BAB 2 ALO

28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Odem paru akut atau ALO Odem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (odem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (odem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Odema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika odema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat. Odema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru- paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi. Penyebab yang tersering dari odema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Odema paru-

description

BAB 2 ALO

Transcript of BAB 2 ALO

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Odem paru akut atau ALO Odem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (odem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (odem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.Odema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika odema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat. Odema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi.Penyebab yang tersering dari odema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Odema paru-paru yang disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga odemaparukardiogenik, sedangkan odema paru yang disebabkan selain kelainan jantung disebut odema paru non kardiogenik.

2.2 Anatomi dan FisiologisSecara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam ronggahidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakusalveolaristerminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam hukum starling.

2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus1. Odem paru non kardiogenikOdema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun odema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya odema paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai berikut : a. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)1) Secara langsung a) Aspirasi asam lambungb) Tenggelamc) Kontusio parud) Pnemonia berate) Emboli lemakf) Emboli cairan amniong) Inhalasi bahan kimiah) Keracunan oksigen2) Tidak langsunga) Sepsisb) Trauma beratc) Syok hipovolemikd) Transfusi darah berulange) Luka bakarf) Pankreatitisg) Koagulasi intravaskular diseminatah) Anafilaksisb. Peningkatan tekanan kapiler paruSindrom kongesti vena Pemberian cairan yang berlebih Transfusi darah Gagal ginjal1. Odema paru neurogenik2. Odema paru karena ketinggian tempat (Altitude)4. Penurunan tekanan onkotik1. Sindrom nefrotik2. Malnutrisi5. HiponatremiaPeningkatan Permeabilitas KapilerOdema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Odema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory distress syndrome (ARDS)(9,15,16).Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan odema paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti odema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi odema paru(9).Pada tahap awal terjadinya odema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada odema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibatpeningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik odema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal) (9,15,16,19).Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya odema paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan yang teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja, dan jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga cepat menimbulkan odema paru(9).Tenggelam (near drowning). Odema paru dapat terjadi pada mereka yang selamat dari tenggelam dari air tawar atau air laut. Autopsi penderita yang tidak bisa diselamatkan menunjukan perubahan patologis paru yang sama dengan perubahan pada odema paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam korban biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar adalah hipotonis, dan air laut adalah hipertonis relatif terhadap darah, yang menyebabkan pergerakan cairan melalui membran alveolar-kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru. Resultante perubahan konsentrasi elektrolit dalam darah sebanding dengan volume cairan yang diabsorpsi(10,19).Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, odema paru pada infeksi paru menunjukan perubahan yang sama dengan odema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi inflamasi sehingga mengakibatkan kerusakan endotel (10).Emboli lemak. Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat ini masih belum jelas. Lemak netral yang mengemboli paru jelas berasal dari lemak dalam sumsum tulang yang dilepaskan oleh tenaga mekanik. Mungkin triolein dari lemak netral sebagian dihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh lipoprotein lipase dalam paru, dan kerusakan utama pada paru disebabkan oleh asam lemak bebas. Namun demikian, sebagian kerusakan paru mungkin terjadi melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh embolisasi, trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi, atau koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Apa pun penyebabnya, gambaran histologisnya sama dengan odema paru karena peningkatan permeabilitas, dengan gambaran tambahan berupa globul lemak dalam pembuluh darah kecil dan lemak bebas dalam ruang alveolar. Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus patah tulang panjang, terutama femur atau tibia(10).Inhalasi bahan kimia toksik. Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti yang disebabkan oleh inhalasi asap. Odema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer, pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah chloroform dan gas fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada konsentrasi tertentu menyebabkan odema paru-paru akibat adanya gangguan keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas pembuluh darah (10,20).Keracunanoksigen. Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru. Odema paru dapat terjadi 24 72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan secarahistologis mirip dengan odema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan dini yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan odema yang berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi sebelum tampak kerusakan endotel(9).Sepsis. Septikemia karena basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting odema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru(9).Inhalasi asap dan luka bakar saluran napas. Kerusakan saluran napas telah lama diketahui menjadi penyebab mortalitas utama pada penderita luka bakar dan sekarang jelas bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga menjadi penyebab kematian utama. Jenis kerusakan saluran napas tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan zat kimia yang terkandung di dalam asap yang ditimbulkan (3).Pankreatitis. Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya odema paru. Tingginya konsentrasi protein cairan odema menyokong diagnosis ini (9,19).Sindrom Kongesti VenaPeningkatan tekanan kapiler paru dan odema paru dapat terjadi pada penderita dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Ekspansi volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena, karena vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri(terjadi retensi air). Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih lanjut(9,10),Sindrom kongesti vena (fluidoverload) ini sering terjadi pada penderita dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan, terjadilah odema paru. Keadaan ini sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory distress syndrome)(9).Odem Paru NeurogenikKeadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala, kejang-kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak. Diduga dasar mekanisme odema paru neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat penyebab di atas) yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan compliance ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan pengisian ventrikel kiri tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah odema paru. (10,19).Pada penderita dengan trauma kepala, odema paru dapat terjadi dalam waktu singkat. Mekanisme neurogenik mungkin dapat menjelaskan terjadinya odema paru pada penderita pemakai heroin(10,18).Odem Paru Karena Ketinggian TempatPenyakit ini secara khas menyerang orang-orang muda yang berada pada ketinggian di atas 2700 meter (9000 kaki). Penyebab keadaan ini tidak diketahui, diduga mekanismenya adalahhipoksia karena ketinggian menyebabkan vasokontriksi arteriole paru dan kegiatan yang berlebih (exercise) merangsang peningkatan kardiak output dan peningkatan tekanan arteri pulmonal, akibatnya terjadilah odema paru (10,11,19).Gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah batuk, napas pendek, muntah-muntah dan perasaan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut terjadi dalam 6 36 jam setelah tiba di tempat yang tinggi (10,11,19).Tidak semua orang menderita penyakit ini, bahkan orang-orang yang terkena penyakit ini pun tidak mendapatkan gejala-gejala setiap kali terkena pengaruh tempat tinggi itu. Kesembuhan dapat terjadi dalam waktu 48 jam serta selanjutnya penderita dapat tetap bertempat tinggal di tempat tinggi tanpa gejala-gejala. Pengobatan suportif dapat diberikan bila ada indikasi (10,11,19).Bagaimanapun penyakit ini dapat kambuh kembali setelah penderita kembali ke daerah yang letaknya tinggi, setelah berkunjung meski singkat ke daerah yang terletak lebih rendah.(10,11,19).Odem Paru Karena Sindrom NefrotikWalaupun odema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan tanda yang paling variabel di antara gambaran terpenting sindroma nefrotik, terutama odema paru(10,15).

Mekanisme terbentuknya odema sangat kompleks; beberapa faktor adalah: (1) Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum; bertanggungjawabterhadap pergeseran cairan ekstraselular dari kompartemen intra-vaskular ke dalam interstisial dengan timbulnya odema dan penurunan volume intravaskular. (2) Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorpsi tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti secara lengkap, tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekskresi renin dan sekresi aldosteron. (3) Retensi air(8,15).Penurunan tekanan koloid osmotik plasma dan retensi seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya odema pada sindrom nefrotik. Untuk timbulnya odema harus ada retensi air(15).Pengobatan odema paru akibat sindrom nefrotik ditujukan pada penyakit dasarnya. Pengobatan suportif diberikan bila ada indikasi(9,15).Odem Paru Karena MalnutrisiPrinsip mekanisme terjadinya odema paru pada malnutrisi hampir sama dengan sindrom nefrotik. Hipoproteinemia merupakan dasar terjadinya odema (8,15).Aktivitas yang BerlebihanPada penelitian yang dilakukan Ayus JC dan kawan-kawan pada pelari maraton terdapat 18% dari 605 pelari marathon yang mengalami odema paru akibat hiponatremia. Mekanisme ini disimpulkan bahwa pada saat aktivitas meningkat (maraton) terjadi pengeluaran natrium melalui air keringat, sehingga tubuh kekurangan natrium. Setelah selesai melakukan aktivitas tubuh berusaha melakukan homeostatis, dengan mensekresikan ADH dan terjadilah retensi air. Akibatnya terjadilah odema paru.(21).2.4 Patofisiologi dan PatogenesisPada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein (10,11)Terdapat dua mekanisme terjadinya odem paru (1):1. Membran kapiler alveoliOdem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) df(Iiv-Iint)]Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisialPiv = tekanan hidrostatik intravaskularPint = tekanan hidrostatik interstisialIiv = tekanan osmotik koloid intravaskularIint = tekanan osmotik koloid interstisialDf = koefisien refleksi proteinKf = kondukstan hidraulik2. Sistem LimfatikSistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi odema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya odem. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya odema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi (1,4)Odem Paru KardiogenikOdem paru kardiogenik atau odem volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan odem ayng meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dantekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan odema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan odem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut (3,4)- meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung- hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kanan melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri- insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi jantung.Penghapusan cairan odem dari ruang udara paru tergantung pada transpor aktif natrium dan klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara aktif ditranspor keluar ke ruang instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang terletak pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan saluran air yang ditemukan terutama pada epitel alveolar sel tipe I (3,4)Odem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini didefinisikan sebagai munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal (1,3,4)Secara patofisiologi odem paru kardiogenik ditandai dengan transudai cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas (1,3,4)Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup (1,3,4)Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, odem interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks nronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea (1,2,4)Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari odem paru tersebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal. Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi cairan. Walaupun hiperkapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakinmemburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin yang telah diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan, apabila akan dipergunakan harus dengan pemantau yang ketat (1,3,4)Odem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaliknya odem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan odem paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan odem tergantung pada luasnya odem interstisial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar (1,4,5).2.5. Manifestasi KlinisGejala paling umum dari pulmonary odem adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary odem akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan (3,4,5,23).Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary odem. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, seperti rales atau crakles (suara-suaramendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas (3,4,22).Manifestasi klinis odem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium (23):Stadium 1Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.Stadium 2Pada stadium ini terjadi odem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.Stadium 3Pada stadium ini terjadi odem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right to left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acuterespiratory acidemia. Pada leadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (Ingram dan Braunwald,1988).Odem paru yang terjadi setelah infark miokard akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi odem paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxgenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi odem paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler. Pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan odem paru, tekanan kapiler parunya normal. Hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan odem secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolus kapiler parus ekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang reendah seperti pada cardiogenic shock lung.Odem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal. European Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi yaitu (4,5,24) :ESC 1 : Acute decompensated Heart FailureESC 2 : Hypertensive acute heart failureESC 3 : Pulmonary oodemaESC 4 : Cardiiogenik shockESC 5 : High output failure AHF pada sepsisESC 6 : Right heart failurBila odem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaiknya, odem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkaan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan odem paru nonkardiogenik memiliki kadar protein kadar proein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi cairan odem ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke dalam paru dan kecepaan cairan tersebu dikeluarkan dari alveoli dan interstisial (4,5,24).2.6 DiagnosisTampilan klinis odem paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai beberapa kemiripan.AnamnesisAnamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa odem paru, misalnya adanya riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik. Odem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam (1,5).Khas pada odem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis.(2,3,4,5,6,18,19,20).2.6.1 Pemeriksaan FisikPemeriksaan FisikTerdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga odem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada odem paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada(4).2.6.2 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi odem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai odem paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengansensitifitas 91% dan spesifitas 93% (Lorraine et al) . Richard dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan LV filling pressure (pasquate 2004). Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu tes diagnosis untuk menegakkan gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukan bahwa pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal jantung dari penyakit penyakit lainnya.RadiologiPada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat odema instrestisial atau alveolar seperti pada gambaran ilustrasi (Cremers 2010, harun n saly 2009). Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85% ditemukan 80% pada kasus odem paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax telentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan adanay overload cairan (6).Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang dari perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang menggambarkan adanya odem septum interlobuler. Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah (6).Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan odem paru kardiogenik dan odem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa odem tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film (10,22).