Bab 10 Penginderaan Jauh

27
Bab 9. Penginderaan Jauh 2012 138 Copyright@2012 By Djauhari Noor 1 1 0 0 Penginderaan Jauh 10.1. Pendahuluan Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) berkembang dengan pesat sejak eksplorasi antariksa berlangsung sekitar tahun 1960-an dengan mengorbitnya satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera yang mengambil gambar permukaan bumi dari satelit memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. Teknologi pemotretan udara yang berkembang bersamaan dengan era eksplorasi antariksa seperti sistim kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer diikut sertakan dalam misi antariksa tersebut pada tahap berikutnya. Pada tahun 1972 satelit ERTS-1 (sekarang dikenal dengan Landsat) untuk pertama kali diorbitkan Amerika Serikat. Satelit ini dikenal dengan satelit sumber alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan. Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat untuk menunjang program pemetaan, dalam waktu singkat disimpulkan bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup sangat luas. Sejak itu berbagai satelit sejenis diorbitkan oleh negara-negara maju lain, seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan melalui satelit- satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di permukaan bumi dapat pula direkam. Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai kendala, diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil sangat terbatas. Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan pada pengenalan informasi geologi dan kondisi lingkungan geologi yang dalam beberapa hal berkaitan dengan penggunaan data satelit penginderaan jauh. 10.2. Prinsip Dasar Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh. Di bawah ini akan disinggung secara singkat mengenai gelombang elektromaknit, pembagian dalam selang

Transcript of Bab 10 Penginderaan Jauh

Page 1: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

138 Copyright@2012 By Djauhari Noor

1100 Penginderaan Jauh

10.1. Pendahuluan

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) berkembang dengan pesat sejak eksplorasi antariksa berlangsung sekitar tahun 1960-an dengan mengorbitnya satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera yang mengambil gambar permukaan bumi dari satelit memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. Teknologi pemotretan udara yang berkembang bersamaan dengan era eksplorasi antariksa seperti sistim kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer diikut sertakan dalam misi antariksa tersebut pada tahap berikutnya. Pada tahun 1972 satelit ERTS-1 (sekarang dikenal dengan Landsat) untuk pertama kali diorbitkan Amerika Serikat. Satelit ini dikenal dengan satelit sumber alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan. Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat untuk menunjang program pemetaan, dalam waktu singkat disimpulkan bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup sangat luas. Sejak itu berbagai satelit sejenis diorbitkan oleh negara-negara maju lain, seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di permukaan bumi dapat pula direkam. Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai kendala, diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil sangat terbatas. Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan pada pengenalan informasi geologi dan kondisi lingkungan geologi yang dalam beberapa hal berkaitan dengan penggunaan data satelit penginderaan jauh.

10.2. Prinsip Dasar

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh. Di bawah ini akan disinggung secara singkat mengenai gelombang elektromaknit, pembagian dalam selang

Page 2: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

139 Copyright@2012 By Djauhari Noor

panjang gelombang (spectral range), mengapa dipakai dalam sistim perekaman citra dan bagaimana responnya terhadap benda di permukaan bumi.

10.2.1. Komponen Dasar

Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor (gambar 10-1). Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra.

Gambar 10-1. Komponen Penginderaan Jauh: 1. Sumber Energi (matahari); 2. Target (obyek di permukaan bumi); 3. Atmosfir (media

transmisi); dan 4. Sensor (alat perekam).

10.2.2. Teknologi Penginderaan Jauh

Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu dan sebagainya.

1 Resolusi sensor

Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari obyek yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari obyek tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dam tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi.

Resolusi spasial menunjukkan tingkat kerincian/ketelitian suatu obyek yang ditangkap oleh sensor. Semakin rinci suatu obyek maka akan semakin tinggi pula resolusi spasial yang diperlukan. Sebagai contoh, pemetaan penggunaan lahan memerlukan resolusi spasial lebih tinggi daripada sistem pengamatan cuaca berskala besar.

Page 3: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

140 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh sensor. Untuk mendeteksi kerusakan tanaman dibutuhkan sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian merah.

Resolusi temporal menunjukkan interval waktu antar dua pengukuran yang berurutan. Untuk memonitor perkembangan kebakaran hutan maka diperlukan pengukuran setiap jam, sedangkan untuk memonitor produksi tanaman membutuhkan pengukuran setiap musim, sedangkan pemetaan geologi hanya membutuhkan sekali pengukuran.

2 Platform

Ground-Based Platforms: sensor diletakkan di atas permukaan bumi dan tidak berpindah-pindah. Sensornya biasanya sudah baku seperti pengukur suhu, angin, pH air, intensitas gempa dll. Biasanya sensor ini diletakkan di atas bangunan tinggi seperti menara.

Aerial platforms: biasanya diletakkan pada pesawat terbang, meskipun platform airborne lain seperti balon udara, helikopter dan roket juga bisa digunakan. Digunakan untuk mengumpulkan citra yang sangat detail dari permukaan bumi dan hanya ditargetkan ke lokasi tertentu. Dimulai sejak awal 1900-an.

Satellite Platforms: sejak awal 1960 an sensor mulai diletakkan pada satelit yang diposisikan pada orbit bumi dan teknologinya berkembang pesat sampai sekarang. Banyak studi yang dulunya tidak mungkin menjadi mungkin.

3 Komunikasi dan pengumpulan data

Pengiriman data yang dikumpulkan dari sebuah sistem Penginderaan Jauh kepada pemakai kadang-kadang harus dilakukan dengan sangat cepat. Oleh karena itu, pengiriman, penerimaan, pemrosesan dan penyebaran data dari sebuah sensor satelit harus dirancang dengan teliti untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Pada ground-based platforms, pengiriman menggunakan sistem komunikasi ground-based seperti radio, transmisi microwave atau computer network. Bisa juga data disimpan pada platform untuk kemudian diambil secara manual. Pada aerial Platforms, data biasanya disimpan on board dan diambil setelah pesawat mendarat. Dalam hal satellite Platforms, data dikirim ke bumi yaitu kepada sebuah stasiun penerima. Berbagai cara transmisi yang dilakukan:

1. langsung kepada stasiun penerima yang ada dalam jangkauan, 2. disimpan on board dan dikirimkan pada saat stasiun penerima ada dalam jangkauan,

terus menerus, yaitu pengiriman ke stasiun penerima melalui komunikasi satelit berantai pada orbit bumi, atau

3. kombinasi dari cara-cara tersebut. Data diterima oleh stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah. Kemudian data tersebut akan diproses untuk pengkoreksian sistematik, geometrik dan atmosferik dan dikonversi menjadi format standard. Data kemudian disimpan dalam tape, disk atau CD. Data biasanya disimpan di stasiun penerima dan pemproses, sedangkan perpustakaan lengkap dari data biasanya dikelola oleh pemerintah ataupun perusahaan komersial yang berkepentingan. 4 Radiasi Elektromagnetik

Berangkat dari bahasan kita di atas mengenai komponen sistem Penginderaan Jauh, energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem Penginderaan Jauh untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitudo, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi

Page 4: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

141 Copyright@2012 By Djauhari Noor

elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya. Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbedabeda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.

5 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromaknit adalah gelombang yang merambat secara kontinu dalam gerak yang harmonis. Sumber dari gelombang ini secara alami adalah sinar matahari, selain dapat pula dibuat secara artifisial seperti pada penginderaan dengan gelombang radar (gelombang mikro). Selang panjang gelombang elektromaknit mulai dari sekitar 0.3 nm sampai orde meter yang meliputi gelombang ultra ungu sampai radio (gambar 10.2).

Gambar 10-2. Selang panjang gelombang elektromaknit, Jendela Atmosfir dan Sistem Penginderaan Jauh (Film berwarna, Film Infra Merah, Landsat MSS, Landsat TM, SPOT, NOAA

AVHRR, ERS SAR)

Gambar 10-3 Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang menjalar ke permukaan bumi

Page 5: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

142 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Tidak semua gelombang elektromaknit dapat dipakai dalam sistim perekaman data karena sebagian dari selang panjang gelombang tersebut tidak dapat diteruskan (ditrasmit) ke permukaan bumi. Perambatan gelombang ke permukaan bumi dipengaruhi oleh proses yang terlihat pada gambar 10-3.

Penghalang yang membendung jalannya gelombang tersebut di antaranya adalah massa gas yang terdapat di atmosfir seperti O2, H2O, CO2. Oleh karena itu ada celah-celah dimana transmisi gelombang berjalan penuh. Celah tersebut dikenal sebagai jendela atmosfir (atmospheric window) seperti dapat dilihat pada gambar 10-3. dan gambar 10-4

Gambar 10-4. Jendela atmosfir dimana transmisi gelombang berjalan penuh

Berdasarkan distribusi jendela atmosfir tersebut sistim penginderaan jauh dipilih dan ditentukan secara operasional. Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spectrum elektromagnetik. Gambar spectrum elektromagnetik di bawah disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan ųm) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray.

Radio : Radio energi adalah bentuk level energi elektromagnetik terendah, dengan kisaran panjang gelombang dari ribuan kilometer sampai kurang dari satu meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar berguna untuk mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar berkisar antara 0.8 – 100 cm.

Microwave : Panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0.3 – 300 cm. Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem Penginderaan Jauh aktif. Pada sistem Penginderaan Jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah Tropical Rainfall Measuring Mission’s (TRMM) Microwave Imager (TMI), yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan intensitas hujan.

Infrared : Radiasi infrared (IR) bisa dipancarkan dari sebuah obyek ataupun

dipantulkan dari sebuah permukaan. Pancaran infrared dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared. Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar nampak dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang radiasi infrared berkisar antara 0.7 – 300 ųm, dengan spesifikasi: near IR atau reflected IR: 0.7 – 3 ųm, dan thermal IR: 3 – 15 ųm Untuk aplikasi PJ untuk lingkungan hidup

Page 6: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

143 Copyright@2012 By Djauhari Noor

menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5, 7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Sebagai contoh, gambar berikut menunjukkan suhu permukaan laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan near IR).

Visible : Posisi sinar nampak pada spectrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang berkisar antara 0.4 to 0.7 ųm. Perbedaan panjang gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Di bawah adalah contoh komposit dari citra Landsat Thematic Mapper.

Ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray: Radiasi ultraviolet, X-Ray dan Gamma Ray berada dalam urutan paling kiri pada spectrum elektromagnetik. Tipe radiasinya berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang radiasi ultraviolet berkisar antara 3 nm-0.4 _m, sedangkan X-Ray 0.03 – 3 nm, dan Gamma ray < 0.003nm. Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan Penginderaan Jauh.

10.2.3. Sistim Penginderaan Jauh

Sistim penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu: (1). Sumber energi; (2). Sensor sebagai alat perekam data; (3). Stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data; (4). Fasilitas pemrosesan data; (5). Pengguna data. Secara diagramatik diperlihatkan pada gambar 10-5. Sumber energi yang umum dipergunakan dalam sistim penginderaan jauh yang operasional saat ini adalah dari matahari yang dikenal sebagai “passive sensing” sebaliknya sistim “active sensing” dipakai dalam sistim “imaging radar”.

Gambar 10-5. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya

Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa multispectral scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada umumnya disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data mentah (raw data). Di stasiun bumi data mengalami pemrosesan awal (pre-processing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users). Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada pengecualian apakah militer, sipil, instansi pemerintah atau swasta. Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user services) atau melalui agen/distributor lain.

Page 7: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

144 Copyright@2012 By Djauhari Noor

10.2.4. Data Penginderaan Jauh

Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam unit terkecil di dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini dikenal dangan nama pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat geografi dan y menunjukkan nilai intensitas pantul dari unit dalam tiap selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul berkisar antara 0 – 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistim yang dipakai, menunjukkan ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 10-6.

Gambar 10-6. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data penginderaan jauh.

Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu “band” pada sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap pixel akan menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda. Dengan menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada gambar 10-7.

Gambar 10-7. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data penginderaan jauh multispectral.

Page 8: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

145 Copyright@2012 By Djauhari Noor

10.2.5. Pemrosesan Data

Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya. Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS, PCI, ENVI dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara: (1). Pemrosesan dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua metoda dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila pemrosesan dat secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik. Pemrosesan secara digital lain sangat bervariasi seperti misalnya deteksi tepi (edge enhancements), filtering, histogram transformations, band ratioing, Principle Component Analysis (PCA), Classifications, penggunaan formula dan sebagainya. Disamping pemrosesan digital suatu metoda lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah pemrosesan, interpretasi dan analisis secara visual. Cara seperti ini dilakukan seperti halnya diterapkan dalam interpretasi potret udara konvensional yang telah lama dilakukan sebelum era citra satelit diperkenalkan. Parameter interpretasi seperti pengenalan obyek berdasarkan bentuk, ukuran, pola dan tekstur topografi, struktur, rona warna dan sebagainya dipergunakan dalam mengenal dan membedakan obyek / benda antara satu dengan yang lain. Dalam bidang geologi interpretasi visual memegang peran sangat penting karena obyek-oyek geologi sukar sekali dipisahkan melalui pemrosesan secara digital.

10.2.6. Interaksi Energi

Gelombang elektromagnetik (EM) yang dihasilkan matahari dipancarkan (radiated) dan masuk ke dalam atmosfer bumi. Interaksi antara radiasi dengan partikel atmosfer bisa berupa penyerapan (absorption), pemencaran (scattering) atau pemantulan kembali (reflectance). Sebagian besar radiasi dengan energi tinggi diserap oleh atmosfer dan tidak pernah mencapai permukaan bumi. Bagian energi yang bisa menembus atmosfer adalah yang ‘transmitted’. Semua masa dengan suhu lebih tinggi dari 0 Kelvin (-273º C) mengeluarkan (emit) radiasi EM. Radiometer adalah alat pengukur level energi dalam kisaran panjang gelombang tertentu, yang disebut channel. Penginderaan Jauh multispectral menggunakan sebuah radiometer yang berupa deretan dari banyak sensor, yang masing masing peka terhadap sebuah channel atau band dari panjang gelombang tertentu. Data spectral yang dihasilkan dari suatu target berada dalam kisaran level energi yang ditentukan. Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang atau satelit mengamati bumi dan mengukur level radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan dari benda-benda yang ada di permukaan bumi atau pada atmosfer. Karena masing masing jenis permukaan bumi dan tipe partikel pada atmosfer mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau spectral signature) maka data ini bisa dipakai untuk menyediakan informasi mengenai sifat target. Pada permukaan yang rata, hampir semua energi dipantulkan dari permukaan pada suatu arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi dipantulkan hampir merata ke semua arah. Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke dua ekstrim tersebut, tergantung pada kekasaran permukaan. Contoh yang lebih spesifik adalah pemantulan radiasi EM dari daun dan air. Sifat klorofil adalah menyerap sebagian besar radiasi dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan panjang gelombang hijau dan near IR. Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang gelombang nampak tinggi dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan panjang gelombang pendek (biru).

Page 9: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

146 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Sumber: Sabins 1986

Gambar 10-8 Karakteristik Band pada Citra Landsat TM

Pengetahuan mengenai perbedaan spectral signature dari berbagai bentuk di permukaan bumi memungkinkan kita untuk menginterpretasi citra. Tabel di sebelah kanan sangat berguna dalam menginterpretasi vegetasi dari citra Landsat TM. Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor: deteksi pasif dan aktif. Banyak bentuk Penginderaan Jauh yang menggunakan deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang secara alami dipancarkan, dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya bisa bekerja apabila terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari, sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup awan, debu, asap dan partikel atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak bisa dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal adalah sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang mempunyai 7 band atau channel. Sedangkan pada deteksi aktif, Penginderaan Jauh menyediakan sendiri sumber energi untuk menyinari target dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target dengan menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan energi. Keuntungan menggunakan deteksi pasif adalah pengukuran bisa dilakukan kapan saja. Akan tetapi sistem aktif ini memerlukan energi yang cukup besar untuk menyinari target. Sebagai contoh adalah radar Dopler, sebuah sistem ground-based, radar presipitasi pada satellite Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), yang merupakan spaceborne pertama yang menghasilkan peta 3-D dari struktur badai.

10.3. Penafsiran Morfologi Dari Citra Penginderaan Jauh

Penggunaan data penginderaan jauh dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui metoda visual/manual yaitu mengenal obyek obyek geomorfologi seperti perbukitan, dataran, gunungapi, delta dan gejala geologi spesifik seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan, struktur sesar. Pada tabel dibawah diberikan unsur unsur dasar penafsiran citra.

Band 1 (0.45-0.52 _m; biru) - berguna untuk membedakan kejernihan air dan

juga membedakan antara tanah dengan tanaman.

Band 2 (0.52-0.60 _m; hijau) - berguna untuk mendeteksi tanaman.

Band 3 (0.63-0.69 _m; merah) - band yang paling berguna untuk

membedakan tipe tanaman, lebih daripada band 1 dan 2. Band 4 (0.76-0.90 _m; reflected IR) - berguna untuk meneliti biomas

tanaman, dan juga membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air. Band 5 (1.55-1.75 _m; reflected IR) – menunjukkan kandungan air tanaman

dan tanah, berguna untuk membedakan tipe tanaman dan kesehatan

tanaman. Juga digunakan untuk membedakan antara awan, salju dan es. Band 7 (2.08-2.35 _m; reflected IR) – berhubungan dengan mineral; ration

antara band 5 dan 7 berguna untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral. Band 6 (10.4-12.5 _m; thermal IR) - berguna untuk mencari lokasi kegiatan

geothermal, mengukur tingkat stress tanaman, kebakaran, dan kelembaban

tanah.

Page 10: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

147 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Unsur Unsur Penafsiran Citra

Unsur Unsur Dasar

Tona Hitam dan Putih (Black and White Tone)

Warna (Color)

Stereoscopic Parallax

Sebaran spasial tona dan warna

Ukuran (Size)

Bentuk (Shape)

Tekstur (Texture)

Pola (Pattern)

Berdasarkan Analisa Unsur Unsur Utama

Tinggi (Height)

Bayangan (Shadow)

Unsur Unsur Kontektuals

Lokasi (Site)

Asosiasi (Association)

Analisa geomorfologi biasanya dilakukan berdasarkan metoda analisa visual. Analisa visual untuk geomorfologi didasarkan atas unsur unsur dasar dari citra. Pengetahuan tentang daerah yang di analisa menjadi faktor yang sangat penting untuk mencapai hasil yang maksimal. Sebagai contoh tekstur suatu obyek juga akan berguna untuk membedakan obyek obyek yang mungkin terlihat sama jika penentuan hanya didasarkan pada satu kriteria saja, yaitu tonanya saja. (karena air dan tutupan lahan kemungkinan bisa mempunyai nilai kecerahan (brightness) yang sama, akan tetapi teksturnya sangat berbeda. Asosiasi diantara beberapa kriteria yang terdapat dalam citra dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam analisa citra. Dengan demikian, analisa citra secara visual dengan menerapkan kriteria dari berbagai sifat dasar yang terdapat pada citra akan menjadi kunci dalam keberhasilan penafsiran. Cara kedua dilakukan melalui ekstraksi otomatis dari obyek dengan memakai cara dan formula tertentu dengan menggunakan software yang ada (digital processings). Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga pemilihan penggunaan kedua metoda tersebut perlu dipertimbangkan secara seksama sesuai dengan keperluaannya. Dalam bidang kebumian, geologi pada khususnya, interpretasi dan analisis secara visual menempati bagian paling utama dalam mendapatkan informasi geologi dibandingkan metoda pemrosesan digital misalnya automatic extraction. Meskipun demikian penerapan pemrosesan digital, dalam batas tertentu, sangat membantu kelancaran analisis visual. Data geologi yang diberikan citra inderaja dapat bersifat tidak jelas, dapat pula berupa data baru yang tidak dapat diperoleh dari survei konvensional. Oleh sebab itu penggunaan data inderaja seyogyanya dipakai sebagai pelengkap, penunjang bentuk survei yang lazim dipakai. Seyogyanya data inderaja sebagai data sementara (tentatif) yang perlu divalidasi dan dikonfirmasi lebih lanjut di lapangan. Berikut akan dibahas bagaimana data dan informasi geologi dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh.

10.3.1. Morfologi Gunungapi

Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik, aliran dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data penginderaan jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek gunungapi dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi, gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar. Kenampakan pada citra diperlihatkan pada gambar 10-9 sampai dengan 10-13. Pada gambar 10-9 adalah citra dari Kaldera Tengger yang memperlihatkan kerucut tua A dengan ekspresi derajat erosi yang kasar dan kerucut muda dengan derajat erosi yang relatif halus. Gambar 10-10 adalah citra dari suatu komplek gunungapi aktif yang memperlihatkan bentuk-bentuk dari aliran lava yang

Page 11: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

148 Copyright@2012 By Djauhari Noor

dicirikan oleh bentuk (shape), pattern (pola) yang khas dari suatu aliran lava, sedangkan endapan piroklastik dicirikan oleh tekstur citra yang relatif kasar. Pada gambar 10-11 diperlihatkan suatu aliran lava baru (warna biru kehijauan) dan aliran lava tua (merah-merah muda) dengan bentuk dan pola aliran yang khas. Gambar 10-12 adalah citra dari komplek pegunungan Sibualbuali, Padangsidempuan yang memperlihatkan lokasi dari pusat pusat fumarol yang berkorelasi dengan segment-segment sesar semangko. Gambar 10-13 adalah citra dari komplek gunungapi Dieng, Wonosobo yang memperlihatkan sebaran dari beberapa kerucut gunungapi dengan derajat erosi yang berbeda beda. Berdasarkan perbedaan tingkat derajat erosi dapat dipakai untuk menafsirkan sejarah pembentukan dan perkembangan gunungapi di daerah tersebut. Pada gambar 10-14 adalah citra dari sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut, Jawa Barat. Pada citra tampak sebaran beberapa kerucut gunungapi dengan derajat erosi yang berbeda beda serta batas sebaran tubuh gunungapi yang masih dapat dideliniasi. Pada daerah komplek gunungapi yang telah mengalami proses erosi lanjut, pemetaan geologi gunungapi menjadi lebih sukar karena bentuk morfologi yang masih ideal sudah tidak dapat dikenal dengan baik. Meskipun demikian dalam hal tertentu jejak tubuh gunungapi masih dapat diperkirakan seperti diperlihatkan pada gambar 10-13 dan 10-14

Gambar 10-9 Kaldera Tengger dengan tubuh kerucut tua (A) dan Kerucut muda (B). Morfologi gunungapi Kaldera Tengger dapat

dikenal dan di-deliniasi berdasarkan bentuk dan teksturnya. Pada citra kerucut tua (A) dikenal melalui ekspresi derajat erosi yang kasar (bertektur kasar) dan kerucut muda (B) dengan

derajat erosi yang relatif halus (bertekstur halus).

Lava flow

Active Active volcvolc..

Pyroclastic

Gambar 10-10 Komplek gunungapi aktif dengan aliran lava, piroklastik dan gunungapi aktif. Citra dari suatu komplek gunungapi aktif yang

memperlihatkan bentuk-bentuk dari aliran lava yang dicirikan oleh bentuk (shape), pattern (pola) yang khas dari suatu aliran lava, sedangkan endapan piroklastik dicirikan oleh

tekstur citra yang relatif kasar.

A

B

A

Page 12: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

149 Copyright@2012 By Djauhari Noor

New lava flow

Old lava flow

Gambar 10-11 Aliran lava dari erupsi samping Gunung Ceremai, Jawa Barat.

Pada gambar diperlihatkan suatu aliran lava baru (warna biru kehijauan) dengan derajat erosi halus (tekstur halus) dan aliran lava tua (merah-merah

muda) dengan bentuk dan pola aliran yang khas.

G.Sibualbuali

SipirokSipirok

Gambar 10-12 Citra Landsat MSS Fumarola dari

Gunungapi Sibual-buali, Padangsidempuan serta kenampakan dari sebagian segment sesar Sumatera. Gambar citra dari komplek pegunungan Sibualbuali,

Padangsidempuan yang memperlihatkan lokasi dari pusat pusat fumarol yang berkorelasi dengan segment-segment sesar semangko. Sesar Semongko dikenali melalui adanya kelurusan kelurusan (kelurusan-kelurusan).

Gambar 10-13 Komplek gunungapi dari Pegunungan

Dieng Gambar citra Landsat MSS dari komplek gunungapi Dieng, Wonosobo yang memperlihatkan sebaran dari beberapa kerucut gunungapi dengan derajat

erosi yang berbeda beda (Kerucut gunungapi dikenali melalui tekstur/derajat erosinya). Berdasarkan perbedaan tingkat derajat erosi dapat dipakai untuk menafsirkan sejarah pembentukan

dan perkembangan gunungapi di daerah tersebut.

Page 13: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

150 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-14 Sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut

Gambar citra Landsat MSS dari sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut, Jawa Barat. Pada citra tampak sebaran beberapa kerucut gunungapi (garis

kuning) dengan derajat erosi yang berbeda beda serta batas sebaran tubuh gunungapi yang masih dapat dideliniasi.

10.3.2. Morfologi Batuan Sedimen Terlipat.

Batuan sedimen terlipat dicirikan oleh bentuk dan pola topografi yang khas dan dapat dikenal dengan baik pada citra satelit inderaja, dengan kenampakan sebagai berikut:

a. Susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan pematang bukit memanjang saling sejajar. Morfologi lembah ditempati oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh (batulempung, serpih, napal) dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih keras (batupasir, konglomerat, breksi, batugamping). Arah memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan.

b. Batuan karbonat yang umumnya keras biasanya menempati topografi tinggi, dikenal

dengan baik apabila menunjukkan bentuk morfologi karst. Breksi juga menempati topografi tinggi, homogen dan memperlihatkan tekstur topografi kasar-sangat kasar.

c. Bidang perlapisan seringkali dapat dikenal dari kesejajaran jejak bidang perlapisannya.

Kemiringan bidang perlapisan dapat dikenal dari bentuk morfologi messa, cuesta atau hogback tergantung pada besarnya sudut kemiringan bidang perlapisan tersebut.

d. Sumbu lipatan dapat dikenal dari punggungan atau lembah berbentuk bulat, lonjong

atau tapal kuda (horse shoe shapes). e. Struktur sesar dapat dikenal dengan baik pada citra yang diperlihatkan oleh beberapa

kenampakan di antaranya adanya pergeseran bidang perlapisan, kelurusan topografi dalam skala regional, gawir topografi, kelurusan segmen sungai, pergeseran aliran sungai, orientasi bukit dan gejala geologi lain dan sebagainya. Kelurusan topografi yang berpola teratur menunjukkan adanya suatu pola rekahan pada batuan/kelompok batuan.

Kenampakan gejala geologi tersebut di atas diperlihatkan pada gambar 10-15 sampai dengan 10-22 di bawah ini.

Page 14: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

151 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-15. Morfologi lipatan (perbukitan homoklin) yang dicirikan oleh perbukitan yang memanjang Barat – Timur dengan ekspresi topografi sedang – kasar,

tersusun dari batupasir, serpih, perselingan batupasir dan lempung dan endapan aluvial.

A = ditafsirkan sebagai endapan aluvial,

memperlihatkan tekstur halus dengan relief topografi yang rendah. B = ditafsirkan sebagai batupasir, memperlihatkan relief yang tinggi dengan tekstur sedang.

C = ditafsirkan sebagai serpih sisipan batupasir yang memperlihatkan bentuk topografi sedang, dan tekstur topografi kasar. D = ditafsirkan sebagai perselingan batupasir dan

lempung (serpih), menempati topografi sedang, dan memperlihatkan tekstur topografi kasar.

Jurus perlapisan berarah Barat – Timur sesuai dengan arah perbukitan, sedangkan arah kemiringan ke arah

Utara (atas), didasarkan atas bentuk-bentuk segitiga pada batupasir B.

Gambar 10-16. Morfologi lipatan yang dicirikan oleh susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan pematang bukit memanjang saling sejajar.

Morfologi lembah ditempati oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih keras. Arah memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang

perlapisan. A = ditafsirkan sebagai batupasir dengan relief topografi tinggi dan tekstur kasar.

B = ditafsirkan sebagai batulempung dengan relief topografi rendah, tekstur halus.

C = ditafsirkan sebagai batugamping dengan relief topografi tinggi dan tekstur kasar. D = ditafsirkan sebagai antiklin diekspresikan oleh bentuk “shoe-shape”)

Gambar 10-17. Morfologi lipatan (perbukitan sinklin-

antiklin) yang dicirikan oleh susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan pematang bukit. Arah memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan (jurus perlapisan).

Struktur sinklin – antiklin ditafsirkan berdasarkan bentuk dan pola ekspresi topografinya .

A

B

C

D

A

B

C

A A

B

D

Page 15: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

152 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-18. Morfologi lipatan (perbukitan homoklin) yang dicirikan oleh perbukitan yang memanjang dengan

ekspresi topografi sedang – kasar, tersusun dari batuan lempung sisipan batupasir, batupasir, batugamping, dan

breksi.

A = ditafsirkan sebagai lempung sisipan batupasir, memperlihatkan tekstur halus dengan relief topografi yang rendah.

B = ditafsirkan sebagai batupasir, memperlihatkan relief yang tinggi dengan tekstur sedang. C = ditafsirkan sebagai batugamping / batuan

karbonat yang memperlihatkan bentuk morfologi karst, tekstur topografi kasar. D = ditafsirkan sebagai brelsi, menempati topografi tinggi, homogen dan memperlihatkan tekstur topografi

kasar-sangat kasar.

Gambar 10-19. Morfologi lipatan yang dicirikan oleh ekspresi tografi yang bertekstur kasar (A), tekstur

sedang (B) dan ekspresi topografi karst (C). A = ditafsirkan sebagai batupasir, pada citra diperlihatkan dengan tekstur yang kasar, bentuk

ekspresi flat iron (bentuk segitiga). B = ditafsirkan sebagai batulempung, pada citra diekspresikan oleh tekstur yang halus-sedang, ekspresi topografi rendah.

C = ditafsirkan sebagai batugamping / batuan karbonat yang memperlihatkan bentuk morfologi karst.

Gambar 10-20. Ekspresi morfologi karst di daerah Wonosari, Jawa Tengah.

Pada citra terlihat ekspresi dari jejak jejak perlapisan yang berarah baratlaut – tengggara (A), sedangkan di bagian selatan (B) jejak perlapisan yang berarah barat

– timur. Adanya sungai-sungai bawah tanah diekspresikan oleh pola pengaliran sungai yang tidak begitu dominan, hanya ada satu saluran sungai yang tampak, yaitu C.

A

B C

D

E

C

B

A

C

B

B

A

C

Page 16: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

153 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-21. Morfologi perlipatan sinklin dan antiklin

dapat dikenali dari bentuk-bentuk punggungan atau lembah berbentuk memanjang.

Arah memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan perbukitan yang tersusun dari batuan sedimen dengan jurus perlapisan searah dengan arah perbukitannya.

Arah kemiringan lapisan ditafsirkan berdasarkan pola dan rona tona pada citra. Sumbu lipatan antiklin dan sinklin didapatkan setelah

diketahui arah kemiringan dari lapisan lapisan batuan yang ada pada citra.

Gambar 10-22. Morfologi sedimen terlipat dengan

struktur geologi yang rumit (komplek) di daerah Majenang, Jawa Tengah. A = ditafsirkan sebagai endapan Aluvial, dengan

ekspresi topografi mendatar dengan tekstur halus dan rona warna biru. B = ditafsirkan sebagai perselingan batupasir dan lempung, dengan ekspresi topografi perbukitan dan

lembah memanjang dari baratlaut – ketenggara, bertekstur sedang sampai kasar. Bentuk dari pola perbukitan yang terpotong oleh sesar-sesar yang berarah Utara – Selatan dan baratlaut – tenggara.

C = ditafsirkan sebagai batulempung dengan tekstur halus – sedang dengan ekspresi topografi rendah.

Gambar 10-23. Morfologi Kubah Garam (kiri) dan sedimen terlipat dengan struktur geologi antikllin (kanan).

A

B

B

C

Page 17: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

154 Copyright@2012 By Djauhari Noor

10.3.3. Morfologi Tektonik (Tectonic Landforms) Morfologi yang dibentuk oleh tumbukan lempeng pada citra satelit dapat dilihat melalui bentuk(shape), tekstur, dan polanya yang secara visual terekspresikan pada citra. Pada gambar 10-24 sampai dengan gambar 10-27 disajikan ekspresi dari pola dan bentuk yang mewakili batuan-batuannya, sedangkan lineament-lineament (kelurusan-kelurusan) pada citra mewakili struktur-struktur sesar dan umumnya merupakan batas antar batuan.

Gambar 10-24 Peta Geologi Daerah Tumbukan Lempeng (Subduction Zone)

Gambar 10-25 Citra daerah Anatolia Bagian Timur, Turki yang memperlihatkan bentangalam tektonik (relief orde-2) yang diekspresikan oleh bentuk, tekstur dan rona warna serta adanya lineament-lineament yang mewakili sesar-sesar anjak dan

mendatar.

Page 18: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

155 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-26 Citra wilayah pegunungan Alpen, Itali yang memperlihatkan kenampakan

bentangalam tektonik (relief orde-2) yang diekspresikan oleh bentuk, tekstur dan rona warna dari pegunungan Alpine.

Gambar 10-27 Citra wilayah Jazirah Arab yang memperlihatkan kenampakan bentangalam tektonik (relief orde-2) yang diekspresikan oleh bentuk, tekstur, rona warna dan lineament produk Tumbukan Lempeng.

Page 19: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

156 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Pada gambar 10-28 hingga gambar 10-31 memperlihatkan bentangalam tektonik (morfologi perlipatan dan patahan) yang merupakan tipe yang umum dari deformasi tektonik. Pada umumnya bentangalam tektonik diekpresikan oleh adanya perbedaan relief yang cukup signifikan sehingga memungkinkan adanya perbedaan ekosistem. Sebagai contoh, pegunungan yang berada pada iklim semi-arid akan tampak pada citra vegetasi yang lebat (bertona gelap pada citra band sinar tampak) dan pada cekungan yang berdekatan memperlihatkan tona yang terang. Dengan demikian kekontrasan akan tampak jelas pada citra hitam-putih. Terrain pegunungan terlihat dengan jelas pada Landsat, HCMM, dan citra Radar melalui bayangannya yang disebabkan oleh variasi tona yang berhubungan dengan kelerengan / posisi matahari.

Gambar 10-28 (kiri) adalah morfologi “hogbag” yang merupakan bagian dari bentangalam tektonik yang terdapat di pegunungan Rocky Colorado, USA. Gambar tersebut diambil dari udara melaui kockpit pesawat. Pada gambar tampak morfologi “hogbag” dicirikan oleh perbukitan berbentuk linear dengan kemiringan lapisan batuannya yang curam. Pada gambar tampak juga adanya pergeseran bukit (offset) yang menandai adanya patahan/sesar. Gambar 10-28 (kanan) adalah kenampakan morfologi tektonik yang diambil dari satelit dimana morfologi “hogbag” merupakan bagian dari jalur pegunungan lipatan “Rocky Mountains”.

Gambar 10-28 Kenampakan morfologi perlipatan dan patahan yang terbentuk oleh tumbukan lempeng

Gambar 10-29 adalah morfologi tektonik yang terdapat di pegunungan Zagros, Iran yang tersusun dari perlipatan batuan sedimen berupa sinklin-antiklin. Pola perlipatan tampak dengan jelas melalui bentuk dan pola lipatan sinklin dan antiklinnya yang berbentuk “shoe shape”. Kemiringan lapisan batuannya dapat dikenali melalui bentuk “flat iron” (bentuk-bentuk segitriga). Adapun tipe perlipatannya berbentuk lipatan sungkup, dengan pola sebaran berbentuk ellipsoide. Gambar 10-30 adalah citra yang memperlihatkan jalur pegunungan Appalachian dengan segmen yang cukup luas. Pada citra tampak beberapa bentuk perbukitan lipatan yang saling menutup dengan skala yang lebih kecil. Sebagaimana diketahui bahwa pegunungan Appalachian merupakan pegunungan yang terkenal dan terbentuk sebagai hasil

orogenesa.

Gambar 10-31 Citra Landsat yang memperlihatkan sebagian dari sayap pegunungan di bagian barat Pakistan yang merupakan pegunungan lipatan hasil tumbukan yang kuat antara sub-kontinen India dan Asia Selatan. Pada citra diperlihatkan jalur pegunungan lipatan Sulaiman yang berupa offset antiklin (beberapa tertutup), menghasilkan perbukitan (lembah mendatar ditempati perulangan sinklin). Sesar Kingri memotong pada bagian tengah citra (terlihat

Page 20: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

157 Copyright@2012 By Djauhari Noor

dengan adanya garis yang tidak kontinu). Blok kearah barat (kiri) bergerak relative ke arah utara terhadap blok dibagian timur.

Gambar 10-29 Kenampakan morfologi tektonik yang terdapat di pegunungan Zagros, Iran, yang tersusun dari perbukitan lipatan sinklin - antilin.

Gambar 10-30: Citra yang memperlihatkan suatu jalur pegunungan Appalachian dengan segmen

yang cukup luas, pada citra tampak beberapa bentuk perbukitan lipatan yang saling menutup dengan skala yang lebih kecil. Sebagaimana diketahui bahwa pegunungan Appalachian merupakan pegunungan yang terkenal dan terbentuk sebagai hasil orogenesa.

Page 21: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

158 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-31: Citra Landsat yang memperlihatkan sebagian dari sayap pegunungan di bagian barat Pakistan yang merupakan pegunungan lipatan hasil tumbukan yang kuat antara sub-kontinen India dan Asia Selatan. Pada citra diperlihatkan jalur pegunungan lipatan Sulaiman yang berupa offset antiklin (beberapa tertutup), menghasilkan

perbukitan (lembah mendatar ditempati perulangan sinklin). Sesar Kingri memotong pada bagian tengah citra (terlihat dengan adanya garis yang tidak kontinu). Blok

kearah barat (kiri) bergerak relative ke arah utara terhadap blok dibagian timur.

10.3.4 Morfologi Daerah Pantai dan Pesisir

Pemetaan pada daerah pantai dan pesisir sulit dilakukan karena sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman, prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat. Dengan bantuan citra satelit maka pemetaan pada daerah pantai dan pesisir akan menjadi mudah, dikarenakan citra satelit dapat meliput area yang cukup luas, sehingga kenampakan bentangalam dapat dipetakan dengan baik. Dengan menggunakan berbagai kombinasi band yang ada, kita dapat juga memetakan batas pesisir maupun kedalaman (batimetri) air laut disekitar pesisir.

Page 22: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

159 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya. Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Proses endogenik: pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted) dan tilted (miring); b. Proses eksogenik: aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari darat dan laut

dan gabungan keduanya; c. Proses biogenik: pembentukan terumbu karang dan hutan bakau. Kenampakan pada

citra Landsat seperti terlihat pada gambar 10-36 dan 10-37.

terraces

Old river channelsOld river channels

Gambar 10-32. Morfologi undak pantai (beach terraces) di

Pulau Larat, Maluku

Gambar 10-33 Morfologi endapan kipas aluvial S.Jeneberang,

Makassar dan alur sungai purba

Beach ridge and swale

Beach ridges caused by alternating currents

Gambar 10-34. Morfologi punggung pematang pantai (beach ridges) pantai selatan Jawa Tengah

Gambar 10-35. Morfologi perselingan pematang pantai (beach ridge) di Lokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam.

Page 23: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

160 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-36 Morfologi rawa pantai di Utara Jawa

Gambar 10-37 Morfologi hutan bakau di Timor

10.3.4 Pola Pengaliran Sungai dan Sumberdaya air

Pola pengaliran sungai dan sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band yang tersedia. Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI) pencemaran kimia dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas penggunaannya. Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya:

a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS; b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan perenial streams); c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa pantai,

kelembanan tanah permanen); d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai); e. Banjir; f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal; g. Kemungkinan airtanah dalam.

Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat. Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian keberadaan air dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah sungainya. Beberapa kenampakan bentik hidrologi pada citra inderja diperlihatkan pada gambar 10-38 sampai dengan 10-43.

Page 24: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

161 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-38. Pola aliran sungai yang mengikuti pola Sesar Sumatera. Tampak lineament-lineament dari sesar yang juga

merupakan saluran-saluran sungai.

Gambar 10-39. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah.

Gambar 10-40 Genangan banjir (rona warna: hijau muda – biru), disepanjang aliran sungai. Terletak di

Pantai Barat Nangroe Aceh Darussalam.

Page 25: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

162 Copyright@2012 By Djauhari Noor

Gambar 10-41. Pencemaran waduk Saguling oleh enceng gondok (rona warna : merah)

dibagian hulu dari reservoir bendungan Saguling, Jawa Barat.

Bagian selatan (kiri bawah, rona warna merah kecoklatan) merupakan morfologi berbukitan, bertekstur kasar dengan ekspresi topografi

berupa bukit berelief tinggi yang ditempati oleh batu breksi. Rona warna coklat kekuningan, tersebar secara

spoted, ditafsirkan sebagai morfolog intrusi. Rona warna biru kehijauan dengan ekspresi topografi landai – datar, merupakan batuan sedimen lunak (lempung?).

Gambar 10-42 Kenampakan pola aliran sungai dendritik pada citra Landsat daerah Dirty Bend, Utah.

Gambar 10-43 Kenampakan pola aliran sungai

dendritik pada citra Landsat daerah Peru.

Page 26: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

163 Copyright@2012 By Djauhari Noor

10.3.5 Morfologi Karst Bentangalam yang berasal dari hasil pelarutan batuan karbonat banyak kita jumpai diberbagai tempat di dunia. Berbagai bentuk bentangalam topografi karst, seperti lembah lembah hasil pelarutan, sinkhole, gua-gua karbonat dan tower tower batuan karbonat yang terbentuk akibat reaksi kimiawi pada batugamping. Pelarutan seringkali dimulai dari bagian rekahan yang ada pada batugamping. Pelarutan yang terjadi pada rekahan rekahan batugamping kemudian akan meluas hingga membentuk lembah lembah yang semakin lama semakin bertambah luas. Gambar 10-44 adalah contoh kenampakan bentangalam karst yang terdapat di pegunungan Alpen di Croatia (Dinaric Alps of Croatia), merupakan batugamping berumur Mesozoik yang terbentuk akibat pelarutan batugamping.

Gambar 10-44 Kenampakan bentangalam karst yang terdapat di pegunungan Alpen di Croatia (Dinaric Alps of Croatia), merupakan batugamping berumur Mesozoik yang terbentuk akibat pelarutan batugamping.

Gambar 10-45 Kenampakan bentangalam karst yang memperlihatkan bentuk tekstur

dan rona warna yang khas.

Page 27: Bab 10 Penginderaan Jauh

Bab 9. Penginderaan Jauh 2012

164 Copyright@2012 By Djauhari Noor

10.3.6 Pemetaan Ketinggian (Elevasi) dan Gradient Sungai Dengan menggunakan piranti lunak pengolah citra, kita dapat memetakan ketinggian dan kemiringan lereng suatu wilayah. Pada gambar 10-46 diperlihatkan peta perbandingan ketinggian (perbedaan warna) serta kemiringan lereng untuk gradient sungai di sepanjang sesar Lembang.

Gambar 10-46 Peta Perbandingan Tinggi dan Lebar Lembah serta Gradient Sungai pada Sesar Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.