BAB 2 Analisa Nutrisi Hirschprung
-
Upload
nurul-fahmi-rizka-laily -
Category
Documents
-
view
104 -
download
7
Transcript of BAB 2 Analisa Nutrisi Hirschprung
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Hirschprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecil Betz & Sowden: 2002)
Penyakit Hirschprung atau Mega Colon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki-laki daripada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000)
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel-sel ganglion di dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman & Vaughan, 1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya aneuron mienterikus dalam segmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani (Isselbacher, dkk 1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus (Ngastiyah, 2005:219)
2.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibahi menjadi 2, yaitu :
1. Penyakit Hirschprung Segmen Pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan70% dari
kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan padaanak laki- laki
dibanding anak perempuan.
2. Penyakit Hirshcprung Segmen Panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolonatau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempua
n.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Obstruksi fungsional dg kelainanpatologi utama tdk adanya sel2 ganglion, syaraf parasimpatis pada refleks fleksus
Mesentrikus dari kolom bagian distal
Persyarafan tidak sempurna pd bagian usus aganglionik
Peristaltikabnormal
Obstruksi fungsional
Meteorismus(kembung)
Perubahan pola eliminasi
konstipasi
Tdk ada refleks spinterani untuk membuka
Distensi abnomen & obstruksi rectum
Hypertrofi & dilatasi dindingUsus dg penimbunan gas &
feses yg banyak
cyanosis
AnoreksiaDan muntah
Perubahanrasa nyaman
Ekspansi paruTidak maksimal
Menekandigfragma
Kebutuhan O2 dlmJaringan berkurang
Perfusi jaringanmenurun
GangguanPemenuhan
Kebutuhan O2
PerubahanKebutuhan nutrisi
Kurang dr keb tubuh
Stegnasi fesesDalam rectum
Perubahan porsiBakteri
Dalam kolom
Pembusukanfeses
Diareparadoksal
PengeluaranSodium,
Potasium danCairan >>>
2.4 PATOFISIOLOGI
Aganglionik Megakolon
Tidak adanya sel ganglion parasimpatik (otot dinding distal kolon dan rectum)
Usus besar bagian bawah
Tidak adanya pergerakan Peristaltik usus
Penyempitan sampai proksimal (faeces dan gas)
Dinding usus yang menyempit tidak ditemukan gangguan para simpatiks aganglionosik
kongenital serabut sarafnya menebal dan serabut ototnya hipertrofik. Kelainan dapat dari
kolon sampai pada usus halus. Kontraksi usus yangg tidak teratur akan terjadi dibagian
yang menyempit sehingga kemampuan untuk mengeluarkan atau mendorong maju akan
menurun. Sehingga mekanium atau faeces lambat keluar. Perut kembung dan terjadi
muntah terlihat keluarnya kotoran dan gas yang menyemprot diikuti perutnya
mengempis.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit Hirshcprung menurut (Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa Neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak-anak
a. Kontipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Adanya fecal dapat dipalpasi
f. Gagal tumbuh
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia
PengeluaranSodium,
Potasium danCairan >>>
PotensialKomplikasiAsidosismetabolik
DevisitVolumecairan
HISCHSPRUNG
Colostomi
Frekwensi BAB <
Pembedahan
Sifat fase asam
Iritasi jaringanSekitar stoma
ResikoKerusakanIntegritas
kulit
ResikoDefisit
Volume cairan
Tdk adaKesempatanKolon untuk
absorbsi
ResikoPerdarahan
ResikoTinggi infeksiPertahanan
Pertama terganggu
Adanya luka baru(diskontinuitas jaringan)
Nyeri
2.7 KOMPLIKASI
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit Hirschprung yaitu gangguan elektrolit
dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah :
a. Pneumatosis Usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskmik
distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis Nekrotikans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan ada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses Perikolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia
kolon akibta distensi berlebihan pada dinding usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah atara lain :
a. Gawat Pernafasan (Akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru-paru sehingga mengganggu
ekspansi paru.
b. Enterokolitis (Akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis Striktura Ani
Gerakan musulus sfingter ani tak pernah megadakan gerakan kontraksi dan relaksasi
karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal
untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis,
eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat
anastomosis.
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
c. Entrokolitis pada segmen yang melebar.
d. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memeprlihatkan gambaran yang
jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal ini
terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan
diagnostik.
2. Biopsi isap rektum. Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata
ntuk menghindari daerah normal hipoganglionosis dipinggir anus. Biosi ini dilakukan
untuk memperlihatkan tidak adanya sel-sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf
intermuskular.
3. Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm diatas
garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel-sel ganglion di sub mukosa atau
pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum, pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik,
menunjukkan aganglionosis otot rektum
5. Manometri anorektal, dilakukan dengan distensi balon yang diletakkan di dalam
ampula rektum. Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani
interna pada pasien normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami
tekanan yang luar biasa.
6. Pmeriksaan colok anus, pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bahu dari tinja,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen, didasarkan pada adnya daerah peralihan antara kolon
proksimal yang melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang
lebih kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan
foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar atau gambaran obstruksi usus letak
rendah.
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit
Hirschprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 34 jam pertama setelah lahir, biasanya
ada keterlambatan.
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, diare.
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun.
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral.
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada
bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak: kemampuan beradapatasi dengan penyakit, mekanisme koping
yang digunakan.
b. Keluarga : respons emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,
penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit anaknya.
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobi, leukosit dan albumin juga perlu
ditambahkan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan
kurangnya asupan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan
anak.
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Perencanaan KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong
Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, distensi abdomen.
1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2. Pantau jumlah cairan kolostomi.
3. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
4. Berikan privasi untuk eliminasi.
5. Bila tekanan abdomen tidak adekuat untuk menuntaskan defekasi, dorong pasien untuk menggerakkan tubuh ke bagian atas.
1. Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.
2. Jumlah cairan yang kleuar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan.
3. Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi yang terganggu.
4. Untuk meningkatkan fungsi fisiologis.
5. Untuk membantu eliminasi.
2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteral atau peroral.
1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2. Pantau pemasukan makanan selama
1. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
2. Mengetahui keseimbangan nutrisi
perawatan
3. Pantau atau timbang berat badan
4. Tentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untk mendapatkan makanan tersebut. Tawarkan makanan yang merangsang indra penciuman, penglihatan, dan taktil.
5. Tawarkan suplemen tinggi kalori dan protein, seperti susu kocok, puding, atau es krim.
6. Sajikan makanan yang membutuhkan sedikit dikerat atau dikunyah.
7. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan.
8. Dengan beberapa pasien, mulai dengan cairan bergizi dan secara bertahap dikenalkan pada
sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
3. Untuk mengetahui perubahan berat badan.
4. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
5. Makanan tersebut mencegah kerusakan protein tubuh dan memberikan kalori energi.
6. Untuk membantu mencegah malingering pada saat makan.
7. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
8. Pasien yang mengalami malnutrisi berat mungkin tidak dapat mengunyah makanan padat segera.
makanan padat.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan adanya distensi abdomenKebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan polsa tidur.
1. Kaji terhadap tanda nyeri.
2. Berikan tindakan kenyamanan: menggendong suara halus, ketenangan.
3. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)
4. Berikan obat analgesik sesuai program.
5. Atur periode istirahat tanpa terganggu.
6. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan gunakan bantal untuk
1. Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya.
2. Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien.
4. Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada sistem saraf pusat.
5. Tindakan ini meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan peningkatan tingkat energi yang penting untuk pengurangan nyeri.
6. Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk mendistribusikan
membebat atau menyokong daerah yang sakit bila diperlukan.
kembali tekanan pada bagian tubuh.
4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi ileostomi.
Diharapkan kulit bebas dari luka dan pasien mengekspresikan keinginannya untuk berpartispasi dalam pencegahan luka.
1. Kaji keadaan luka
2. Hindari penggunaan bahan-bahan pengering (lampu pemanas, susu magnesia)
3. Tutupi luka dengan balutan steril yang dapat memelihara kelembaban di sekitar lingkungan.
1. Memantau adanya tanda-tanda kerusakan kulit.
2. Kelembaban berpengaruh terhadap kecepatan epitelisasi dan jumlah pembentukan jaringan parut.
3. Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi penyembuhan yang cepat.
5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit dan pelaksanaan diet.
Diharapakan pengetahuan pasien tentang penyakitnya lebih adekuat.
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit dan pembedahan yang dialami pasien.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat-obatan pada keluarga pasien dan jelaskan semua prosedur yang
1. Untuk menambah pemahaman dan mengurangi rasa takut.
2. Untuk menaikkan pengajaran tentang perawatan kolostomi dan menaikkan penerimaan anak terhadap perubahan tubuh.
akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
3. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi, contoh mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.
4. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
5. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pemabatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan.
6. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri; edema/eritema luka, adanya drainase, demam.
3. Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
4. Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan perasaan sehat, dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.
5. Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
6. Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius contoh lambatnya penyembuhan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Saat usia 1 hari (tanggal 5 Oktober 2002) An. C kembung, selanjutnya dibawa ke RSCM
dari RS Bina Husada didiagnosis morbus hirscprung (MH), diberi obat minum tak ada
perbaikan. Usia 3 hari dilakukan laparatomi eksisi pda zona transisi pada ileum terminal
dilakukan ileostomi (biopsy colon sigmoid). Hasil PA menunjukkan tidak ditemukan
ganglion myenteric auerbach. Selanjutnya hasil PA tanggal 1 April 2010 menunjukkan
morbus hirchprung total colonic aganglionic. Pasien telah dilakukan pengambilan
seluruh colon dan terpasang colostomi serta ileostomi. Pada ileostomi didapatkan
produksi feses. Saat ini pasien datang untuk dilakukan operasi lanjutan untuk penutupan
ileostomi. Pada hari pertama post op didapatkan residu NGT berwarna hijau pekat, pada
H+3 operasi, cairan lambung mulai jernih. Anak mendapat makanan cair dengan kalori 1
kkal/ml. Anak merasa takut jahitannya jebol, jadi anak tidak mau menghabiskan dietnya.
3.2 ANALISA KASUS
1. Usia 3 hari dilakukan laparatomi eksisi pda zona transisi pada ileum terminal
dilakukan ileostomi (biopsy colon sigmoid).
Analisa : indikasi pelaksanaan laparotomi
1. Trauma
abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritoniti
s
3. Perdarah
an saluran pencernaan.
4. Sumbata
n pada usus halus dan usus besar.
5. Masa
pada abdomen
Indikasi adanya massa pada abdomen sehingga dilakukan tindakan laparotomi yang
berlanjut dengan pembuatan ileostomi untuk mempermudah peristaltic pada usus.
2. Pasien telah dilakukan pengambilan selruh colon dan terpasang colostomi serta
ileostomi.
Analisa : pengambilan seluruh kolon mengurangi adanya infeksi yang disebabkan
penumpukan feses pada kolon yang di akibatkan tidak adanya peristaltic usus.
Terpasangnya kolostomi post operasi pada hirsprung dapat menurunkan frekuensi
BAB. Dampak buruk dari pemasangan kolostomi adalah sifat feses menjadi asam
sehingga dapat menyebabkan iritasi jaringan di sekitar stoma yang menyebabkan
resiko kerusakan integritas kulit, kedua adalah tidak adanya kesempatan kolon untuk
absorpsi sehingga dapat menyebabkan resiko defisit volume cairan, ketiga adanya
luka baru (diskontinuitas jaringan ) sehingga menyebabkan resiko perdarahan, nyeri,
resiko tinggi infeksi
3. Pada ileostomi didapatkan produksi feses. Saat ini pasien dating untuk dilakukan
operasi lanjutan untuk penutupan ileostomi.
Analisa : jika ditemukan produksi feses pada ileostomi maka kerja ileum sudah
kembali normal sehingga penutupan ileostomi dapat dilakukan.
4. Pada hari pertama post op didapatkan residu NGT berwarna hijau pekat.
Analisa :
5. Pada H+3 operasi, cairan lambung mulai jernih.
Analisa : cairan lambung sudah kembali normal. Normalnya cairan lambung adala
warna jernih.
6. Anak mendapat makanan cair dengan kalori 1 kkal/ml
Analisa : Pemberian makanan enteral lebih awal selama trauma dpt mencegah atropi
mukosa dan mengurangi komplikasi. Alasan pemasangan pipa nasogastrik : Pasien
sadar dgn reflek batuk dan menelan yg utuh dpt menerima makanan secara
intragastrik, Lambung merupakan tempat terbaik untuk pemberian makanan dgn
hiperosmolar dan infus yg konstan, Tinggikan bagian kepala sampai 30°. Kalori
merupakan satuan panas dlm metabolisme dan dipakai utk menyatakan besarnya
energi yg terkandung dlm bahan makanan. 1 Kal (= 1 kilokalori atau 1 kkal) adalah
jumlah panas yg diperlukan utk menaikkan suhu 1 kg air dr 14,5 °C mjd 15,5 °C .
Scr garis besar penggunaan energi rata-rata pd anak 6 – 12 th adalah :
a. Utk metabolisme basal 50%
b. Pertumbuhan 12%
c. Aktivitas jasmani 25%
d. Pembuangan melalui tinja sbg lemak yg tdk terpakai sebesar 8 – 10%
7. Anak merasa takut jahitannya jebol, jadi anak tidak mau menghabiskan dietnya.
Analisa : kurangnya pengetahuan pada pasien tentang tatalaksana pemberian diet
dan efek dari pemberian diet tersebut.
3.3 ANALISA DATA
SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEMDs : -Do : terdapat ileostomi pada perut pasien dan sudah didapatkan feses pada ileostomi.
spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi
Ds : -Do : A : -B : -C : hasil PA 1-4-2010 menunjukkan morbus hirsprung total colonic aganglionic.D : pasien mendapatkan diet makanan cair lewat NGT 1 kkal/ml tetapi pasien tidak menghabiskannya. Terpasang NGT dan ditemukan cairan berwarna hijau pada residu NGT.
intake yang inadekuat (anoreksia).
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ds: pasien mengatakan tidak menghabiskan diet karena takut jahitannya jebol.Do: pasien terlihat cemas dan tidak mengetahui tentang tatalaksana diet.
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pelaksanaan diet
Kurang pengetahuan
Ds: pasien merasa perutnya penuh.Do : P:Q:R: S: T:perut pasien terlihat
adanya distensi abdomen. Gangguan rasa nyaman : nyeri
kembung, pasien mengatakan skala nyeri 8 (1-10). Ds: -Do: dilakukan penutupan ileostomi setelah ditemukan feses pada ileostomi.
Luka post operasi ileostomi Gangguan integritas kulit
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dengan
tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat (anoreksia).
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi ileostomi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit dan pelaksanaan diet.
3.5 INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Perencanaan KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong
Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, distensi abdomen.
1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2. Pantau jumlah cairan kolostomi.
3. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
4. Berikan privasi untuk eliminasi.
5. Bila tekanan abdomen tidak adekuat untuk menuntaskan defekasi, dorong pasien untuk menggerakkan tubuh ke bagian atas.
1. Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.
2. Jumlah cairan yang kleuar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan.
3. Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi yang terganggu.
4. Untuk meningkatkan fungsi fisiologis.
5. Untuk membantu eliminasi.
2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteral atau peroral.
1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2. Pantau pemasukan
1. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
2. Mengetahui
makanan selama perawatan
3. Pantau atau timbang berat badan
4. Tentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untk mendapatkan makanan tersebut. Tawarkan makanan yang merangsang indra penciuman, penglihatan, dan taktil.
5. Tawarkan suplemen tinggi kalori dan protein, seperti susu kocok, puding, atau es krim.
6. Sajikan makanan yang membutuhkan sedikit dikerat atau dikunyah.
7. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan.
8. Dengan beberapa pasien, mulai dengan cairan bergizi dan secara bertahap
keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
3. Untuk mengetahui perubahan berat badan.
4. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
5. Makanan tersebut mencegah kerusakan protein tubuh dan memberikan kalori energi.
6. Untuk membantu mencegah malingering pada saat makan.
7. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
8. Pasien yang mengalami malnutrisi berat mungkin tidak dapat mengunyah makanan padat segera.
dikenalkan pada makanan padat.
3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen
Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan polsa tidur.
1. Kaji terhadap tanda nyeri.
2. Berikan tindakan kenyamanan: menggendong suara halus, ketenangan.
3. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)
4. Berikan obat analgesik sesuai program.
5. Atur periode istirahat tanpa terganggu.
6. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan
1. Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya.
2. Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien.
4. Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada sistem saraf pusat.
5. Tindakan ini meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan peningkatan tingkat energi yang penting untuk pengurangan nyeri.
6. Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk
gunakan bantal untuk membebat atau menyokong daerah yang sakit bila diperlukan.
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh.
4 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi ileostomi.
Diharapkan kulit bebas dari luka dan pasien mengekspresikan keinginannya untuk berpartispasi dalam pencegahan luka.
1. Observasi area kulit peristomal setiap penggantian kantong, bersihkan dengan air dan keringkan. Catat iritasi, kemerahan (warna gelap atau kebiru-biruan)
2. Ukur stoma secara periodik, selama 6 minggu pertama dan sebulan selama 6bulan.
3. Berikan pelindung kulit yang efektif.
4. Sokong kulit sekitar bila mengangkat kantong lakukan dengan perlahan, kemudian cuci dengan baik.
5. Observasi keluhan nyeri rasa terbakar, gatal, melepuh
1. Memantau proses penyembuhan mengidentifikasi masalah dan mencegah kerusakan kulit.
2. Sesuai dengan penyembuhan edema pasca operasi, ukuran kantong harus tepat sehingga feses terkumpul dan kontak dengan kulit dapat dicegah.
3. Melindungi kulit dari perekat kantong.
4. Mencegah iritasi jaringan atau kerusakan.
5. Antisipasi terhadap infeksi kandida yang memerlukan
disekitar stoma. intervensi.5 Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakit dan pelaksanaan diet.
Diharapakan pengetahuan pasien tentang penyakitnya lebih adekuat.
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit dan pembedahan yang dialami pasien.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat-obatan pada keluarga pasien dan jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
3. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi, contoh mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.
4. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
5. Diskusikan
1. Untuk menambah pemahaman dan mengurangi rasa takut.
2. Untuk menaikkan pengajaran tentang perawatan kolostomi dan menaikkan penerimaan anak terhadap perubahan tubuh.
3. Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
4. Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan perasaan sehat, dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.
5. Pemahaman meningkatkan kerja
perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pemabatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan.
6. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri; edema/eritema luka, adanya drainase, demam.
sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
6. Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius contoh lambatnya penyembuhan.
3.6 TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
No Waktu Tgl
/ jam
Tindakan Para
f
Waktu Tgl
/ jam
Catatan Perkembangan (SOAP) Paraf
1 9-10-2012
13.00-
21.00
a. Bina hubungan saling percaya
b. Mengevaluasi cairan yang dikeluarkan
NGT
c. Menganjurkan untuk makan sesuai diet
yang diberikan pada pasien.
d. Memantau porsi makan pasien.
e. Menganjurkan pasien untuk makan
sedikit tapi sering.
NN 9-10-2012
22.00
S : : pasien mengatakan jahitannya jebol jika banyak makan.O : A : -B : -C : hasil PA 1-4-2010 menunjukkan morbus hirsprung total colonic aganglionic.D : pasien mendapatkan diet makanan cair lewat NGT 1 kkal/ml tetapi pasien tidak menghabiskannya.A : Masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan dengan pemantauan BB pasien.
f. Memantau istirahat pasien.
2 10-10-
2012
07.00-
13.00
a. Bina hubungan saling percaya
b. Mengkaji kantong ileostomi
c. Mengeluarkan hasil residu
d. Mengganti kantong
NN 10-10-
2012
14.00
S : -O : residu berwarna pekat pada H+3 operasi, cairan lambung mulai jernih. A : Masalah teratasiP : Intervensi dilanjutkan dengan penutupan ileostomi
3 11-10-
2012
07.00-
13.00
a. Mengkaji tanda nyeri
b. Memberikan tindakan kenyamanan:
menggendong, suara halus, ketenangan.
c. Berikan obat analgesik sesuai program.
d. Mengajarkan teknik nafas dalam dan
mengajarkan prangtua agar sering
mengajaknya bermain.
NN 11-10-
2012
14.00
S : pasien mengatakan kembung sudah berkurang dan skala nyeri menjadi 4 (1-10)O : pasien terlihat agak nyaman dan keluhan berkurang.A : Masalah teratasiP : Intervensi dihentikan
4 12-10-
2012
07.00-
13.00
a. Mengobservasi area peristomal.’
b. Mengukur stoma secara periodik.
c. Meberikan pelindung kulit yang efektif.
d. Menyokong kulit sekitar luka.
e. Mengobservasi rasa nyeri.
NN 12-10-
2012
14.00
5 13-10-
2012
07.00-
13.00
a. Menjelaskan tentang proses penyakit,
diet, perawatan
b. Menjelaskan semua prosedur yang akan
NN 12-10-
2012
14.00
dilaksanakan.
c. Mengakaji ulang pemabatasan aktivitas
pascaoperasi.
d. Mendorong aktivitas pasien sesuai
toleransi.
e. Mendiskusikan perawatan insisi
termasuk mengganti pembalutan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Pada kasus ini didapatkan 3 diagnosa keperawatan ada nutrisi, yaitu :
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan d spastis usus dengan
tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat (anoreksia).
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta :EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak , buku 2. Jakarta :Salemba
Carpenito, Linda Jual. 2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC