bAB 1 tinea cruris
description
Transcript of bAB 1 tinea cruris
![Page 1: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Jamur termasuk
tumbuh-tumbuhan yang tidak berklorofil, oleh karena itu harus hidup sebagai saprofit
atau parasit. Di dalam alam terdapat kira-kira 200.000 spesises jamur, yang tidak
semua bersifat pathogen. Dari jumlah tersebut, hanya ± 100 spesies saja yang patogen
bagi manusia1.
Indonesia termasuk daerah yang baik bagi pertumbuhan jamur. Dengan
meningkatnya usia harapan hidup dan adanya berbagai faktor yang mempermudah
infeksi menyebabkan penyakit jamur dapat dijumpai hampir di semua tempat. Infeksi
jamur meliputi dermatomikosis superfisialis dan mikosis subkutis2.
Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi jamur adalah: iklim
yang panas, higiene sebagian masyarakat yang relatif masih rendah, adanya sumber
penularan, meningkatnya penggunaan antibiotika, kortikosteroid, dan sitostatika, serta
meningkatnya penderita penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya seperti
diabetes, keganasan, HIV/AIDS dan lain-lain2.
Menurut Rippon infeksi kulit superfisial (pitiriasis versikolor, piedra dan tinea
nigra), infeksi kutan (dermatofitosis, kandidiasis kutis dan mukosa), dan infeksi
subkutan (misetoma, basidiobolomikosis, sporotrikosis dan kromoblastomikosis).
Beberapa penulis yang lain menggabungkan infeksi superficial dan infeksi kutan
menjadi dermatomikosis superficial2.
Diagnosis dermatomikosis umumnya ditegakkan berdasarkan gejala klinis
terutama pada effloresensi kulit. Namun untuk memastikan diagnosis perlu
pemerikksaan penunjang untuk mengidentifikasi jamur atau elemen jamur yaitu
dengan melakukan pemeriksaan menggunakan lampu Wood, pemeriksaan
mikroskopis pada sediaan basah/ KOH, pengecatan gram, pemeriksaan biakan dan
histopatologis2.1
1
1
![Page 2: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB 2
TINAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tinea kruris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita
yang mengenai daerah inguinal dan ano-genital1.
2.2. Sinonim
Eczema marginatum, Jockey itch, Crotch itch, Dhobie itch, Jock itch,
Ringworm of the groin, Tinea ingunalis1.
2.3. Etiologi
Sering kali oleh Epidermophyton Floccosum, namun dapat pula oleh Tinea
Mentagrophytes yang dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung2.
2.4. Epidemiologi
Pada umumnya tinea kruris ini menyerang kebanyakan pada pria dewasa juga
pada orang-orang yang sering menggunakan pakaian ketat. Pengaruh ras/ bangsa
tidak berpengaruh, hampir seluruh dunia. Paling banyak mengenai daerah tropis
karena tingkat kelembapannya yang tinggi dan dapat memicu pengeluaran
keringat yang banyak menjadikan faktor predisposisi penyakit ini. Higiene dan
sanitasi yang tidak dijaga dengan baik juga mempengaruhi pertumbuhan infeksi
jamur dermofita. Untuk faktor keturunan tidak ada hubungannya dengan penyakit
ini2.
Tinea kruris tidak menyebabkan kematian, akan tetapi dapat menimbulkan
likenifikasi akibat pruritus, infeksi bakteri sekunder, dan dermatitis kontak alergi
atau iritan akibat pemakaian obat topikal3.2
2
2
![Page 3: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/3.jpg)
2.5. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi fisiologis adalah keadaan yang menyuburkan pertumbuhan
jamur, namun tidak dapat diatasi karena merupakan keadaan yang fisiologis. Yang
termasuk keadaan ini ialah kehamilan dan umur1.
Faktor predisposisi patologik ialah berbagai hal atau keadaan yang mengubah
tubuh seseorang penderita sedemikian rupa, sehingga menyuburkan pertumbuhan
jamur dan memudahkan masuknya jamur tersebut ke dalam jaringan1.
Faktor-faktor tersebut dapat berupa:
a. Keadaan umum yang jelek (sepert: prematuritas, gangguan gizi dan penyakit
menahun).
b. Penyakit tertentu yang diderita (seperti: DM, leukimia dan keganasan).
c. Pemakaian obat-obatan (seperti: kulit dan selaput lendir).
2.6. Keluhan
Pasien mengeluh gatal di daerah lipat paha, sekitar ano-genital, sering
bertambah berat sewaktu berkeringat sehingga digaruk kemudian timbul erosi dan
infeksi sekunder. Gatal di derah lipat paha, sekitar ano-genital, sering bertambah
berat sewaktu tidur sehingga digaruk kemudian timbul erosi dan infeksi sekunder2.
2.7. Gejala Klinis
Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal yang lama-kelamaan meluas,
dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong, dan perut
bawah. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama, dan kadang-kadang dengan
banyak vesikel lesi kecil-kecil4.
Kelainan yang tampak pada paha merupakan lesi batas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada tengahnya. Effloresensi terdiri dari atas macam-macam
bentuk primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan3.
3
![Page 4: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/4.jpg)
(Gbr1. Gambaran klinis pada penderita T.kruris)
Pada infeksi akut, ruam biasanya basah dan eksudatif. Pada infeksi kronik,
permukaannya kering dengan tepi papuler anular atau asiner. Area sentral
hiperpigmentasi dan terdapat papul eritema yang tersebar. Akibat pruritus dapat
terjadi ekskoriasi, likenifekasi dan impetignisasi. Infeksi kronik akibat pemakaian
kortikosteroid topikal terlihat lebih eritem, batas kurang tegas, dan terdapat pustul
folikuler. Kurang lebih sebagian pasien dengan tinea kruris juga menderita tinea
pedis3.
2.8. Diagnosis
Dari pemeriksaan histopatologis tidak khas3. Maka dilakukan pemeriksaan
penunjang yang diambil dari kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10-20% akan
tampak elemen jamur seperti hifa, spora dan miselium1.
4
![Page 5: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/5.jpg)
2.9. Diagnosis Banding
Eritrasma: batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, flouresensi merah bata yang
khas dengan sinar wood.
Kandidiasis: lesi lebih basah, berbatas tegas dengan lesi-lesi satelit
Psoriasis intertriginosa: skuama lebih tebal dan berlapi-lapis1,3,4.
2.10. Penatalaksanaan
Topikal :
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk
salep (salep Whitfield).
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep
2-4, salep 3-10).
Derivat Azol: mikonazol 2%, klotrimazol 1%. Keduanya merupakan
derivat azol broad-spectrum bekerja menghambat sintesis ergosterol yang
penting untuk pembentukan dinding sel jamur.
Sistemik :
Griseofulvin : dosis dewasa : 500 mg/hari, dosis anak-anak: 10-25 mg/kg
BB/hari diberikan selama 3 minggu. Griseofulvin bersifat fungistik.
mikrotubul sel. Griseofulvin berikatan dengan sel prekursor keratin
sehingga secara bertahap diganti dengan jaringan yang tidak terinfeksi dan
sangat resisten terhadap invasi jamur/dermatofita.
Derivat Azol: diberikan jika pada beberapa kasus sudah resisten terhadap
griseofulvin. Derivat azol antara lain: itrakonazol, flukonazol, dll.
5
Gbr2. Pemeriksaan histopatologis. Tampak hifa, spora dan miselium.
![Page 6: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/6.jpg)
Itrakonazol bersifat fungistik dan tergolong natifungi triazol sintetik. Cara
kerjanya adalah menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sintetis ergosterol yang tergantung sitokrom P450. ergosterol ini
merupakan komponen vital dari dinding sel jamur. Obat antifungi ini telah
banyak digunakan dan berdasarkan penelitian lebih efektif dibandingkan
griseofulvin. Itrakonazol dosis dewasa: 200 mg/hari, dosis anak-anak: 5
mg/kg BB/hari diberikan selama 1 minggu.
Bila penyebabnya T.rubrum, sering terjadi residif sehingga memerlukan
dosis lebih tinggi3,4.3
2.11. Pencegahan
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea kruris harus
dihindari atau dihilangkan, yakni antara lain:4
Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet
atau nilon.
Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang.
Kegemukan, kelembapan, gesekan kronis dan keringat berlebihan disertai
higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.4
2.12. Prognosis
Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga3.
3
4
6
![Page 7: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/7.jpg)
BAB 3LAPORAN STATUS
3.1. Identitas
Nama : Suriyati
Umur : 54 tahun
Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl letde rete gg XXVI 3 Denpasar
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir :
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Tanggal Periksa : 10 September 2014
3.2. Anamnesa
3.2.1. Keluhan utama:
Gatal pada pantat.
3.2.2. Perjalanan penyakit:
Pasien mengeluh gatal pada pantat sejal 1 bulan yang lalu. Gatal
dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu saat
beraktifitas. Pasien mengeluh pada awalnya bagian yang gatal hanya sebatas
sekitar lubang anus, tetapi lama kelamaan meluas hungga seluruh pantat.
Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah tersebut.
3.2.3. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles
balsem dan 2 jenis salep yang tidak diingat namanya namun keluhan dirasakan
tidak berkurang.
3.2.4. Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
3.2.5. Riwayat Penyakit Yang Sama Dalam Keluarga
7
![Page 8: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/8.jpg)
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan penderita.
3.2.6. Riwayat Atopi
Penderita menyangkal riwayat alergi.
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.3.1. Status Present
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tensi : 130/80
Nadi : 78 x/mneit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur : 370C
BB : 67 kg
TB : 155 cm
3.3.2. Status General
Kepala : normocefali
Mata : anemia -/-, ikterik -/-
THT : kesan tenang
Thorax : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Pul: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : dintensi (-), bising usus (+) normal
Extrimitas : akral hangat (+), edeme (-)
3.3.3. Status Dermatologis
Lokasi : Glutea
Effloresensi : makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran bervariasi, batas
tegas, central healing, terdapat skuama halus, asimetris.
3.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan KOH 10-20% : Negatif
8
![Page 9: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/9.jpg)
3.5. Resume
Pasien perempuan, 54 tahun. Mengeluh gatal pada pantat sejak 1 bulan yang
lalu. Gatal dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu
saat beraktifitas Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah
tersebut. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles balsem dan
2 jenis salep yang tidak diingat namanya namun keluhan dirasakan tidak berkurang.
Pemeriksaan Fisik:
Status Present : dalam batas normal
Status General : dalam batas normal
Status Dermatologis
Lokasi : Pantat
Effloresensi : makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran bervariasi, batas tegas,
central healing, terdapat skuama halus, asimetris.
.
3.6. Diagnosis Banding
1. Tinea kruris
2. Psoriasis
3.7. Diagnosis Kerja
Tinea kruris
3.8. Penatalaksanaan
Sistemik: Griseofulvin tab 500 mg (1x500 mg)
Centrizine 1 x 10mg
Topikal: - Miconazole 2% + Asam salisilat 3% ( 2 x / hari)
3.9. Prognosis
Dubius ad Bonam
9
![Page 10: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien perempuan, 54 tahun. Mengeluh gatal pada pantat sejak 1 bulan yang
lalu. Gatal dirasakan bertambah berat jika pasien berkeringat dan sangat mengganggu
saat beraktifitas Pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak merah di daerah
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori. Riwayat pengobatan pasien belum pernah
berobat ke dokter. Pasien sempat mengoles balsem dan 2 jenis salep yang tidak
diingat namanya namun keluhan dirasakan tidak berkurang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan effloresensi berupa makula eritema, multipel, bentuk dan ukuran
bervariasi, batas tegas, central healing, terdapat skuama halus, asimetris. Pemeriksaan
penunjang KOH dilakukan, tetapi negatif.
Terapi yang diberikan penderita antara lain Griseofulvin tab 500 mg (1x500
mg) dan Centrizine 1 x 10mg dikonsumsi secara oral. Untuk pengobatan topikal
diberikan campuran cream yaitu Miconazole 2% + Asam salisilat 3% ( 2 x / hari).
Saran yang dapat diberikan kepada penderita untuk membantu penyembuhan
adalah dengan menjalankan terapi yang telah diberikan oleh dokter spesialis kulit dan
juga tetap menjaga kelembapan serta higiene pribadi. Diet juga disarankan bagi
penderita yang mengalami obesitas hingga banyak lipatan di sekitar tubuh, karena
sekali lagi penulis ingatkan, bahwa jamur tumbuh sangat baik di daerah yang lembap.
Penggunaan bahan-bahan kain katun sangat disarankan, hindari pemakaian bahan
pakaian yang berbahan dasar karet atau nilon.
10
![Page 11: bAB 1 tinea cruris](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022072109/55cf8f50550346703b9b103b/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB 5
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
1. Hingga saat ini dermatomikosis supperfisialis prevalensinya masih cukup
tinggi, terutama di negara tropis. Di Jakarta dan Denpasar, golongan
penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka tersebut
diperkirakan kurang lebih sama dengan kota-kota besar lainnya.
2. Faktor predisposisi trejadinya adalah lingkungan yang panas, keringat yang
berlebihan dan kegemukan.
3. Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita dimana predileksinya
pada daerah sela paha yang dapat meluas samapai ke bokong.
4. Pengobatan tinea kruris dengan menggunakan obat topikal dan sistemik.
5. Prognosis penyakit ini umumnya baik
12