BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN … · untuk menjadi pemimpin yang sukses, ia harus...
Transcript of BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN … · untuk menjadi pemimpin yang sukses, ia harus...
27
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Teori Locus of Control
2.1.1.1 Pengertian Locus of Control
Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada
tahun 1966, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Menurut Ghufron dan Risnawita
(2012, p.65) locus of control merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
perilaku individu. Orang yang mempunyai internal locus of control mempunyai
keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya, kegagalan-kegagalan, keberhasilan-
keberhasilannya disebabkan oleh dirinya sendiri sedangkan orang yang mempunyai
external locus of control mempunyai anggapan bahwa faktor-faktor yang ada di luar
dirinya akan mempengaruhi apa yang terjadi dalam kehidupannya, seperti
kesempatan, nasib dan keberuntungan.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2010, p.135) locus of control merupakan salah
satu variabel kepribadian (personality), yang didefinisikan sebagai keyakinan
individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Hasil yang
dicapai oleh individu yang memiliki internal locus of control dianggap berasal dari
aktivitas dirinya. Sedangkan pada individu yang memiliki external locus of control
menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya.
Findley dan Cooper tahun 1983 dalam Friedman dan Schustack (2006, p.275)
individu dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan karena
mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga
mereka lebih cenderung tergolong high achiever.
Menurut Leone dan Burns tahun 2000 dalam Vijayashree dan
Jagdischchandra (2011), locus of control adalah adalah sebuah konstruk yang
mengukur sejauh mana individu percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas
konsekuensi dari perilaku mereka. Faktor internal adalah individu yang memiliki
keyakinan bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi
pada diri mereka, sedangkan faktor eksternal adalah individu yang memiliki
keyakinan bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan
luar.
28
Seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia
sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di
dalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan
memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga
dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di
dalamnya.
Individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih
banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan cenderung lebih menyenangi
keahlian-keahlian dibandingkan dengan situasi yang menguntungkan. Sementara itu
individu yang mempunyai external locus of control cenderung lebih banyak
menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak
mencari dan memilih situasi yang menguntungkan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control
adalah variabel kepribadian mengenai tingkat keyakinan individu terhadap
kemampuan mereka mengontrol dan menentukan nasib mereka sendiri. Locus of
control internal adalah tingkat di mana individu percaya dan menyadari bahwa
segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka ditentukan dan berasal dari diri mereka
sendiri. Sedangkan locus of control external adalah tingkat di mana individu percaya
bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka dikendalikan dan dikontrol oleh
faktor lingkungan, kekuatan luar dan keadaaan sekitarnya.
2.1.1.2 Karakteristik Individu yang Memiliki Locus of control Internal
Menurut Crider tahun 1983 dalam Ghufron dan Risnawita (2012, p.68)
individu yang memiliki internal locus of control mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Suka bekerja keras
b. Memiliki inisiatif tinggi
c. Selalu berusaha menemukan pemecahan masalah
d. Selalu mencoba berpikir seefektif mungkin
e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil
2.1.1.3 Dimensi Locus of Control
Rotter tahun 1954 dalam Friedman dan Schustack (2006, p.275) membagi
locus of control sebagai dua dimensi, yaitu:
29
2.1.1.3.1 Locus of Control Internal
Individu yang yakin bahwa apa yang diraih sebanding dengan usaha yang
dilakukan dan sebagian besar dapat dikendalikan. Individu yang cenderung memiliki
internal locus of control mempunyai keyakinan bahwa kejadian yang dialami
merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik
terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin
bahwa usahanya dapat berhasil, serta aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait
situasi yang sedang dihadapi.
2.1.1.3.2 Locus of Control External
Individu yang memiliki external locus of control memiliki keyakinan bahwa
tindakan mereka memiliki sedikit dampak bagi keberhasilan atau kegagalan mereka,
dan tidak banyak dapat mereka lakukan untuk mengubahnya. Individu yang
cenderung memiliki eksternal locus of control meyakini bahwa kekuasaan orang lain,
takdir dan kesempatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi apa yang
mereka alami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri,
cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin bahwa usaha yang
dilakukan dapat berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait
situasi yang sedang dihadapi.
2.1.2 Teori Kepemimpinan
2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Terdapat banyak ragam pandangan tentang kepemimpinan. Antara lain
menurut Wibowo (2014, p.265) kepemimpinan pada hakikatnya adalah kemampuan
individu dengan menggunakan kekuasaannya melakukan proses mempengaruhi,
memotivasi, dan mendukung usaha yang memungkinkan orang lain memberikan
kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Setiawan dan Muhith (2013, p.19) kepemimpinan yaitu suatu upaya
mewujudkan adanya kemampuan memengaruhi untuk menggerakan, membimbing,
memimpin, dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain yang ada di dalam diri
pemimpin sebagai orang yang dapat memengaruhi, menggerakan, menumbuhkan
perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, teladan yang baik
serta kegairahan kerja terhadap orang lain.
30
Robbins and Judge (2013, p.368) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau
serangkaian tujuan. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki (2010, p.467)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses di mana seorang individu
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan Colquitt, LePine, dan Wesson (2013, p.483) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan
aktivitas pengikut ke arah pencapaian tujuan. Arah tersebut dapat mempengaruhi
interpretasi kejadian pengikut, organisasi aktivitas pekerjaan mereka, komitmen
mereka terhadap tujuan utama, hubungan mereka dengan pengikut, atau akses
mereka pada kerja sama dan dukungan dari unit kerja lain.
Terdapat kesamaan di antara banyak definisi, yaitu: (a) kepemimpinan adalah
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
kekuasaannya, (b) kepemimpinan adalah suatu proses interaksi antara pemimpin dan
pengikut, (c) kepemimpinan terjadi pada berbagai tingkat dalam suatu organisasi, (d)
kepemimpinan fokus pada penyelesaian tujuan bersama.
Dengan merujuk pada berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan individu dalam menggunakan
kekuasaannya melakukan proses mempengaruhi, mengarahkan, mengkoordinasikan,
memotivasi, dan mendukung usaha yang memungkinkan orang lain untuk
memberikan kontribusinya dalam pencapaian tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Menurut Setiawan dan Muhith (2013, p.31) ada beberapa faktor yang
mempunyai relevansi atau pengaruh positif terhadap proses kepemimpinan dalam
organisasi, yaitu:
a) Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal
ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalaman yang akan
mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan;
b) Harapan dan perilaku atasan;
c) Karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan akan berpengaruh terhadap
gaya kepemimpinan;
31
d) Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya
kepemimpinan;
e) Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
bawahan; dan
f) Harapan dan perilaku rekan.
Gambar 2. 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Sumber: Setiawan dan Muhith (2013, p.32)
Konsep mengenai faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Karim
diadopsi oleh Setiawan dan Muhith (2013, p.32) terdiri dari tiga faktor sebagai
berikut:
1) Faktor Kemampuan Individu
Dalam kepemimpinan, faktor dari pribadi individu pemimpin yang berupa
berbagai kompetensi sangat mempengaruhi proses kepemimpinannya. Secara
konsep kepemimpinan umumnya terpusat pada pribadi pemimpin dengan
berbagai kualitas atau kemampuan yang dimilikinya. Di era modern saat ini
pemimpin didasarkan pada beberapa kelebihan yang tidak dimiliki orang lain
dalam kelompoknya, seperti kecerdasan, tingkat pendidikan, bertanggung
jawab, aktivitas dan partisipasi sosial serta status ekonomi dan sosial.
2) Faktor Jabatan
Seorang pemimpin dalam berperilaku harus selalu mengetahui bagaimana
memposisikan dirinya. Contohnya seorang perwira tinggi tentunya dalam
memberikan perintah sangat berbeda gayanya dengan seorang rektor. Hal ini
terkait dengan aturan dan norma yang diberlakukan di masing-masing
organisasi. Hal penting yang perlu dipahami bahwa seorang pemimpin tidak
32
pernah bekerja sendiri tetapi selalu berada dalam lingkungan sosial yang
dinamis sehingga ia harus memilki citra tentang perilaku kepemimpinan yang
digunakan sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu pemimpin
harus bisa memahami konsep peran (role concept) dan tanggap terhadap
situasi eksternal.
3) Faktor Situasi dan Kondisi
Dalam suatu situasi atau kondisi tertentu dibutuhkan tipe kepemimpinan yang
tertentu pula. Pemimpin harus bisa memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap
situasi dan kondisi dari bawahannya. Jika tidak, maka yang akan muncul
bukan komitmen (kepatuhan) tetapi resistensi (perlawanan) dari para
bawahan yang menyebabkan kepemimpinan menjadi tidak efektif.
Kemampuan
Situasi Jabatan
Gambar 2. 2 Segitiga Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Sumber: Wibowo (2014, p.32)
2.1.2.3 Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2013, p.378) kepemimpinan
transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan
intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma.
Kreitner dan Kinicki (2010, p.485) menyatakan bahwa pemimpin
transformasional munimbulkan kepercayaan, mencari dan mengembangkan jiwa
kepemimpinan dalam diri orang lain, bersedia berkorban dan memiliki moral untuk
melayani, memfokuskan diri dan bawahannya pada tujuan yang melampaui
kebutuhan yang lebih mendesak dari kelompok kerja. Kepemipinan transformasional
mentransformasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi lebih dari kepentingan
pribadi.
Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2013, p.462) kepemimpinan
transformasional meliputi menginspirasi pengikut untuk berkomitmen terhadap visi
bersama yang memberi arti untuk pekerjaan mereka sementara juga sekaligus
Kepemimpinan
33
merangkap sebagai panutan yang membantu pengikut mengembangkan potensi dan
melihat masalah mereka sendiri dari perspektif baru. Pemimpin transformasional
dapat menghasilkan perubahan organisasi yang signifikan dan hasil kinerja karena
bentuk kepemimpinan mendorong tingkat yang lebih tinggi dari motivasi intrinsik,
kepercayaan, komitmen, dan loyalitas dari bawahan.
Pemimpin transformasional mentransformasi dan memotivasi para pengikut
dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu
pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim
daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka
yang lebih tinggi.
Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mampu mentransformasi
atau melakukan perubahan terhadap bawahannya untuk mencapai tujuan melalui
kharisma yang dimilikinya, fokus dan memperhatikan kebutuhan bawahan,
menginspirasi dan memotivasi karyawannya secara individual, serta menjadi panutan
dalam organisasi sehingga bawahannya bisa percaya, kagum, dan setia kepada
pemimpin yang bersangkutan.
2.1.2.4 Peran Pemimpin Transformasional
Menurut Setiawan dan Muhith (2013, p.116) peran pemimpin
transformasional adalah sebagai berikut:
1) Envisioning, pemimpin menstimulus terbentuknya visi baru organisasi yang
lebih maju;
2) Energizing, berarti kekuatan karakter yang menjadi sumber energi (spirit)
bagi anggota untuk memiliki gairah kerja dalam mewujudkan cita-cita
organisasi;
3) Enabling, pemimpin bekerja bersama dengan anggota sehingga memberikan
keyakinan akan terwujudnya cita-cita organisasi (bukan cita-cita individu).
2.1.2.5 Perbandingan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional
Menurut Afsaneh Nahavandi dikutip dari Setiawan dan Muhith (2013, p.107)
kepemimpinan transaksional didasarkan pada konsep pertukaran antara pemimpin
dan para pengikut. Pemimpin menyediakan pengikutnya sumber daya dan
penghargaan dalam pertukaran untuk motivasi, produktivitas, dan pencapaian tugas
34
yang efektif. Kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran
yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai
dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama, atau pemimpin yang memotivasi
bawahannya melalui pemberian imbalan atas apa yang telah mereka lakukan, sebab
pemimpin mengasumsikan bahwa bawahan mampu untuk melakukan pekerjaannya.
Kepemimpinan transaksional menekankan pada “reward” (imbalan) dan
“punishment” (hukuman).
Menurut Bass dan Rigio dalam Setiawan dan Muhith (2013, p.110) aspek-
aspek dalam kepemimpinan transaksional adalah sebagai berikut:
1) Penghargaan Bersyarat (Contingent Reward)
Menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha,
menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang baik dan mengakui pencapaian
yang diperoleh.
2) Manajemen Pengecualian-aktif (Management by Exception-Active)
Mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan standar, serta
melakukan tindakan-tindakan perbaikan.
3) Manajemen Pengecualian-pasif (Management by Exception-Passive)
Mengintervensi hanya jika standar tidak tercapai.
4) Laissez-faire
Melepas tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.
Sedangkan pada konteks kepemimpinan tranformasional dinyatakan bahwa
untuk menjadi pemimpin yang sukses, ia harus membangkitkan komitmen
pengikutnya untuk dengan kesadarannya membangun nilai-nilai organisasi,
mengembangkan visi organisasi, melakukan perubahan, dan mencari terobosan-
terobosan baru dalam meningkatkan produktivitas organisasi.
Menurut Karim dikutip dari Wibowo (2014, p.116) sisi perbedaan antara
kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah seperti dalam tabel berikut
ini:
35
Tabel 2. 1 Sisi Perbedaan antara Transactional dan Tranformational Leadership Uraian Leadership Transactional Leadership Transformational Leadership
Fungsi kepemimpinan
Untuk membesarkan diri dan kelompoknya atas biaya orang lain melalui kekuasaan
Untuk memberdayakan pengikut dengan kekuasaan keahlian dan keteladanan
Etos kepemimpinan Mendedikasikan usahanya untuk memperoleh imbalan/posisi yang lebih
Mendedikasikan usahanya untuk kehidupan bersama yang lebih baik
Pendekatan kepemimpinan
Posisi, kekuasaan dan sistem
Kekuasaan, keahlian dan keteladanan
Dalam mempengaruhi yang dipimpin
Kekuasaan, perintah, uang, sistem, mengembangkan interest, transaksional
Kekuasaan keahlian dan kekuasaan referensi
Cara mempengaruhi Menaklukan jiwa dan membangun kewibawaan melalui kekuasaan
Memenangkan jiwa dan membangun kharisma
Target kepemimpinan
Membangun jaringan kekuasaan
Membangun kebersamaan
Sasaran tindakan kepemimpinan
Pikiran dan tindakan yang kasat mata
Pikiran dan hati nurani
Sumber: Wibowo (2014, p.116)
Sedangkan Burn dalam Wibowo (2014, p.117) mengemukakan beberapa
perbedaan jenis pemimpin yang bergaya transaksional dan transformasional, seperti
tampak pada tabel berikut:
Tabel 2. 2 Perbedaan Jenis Pemimpin Transaksional dan Transformasional Jenis Pemimpin Transaksional Jenis Pemimpin Transformasional
1. Opinion leaders atau pemimpin opini, yaitu pemimpin dengan kemampuan untuk mempengaruhi opini publik.
1. Intellectual leaders atau pemimpin intelektual, yaitu pemimpin dengan kemampuan mentransformasi masyarakat melalui kejelasan visi.
2. Bureaucratic leaders atau pemimpin birokrasi, di mana posisi yang memegang kekuasaan atas pengikut mereka.
2. Reform leaders atau pemimpin reformasi, yaitu pemimpin bagi perubahan masyarakat dengan mengatasi satu masalah moral.
3. Party leaders atau pemimpin partai, yaitu pemimpin yang memegang jabatan politik di negara tertentu.
3. Revolutionary leaders atau pemimpin revolusioner, yaitu pemimpin yang membawa perubahan dalam masyarakat setempat dan luas melalui transformasi.
4. Legislative leaders atau pemimpin legislatif, yaitu pemimpin politik yang bekerja di belakang layar.
4. Charismatic leaders atau pemimpin kharismatik, yaitu pemimpin yang menggunakan pesona pribadi untuk membawa perubahan.
36
5. Executive leaders atau pemimpin eksekutif, yaitu sering digambarkan sebagai presiden sebuah negara, tidak harus terikat dengan partai politik atau legislator.
Sumber: Wibowo (2014, p.117)
2.1.2.6 Dimensi Kepemimpinan Transformasional
Menurut Avolio, Bass, dan Jung tahun 1997 dalam Voon et al. (2011) ada
empat dimensi kepemimpinan transformasional, yaitu:
a) Pengaruh Ideal (Idealized Influence)
Pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin.
Pemimpin dijadikan sebagai panutan, dipercaya, dihormati dan mempunyai
visi dan misi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan.
b) Motivasi yang Inspiratif ( Inspirational Motivation)
Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak
dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu
mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi dari bawahannya, menggunakan
simbol-simbol untuk berfokus pada upaya bawahannya dan menyatakan
tujuan-tujuan penting secara sederhana.
c) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)
Pemimpin mendorong bawahan untuk lebih kreatif, serta mendorong
bawahannya untuk menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang lebih
rasional dalam pengambilan keputusan dan cermat dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada.
d) Perhatian yang bersifat Individual (Individualized Consideration)
Pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti
memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh, mempertimbangkan
kebutuhan dari bawahannya, serta melatih dan memberikan saran kepada
bawahannya.
2.1.3 Teori Kepuasan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Hartatik (2014, p.225) adalah perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja merupakan hasil
interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Perasaan seseorang terhadap
37
pekerjaan merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Sedangkan Wibowo
(2014, p.132) menyatakan pada hakekatnya kepuasan kerja merupakan tingkat
perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan
lingkungan tempat pekerjaannya. Pekerja dengan kepuasan kerja rendah mengalami
perasaan negatif ketika mereka berpikir tentang tugas mereka atau mengambil bagian
bagian dalam aktivitas pekerjaan mereka.
Mangkunegara (2013, p.117) menyatakan kepuasan kerja adalah suatu
perasaan yang menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya
maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan
melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan
pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis
pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan
perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, dan pendidikan.
Dermawan (2013, p.58) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu
tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap segala hasil
pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji,
lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan. Sedangkan menurut Suharsono (2012,
p.107) kepuasan kerja berkaitan dengan perasaan, yaitu perasaan seseorang
(karyawan) terhadap pekerjaannya. Perasaan tersebut berkaitan dengan hal
menyenangkan atau tidak terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
adalah keadaan, sikap, reaksi atau respon emosional yang dihasilkan dari penilaian
atau apa yang seseorang pikirkan mengenai aspek pekerjaannya, tugas serta kondisi
fisik dan sosial dari lingkungan kerjanya.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Dermawan (2013,
p.59) adalah sebagai berikut:
1. Faktor gaji , ini berhubungan dengan jumlah imbalan sebagai hasil dari
pelaksanaan kerja. Faktor ini akan ditinjau karyawan apakah sesuai dengan
yang apa yang telah dilakukannya.
38
2. Faktor aplikasi pekerjaan, faktor ini mengarah kepada isi pekerjaan yang
dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang dapat memuaskannya
sehingga dapat menciptakan kenyamanan bekerja.
3. Faktor rekan kerja , mengarah kepada rekan-rekan kerja atau kepada siapa
saja seseorang berinteraksi dengan karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak
menyenangkan, dan tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap kepuasan
kerja.
4. Faktor pemimpin, faktor ini berhubungan dengan gaya kepemimpinan
seorang pimpinan yang memiliki karakter tertentu saat memberi perintah atau
petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat menyenangkan
atau tidak, dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
5. Faktor promosi atau pengembangan karir, seseorang dapat
mengembangkan karirnya melalui kenaikan jabatan. Pengembangan karir
yang dapat membentuk kepuasan kerja didasarkan pada prestasi kerja dan
harus bersifat terbuka dan jelas.
6. Faktor lingkungan kerja , faktor ini mencakup lingkungan fisik dan
psikologis dari pekerjaan.
7. Faktor produk organisasi, faktor ini mengarah kepada merek dari produk-
produk yang dihasilkan organisasi yang dapat berbentuk jasa maupun barang.
Misalnya seseorang bisa saja langsung merasakan kepuasan kerja ketika ia
bekerja di perusahaan terkenal.
Adapun dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Mangkunegara (2013, p.120) adalah:
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
2.1.3.3 Pentingnya Kepuasan Kerja
Menurut Suharsono (2012, p.108) ada beberapa hal yang perlu dipahami
berkaitan dengan pentingnya kepuasan kerja dalam organisasi antara lain:
39
1. Karyawan yang tidak terpuaskan lebih cenderung “melewatkan” kerja dan
kemungkinan besar mengundurkan diri.
2. Karyawan yang terpuaskan cenderung lebih senang dan menikmati seluruh
pekerjaannya.
3. Kepuasan kerja juga terbawa dalam kehidupan karyawannya.
Setiap karyawan tidak hanya terikat pada hubungan sosial dalam perusahaan
tempatnya bekerja. Karyawan juga memiliki ikatan hubungan sosial di tempat lain
misalnya tempat tinggal atau komunitasnya di luar perusahaan. Jelas bahwa ketika
karyawan merasakan kepuasan kerja maka tidak hanya akan terlihat pada
perilakunya di lingkungan kerja saja tetapi juga dibawa ke luar dari lingkungan kerja
masing-masing karyawan. Dengan demikian perasaan positif dan negatif yang
dirasakan karyawan akan terbawa ke luar lingkungan organisasi misalnya melalui
mulut ke mulut, perilaku ataupun gaya hidupnya. Hal ini juga bisa berarti
menguntungkan bagi perusahaan karena hal ini bisa menjadi promosi tidak langsung
bagi perusahaan. Sebaliknya jika karyawan yang bersangkutan tidak merasakan
kepuasan maka hal itu akan membentuk citra yang buruk bagi perusahaan.
Selain itu, kepuasan kerja itu penting karena memiliki dampak yang dapat
mempengaruhi organisasi. Dampak ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model
teoritik yang dinamakan EVLN-Model (Wibowo, 2014, p.145). Model EVLN ini
terdiri dari:
1. Exit, perilaku langsung meninggalkan organisasi seperti mencari pekerjaan
lain dan mengundurkan diri.
2. Voice, secara aktif dan konstruktif mencoba berusaha untuk memperbaiki
kondisi, misalnya dengan berbicara dan mendiskusikan persoalan dengan
atasan serta menganjurkan untuk perbaikan.
3. Loyality, secara positif tetap secara optimis menunggu kondisi membaik
kemudian berbicara dengan organisasi. Mereka percaya bahwa organisasi dan
manajemen melakukan sesuatu yang benar.
4. Neglect, bertindak secara pasif dan memungkinkan kondisi menjadi semakin
buruk. Termasuk keluar dari perusahaan secara tidak baik, keterlambatan,
mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
40
Gambar 2. 3 Respon – Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber : Robbins dan Judge (2013, p. 83)
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat dampak dari ketidakpuasan
dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Misalnya dengan adanya
ketidakpuasan kerja karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan,
meningkatkan keterlambatan, menurunkan kinerjanya, dan sebagainya. Ketika
karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan maka perusahaan harus
mengeluarkan biaya rekrutmen dan seleksi untuk menggantikan posisi karyawan
yang keluar dan belum tentu perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan calon
karyawan yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Meningkatnya
keterlambatan dan penurunan kinerja jelas sekali dapat merugikan perusahaan karena
jika karyawan terlambat maka dapat menunda terselesainya pekerjaan yang harus
diselesaikan karyawan padahal perusahaan telah membayar karyawan untuk bekerja.
Jika karyawan menurunkan kinerjanya dalam perusahaan maka dapat munurunkan
kinerja perusahaan secara keseluruhan dan bisa berdampak pada tidak tercapainya
tujuan perusahaan.
2.1.3.4 Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Funmilola, Sola, dan Olusola (2013, p.511) ada lima dimensi dari
kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pay
Mencerminkan perasaan karyawan mengenai bayaran yang diterima. Dimensi
ini didasarkan pada perbandingan antara bayaran yang diinginkan dengan
bayaran yang diterima.
2. Promotion
Mencerminkan perasaan karyawan mengenai kebijakan promosi perusahaan
dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan
dengan jujur, dan berdasarkan pada kemampuan.
41
3. Sepervision
Mencerminkan perasaan karyawan mengenai atasan mereka, termasuk
apakah atasan mereka kompeten, sopan, komunikator yang baik, tidak malas,
dan tidak menjaga jarak.
4. Work itself
Mencerminkan perasaan karyawan mengenai tugas dan pekerjaan mereka,
termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan
memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang
menjenuhkan, berulang-ulang dan tidak nyaman.
5. Work condition
Mencerminkan perasaan karyawan mengenai kondisi pekerjaan mereka,
termasuk apakah dalam pekerjaan yang mereka lakukan terdapat hal-hal yang
menyenangkan seperti rekan kerja yang bisa diajak bekerja sama atau
lingkungan kerja yang nyaman, tidak ribut dan bising, bersih, tidak sempit,
pencahayaan cukup, dan sebagainya.
2.1.4 Teori Kinerja Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Suwarto (2014, p.76) kinerja ialah tentang perilaku atau apa yang
dilakukan karyawan, bukannya apa yang diproduksi atau apa hasil kerja mereka.
Sedangkan Abdullah (2014, p.3) menyatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja
yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu
institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja di
institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis) untuk mencapai tujuan
organisasi.
Mangkunegara (2013, p.67) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan
adalah pencapaian atau prestasi kerja yang dapat dilihat secara nyata serta memiliki
peran dalam organisasi menyangkut kualitas dan kuantitas hasil kerja serta proses-
proses yang terjadi dalam organisasi, dapat diukur berdasarkan indikator dan fungsi
dalam periode waktu yang telah ditetapkan.
42
2.1.4.2 Faktor-faktor Penentu Kinerja
Menurut Suwarto (2014, p.77) ada tiga faktor yang membuat orang bisa
melakukan dengan lebih baik daripada yang lain, yakni:
1) Pengetahuan deklaratif
Pengetahuan deklaratif adalah informasi tentang fakta-fakta dan hal-hal
termasuk informasi mengenai persyaratan tugas yang telah diberikan, label,
prinsip, dan tujuan.
2) Pengetahuan prosedural
Pengetahuan prosedural ialah kombinasi antara apa yang harus dilakukan dan
bagaimana cara melakukannya, pengetahuan ini mencakup keterampilan-
keterampilan yang bersifat kognitif (cognitive), fisik, perspektual, motor, dan
interpersonal.
3) Motivasi
Motivasi melibatkan tiga jenis perilaku pilihan sebagai berikut:
a. Pilihan untuk mencurahkan usaha dan upaya.
b. Pilihan tingkat upaya.
c. Pilihan untuk tetap berusaha meningkatkan upaya.
Ketiga hal tersebut harus ada supaya dapat mencapai tingkatan tinggi.
Dengan kata lain, ketiga hal tersebut mempunyai hubungan multiplikatif.
2.1.4.3 Membangun Kinerja Karyawan
Menurut Abdullah (2014, p.49) beberapa pilar utama yang harus kita letakkan
sebagai tonggak penyangga untuk membangun kinerja karyawan antara lain adalah:
1) Kompetensi
Kompetensi mengandung tiga pengertian, yaitu:
a) Karakteristik dasar (underlying characteristic)
Kompetensi bagian dari kepribadian yang melekat pada diri
seseorang, serta perilakunya dapat diprediksi pada berbagai keadaan
tugas pekerjaan.
b) Hubungan kausal (causally related)
Kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksi
kinerja seseorang. Artinya jika seseorang mempunyai kompetensi
Kinerja = pengetahuan deklaratif + pengetahuan prosedural + motivasi
43
yang tinggi maka ia akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebab
akibat).
c) Kriteria (criterion referenced)
Yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan
memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, terukur dan
spesifik atau terstandar.
Sedangkan komponen yang membentuk kompetensi adalah sebagai
berikut:
- Pengetahuan
- Keterampilan
- Konsep diri
- Ciri diri
- Motif
2) Pemberdayaan
Memberdayakan karyawan (sumber daya manusia) dalam suatu organisasi
merupakan hal yang penting karena kinerja suatu organisasi sangat ditentukan
oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Pemberdayaan dapat
mendorong terjadinya inisiatif dan responsif terhadap respon-respon dalam
persoalan-persoalan yang dihadapi, sehingga seluruh masalah yang dihadapi
dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Beberapa hal penting mengenai
pemberdayaan adalah:
a) Pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan;
b) Menciptakan kondisi saling percaya antara manajemen dan karyawan;
c) Adanya employee involvement yaitu melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan.
Jika karyawan diberdayakan dengan tepat maka akan muncul motivasi dan
komitmen dari karyawan yang bersangkutan.
3) Kompensasi
Kompensasi adalah apa yang karyawan terima sebagai balasan dari pekerjaan
yang diberikannya. Kompensasi ada yang berbentuk uang, dan ada pula yang
tidak berbentuk uang. Tujuan dari pemberian kompensasi menurut Werther
dan Davis dikutip dari Abdullah (2014, p.75) adalah sebagai berikut:
a) Memperoleh personel yang berkualitas
b) Mempertahankan karyawan yang ada
44
c) Memastikan keadilan
d) Menghargai perilaku yang diinginkan
e) Mengawasi biaya
f) Mematuhi peraturan
g) Memfasilitasi saling pengertian
h) Efisiensi administrasi
4) Pembinaan Karyawan
Pembinaan (coaching) adalah upaya untuk membantu karyawan mencapai
kinerja yang lebih baik. Pembinaan merupakan bagian dari siklus
berkelanjutan yang bisa digunakan manajer untuk memperbaiki kinerja
karyawan di tempat kerja. Pembinaan adalah proses yang bisa membantu
setiap orang untuk memaksimalkan kinerjanya. Apabila seorang karyawan
sukses, organisasi juga akan sukses. Seiring dengan terjadinya perubahan
dalam organisasi baik bersifat internal dan eksternal maka pembinaan secara
berkelanjutan menjadi suatu hal yang penting untuk dilaksanakan.
2.1.4.4 Kriteria Standar Kinerja
Untuk mengukur indikator kinerja diperlukan kriteria (ukuran). Kriteria
(ukuran) yang biasa dipakai untuk mengukur kinerja karyawan menurut Wirawan
dikutip dari Abdullah (2014, p.116) adalah :
1) Kuantitatif (seberapa banyak)
2) Kualitatif (seberapa baik)
3) Ketepatan waktu melaksanakan tugas/menyelesaikan produk.
4) Efektivitas penggunaan sumber daya organisasi.
5) Cara melakukan pekerjaan.
6) Efek atas suatu upaya yang ada hubungannya dengan akibat akhir.
7) Metode melaksanakan tugas (yang ada hubungannya dengan UU, kebijakan,
prosedur, metode, dan peraturan).
8) Standar sejarah, hubungannya dengan masa lalu.
9) Standar nol (tidak akan terjadi sesuatu, tidak beresiko).
45
2.1.4.5 Dimensi Kinerja Karyawan
Menurut Suwarto (2014, p.80) dimensi kinerja ada dua, yaitu:
1. Kinerja Tugas
Kinerja tugas didefinisikan sebagai berikut:
- Aktivitas-aktivitas produksi dan operasional dalam perusahaan
dilakukan dengan baik untuk menciptakan pelayanan yang
memuaskan.
- Aktivitas yang bisa membantu dengan proses perubahan, yakni
dengan mengisi suplai bahan mentah, mendistribusikan produk yang
sudah selesai, atau memberikan perencanaan penting, koordinasi,
supervisi, atau fungsi staf yang bisa membuat organisasi berfungsi
secara efektif dan efisien.
2. Kinerja Kontekstual
Kinerja kontekstual didefinisikan sebagai para pelaku yang memberikan
sumbangan untuk efektivitas organisasi dengan menciptakan suatu kondisi
lingkungan yang baik, di mana kinerja tugas bisa berjalan dengan baik pula.
Kinerja kontekstual mencakup perilaku-perilaku sebagai berikut:
- Tetap melakukan dengan antusias dan berusaha sekuat tenaga
sebagaimana yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya sendiri
dengan sukses.
- Sukarela melakukan aktivitas tugas yang merupakan bagian tugas
yang tidak resmi.
- Membantu dan bekerja sama dengan orang lain.
- Mengikuti aturan dan prosedur organisasi.
- Menyokong, mendukung, dan membela objektivitas organisasi.
46
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu No Nama Penulis Judul Objek Penelitian Keterangan
1. M.L. Voon; M.C. Lo; K.S. Ngui; & N.B. Ayob
The influence of leadership styles on employees’ job satisfaction in public sector organizations in Malaysia (2011)
200 employees of public sector executives in Malaysia
Gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional.
2. L.Vijayashree & M. V. Jagdischchandra
Locus of Control and Job Satisfaction: PSU Employees (2011)
100 employees of various public sector companies
Locus of control internal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan locus of control external memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja dan tidak signifikan.
3. Wai Kwan (Elaine) Lau
The Impacts of Personality Traits and Goal Commitment on Employees' Job Satisfaction (2012)
224 students in a university in the southwest United States.
Locus of control berhubungan secara positif dengan kepuasan kerja.
4. Sundi K Effect of Transformational Leadership and Transactional Leadership on Employee Performance of Konawe Education Department at Southeast Sulawesi Province (2013)
Employee of Konawe Education Department at Southeast Sulawesi Province.
Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh positif langsung dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
5. Oyebamiji Florence Funmilola, Kareem Thompson Sola, dan Ayeni Gabriel Olusola
Impact of Job Satisfication Dimensions on Job Performance in A Small and Medium Enterprise in Ibadan, South Western, Nigeria (2013)
A small and medium enterprise in Ibadan, Southwestern, Nigeria.
Kepuasan kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
47
Sumber: Penulis, 2014
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pembahasan sudah dipaparka di atas, maka kerangka penelitian
ini ditunjukkan oleh model gambar berikut ini:
Sumber : Penulis, 2014
2.4 Rancangan Hipotesis
Menurut Sekaran (2014, p.135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua variabel atau lebih variabel
yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) terhadap Kepuasan Kerja
(Y) pada PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Locus of Control Internal tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan
Kerja.
Ha : Locus of Control Internal memiliki pengaruh terhadap Kepuasan
Kerja.
2. Bagaimana pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap
Kepuasan Kerja (Y) pada PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Gaya Kepemimpinan Transformasional tidak memiliki pengaruh
terhadap Kepuasan Kerja.
Ha : Gaya Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh terhadap
Kepuasan Kerja.
Locus of Control Internal
(X1) Kinerja Karyawan
(Z)
Kepuasan Kerja
(Y)
Gaya Kepemimpinan Transformasional
(X2)
Gambar 2. 4 Kerangka Pemikiran
48
3. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) dan Gaya Kepemimpinan
Transformasional (X2) secara simultan terhadap Kepuasan Kerja (Y) pada PT.
Olahbumi Mandiri?
H0 : Locus of Control Internal dan Gaya Kepemimpinan Transformasional
secara simultan tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Ha : Locus of Control Internal dan Gaya Kepemimpinan Transformasional
secara simultan memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
4. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1) terhadap Kinerja Karyawan
(Z) pada PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Locus of Control Internal tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja
Karyawan.
Ha : Locus of Control Internal memiliki pengaruh terhadap Kinerja.
5. Bagaimana pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap
Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Gaya Kepemimpinan Transformasional tidak memiliki pengaruh
terhadap Kinerja Karyawan.
Ha : Gaya Kepemimpinan Transformasional memiliki pengaruh terhadap
Kinerja Karyawan.
6. Bagaimana pengaruh Kepuasan Kerja (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) pada
PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Kepuasan Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
Ha : Kepuasan Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
7. Bagaimana pengaruh Locus of Control Internal (X1), Gaya Kepemimpinan
Transformasional (X2), dan Kepuasan Kerja (Y) secara simultan terhadap
Kinerja Karyawan (Z) pada PT. Olahbumi Mandiri?
H0 : Locus of Control Internal, Gaya Kepemimpinan Transformasional,
dan Kepuasan Kerja tidak memiliki pengaruh terhadap Kinerja
Karyawan.
Ha : Locus of Control Internal, Gaya Kepemimpinan Transformasional,
dan Kepuasan Kerja memiliki pengaruh terhadap Kinerja Karyawan.