bab 1.docx

download bab 1.docx

of 8

Transcript of bab 1.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang PermasalahanGizi merupakan unsur yang penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, mengingat zat gizi berfungsi menghasilkan energi, membangun dan memilihara jaringan, serta mengatur proses kehidupan dalam tubuh. Selain itu gizi berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Waryana, 2010). Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini akan berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak (Sastomo, 2008).Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap gizi kurang, pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi. Kejadian gizi buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Pada kasus gizi kurang, akan lebih rentan terhadap infeksi akibat menurunnya kekebalan tubuh terhadap invasi patogen. Pertumbuhan yang baik dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan kesehatan yang baik pula. Sebaliknya, pertumbuhan fisik yang terhambat biasanya disertai dengan status imunologi yang rendah sehingga mudah terkena penyakit (Sastomo, 2008).ISPA lebih sering menyerang pada balita, hal ini kemungkinan berhubungan erat dengan permasalahan daya tahan tubuh bayi yang masih belum terlalu kuat dibandingkan dewasa. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Sedangkan jika keadaan gizi menjadi buruk, maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun sehingga kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri dari serangan infeksi pun akan menurun. Kejadian ini disebabkan akibat proses pembentukan antibodi yang terganggu atau terhambat dan akhirnya produksi dari antibodi ini akan menurun. Penurunan ini mengakibatkan tubuh lebih rentan atau mudah terkena infeksi. Maka keadaan gizi buruk dan kejadian ISPA sering kali bekerja sama dan menumbuhkan prognosis yang buruk (Heriana, 2005).Menurut World Health Organization (WHO) lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi buruk, 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, di mana ISPA (pneumonia) merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh empat juta anak balita setiap tahun (Sofyan, I. 2015).Hasil survei oleh South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS)tahun 2012 terhadap sembilan Negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Srilanka, Myanmar, dan Timor Leste) menyatakan, gizi buruk di Indonesia masih menjadi masalah utama. Indonesia menempati di urutan kelima di Asia untuk gizi buruk balita terbanyak yakni 28%. Sementara ISPA merupakan penyebab utama kematian bayi di Asia, Sebanyak 2,1 juta balita meninggal karena ISPA, berdasarakan data pada tingkat regional Asia Tenggara 2002 2010 adalah 19 % episode batuk pilek pada balita menderita ISPA tersebut merupakan pneumonia Berat.(Suryadi, 2013).Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI tahun 2011, Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 % dari 23 juta jiwa balita Indonesia,. Sementara penderita ISPA tercatat mencapai 18.790.481 kasus balita dengan 756.577 kasus balita lainya menderita pneumonia (Ritzki, A. 2012)Pada Tahun 2010 jumlah penderita gizi buruk di Kalimantan Selatan Mencapai 87 kasus balita, dan bertambah menjadi 115 kasus pada tahun 2011. Sementara cakupan penderita ISPA balita pada awal tahun 2010 sampai dengan 2012 di Provinsi Kalimantan Selatan mencapai 96.134 penderita pada balita, yang mana rata rata 14.000 kasus perbulan nya pada tahun 2010, hingga menjadi 22.000 kasus perbulannya pada tahun 2012 (Werdiono, D. 2012).Kemudian data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru menyebutkan tahun 2014 balita dengan gizi buruk sebanyak 32 kasus, dengan angka kejadian ISPA sebanyak 10.721 kasus balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru 2015)Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru dari tanggal 21 sampai dengan tanggal 25 April 2015, data yang didapat dari Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2014 samapai dengan bulan April 2015, didapatkan jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan sebanyak 538 balita. Sedangkan yang menderita gizi buruk tahun 2014 sebanyak 3,3% atau 18 balita , dan meningkat menjadi 4,3% atau 23 balita pada bulan April 2015, yang mana Laki laki 2,4 %, dan perempuan 1,8%. Dengan angka kejadian ISPA sebanyak 646 kasus pada tahun 2014, dan 477 kasus ISPA pada bulan Januari sampai dengan April 2015. Serta pneumonia sebanyak 4 balita tahun 2014 (Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru 2015).Hal inilah yang mendasari peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di wilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015.

1.2. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah yaitu Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita di wilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian1.3.1Tujuan UmumUntuk menganalisa hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita diwilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten tahun 2015.1.3.2Tujuan Khususa. Mengidentifikasi status gizi pada balita diwilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015.b. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Pukesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015.c. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1.Bagi Institusi Pendidikan STIKES Darul Azhar Batulicin. Sebagai masukan untuk dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran khususnya yang terkait dengan hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita.

1.4.2.Bagi Institusi Puskemas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru.Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang hubungan antara keadaan status gizi balita yang memeriksakan dirinya di Puskesmas Marabatuan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru tahun 2015 dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut. Dan informasi tersebut, dapat dijadikan bahan pertimbangan serta pemikiran dalam pentingnya menjaga keadaan status gizi yang baik dan pencegahan terkenanya infeksi saluran pernafasan akut pada balita.1.4.3. Bagi PenelitiMenambah wawasan dan pengetahunan peneliti dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan dan dapat diaplikasikan kepada diri sendiri dan masyarakat, serta menjadi acuan maupun referensi untuk penelitian selanjutnya.1.4.4. Bagi PembacaHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi bagi pembaca berkaitan dengan hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada balita.

4

1.5. 1

1.6. Keaslian Penelitian1.5.1 Jurnal NasionalTabel 1.1Keaslian Penelitian Jurnal NasionalNoNama Peneliti (Tahun)Judul PenelitianHasil PenelitianPerbedaan

Persamaan

1.Asmidayanti S (2012)Hubungan Status Gizi dengan Morbiditas ISPA Anak Usia Balita di Kecamatan Danau Kerinci Kabupaten KerinciAda hubungan yang signifikan yaitu p = 0,01 (CL: 95%, p