bAB 1 tinea cruris

16
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Jamur termasuk tumbuh-tumbuhan yang tidak berklorofil, oleh karena itu harus hidup sebagai saprofit atau parasit. Di dalam alam terdapat kira-kira 200.000 spesises jamur, yang tidak semua bersifat pathogen. Dari jumlah tersebut, hanya ± 100 spesies saja yang patogen bagi manusia 1 . Indonesia termasuk daerah yang baik bagi pertumbuhan jamur. Dengan meningkatnya usia harapan hidup dan adanya berbagai faktor yang mempermudah infeksi menyebabkan penyakit jamur dapat dijumpai hampir di semua tempat. Infeksi jamur meliputi dermatomikosis superfisialis dan mikosis subkutis 2 . Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi jamur adalah: iklim yang panas, higiene sebagian masyarakat yang relatif masih rendah, adanya sumber penularan, meningkatnya penggunaan antibiotika, kortikosteroid, dan sitostatika, serta meningkatnya penderita penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya seperti diabetes, keganasan, HIV/AIDS dan lain-lain 2 . Menurut Rippon infeksi kulit superfisial (pitiriasis versikolor, piedra dan tinea nigra), infeksi kutan (dermatofitosis, kandidiasis kutis dan mukosa), dan 1

description

tinea cruris

Transcript of bAB 1 tinea cruris

Page 1: bAB 1 tinea cruris

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Jamur termasuk

tumbuh-tumbuhan yang tidak berklorofil, oleh karena itu harus hidup sebagai saprofit

atau parasit. Di dalam alam terdapat kira-kira 200.000 spesises jamur, yang tidak

semua bersifat pathogen. Dari jumlah tersebut, hanya ± 100 spesies saja yang patogen

bagi manusia1.

Indonesia termasuk daerah yang baik bagi pertumbuhan jamur. Dengan

meningkatnya usia harapan hidup dan adanya berbagai faktor yang mempermudah

infeksi menyebabkan penyakit jamur dapat dijumpai hampir di semua tempat. Infeksi

jamur meliputi dermatomikosis superfisialis dan mikosis subkutis2.

Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi jamur adalah: iklim

yang panas, higiene sebagian masyarakat yang relatif masih rendah, adanya sumber

penularan, meningkatnya penggunaan antibiotika, kortikosteroid, dan sitostatika, serta

meningkatnya penderita penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya seperti

diabetes, keganasan, HIV/AIDS dan lain-lain2.

Menurut Rippon infeksi kulit superfisial (pitiriasis versikolor, piedra dan tinea

nigra), infeksi kutan (dermatofitosis, kandidiasis kutis dan mukosa), dan infeksi

subkutan (misetoma, basidiobolomikosis, sporotrikosis dan kromoblastomikosis).

Beberapa penulis yang lain menggabungkan infeksi superficial dan infeksi kutan

menjadi dermatomikosis superficial2.

Diagnosis dermatomikosis umumnya ditegakkan berdasarkan gejala klinis

terutama pada effloresensi kulit. Namun untuk memastikan diagnosis perlu

pemerikksaan penunjang untuk mengidentifikasi jamur atau elemen jamur yaitu

dengan melakukan pemeriksaan menggunakan lampu Wood, pemeriksaan

mikroskopis pada sediaan basah/ KOH, pengecatan gram, pemeriksaan biakan dan

histopatologis2.1

1

1

Page 2: bAB 1 tinea cruris

BAB 2

TINAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tinea kruris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita

yang mengenai daerah inguinal dan ano-genital1.

2.2. Sinonim

Eczema marginatum, Jockey itch, Crotch itch, Dhobie itch, Jock itch,

Ringworm of the groin, Tinea ingunalis1.

2.3. Etiologi

Sering kali oleh Epidermophyton Floccosum, namun dapat pula oleh Tinea

Mentagrophytes yang dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung2.

2.4. Epidemiologi

Pada umumnya tinea kruris ini menyerang kebanyakan pada pria dewasa juga

pada orang-orang yang sering menggunakan pakaian ketat. Pengaruh ras/ bangsa

tidak berpengaruh, hampir seluruh dunia. Paling banyak mengenai daerah tropis

karena tingkat kelembapannya yang tinggi dan dapat memicu pengeluaran

keringat yang banyak menjadikan faktor predisposisi penyakit ini. Higiene dan

sanitasi yang tidak dijaga dengan baik juga mempengaruhi pertumbuhan infeksi

jamur dermofita. Untuk faktor keturunan tidak ada hubungannya dengan penyakit

ini2.

Tinea kruris tidak menyebabkan kematian, akan tetapi dapat menimbulkan

likenifikasi akibat pruritus, infeksi bakteri sekunder, dan dermatitis kontak alergi

atau iritan akibat pemakaian obat topikal3.2

2

2

Page 3: bAB 1 tinea cruris

2.5. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi fisiologis adalah keadaan yang menyuburkan pertumbuhan

jamur, namun tidak dapat diatasi karena merupakan keadaan yang fisiologis. Yang

termasuk keadaan ini ialah kehamilan dan umur1.

Faktor predisposisi patologik ialah berbagai hal atau keadaan yang mengubah

tubuh seseorang penderita sedemikian rupa, sehingga menyuburkan pertumbuhan

jamur dan memudahkan masuknya jamur tersebut ke dalam jaringan1.

Faktor-faktor tersebut dapat berupa:

a. Keadaan umum yang jelek (sepert: prematuritas, gangguan gizi dan penyakit

menahun).

b. Penyakit tertentu yang diderita (seperti: DM, leukimia dan keganasan).

c. Pemakaian obat-obatan (seperti: kulit dan selaput lendir).

2.6. Keluhan

Pasien mengeluh gatal di daerah lipat paha, sekitar ano-genital, sering

bertambah berat sewaktu berkeringat sehingga digaruk kemudian timbul erosi dan

infeksi sekunder. Gatal di derah lipat paha, sekitar ano-genital, sering bertambah

berat sewaktu tidur sehingga digaruk kemudian timbul erosi dan infeksi sekunder2.

2.7. Gejala Klinis

Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal yang lama-kelamaan meluas,

dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong, dan perut

bawah. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama, dan kadang-kadang dengan

banyak vesikel lesi kecil-kecil4.

Kelainan yang tampak pada paha merupakan lesi batas tegas. Peradangan pada

tepi lebih nyata daripada tengahnya. Effloresensi terdiri dari atas macam-macam

bentuk primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat

berupa bercak hitam disertai sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat

garukan3.

3

Page 4: bAB 1 tinea cruris

(Gbr1. Gambaran klinis pada penderita T.kruris)

Pada infeksi akut, ruam biasanya basah dan eksudatif. Pada infeksi kronik,

permukaannya kering dengan tepi papuler anular atau asiner. Area sentral

hiperpigmentasi dan terdapat papul eritema yang tersebar. Akibat pruritus dapat

terjadi ekskoriasi, likenifekasi dan impetignisasi. Infeksi kronik akibat pemakaian

kortikosteroid topikal terlihat lebih eritem, batas kurang tegas, dan terdapat pustul

folikuler. Kurang lebih sebagian pasien dengan tinea kruris juga menderita tinea

pedis3.

2.8. Diagnosis

Dari pemeriksaan histopatologis tidak khas3. Maka dilakukan pemeriksaan

penunjang yang diambil dari kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10-20% akan

tampak elemen jamur seperti hifa, spora dan miselium1.

4

Page 5: bAB 1 tinea cruris

2.9. Diagnosis Banding

Eritrasma: batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, flouresensi merah bata yang

khas dengan sinar wood.

Kandidiasis: lesi lebih basah, berbatas tegas dengan lesi-lesi satelit

Psoriasis intertriginosa: skuama lebih tebal dan berlapi-lapis1,3,4.

2.10. Penatalaksanaan

Topikal :

Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk

salep (salep Whitfield).

Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep

2-4, salep 3-10).

Derivat Azol: mikonazol 2%, klotrimazol 1%. Keduanya merupakan

derivat azol broad-spectrum bekerja menghambat sintesis ergosterol yang

penting untuk pembentukan dinding sel jamur.

Sistemik :

Griseofulvin : dosis dewasa : 500 mg/hari, dosis anak-anak: 10-25 mg/kg

BB/hari diberikan selama 3 minggu. Griseofulvin bersifat fungistik.

mikrotubul sel. Griseofulvin berikatan dengan sel prekursor keratin

sehingga secara bertahap diganti dengan jaringan yang tidak terinfeksi dan

sangat resisten terhadap invasi jamur/dermatofita.

Derivat Azol: diberikan jika pada beberapa kasus sudah resisten terhadap

griseofulvin. Derivat azol antara lain: itrakonazol, flukonazol, dll.

5

Gbr2. Pemeriksaan histopatologis. Tampak hifa, spora dan miselium.

Page 6: bAB 1 tinea cruris

Itrakonazol bersifat fungistik dan tergolong natifungi triazol sintetik. Cara

kerjanya adalah menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat

sintetis ergosterol yang tergantung sitokrom P450. ergosterol ini

merupakan komponen vital dari dinding sel jamur. Obat antifungi ini telah

banyak digunakan dan berdasarkan penelitian lebih efektif dibandingkan

griseofulvin. Itrakonazol dosis dewasa: 200 mg/hari, dosis anak-anak: 5

mg/kg BB/hari diberikan selama 1 minggu.

Bila penyebabnya T.rubrum, sering terjadi residif sehingga memerlukan

dosis lebih tinggi3,4.3

2.11. Pencegahan

Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea kruris harus

dihindari atau dihilangkan, yakni antara lain:4

Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet

atau nilon.

Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang.

Kegemukan, kelembapan, gesekan kronis dan keringat berlebihan disertai

higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.4

2.12. Prognosis

Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga3.

3

4

6

Page 7: bAB 1 tinea cruris

BAB 3LAPORAN STATUS

3.1. Identitas

Nama : Suriyati

Umur : 54 tahun

Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl letde rete gg XXVI 3 Denpasar

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan terakhir :

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Tanggal Periksa : 10 September 2014

3.2. Anamnesa

3.2.1. Keluhan utama:

Gatal pada pantat.

3.2.2. Perjalanan penyakit:

Pasien mengeluh gatal pada pantat sejal 1 bulan yang lalu. Gatal

dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu saat

beraktifitas. Pasien mengeluh pada awalnya bagian yang gatal hanya sebatas

sekitar lubang anus, tetapi lama kelamaan meluas hungga seluruh pantat.

Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah tersebut.

3.2.3. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles

balsem dan 2 jenis salep yang tidak diingat namanya namun keluhan dirasakan

tidak berkurang.

3.2.4. Riwayat Penyakit Terdahulu

Penderita belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

3.2.5. Riwayat Penyakit Yang Sama Dalam Keluarga

7

Page 8: bAB 1 tinea cruris

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

dengan penderita.

3.2.6. Riwayat Atopi

Penderita menyangkal riwayat alergi.

3.3. Pemeriksaan Fisik

3.3.1. Status Present

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tensi : 130/80

Nadi : 78 x/mneit

Respirasi : 18 x/menit

Temperatur : 370C

BB : 67 kg

TB : 155 cm

3.3.2. Status General

Kepala : normocefali

Mata : anemia -/-, ikterik -/-

THT : kesan tenang

Thorax : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-)

Pul: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : dintensi (-), bising usus (+) normal

Extrimitas : akral hangat (+), edeme (-)

3.3.3. Status Dermatologis

Lokasi : Glutea

Effloresensi : makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran bervariasi, batas

tegas, central healing, terdapat skuama halus, asimetris.

3.4. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan KOH 10-20% : Negatif

8

Page 9: bAB 1 tinea cruris

3.5. Resume

Pasien perempuan, 54 tahun. Mengeluh gatal pada pantat sejak 1 bulan yang

lalu. Gatal dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu

saat beraktifitas Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah

tersebut. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles balsem dan

2 jenis salep yang tidak diingat namanya namun keluhan dirasakan tidak berkurang.

Pemeriksaan Fisik:

Status Present : dalam batas normal

Status General : dalam batas normal

Status Dermatologis

Lokasi : Pantat

Effloresensi : makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran bervariasi, batas tegas,

central healing, terdapat skuama halus, asimetris.

.

3.6. Diagnosis Banding

1. Tinea kruris

2. Psoriasis

3.7. Diagnosis Kerja

Tinea kruris

3.8. Penatalaksanaan

Sistemik: Griseofulvin tab 500 mg (1x500 mg)

Centrizine 1 x 10mg

Topikal: - Miconazole 2% + Asam salisilat 3% ( 2 x / hari)

3.9. Prognosis

Dubius ad Bonam

9

Page 10: bAB 1 tinea cruris

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien perempuan, 54 tahun. Mengeluh gatal pada pantat sejak 1 bulan yang

lalu. Gatal dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu

saat beraktifitas Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah

tersebut. Hal ini sesuai dengan teori. Riwayat pengobatan pasien belum pernah

berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles balsem dan 2 jenis salep yang tidak

diingat namanya namun keluhan dirasakan tidak berkurang. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan effloresensi berupa makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran

bervariasi, batas tegas, central healing, terdapat skuama halus, asimetris. Pemeriksaan

penunjang KOH dilakukan, tetapi negatif.

Terapi yang diberikan penderita antara lain Griseofulvin tab 500 mg (1x500

mg) dan Centrizine 1 x 10mg dikonsumsi secara oral. Untuk pengobatan topikal

diberikan campuran cream yaitu Miconazole 2% + Asam salisilat 3% ( 2 x / hari).

Saran yang dapat diberikan kepada penderita untuk membantu penyembuhan

adalah dengan menjalankan terapi yang telah diberikan oleh dokter spesialis kulit dan

juga tetap menjaga kelembapan serta higiene pribadi. Diet juga disarankan bagi

penderita yang mengalami obesitas hingga banyak lipatan di sekitar tubuh, karena

sekali lagi penulis ingatkan, bahwa jamur tumbuh sangat baik di daerah yang lembap.

Penggunaan bahan-bahan kain katun sangat disarankan, hindari pemakaian bahan

pakaian yang berbahan dasar karet atau nilon.

10

Page 11: bAB 1 tinea cruris

BAB 5

KESIMPULAN

5.1. KESIMPULAN

1. Hingga saat ini dermatomikosis supperfisialis prevalensinya masih cukup

tinggi, terutama di negara tropis. Di Jakarta dan Denpasar, golongan

penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka tersebut

diperkirakan kurang lebih sama dengan kota-kota besar lainnya.

2. Faktor predisposisi trejadinya adalah lingkungan yang panas, keringat yang

berlebihan dan kegemukan.

3. Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya

pada daerah sela paha yang dapat meluas samapai ke bokong.

4. Pengobatan tinea kruris dengan menggunakan obat topikal dan sistemik.

5. Prognosis penyakit ini umumnya baik

12