Bab 2 Jurnal

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku kekerasan 2.1.1 Pengertian perilaku kekerasan Menurut Laraia (1998) dalam Purba (2008) perilaku kekerasan adalah perilaku yang dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). 8 Menurut Kaplan dan Sadock, (1998) dalam Purba (2008) perilaku kekerasan adalah suatu kondisi maladaktif seseorang dalam berespon terhadap marah. Tindakan kekerasan / perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang lain. 9 2.1.2 Presipitasi perilaku kekerasan 6

description

yoo

Transcript of Bab 2 Jurnal

Page 1: Bab 2 Jurnal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku kekerasan

2.1.1 Pengertian perilaku kekerasan

Menurut Laraia (1998) dalam Purba (2008) perilaku kekerasan adalah

perilaku yang dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri),

psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang),

spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).8

Menurut Kaplan dan Sadock, (1998) dalam Purba (2008) perilaku

kekerasan adalah suatu kondisi maladaktif seseorang dalam berespon

terhadap marah. Tindakan kekerasan / perilaku kekerasan adalah suatu

keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang lain.9

2.1.2 Presipitasi perilaku kekerasan

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali

berkaitan dengan:10

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng

sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

6

Page 2: Bab 2 Jurnal

3. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat

dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap

perkembangan keluarga.

2.1.3 Penyebab perilaku kekerasan

Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung

terjadinya perilaku kekerasan adalah:11

1. Faktor biologis

a. Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan yang dialami oleh

individu dengan gangguan jiwa disebabkan oleh suatu dorongan

kebutuhan dasar yang kuat.

b. Psycomatic theory (teori psikomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap

stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem

limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun

menghambat rasa marah

7

Page 3: Bab 2 Jurnal

2. Faktor psikologis

a. Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi

frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai

sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong

individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang

melalui perilaku kekerasan.

b. Behavioral theory (teori perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila

tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang

diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi

kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai

individu mengadopsi perilaku kekerasan.

c. Existential theory (teori eksistensi)

Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar

manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui

perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya

melalui perilaku destruktif.

3. Faktor sosio kultural

a. Social enviroment theory (teori lingkungan)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam

mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam

(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku

8

Page 4: Bab 2 Jurnal

kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan

diterima.

b. Social learning theory (teori belajar sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui

proses sosialisasi.

4. Faktor stressor

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap

individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar

maupun dalam. Stressor yang berasal dari luar antara lain serangan

fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari

dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti,

kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang

kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.

2.1.4 Manifestasi Klinik

Menurut Carpenito (1998) dalam Dalami (2009) perilaku kekerasan

sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:12

1. Emosi: Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut,

tidak aman, cemas.

2. Fisik: Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit

fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

3. Intelektual: Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.

4. Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral,.

9

Page 5: Bab 2 Jurnal

5. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

humor.

Menurut Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:13

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh kaku

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

10

Page 6: Bab 2 Jurnal

e. Amuk/agresif

2.1.5 Rentang respon ekpresi perilaku kekerasan

Rentang respon ekpresi perilaku kekerasan meliputi:12

1. Asertif

Kemarahan yang diungkapkan atau dilakukan tanpa menyakiti

orang lain..

2. Frustasi

Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,

keputusan / rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif

lain.

3. Pasif

Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat.

4. Agresif

Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati

orang lain dengan ancaman, memberi kata – kata ancaman tanpa

niat melukai orang lain.

5. Kekerasan

Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan

bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu

dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya

membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).

11

Page 7: Bab 2 Jurnal

2.1.6 Penatalaksanaan

Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan kepada

pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah sebagai berikut,

yaitu:13

1. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat

mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti

Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan

psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini

tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama

karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga

bisa memperburuk simptom depresi.

2. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku

kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

3. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif

dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.

Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang

berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.

d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.

e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan

2.2 Skizofrenia

2.2.1 Pengertian skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan

utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek

12

Page 8: Bab 2 Jurnal

atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan

terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga

muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor

menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar.12

Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau

pecah (split), dan ”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian

seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang

yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of

personality).13

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi

penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada

umumnya ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar

(inapropriate) atau tumpul (blunted). 14

2.2.2 Penyebab skizofrenia

Etiologi penyebab terjadinya skizofrenia diantaranya adalah sebagai

berikut:11

1. Endokrin.

Endokrin: dahulu dikirakan bahwa skizofrenia mungkin

disebabkan oleh gangguan endokrin, teori ini di kemukakan karena

13

Page 9: Bab 2 Jurnal

skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, waktu kehamilan,

atau puerperium dan waktu klimakterium.

2. Metabolisme

Ada sebagian orang menyangka bahwa kizofrnia di sebabkan oleh

gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia

tampak pucat dan tidak sehat. Ujung extremitas agak sianotik,

nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Belakangan ini

teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian

dengan memakai obat–obatan ini dapat meneimbulkan gejala yang

mirip dengan gejala–gejala skizofrenia, tetapi reversibel.

3. Genetik

Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan

timbulnya skizoprenia.

4. Neurokimia

Skizoprenia disebabkan oleh overaktifitas pada jaras dopamin

mesolimbik.

5. Hipotesis perkembangan syaraf

Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan

abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizoprenia.

2.2.3 Tanda-tanda Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu

menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik tentang

pemahaman diri (self insight). Gejala-gejala terjadinya gangguan jiwa

14

Page 10: Bab 2 Jurnal

skizofrenia dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu sebagai

berikut.11

1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu

tidak rasional, namun penderita tetap menyakini kebenarannya.

2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan

penderita mendengar suaras-uara atau bisikan-bisikan ditelinganya

padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.

3. Kekacauan pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi pembicaraannya.

Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur

pikiranya.

4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara

dengan semangat dan gembira berlebihan.

5. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat.

6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

7. Menyimpan rasa permusuhan

8. Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun.

9. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

10. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

11. Sulit dalam berpikir abstrak

12. Pola pikir streotip.

15

Page 11: Bab 2 Jurnal

13. Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak

ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton,

serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).

2.2.4 Gejala–gejala skizofrenia

Gejala pokok dari skizofrenia dapat dikelompokkan menjadi empat:14

1. Alam pikiran

Gangguan alam pikiran pada penderita skizofrenia berupa

gangguan bentuk arus pikiran dan gangguan isi pikiran. Pada

penderita skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses

pikiran dan yang terganggu terutama adalah proses asosiasi

meliputi:

a). Penderita kadang-kadang mempunyai satu ide yang belum

selesai diutarakan tetapi sudah timbul ide yang lainnya.

b). Penderita skizofrenia tidak jarang menggunakan arti simbolik,

sehingga jalan pikiran penderita skizofrenia tidak dapat diikuti

dan dimengerti oleh orang lain.

d). Pada penderita skizofrenia sering juga ditemukan apa yang

disebut dengan bloking, yaitu isi pikiran yang kadang-kadang

berhenti dan tidak timbul ide lagi.

e). Gejala lain adalah halusinasi yaitu penderita merasa ada suara-

suara ditelinganya.

f). Cara berpikir yang aneh (ambivalensi).

g). Adanya waham yang menguasai dirinya .

16

Page 12: Bab 2 Jurnal

h). Merasa dirinya tidak sakit dan merasa dirinya paling benar.

2. Daya tanggap (Perseption)

Daya tanggap adalah kemampuan seseorang untuk berespon dan

menanggapi stimulus yang datang. Gangguan daya tanggap sebagai

suatu pengelabuhan panca indra. Pada gangguan ini dapat terjadi

ilusi yaitu suatu peristiwa salah tanggap dari stimulus atau

rangsang dari luar. Gangguan utama dari gangguan persepsi ini

adalah berbagai jenis halusinasi benar.

3). Alam perasaan

Pada awal dari gangguan suasana penderita, biasanya lebih peka

dari orang normal, yang tampak adalah penderita mudah

tersinggung, mudah marah dan peka terhadap hal-hal yang kecil-

kecil yang seharusnya tidak perlu tersinggung atau marah. Pada

keadaan gangguan lebih lanjut atau lebih parah, suasana penderita

justru akan acuh terhadap sekitarnya. Gangguan perasaan atau

emosi pada penderita skizofrenia dapat digolongkan dalam dua hal

yaitu:

a). Gangguan pengungkapan perasaan.

b). Riang gembira (nood elevasion).

c). Sedih (depression).

d). Hilang akal (perplekxity).

e). Emosi berlebihan.

17

Page 13: Bab 2 Jurnal

f). Hilangnya emosional

g). Ambivalaensi (terpecah-pecahnya kepribadian).

4. Gangguan tingkah laku

Gangguan tingkah laku yang beraneka ragam sering terlihat,

khususnya pada bentuk serangan akut dan nyata. Tingkah laku

penderita skizofrenia sering aneh dan tidak dimengerti. seperti:

a). Dapat terjadi pengurangan hebat dari reaktivitas terhadap

lingkungan yang berupa berkurangnya pergerakan dan aktivitas

spontan, penderita akan bersikap kaku dan menolak usaha-

usaha untuk menggerakkannya.

b). Gerakan motorik yang berlebihan (exited), dan dampak tidak

bertujuan serta tidak dipengaruhi oleh stimulus luar. Banyak

sekali tingkah laku yang dapat ditemukan pada penderita

skizofrenia, tetapi yang paling sering adalah : Gaduh gelisah

(exitement), stupor, tingkah laku impulsive.

2.2.5 Tipe dan pedoman diagnostik skizofrenia

Tip Skizofrenia dibagi dalam 9 tipe yaitu sebagai berikut:11

1. Skizofrenia Paranoid

a. Pedoman diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

b. Sebagai tambahan:

Halusinasi dan/ waham arus menonjol;

18

Page 14: Bab 2 Jurnal

a). Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi

pluit (whistling), mendengung (humming), bunyi tawa (laughing).

b). Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

c). Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control), dipengaruhi delusion of influence atau passivity

(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar.

c. Gangguan afektif

Dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara

relatif tidak nyata / tidak menonjol.

d. Diagnosa Banding:

Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan

paranoid involusional (F22.8), paranoid (F22.0).

2. Skizofrenia Hebefrenik

a. Pedoman diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, Diagnosis

hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja

atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).

b. Sebagai tambahan:

Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri

(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa

19

Page 15: Bab 2 Jurnal

gambaran yang khas berikut ini. Untuk meyakinkan umumnya

diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,

untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang

benar bertahan :

a). Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,

serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris)

dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan.

b). Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering

disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-

satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau sikap

tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces),

manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan

hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-

ulang (reiterated phrases).

c). Proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang

tak menentu (rambling) dan inkoherens.

c. Gangguan afektif

angguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir

biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak

menonjol) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations,

dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang

serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless)

dan tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa

20

Page 16: Bab 2 Jurnal

maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal,

dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak

lainnya, makin mempersukar orang mengerti atau memahami jalan

pikirannya.

3. Skizofrenia katatonik

a. Pedoman diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

b. Gambaran klinis

Satu atau lebih dari perilaku skizofrenia katatonik berikut

mendominasi gambaran klinis.

a). Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan

dan dalam gerakan aktivitas spontan) atau juga mutisme (tidak

berbicara).

b). Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,

yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

c). Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh).

d). Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap

semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan

kearah yang berlawanan).

e). Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan

upaya menggerakkan dirinya).

21

Page 17: Bab 2 Jurnal

f). Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota

gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar).

g). Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara

otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata.

4. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)

Pedoman diagnostik :

a. Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia

b. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,

katatonik.

c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi

pasca skiszofrenia.

5. Depresi pasca skizofrenia

Diagnosa harus ditegakkan hanya kalau:

a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria

diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.

b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya).

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling

sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun

waktu paling sedikit 2 minggu.

· Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis

menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih

22

Page 18: Bab 2 Jurnal

jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe

skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia residual

Pedoman diagnostik: Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan ,

persyaratan berikut harus di penuhi semua:

a. Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya

perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul,

sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas

atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti

ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh,

perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa

lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari

skizofrenia.

d. Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik

lainnya, depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan

disabilitas negatif tersebut.

7. Skizofrenia simpleks

23

Page 19: Bab 2 Jurnal

Pedoman diagnostik: Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara

meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan

yang berjalan berlahan dan progresif dari:

a. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului

riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode

psikotik.

b. Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang

bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,

tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri sosial.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT

Penderita skizoprenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut

gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi di golongan-golongan

ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang

penderita tidak dapat di golongkan kedalam salah satu jenis.

Pembagiannya adalah sebagai berikut:12

1. Skizofrenia hebefrenik

Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada

remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok

adalah:gangguan proses berpikir,gangguan kemauan dan adanya

depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomontor

seperti mannerism.

2. Skizofrenia katatonik

24

Page 20: Bab 2 Jurnal

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut

serta sering didahuli oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh

gelisah katatonik atau stupor katatonik.

3. Skizofrenia simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada

jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan

gangguan proses berpikir biasanya suka di temukan. Waham dan

halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini di timbulnya perlahan-

lahan sekali. Pada pemulaan mungkin penderita mulai kurang

memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri diri pergaulan.

Makin lama ia makin mundur dalamm pekerjaan atau pelajaran dan

akhirnya menjadi pengagguran. Bila tidak ada orang yang

menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, atau seorang

’’penjahat’’.

4. Skizofrenia residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan wirayat

sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala

berkembang kea rah negatf yang lebih menonjol. Gejala negative

terdiri dari kelambatan psikomontor, penurunan aktivitas, pasif dan

tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi, non verbal

yang dapat menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi

sosialnya.

25

Page 21: Bab 2 Jurnal

2.2.6 Prognosis skizofrenia

Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbagkan semua

factor di bawah ini.13

1. Keperibadian prepsikotik: bila skizoid dan hubugan antara manusia

memang kurang kemasukan,maka prognosis lebih jelek.

2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih lebih baik

dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.

3. Umur: makin muda umur permulanya,makin jelek prognosis.

4. Jenis: prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua

jenis.sering pederita dengan skizofrenia katatonik sembuh dan

kembali ke peribadian prepskotik. Kemudian menyusul prognosis

jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat di kembalikan

kemasyarakat. Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia ini menuju

kearah kemjuduran mental.

5. Pengobatan: makin lekas di berikan pegobatan, makin baik

prognosisnya.

6. Dikatakan bahwa bila terdapat factor pencentus,seperti penyakit

badaniah atau stress psikologis lebih baik.

7. Faktor keturunan: prognosis menjadi lebih berat bila di dalam

keluarga terdapat seorang atau yang lebih menderita skizofrenia.

2.2.7 Fase skizofrenia

26

Page 22: Bab 2 Jurnal

Gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan meliputi beberapa

fase: prodromal, fase aktif, dan keadaan residual.14

1. Fase prodromal

Fase prodromal adalah periode terjadinya perubahan perilaku

sebelum gejala yang nyata muncul, tanda dan gejala fase prodromal

bisa mencakup kecemasan, gelisah, merasa diteror, atau depresi.

Penelitian retrospektif terhadap pasien didapatkan bahwa sebagian

dari mereka mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri

punggung dan otot, kelemahan, dan problem pencernaan, perubahan

minat, kebiasaan, perilaku, dan pasien mengembangkan gagasan.

2. Fase aktif

Fase skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara

klinik, yakni kekacauan alam pkir, perasaan, dan perilaku. Penilaian

terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau

bahkan tidak ada.

3. Fase residual

Fase residual atau stabil muncul setelah fase akut atau setelah terapi

dimulai, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis

skizofrenia sehingga tinggal satu atau dua gejala sisa yang tidak

terlalu nyata secara klinis, misalnya penarikan diri, perilaku aneh dan

defisit perawatan diri.

2.2.8 Diagnosis dan diagnosis banding skizofrenia

27

Page 23: Bab 2 Jurnal

Menurut Bleuler dalam Maramis (2009) diagonis skizofrenia sudah

boleh di buat bila terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni

(keretakan, perpecahan atau tidak ketidakseimbagan) pada unsur-unsur

kepribadian (proses berpikir, emosi, kemauan dan psikomontor),di

pekuat dengan adanya gejala-gejala sekunder. Kurt Schneider (1939)

menyusun 11 gejala rangkin pertama (first rank symptoms) dan

berpendapat bahwa diagnosis skizofrenia sudah di buat bila terdapat

suatu gejala dari kelompok A dan suatu gejala dari kelompok B, dengan

syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun:12

1. Halusinasi pendengaran.

a. Pikirannya dapat di degar sendiri

b. Suara-suara yang sedang betengkar

c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita

2. Ganggua batas ego

a. Tubuh dan gerakan-gerakan penderita di pegaruhi suatu kekuatan

dari luar.

b. Pikiranya di ambil atau di sedot keluar.

c. Pikirannya di pegaruhi oleh orang lain atau pikirannya di masukan

ke dalamm oleh orang lain.

d. Pikirannya di ketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar.

e. Persamaanya di buat oleh orang laen.

f. Kemauanya atau ketindakannya di pegaruhi org lain.

g. Doroganya di kuasai orang lain.

28

Page 24: Bab 2 Jurnal

h. Persepsi yang di pegaruhi oleh waham.

2.2.9 Penatalaksanaan skizofrenia

Menurut Kaplan dalam Syamsulhadi (2004) skizofrenia diyakini

merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-sosiogenik)

maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada faktor

tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi. Dengan kata lain, tidak ada

pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala dan

disabilitas berkaitan dengan skizofrenia.11

1. Somatoterapi

Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan

pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang

umum dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive

Therapy). Psikofarmaka atau disebut obat neuroleptika/antipsikotika

dibedakan menjadi dua golongan tipikal (konvensional) dan

golongan atipikal (generasi kedua). Dasarpemilihan suatu jenis

psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat dan resiko secara

individual yang mencakup farmakokinetik dan farmakodinamik.

Semua antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun atipikal)

adalah bersifat antagonis reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal.

Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan symptom

ekstrapiramidal walaupun secara umum golongan atipikal

mempunyai resiko efek samping diantaranya neurologik yang lebih

rendah.

29

Page 25: Bab 2 Jurnal

2. Psikoterapi

Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu

kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu

merawat diri, mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan

masyarakat. Termasuk dalam terapi psikososial adalah terapi

perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan

psikoterapi individual.

2.3 Kerangka teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan

untuk mengidentifikasi variabel - variabel yang akan diteliti yang berkaitan

dengan konteks ilmu pengetahuan dan digunakan untuk mengembangkan

kerangka konsep penelitian.15

Gambar 2.1 Kerangka teori

Sumber: Riyadi dan Purwanto (2009)11

30

Faktor penyebab perilaku kekerasan:

1. Faktor biologisa. Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)b. Psycomatic theory (teori psikomatik)

2. Faktor psikologis a. Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)b. Behavioral theory (teori perilaku)c. Existential theory (teori eksistensi)

3. Faktor sosio kultural a. Social enviroment theory (teori lingkungan)b. Social learning theory (teori belajar sosial)

4. Faktor stressor

Perilaku kekerasan

Page 26: Bab 2 Jurnal

2.4 Kerangka konsep

Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu problem riset

berasal atau dikaitkan.15

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan peneliti akan mencari

gambaran bentuk kekerasan pada pasien skizofrenia di RSJD Provinsi

Lampung tahun 2015.

31

Gambaran bentuk kekerasan pada pasien skizofrenia:

- Bentuk kekerasan berdasarkan emosional

- Bentuk kekerasan berdasarkan verbal

- Bentuk kekerasan berdasarkan perilaku