan atau tujuan tertentu dengan caranya sendiri secara konsisten, bertanggung jawab dan mandiri untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

    2. Sifat (Traits) adalah karakteristik fisik dan respon-respon yang cepat dan tepat terhadap berbagai situasi dan informasi yang diterima. Faktor inilah yang membuat manusia dapat melakukan bentuk tindakan yang dapat mengatasi dan menguasai situasi kerja yang kompleks, terutama pada hal-hal yang mengandung resiko.

    3. Konsep Diri (Self Concept) adalah konsep pribadi mengenai sikap prilaku, persepsi diri dan sistem nilai yang kita anut serta percayai dapat meyakinkan kita sesuai dengan yang kita harapkan.

    31

  • 4. Pengetahuan (Knowledge) merupakan sekumpulan informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.

    5. Keterampilan (Skill) adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas tertentu yang secara fisik nyata dilakukan. Pada dasarnya kompetensi skill dapat dikelompokkan menjadi tiga kemampuan: (1) Cognitive, kemampuan cocnitive seseorang memuat aspek analytical thinking (kemampuan dalam memahami sesuatu, isu yang berkembang dan permasalahan yang muncul serta kemampuan untuk mengolah data berdasarkan pengetahuan yang dimiliki) dan conceptual thinking (kemampuan dalam membuat pemetaan pada masalah-masalah yang rumit, sehingga menjadi suatu urutan pekerjaan yang mudah. (2) Affective merupakan kemampuan mengendalikan emosi dan perasaan sedangkan (3) Psychomotor adalah kemampuan yang berhubungan dengan perilaku atau tindakan terampil yang dapat dilakukan seseorang. Kelima karakteristik kompetensi tersebut hanya

    sebagian kompetensi yang dapat diamati, sedangkan lainnya tersembunyi dalam diri seseorang. Pengetahuan dan Keterampilan termasuk dalam hard skills dan merupakan karakteristik seseorang yang terlihat. Pengetahuan dan Keterampilan mudah diukur dan dikembangkan. Sedangkan Motivasi, Sifat dan Konsep Diri merupakan kompetensi-komptensi yang lebih tersembunyi, dan lebih dalam. Kompetensi-kompetensi ini yang sering disebut dengan soft skills (Spencer & Spencer, 1993).

    Kompetensi merupakan karakteristik kinerja yang efektif dari seseorang sehingga mendasarinya dalam bertindak

    32

  • maupun berfikir. Tingkatan kompetensi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang terlihat atau dapat dikembangkan dan yang tidak terlihat atau sulit dikembangkan. Kompetensi motif dan sifat merupakan kompetensi yang tersembunyi karena sulit dikembangkan maupun diukur. Pengetahuan dan keterampilan merupakan kompetensi yang terlihat artinya mudah untuk dikembangkan dan mudah mengukurnya, Sedangkan konsep diri berada diantaranya. 2.5. Budaya Industri di Sekolah

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar dirubah, sedangkan Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Istilah industri berasal dari bahasa latin, yaitu industria yang artinya buruh atau tenaga kerja dan istilah industri sering digunakan secara umum, yaitu semua kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Budaya industri adalah kebiasaan yang harus dimiliki seorang pekerja baik dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan manajemen kerja yang dibutuhkan dunia industri.

    Setiap perusahaan pasti mengharapkan suatu lingkungan kerja yang selalu bersih, rapi, dan masing – masing orang mempunyai konsistensi dan disiplin diri, sehingga mampu mendukung terciptanya tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi di perusahaan. Melalui Pintar Bersama Daihatsu, PT. Astra Daihatsu Motor dengan SMK Negeri 2 Salatiga bekerja sama untuk menerapkan budaya industri di sekolah yang diantaranya:

    33

  • 2.5.1. 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) 5S merupakan konsep kaizen yang diciptakan oleh

    seorang ahli survei Amerika Serikat yang bernama Dr. W. Edward Deming. Konsep kaizen yaitu suatu filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus atau berkesinambungan dalam perusahaan bisnis. Penerapan Kaizen yaitu penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di tempat kerja yaitu:

    Pertama Seiri atau ringkas, berarti mengatur segala sesuatu, memilah sesuai dengan aturan dan prinsip yang tertentu. Ini artinya membedakan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Membuang yang tidak diperlukan dan mencari penyebab-penyebabnya serta menghilangkan penyebabnya sehingga tidak menimbulkan masalah.

    Kedua Seiton atau rapi, berarti menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendesak. Ini juga cara untuk menghilangkan waktu proses pencarian. Jika sesuatu disimpan di tempatnya demi mutu dan keamanan, berarti anda memiliki tempat kerja yang rapi.

    Ketiga Seiso atau resik atau bersih, berarti membersihkan barang-barang sehingga menjadi bersih. Ini artinya membersihkan sampah, kotoran dan benda-benda asing serta membersihkan segala sesuatu. Pembersihan sebagai pemeriksaan terhadap tempat kerja dan yang tidak memiliki cacat dan cela.

    Keempat Seiketsu atau rawat, berarti terus menerus dan secara berulang-ulang melakukan pemeliharaan,

    34

  • pemilahan dan pembersihan. Dengan demikian, perawatan mencakup kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan.

    Kelima shitsuke atau rajin, berarti pelatihan dan kemampuan untuk melakukan apa yang ingin anda lakukan meskipun itu sulit dilakukan. Pelatihan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu secara benar, tujuannya untuk menciptakan tempat kerja dengan kebiasaan dan perilaku yang baik. Dengan mengajarkan setiap orang apa yang harus dilakukan dan memerintahkan setiap orang untuk melaksanakannya, maka kebiasaan buruk akan terbuang dan kebiasaan baik akan terbentuk.

    2.5.2. Quality Control Circle (QCC) QQC adalah sekelompok orang dalam unit kerja yang

    sama, bertujuan melakukan kegiatan peningkatan dan pengendalian kualitas yang bertujuan: (1) Mengurangi kesalahan dan meningkatkan mutu, (2) Menciptakan kemampuan memecahkan masalah, (3) Membangun sikap mencegah masalah, (4) Memperbaiki komunikasi, (5) Mengembangkan hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan, (6) Mendorong pengembangan pribadi dan kepemimpinan, (7) Mengembangkan kesadaran akan kemampuan yang tinggi dan (8) Penghematan biaya.

    2.5.3. Kiken Yochi Training (KYT) KYT merupakan suatu latihan untuk menduga bahaya

    apa saja yang mungkin timbul dengan mengasah ketajaman mengetahui adanya bahaya. Tujuan KYT adalah membatasi terjadinya kecelakaan kerja dengan mengetahui faktor-faktor kecelakaan kerja dan menghindarkan terjadinya kesalahan manusia (human error) dengan meningkatkan kemampuan mengenal bahaya dengan mengasah ketajaman mengenai adanya bahaya.

    35

  • Industri (perusahaan) akan mengimplementasikan standar sikap kerja tidak hanya sebatas mengerti saja, tetapi juga memahami maksud-maksud yang terkandung di setiap sikap kerja terhadap: (1) Keselamatan dan Keamanan, (2) Kualitas, (3) Kuantitas, (4) Biaya dan (5) Manusia. Tujuan dari pelaksanaan budaya industri di sekolah adalah menghindari kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitas produksi dan menhilangkan keluhan dari pelanggan.

    2.6. Penelitian yang relevan Widarto, dkk. (2012) melalui penelitiannya

    “Pengembangan Model Pembelajaran Soft Skills dan Hard Skills untuk Siswa SMK”. Ada tiga alternatif model pendidikan yang memadukan Soft Skills dan Hard Skills, yaitu (1) aspek soft skills dan hard skills dilaksanakan di sekolah; (2) aspek soft skills dilaksanakan di sekolah, sedang hard skills dilaksanakan bersamaan praktik kerja di DUDI; atau (3) aspek soft skills dilaksanakan di sekolah, sedang aspek hard skills ketika praktik kerja di teaching factory. Untuk itu, struktur kurikulum SMK disusun sesederhana mungkin, dengan tetap mengacu Kurikulum Nasional yang digunakan dengan tekanan pada aspek soft skills dan mengintegrasikannya ke dalam silabus dan RPP. Karakteristik guru yang diperlukan adalah: (1) the adaptor, (2) the visionary, (3) the collaborator, (4) the risk taker, (5) the leaner, (6) the communicator, (7) the model, dan (8) the leader. Selain itu, diperlukan dukungan stake holders yakni dinas pendidikan setempat, masyarakat, dan DUDI.

    36

  • Gambar 2.3. Tiga Jalur Alternatif Model Pendidikan Kejuruan

    Keterangan : DUDI : Dunia Usaha/ Dunia Industri, milik pihak ketiga Teaching factory : Dikelola bersama beberapa sekolah Jalur 1: Siswa baru (input) masuk di pendidikan kejuruan. Pendidikan aspek soft skills ditambah dasar-dasar kejuruan, dan kewirausahaan dilaksanakan di sekolah. Demikian pula pendidikan keterampilan teknis (hard skills) juga dilaksanakan di sekolah. Model ini dilaksanakan oleh hampir seluruh SMK di Indonesia. Jalur 2: Siswa baru (input) masuk di pendidikan kejuruan. Pendidikan aspek soft skills, dasar-dasar kejuruan, dan kewirausahaan dilaksanakan di sekolah. Sedangkan pendidikan keterampilan teknis (hard skills), dilaksanakan

    37

  • sambil praktek kerja di DUDI. Sebagian kecil SMK di Indonesia sudah menerapkan model yang demikian. Jalur 3: Siswa baru (input) masuk di pendidikan kejuruan. Pendidikan aspek soft skills, dasar-dasar kejuruan, dan kewirausahaan dilaksanakan di sekolah. Sedangkan pendidikan keterampilan teknis (hard skills) dilaksanakan sambil praktek kerja di teaching factory. Baru sedikit sekali SMK di Indonesia yang menerapkan model ini.

    Hamidah (2012) dalam “Pembelajaran Soft Skills Terintegrasi pada Siswa SMK Program Studi Keahlian Tata Boga”. Kajian model pembelajaran soft skills terintegrasi bertujuan untuk mengkaji model hipotetik dari pembelajaran soft skills siswa SMK Boga. Soft-skills diidentifikasi dari kurikulum jasa boga kelompok produktif dan dieksplorasi dari dunia industri terkait. Kemudian soft skills dari hasil identifikasi ini diintegrasikan dengan pendekatan topik dan multi target. Implementasinya dalam pembelajaran menggunakan pendekatan psikologi pemebelajaran eklektik antara behaviourisme, kognitvisme, konstruktivisme, dan humanisme.

    Rancangan model ini menekankan peran aktif siswa mulai dari merancang perilaku soft skills, mengkonstruk soft skills terintegrasi melalui pengalaman belajar berbasis manajemen kinerja, dan melakukan refleksi untuk perbaikan berkelanjutan. Kekuatan belajar berasal dari diri sendiri di kontrol oleh guru, materi dan standar pencapaian dengan pendekatan cognitive belajar menekankan pentingnya subyek belajar dalam memperoleh dan mengorganisasikan pengetahuannya.

    Sistem evaluasi pembelajaran soft skills, Pembelajaran soft skills ditekankan pada penguasaan aspek afektif, aspek

    38

  • pribadi meliputi komponen personal dan interpersonal. Dikarenakan pembelajaran soft skills diselenggarakan dalam situasi yang berkelanjutan (continues process) maka evaluasi dilakukan dalam tiga tahap sebelum, selama dan sesudah pembelajaran (measure ongoing performance). Melalui mekanisme evaluasi dengan pendekatan perbaikan berkelanjutan ini, performa kerja soft skills siswa akan tercapai secara maksimal dan selaras dengan kebutuhan stakeholder.

    Pengukuran soft skills menggunakan alat ukur non tes, berupa studi persepsi, pendapat dan kategori. Instrumen yang digunakan dipilih dengan pertimbangan saling melengkapi seperti observasi, angket, portofolio, ekspresi diri, self evaluation. Format evaluasi dibuat agar dapat dipergunakan oleh guru, teman, dan diri sendiri. Pengembangan instrumen ditentukan oleh dimensi masing-masing berdasarkan kedalaman dan keluasan. Kajian tentang masing-masing dimensi ditentukan oleh materi ajar yang menggambarkan soft skills terintegrasi. Hasil evaluasi akan memberi gambaran perkembangan perubahan penguasaan soft skills dibandingkan dengan standar.

    39

  • Gambar 2.4. Model Hipotetik Pembelajaran Soft Skills Terintegrasi

    Dalam gambar 2.4. terlihat ada tiga bagian model: (1)

    komponen perencanaan pembelajaran, (2) pengalaman serta (3) komponen evaluasi. Komponen perencanaan mulai dari kajian soft skills , penetapan topik dan rancangan RPP. Termasuk didalamnya rancangan aktivitas siswa untuk membuat perilaku soft skills yang akan diimplementasikan dalam pembelajaran. Rancangan model juga memperlihatkan komponen integrasi meliputi: integrasi pada siswa sebagai wujud mempersiapkan siswa mengikuti pembelajaran berbasis soft skills. komponen implementasi menjelaskan pengalaman belajar dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan

    40

  • secara eklektik, berbasis pengalaman, berbasis pembudayaan yang terwujud dalam manajemen performen. Manajemen performen merupakan wujud dari peran guru sebagai fasilitator yang membantu siswa mencapai derajad penguasaan soft skills yang mastery (belajar tuntas) dan konsisten. Dengan kata lain rancangan kegiatan mengajar soft skills yang dilatihkan, diimplementasikan selama pembelajaran sebagai wujud dari perbaikan berkelanjutan.

    Model pembelajaran soft skills siswa yang peneliti

    lakukan yaitu mengembangkan model pembelajaran yang telah di terapkan pada SMK Negeri 2 Salatiga. Selama ini SMK Negeri 2 Salatiga lebih menekankan pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan (hard skills) sedangkan penilaian sikap belum di kembangkan. Pembelajaran soft skills siswa dapat terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran dan diluar kegiatan pembelajaran (hidden curriculum) maupun ekstrakurikuler, pembelajaran soft skills siswa dilaksanakan.

    Strategi pembelajaran soft skills siswa selain menerapkan model-model pembelajaran dan pengembangan system penilaian yang dapat meningkatkan kompetensi soft skills siswa serta menerapkan pembiasaan penunjang peningkatan kompetensi soft skills siswa seperti role model, message of the week dan menerapkan budaya industri di sekolah.

    41