Bab 2 Eklampsia

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Eklampsia dan pre-eklampsia dulunya dikenal dengan istilah toksemia gravidarum, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah. Namun istilah ini sudah tidak dipakai lagi karena mencakup berbagai penyakit hipertensif dalam kehamilan dengan etiologi berbeda- beda. Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka mortalitas ibu dan anak. 1 A. DEFINISI Pre-eklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan, etiologi belum diketahui. Kelainan ini mempengaruhi sekitar 5-7% kehamilan menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Kriteria minimum untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia ialah 2

Transcript of Bab 2 Eklampsia

Page 1: Bab 2 Eklampsia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Eklampsia dan pre-eklampsia dulunya dikenal dengan istilah toksemia

gravidarum, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah. Namun istilah

ini sudah tidak dipakai lagi karena mencakup berbagai penyakit hipertensif dalam

kehamilan dengan etiologi berbeda-beda. Di Indonesia eklampsia masih

merupakan sebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu,

diagnosis dini pre-eklampsia perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka

mortalitas ibu dan anak.1

A. DEFINISI

Pre-eklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan,

etiologi belum diketahui. Kelainan ini mempengaruhi sekitar 5-7% kehamilan

menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Kriteria minimum untuk

menegakkan diagnosis pre-eklampsia ialah hipertensi, edema disertai proteinuria

yang terjadi umumnya pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.1,2,3

Eklampsia merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan

timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom pre-

eklampsia.4 Eklampsia, ialah kejadian akut pada wanita hamil, dalam persalinan,

atau nifas yang ditandai dengan adanya gejala dan tanda pre-eklampsia disertai

dengan kejang atau koma. Eklampsia sering timbul pada trimester terakhir

kehamilan dan semakin sering terjadi apabila kehamilan mendekati aterm. Tanda

khas eklampsia yaitu adanya kejang tonik-klonik yang timbul pada wanita dengan

2

Page 2: Bab 2 Eklampsia

hipertensi dalam kehamilan. Pada kondisi seperti ini resiko kematian maternal dan

perinatal meningkat.5

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)

yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low

Platelet counts. Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistem pada

pre-eklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia,

hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzim hepar yang abnormal.

Insidensi sindroma HELLP terjadi 4-12% dari kasus komplikasi pre-eklampsia.

Adanya sindroma HELLP ini merupakan salah satu indikator progresifitas yang

memburuk dari pre-eklampsia berat karena morbiditas dan mortalitas maternal

dan perintal tinggi sehingga perlu segera dilahirkan.6

Pre-eklampsia dibagi menjadi ringan dan berat. Dikategorikan berat jika

ditemukan:7

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110mmHg

2. Proteinuria > 5 gram/24 jam atau ≥ positif 3 pada pemeriksaan kuantitatif

3. Oliguria, urin ≤ 400 ml/24 jam

4. Keluhan serebral, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan

5. Sianosis karena edema paru

6. Trombosit turun, enzim hati meningkat

3

Page 3: Bab 2 Eklampsia

Gangguan tekanan darah lainnya saat hamil, yaitu:

1. Hipertensi kehamilan.

Ibu hamil dengan hipertensi kehamilan, tetapi tidak mengalami kelebihan

protein dalam urin. Hipertensi kehamilan ini juga dapat berkembang menjadi

pre-eklampsia.

2. Hipertensi kronis.

Tingginya tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan usia 20 minggu atau

12 minggu setelah kelahiran.

3. Pre-eklampsia superimpose pada hipertensi kronis.

Ibu hamil dengan hipertensi kronis sebelum kehamilan dan berkembang lebih

buruk, karena memiliki protein dalam urin yang berlebihan saat kehamilan

B. EPIDEMIOLOGI

Di usia kehamilan eklampsia terjadi pada satu dari 2.000 kelahiran, di

negara miskin dan menengah terjadi 1 dari 100 dan 1 dari 1.700 kelahiran.

Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari

kematian maternal.4

Di RS Dr. Sardjito selama tahun 1997-2001 kasus pre-eklampsia dan

eklampsia paling banyak terjadi yaitu 34,09% dibandingkan kasus lain seperti,

perdarahan (27,27%), infeksi (11,36%) dan lain-lain (27,28%).8

4

Page 4: Bab 2 Eklampsia

C. ETIOLOGI

Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih

belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari

kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases

of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:9

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan.

Pada pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit

fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2) Peran Faktor Imunologis.

Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM mendapatkan beberapa

data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita pre-eklampsia:

1. Beberapa wanita dengan pre-eklampsia mempunyai komplek imun dalam

serum.

2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre-

eklampsia diikuti dengan proteinuri.

5

Page 5: Bab 2 Eklampsia

Stirat menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa

sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi

tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan pre-eklampsia.

3) Peran Faktor Genetik/Familial.

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-

eklampsia antara lain:

1. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.

2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-

anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia.

3. Kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat pre-eklampsia dan bukan pada ipar mereka.

4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

D. PATOFISIOLOGI

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis pre-eklampsia.

Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan

hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel

setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai

perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel mengatakan bahwa

adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan

perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.

Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,

sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi

6

Page 6: Bab 2 Eklampsia

oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang

menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal

bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase

dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess

oksidatif.9

Pada pre-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta

menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil

normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang

berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam

aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai

kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan

mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel

tersebut akan mengakibatkan antara lain:9

a) adhesi dan agregasi trombosit.

b) gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

c) terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari

rusaknya trombosit.

d) produksi prostasiklin terhenti.

e) terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

f) terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

7

Page 7: Bab 2 Eklampsia

Gambar 1. Patofisiologi pre-eklampsia9

8

Page 8: Bab 2 Eklampsia

E. PATOLOGI 1

Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh

karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomik-patologik berasal dari penderita

eklampsia yang meninggal. Tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada

pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis

pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat

tubuh. Perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh vasospasme arteriola.

Penimbunan vibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam

patogenesis kelainan-kelainan tersebut.

Perubahan anatomi-patologik

Plasenta: pada pre-eklampsia terdapat spasme arteriola spiralis desidua

mengakibatkab menurunnya alirn darah ke plasenta. Proses penuaan plasenta

seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam fili

karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, menjadi lebih

cepat pada pre-eklampsia.

Ginjal: organ ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada pre-eklampsia

terdapat kelainan glomerolus, hiperplasi sel-sel jukstaglomerular, kelainan pada

tubulus henle, dan spasme pembuluh darah ke glomerolus. Perubahan-perubahan

tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin berhubungan

dengan retensi garam dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar

perubahan yang digambarkan menghilang.

9

Page 9: Bab 2 Eklampsia

Hati: organ ini besarnya normal dengan tempat perdarahan yang tidak teratur.

Tidak ada hubungan antara beratnya penyakit pre-eklampsia dan luasnya

perubahan pada hati.

Otak: pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.

Retina: kelainan yang ditemukan pada retina ialah spasme pada arteriola dekat

diskus optikus. Terlihat edema pada diskus optikus dan retina.

Paru-paru: terdapat tanda edema perubahan karena bronkopneumonia sebagai

akibat aspirasi.

Jantung: pada eklampsia mengalami perubahan degeneratif pada miokardium.

Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan

perdarahan.

F. FAKTOR RISIKO

Pre-eklampsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor risikonya, antara

lain:7

a. Riwayat keluarga pre-eklampsia

Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita pre-eklampsia akan

meningkatkan risiko ikut terkena pre-eklampsia.

b. Kehamilan pertama

Di kehamilan pertama, risiko mengalami pre-eklampsia jauh lebih tinggi.

10

Page 10: Bab 2 Eklampsia

c. Usia

Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita pre-

eklampsia.

d. Obesitas

Pre-eklampsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas

e. Kehamilan kembar.

Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko pre-eklampsia

f. Kehamilan dengan diabetes.

Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko pre-eklampsia seiring

perkembangan kehamilan

g. Riwayat hipertensi.

Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau

lupus, akan meningkatkan risiko terkena pre-eklampsia

Penelitian di tahun 2006 terhadap ibu hamil dengan kadar protein tinggi,

diketahui mempengaruhi perkembangan dan fungsi pembuluh darah. Kesimpulan

ini membantah teori pre-eklampsia yang disebabkan akibat ketidaknormalan

pembuluh darah menuju plasenta. Tetapi pemeriksaan darah tetap merupakan alat

yang efektif untuk mendiagnosa pre-eklampsia.7

Pada ibu pre-eklampsia bahaya yang mengancam janin adalah prematur,

berat badan lahir rendah hingga kematian janin. Bahaya ibu adalah gagal jantung,

perdarahan otak, kerusakan mata, gagal hati dan ginjal, perdarahan hingga

meninggal. Satu-satunya terapi adalah menghentikan kehamilan, karena dengan

tanpa kehamilan penyakit ini akan perlahan berhenti sendirinya. Tetapi

11

Page 11: Bab 2 Eklampsia

penghentian kehamilan tergantung usia kehamilan, jika usia kehamilan mencukupi

maka dapat dilaksanakan. Tetapi jika masih usia terlalu prematur maka akan

diberikan obat-obat per infus untuk mengatasi proses tersebut hingga menjadi

terkendali. Satu-satunya pengobatan terbaik adalah pencegahan dan deteksi dini,

yaitu kunjungan pemeriksaan hamil yang rutin.7

G. GEJALA KLINIK

a. Pre-eklampsia

Gambaran klinis penderita pre-eklampsia sangat bervariasi, dari penderita

tanpa gejala klinik sampai penderita dengan gajala klinik yang sangat progresif,

berkembang dengan cepat dan membahayakan nyawa penderita. Pada pre-

eklampsia umumnya perubahan patogenik telah lebih dahulu terjadi mendahului

manifestasi klinik. 10

Dalam pengelolaan klinis, pre-eklampsia dibagi sebagai berikut :10

1. Disebut pre-eklampsia ringan jika ditemukan:

- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg

- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 + c

2. Ditegakkan diagnosa pre-eklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala

sebagai berikut:

- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg dan

diastolik ≥ 110 mmHg

- Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2 +

- Oligourie < 500 ml/24 jam

12

Page 12: Bab 2 Eklampsia

- Serum kreatinin meningkat

- Oedema paru atau cyanosis

3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan

seperti:

- Nyeri epigastrium

- Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan

syaraf pusat)

- Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino

transferase

- Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik

- Trombositopenia < 100.000/mm3

- Munculnya komplikasi sindroma HELLP

4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita pre-eklampsia berat dijumpai

kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

b. Eklampsia

Diperhitungkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di

seluruh dunia dalam satu tahun, disamping itu kematian janin dalam kandungan

dan kematian neonatal mencapai angka 34/1000. Pada penanganan penderita

eklampsia kita harus bertindak lebih aktif. Stabilisasi keadaan ibu, pembebasan

jalan nafas, sirkulasi udara, dan stabilisasi sirkulasi darah harus segera dilakukan,

terutama bila dijumpai hipoksemia dan acidemia. Kehamilan harus segera diakhiri

13

Page 13: Bab 2 Eklampsia

tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin setelah stabilisasi keadaan

ibu tercapai.10

Gambaran klinik penderita eklampsia biasanya lebih berat dan dapat

disertai berbagai komplikasi seperti: koma, oedema paru, gagal ginjal, solusio

plasenta, gangguan pertumbuhan janin, dan kematian janin. Oleh karena itu

penanganan penderita eklampsia harus komprehensif dan melibatkan berbagai

disiplin ilmu.10

Penderita pre-eklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang

memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejang-

kejang yang disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan

nullipara, kehamilan kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit

ginjal. Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi antepartum dan 25% sisanya

terjadi pasca-melahirkan. Eklampsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang

luas, yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah yang mendadak dan tinggi

yang akan menyebabkan kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan

kejang pada eklampsia biasanya didahului oleh kumpulan gejala impending

eklampsia yang dapat berupa: nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri

epigastrium, jika keadaan ini tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang.

Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :1,10

1. Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa

melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau

kekiri.

14

Page 14: Bab 2 Eklampsia

2. Tingkat kejangan tonik

Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah

kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan

berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan

disusul oleh tingkat kejangan klonik.

3. Tingkat kejangan klonik

Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot

berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka

dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut

keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah

kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur.

4. Tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa

menjadi sadar lagi

H. DIAGNOSIS

Diagnosis dini harus dutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsi sulit

dicegah namun terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat

dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara

sempurna.1

Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 trias

tanda utama, diantaranya adalah hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini

15

Page 15: Bab 2 Eklampsia

memang berguna atas kepentingan statistik, tetapi dapat membahayakan penderita

karena setiap tanda dapat merupakan bahaya meskipun ditemukan sendiri.1

Diagnosa diferensial antara pre-eklampsia dengan hipertensi menahun atau

penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hpertensi menahun

adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6

bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan

funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang terjadi pada kasus

pre-eklampsia, kelainan tersebut biasanya terjadi pada hipertensi menahun. Untuk

diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria

pada pre-eklampsia jarang timbul sebelum triwulan ketiga sedang pada penyakit

ginjal timbul terlebih dahulu. Tes fungsi ginjal juga banyak berguna karena pada

umumnya tes funsi ginjal normal pada kasus pre-eklampsia ringan.1

Uji diagnostik pre-eklampsia :1

1. Uji diagnostik dasar

a. Pengukuran tekanan darah

b. Analisis protein dalam urin

c. Pemeriksaan edema

d. Pengukuran tinggi fundus uteri

e. Pemeriksaan funduskopi

2. Uji laboratorium dasar

a. Evaluasi hematologi (Hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit

pada sediaan darah tepi)

16

Page 16: Bab 2 Eklampsia

b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotrasferase

dan sebagainya)

c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)

3. Uji untuk meramalkan hipertensi

a. Roll-over test

b. Pemeberian infus angiotensin II

I. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya penanganan penderita pre-eklampsia dan eklampsia yang

difinitif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam

penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya,

antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh

keterlibatan organ.10

Tujuan penatalaksanaan pre-eklampsia dan eklampsia adalah :10

- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu

mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu

hamil.

Pengelolaan pre-eklampsia berat sedapat mungkin berusaha

mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm persalinan

pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika

perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tandatanda impending eklampsia,

kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di samping

17

Page 17: Bab 2 Eklampsia

itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat.

Biometri janin, biophisical profile janin harus dievaluasi 2 x seminggu, bila

keadaan janin memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung

dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau

perabdominal. Pada kehamilan preterm ≤ 34 minggu yang akan dilakukan

terminasi pemberian kortiko steroid seperti dexamethasone atau betamethasone

untuk pematangan paru harus dilakukan.10

Pemberian terapi farmakoterapi pada kasus preeklamsia dan eklamsia

bertujuan untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memper-

baiki kondisi eklampsia. Antikonvulsan diberikan pada eklampsia untuk

mencegah kejang lebih lanjut dan juga diberikan pada pre-eklampsia dengan

harapan mencegah kejang pertama dan dengan demikian diharapkan memperbaiki

keadaan ibu dan anak.4

Tabel 1. Kategori keamanan obat-obatan untuk wanita hamil (US FDA)4

Kategori A Studi kontrol pada wanita hamil gagal memperlihatkan adanya

risiko pada fetus di trimester pertama (dan tidak terdapat bukti

adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya) dan adanya

kemungkinan dapat memberikan efek buruk pada fetus amat sangat

kecil.

Kategori B Penelitian-penelitian pada reproduksi binatang gagal

memperlihatkan adanya risiko pada fetus tetapi tidak terdapat studi

kontrol pada wanita hamil atau penelitian pada reproduksi binatang

memperlihatkan adanya efek samping yang tidak dikuatkan pada

18

Page 18: Bab 2 Eklampsia

studi kontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan tidak

terdapat bukti adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya).

Kategori C Studi pada binatang mengungkapkan adanya efek samping pada

fetus (teratogenik, embrio-sidal, atau lainnya) dan tidak terdapat

studi kontrol pada wanita hamil. Atau penelitian baik pada binatang

maupun wanita hamil tidak ada. Obat diberikan hanya bila terdapat

keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko buruk pada

fetus.

Kategori D Adanya bukti berisiko pada fetus manusia, namun karena

keuntungan dalam penggunaan pada wanita hamil maka

penggunaanya masih dapat diterima. (misalnya penggunaannya

pada situasi yang me-ngancam nyawa, sedangkan obat lain yang

lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif)

Kategori X Penelitian pada binatang maupun manusia memperlihatkan adanya

abnormalitas fetus atau terbukti adanya risiko berdasarkan

pengalaman manusia atau keduanya. Penggunaannya pada wanita

hamil jauh lebih merugikan dibandingkan keuntungannya. Peng-

gunaan obat ini merupakan kontraindikasi pada wanita hamil atau

pada mereka yang mungkin akan hamil.

19

Page 19: Bab 2 Eklampsia

Pada penderita pre-eklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk

memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:10

1. Antikonvulsan

Antikonvulsan digunakan untuk mencegah kambuhnya kejang dan

mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang. Di United Kingdom, diazepam

popular digunakan sejak 1970 dan fenitoin sejak 1990 namun penggunaan

magnesium sulfat masih jarang. Magnesium sulfat telah digunakan secara luas

selama puluhan tahun di Amerika Serikat dan akhir-akhir ini dikenal sebagai

antikonvulsan terpilih pada eklampsia. Beberapa penelitian telah mengungkapkan

bahwa magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mengobati kejang

eklamptik. Ditambah lagi dengan harganya yang murah maka dapat dikatakan

magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk terapi eklampsia. Selain itu

masih ada obat pilihan lain seperti fenitoin, diazepam, hidralazin, labetalol dan

nifedipin.4

a. Magnesium sulfat (MgSO4)

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah kejang

berkelanjutan dan mengakhiri kejang yang sedang berlanjut. Di samping itu juga

untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Pada pemberian

MgSO4 pasien harus dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada, pernafasan

sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam.4

Magnesium sulfat merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu

mencegah kejang kambuh an dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan

aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik

20

Page 20: Bab 2 Eklampsia

pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus

dengan meningkatkan aliran darah ke uterus.4

Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran

asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium

juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkan

secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi.4

Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih

disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih

nyeri dan kurang nyaman, diguna-kan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien

tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan

ketat atas pasien dan fetos.4

Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir, dapat

dihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang adekuat. Kadar

magnesium harus diawasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pada level

6-8 mg/dl. Pasien dengan urine output yang meningkat memerlukan dosis rumatan

untuk mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien diawasi

apakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan magnesium.4

Protokol pemberian magnesium menurut The Parkland Memorial

Hospital, Baltimore, adalah sebagai berikut:

4 g. magnesium sulfat IV dalam 5 menit, dilanjutkan dengan

10 g. magnesium sulfat dicampur dengan 1 ml lidokain 2% IM dibagi pada

kedua bokong. Bila kejang masih menetap setelah 15 menit lanjutkan dengan

21

Page 21: Bab 2 Eklampsia

pemberian 2 g. magnesium sulfat IV dalam 3-5 menit. Sebagai dosis rumatan,

4 jam kemudian berikan 5 g. magnesium sulfat IM, kecuali jika refleks patella

tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam

tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar

magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis

rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl.4

Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7

mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang

normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien

dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal.4

Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila

kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang

biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila kejang timbul

>20 menit setelah pemberian load-ing dose, berikan tambahan 2-4 gram

magnesium.4

Dosis pemberian MgSO4:4

1. Dosis inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah

pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih

10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis.

2. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl

dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat

diturunkan.

22

Page 22: Bab 2 Eklampsia

Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis

awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika

diberikan IM, dosisnya 10 g. dilanjutkan 5 g. setiap 4 jam. Terapi diteruskan

hingga 24 jam.4

Kontraindikasi pemberian MgSO4 adalah pada pasien dengan hipersensitif

terhadap magnesium, adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot

jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.4

Interaksi MgSO4 terhadap obat lain adalah jika penggunaan bersamaan

dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular.

Dapat meningkatkan terjadinya blokade neuromuskular bila digunakan dengan

aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila digunakan

bersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan suksinilkolin. Dapat

meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan

kardiotoksisitas dari ritodrine.4

Kategori keamanan pada kehamilan : A - aman pada kehamilan.

Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan

urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien

mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar

serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi

pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti

jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat

diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan.

23

Page 23: Bab 2 Eklampsia

Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia

karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah.

Pemberian intravena lebih disukai karena efek sam-pingnya lebih rendah dan

masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya peng-

obatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk

terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan peng-

awasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf

medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.4

b. Fenitoin

Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik,

namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja

menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran

depolarisasi.

Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa

hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar

terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai

sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.4

Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepat-an < 50 mg/min,

diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb 2 jam kemudian.

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok

tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes.4

Interaksi: Amiodaron, benzodiazepin, kloramfenikol, simetidin,

flukonazol, isoniazid, metronidazol, mico-nazol, fenilbutazon, suksinimid,

24

Page 24: Bab 2 Eklampsia

sulfonamid, omeprazol, fenasemid, disulfiram, etanol (tertelan secara akut),

trimethoprim dan asam valproat dapat meningkatkan toksisitas fenitoin.

Efektivitas fenitoin dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat

golongan barbiturat, diazoksid, etanol, rifampisin, antasid, charcoal,

karbamazepin, teofilin, dan sukralfat. Fenitoin dapat menurunkan efektifitas

asetaminofen, kortikosteroid, dikumarol,disopiramid, doksisiklin, estrogen,

haloperidol, amiodaron, karbamazepin, glikosida jantung, kuinidin, teofilin,

methadon, metirapon, mexiletin, kontrasepsi oral, dan asam valproat.

Kategori keamanan pada kehamilan: D-Tidak aman untuk kehamilan

Peringatan: Diperlukan pemeriksaan hitung jenis dan analisis urin saat terapi

dimulai untuk mengetahui adanya diskrasia darah. Hentikan penggunaan bila ter-

dapat skin rash, kulit mengelupas, bulla dan purpura pada kulit. Infus yang cepat

dapat menyebabkan kematian karena henti jantung, ditandai oleh melebarnya

QRS. Hati-hati pada porfiria intermiten akut dan diabetes (karena meningkatkan

kadar gula darah). Hentikan penggunaan bila terdapat disfungsi hati.4

c. Diazepam

Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada

kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP

yang signifikan.

Dosis : 5 mg IV

Kontraindikasi: Hipersensitif pada diazepam, narrow-angle glaucoma

Interaksi: Pemberian bersama fenotiazin, barbiturat, alkohol dan MAOI

meningkatkan toksisitas benzodia-zepin pada SSP.

25

Page 25: Bab 2 Eklampsia

Kategori keamanan pada kehamilan: D-tidak aman digunakan pada wanita hamil

Peringatan : Dapat menyebabkan flebitis dan trombosis vena, jangan diberikan

bila IV line tidak aman; Dapat menyebabkan apnea pada ibu dan henti jantung

bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkan depresi nafas,

hipotonia dan nafsu makan yang buruk.4

2. Antihipertensi

Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan

adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan

diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-

100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama:

1. Menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan

dengan kejang, stroke dan emboli paru

2. Menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR,

placental abruption dan infark.

Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi

uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan

penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta.

Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume

intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif

pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan

perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus

dihindari.4

26

Page 26: Bab 2 Eklampsia

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi

adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih

kurang dapat diterima.

a. Hidralazin

Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi

dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah

ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat

mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia.

Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110

mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6

jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup

mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas

hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi

dengan indometasin. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki

penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-

pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus (biasanya pada

penggunaan kronik).

Kategori keamanan pada kehamilan: C - keamanan penggunaanya pada

wanita hamil belum pernah ditetapkan.

b. Labetalol

Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per

oral. Digunakan sebagai pe-ngobatan alternatif dari hidralazin pada penderita

27

Page 27: Bab 2 Eklampsia

eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipe-ngaruhi oleh pemberian

labetalol IV.

Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis

berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat

diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek

puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam.

Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru,

bradikardi, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif yang tidak

terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi:

Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium,

dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan

nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol

dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol de-ngan cara

menginduksi enzim mikrosomal. Peringatan: Hati-hati bila digunakan pada pasien

dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi

hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang

rendah.

Kategori keamanan pada kehamilan : C-keamanan penggunaanya pada

wanita hamil belum ditetapkan.

c. Nifedipin

Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi

kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral.

28

Page 28: Bab 2 Eklampsia

Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/

hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada

penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah,

termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan

toksisitas. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang

namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin

adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium.

Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus

yang terlacak memiliki detak jantung abnormal.

Kategori keamanan pada kehamilan: C - Keamanan penggunaannya pada

wanita hamil belum ditetapkan.

d. Klonidin

Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( beta 2-agonis). Obat ini

merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya

terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP.

Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2

mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah

sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek

samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik

kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat me-nimbulkan reaksi putus obat.

Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga.

Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat mening-katkan efek antihipertensi.

Pemberian bersamaan dengan -bloker dan atau glikosida jantung dapat

29

Page 29: Bab 2 Eklampsia

menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan

antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan

tekanan darah. Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan kelainan ritme jantung,

kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun

perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan

mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin.

Kategori keamanan pada kehamilan: C - keamanan penggunaannya pada

wanita hamil belum ditetapkan.4

3. Kortikosteroid

Pada pre-eklampsia berat kortikosteroid hanya diberikan pada kehamilan

preterm < 34 minggu dengan tujuan untuk mematangkan paru janin. Semua

kehamilan ≤ 34 minggu yang akan diakhiri diberikan kortikosteroid dalam bentuk

dexamethasone atau betamethasone.10

National Institute of Health (NIH, 2000) menganjurkan pemberian

kortikosteroid pada semua wanita dengan usia kehamilan 24-34 minggu yang

berisiko melahirkan preterm, termasuk penderita pre-eklampsia berat. Pemberian

betamethasone 12 mg intra-muskuler dua dosis dengan interval 24 jam, atau

pemberian dexamethasone 6 mg intra-vena empat dosis dengan interval 12 jam.10

J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah

beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada pre-eklampsia berat dan eklampsia :1

30

Page 30: Bab 2 Eklampsia

1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut

dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.

2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.

3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan

plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.

4. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia

5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

selama seminggu.

6. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit

jantung.

7. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada pre-eklampsia, eklamsi merupakan

akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk

eklampsia.

8. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.

9. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu

pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan

struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal

ginjal.

10. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat

kejangkejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular

Coogulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

31