Bab 2 Jurnal
-
Upload
ahmad-n-alfathi -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
description
Transcript of Bab 2 Jurnal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku kekerasan
2.1.1 Pengertian perilaku kekerasan
Menurut Laraia (1998) dalam Purba (2008) perilaku kekerasan adalah
perilaku yang dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri),
psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang),
spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).8
Menurut Kaplan dan Sadock, (1998) dalam Purba (2008) perilaku
kekerasan adalah suatu kondisi maladaktif seseorang dalam berespon
terhadap marah. Tindakan kekerasan / perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang lain.9
2.1.2 Presipitasi perilaku kekerasan
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:10
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
6
3. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
2.1.3 Penyebab perilaku kekerasan
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah:11
1. Faktor biologis
a. Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan yang dialami oleh
individu dengan gangguan jiwa disebabkan oleh suatu dorongan
kebutuhan dasar yang kuat.
b. Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah
7
2. Faktor psikologis
a. Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong
individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang
melalui perilaku kekerasan.
b. Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang
diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
3. Faktor sosio kultural
a. Social enviroment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
8
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
b. Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
4. Faktor stressor
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar
maupun dalam. Stressor yang berasal dari luar antara lain serangan
fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari
dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang
kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Menurut Carpenito (1998) dalam Dalami (2009) perilaku kekerasan
sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:12
1. Emosi: Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut,
tidak aman, cemas.
2. Fisik: Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
3. Intelektual: Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral,.
9
5. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor.
Menurut Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:13
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
10
e. Amuk/agresif
2.1.5 Rentang respon ekpresi perilaku kekerasan
Rentang respon ekpresi perilaku kekerasan meliputi:12
1. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan atau dilakukan tanpa menyakiti
orang lain..
2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,
keputusan / rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif
lain.
3. Pasif
Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata – kata ancaman tanpa
niat melukai orang lain.
5. Kekerasan
Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya
membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
11
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan kepada
pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah sebagai berikut,
yaitu:13
1. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti
Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga
bisa memperburuk simptom depresi.
2. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan
2.2 Skizofrenia
2.2.1 Pengertian skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan
utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek
12
atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan
terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga
muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor
menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar.12
Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau
pecah (split), dan ”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang
yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of
personality).13
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inapropriate) atau tumpul (blunted). 14
2.2.2 Penyebab skizofrenia
Etiologi penyebab terjadinya skizofrenia diantaranya adalah sebagai
berikut:11
1. Endokrin.
Endokrin: dahulu dikirakan bahwa skizofrenia mungkin
disebabkan oleh gangguan endokrin, teori ini di kemukakan karena
13
skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, waktu kehamilan,
atau puerperium dan waktu klimakterium.
2. Metabolisme
Ada sebagian orang menyangka bahwa kizofrnia di sebabkan oleh
gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia
tampak pucat dan tidak sehat. Ujung extremitas agak sianotik,
nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Belakangan ini
teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian
dengan memakai obat–obatan ini dapat meneimbulkan gejala yang
mirip dengan gejala–gejala skizofrenia, tetapi reversibel.
3. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizoprenia.
4. Neurokimia
Skizoprenia disebabkan oleh overaktifitas pada jaras dopamin
mesolimbik.
5. Hipotesis perkembangan syaraf
Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan
abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizoprenia.
2.2.3 Tanda-tanda Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu
menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik tentang
pemahaman diri (self insight). Gejala-gejala terjadinya gangguan jiwa
14
skizofrenia dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu sebagai
berikut.11
1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap menyakini kebenarannya.
2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan
penderita mendengar suaras-uara atau bisikan-bisikan ditelinganya
padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.
3. Kekacauan pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur
pikiranya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembira berlebihan.
5. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat.
6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada
ancaman terhadap dirinya.
7. Menyimpan rasa permusuhan
8. Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun.
9. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
10. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
11. Sulit dalam berpikir abstrak
12. Pola pikir streotip.
15
13. Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak
ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton,
serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).
2.2.4 Gejala–gejala skizofrenia
Gejala pokok dari skizofrenia dapat dikelompokkan menjadi empat:14
1. Alam pikiran
Gangguan alam pikiran pada penderita skizofrenia berupa
gangguan bentuk arus pikiran dan gangguan isi pikiran. Pada
penderita skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses
pikiran dan yang terganggu terutama adalah proses asosiasi
meliputi:
a). Penderita kadang-kadang mempunyai satu ide yang belum
selesai diutarakan tetapi sudah timbul ide yang lainnya.
b). Penderita skizofrenia tidak jarang menggunakan arti simbolik,
sehingga jalan pikiran penderita skizofrenia tidak dapat diikuti
dan dimengerti oleh orang lain.
d). Pada penderita skizofrenia sering juga ditemukan apa yang
disebut dengan bloking, yaitu isi pikiran yang kadang-kadang
berhenti dan tidak timbul ide lagi.
e). Gejala lain adalah halusinasi yaitu penderita merasa ada suara-
suara ditelinganya.
f). Cara berpikir yang aneh (ambivalensi).
g). Adanya waham yang menguasai dirinya .
16
h). Merasa dirinya tidak sakit dan merasa dirinya paling benar.
2. Daya tanggap (Perseption)
Daya tanggap adalah kemampuan seseorang untuk berespon dan
menanggapi stimulus yang datang. Gangguan daya tanggap sebagai
suatu pengelabuhan panca indra. Pada gangguan ini dapat terjadi
ilusi yaitu suatu peristiwa salah tanggap dari stimulus atau
rangsang dari luar. Gangguan utama dari gangguan persepsi ini
adalah berbagai jenis halusinasi benar.
3). Alam perasaan
Pada awal dari gangguan suasana penderita, biasanya lebih peka
dari orang normal, yang tampak adalah penderita mudah
tersinggung, mudah marah dan peka terhadap hal-hal yang kecil-
kecil yang seharusnya tidak perlu tersinggung atau marah. Pada
keadaan gangguan lebih lanjut atau lebih parah, suasana penderita
justru akan acuh terhadap sekitarnya. Gangguan perasaan atau
emosi pada penderita skizofrenia dapat digolongkan dalam dua hal
yaitu:
a). Gangguan pengungkapan perasaan.
b). Riang gembira (nood elevasion).
c). Sedih (depression).
d). Hilang akal (perplekxity).
e). Emosi berlebihan.
17
f). Hilangnya emosional
g). Ambivalaensi (terpecah-pecahnya kepribadian).
4. Gangguan tingkah laku
Gangguan tingkah laku yang beraneka ragam sering terlihat,
khususnya pada bentuk serangan akut dan nyata. Tingkah laku
penderita skizofrenia sering aneh dan tidak dimengerti. seperti:
a). Dapat terjadi pengurangan hebat dari reaktivitas terhadap
lingkungan yang berupa berkurangnya pergerakan dan aktivitas
spontan, penderita akan bersikap kaku dan menolak usaha-
usaha untuk menggerakkannya.
b). Gerakan motorik yang berlebihan (exited), dan dampak tidak
bertujuan serta tidak dipengaruhi oleh stimulus luar. Banyak
sekali tingkah laku yang dapat ditemukan pada penderita
skizofrenia, tetapi yang paling sering adalah : Gaduh gelisah
(exitement), stupor, tingkah laku impulsive.
2.2.5 Tipe dan pedoman diagnostik skizofrenia
Tip Skizofrenia dibagi dalam 9 tipe yaitu sebagai berikut:11
1. Skizofrenia Paranoid
a. Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
18
a). Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), bunyi tawa (laughing).
b). Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c). Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi delusion of influence atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar.
c. Gangguan afektif
Dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / tidak menonjol.
d. Diagnosa Banding:
Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan
paranoid involusional (F22.8), paranoid (F22.0).
2. Skizofrenia Hebefrenik
a. Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, Diagnosis
hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
b. Sebagai tambahan:
Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa
19
gambaran yang khas berikut ini. Untuk meyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan :
a). Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris)
dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan.
b). Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering
disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces),
manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-
ulang (reiterated phrases).
c). Proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang
tak menentu (rambling) dan inkoherens.
c. Gangguan afektif
angguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak
menonjol) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations,
dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa
20
maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal,
dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang mengerti atau memahami jalan
pikirannya.
3. Skizofrenia katatonik
a. Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Gambaran klinis
Satu atau lebih dari perilaku skizofrenia katatonik berikut
mendominasi gambaran klinis.
a). Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan aktivitas spontan) atau juga mutisme (tidak
berbicara).
b). Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c). Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh).
d). Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan
kearah yang berlawanan).
e). Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya).
21
f). Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar).
g). Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata.
4. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
Pedoman diagnostik :
a. Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
b. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik,
katatonik.
c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skiszofrenia.
5. Depresi pasca skizofrenia
Diagnosa harus ditegakkan hanya kalau:
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya).
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu.
· Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih
22
jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe
skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia residual
Pedoman diagnostik: Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan ,
persyaratan berikut harus di penuhi semua:
a. Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul,
sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas
atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia.
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari
skizofrenia.
d. Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik
lainnya, depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
7. Skizofrenia simpleks
23
Pedoman diagnostik: Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara
meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan
yang berjalan berlahan dan progresif dari:
a. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik.
b. Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,
tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri sosial.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Penderita skizoprenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut
gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi di golongan-golongan
ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang
penderita tidak dapat di golongkan kedalam salah satu jenis.
Pembagiannya adalah sebagai berikut:12
1. Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok
adalah:gangguan proses berpikir,gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomontor
seperti mannerism.
2. Skizofrenia katatonik
24
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut
serta sering didahuli oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik.
3. Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan
gangguan proses berpikir biasanya suka di temukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini di timbulnya perlahan-
lahan sekali. Pada pemulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri diri pergaulan.
Makin lama ia makin mundur dalamm pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menjadi pengagguran. Bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, atau seorang
’’penjahat’’.
4. Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan wirayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang kea rah negatf yang lebih menonjol. Gejala negative
terdiri dari kelambatan psikomontor, penurunan aktivitas, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi, non verbal
yang dapat menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi
sosialnya.
25
2.2.6 Prognosis skizofrenia
Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbagkan semua
factor di bawah ini.13
1. Keperibadian prepsikotik: bila skizoid dan hubugan antara manusia
memang kurang kemasukan,maka prognosis lebih jelek.
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih lebih baik
dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.
3. Umur: makin muda umur permulanya,makin jelek prognosis.
4. Jenis: prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua
jenis.sering pederita dengan skizofrenia katatonik sembuh dan
kembali ke peribadian prepskotik. Kemudian menyusul prognosis
jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat di kembalikan
kemasyarakat. Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia ini menuju
kearah kemjuduran mental.
5. Pengobatan: makin lekas di berikan pegobatan, makin baik
prognosisnya.
6. Dikatakan bahwa bila terdapat factor pencentus,seperti penyakit
badaniah atau stress psikologis lebih baik.
7. Faktor keturunan: prognosis menjadi lebih berat bila di dalam
keluarga terdapat seorang atau yang lebih menderita skizofrenia.
2.2.7 Fase skizofrenia
26
Gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan meliputi beberapa
fase: prodromal, fase aktif, dan keadaan residual.14
1. Fase prodromal
Fase prodromal adalah periode terjadinya perubahan perilaku
sebelum gejala yang nyata muncul, tanda dan gejala fase prodromal
bisa mencakup kecemasan, gelisah, merasa diteror, atau depresi.
Penelitian retrospektif terhadap pasien didapatkan bahwa sebagian
dari mereka mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri
punggung dan otot, kelemahan, dan problem pencernaan, perubahan
minat, kebiasaan, perilaku, dan pasien mengembangkan gagasan.
2. Fase aktif
Fase skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinik, yakni kekacauan alam pkir, perasaan, dan perilaku. Penilaian
terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau
bahkan tidak ada.
3. Fase residual
Fase residual atau stabil muncul setelah fase akut atau setelah terapi
dimulai, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia sehingga tinggal satu atau dua gejala sisa yang tidak
terlalu nyata secara klinis, misalnya penarikan diri, perilaku aneh dan
defisit perawatan diri.
2.2.8 Diagnosis dan diagnosis banding skizofrenia
27
Menurut Bleuler dalam Maramis (2009) diagonis skizofrenia sudah
boleh di buat bila terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni
(keretakan, perpecahan atau tidak ketidakseimbagan) pada unsur-unsur
kepribadian (proses berpikir, emosi, kemauan dan psikomontor),di
pekuat dengan adanya gejala-gejala sekunder. Kurt Schneider (1939)
menyusun 11 gejala rangkin pertama (first rank symptoms) dan
berpendapat bahwa diagnosis skizofrenia sudah di buat bila terdapat
suatu gejala dari kelompok A dan suatu gejala dari kelompok B, dengan
syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun:12
1. Halusinasi pendengaran.
a. Pikirannya dapat di degar sendiri
b. Suara-suara yang sedang betengkar
c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
2. Ganggua batas ego
a. Tubuh dan gerakan-gerakan penderita di pegaruhi suatu kekuatan
dari luar.
b. Pikiranya di ambil atau di sedot keluar.
c. Pikirannya di pegaruhi oleh orang lain atau pikirannya di masukan
ke dalamm oleh orang lain.
d. Pikirannya di ketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar.
e. Persamaanya di buat oleh orang laen.
f. Kemauanya atau ketindakannya di pegaruhi org lain.
g. Doroganya di kuasai orang lain.
28
h. Persepsi yang di pegaruhi oleh waham.
2.2.9 Penatalaksanaan skizofrenia
Menurut Kaplan dalam Syamsulhadi (2004) skizofrenia diyakini
merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-sosiogenik)
maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada faktor
tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi. Dengan kata lain, tidak ada
pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala dan
disabilitas berkaitan dengan skizofrenia.11
1. Somatoterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan
pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang
umum dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive
Therapy). Psikofarmaka atau disebut obat neuroleptika/antipsikotika
dibedakan menjadi dua golongan tipikal (konvensional) dan
golongan atipikal (generasi kedua). Dasarpemilihan suatu jenis
psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat dan resiko secara
individual yang mencakup farmakokinetik dan farmakodinamik.
Semua antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun atipikal)
adalah bersifat antagonis reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal.
Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan symptom
ekstrapiramidal walaupun secara umum golongan atipikal
mempunyai resiko efek samping diantaranya neurologik yang lebih
rendah.
29
2. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat. Termasuk dalam terapi psikososial adalah terapi
perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan
psikoterapi individual.
2.3 Kerangka teori
Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan
untuk mengidentifikasi variabel - variabel yang akan diteliti yang berkaitan
dengan konteks ilmu pengetahuan dan digunakan untuk mengembangkan
kerangka konsep penelitian.15
Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber: Riyadi dan Purwanto (2009)11
30
Faktor penyebab perilaku kekerasan:
1. Faktor biologisa. Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)b. Psycomatic theory (teori psikomatik)
2. Faktor psikologis a. Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)b. Behavioral theory (teori perilaku)c. Existential theory (teori eksistensi)
3. Faktor sosio kultural a. Social enviroment theory (teori lingkungan)b. Social learning theory (teori belajar sosial)
4. Faktor stressor
Perilaku kekerasan
2.4 Kerangka konsep
Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu problem riset
berasal atau dikaitkan.15
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan peneliti akan mencari
gambaran bentuk kekerasan pada pasien skizofrenia di RSJD Provinsi
Lampung tahun 2015.
31
Gambaran bentuk kekerasan pada pasien skizofrenia:
- Bentuk kekerasan berdasarkan emosional
- Bentuk kekerasan berdasarkan verbal
- Bentuk kekerasan berdasarkan perilaku