Bab 13 PO.docx
-
Upload
nyi-ayu-vandea -
Category
Documents
-
view
253 -
download
1
Transcript of Bab 13 PO.docx
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkatNyalah
penulis dapat menyelesaikan short paper yang berjudul “ Isu – isu Kontemporer dalam
Kepemimpinan “.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk memaparkan mengenai kepemimpina,
pendekatan inspirational terhadap kepemimpinan, dan tantangan dalam kepemimpinan . Dan
pada bagian akhirnya penulis akan mencoba untuk menyimpulkannya.
Penulis sudah mencoba untuk menulis makalah ini dengan mengerjakan dan
menampilkan yang terbaik yang bias penulis lakukan. Seperti kata pepatah “tak ada gading yang
tak retak” maka demikian juga dengan short paper ini yang tak luput dari kesalah maupun
kekurangan. Oleh karena itu penulis terlebih dahulu meminta maaf terhadap segala kekurangan
dan kesilapan baik dalam penulisan maupun penggunaan kata-kata dalam short paper ini. Terima
kasih.
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan makalah ini merupakan pemaparan mengenai Perrilaku Organisasi untuk Isu –
isu Kontemporer dalam Kepemimpinan, yang diambil dari beberapa sumber. salah satu
sumber yang paling banyak digunakan adalah buku Perilaku Organisasi, 12th ed Karangan
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Pembahasan khusus tentang metodologi yang
dipaparkan oleh penulis dalam bukunya dianggap penting karena teori – teori dan
pemahaman itu menyadarkan kita akan adanya hambatan-hambatan dalam upaya pencarian
pengetahuan dan menunjukkan pada kita cara-cara mengatasi hambatan-hambatan itu.
Sumber lain yang digunakan juga berbagai sumber-sumber dari internet lainnya.
Penulisan makalah ini, penulis akan mencoba memaparkan Bentuk dan Sifat Penelitian
Qualitatif: makna dan fungsinya tentu merupakan kajian yang termasuk dalam “Disiplin dan
Metodologi” yang penulis ulas secara gamblang dalam bukunya. Harapannya, penulisan
makalah yang penulis tulis ini dapat mengulas bahasan kali ini dengan jelas dan tepat tanpa
mengurangi esensi dari tulisan dari berbagai sumber yang telah digunakan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan
1. Memberikan penjelasa mengenai isu – isu kontemporer dalam kepemimpinan.
2. Mendeskripsikan jenis-jenis pendekatan inspirational dalam kepemimpinan.
3. Memahami prinsip – prinsip dasar dalam kepemimpinan.
Manfaat penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi yang
membutuhkan dan bagi mahasiswa Akuntansi khususnya. Penulis mengaharapkan tulisan ini
bisa menjadi suatu pemaparan yang dapat menjelaskan metodologi penelitian ilmiah dalam
ilmu Sistem Informasi Auntansi bagi mahasiswa.
1.3 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode qualitative research. Dalam pengumpulan data-data
dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan (library research), dengan
merujuk kepada artikel, buku-buku, internet, dan berita-berita media yang relevan. Dalam
pengumpulan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada data-data dari internet dan
buku-buku, karena keterbatasan enulis dalam mencari data-data yang original.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini penulis memaparkan latar belakang, tujuan dan
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : ISI
Pada bagian isi, penulis akan memaparkan Bentuk dan Sifat Penelitian
Qualitatif
PENUTUP : KESIMPULAN
Pada bagian penutup penulis akan menutup makalah ini dengan kesimpulan-
kesimpulan yang tetap mengacu kepada isi makalah tersebut.
BAB II
ISI
2.1 Pembingkaian : Menggunakan Kata-kata untuk membingkai Makna dan
Memberikan Inspirasi Kepada Orang Lain
Pembingkaian (framing) adalah suatu cara menggunakan bahasa untuk mengelola makna.
Ini merupakan cara pemimpin untuk mempengaruhi bagaimana suatu kejadian harus dilihat atau
dipahami. Pembingkaian melibatkan pemilihan dan penekanan satu atau lebih aspek dari suatu
subjek dengan mengabaikan yang lain. Pembingkaian bisa dikatakan sama dengan apa yang
dilihat oleh seseorang fotografer. Dunia visual yang ada pada dasarnya bersifat ambigu. Pada
saat si fotografer mengarahkan kamera fokus pada titik tertentu, ia membingkai foto tersebut.
Orang lain kemudian akan melihat subjek yang ia inginkan agar yang lain lihat. Mereka
memandang dari sudut pandang si fotografer. Inilah tepatnya yang dilakukan seseorang
pemimpin pada saat membingkai suatu isu atau masalah. Mereka memilih aspek-aspek atau porsi
dari suatu subjek yang ia inginkan menjadi titik perhatian orang lain dan bagian mana yang harus
diabaikan.
Para penasehat hukum bekerja dengan membingkai isu. Pembela terdakwa, misalnya
membentuk argument mereka sedemikian sehingga para jaksa bisa diarahkan untuk memandang
si klien dalam gambaran yang paling menguntungkan. Mereka memasukkan “fakta-fakta” yang
bisa membantu para jaksa memutuskan bahwa klien mereka tidak bersalah. Mereka tidak
memasukkan fakta-fakta yang mungkin akan merugikan klien mereka. Selain itu, mereka
mencoba memberikan interpretasi alternatif terhadap fakta-fakta yang diajukan penuntut umum.
Jadi, mengapa pembingkaian relevan bagi kepemimpinan saat ini? Karena dalam lingkungan
yang kompleks dan semrawut yang membuat pekerjaan pemimpin menjadi menumpuk, biasanya
terdapat kemampuan manuver sehubungan dengan “fakta-fakta”. Hal ini yang dianggap nyata
seringkali sesuai dengan yang dikatakan oleh pemimpin. Hal yang penting adalah apa yang
dianggapnya penting. Para pemimpin dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi persepsi
pengikutnya tentang suatu masalah, makna dari suatu kejadian, keyakinan tentang penyebab dan
konsekuensinya, dan visi akan masa depan. Melalui pembingkaianlah para pemimpin
menentukan apakah orang-orang memperhatikan suatu masalah, bagaimana mereka memahami
dan mengingat masalah-masalah yang ada, dan bagaimana mereka bereaksi terhadap suatu
masalah. Jadi pembingkaian merupakan suatu alat yang sangat berguna bagi pemimpin untuk
mempengaruhi cara pandang dan interpretasi orang lain mengenai suatu realitas.
2.2 Pendekatan Inspirasional terhadap Kepemimpinan
Kepemimpinan Kharismatik
Kharisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti anugerah. Sebagai sifat tertentu
dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dari biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya
istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai
kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap
sebagai seorang pemimpin. Pemimpin karismatik memang terlahir dengan sifat-sifat isitmewa?
Atau, bisakah orang belajar menjadi pemimpin karismatik? Jawaban untuk kedua pertanyaan
tersebut adalah ya.
Memang benar bahwa seseorang dilahirkan dengan sifat-sifat yang membuat mereka
karismatik. Kajian-kajian tentang anak kembag identik menemukan bahwa mereka memiliki
nilai yang sama untuk ukuran kepemimpinan karismatik, meskipun mereka dibesarkan di
keluarga yang berbeda dan tidak pernah bertemu. Penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat
individu juga terkait dengan kepemimpinan karismatik. Pemimpin yang karismatik cenderung
bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai hasil. Coba anda
perhatikan salah seorang pendiri CNN, Ted tunner. Ia menggambarkan dirinya sebagai, bulan
pernama yang menyamarkan semua bintang disekitarnya. Dan kalauy saja memiliki kerendahan
hati, saya akan menjadi orang yang sempurna. Meskipun tidak semua pemimpin karismatik blak-
blakan seperti Turner, kebanyakan dari mereka memiliki daya tarik dan sifat yang dinamis.
Meskipun beberapa orang beranggapan bahwa karisma merupakan anugerah dan oleh karenanya
tidka bisa dipelajari, sebagian besar ahli percaya seseorang juga bisa dilatih untuk menampilkan
perilaku yang karismatik. Lagi pula, hanya karena kita mewarisi kecenderungan-kecenderungan
tertentu, tidak berarti kita tidak dapat berubah. Ambil contoh tentang badan, memang beberapa
orang dilahirkan dengan berat badan berlebih, tetapi tidak beralasan untuk meyakini bahwa berat
badan tidak dipengaruhi oleh makanan yang kita asup. Memang terdapat kecenderungan tertentu,
dan bisa jadi hal tersebut itu bermanfaat.
Beberapa orang pengarang mengatakan bahwa seseorang bisa belajar menjadi
kharismatik dengan mengikuti proses yang terdiri atas tiga tahap ;
1. Seseorang perlu mengembangkan aura karisma dengan cara mempertahankan cara
pandang yang omptimis, menggunakan kesabaran sebagai katalis untuk menghasilkan
antusiasme dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh, bukan cuma dengan kata-kata.
2. Seseorang menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan yang menginspirasi orang
lain tersebut untuk mengikutinya.
3. Seseorang menyebarkan potensi kepada para pengikutnya dengan cara menyentuh emosi
mereka.
KepemimpinanTransformasional
Pemimpinan traksaksional (transactional leaders), tipe pemimpin seperti ini
mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
memperjelas peran dan tugas mereka. Pemimpin transformational (transformational leader)
menginnspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka demi
kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri
pengikutnya.
Karakteristik – karakteristik pemimpin transaksioal dan transformasional :
Pemimpin Transakasional Pemimpin Transformational
Penghargaan Bersyarat : Menjalankan
pertukaran kontraktual antara penghargaan dan
usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja
yang bagus, dan mengakui pencapaian yang
diperoleh.
Pengaruh yang Ideal : Memberikan visi
dan misi, menanamkan kebanggaan, serta
mendapatkan respek dan kepercayaan.
Motivasi yang Inspiratioal :
Mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi,
menggunakan simbol-simbol untuk berfokus
Manajemen dengan Pengecualian (aktif) :
Mengamati dan mencari penyimpangan dari
aturan-aturan dan standar, serta melakukan
tindakan perbaikan.
Manajemen dengan Pengecualian (pasif) :
Dilakukan hanya jika standar tidak tercapai.
Laissez-Faire : Melepaskan tanggung jawab dan
menghindari pengambilan keputusan.
pada upaya, dan menyatakan tujuan-tujuan
penting secara sederhana.
Stimulasi Intelektual : Meningkatkan
kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan
masalah yang cermat.
Pertimbangan yang Bersifat Individual :
Memberikan perhatian pribadi,
memperlakukan masing-masing karyawan
secara individual, serta melatih dan
memberikan saran.
2.3 Kepemiminan Autentik : Etika dan Kepercayaan adalah Fondasi Kepemimpinan]
Pemimpin autentik (authentic leaders) mengenal bentul diri mereka, saat memahami
keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan memandang mereka sebagai
orang yang etis. Karena itu, kualitas utama yang dihasilkan oleh pemimpin yang autentik adalah
kepercayaan. Bagaimana kepemimpinan autentik melahirkan kepercayaan? Pemimpin autentik
berbagi informasi, mendorong komunikasi yang terbukan, dan berpegang teguh pada cita-cita
mereka. Hasilnya orang menjadi percaya pada pemimpin autentik.
Etika dan Kepemimpinan
Topic tentang etika dan kepemimpinan baru mendapatkan sedikit perhatian. Baru-
baru ini, para peneliti etika dan kepemimpinan mulai mempertimbangkan implikasi
etika terhadap kepemimpinan. Salah satu alasan yang mungkin adalah meningkatnya
kepentingan umum terhadap etika di semua bidang manajemen. Efektivitas
kepemimpinan perlu memerhatikan berbagai sarana yang dipakai seorang pemimpin
dalam upayanya mencapai tujuan dan juga isi dari tujuan tersebut. Kepemimpinan
tidak terbatas dari nilai. Sebelum menilai seorang pemimpin sebagai seseorang yang
efektif, kita harus memperhatikan cara yang digunakan oleh pemimpin tersebut untuk
mencapai tujuan dan nilai moral dari tujuan tersebut sendiri.
Apa yang Dimaksud Kepercayaan ?
Kepercayaan (Thrust) adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain
tidak akan melalui kata-kata, tindakan, dan kebijakan bertindak secara oportunistik.
Dau unsur penting dari definisi kita adalah bahwa kepercayaan menyiratkan
familiaritas dan risiko.
Apa saja dimensi penting yang mendasari konsep kepercayaan :
1. Integritas merujuk pada kejujuran dan kebenaran.
2. Kompetensi meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antarpersonal
individu.
3. Konsistensi berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik
pada diri seseorang dalam menangani situasi.
4. Kesetian adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang
lain.
5. Keterbukaan
Tiga Jenis Kepercayaan
1. Kepercayaan Berbasis Pencegahan.
Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan berbasis
pencegahan (deference based trust). Satu saja, pelanggaran atau inkonsistensi
akan merusak hubungan. Bentuk kepercayaan seperti ini didasarkan pada
kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan dikhianati.
Orang-orang yang memiliki hubungan seperti ini melakukan apa yang mereka
katakana karena mereka takut akan konsekuensi dari tidak melaksanakan
kewajibannya.
Kepercayaan berbasis pencegahan hanya bisa berhasil sampai pada tingkat
dimungkinkannya ada hukuman, konsekuensi yang jelas, dan hukuman tersebut
benar-benar diberlakukan bila kepercayaan dilanggar. Agar tetap bertahan,
potensi kerugian dari interaksi di masa datang dengan pihak lain harus melampaui
potensi keuntungan akibat melanggar ekspektasi. Lebih jauh, pihak yang
kemungkinan menderita kerugian harus berani menyatakan kemungkinan
kerugian yang dideritanya (misalnya, saya tidak akan segan berbicara keras
kepada Anda bila Anda mengkhianati kepercayaan saya) kepada orang yang
berkhianat.
Contoh kepercayaan berbasis pencegahan tampak pada hubungan manajer-
karyawan. Sebagai seorang karyawan, biasanya Anda mempercayai seorang bos
baru meskipun Anda belum terlalu mengenalnya. Ikatan yang menciptakan
kepercayaan terletak pada wewenang yang dimiliki si bos dan hukuman yang bisa
ia kenakan jika Anda gagal memenuhi kewajiban-kewajiban kerja Anda.
2. Kepercayaan Berbasis Pengetahuan.
Kepercayaan yang berbasis pengetahuan knowledge – based trust) artinya,
kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang bersumber
dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini terbentuk jika Anda memeliki
informasi yang memadai tentang seseorang sehingga Anda mengenal mereka
secara cukup baik dan bisa memperkirakan dengan tepat perilaku mereka.
Kepercayaan berbasis pengetahuan mengandalkan informasi dan bukan
pencegahan. Pengetahuan mengenai pihak lain dan kemampuan memprediksi
sikap-sikap mereka menggantikan kontrak, hukuman dan perjanjian hukum yang
umum berlaku pada kepercayaan berbasis pencegahan. Pengetahuan ini terus
berkembang dari waktu ke waktu, bertambah seiring pengalaman sehingga
terbangun kepercayaan dan kemampuan untuk memprediksi. Semakin baik Anda
mengenal seseorang, semakin akurat Anda bisa memprediksi apa yang akan ia
lakukan. Kemampuan untuk memprediksi meningkatkan kepercayaan-bahkan jika
orang lain terbukti tidak bisa dipercaya – karena caranya mengkhianati
kepercayaan pun bisa diprediksi.
Dalam konteks organisasional, sebagian besar hubungan manajer – karyawan
adalah kepercayaan berbasis pengetahuan. Kedua pihak memiliki pengalaman
bekerja satu sama lain yang cukup sehingga mereka mengetahui apa yang
diharapkan. Pengalaman panjang dari interaksi yang terbuka dan jujur cenderung
tidak tergoyahkan hanya oleh satu pelanggaran.
3. Kepercayaan Berbasis Identifikasi.
Kepercayaan yang berbasis pengetahuan knowledge – based trust) artinya,
kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang bersumber
dari pengalaman berinteraksi. Tingkat kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin
hubungan emosional antara pihak yang ada. Hal ini memungkinkan satu pihak
bertindak sebagai agen bagi yang lain dan menggantikan orang tersebut dalam
transaksi antar personal. Ini disebut kepercayaan berbasis identifikasi
(identification based trust).
Kepercayaan muncul karena pihak-pihak saling memahami niat dan
menghargai keinginan yang lain. Pemahaman mutual ini dibangun sampai ke titik
tertentu sehingga masing-masing bisa bertindak secara efektif demi pihak lain.
Pengendalian menjadi minimal pada level ini.
Contoh terbaik dari kepercayaan berbasis identifikasi adalah pasangan yang
telah menikah dan hidup bersama dalam jangka waktu yang lama dan berbahagia.
Seorang suami belajar memahami apa yang penting bagi istrinya dan
mengantisipasi tindakan-tindakan yang akan dilakukannya. Sang istri percaya
bahwa suaminya akan mengantisipasi apa yang ia anggap penting tanpa harus
bertanya. Pengidentifikasian yang memungkinkan masing-masing pihak untuk
berpikir, merasa dan merespon seperti yang dilakukan pihak lain.
Dalam dunia kerja saat ini, mungkin tepat untuk mengatakan bahwa
kebanyakan perusahaan besar telah mematahkan ikatan kepercayaan identifikasi
yang terbangun dengan karyawan lama. Janji-janji yang tidak ditepati telah
membawa kehancuran pada kesetiaan yang tadinya tidak diragukan. Kepercayaan
cenderung telah digantikan oleh kepercayaan berbasis pengetahuan.
Prinsip – prinsip Dasar Kepercayaan
1. Ketidakpercayaan mengalahkan kepercayaan
Orang yang memiiliki rasa percaya kepada orang lain menunjukkkan rasa
percayanya dengan percayanya dengan cara meningkatkan keterbukaanya
terhadap orang tersebut, membuka informasi yang relevan, dan menyatakan
niat mereka yang sebenarnya. Orang yang tidak memilki rasa percaya diri
bersifat sebaliknya.
2. Kepercayaan mewariskan kepercayaan
Menunjukkan kepercayaan padda orang lain cenderung mendorong
munculnya balasan serupa. Pemimpin yang efektif meningkatkan kepercayaan
secara bertahap dan memungkinkan orang lain membalasnya.
3. Pertumbuhan sering kali menyembunyikan rasa tidak percaya
Pertumbuhan memberi peluang kepada pemimpin untuk mendapatkan
promosi yang cepat dan memperoleh kekuasaan dan tanggung jawab yang
lebih besar.
4. Penurunan atau perampingan merupakan ujian tertinggi bagi tingkat
kepercayaan.
Akibat wajar dari prinsip pertumbuhan yang diuraikan sebelumnya adalah
bahwa penurunan atau perampingan cenderung menghancurkan lingkungan
yang memiliki rassa percaya diri tinggi sekali pun. Ketika perusahaan
merusak ikatan kesetiaan dengan memecat karyawan, para pekerja cenderung
sulit untuk mempercayai apa yang dikatakan pihak manajemen.
5. Kepercayaan meningkatkan kekompokkan.
Kepercayaan membuat orang bersatu. Kepercayan berarti orang memiliki
keyakinan bahwa mereka bisa saling mengandalkan. Apapun yang terjadi
mereka akan bersatu dan percaya bahwa mereka bisa memalui itu bersama.’
6. Kelompok yang tidak memiliki rasa percaya merusak dirinya sendiri
Anggota kelompok yang tidak memiliki rasa percaya cenderung curiga satu
sama lain, terus – menerus waspada akan pihak lain, dan membatasi
kominikasi dengan anggota lain dalam kelommpok. Tindakan – tinndakan ini
cenderung merunntuhkan dan pada akhirnya merusak kelompok.
7. Ketidakpercayaan umumnya menurunkan produktivitas
Ketidakpercayaan membuat orang terfokus pada perbedaan kepentingan para
anggota, sehingga mempersulit mereka mencapai tujuan bersama.
2.4 Peran Kepemimpinan Kontemporer
Menyediakan Kepemimpin Tim
Kepemimpinan semakin mendapat tempat dalam konteks sebuah tim. Begitu tim mulai
popular, peran pemimpin dalam mengarahkan para anggota tim menjadi isu yang paling penting.
Banyak pemimpin, yang hidup pada masa individualism sedang jaya-jayanya, tidak dibekali
dengan kemampuan untuk menangani perubahan menjadi suatu tim. Seperti dikatakan oleh
seseorang konsultan terkemuka, “bahkan manajer paling cakap sekalipun memiliki masalah
dalam transisi karena semua hal yang berkaitan dengan tipe kepemimpinan perintah dan kendali
seperti yang biasa mereka lakukan sebelumnya tidak lagi sesuai. Tidak ada alasan untuk
memiliki keahlian atau merasakan hal ini”. Konsultan yang sama memperkirakan bahwa
mungkin, 15 persen manajer adalah pemimpin tim yang sesungguhnya; 15 persen yang lain tidak
akan pernah bisa memimpin sebuah tim karena tidak sesuai dengan kepribadian mereka. (mereka
tidak mampu memperbaiki gaya mereka yang dominan demi kebaikan tim). Maka, terdapat
kelompok besar ditengah-tengah: kepemimpinan tim tidak serta merta mereka miliki, tetapi bisa
mereka mempelajarinya.
Satu hal yang lebih tepat untuk menggambarkan tugas pemimpin tim adalah berusaha
berfokus pada dua prioritas: mengelola batas eksternal tim dan memfasilitasi proses tim.
Pembahasan selanjutnya akan memecah prirotias ini kedalam empat peran spesifik.
a. Pemimpin tim adalah penghubung dengan para konstituen eksternal.
b. Pemimpin tim adalah orang yang menyelesaikan masalah.
c. Pemimpin tim adalah manajer konflik
d. Pemimpin tim adalah pelatih.
Mentoring
Seorang mentor adalah karyawan senior yang membantu dan mendukung karyawan
yang masih kurang berpengalaman (sebagai seorang anak didik. Mentor yang sukses adalah guru
yang baik. Hubungan mentoring dijelaskan dalam dua kategori fungsi umum yaitu fungsi karir
dan fungsi spikososial.
Fungsi – fungsi Karier Fungsi – fungsi Psikososial
Melobi agar anak didik mendapatkan tugas
yang menantang dan masuk akal.
Melatih anak didik mengembangkan
keahlian dan mencapai tujuan kerja.
Membantu anak didik bertemu orang-orang
yang memiliki pengaruh dalam organisasi.
Melindungi anak didik dari resiko-resiko
yang bisa merusak reputasinya.
Membantu anak didik dengan cara
mencalonkan mereka untuk mendapatkan
promosi
Bertindak seolah – olah sebagai dewan yang
mendengarkan berbagai ide mungkin
dimiliki oleh anak didik tetapi segan
disampaikan ke supervisor di atasnya.
Memberi saran kepada anak didik untuk
mengatasi kecemasan dan ketidakpastian
guna meningkatkan rasa percaya dirinya
Berbagi pengalaman pribadi dengan anak
didik
Menjalin persahabatan dan penerimaan
yang baik
Bertindak sebagai contohatau model
Para karyawan baru mengikuti mentor mereka selama tiga minggu untuk secara
khusus belajar cara perusahaan mengelola bisnisnya. Namun berbeda dengan system formal,
banyak organisasi memiliki cara mentoring yang informal, dimana para manajer senior secara
pribadi memilih seorang karyawan dan menjadikannya sebagai anak didik. Mentoring informal
adalah hubungan mentoring yang paling efektif di luar interaksi atas bawahan. Konteks atas
bawahan memiliki konflik kepentingan dan ketegangan yang inheren, yang kebanyakan
disebabkan oleh evaluasi langsung manajer atas kinerja bawahannya, serta keterbatasan
keterbukaan dan komunikasi yang lancar.
Hubungan mentor anak didik memberikan mentor akses langsung terhadap sikap dan
perasaan karyawan di tingkat yang lebih rendah. Mereka memberikan informasi tepat waktu
kepada manajer yang lebih tinggi sehingga memotong jalur formal. Jadi, hubungan mentor anak
didik merupakan jalur komunikasi penting yang memungkinkan mentor mengetahui masalah-
masalah yang ada sebelum masalah tersebut diketahui manajemen yang lebih tinggi. Selain itu,
dari sisi kepentingan pemimpin, mentoring bisa memberikan kepuasan pribadi bagi eksekutif
senior. Mentoring memberi mereka peluang untuk berbagi dengan orang lain mengetahui
pengetahuan pengalaman yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun.
Mentor cenderung memilih anak didik yang kriterianya mirip dengan dirinya, seperti
latar belakang, pendidikan, jenis kelamin, ras, etnik, dan agama. Pada hakekatnya orang ingin
menjadi mentor dan bisa secara mudah berkomunikasi dengan orang-orang yang paling dekat
sifatnya dengan diri mereka. Selain itu dalam hal mentoring lintas jenis kelamin manajer senior
mungkin memilih anak didik yang juga laki-laki untuk meminimalkan berbagai masalah seperti
ketertarikan seksual atau gossip. Organisasi ini menanggapi dilemma dengan meningkatkan
program mentoring formal dan memberikan pelatihan bagi mentor potensial dari kelompok-
kelompok khusus.
Dua penelitian berskala besar menunjukkan bahwa manfaat mentoring lebih bersifat
psikologis daripada manfaatnya yang nyata. Berdasarkan penelitian ini, manfaat mentoring bagi
kesuksesan karir sangat kecil. Salah satu dari dua penelitian ini menyimpulkan, “meskipun
mentoring mungkin tidak bisa dikatakan sebagai konsep yang sama sekali tidak berguna bagi
karir.
Kepemimpinan Mandiri
Para pengusung kepemimpinan mandiri menunjukkan bahwa terdapat seperangkat
proses yang membuat seseorang bisa mengendalikan perilaku mereka sendiri. Pemimpin yang
efektif (atau yang sering disebut oleh pakar sebagai pemimpin super) membantu para
pengikutnya memimpin diri mereka sendiri. Mereka melakukannya dengan cara
mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan member asuhan kepada para pengikutnya
sehingga mereka tidak lagi perlu bergantung pada pemimpin formal untuk mendapatkan
pengarahan dan motivasi.
Bagaimana cara para pemimpin menyiapkan pemimpin mandiri? Berikut cara hal yang
disarankan:
1. Menjadi model pemimpin bagi diri sendiri.
2. Dorong karyawan untuk menciptakan tujuan-tujuan yang mereka tetapkan sendiri.
3. Beri penghargaan pada diri sendiri untuk memperkuat dan meningkatkan perilaku yang
diinginkan.
4. Ciptakan pola pikir yang positif.
5. Ciptakan iklim kepemimpinan mandiri.
6. Dorong sikap pada diri sendiri.
Pentingnya kepemimpinan mandiri semakin besar seiring semakin populernya kerja
tim. Tim yang kuat dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri mereka sendiri.
Manajemen tidak bisa mengharapkan seseorang yang telah menghabiskan banyak waktu di
bawah kepemimpinan yang terpusat pada atasan untuk secara tiba-tiba beralih ke tim yang
swakelola. Oleh Karena itu, pelatihan kepemimpinan mandiri merupakan sarana yang sangat
bagus untuk membantu karyawan dari peralihan dari ketergantungan menuju otonomi.
Kepemimpinan Online
Jika kepemimpinan diperlukan untuk menginspirasi dan memotivasi karyawan yang
berada di tempat terpisah, kami perlu menawarkan beberapa pedoman mengenai bagaimana
kepemimpinan tersebut bisa berfungsi dalam konteks ini.
Dalam komunikai tatap muka, kata-kata kasar dapat diperhalus dengan tindakan non
verbal. Senyum dan gerak tubuh yang ramah, bisa mengurangi tekanan balik kata-kata kasar.
Komponen-komponen non verbal ini tidak dapat ada dalam interaksi online. Struktur kata pada
komunikasi digital juga memiliki kekuatan untuk memotivasi atau meruntuhkan moril si
penerima. Manajer yang kurang berhati-hati mengirimkan pesannya dengan menggunakan frasa-
frasa pendek dan huruf kapital bisa jadi menerima respon yang sangat berbeda dibandingkan jika
ia mengirimkan pesan yang sama dalam kalimat lengkap menggunakan huruf besar dan huruf
kecil pada tempatnya.
Kita ketahui bahwa pesan menyampaikan lebih dari sekadar informasi di permukaan.
Dari sudut pandang kepemimpinan, pesan bisa menyampaikan kepercayaan atau kurangnya
kepercayaan, status, arahan tugas, atau kehangatan emosional. Konsep-konsep seperti struktur
tugas, perilaku mendukung dan visi dapat disampaikan secara tertulis dan juga secara verbal.
Bahkan sangat dimungkinkan bagi pemimpin untuk menyampaikan kharismanya melalui kata-
kata tertulis.
Kepemimpinan online juga perlu mempertimbangkan kemungkinan bahwa era digital
bisa mengubah seorang yang dulunya ukan pemimpin menjadi pemimpin. Beberapa manajer
yang keahlian memimpin tatap mukanya kurang bisa jadi bersinar secara online. Talenta mereka
mungkin terletak pada gaya menulis mereka dan kemampuan untuk membaca pesan di luar
komunikasi tertulis.
Pemimpin online menghadapi tantangan-tantangan unik, diantaranya yang paling besar
adalah mengembangkan dan memelihara kepercayaan. Kepercayaan berbasis identifikasi,
misalnya sulit dicapai bila kedekatan dan interaksi tatap muka sangat kurang. Negosiasi online
bisa terganggu karena masiang-masing pihak memiliki tingkatan kepercayaan yang rendah. Pada
saat ini tidak begitu jelas apakah mungkin bagi karyawan mengidentifikasi atau mempercayai
pemimpin yang hanya berkomunikasi secara elektronik.
2.5 Tantangan – tantangan bagi Pembentukan Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai suatu atribusi
Teori atribusi kepemimpinan (attribution theory of leadership) mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah atribusi yang dibuat orang atas orang lain. Teori ini menunjukkan bahwa
orang yang menganggap pemimpin memiliki sifat-sifat seperti kecerdedasan, keperibadian yang
menyenangkan, keahlian verbal yang kuat, agresifitas, pemahaman dan ketekunan. Pada tingkat
organisasi, kerangka atribusi berkaitan dengan kondisi menggunakan kepemimpinan untuk
menjelaskan hasil-hasil organisasional. Ketika suatu organisasi memiliki kinerja ekstrem negatif
atau positif, orang cenderung membuat atribusi kepemimpinan untuk menjelaskan kinerja
tersebut.
Sejalan dengan teori atribusi kepemimpinan, bisa dikatakan bahwa hal penting untuk
dikatakan sebagai pemimpin yang efektif adalah memproyeksikan tampilan menjadi seorang
pemimpin bukan berfokuspada pencapaian actual. Calon-calon pemimpin bisa berupaya
membentuk perseps bahwa mereka cerdas, berkepribadian, mahir berkata-kata, agrefis, pekerja
keras, dan konsistensi. Dengan melakukan hal ini, mereka meningkatkan kemungkinan bahwa
atasan mereka, kolega, dan para karyawan akan memandang mereka sebagai seorang pemimpin
yang efektif.
Substitusi dan Penetralisasi Kepemimpinan
Salah satu teori kepemimpinan menyatakan bahwa, dalam banyak situasi, tindakan
apapun yang diambil pemimpin tidak relevan. Orang-orang tertentu, pekerjaan, beberapa
variable organisasi, bisa menggantikan kepemimpinan atau menetralisasi pengaruh pemimpin
terhadap para pengikutnya.
Penetralisasi membuat pelaku pemimpin tidak mungkin menghasilkan perbedaan
pada pengikutnya. Penetralisasi menegasi pengaruh pemimpin. Tetapi, substitusi membuat
pengaruh pemimpin tidak hanya tidak mungkin namun juga tidak perlu. Substitusi berfungsi
sebagai pengganti pengaruh pemimpin. Misalnya, karakteristik karyawan seperti pengalaman,
pelatihan, orientasi professional, atau ketidak pedulian terhadap penghargaan organisasi bisa
menggantikan atau menetralisasi dampak kepemimpinan. Pengalaman dan pelatihan bisa
menggantikan kebutuhan atas dukungan pemimpin atau kemampuan untuk menciptakan struktur
dan mengurangi ambiguitas tugas. Pekerjaan yang secara inheren tidak ambigu dan rutin atau
yang secara instrinsik memuaskan bisa membuat kebutuhan akan variable kepemimpinan tidak
terlalu tinggi. Karakteristik organisasi seperti tujuan-tujuan yang eksplisit dan formal, atau dan
prosedur yang ketat, seperti kelompok kerja yang kompak juga bisa menggantikan
kepemimpinan formal.
Validitas subtitusi dan penetralisasi kepemimpinan masih menimbulkan kontroversi.
Salah satu masalahnya adalah bahwa teori tersebut sangat rumit terdapat banyak substitusi dan
penetralisasi yang mungkin untuk dapat jenis pelaku pemimpin yang berbeda pada situasi yang
juga berbeda. Selain itu, kadang-kadang perbedaan antara substitusi dan penetralisasi masih
belum jelas. Misalnya, kalau saya mengerjakan tugas yang secara instrinsik menyenangkan, teori
tersebut akan memperkirakan bahwa kepemimpinan dalam hal ini kurang penting karena tugas
itu sendiri sudah memberikan motivasi. Tetapi, apakah itu berarti bahwa tugas yang secara
instrinsik menyenangkan menetralisasi dampak kepemimpinan, menjadi substitusi, atau
keduanya? Masalah lain yang ditekankan dalam pembahasan ini adalah bahwa substitusi bagi
kepemimpinan (seperti karakteristik karyawan, sifat tugas, dan semacamnya) memang penting,
tetapi tidak terbukti menjadi substitusi atau penetralisasi bagi kepemimpinan.
Tabel sustitusi dan penetralisasi kepemimpinan
Karakteristik Penentu Kepemimpinan Berorientasi Kepemimpinan Berorientasi
Hubungan Tugas
Individual
- Pengalaman/pelatihan
- Profesionalisme
- Ketidakpedulian terhadap
penghargaan
Pekerjaan
- Tugas bersrtuktur tinggi
- Memberikan umpan
balik sendiri
- Secara intrinsik
memuaskan
Organisasi
- Tujuan - tujuan eksplisit
yang diformalisasi
- Aturan dan prosedur
yang ketat
- Kelompok kerja yang
kompak
- Tidak ada pengaruh
- Menggantikan
- Menetralkan
- Tidak ada pengaruh
- Tidak ada pengaruh
- Menetralkan
- Tidak ada pengaruh
- Tidak ada pengaruh
- Menetralkan
- Menggantikan
- Menggantikan
- Menetralkan
- Menggantikan
- Menggantikan
- Tidak ada pengaruh
- Menggantikan
- Menggantikan
- Tidak ada pengaruh
2.5 Menemukan dan Menciptakan Pemimpin yang Efektif
Seleksi
Keseluruhan proses yang dilakukan perusahaan untuk mengisi posisi manajemen
merupakan hal penting dalam upaya menemukan orang yang akan menjadi pemimpin yang
efektif. Pengetahuan, keahlian dan kemampuan seperti apa saja yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas tersebut secara efektif.?. kita harus menganalisis situasi tersebut untuk
menemukan kandidat yang sesuai
Ujian sangat berguna untuk menemukan dan memilih pemimpin. Tes kepribadian bisa
digunakan untuk mencari sifat-sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan-bersikap terbuka,
cermat dan ingin mencari pengalaman baru. Tes untuk menemukan skor monitor mandiri si calon
juga bisa digunakan. Sikap monitor mandiri yang tinggi cenderung melampaui rekan mereka
yang memiliki skor yang rendah karena mereka memiliki lebih baik dalam membaca situasi dan
menyesuaikan perilaku mereka.
Wawancara juga memberikan peluang untuk mengevaluasi calon pemimpin. Misalnya,
kita tahu bahwa pengalaman merupakan prediktor yang buruk untuk efektivitas pemimpin, tetapi
dalam situasi khusus pengalaman bisa menjadi relevan. Wawancara juga merupakan sarana yang
baik untuk mengidentifikasi sifat-sifat kepemimpinan yang ada pada diri calon, seperti sikap
terbuka, percaya diri, memiliki visi, keahlian verbal untuk membingkai isu, atau berkarisma.
Kita mengetahui pentingnya faktor-faktor situasional untuk keberhasilan kepemimpinan. Selain
itu, kita selayaknya menggunakan pengetahuan ini untuk memilih pemimpin sesuai dengan
situasi. Apakah situasi yang ada membutuhkan pemimpin yang berfokus pada perubahan? Jika
ya, cari sifat-sifat transformasional yang ada pada calon. Jika tidak, cari sifat transaksional. Anda
mungkin juga bertanya-tanya: apakah kepemimpinan sesungguhnya penting dalam posisi yang
spesifik ini? Mungkin, terdapat faktor situasional yang mensubstitusi atau menetralisasi
kepemimpinan. Jika hal ini ada, sang pemimpin pada dasarnya melakukan peran sebagai figure
atau symbol, dan pentingnya memilih orang yang tetap bukan lagi hal yang krusial.
Pelatihan
Organisasi, secara keseluruhan menghabiskan miliaran dolar, yen dan euro untuk
pelatihan dan pengembangan kepemimpinan. Upaya-upaya ini bisa dilakukan dalam berbagai
bentuk. Dari program kepemimpinan eksekutif yang mengeluarkan paling banyak biaya.
Meskipun uang yang dihabiskan untuk pelatihan mungkin diragukan manfaatnya, telaah kita
menemukan bahwa terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan manajemen untuk memperoleh
hasil maksimal dari anggaran pelatihan kepemimpinan mereka.
Pertama, mari kita sadari kembali hal-hal yang sudah jelas. Tidak semua orang
memiliki latar belakang pelatihan yang sama. Pelatihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk
cenderung lebih berhasil pada orang-orang yang memiliki kesadaran diri yang lebih tinggi
dibandingkan yang rendah. Orang-orang seperti ini memiliki fleksibilitas untuk mengubah
perilaku mereka.
Hal-hal apa saja yang dapat dipelajari terkait dengan efektivitas pemimpin yang lebih
tinggi. Mungkin agak terlalu optimis untuk mempercayai bahwa kita bisa mengajarkan
penciptaan visi, tetapi kita tidak mengajarkan keterampilan implementasi. Kita tidak dapat
melatih orang untuk mengembangkan sebuah pemahaman tentang tema-tema yang penting bagi
visi yang efektif. Kita juga mengajarkan keahlian seperti membangun kepercayaan dan
mentoring. Selain itu, pemimpin bisa diajari keahlian menganalisis situasi. Mereka bisa belajar
bagaimana mengevaluasi situasi, memodifikasi situasi agar lebih sesuai dengan gaya mereka,
dan menilai perilaku yang mungkin efektif dalam situasi tertentu. Akhir-akhir ini beberapa
perusahaan telah beralih ke pelatihan eksekutif untuk membantu manajer senior meningkatkan
keterampilan kepemimpinan mereka.
Terdapat bukti yang membesarkan hati bahwa pelatihan perilaku melalui latihan
pemodelan bisa meningkatkan kemampuan seseorang untuk menampilkan sifat-sifat
kepemimpinan yang karismatik. Keberhasilan dari para peneliti yang telah disebutkan yang
berhasil mengarahkan mahasiswa bisnis utnuk berperan karismatik adalah sebuah contoh kasus.
Pada akhirnya, terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pemimpin bisa dilatih
untuk memiliki keterampilan kepemimpinan tranformasional. Bila telah dipelajari, keterampilan
ini akan memberikan hasil akhir yang menguntungkan pada laporan keuangan, baik dalam
kinerja keuangan dari bank-bank Kanada atau efektivitas pelatihan bagi para tentara di angkatan
bersenjata Israel.
2.6 Ringkasan dan Implikasi untuk Manager
Organisasi semakin membutuhkan manajer yang bisa menunjukkan sifat-sifat
kepemimpinan transformasional. Mereka memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan karisma
untuk melaksanakan visi tersebut. Meskipun efektivitas kepemimpinan sesungguhnya bisa jadi
merupakan hasil dari penerapan perilaku yang tepat pada waktu yang tepat, terdapat bukti kuat
bahwa orang memiliki persepsi yang relative sama mengenai bagaimana seharusnya seorang
pemimpin. Mereka melekatkan makna kepemimpinan kepadaorang yang cerdas, berkepribadian,
mahir berkata-kata, dan semacamnya. Bila para manajer menunjukkan sifat-sifat ini, orang
cenderung akan menganggap mereka sebagai pemimpin.
Manajer yang efektif saat ini harus mengembangkan hubungan yang dilandaskan atas
kepercayaan pada orang-orang yang akan mereka pimpin. Mengapa? Karena bila organisasi
menjadi kurang stabil dan kurang bisa diprediksi, ikatan kepercayaan yang kuat cenderung
menggantikan atuaran birokrasi dalam mendefinisikan ekspektasi dan hubungan. Manajer yang
tidak dipercaya cenderung bukan pemimpin yang efektif.
Bagi manajer yang berkepentingan dengan pengisian posisi kunci organisasi mereka
untuk diisi para pemimpin yang efektif, kami telah memaparkan bahwa tes dan wawancara bisa
membantu menemukan orang yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Selain berfokus pada
seleksi kepemimpinan, manajer juga harus mempertimbangan intervensi dalam pelatihan
kepemimpinan. Selain berfokus pada seleksi kepemimpinan, manajer juga harus
mempertimbangkan investasi dalam pelatihan kepemimpinan. Banyak orang dengan potensi
kepemimpinan bisa meningkatkan keterampilan mereka melalui berbagai kursus formal,
lokakarya, rotasi tanggung jawab pekerjaan, pelatihan dan mentoring.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para pemimpin dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi persepsi pengikutnya
tentang suatu masalah, makna dari suatu kejadian, keyakinan tentang penyebab dan
konsekuensinya, dan visi akan masa depan. Melalui pembingkaianlah para pemimpin
menentukan apakah orang-orang memperhatikan suatu masalah, bagaimana mereka memahami
dan mengingat masalah-masalah yang ada, dan bagaimana mereka bereaksi terhadap suatu
masalah. Jadi pembingkaian merupakan suatu alat yang sangat berguna bagi pemimpin untuk
mempengaruhi cara pandang dan interpretasi orang lain mengenai suatu realitas.
Manajer yang efektif saat ini harus mengembangkan hubungan yang dilandaskan atas
kepercayaan pada orang-orang yang akan mereka pimpin. Banyak orang dengan potensi
kepemimpinan bisa meningkatkan keterampilan mereka melalui berbagai kursus formal,
lokakarya, rotasi tanggung jawab pekerjaan, pelatihan dan mentoring.