bab 123 mpa fix
-
Upload
fiska-oktori -
Category
Documents
-
view
280 -
download
4
description
Transcript of bab 123 mpa fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Laporan Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang
dilaporkan hingga September 2014, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
dari 4 provinsi dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan tabel berikut :
Tabel 1.1 Provinsi dengan Penderita HIV/AIDS Terbesar di Indonesia
Sumber:Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia September 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat berada pada
peringkat ke-4 dengan kasus penderita HIV/AIDS terbanyak setelah DKI Jakarta,
Jawa Timur dan Papua. 17.698 penduduk Jawa Barat positif terinfeksi HIV/AIDS.
Kota Bandung menempati urutan tertinggi untuk kasus HIV/AIDS dengan jumlah
kasus hampir separuhnya dari total kasus di seluruh Jawa Barat
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/27/nketax-gawat
penderita-hivaids-di-bandung-didominasi-ibu-rumah-tangga).
PROVINSI HIV AIDS HIV/AIDSDKI Jakarta 32,782 7,477 40,259Jawa Timur 19,249 8,976 28,225Papua 16,051 10,184 26,235Jawa Barat 13,507 4,191 17,698Jawa Tengah 9,032 3,767 12,799
Berdasarkan wawancara dengan kepala bidang penanggulangan HIV/AIDS
Dinas KesehatanKota Bandung, juga diperoleh informasi yang sama. Ia
menyatakan bahwa setiap tahunnya jumlah pengidap HIV/AIDS terus meningkat
di Kota Bandung. Tabel berikut menunjukkan jumlah penderita HIV/AIDS di
Kota Bandung pada tahun 2013 sampai 2014, yaitu:
Tabel 1.2 Jumlah Penderita HIV/AIDS berdasarkan Golongan Umur pada Tahun 2013-2014
GOLONGAN UMUR TAHUN 2013 TAHUN 2014 KETERANGAN0-14 tahun 102 102 tidak bertambah15-19 tahun 71 71 tidak bertambah20-29 tahun 1621 1635 bertambah 14 orang30-39 tahun 997 1038 bertambah 41 orang40-49 tahun 211 216 bertambah 5 orangdiatas 50 tahun 65 69 bertambah 4 orangtidak diketahui 47 58 bertambah 11 orang
TOTAL 3114 3189 75Sumber: P2PL (Penanggulangan Penyakit Dan Pengendalian Lingkungan) Dinas Kesehatan Kota Bandung
Tabel diatas menunjukkan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota
Bandung dari berbagai golongan umur. Kumulatif penderita HIV/AIDS di Kota
Bandung pada tahun 2014 meningkat 75 kasus dengan total kasus mencapai 3189
kasus.Tidak hanya peningkatan tersebut yang menjadi masalah. Kenyataannya,
penderita HIV/IDS tertinggi berada pada penduduk di usia subur/usia reproduksi.
Hal ini dapat dilihat melalui diagram dibawah ini :
Diagram 1.1 Persentase Kasus HIV/AIDS berdasarkan Golongan Umur di
Kota Bandung 2014
0-14 tahun3%
15-19 tahun2%
20-29 tahun51%
30-39 tahun33%
40-49 tahun
7% diatas 50 tahun2% tidak diketahui
2%
Sumber:P2PL (Penanggulangan Penyakit Dan Pengendalian Lingkungan) Dinas Kesehatan Kota Bandung
Diagram diatas menunjukkan bahwa lebih dari 50% kasus HIV/AIDS
tertinggi berada pada usia reproduksi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS),
Kategori usia subur untuk wanita berada pada usia antara 15-39 tahun. Hal ini
tentu amat beresiko terhadap anak yang akan terlahir dari penderita HIV/AIDS.
Virus HIV dapat ditularkan dari ibu kepada anaknya selama kehamilan, pada saat
persalinan atau menyusui hal ini dikenal dengan penularan HIV dari ibu ke anak.
Oleh karena itu, butuh pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak yang disebut
dengan program PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission) sebagai
salah satu rangkaian pengendalian HIV/AIDS. Program ini merupakan program
nasional yang terintegrasi di layanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) Kementerian
Kesehatan RI.
Dasar hukum pelaksanaan program ini merujuk UU No 36 Tahun 2009
tentang kesehatan pasal 126 tentang kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut usia
dan penyandang cacat. Diterbitkannya Permenkes RI No 51 Tahun 2013 tentang
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dijadikan sebagai acuan bagi tenaga
kesehatan, pengelola program, kelompok profesi, dan pemangku kepentingan
terkait Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.
Program PMTCT penting sebagai wujud pertanggung jawaban negara
terhadap anak sesuai dengan UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
dimana negara mengupayakan berbagai kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuaidengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dandiskriminasi.tidak hanya menjadi komitmen
pemerintah secara nasional. Tidak hanya itu, program ini salah satu tujuan dari
Millenium Development Goals (MDGs) yang diumumkan pada Millennium
Declaration di Kota New York oleh para pemimpin dunia sebagai tekad untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan
kemiskinan pada September 2000. Untuk mewujudkannya, dirumuskan 8 Tujuan
Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) yang sebagian besar
ditargetkan akan tercapai pada 2015 diantaranya :
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan4. Menurunkan angka kematian anak5. Meningkatkan kesehatan ibu6. Memerangi HIV dan aids, malaria serta penyakit lainnya7. Memastikan kelestarian lingkungan8. Promote global partnership for development
Source: http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/docs/MDG diakses 8 mei 2015 pukul 20.21WIB
Upaya untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak
dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan yang meliputi hal berikut:
1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan
HIV3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang di
Kandungnya4. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan
HIV beserta anak dan keluarganyaSource : Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Berdasarkan upaya pencegahan diatas dapat dilihat bahwa Program
PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission) merupakan program sosial
yang kompleks sehingga butuh keterlibatan lebih dari satu organisasi. Program ini
merupakan rangkaian pengendalian HIV/AIDS serta kebijakan umum Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) dalam paket kesehatan ibu dan anak (KIA) Terpadu dan
Layanan Keluarga Berencana. Oleh karena itu, banyak organisasi yang dilibatkan
dalam program ini, seperti Dinas Kesehatan Kota Bandung, Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bandung, Rumah Sakit, Puskesmas,Posyandu,
Lembaga Sosial Masyarakat (Rumah Cemara, Bahtera, Yayasan Kontak
Indonesia, Grapiks dll),forum warga peduli Aids, BKKBN dan FFI (Frisian Flag
Indonesia).
Berdasarkan observasi awal, indikasi masalah dari penelitian ini yaitu :
1. Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS terutama pada usia
reproduksi di Kota Bandung, sehingga memperbesar resiko anak
untuk ikut menderita HIV dapat dilihat pada tabel 1.2.
2. Pencegahan HIV dari ibu ke anak (PMTCT) merupakan rangkaian
upaya pengendalian HIV/AIDS serta bagian dari Kesehatan Ibu
dan Anak terpadu dan layanan Keluarga Berencana (KB) sehingga
butuh integrasi antar organisasi untuk menyelaraskan program.
3. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang
Penanggulangan HIV/AIDS Kota Bandung, Program PMTCT
masih terkendala dengan banyaknya masyarakat yang belum
mengetahui serta memahami keberadaan program ini yang
berakibat rendahnya partisipasi masyarakat sedangkan stakeholder
yang terlibat cukup banyak yaitu Dinas Kesehatan Kota Bandung,
Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, BKKBN, KPA (Komisi
Penanggulangan Aids) Kota Bandung, BKKBN, LSM (Rumah
Cemara, Bahtera, Yayasan Kontak Indonesia, Grapiks) dan FFI
(Frisian Flag Indonesia).
4. Menurut penuturan Kepala Bidang Penanggulangan HIV/AIDS
Kota Bandung ada 21 puskesmas yang menyediakan layanana
PMTCT dari 72 Puskesmas yang ada di Kota Bandung. Tidak
hanya itu, jumlah ibu hamil yang belum melakukan test HIV/AIDS
masih tinggi serta tidak semua Rumah Sakit dan Puskesmas
memilik alat tes HIV/AIDS.
Berdasarkan indikasi masalah diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai
Kolaborasi Pelaksanaan Program Prevention Mother To Child Transmission
(PMTCT) Kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana Kolaborasi Pelaksanaan Program Prevention Mother To Child
Transmission (PMTCT) Kota Bandung?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penulis melakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh data
dan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis bagaimana Kolaborasi pada Pelaksanaan Program Prevention
Mother To Child Transmission (PMTCT) Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Akademis
1. Untuk menambah wawasan penulis mengenai kolaborasi pelaksanaan
Program Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Kota
Bandung.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu
Administrasi Publik, mengenai kolaborasi pelaksaan program.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan sumbangan sebagai
bahan kajian dan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dalam
kolaborasi pelaksanaan program.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
masukan bagi pihak yang akan penelitian khususnya mengenai kolaborasi
pelaksnaan program.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada proses menemukan tinjauan dari permasalahan yang akan diteliti,
penulis menemukan adanya penelitian terdahulu yang membahas permasalahan
yang relatif serupa dengan masalah yang akan diteliti. Sebagai bahan referensi
dalam penelitian ini, maka peneliti mencantumkan penelitian terdahulu.
Penelitian pertama dilakukan pada tahun 2013 oleh Sinta Amalia seorang
Sarjana dari Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Padjadjaran.
Penelitian berjudul Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar
Budaya Di Kota Bandung. Peneliti ingin mengemukakan bagaimana pelaksanaan
kolaborasi pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya Di Kota Bandung.
Untuk menganalisis permasalahan di atas peneliti menggunakan teori dari Chris
dan Vangen (1996) yang merumuskan enam tahapan dalam kolaborasi yaitu dari
Managing Aims, Compromise, Communication, Democracy and Equality, Power
and Trust, dan Determinaion, Commitment and Stamina. Metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian
kualitatif. asil penelitian menunjukkan bahwa dalam Kolaborasi Pengelolaan
Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung, secara umum belum
sepenuhnya pelayanan dilaksanakan dengan baik. Hal ini terjadi karena
komunikasi yang dilakukan dengan pemilik konservasi tidak rutin sehingga masih
banyak pemilik yang tidak mengetahui bangunan cagar budaya, Disbudpar
sebagai koordinator kurang mengarahkan anggotanya dan tidak memonitoring
secara langsung kelapangan. Kemudian tidak adanya perjanjian atau kontrak MoU
(Memorantum of Understanding) diantara para pihak yang terlibat.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Keterkaitan Administrasi Publik, Kebijakan Publik dan Program
Negara merupakan bentuk dari organisasi public yang memiliki tujuan
yang harus dapat dicapai, pembagian masalah yang harus dicegah, diminimalisir
dan diatasi. Permasalahan negara dapat berasal dari pemerintahnya ataupun dari
masyarakatnya. Terkadang juga permasalahan yang muncul berasal dari dampak
negatif dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan Publik merupakan bagian dari kajian Administrasi Publik.
Menurut Pffifner dan Presthus yang dikutip oleh Syafiie menyebutkan bahwa
Administrasi Publik dapat didefinisikan sebagai koordinasi usaha-usaha
perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini
terutama meliputi pekerjaan sehari-sehari pemerintah (Syaffie, 2009:31).
Pendapat Pffifner dan Presthus diatas di dukung oleh pendapat dari Thoha,
yang mengungkapkan bahwa :
“Dimensi Pertama yang menjadi pokok perhatian Administrasi Publik ialah public policy (kebijakan publik) karena bidang kajian tersebut sangat penting bagi Administrasi Publik. Kebijakan publik ini selain dapat menentukan arah umum yang harus ditempuh dalam mengatasi isu masyarakat, dapat pula dipergunakan untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah”. (Thoha, 2005:53).
Richard E. Matland (1995) dalam jurnalnya yang berjudul “Synthesizing the
Implementation Literature : The Ambiguity-Conflict Model of Policy
Implementation”,menyebutkan bahwa :
“Policy can be defined as the programmatic activities formulated in response to authoritative decision. These activities are the policy designer’s plans for carrying out the wishes expressed by a letigimating organization, be it a legislature,, a judicial agent, or an executive body.” ( Matland, 1995 : 154).
Selain itu Kraft dan Michael menegaskan bahwa Policy implementation
depends on the development of the program’s detail to ensure that policy goals
and objectives will be attained. (Kraft, 2010 : 83).
Nugroho (2011) menegaskan bahwa :
“Dalam administrasi publik terdapat kegiatan membangun lingkungan yang memungkinkan setiap aktor, baik bisnis maupun nirlaba untuk mampu mengembangkan diri menjadi pelaku-pelaku yang kompetitif, bukan hanya secara domestik, melainkan global. Lingkungan ini hanya dapat diciptakan oleh kebijakan publik”. (Nugroho, 2011:141).
Oleh karena itu Administrasi Publik sebagai ilmu dan seni yang mengatur
urusan publik sudah tentu memiliki kaitan dengan kebijakan publik, dimana salah
satu bentuk untuk pencapaian tujuan dari kebijakan publik adalah dengan program
kegiatan. Dari uaraian diatas, maka penulis dapat memahami bahwa keterkaitan
dari Administrasi Publik, Kebijakan Publik dan program memiliki keterkaitan satu
sama lain. Keterkaitannya adalah kebijakan yang dapat direalisasikan dengan
program merupakan salah satu kajian dalam administrasi publik.
2.2.2 Definisi Kolaborasi
Semakin kompleks kehidupan manusia membuat semakin besar
keterkaitan satu hal dengan yang lainnya. Dalam berbagai bidang kehidupan,
berbagai individu atau organisasi dapat saling bersinggungan, saling
membutuhkan, atau ketergantungan. Kehidupan yang dinamis ini, membutuh
kolaborasi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat yang kompleks,
dimana organisasi yang berasal dari latar belakang berbeda bersama-sama
menghasilkan produk akhir ataupun pelayanan melalui suatu kerjasama, berbagi
sumber daya atau membuat keputusan bersama. Seperti yang disampaikan Linden
mengenai makna kolaborasidi bawah ini:
Collaboration occurs when people from different organizations (or units within one organization) produce something together trought join effort, resources, and decitions making, and share ownership of the final product or service. (Linden, 2001:8).
Kodrat manusia sebagai homo socius tidak dapat kita pungkiri. Keadaan
yang membuat manusia tidak akan mampu melaksanakan sendi-sendi
kehidupannya seorang diri tanpa campur tangan dan bantuan orang lain. Ditambah
lagi pengaruh global dan perkembangan dunia yang semakin komplek disertai
dengan masalah sosial yang semakin rumit memperbesar kebutuhan manusia
untuk saling melengkapi. Perbedaan jenis sumber daya, kemampuan, keahlian
ataupun keuangan antar organisisasi ternyata dapat saling melengkapi jika
mereka memiliki komitmen untuk saling memberi kebermanfaatan antar masing-
masing pihak untuk memecahkan suatu permasalahan yang menuntut banyak
stakeholder untuk ikut berperan. Manajemen kolaborasi dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang tidak mudah oleh satu jenis organisasi saja. Sesuai
dengan pernyataan Agranoff & MC Guire Berikut ini :
Collaborative management is a concept that describes the process of facilitating and operating in multiorganizational arrangements to solve problems that cannot be solved, or solved easily by single organization. Collaboration is a purposive relation designed to solve a problem by creating or discovering a solution within a given set of constraints (e.g,. knowledge, time, money, competition,. And conventional wisdom)” (Agranoff & MC Guire, 2003:4)
Dari beberapa jabaran tentang definisi kolaborasi maka bisa disimpulkan
bahwa kolaborasi merupakan salah satu problem solving yang dapat digukan oleh
organisasi pemerintah ataupun non-pemerintah agar dapat memperoleh output
yang lebih memuaskan dengan saling keterlibatan multiorganisasi. Membentuk
hubungan kerja antar organisasi yang saling memberdayakan dan membangun
keadaan yang saling ketergantungan untuk memecahkan masalah yang memang
tidak akan maksimal jika dipecahkan oleh satu jenis organisasi saja.
Dalam mempelajari kolaborasi, terdapat prinsip-prinsip yang membangun
kolaborasi itu sendiri. Kita tidak akan mampu memahami kolaborasi secara
mendalam jika tidak memahami prinsip-prinsip dasar yang harus dipergang jika
berbagai organisisi memutuskan untuk berkolaborasi. Straus menjabarkan
beberapa prinsip yang dikandung dalam kolaborasi diantaranya :
1. Involve the relevant stakeholders
2. Build consensus phase by phase
3. Design a process map
4. Designate a process facilitator
5. Harness the power of group memory
(Strauss, 2002:7)
Strauss menyatakan bahwa kolaborasi harus mengikutsertakan stakeholder
yang relevan dengan masalah yang akan dipecahkan, membangun konsensus
tahap demi tahap, dapat merancang dan memetakan proses kolaborasi yang akan
dijalin, menentukan fasilitator dalam proses kolaborasi serta mampu
memanfaatkan kekuatan memori masing-masing kelompok.
Kolaborasi dengan melibatkan stakeholder yang relevan sangat penting,
sebab jika ia tidak memiliki kepentingan secara langsung ataupun tidak langsung
dengan masalah yang akan dipecahkan dan organisasi tersebut tidak relevan
dengan masalah maka tidak akan mungkin terbangun kerjasama yang kuat. Selain
itu, dalam kolaborasi seharusnya bukanlah dominasi satu organisasi namun
melibatkan pembangunan konsensus dari multi organisasi yang membuat suara
dari organisasi-organisasi yang terlibat sama pentingnya satu dengan yang lain.
Prinsip kolaborasi juga tidak lepas dari perencanaan. Multiorgansisai yang
tergabung harus mampu memetakan proses yang akan mereka laksanakan untuk
mencapai hasil yang diharapkan dari dibangunnya kolaborasi. Dalam proses
pemetaan tersebut, penting untuk menentukan siapa fasilitaor yang akan terlibat
dalam proses.
Hal terakhir yang dianut dalam prinsip kolaborasi adalah upaya untuk
memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada dari masing-masing
stakeholder dalam pemecahan masalah.
Selain prinsip-prinsip kolaborasi yang ditawarkan Strauss. Juga terdapat
beberapa poin kunci dari kolaborasi. Poin-poin ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Different strengths from everyone
2. Voluntary rather than mandatory efforts
3. Flexible resources
4. Measurement and publicity for results
5. Planning balanced with result
(Linden,2002:187-199)
Linden menyatakan bahwa kolaborasi dapat terjadi jika ada perbedaan
kekuatan dari organisasi yang berkolaborasi, merupakan hal yang bersifat sukarela
bukan sesuatu yang menjadi kewajiaban, sumberdaya yang tersedia bersifat
fleksibel, dapat diukur dan dipublikasikan hasil dari kolaborasi tersebut serta
perencanaan seimbang dengan hasil.
2.2.3 Definisi Program
Negara sebagai suatu organisasi publik selain mempunyai tujuan yang
harus direalisasikan, ia juga mempunyai berbagai permasaahan yang harus
diselesaikan. Permasalahan yang muncul bisa berasal dari masyarakat atau
dampak negative dari suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Karakteristik masalah publik yang harus diselesaikan selain bersifat
interdepedensi juga bersifat dinamis, sehingga pemecahannya memerlukan
pendekatan holistic (holistical approach), yaitu pendekatan yang memandang
masalah sebagai suatu bagian dari kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau
diukur sendiri.(Tahcjan, 2008:14).
Pemerintah dalam hal menyikapi permasalahan yang muncul haruslah
dapat menemukan suatu solusi yang tepat. Solusi tersebut dapat dituangkan dalam
suatu program. Kemunculan program adalah sebagai sebuah rangkaian
implementasi kebijakan yang di peruntukan mengatasi masalah-masalah yang ada
di masyarakat.
Sedangkan menurut Kunarjo (2002:86), program di definisikan sebagai :
“Perangkat dari kegiatan-kegiatan atau paket dari kegiatan yang diorganisasikan untuk tujuan penciptaansasaran secara khusu, seperti program imunisasi anak-anak, program air bersih, dan sebagainya”.
Istilah program lebih lanjut menurut Kunarjo (2002:207) adalah :
a. Program dapat merupakan kegiatan baru.
b. Program adalah sekumpulan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain
untuk mencpai tujuan tertentu.
c. Program sering terus berlanjut.
d. Pemeriksaan pada program ditekankan pada 3 aspek yaitu :
1. Konsep dan program secara rasional.
2. Pelaksanaan program dn operasi.
3. Efek dan dampak.
Adapun yang menjadi cirri-ciri program yaitu :
a. Keberhasilan program tidak mutlak tergantung dari output masing-
masing kegiatan, tetapi bahkan sering berkelanjutan, misalnya program
imunisasi, program air bersih, dan sebagainya.
b. Program merupakan seperangkat kegiatan yang masing-masing
kegiatan itu mempunyai hubungan yang berkaitan satu dengan yang
lain untuk mencapai sasaran yang dikehendaki.
c. Keberhasilan program tidak tergantung dari output masing-masing
kegiatan. (Kunarjo, 2002, 206).
Dari beberapa pemaparan mengenai program di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa suatu program itu bukanlah hanya menunjukan hasil dalam
bentuk fisik melainkan juga diharapkan adanya dampak yang akan merubah suatu
keadaan menjadi jauh lebih baik.
2.3 Kerangka Pemikiran
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT) merupakan
upaya pemerintah untuk menanggulangi semakin meningkatnnya penderita
HIV/AIDS dikalangan ibu dan anak. Kota Bandung sebagai wilayah dengan
penderita HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat perlu lebih gencar melaksanakan
program ini sebagai tindakan untuk mengurangi penderita HIV/AIDS dikalangan
Ibu dan Anak di Kota Bandung.
Permasalahan HIV/AIDS dikalangan ibu dan anak merupakan permasalahan
sosial yang kompleks yang butuh upaya bukan hanya dari pemerintah saja namun
harus melibatkan pihak-pihak lain yang erat hubungannya dengan masalah ini.
Dinas kesehatan tidak akan mampu mengimplementasikan program ini tanpa
bantuan organisasi-organisasi lain yang ada di kota bandung seperti Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bandung, Rumah Sakit, Puskesmas, posyandu,
Lembaga Sosial Masyarakat (Rumah Cemara, Bahtera, yayasan kontak indonesia,
Grapiks dll),Forum Warga Peduli Aids, BKKBN dan FFI (Frisian Flag
Indonesia).
Keterlibatan masing-masing stakeholder tersebut perlu suatu harmoni agar
memiliki kejelasan fungsi dan tugas yang dilaksanakan. Kolaborasi diantara
stakeholder untuk melancarkan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Bayi (PMTCT) di Kota Bandung.
Organisasi yang berbeda dapat bersama-sama berupaya, mengoptimalkan
sumber daya yang mereka miliki dan mengambil keputusa serta berbagi
kemampuan untuk memperoleh output tertentu dengan jalan kolaborasi. Seperti
yang disampaikan Linden mengenai makna kolaborasi, yaitu :
Collaboration occurs when people from different organizations (or units within one organization) produce something together trought join effort, resources, and decitions making, and share ownership of the final product or service. (Linden, 2001:8).
Oleh karena itu, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
memahami kolaborasi. Seperti Teori kolaborasi dari Chris dan Vangen (1996)
merumuskan enam tahapan dalam kolaborasi yaitu dari Managing Aims,
Compromise, Communication, Democracy and Equality, Power and Trust, dan
Determinaion, Commitment and Stamina.
Selain tahapan kolaborasi yang ditawarkan Chris dan Vangen, terdapat pula
teori lain terkait kolaborasi. Straus menawarkan prinsip-prinsip yang
digunakanuntuk menciptakan kolaborasi yang baik, diantaranya :
1. Involve the relevant stakeholders
2. Build consensus phase by phase
3. Design a process map
4. Designate a process facilitator
5. Harness the power of group memory
(Strauss, 2002:7)
Strauss menjabarkan 5 prinsip kolaborasi, seperti mengikutsertakan
stakeholder yang relevan dengan masalah yang akan dipecahkan, membangun
konsensus tahap demi tahap, dapat merancang dan memetakan proses kolaborasi
yang akan dijalin, menentukan fasilitator dalam proses kolaborasi serta mampu
memanfaatkan kekuatan memori masing-masing kelompok.
Untuk penelitian mengenai Kolaborasi pelaksanaan Program PMTCT
Kota Bandung ini, penulis menggunakan teori Strauss mengenai 5 prinsip
kolaborasi yang harus dibangun untuk menciptakan kolaborasi pelaksanaan
program.
2.4 Hipotesis Kerja
Kolaborasi dalam pelaksanaan Program Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung mengacu pada
prinsip-prinsip kolaborasi Straus, yaitu :
1. Involve the relevant stakeholders
2. Build consensus phase by phase
3. Design a process map
4. Designate a process facilitator
5. Harness the power of group memory
(Strauss, 2002:7)
BAB III
METODE DAN OBJEK PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif yang dilihat dari perolehan data selama penelitian
berlangsung, dimana penelitian ini mendeskripsikan cara-cara pandang, ataupun
ungkapan-ungkapan emosi dari objek yang diteliti terkait dengan suatu gejala dan
fenomena yang ada dan nyata terjadi. Dalam metode kualitatif, penelitian didesain
tidak selalu untuk mencari sebab akibat dari suatu permasalahan yang terjadi di
lokasi penelitian, namun lebih berupaya memahami situasi yang benar-benar
terjadi di lokasi penelitian. Oleh karena itu, penelitian kualitatif diharapkan akan
mampu mengkaji masalah penelitian secara mendalam sehingga dapat
memperoleh penjelasan yang bermakna tentang kolaborasi pelaksanaan program
PMTCT di Kota Bandung. Dalam penelitian ini menggunakan data subyektif yang
merupakan perspektif dari pelaku yang akan diteliti (informan) tanpa adanya
pengurangan atau penambahan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bogdan dan
Taylor dalam Moleong yang mengemukakan bahwa:
“Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori substantif yang berdasarkan data.” (Moleong, 2007: 4)
Peneliti menggunakan tingkat eksplanasi dengan format/desain deskriptif
kualitatif yang dipergunakan untuk menyusun dan menganalisis data sehingga
dapat diperoleh gambaran mengenai masalah yang dihadapi saat penelitian.
Format deskriptif kualitatif ini mengacu pada pendapat Bungin, yaitu:
“Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.” (Bungin, 2007: 68)
Dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian yang paling utama adalah
peneliti itu sendiri.Dalam hal ini, peneliti sekaligus perencana, pelaksana
pengumpul data, analisis penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelopor hasil
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong yang mengatakan:
“Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian. Pengertian instrumen penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.” (Moleong, 2007: 168)
Dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan
alasan yaitu metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks
tentang topik permasalahan yang ingin diungkapkan, maka peneliti menggunakan
pendekatan deskriptif dikarenakan dalam penelitian ini pemecah masalah
dilakukan dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang terjjadi dilapangan. Asalan
lainnya yaitu jumlah informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini hanya sedikit
dan dapat dengan mudah menggunakan instrument penelitian kualitatif.
3.1.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menjelaskan bagaimana sumber diperoleh dan
dari mana sumber diperoleh. Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh
peneliti untuk menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis dan mencapai tujuan
penelitian. Oleh karena itu data serta kualitas data merupakan hal pokok dalam
penelitian. Hal tersebut dikarenakan menentukan suatu kualitas dari penelitian.
Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan penelitian ini
yaitu terdiri dari dua jenis data, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan oleh peneliti yang berasal
dari instansi, badan atau organisaasi yang diteliti. Dalam hal ini instansi
atau lembaga yang terkait yaitu Dinas Kesehatan. Data primer ini
didapatkan dengan tiga cara yaitu observasi, wawancara, dan
mengumpulkan beberapa laporan-laporan atau dokumen yang
berhubungan deengan beberapa laporan-laporan atau dokumen yang
berhubungan dengan pelaksanaan Program Prevention Mother to Child
Transmission (PMTCT).
2. Data Sekunder
Data ini merupakan data pendukung dari data primer. Peneliti
mendapatkan data sekunder bersumber dari beberapa literatur-literatur,
laporan ilmiah dan sumber data lain yang berkaitan dengan penelitian.
Adapun Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan
mempelajari berbagai buku literature, dokumen-dokumen serta laporan
yang berkaitan dengan masalah kolaborasi pelaksanaan program PMTCT
di Kota Bandung, guna memperoleh data sekunder yang akan dijadikan
landasan teori dalam melihat dan membahas kenyataan yang ditemui
dalam penelitian di lapangan.
2. Studi lapangan (field research), yaitu pengumpulan data penelitian yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke objek yang
diteliti. Melakukan penelitian langsung ke lapangan berguna untuk
mengetahui permasalahan yang terjadi sekaligus untuk memperoleh data
primer yang dibutuhkan. Adapun data dan informasi dikumpulkan dengan
cara:
a. Pengamatan (observasi), yaitu pengumpulan data atau informasi
dengan mengamati langsung objek yang sedang diteliti untuk
mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan. Tujuan observasi
adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas
yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan
makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam
kejadian yang diamati tersebut. Teknik observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi nonpartispan, yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung
terhadap dinas dan instansi yang menjadi bagian dari kolaborasi
pelaksanaan Program PMTCT di Kota Bandung. Dalam observasi ini
penulis mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan objek
yang diteliti dengan tidak terlibat langsung dalam proses pekerjaannya.
b. Wawancara, yaitu metode pengambilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan. Mengumpulkan data
dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dan mendalam
dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Dalam hal ini pihak-pihak yang diwawancara adalah dinas dan instansi
yang terkait dengan kolaborasi pelaksanaan Program PMTCT di Kota
Bandung. Dalam melakukan wawancara penulis menggunakan teknik
wawancara terstruktur, dimana peneliti menggunakan
(mempersiapkan) daftar pertanyaan atau pedoman wawancara sebagai
penuntun selama proses wawancara.
3.1.3 Penentuan Informan
Dalam penelitian kualitatif, informasi yang dibutuhkan untuk menjawab
berbagai pertanyaan menyangkut masalah penelitian didapatkan melalui informan.
Menurut Bungin informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi
objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek
penelitian. (Bungin, 2010: 76)
Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan yang penulis gunakan
adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011: 90), purposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Artinya teknik penentuan informan ini dilakukan berdasarkan kapasitas dan
kapabilitas diri seseorang yang dianggap paling tahu dan memiliki kekuasaan
sehingga dapat memberikan akses kepada peneliti untuk menjelajahi objek atau
situasi yang akan diteliti.
Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
1. Otoritas yang dimiliki informan dalam pelaksanaan. Artinya informan
memiliki kedudukan penting dalam kolaborasi Program PMTCT di
Kota Bandung.
2. Dianggap memiliki informasi yang banyak mengenai kolaborasi
pelaksanaan Program PMTCT di Kota Bandung.
3. Memiliki keterkaitan, baik secara individu maupun institusi, dengan
persoalan kolaborasi pelaksanaan Program PMTC di Kota Bandung
Adapun informan sasaran yang hendak diteliti atau dimintai keterangan
adalah pihak-pihak atau dinas/institusi yang terkait dengan kolaborasi pelaksanaan
Program di Kota Bandung. Penentuan informan dilakukan berdasarkan
pengalaman dan pemahaman mereka atas objek yang sedang diteliti. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua pihak memahami fokus
penelitian penulis. Adapun informan dalam penelitian ini yaitu :
1. Kepala bidang penanggulangan HIV/AID Dinas Kesehatan Kota Bandung
2. Ketua Komisi Penanggulangan Aids Kota Bandung
3. Kepala Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak
4. Ketua Frisian Flag Indonesia
5. Rumah Cemara Kota Bandung
6. Yayasan Bahtera Kota Bandung
7. Grapiks
8. Yayasan Kontak Indonesia
9. Forum Wanita Peduli AIDS Kota Bandung
10. Puskesmas dan Rumah Sakit
3.1.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Artinya analisis data difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data.
Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan
model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Miles dan
Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data,
penyajian data penarikan kesimpulan, seperti pola yang digambarkan berikut ini.
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Model Interaktif (Interactive Model)
Sumber: Matthew B. Miles and A. Michael huberman, 1992 dalam Sugiyono,
2001: 92
a. Reduksi data. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data
akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera
dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya.
b. Penyajian data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori dan sejenisnya. Dengan penyajian data, maka akan
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan & Verifikasi
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
c. Penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
Proses analisis berlangsung selama dan sesudah pengumpulan data.
Langkah yang dilakukan setelah dirasakan penulis memperoleh data yang relatif
cukup untuk dimulainya kegiatan analisis adalah mereduksi data.
Langkah selanjutnya yaitu apabila telah ditemukan data dan informasi
yang dirasa telah cukup maka bisa segera dilakukan “penarikan kesimpulan”
(meskipun secara longgar dan sementara). Disamping itu, apabila diperoleh data
yang perlu dikomunikasikan dengan data lain sehingga menghasilkan susunan
data tertentu maka segera langkah yang dilakukan selanjutnya adalah penyajian
data.
Tiga langkah paralel berikutnya yaitu bisa langsung dilakukan penarikan
kesimpulan, atau kembali ke langkah pengumpulan data maupun reduksi data
manakala ditemukan kekurangan informasi ataupun memerlukan data-data
tambahan yang perlu dan belum terpenuhi.
Kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan selama proses tersebut bersifat
longgar dan terus menerus diverifikasi sedemikian rupa sehingga mungkin sampai
perlu kembali ke langkah-langkah sebelumnya seperti (pengumpulan data, reduksi
data ataupun penyajian data). Jadi proses analisis tidak terikat kaku berdasarkan
kronologis langkah-langkah analisis itu sendiri.
3.1.5 Pengujian Keabsahan Data
Keabsahan merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti, dengan kata lain
data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh
peneliti dengan data sesungguhnya terjadi pada objek penelitian.
Sedangkan menurut Moleong, yang dimaksud dengan keabsahan data
adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:
1. Mendemonstrasikan nilai yang benar;
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan;
3. Memperoleh keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari
prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
(Moleong, 2007: 320-321)
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perlu dibangun sebuah mekanisme untuk
mengatasi keraguan terhadap setiap hasil penelitian kualitatif. Beberapa ahli
mencoba membangun mekanisme sistem pengujian keabasahan hasil penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi yang dikemukakan
pertama kali oleh Denzin untuk menguji keabsahan data. Menurut Sugiyono
(2009: 125), triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
Proses triangulasi dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data
dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi
perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada
informan.
Menurut Wiliam Wiersma (1986) dalam Sugiyono mengatakan bahwa
Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data
according ti the convergency of multiple data sources or multiple data collection
procedure.(Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu).
(Sugiyono, 2011:273-274). Dari pendapat William Wiersma, terdapat 3 macam
triangulasi, yaitu
1. Triangulasi SumberTriangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber tersebut tidak dapat dirata-ratakan, tetapi dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik dari tiga sumber data tersebut.
2. Triangulasi TeknikTriangulasi teknik untuk kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Data dapat diperoleh dengan wawancara, lalu di cek dengan observasi, dokumentasi dan kuesioner.
3. Triangulasi dengan WaktuWaktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. (Sugiyono, 2011:273-274).
Diantara jenis-jenis triangulasi yang telah dijabarkan diatas, dalam
penelitian ini peneliti merencanakan untuk menggunakan triangulasi
sumber.untuk menguji keabsahan data yang berkaitan dengan kolaborasi
pelaksanaan dari Program PMTCT di Kota Bandung. Triangulasi sumber
merupakan teknik yang dilakukan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini ditempuh dengan jalan sebagai
berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh
dari hasil wawancara dengan informan.
2. Membandingkan keadaan dan perspektif satu informan dengan
informan lain yang memiliki pengetahuan banyak tentang kolaborasi
pelaksanaan Program PMTCT di Kota Bandung.
3. Membandingkan hasil wawancara dan observasi dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
Dengan menggunakan teknik triangulasi sumber seperti ini data dan
informasi yang dihasilkan dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan
keabsahannya.
3.1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.6.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis tentukan di beberapa tempat yang dianggap
paling relevan dengan fokus kajian penelitian, yaitu:
1. Dinas Kesehatan Kota Bandung,
Jl Supratman No 73 Citarum, Bandung
3.1.6.2 Waktu penelitian
Penelitian dimulai dari bulan April 2015
3.2 Objek Penelitian
3.2.1 Program Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)
Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) atau Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), merupakan program nasional untuk
mencegah penularan virus HIV/AIDS dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
Program ini mencegah terjadinya penularan pada perempuan usia produktif,
kehamilan dengan HIV positif, penularan dari ibu hamil ke bayi yang
dikandungnya. Prevalensi kasus AIDS lebih besar karena merupakan kewajiban
untuk melaporkan kasus kematian karena AIDS, tetapi kasus HIV cenderung
untuk tidak dilaporkan. Kecenderungan tidak melaporkan ini secara tidak
langsung menunjukkan masih besarnya stigma terhadap HIV/AIDS di
masyarakat.
Menurut WHO (2009), kecenderungan infeksi HIV pada perempuan dan
anak meningkat, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk mencegah penularan
HIV dari ibu hamil ke bayi antara lain dengan program PMTCT. Program
PMTCT dapat dilaksanakan pada perempuan usia produktif, melibatkan para
remaja pranikah dengan jalan menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS,
meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara menghindari
penularan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS), menjelaskan manfaat
dari konseling dan tes HIV/AIDS secara sukarela, melibatkan kelompok yang
beresiko, petugas lapangan, kader PKK, dan bidan.
Beberapa tujuan diterapkannya program pencegahan penularan HIV dari ibu ke
bayi, antara lain:
1. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar infeksi HIV pada bayi ditularkan dari ibu. Diperlukan
upaya intervensi dini yang baik, mudah dan mampu laksana guna menekan
proses penularan tersebut;
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Bayi. Dampak akhir
dari epidemi HIV berupa berkurangnya kemampuan produksi dan
peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh ODHA dan
masyarakat Indonesia dimasa mendatang karena morbiditas dan mortalitas
terhadap ibu dan bayi.
Upaya untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak
dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan yang meliputi hal berikut:
5. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi6. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan
HIV7. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang di
Kandungnya
8. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganyaSource : Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Berdasarkan upaya pencegahan diatas dapat dilihat bahwa Program
PMTCT (Prevention Mother To Child Transmission) merupakan program sosial
yang kompleks sehingga butuh keterlibatan lebih dari satu organisasi. Program ini
merupakan rangkaian pengendalian HIV/AIDS serta kebijakan umum Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) dalam paket kesehatan ibu dan anak (KIA) Terpadu dan
layanan Keluarga Berencana. Oleh karena itu, banyak organisasi yang dilibatkan
dalam program ini, seperti dinas kesehatan kota bandung, Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bandung, Rumah Sakit, Puskesmas, posyandu,
Lembaga Sosial Masyarakat (Rumah Cemara, Bahtera, yayasan kontak indonesia,
Grapiks dll),forum warga peduli Aids, BKKBN dan FFI (Frisian Flag Indonesia).
3.2.2 Gambaran Umum Dinas KesehatanKota Bandung
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung merupakan Dinas Otonomi Daerah
yang secara struktur sepenuhnya berada dalam kewenangan Pemerintah Daerah,
sedangkan hubungan dengan Dinas Kesehatan Propinsi adalah merupakan
hubungan kerja fungsional, sehingga tugas–tugas bantuan (dekonsentrasi)
dibidang kesehatan ditingkat Kabupaten dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
3.2.3 Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Kesehatan Kota Bandung
Adapun tugas dari Dinas Kesehatan Kota Bandung yaitu melaksanakan
sebagian urusan pemerintah daerah di di bidang kesehatan berdasarkan asas
otonomi dan pembantuan
Kemudian fungsi dari Dinas Kesehatan Kota Bandung yaitu melaksanakan
tugas teknis operasional di bidang kesehatan yang meliputi pengembangan dan
pembinaan pelayanan kesehatan, pencegahan pemberantasan penyakit menular
dan penyehatan lingkungan, kesehatan keluarga, pelayanan kefarmasian dan
pengawasan makanan dan minuman serta pembinaan program berdasarkan
kebijakan walikota Bandung, kemudian pelaksanan tugas teknis fungsional di
bidang kesehatan berdasarkan kebijakan Gubernur Propinsi Jawa Barat dan
pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan yang meliputi
kepegawaian, keuangan, umum dan perlengkapan.
3.2.4 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Agranoff, Robert and Michael McGuire. 2003. Collaborative PublicManagement; new strategies for Local Government. Washington DC: Georgetown University Press.
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Kraft, Michael E. and Norman J. Vig. 2010. Environmental Policy over Four Decades, :CQ Press, a division of SAGE.
Kunarjo, 2002. Perencanaan dan pengendalian program pembangunan, jakarta: ui press
Linden GD, Jacobi JA, Benson EA. 2001.Collaborative recommendations using item-to-item similarity mappings. USA :US Patent.
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2011.Public Policy Dinamika Kebijakan- Analisis Kebijakan-Manajemen Kebijakan, Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Straus, David. 2002. How to make collaboration work. San. Francisco: Berrett-Koehler.
Tacjan. 2008. Implementasi Kebijakan publik. Bandung: Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad.
Thoha, Mifta. 2005. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
B. Perundang-Undangan dan Dokumen Lain
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 tentang Pencegahan Penularan HIV Ibu ke
Anak
Peraturan menteri kesehatan No. 21 Tahun 2013 Penanggulangan HIVAIDS
Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak
Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
C. Sumber Internet
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/docs/MDG diakses 8 Mei 2015
pukul 20.21WIB
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf diakses pada 14 Mei 2015 pukul 21.35WIB
http//jdihbagianhukumbandung.go.id diakses pada 14 Mei 2015 pukul 23.27WIB
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana perkembangan kasus hiv/aids di kota bandung dari tahun ke
tahun?
2. Apa landasan hukum implementasi program PMTCT (Prevention Mother
To Child) ?
3. Siapa stakholder yang terlibat dalam pelaksanaan program ini?
4. bagaimana peran masing – masing stakeholder yang terlibat?
5. Bagaiman kolaborasi antara dinas kesehatan dengan stakeholder yang
terkait?
6. apa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini?