BAB 1 PENDAHULUAN - digilib.uns.ac.id... · Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan,...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN - digilib.uns.ac.id... · Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan,...
58
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya pembangunan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan lalu lintas. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat
penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam
pendistribusian barang dan jasa. Ketersediaan jalan yang baik berpengaruh
terhadap kelancaran arus lalu lintas. Tingginya pertumbuhan lalu lintas sebagai
akibat pertumbuhan ekonomi menimbulkan masalah yang serius bila tidak
diimbangi dengan perbaikan mutu sarana dan prasarana jalan. Diperlukan
penambahan sarana infrastruktur jalan dan pemeliharaan yang rutin agar kondisi
jalan aman untuk memberikan pelayanan lalu lintas. Pertumbuhan kendaraan yang
begitu cepat berdampak pada kepadatan lalu lintas baik di jaln dalam kota maupun
luar kota, hal itu menuntut kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan.
Kota Madiun terkenal dengan motto “Kota Gadis”, yang merupakan singkatan
dari Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Untuk menunjang hal itu, dibutuhkan sarana dan prasarana
yang memadai untuk mendukung aktifitas masyarakatnya. Outer Ringroad Kota
Madiun termasuk jalan kabupaten yang terletak di Kecamatan Kartoharjo. Jalan
ini memiliki panjang 5 km dan lebar 17m, terdiri dari 4 lajur, 2 jalur dan 2 arah.
Outer Ringroad Kota Madiun dibangun untuk mengalihkan lalu lintas dari arah
Solo-Surabaya atau sebaliknya, yang masuk lewat Kota Madiun.
Outer Ringroad Kota Madiun dibangun pada akhir tahun 2002 dan selesai pada
akhir tahun 2003. Jenis kendaraan yang melintas di ruas jalan tersebut adalah jenis
kendaraan berat. Jalan ini direncanakan mampu memberikan pelayanan yang baik,
namun baru 2 tahun beroperasi yaitu pada akhir tahun 2005, kondisi jalan rusak.
59
Belum ada penanganan yang serius dari Pemerintah Daerah Kota Madiun
khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun.
Selama ini penanganan kerusakan jalan yang dilakukan pada Outer Ringroad Kota
Madiun terbatas pada kegiatan pemeliharaan, yaitu dengan menggali kerusakan
pada lapisan permukaan (Surface Course) dan menggantinya dengan batu gebal
kemudian menutupnya dengan penetrasi. Penanganan ini tidak tepat karena tidak
bisa bertahan lama sehingga setiap hari terus dilakukan perbaikan yang tidak ada
hentinya.
Oleh karena itu dalam perbaikan Outer Ringroad Kota Madiun perlu diadakan
penelitian secara serius yaitu dengan adanya identifikasi terhadap kerusakan yang
ada dan membuat design perbaikan yang tepat berupa rigid pavement,overlay,dan
Cement Treated Recycling Base (CTRB) terhadap kerusakan yang terjadi dengan
dasar pertimbangan alternatif perbaikan secara teknis dan ekonomis terhadap
ketiga metode tersebut yang ditinjau dari segi konstruksi, pemeliharaan, dan
alternatif perbaikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian perumusan latar belakang masalah, maka dapat diambil suatu
rumusan masalah, yaitu
a. Apakah jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ring-Road Kota Madiun.
b. Apakah teknik perbaikan yang tepat untuk menangani kerusakan yang terjadi
pada Outer Ring-Road Kota Madiun.
1.3 Batasan Masalah
Untuk melaksanakan penelitian pada ruas jalan Ring-Road Kota Madiun diberikan
batasan-batasan sebagai berikut :
a. Lokasi penelitian dibatasi pada ruas jalan Ring-Road kota Madiun pada Sta
0+000 sampai Sta 3+550 di Kecamatan Kartoharjo kota Madiun.
b. Untuk menentukan kondisi jalan menggunakan metode PCI.
60
c. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan menggunakan Metode Analisis
Komponen 2002 pada perkerasan lentur.
d. Untuk menentukan tebal plat yang digunakan menggunakan Pedoman
Perencanaan perkerasan jalan beton semen 2003.
e. Data tanah dari data Sekunder.
f. Umur rencana 20 tahun.
g. Sistem Rehabilitasi yang diterapkan adalah Metode perbaikan standar Bina
Marga, metode pelapisan ulang jalan (overlay),Cement Treated Recycling
Base (CTRB) dan perencanaan perkerasan jalan beton semen (rigid).
h. Untuk menentukan nilai sisa perkerasan lama menggunakan perbandingan
beton semen dengan laston berdasarkan asumsi yang dikembangkan oleh
penulis yang mengacu pada landasan teori yang berkaitan.yaitu sebesar 1:3.
i. Penilaian desain perbaikan perkerasan hanya meliputi penilaian terhadap segi
konstruksi, segi pemeliharaan dan segi alternatif perbaikan.
j. Optimasi desain perbaikan perkerasan dilakukan berdasarkan asumsi
yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori yang
berkaitan.
k. Penentuan biaya konstruksi berdasarkan harga satuan pekerjaan dari data
Rencana Anggaran Biaya di Dinas Pekerjaan Umum kota Madiun tahun
2009.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ringroad Kota
Madiun.
b. Menentukan teknik perbaikan yang tepat pada Outer Ring-Road Kota
Madiun.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dijadikan acuan dan
pertimbangan terhadap pengambilan kebijakan dalam hal ini adalah :
61
a. Manfaat praktis
Memberi masukan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun untuk cara
penanganan perbaikan Jalan Ring-Road Kota Madiun sehingga dapat
memberikan pelayanan yang baik terhadap lalu lintas yang melewati jalan
Ring-Road Kota Madiun.
b. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan & wawasan tentang teknik perbaikan jalan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan, atau penurunan
kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi
lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada
suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan
perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa
pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar
yang aman. Aspek dari perawatan dan perbaikan jalan raya yang baik adalah ketika
prasarana tersebut berada pada keadaan siap pakai di setiap waktu untuk menjamin
kelancaran dan keamanan pengguna jalan serta keselamatan operasi transportasi darat.
(Prasetyo, 2007)
Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik itu kendaraan roda
dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini perkembangannya sangat pesat maka
pelayanan jalan raya terhadap pengguna jalan harus ditingkatkan. Jenis kendaraan yang
62
memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari
beban sumbu kendaraan, daya dan lain-lainnya.
(Sukirman, 1999)
Konstruksi perkerasan jalan menerima dan menyebarkan beban lalu lintas yang
dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti
pada konstruksi itu sendiri sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna
jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Besarnya beban yang diimpahkan tersebut
tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda
dan perkerasan jalan, kecepatan kendaraan dan lain-lain. Dengan demikian, efek dari
masing-masing kendaraan terhadap kerusakan jalan yang ditimbulkan tidaklah sama
satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan beban standar sehingga
semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. (Silvia
Sukirman, 1995)
Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan
mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah dasar yang berasal dari lokasi itu
sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat
kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan
mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat
perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. (Sukirman, 1995)
Ada dua jenis perkerasan jalan yang umum digunakan di indonesia, antara lain
perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Syarat perkerasan lentur yaitu :
a. Permukaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja diatasnya.
c. Permukaan cukup kesat sehingga memberikan gesekan yang baik antara ban
dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan jalan tidak mengkilap sehingga tidak silau bila terkena matahari.
63
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan
beban harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau
muatan lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat cepat dialirkan.
d. Memiliki kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tapa menimbulkan
deformasi yang berarti. (Sukirman, 1995)
Kemampuan untuk menerima beban ini dapat ditunjukkan dengan nilai CBR yang tinggi.
Tanah dasar dengan nilai CBR yang tinggi dapat menahan beban yang besar. Untuk
mengatasi kerusakan jalan dapat menggunakan perkerasan beton atau perkerasan kaku.
Kelemahan dan kelebihannya yaitu biaya konstruksi yang mahal, biaya pemeliharaan
rendah dan waktu konstruksi lama (Aly, 2004).
Sedangkan kelebihannya adalah perkerasan beton mampu mendukung beban lalu lintas
yang besar.Selain itu juga dapat menggunakan metode teknologi daur ulang.
Daur ulang perkerasan yaitu pamakaian ulang dari scarified permukaan jalan atau
lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai kedalaman 20 cm (8 inci)
dan mencampurnya dengan bahan pengikat bitumen yang panas atau dingin, sering kali
akan seperti semen. (Scott, 1993)
“The bituminous pavement rehabilitation alternatives are mainly overlaying, recycling
and reconstruction. In the recycling process the material from deteriorated pavement,
known as reclaimed asphalt pavement (RAP), is partially or fully reused in fresh
construction. Some of the advantages associated with pavement recycling are less user
delay conservation of energy preservation of environment reduced cost of construction
conservation of aggregate and binder preservation of existing pavement geometrics etc.
It is also reported that recycled mix has higher resistance to shearing and scuffing, which
in turn increase the rutting resistance. Chances of reflective cracking are found to be less
with recycled mix” (Aravind and Das, 2007)
64
Ruas jalan yang menggunakan teknologi CTRB adalah Paket Karawang I dan II, Paket
Kandang Haur-Palimanan serta Paket Losari-Cirebon (Techno Konstruksi, 2008). Pada
akhir tahun 2008 di ruas jalan Boyolali – Kartosuro juga dilaksanakan rehabilitasi jalan
sepanjang 6,95 km. Untuk mencapai hasil yang memuaskan dari daur ulang perkerasan
lama, maka material bekas garukan aspal ini perlu ditambah suatu bahan sebagai
stabilisasi untuk meningkatkan daya dukungnya. Semen adalah zat stabilizing yang
banyak digunakan.
Kadar semen yang memenuhi persyaratan Unconfined Compresive Strength (UCS) untuk
Cement Treated Recycling Base (CTRB) adalah 5% sampai 6% (Karsikun, 2008). Nilai
Drying shrinkage material CTRB sampai pada umur 28 hari untuk kadar semen 5%
sebesar 805,3 micro strain dan kadar semen 6% adalah 826,3 micro strain” (Muda,
2009).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Jenis Konstruksi Perkerasan
Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:
a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-lapisan
perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan tersebut
dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Kekuatan konstruksi perkerasan
ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan tiap lapisan, yang ditentukan
oleh tebal lapisan tersebut dan kekuatan tanah dasar yang diharapkan.
Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka perkerasan
akan melendut/melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas beberapa lapisan
dengan material tertentu. Pada lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan
menerima/mendukung beban yang lebih ringan, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Penyebaran beban relatif lebih kecil pada perkerasan lentur sehingga
lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberi sumbangan yang besar dalam
memikul beban.
65
Sumber: DPU, 2005
Guna memberikan rasa aman, nyaman dan irit bagi pengguna jalan, maka konstruksi
perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut:
1) Fungsional
Perkerasan tersebut mampu melaksanakan fungsi yang baik bagi pengguna jalan.
Fungsi tersebut mencakup keamanan, dan kenyamanan dalam berkendaraan.
Persyaratan tersebut adalah meliputi antara lain:
a) Permukaan yang rata, tidak bergelombang/melendut dan tidak berlubang.
b) Permukaan cukup kuat kesat sehingga permukaan perkerasan tidak licin/tidak
mudah selip.
c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat dengan cepat dialirkan ke saluran samping.
2) Struktural
Perkerasan mampu memikul dan menyalurkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah antara lain:
a) Mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan
beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.
b) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan
dibawahnya.
Gambar 2.1. Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur
66
Gambar 2.2. Struktur Perkerasan Lentur
c) Perkerasan mampu menahan tegangan dan regangan akibat beban lalu
lintas.
d) Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah berubah
bentuk/deformasi.
Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas: Lapisan Tanah Dasar
(subgrade), Lapis Pondasi Bawah (Subbase), Lapis Pondasi Atas (Base) dan Lapis
Permukaan (Surface). Struktur perkerasan aspal dapat dilihat pada Gambar 2.2.
b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan
pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis pondasi
bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan atau tanpa
lapisan aspal sebagai lapis permukaan.
Kekuatan perkerasan kaku ditentukan oleh kekuatan lapisan beton itu sendiri,
sedangkan kekuatan tanah dasar tidak begitu menentukan. Kekuatan plat beton yang
tinggi dapat memikul sebagian besar beban lalu lintas sehingga pengaruh pada daya
dukung tanah dasar kecil. Gambar distribusi beban pada perkerasan kaku terdapat
pada Gambar 2.3. Karena kekakuan pelat beton yang relatif tinggi sehingga dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas. Tegangan yang timbul pada lapis pondasi
bawah relatif kecil karena beban telah disebarkan oleh pelat beton.
Sumber : DPU, 2005
67
Sumber: DPU, 2005
Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi dari
perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan dibawahnya
sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi, maka beban yang
disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya areal yang
menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan dibawah (tanah
dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.
Dalam perkerasan kaku, tebal plat beton didesain agar mampu memikul tegangan
yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air, serta
perubahan volume yang terjadi pada lapisan dibawahnya. Untuk memikul
repetisi/pengulangan pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi sumbu dan
bebannya, dalam perhitungan tebal plat beton diterapkan kelelahan (fatigue). Pada
prinsipnya, perkerasan kaku didesain atas dasar:
1) Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).
2) Tebal dan jenis lapisan pondasi bawah yang salah satunya untuk mendapatkan
keseragaman daya dukung di bawah pelat.
3) Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kekuatan lentur tarik mengingat
keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan oleh tegangan lentur tarik
yang berlebihan. Perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku diberikan
pada Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku.
Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku
Gambar 2.3. Distribusi Beban Pada Perkerasan Kaku
68
No. Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1. Komponen Konstruksi Multi Layer yaitu terdiri dari:
a. Lapis Permukaan b. Lapis Pondasi Atas c. Lapis Pondasi Bawah d. Tanah Dasar
Single Layer yaitu terdiri atas:
a. Plat Beton Mutu Tinggi sebagai Surface/Base.
b. Subbase tidak berfungsi sebagai lapisan struktural.
c. Tanah Dasar 2. Kemampuan penyebaran
beban Kemampuan penyebaran beban plat beton lebih besar karena modulus elastisitas plat beton lebih tinggi dibandingkan dengan perkerasan lentur.
3. Ketahanan terhadap pelapukan/oksidasi
Konstruksi semen relatif lebih sedikit mengandung bahan-bahan organik (C) dibandingkan aspal, sehingga perkerasan beton lebih tahan terhadap oksidasi (penuaan/aging) dari pada perkerasan aspal
4. Kebutuhan pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan kaku lebih kecil/jarang dibandingkan perkerasan lentur. Kegiatan pemeliharaan beton dilakukan dalam rangka menghambat kerusakan yang diakibatkan dari proses pelapukan (penuaan) dan proses keausan karena pemakaian.
5.
Biaya konstruksi
Pada saat ini biaya kedua jenis perkerasan tersebut relatif hampir sama, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Dengan beban lalu lintas dan daya dukung tanah dasar yang sama, maka ketebalan konstruksi perkerasan kaku lebih tipis dibandingkan perkerasan lentur.
b. Konstruksi perkerasan beton mempunyai biaya investasi awal yang tinggi namun biaya pemeliharaan lebih rendah dibandingkan dengan perkerasan lentur.
69
Sumber: DPU, 2005
70
2.2.2 Kerusakan Perkerasan
2.2.2.1 Jenis-jenis kerusakan jalan
Jenis-jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokkan atas 2 macam, yaitu:
1) Kerusakan struktural
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau seluruhnya,
yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu menahan beban yang bekerja
diatasnya. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara
pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan perkerasan yang ada.
2) Kerusakan fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan
atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan
masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat
kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan
perkerasan harus dirawat agar tetap dalam kondisi baik.
2.2.2.2 Penyebab Kerusakan
Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Faktor Lalu Lintas
Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu
lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban
kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.
Dengan adanya pertambahan volume lalu lintas yang eksponensial, maka akan
mempercepat terjadinya kerusakan dan umur rencana dari perkerasan tidak dapat
tercapai.
71
2) Faktor Non Lalu Lintas
Selain faktor lalu lintas ada faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar dalam
kerusakan jalan. Faktor non lalu lintas tersebut adalah: bahan perkerasan,
pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca). Terjadinya kerusakan akibat faktor-
faktor non lalu lintas ini dapat disebabkan oleh:
a. Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan
b. Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan
c. Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar
d. Kedalaman muka air tanah
e. Curah Hujan
f. Variasi temperatur sepanjang tahun.
2.2.2.3 Mekanisme Kerusakan
Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui berbagai
mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7. Akibat beban kendaraan,
pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan. Pengulangan beban
mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada semua
lapisan. Cuaca menyebabkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin
rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai
terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi
lubang.
Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga
mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan
perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat terjadi dalam bentuk
alur.
72
Gambar 2.4. Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal (Paterson,1987)
Retak Alur
Umur
Air Meresap
Umur
Penurunan Kekakuan
dan Kekuatan
Percepatan Deformasi
Perbedaan Mutu & Kinerja
Perubahan Geser
Ketidakrataa
Tambalan Dalam Tambalan
Gelombang Keriting
Pelepasan Butir
Tambalan
Lubang
Amblas/Sungkur
73
2.2.2.4 Penentuan Kondisi Perkerasan
Nilai kondisi perkerasan Pavement Condition Index (PCI) digunakan untuk
mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suatu ruas jalan yang besarnya
dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan
yang terjadi.
a. Survei Kerusakan
Survai kerusakan dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi
pada perkerasan jalan. Hasilnya dipergunakan untuk menentukan tingkat kerusakan
jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilaksanakan, prioritas penanganan serta untuk
menentukan besarnya dana yang diperlukan.
Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-jenis kerusakan,luas
kerusakan,dan kelas kerusakan.Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran kerusakan
No Type Kerusakan Kriteria Pengukuran
1 Deformasi
a. Ambles,alur Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 m
b. Keriting Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 mm jarak dari puncak gelombang
c. Sungkur/jembul Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 mm
2 Retak
a. Retak bulan sabit, Retak diagonal, retak tengah,
retak melintang
Lebar retak (mm) yang paling dominan (lebar)
b. Retak blok,retak kulit buaya,retak
Lebar retak (mm) yang paling dominan (lebar) jarak antar celah
74
memanjang (lebar kotak)
3 Kerusakan Tepi
a. Rusak tepi Lebar maksimum dari lapis permukaan yang lepas (mm)
b. Penurunan tepi Tinggi penurunan (mm)
4 Cacat permukaan
a. Pengelupasan Ketebalan dari lapisan yang mengelupas (mm)
b. Kegemukan,pengausan,pelepasan butir,tergerus
Tidak ada spesifikasi
5 Lubang Kedalaman lubang (mm)
6 Path Tidak ada spesifikasi
Sumber: Austroad, 1987
b. Penentuan Kapasitas Jalan
Pengertian kapasitas selalu dihubungkan dengan kemampuan suatu bagian jalan untuk
melewatkan arus lalu lintas, dengan kata lain kapasitas adalah jumlah arus maksimum
yang dapat dilewatkan oleh suatu bagian segmen jalan. Menurut keperluan
penggunaannya, kapasitas ada tiga macam yaitu :
1. Basic capasity (kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang
dapat melewati suatu penampang pada suatu jalur jalan selama satu jam
dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.
2. Possible capasity (kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan
maksimal yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan
selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada.
3. Design capasity (kapasitas rencana), adalah jumlah kendaraan maksimum
yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama satu
jam pada keadaan kondisi jalan serta lalu lintas yang sedang lewat tanpa
mengakibatkan kemacetan lalu lintas, kelambatan dan bahaya yang masih
dalam batas-batas yang diijinkan.
75
Menurut Departemen Pekerjaan Umum, 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)
besarnya kapasitas pada kondisi sesungguhnya untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh
kapasitas dasar, faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor
penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat
hambatan samping dan faktor ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung dengan
rumus :
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF (smp/jam) ........................................................................ (2.1)
dimana :
C : kapasitas (smp/jam)
C0 : kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCSF : faktor penyesuaian hambatan samping
Besaran nilai C0, FCW, FCSP, FCSF dan FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.3, Tabel 2.4, Tabel
2.5, Tabel 2.6, dan Tabel 2.7
Tabel 2.3. Kapasitas Dasar (C0)
Tipe Jalan/Tipe alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam/lajur)
Empat-lajur terbagi
- Datar - Bukit - Gunung
Empat-lajur tak-terbagi
- Datar - Bukit - Gunung
1900
1850
1800
1700
1650
76
1600
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur lalu-Lintas (FCw)
Tipe Jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)
(m) FCw
Empat-lajur terbagi
Enam-lajur terbagi
Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
0.91
0.96
1.00
1.03
Empat-lajur tak-terbagi Per lajur
3.00
3.25
3.50
3.75
0.91
0.96
1.00
1.03
Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah
5
6
7
8
9
10
0.69
0.91
1.00
1.08
1.15
1.21
77
11 1.27
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FCSP)
Pemisahan arah SP 5-5 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua-lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
Empat-lajur 4/2 1.00 0.975 0.97 0.925 0.90
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (FCSF)
Tipe jalan Kelas
hambatan samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCSF
Lebar bahu efektif Ws
< 0.5 1.0 1.5 > 2.0
4/2 D
VL
L
M
H
VH
0.99
0.96
0.93
0.90
0.88
1.00
0.97
0.95
0.92
0.90
1.01
0.99
0.96
0.95
0.93
1.03
1.01
0.99
0.97
0.96
2/2 UD
4/2 UD
VL
L
M
H
VH
0.97
0.93
0.88
0.84
0.80
0.99
0.95
0.91
0.87
0.83
1.00
0.97
0.94
0.91
0.88
1.02
1.00
0.98
0.95
0.93
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Untuk pengaruh dari sifat lalu lintas terhadap kapasitas, diperhitungkan dengan
membandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang, yang disebut
ekivalensi mobil penumpang.
78
Tabel 2.7. Ekivalen Mobil Penumpang Jalan Perkotaan
Tipe Alinyemen
Arus Total emp
Jalan terbagi/arah
(kend/jam)
Jalan tak terbagi
total
(kend/jam)
MHV LB LT MC
Datar
0 0 1,2 1,2 1,6 0,5
1000 1700 1,4 1,4 2,0 0,6
1800 3250 1,6 1,7 2,5 0,8
2150 3950 1,3 1,5 2,0 0,5
Bukit
0 0 1,8 1,6 4,8 0,4
750 1350 2,0 2,0 4,6 0,5
1400 2500 2,2 2,3 4,3 0,7
1750 3150 1,8 1,9 3,5 0,4
Gunung
0 0 3,2 2,2 5,5 0,3
550 1000 2,9 2,6 5,1 0,4
110 2000 2,6 2,9 4,8 0,6
1500 2700 2,0 2,4 3,8 0,3
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.
Keterangan :
LV : Kendaraan ringan :
Kendaraan bermotor dua as beroda 4 dengan jarak as 2,0–3,0m (termasuk
mobil penumpang, opelet, mikrobis, pik-up, dan truk kecil sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
HV : Kendaraan berat :
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda
lebih dari 4 (termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga).
79
MC : Sepeda motor :
Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan
kendaraan beroda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga ).
c. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Lalu lintas harian rata-rata dapat didefinisikan sebagai volume lalu lintas yang
menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Data
volume kendaraan digunakan untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas setiap tahun.
Untuk mendapatakan besarnya volume lalu lintas, harus diketahui sebelumnya jumlah
lalu lintas per hari per tahun serta arah dan tujuan lalu lintas pada suatu lokasi. Oleh
karena itu diperlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk
mendapatkan data lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang digantikan
tempatnya oleh kendaran lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang
berlaku. Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari tempat pengamatan.
2.2.3 Kerusakan yang Terjadi pada Perkerasan Lentur
Seiring dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi.
Penurunan kondisi akan lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung
jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Akibat
beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang
besarnya tergantung pada kekakuan dan tebal lapisan. Pengulangan beban
mengakibatkan terjadinya retak lelah pada apisan berasapal serta deformasi pada
lapisan berasapal. Bila sudah mulai terjadi retak, luas dan kaparahan retak akan
berkembang cepat sehingga terjadi gompal dan akhirnya terjadi lubang. Retak
memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan
memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume.
(Sjahdanulirwan, 2003)
Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur antara lain :
2.2.3.1 Deformasi (lendutan)
80
Deformasi adalah perubahan bentuk pada permukaan jalan dari bentuk awal yang
dibangun. Deformasi dapat terjadi setelah pembangunan dalam kaitan dengan pengaruh
lalu lintas (yang dihubungkan dengan beban) atau pengaruh lingkungan (tidak
berhubungan dengan beban). Pada beberapa kasus, deformasi terjadi pada perkerasan
baru dnegan kontrol yang buruk.deformasi merupakan suatu unsure penting pada
kondisi perkerasan. Deformasi mempunyai pengaruh langsung pada kualitas berkendara
dengan perkerasan (kekasaran) dan mencerminkan kekurangan pada struktur
perkerasan. Deformasi dapat berujung ke retak-retak pada lapisan permukaan.
Beberapa tipe deformasi :
1) Bergelombang (corrugation)
Bergelombang adalah kerusakan dimana aspal menjadi bergelombang yang lekat
dengan jarak teratur. Dengan jarak ombak kurang dari 2 meter. Kerusakan ini
disebabkan karena kurang stabilnya lapisan aspal atau lapisan datar.
2) Depresi (depression)
Depresi adalah kerusakan pada perkerasan berupa cekungan pada permukaan.
Kerusakan ini disebabkan penurunan pelayanan dan melebarnya parit, konsolidasi
pada daerah tertentu yang lembut dan pemadatan tanah dasar atau material
timbunan yang kurang baik, perubahan volume material tanah dasar yang
disebabkan oleh pengaruh lingkungan, penurunan tanah karena kurang stabilnya
timbunan.
3) Alur (rutting)
Alur adalah kelainan pada permukaan aspal yang sejajar dengan alur kendaraan.
Dapat terjadi pada satu atau kedua alur kendaraan. Alur disebabkan oleh kurangnya
ketebalan perkerasan, kurangnya pemadatan pada lapisan permukaan atau tanah
dasar, kurangnya stabilitas (kekuatan) pada lapisan permukaan atau tanah dasar.
4) Pergeseran (shoving)
Shoving adalah pembengkakan permukaan jalan, biasanya paralel dengan arah
jalan atau arus lalu lintas atau perubahan horizontal pada material permukaan,
biasanya disebabkan lalu lintas saat pengereman atau akselerasi awal. Pergeseran
dapat meningkat dengan adanya pergerakan memutar.
81
2.2.3.2 Retak (crack)
Retak adalah celah sebagai hasil dari patahan parsial atau komplet pada permukaan
perkerasan. Retak pada permukaan perkerasan jalan dapat terjadi dengan berbagai
variasi, baik retak tunggal yang terisolasi maupun retak yang saling berhubungan dan
berkembang diatas seluruh permukaan perkerasan. Bentuk retak, baik sendirian
maupun berhubungan dengan deformasi dapat digunakan untuk memperkirakan
penyebab kerusakan. Retak yang dimasuki air dapat menjadi penyebab utama deformasi
dan lubang.
Bentuk retak yang biasa terjadi antara lain :
1) Retak blok (block cracks)
Retak blok adalah retak yang saling berhubungan membentuk rangkaian kotak-
kotak, kira-kira dalam bentuk segi empat. Biasanya merata diatas permukaan
perkerasan, luasnya lebih besar dari 200 mm sampai 3000 mm. sambungan pada
perkerasan dapat menyebabkan retak pada lapisan permukaan dan terlihat seperti
bentuk segi empat, terutama sambungan pada perkerasan beton yang dilapisi
dengan aspal. Retak blok disebabkan sambungan pada lapisan beton, penyusutan
dan kelelahan pada material semen.
2) Retak kulit buaya (crocodile cracks)
Retak yang saling berhubungan atau terjalin membentuk polygon kecil yang saling
merangkai seperti kulit buaya. Ukuran polygon antara 150 mm sampai 300 mm.
Retak kulit buaya disebabkan oleh kurangnya ketebalan perkerasan dan modulus
tanah dasar yang rendah.
3) Retak tidak beraturan (crescent shaped cracks)
Retak tidak beratutan biasanya dihubungkan dengan pergeseran (shoving), sering
terjadi dengan jarak yang rapat. Penyebabnya adalah ikatan yang lemah antara
lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya, rendahnya modulus tanah dasar,
lapisan permukaan yang tipis, lapisan aspal yang terseret oleh pengguna jalan saat
temperature aspal rendah, takanan yang tinggi saat pengereman atau akselerasi
awal.
82
4) Retak memanjang (longitudinal cracks)
Retak memanjang yang searah sumbu jalan. Dapat berupa retak tunggal atau retak
yang saling berangkai. Penyebab retak tuunggal adalah penyusutan sambungan
pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau aspal bagian bawah), rendahnya
konstruksi sambungan pada lapisan aspal, perubahan cuaca harian atau pengerasan
aspal, dan perpindahan sambungan karena melebarnya perkerasan. Sedangkan
etak yang saling berangkai disebabkan peningkatan volume tanah liat di bagian
dasar, perlemahan pada bagian samping perkerasan dan perbedaan penurunan
tanah antara galian dan timbunan.
5) Retak melintang (transverse cracks)
Retak yang melintang tegak lurus sumbu jalan. Retak melintang disebabkan oleh
penyusutan sambungan pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau lapisan
semen), berubahnya konstruksi sambungan pada lapisan permukaan aspal (karena
temperatur rendah atau pengerasan aspal), dan gagalnya struktur beton di bagian
dasar.
6) Retak diagonal (diagonal cracks)
Retak yang membentuk garis diagonal pada perkerasan. Penyebabya adalah
penyusutan sambungan pada lapisan dengan material semen, perbedaan
penurunan tanah antara timbunan, galian dan struktur, akar pohon dan instalasi
layanan (TELKOM, PLN dan PDAM).
2.2.3.3 Cacat tepi (edge defects)
Kerusakan ini terjadi pada pertemuan antara lapisan aspal dengan bahu jalan, dimana
kerusakan terjadi pada lapisan aspal bukan pada bahu jalan. Cacat tepi sering terjadi
pada bagian tepi jalan yang peka terhadap ban aus karena gesekan.
Bentuk cacat tepi yang basa terjadi antara lain :
1) Patah tepi (edge break)
Patah yang tiadak beraturan dibagian samping permukaan aspal. Patah tepi
disebabkan kurangnya lebar perkerasan, bentuk alinemen jalan yang membuat
pengemudi mengarahkan kendaraannya ke bagian tepi perkerasan.
83
2) edge drop off
Perbedann jarak vertikal 10-15 mm antara permukaan aspal bagian tepi sengan
permukaan bahu jalan. Penyebabnya adalah kurangnya lebar perkerasan, material
bahu jalan yang tidak kuat menahan erosi dan abrasi, dan pelapisan kembali
perkerasan tanpa pelapisan bahu jalan.
2.2.3.4 Cacat permukaan
Cacat permukaan disebabkan oleh hilangnya material permukaan baik banyak maupun
sedikit. Cacat permukaan mengurangi kualitas layanan perkerasan dan mengurangi
struktur perkerasan.
Bentuk cacat permukaan yang biasa terjadi antara lain :
1) Delamination, yaitu hilangnya permukaan asapal karena kurangnya pembersihan
atau pelapisan sebelum pemasangan lapisan diatasnya, rembesan air melalui aspal
(terutama retakan) sehingga melepaskan ikatan permukaan aspal dengan bagian
dibawahnya, dan adhesi yang mengikat permukaan aspal ke roda kendaraan.
2) Flushing, disebabkan oleh berlebihnya tingkat pengikatan dalam hubungannya
dengan ukuran batu maupun tekanan agregat ke bawah.
3) Polishing merupakan kerusakan yang tidak terdefinisi dengan jelas. Namun, derajat
kegilapan harus signifikan sebelum dimasukkan ke dalam survey kondisi dan dinilai
sebagai suatu kerusakan karena terlepasnya butiran agregat dari aspal.
4) Raveling, disebabkan agregat atau binder telah mulai usang atau aus dengan sedikit
partikel yang hilang, jika ada.
2.2.3.5 Lubang
Lubang adalah cekungan berbentuk mangkuk pada permukaan perkerasan karena
hilangnya lapisan permukaan atau material dibawahnya. Lubang dapat terjadi karena
mengelupasnya sebagian kecil lapisan permukaan akibat lalu lintas yang diikuti
masuknya air kedalam lapisan perkersan, beban yang berlebihan dan terbawanya
lapisan aspal permukaan akibat adhesi yang mengikat aspal ke roda.
2.2.3.6 Tambalan
84
Tambalan disebabkan adanya perbaiakan pada perkerasan yang mengalami kerusakan
maupun penggalian untuk instalasi umum (PLN, PDAM, dan TELKOM). Terdapat dua tipe
tambalan, yaitu tambalan tanpa penggalian dan tambalan dengan penggalian (dimana
material dipindahkan kemudian perkerasan dibangun ulang).
2.2.4 Jenis Penanganan Kerusakan Jalan
2.2.4.1 Metode Perbaikan Standar
Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode perbaikan standar
Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan
adalah:
a) Metode perbaikan PI (penebaran pasir)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke
lapangan.
- Memberi tanda yang akan diperbaiki.
- Membersihkan daerah dengan air compressor.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) di atas
permukaan yang terpengaruh kerusakan.
- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1- 2) ton sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).
b) Metode perbaikan P2 (pelaburan aspal setempat)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
- Retak buaya < 2mm
- Retak garis lebar < 2mm
- Terkelupas
Ø Langkah penanganannya:
85
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut
back 1 liter/m2.
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.
- Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang
rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).
c) Metode perbaikan P3 (pelapisan retakan)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m2 di daerah yang akan diperbaiki).
- Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah
diberi tanda.
- Lakukan pemadatan ringan (1 - 2) ton sampai diperoleh permukaan yang
rata dan kepadatan optimum (kepadatan 95%).
d) Metode perbaikan P4 (pengisian retak)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani denganair compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 1/m2 menggunakan aspal sprayer
atau dengan tenaga manusia.
- Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah diisi aspal (tebal 10
mm).
86
- Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.
e) Metode perbaikan P5 (penambalan lubang-lubang)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani
- Lubang kedalaman > 50 mm
- Keriting kedalaman > 30 mm
- Alur kedalaman > 30 mm
- Ambles kedalaman > 50 mm
- Jembul kedalaman > 50 mm
- Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan
- Retak buaya lebar > 2mm
Ø Langkah penanganannya:
- Gali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
- Semprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0,5 liter/m.
- Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh
permukaan yang rata.
- Pemadatan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
f) Metode perbaikan P6 (perataan)
Ø Jenis kerusakan yang ditangani:
- Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mml.
- Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm.
- Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm.
- Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm.
- Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm.
Ø Langkah penanganannya:
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan
tenaga manusia.
- Laburkan tack coat 0,5 liter/m2.
- Menaburkan campuran aspal beton kemudian memadatkannya sampai
diperoleh permukaan yang rata.
- Pemadatan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
87
2.2.4.2 Metode Overlay
Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen
Pekerjaan Umum Direktoral Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt
T-01-2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat
kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamana, tingkat
kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.
a. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-
sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus
resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan
Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil
atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom &
Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil)
dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR ........................................................................................ (2.2)
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai
akibat beban lalu-lintas.
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah
dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat
pelaksanaan konstruksi.
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk
jenis tanah tertentu.
e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan
secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.
88
b. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka eivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut tabel pada Lampiran D.1. Tabel ini hanya berlaku untuk roda
ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan
roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.
Angka Ekuivalen = ........................................... (2.3)
c. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree
of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam
alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur
rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan
tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu
yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan
kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang
diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas
yang lebih tinggi. Tabel 2.8 memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk
bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih
tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat
yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.
89
Tabel 2.8 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber : Pt T-01-2002-B
Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan
dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi
kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan
fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall standard deviation,S0) yang
memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja
untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity
(R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal
deviate, ZR). Tabel 2.9 memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu.
Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan
perkotaan atau jalan antar kota.
2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.9.
3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai S0
adalah 0,40 – 0,50.
Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )
Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR
50 0,000
60 - 0,253
70 - 0,524
75 - 0,674
90
80 - 0,841
91
Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate )
Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR
85 - 1,037 90 - 1,282
91 - 1,340
92 - 1,405
93 - 1,476
94 - 1,555
95 - 1,645
96 - 1,751
97 - 1,881
98 - 2,054
99 99,9 99,99
- 2,327
- 3,090
- 3,750
Sumber : Pt T-01-2002-B
d. Lalu lintas pada lajur rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.
Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut
ini :
w18 = DD x DL x ŵ18 .............................................................................................. (2.4)
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
92
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana
yang berat dan kosong.
Tabel 2.10 Faktor distribusi lajur (DL)
Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100 2 80-100 3 60-80 4 50-75
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam
pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana
selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara
numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
Wt= w18 pertahun × ((1+g)n-1)/g ......................................................................... (2.5)
Dimana:
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).
e. Indeks permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di
bawah ini :
IP = 1,0 : adalah menyatakan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
93
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diperlihatkan
pada Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).
94
Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).
Kualifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan
1,0 – 1,5
1,5
1,5 – 2,0
-
1,5
1,5 – 2,0
2,0
2,0 – 2,5
1,5 – 2,0
2,0
2,0 – 2,5
2,5
-
-
-
2,5
Sumber : Pt T-01-2002-B
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan Tabel 2.12 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0).
Tabel 2.12. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)
Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan *) (IRI,
m/km)
LASTON ≥ 4
3,9 – 3,5
≤ 1,0
> 1,0
LASBUTAG 3,9 – 3,5
3,4 – 3,0
≤ 2,0
> 2,0
LAPEN 3,4 – 3,0
2,9 – 2,5
≤ 3,0
> 3,0
Sumber : Pt T-01-2002-B
f. Kondisi struktur perkerasan jalan
Survai mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk mengetahui
tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan dimaksud yang
meliputi :
- Lapis permukaan (D1)
- Lapis pondasi atas (D2)
95
- Lapis pondasi bawah (D3)
Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai
Tabel 2.13 koefisien Kekuatan Relatif (a).
96
Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a)
BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien
kekuatan
relatif (a)
Lapis
permukaan
Beton aspal
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak
kulit buaya dan/atau hanya
terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan
rendah
0.35–0.40
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah
dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.25–0.35
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah
dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang
dan/atau
5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.20–0.30
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang
dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi
dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang
dan tinggi
0.14–0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi 0.08–0.15
97
dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
98
Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a) (lanjutan)
BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien
kekuatan
relatif (a)
Lapis pondasi yang distabilisasi
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya
terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0.20–0.35
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.15–0.25
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.15–0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0.10–0.20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0.08–0.15
99
Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular
Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.
0.10–0.14
Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
0.00–0.10
Sumber : Pt T-01-2002-B
g. Lapisan Permukaan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya
dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk
menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi
keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan
kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien
drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila
digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.14 memperlihatkan nilai tebal
minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Tabel 2.14 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi
agregat (inchi)
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG
Lapis pondasi
agregat
inci cm inci cm inci cm inci cm
< 50.000 *) 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10
50.001 – 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001 – 500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10
500.001 – 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001 – 7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15
> 7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15
100
2.2.4.3 Metode Rigid
Perencanaan desain perkerasan kaku menggunakan Pedoman Perencanaan dan
Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd T-14-2003, Departemen Pekerjaan
Umum. Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus
dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau
dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5. Tipikal struktur perkerasan kaku
Sumber: DPU, 2005
Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis :
- Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.
- Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.
- Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
- Perkerasan beton semen pra-tegang.
Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.
Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan
kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar
air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan. Lapis
pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama
yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut :
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi
pelat.
101
- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di
bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton
semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.Persyaratan teknis
pada Metode Rigid Pavement yaitu:
102
a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI
03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-
masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila
tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi
bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang
dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.
b. Pondasi bawah
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton
semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar
sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku
tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum
yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan CBR tanah dasar efektif didapat
dari Gambar 2.7.
Gambar 2.6. Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan kaku
Sumber : Pd T-14-2003
103
Gambar 2.7. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Sumber : Pd T-14-2003
Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat ini didasarkan bahwa antara pelat
dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien
geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Nilai koefisien gesekan (µ)
No. Lapis pemecah ikatan Koefisien gesekan (µ)
1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0
2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5
3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0
Sumber : Pd T-14-2003
c. Lalu lintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan
dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus
dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu,
menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Kendaraan yang ditinjau
104
untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total
minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai
berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG)
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG)
d. Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional
jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat
ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return,
kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
e. Pertumbuhan lalu lintas
Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap
di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu lintas yang dapat
ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
........................................................................................... (2.6)
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.16.
Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)
105
Umur Rencana (Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
106
Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) (lanjutan)
Umur Rencana (Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
Sumber : Pd T-14-2003
f. Lalu lintas rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur
rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada
setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal
dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut
:
JSKN = JSKNH x 365 x R x C .................................................................................. (2.7)
Dimana:
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (2.5) atau Tabel 2.16
C : Koefisien distribusi kendaraan
g. Faktor kemanan beban
107
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan
beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai
tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.17.
108
Tabel 2.17. Faktor keamanan beban (FKB)
No. Penggunaan Nilai FKB
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.
1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0 1,0
Sumber : Pd T-14-2003
h. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi tegangan dan
pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban
lalu lintas,memudahkan dalam proses pelaksanaan dan mengakomodasi gerakan
pelat.Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
1) Sambungan pelaksanaan memanjang
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara
penguncian. Bentuk dan ukuran penguncian dapat berbentuk trapesium atau
setengah lingkaran sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan untuk tipikal
sambungan memanjang dapat dilihat pada Gambar 2.8 Sebelum penghamparan
pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan harus dicat
dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton lama
dengan yang baru.
109
Gambar 2.8. Tipikal sambungan memanjang
Sumber : Pd T-14-2003
Gambar 2.9. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang
Sumber : Pd T-14-2003
2) Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya
retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m. Sambungan
memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24
dan berdiameter 16 mm dan Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
At = 204 x b x h dan ........................................................................................ (2.8)
110
l = (38,3 x φ) + 75 ........................................................................................... (2.9)
Dimana:
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
3) Sambungan pelaksanaan melintang
Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan (darurat) harus
menggunakan batang pengikat berulir, sedangkan pada sambungan yang
direncanakan harus menggunakan batang tulangan polos yang diletakkan di
tengah tebal pelat. Tipikal sambungan pelaksanaan melintang diperlihatkan pada
Gambar 2.10 dan Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan tersebut di atas harus
dilengkapi dengan batang pengikat berdiameter 16 mm, panjang 69 cm dan jarak
60 cm, untuk ketebalan pelat sampai 17 cm. Untuk ketebalan lebih dari 17 cm,
ukuran batang pengikat berdiameter 20 mm, panjang 84 cm dan jarak 60 cm.
Gambar 2.10. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran per lajur
Sumber : Pd T-14-2003
111
Gambar 2.11. Sambungan pelaksanaan yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan untuk pengecoran seluruh lebar perkerasan
Sumber : Pd T-14-2003
4) Sambungan susut melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk
perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk
lapis pondasi stabilisasi semen sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.12 dan
Gambar 2.13.
Gambar 2.12 Sambungan susut melintang tanpa ruji
112
Gambar 2.13 Sambungan susut melintang dengan ruji
Sumber : Pd T-14-2003
113
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa
tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan
tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan
tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus
dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan
bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat
pelat beton menyusut. Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri
dengan bahan anti lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel
2.18.
Tabel 2.18 Diameter ruji
No Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)
1 125 < h < 140 20
2 140 < h < 160 24
3 160 < h < 190 28
4 190 < h < 220 33
5 220 < h < 250 36
Sumber : Pd T-14-2003
Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas kerusakan Retak
fatik (lelah) tarik lentur pada pelat dan Erosi pada pondasi bawah atau tanah
dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak
yang direncanakan.
Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta
jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan
selama umur rencana.
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung
berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau
114
erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi.
Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik
dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%.
Langkah-langkah perhitungan tebal pelat.
1. Analisis lalu lintas
- Menentukan Konfigurasi Beban
- Menentukan Jumlah Kendaraan
- Menentukan Jumlah Sumbu Perkendaraan
- Menentukan Jumlah Sumbu = Jumlah Kendaraan x Jumlah Sumbu Perkendaraan.
- Menentukan Nilai BS (beban sumbu) dan JS (jumlah sumbu)
2. Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi
- Menentukan beban sumbu, jumlah sumbu, proporsi beban dan sumbu
- Menentukan repetisi yang terjadi = proposi beban x proporsi sumbu x lalu lintas
rencana.
- Menentukan jumlah kumulatif repetisi yang terjadi
3. Perhitungan besarnya fatik dan erosi adalah sebagai berikut:
- Besarnya fatik = (Repetisi yang terjadi / Repetisi ijin ) x 100%
- Besarnya erosi = (Repetisi yang terjadi / Repetisi ijin ) x 100%
2.2.4.4 Metode CTRB (Cement Treated Recycling Base)
Teknologi pavement recycling adalah teknik untuk merehabilitasi atau merekonstruksi
dan mingkatkan perkerasan jalan dengan mengolah kembali material perkerasan lama
menjadi perkerasan baru yang lebih kuat. Proses recycling dapat dilakukan tidak hanya
pada lapisan aspal tetapi juga lapisan base, subbase,dan bahkan sampai lapisan
subgrade.Dalam pelaksanaannya material perkerasan lama ditingkatkan kekuatannya
dengan memperbaiki gradasi atau menambahkan bahan pengikat. Filosofi dari
pavement recycling dapat dilihat pada Gambar 2.14.
115
Metode daur ulang yang umum dipakai dalam konstruksi adalah Daur Ulang
Campuran Dingin (cold mix recycling),bila ditinjau dari penggunaan peralatan ada 2
macam yaitu:
1) Teknik Daur Ulang ditempat In-situ recycling
Pada teknik ini digunakan in place recycling machine dengan memanfaatkan
mesin recycleing khusus yang perangkat utamanya adalah milling drum yang
dilengkapi dengan gigi-gigi penghancur. Milling drum ini dapat berputar dan
melalukan proses penghancuran dan pencampuran material bekas perkerasan
lama dengan bahan pengikat sampai dengan kedalaman tertentu.Apabila
diperlukan,air dapat ditambahkan bersamaan dengan proses milling dan mixing
guna mendapatkan campuran dengan kadar air optimum sehingga dapat
dipadatkan dengan baik. Kemampuan alat untuk melalukan sampai kedalam
lebih dari 30 cm dan ketersediaan alat pemadat yang mampu memadatkan
sampai kedalaman lebih dari 30 cm. Proses in place recycling adalah pemanasan
lapis perkerasan, pembongkaran, penggemburan lapis lama, penambahan
bahan baru (agregat, aspal dan bahan peremaja) pencampuran, serta perataan
dilakukan oleh satu unit peralatan yang terdiri dari pemanas lapis permukaan
perkerasan (road preheater), alat bongkar lapis perkerasan (hot milling), alat
Subbase Course
Base Course
Surface Course
Subbase Course
New Base Course as result of recycling
Surface Course
Old Pavement New Pavement
Gambar 2.14. Phylosophy Of Pavement Recycling
116
pencampur bahan lama dengan bahan baru (pugmill mixer), alat penghampar
(paver/finisher), alat perata dan pemadat (compacting screed).
2) Teknik daur ulang in plant recycling
Pada teknik ini material bongkaran jalan lama hasil penggarukan dengan
menggunakan alat penggaruk (milling) diangkut ke unit pencampur aspal (AMP)
tipe bach atau continous yang telah dimodifikasi. Didalam unit pencampur ini
material bongkaran tersebut dicampur dengan material baru yaitu agregat,
aspal dan bahan peremaja bila diperlukan. Campuran tersebut kemudian
diangkut ke lokasi penghamparan dan dihampar dengan menggunakan alat
penghampar kemudian dipadatkan. Peralatan yang di perlukan untuk
pelaksanaan daur ulang plantmix antara lain alat penggaruk, AMP, dump truck,
alat penghampar, alat pemadat. Cold recycling ini bisa dengan menambah
semen dapat digunakan sebagai Cement Treated Recycling Base (CTRB) dan
Cement Treated Recycling Sub Base (CTRSB) dan pengikat aspal emulsi atau
pengikat foam bitumen biasa disebut CMFRB (Cold mix recyling by foam
bitumen) Base.
2.2.5 Analisis Rencana Anggaran Biaya
Dalam analisis Bina Marga (1995) atau analisis upah dan bahan tercantum
koefisien-koefisien yang menunjukkan berapa banyak bahan dan jumlah tenaga
kerja yang dipakai untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan persatuan volume.
Komponen anggaran biaya pada proyek pemeliharaan meliputi peralatan, tenaga
kerja, bahan, dan biaya lainnya secara tidak langsung harus meliputi biaya
administrasi perkantoran beserta stafnya yang berfungsi mengendalikan
pelaksanaan proyek serta pajak yang harus dibayar sehubungan dengan adanya
pelaksanaan proyek. Untuk mendapatkan pekerjaan yang efektif dan efisien, maka
komponen alat, tenaga kerja dan bahan perlu dianalisis penggunaannya.
a. Analisis peralatan
Biaya untuk peralatan terdiri dari dua komponen utama yaitu pemilikan dan
biaya pengoperasian. Setelah masing-masing peralatan diketahui biaya
pemilikan dan pengoperasiannya, maka selanjutnya adalah melakukan
analisis jumlah peralatan yang akan digunakan.
117
pekerjaan Produksi
alat biayaJumlah k)(Rp/Sat.Pealat satuan Harga = .......................................(2.10)
b. Analisis tenaga kerja
Tenaga kerja pada pekerjaan jalan umumnya hanyalah sebagai pembantu
pekerjaan alat yang merupakan fungsi utama dalam penyelesaian pekerjaan,
sehingga tidak perlu dilakukan analisis yang mendalam.
pekerjaan Produksi
aupah tenagJumlah k)(Rp/Sat.Pe agasatuan ten Harga = ......................(2.11)
c. Analisis bahan
Analisis kebutuhan bahan sangat diperlukan, karena keterlambatan pekerjaan
biasanya disebabkan keterlambatan dalam penyediaan bahan yang digunakan.
Analisis juga diperlukan untuk perhitungan volume pekerjaan kondisinya
adalah padat, sedangkan bahan di pasaran ditawarkan dalam kondisi tidak
padat. Dalam perhitungan jumlah bahan tiap satuan pekerjaan juga
diperhitungkan formula rancangan campuran, karena bahan konstruksi jalan
umumnya tersusun dari beberapa macam bahan seperti : agregat kasar,
agregat halus dan aspal.
kuantitasbahan x satuan Harga k)(Rp/Sat.Pebahan satuan Harga = ..................(2.12)
d. Biaya-biaya lain
Biaya-biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya-biaya tidak
langsung, misalnya administrasi kantor, alat-alat komunikasi, kendaraan
kantor, pajak, asuransi, serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan,
walaupun biaya tersebut tidak secara langsung terlibat dalam proses
pelaksanaan pekerjaan. Biaya-biaya ini sering disebut dengan overhead dan
biasanya dinyatakan dengan persen terhadap biaya langsung yang besarnya
tidak lebih dari 10%, tidak termasuk PPN 10%. Demikian juga keuntungan
perusahaan sering dinyatakan dengan persen terhadap biaya langsung yang
besarnya juga tidak lebih dari 10%.
e. Harga satuan pekerjaan
Harga satuan pekerjaan adalah jumlah biaya
menyelesaikan suatu pekerjaan.
pekerjaan satuan Harga
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan obyek penelilitian ini adalah ruas jalan
Kota Madiun dengan panjang jalan
Harga satuan pekerjaan adalah jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
enyelesaikan suatu pekerjaan.
lain Biaya totalBiaya pekerjaan += ....................................(2.13)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian yang dijadikan obyek penelilitian ini adalah ruas jalan Outer
Kota Madiun dengan panjang jalan 3,350 km yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
118
biaya yang dikeluarkan untuk
....................................(2.13)
Outer Ringroad
yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
119
3.2. Cara Penelitian
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan dengan cara deskriftif,
yaitu dengan memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat sekarang dimana
keadaan lalulintas di lokasi penelitian dapat diperoleh data yang akurat dan cermat.
Analisis yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan data kemudian disusun ,dijelaskan
dan dianalisis. Untuk lebih terperinci dapat dijelaskan dalam Tabel 3.1
Tabel. 3.1. Desain survey
No
Pembahasan
Metode
Data yang Diperlukan Cara Memperoleh
Data Primer Sekunder
1 Kondisi
Perkerasan
Jalan
-PCI
-Jenis kerusakan jalan
-Dimensi kerusakan jalan
-Grafik PCI
-Struktur
perkerasan
jalan
-Survey
kerusakan
jalan.
-Data perkerasan
Jalan.
-Data tanah
2 Teknik Rehabilitasi
dan Penanganan
Jalan
-Manual Pemeliharaan
Rutin Jalan
-Petunjuk
Perencanaan
Tebal
Perkerasan
Lentur
Jalan Raya
dengan
-Luas kerusakan Jalan
-Data
perkembangan
lalu lintas
-Data CBR
-Data LHR
-Survey
kerusakan
jalan
-Data Bina
Marga Kota
Madiun
-Data hasil
test CBR
120
Metode
Analisa
Komponen
2002
-Perencanaan jalan beton
semen 2003
-CTRB
3 Biaya Perbaikan
Petunjuk Teknik Analisa Biaya Harga Satuan Pekerjaan Jalan Kabuaten 1992
-Luas
kerusakan
- Harga upah,
bahan, alat
Survey Luas kerusakan, harga satuan, dan Data DPU Kota Madiun,2009
121
3.3. Peralatan Yang Digunakan
Adapun peralatan dan hal-hal yang dipersiapkan dalam penelitian ini meliputi:
- Kendaraan
- Alat Tulis , berupa ballpoint, pena, pensil, dll
- Hard Board, yaitu alat untuk menulis
- Jam / arloji, untuk penunjuk waktu
- Meteran / Roll meter, sebagai alat untuk mengukur lebar penampang jalan
- Kalkulator, untuk menghitung
3.4. Pengumpulan Data
Pegumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara mencari keterangan yang
bersifat primer maupun sekunder yang nantinya digunakan sebagai bahan penelitian :
a) Data Primer
Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari tempat penelitian yaitu jalan
Ring-Road Kota Madiun dengan cara survey dan pengamatan langsung di lapangan
sehingga tidak mengalami perubahan selama pelaksanaan penelitian. Data Primer
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
- Pencatatan jenis kerusakan yang terjadi
- Pengukuran dimensi kerusakan
- Pencatatan lokasi terjadinya kerusakan
b) Data Sekunder
Data Sekunder adalah adalah data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data
dari instansi yang berkepentingan dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kota
Madiun dan Bina marga Kota Madiun. Data Sekunder yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah:
- Data volume lalu lintas harian rata-rata
- Hasil tes CBR lapangan
- Hasil tes Material perkerasan
- Data struktur perkerasan yang ada
122
- Harga satuan pekerjaan
3.5. Teknik Analisis Data
Data dari pengamatan visual di lapangan, kemudian diformulasikan ke dalam kriteria-
kriteria sesuai yang tercantum dalam kajian teori untuk mengidentifikasi jenis kerusakan
jalan dan menentukan teknik perbaikan yang tepat, kemudian setelah itu hasil penelitian
tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan dan saran untuk menentukan suatu kebijakan
dalam membuat design perbaikan yang tepat pada kerusakan yang terjadi. Untuk lebih
terperinci dapat dilihat dalam Tabel 3.2
Tabel 3.2. Teknik Analisa Data
Bahasan Metode Tujuan Langkah
1.Klasifikasi kerusakan pada
Perkerasan Jalan
-PCI - Menentukan jenis jenis kerusakan yang terjadi.
- Membagi segmentasi jalan
-Memplotkan peta kerusakan jalan
-Menentukan jenis kerusakan dan dimensinya
2.Teknik
Rehabilitasi dan
Penanganan
Jalan
- Manual Pemeliharaan Rutin Jalan Bina Marga Tahun 1995
- Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen 2002
- Perencanaan jalan beton semen 2003
- CTRB 08/01
- Menentukan metode perbaikan standar
- Menghitung tebal overlay
- Menghitung tebal plat beton
- Menentukan tingkat dan jenis kerusakan jalan
- Menentukan luas Kerusakan
- Menentukan metode perbaikan standar
- Menghitung LHR - Menghitung angka ekivalen
- Menentukan IP dan IP0
- Menentukan ITPperlu
- Mencari tebal Overlay
- Menentukan jumlah sumbu kendaraan niaga
- Menentukan repetisi beban
- Menentukan tebal pelat
123
- Analisa fatik dan erosi
124
Tabel 3.2. Teknik Analisa Data (lanjutan)
Bahasan Metode Tujuan Langkah
3. Biaya
Perbaikan
- Petunjuk Teknik Analisa Biaya Harga Satuan Pekerjaan Jalan Kabupaten 1992
- Harga Satuan DPU kota Madiun tahun 2009
- Menentukan biaya total penanganan jalan
- Menghitung biaya perbaikan standar Bina Marga 1995
- Menghitung biaya Overlay
- Menghitung biaya perkerasan rigid
- Menghitung biaya CTRB
- Menghitung biaya Total penanganan
3.6. Bagan Alir Penelitian
Tahapan penelitian dari awal sampai akhir dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap ke I, Persiapan.
2. Tahap ke II, Pengumpulan.
3. Tahap ke III, Design Perbaikan.
4. Tahap ke IV, Analisa Design Perbaikan.
5. Tahap ke V, Kesimpulan & Saran.
6. Tahap ke V, Selesai.
125
Bagan alir langkah penelitian dari awal hingga akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1
bagan alir dibawah ini :
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Survai Pendahuluan
Pengumpulan Data
Data Primer
- Jenis Kerusakan - Dimensi Kerusakan
Data Sekunder
- Data LHR
- Geometri jalan
- Hasil tes CBR lapangan
Design Perbaikan :
- Overlay - Rigid - CTRB
Mulai
126
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian
BAB IV
Kesimpulan dan saran
Selesai
Analisa design perbaikan
Dan Perhitungan RAB
127
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum
4.1.1 Lokasi Jalan Outer Ringroad Kota Madiun
Ruas Jalan Outer Ringroad Kota Madiun merupakan jalan kabupaten yang terletak di
pinggiran sebelah barat Kota Madiun, tepatnya di Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.
Jalan ini dibangun dengan tujuan untuk memecah lalu lintas atau mengalihkan sebagian
lalu lintas dari arah Solo menuju Surabaya maupun sebaliknya.
Gambar 4.1. Peta Lokasi Terhadap Kawasan-Kawasan Sekitarnya
Sumber : www.googlemaps.com
Keterangan :
A : Jalan dari Surabaya
B : Jalan masuk bypass/Outer Ringroad Kota Madiun
B
A
U C
128
C : Terminal Angkutan Barang Madiun
4.1.2 Konstruksi Jalan Outer Ringroad Kota Madiun
Jalan Outer Ringroad Kota Madiun mempunyai lebar 17 m dan panjang 5 km, terdiri dari
2 arah, 2 jalur dan 4 lajur. Jalan yang berada disekitar area persawahan dan pemukiman
penduduk ini memiliki bahu jalan selebar 1 m pada bagian kanan dan kiri jalan serta
dilengkapi dengan saluran drainase selebar 2 m.
Penampang Konstruksi Jalan Outer Ringroad Kota Madiun ditunjukan pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Penampang Konstruksi Jalan Outer Ringroad Kota Madiun
Lapisan subgrade jalan merupakan lapisan tanah dasar dengan jenis tanah yaitu tanah
timbunan sirtu yang mempunyai ketebalan antar 1,5 meter sampai dengan 4 meter.
Lapisan pondasi bawah atau subbase course setebal 30 cm. Lapisan pondasi atas atau
base course setebal 25 cm. Sedangkan lapisan permukaan atas atau wearing course
merupakan lapis ATB dengan ketebalan 7 cm dan lapis Laston setebal 5 cm.Sketsa
memanjang dari ruas jalan Outer Ring-Road Kota Madiun ditunjukkan pada Gambar 4.3
3,75m
B
T
x S SBY
SOLO
Marka Jalan
Marka Jalan
Median Jalan
b
b
a
a
129
3.75m Gambar 4.3 Tampak Atas Ruas Jalan Outer Ringroad Kota Madiun
130
Keterangan Notasi :
a : Bahu jalan efektif 1m
b : Jalur jalan 2×3,75 m
CL : Center Line (As Jalan)
SBY : Surabaya
Pada jalan Outer Ringroad Kota Madiun ruas jalan arah ke timur menuju ke Surabaya
sedangkan arah jalan menuju ke barat menuju ke Solo.
4.2 Data Ruas Outer Ringroad Kota Madiun
4.2.1 Hambatan Samping
Hambatan samping pada ruas jalan Outer Ringroad kota madiun pada pada sta 2+300
sampai sta 3+ 000 adalah Pejalan kaki,Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti
serta Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan. Data hambatan samping
ditunjukkan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1. Hambatan Samping pada ruas Outer Ringroad Kota Madiun
Jam Pejalan Kaki Angkutan Umum dan Kendraan
Berhenti
Kendaraan Masuk dan keluar
Sby-Slo Slo-Sby Sby-Slo Slo-Sby Sby-Slo Slo-Sby
09.00-09.15 10 4 8 5 4 3
09.15-09.30 7 6 6 9 5 3
09.30-09.45 7 2 7 8 4 4
09.45-10.00 4 5 7 5 2 7
Jumlah 28 17 28 27 15 17
4.2.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
131
Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari Bina Marga Kota Madiun 2010 yang dapat
dilihat pada Tabel 4.2, Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 untuk kedua arah pada ruas
jalan Outer Ringroad Kota Madiun.
61
Tabel 4.2. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Solo-Surabaya
Waktu (jam) Sepeda Motor
Kendaraan bermotor
roda empat
Kendaraan angkutan
penumpang bus
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≤ 12 ton
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≥12 ton
Kendaraan berat (truck 3 as) berat ≥ 20
ton
Lain-lain bermotor
truck gandeng
berat ≥ 30 ton
Kendaraan lain-lain
bermotor
24 Jam
2186 771 877 764 654 359 414 41
Jumlah Total 2186 771 877 764 654 359 414 41
Vol. Rata-rata dlm 1 jam 91,083 32,125 36,542 31,833 27,250 14,958 17,250 1,708
Vol. Rata-rata dlm 1 mnt 1,518 0,535 0,609 0,531 0,454 0,249 0,288 0,028
55
58
Sumber: Bina Marga Kota Madiun, 2004
62
Tabel 4.3. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Surabaya-Solo
Waktu (jam) Sepeda Motor
Kendaraan bermotor
roda empat
Kendaraan angkutan
penumpang bus
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≤ 12 ton
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≥12 ton
Kendaraan berat (truck 3 as) berat ≥ 20
ton
Lain-lain bermotor
truck gandeng
berat ≥ 30 ton
Kendaraan lain-lain
bermotor
24 Jam
1768 328 496 275 219 187 243 38
Jumlah Total 1768 328 496 275 219 187 243 38
Vol. Rata-rata dlm 1 jam 73,667 13,667 20,667 11,458 9,125 7,792 10,125 1,583
Vol. Rata-rata dlm 1 mnt 1,228 0,228 0,344 0,191 0,152 0,130 0,169 0,026
55
58
Sumber: Bina Marga Kota Madiun, 2004
63
Tabel 4.4. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Solo-Surabaya
Waktu (jam) Sepeda Motor
Kendaraan bermotor
roda empat
Kendaraan angkutan
penumpang bus
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≤ 12 ton
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≥12 ton
Kendaraan berat (truck 3 as) berat ≥ 20
ton
Lain-lain bermotor
truck gandeng
berat ≥ 30 ton
Kendaraan lain-lain
bermotor
24 Jam
2817 994 1130 984 842 462 533 69
Jumlah Total 2817 994 1130 984 842 462 533 69
Vol. Rata-rata dlm 1 jam 117,3 41,42 47,08 41,00 35,08 19,25 22,20 2,875
55
58
Vol. Rata-rata dlm 1 mnt 1,95 0,69 0,78 0,68 0,58 0,32 0,37 0,04
Sumber: Bina Marga Kota Madiun, 2010
64
Tabel 4.5. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Surabaya-Solo
Waktu (jam) Sepeda Motor
Kendaraan bermotor
roda empat
Kendaraan angkutan
penumpang bus
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat ≤ 12 ton
Kendaraan angkutan
barang (truck) berat
≥12 ton
Kendaraan berat (truck 3 as) berat ≥ 20
ton
Lain-lain bermotor
truck gandeng
berat ≥ 30 ton
Kendaraan lain-lain
bermotor
24 Jam 2237 415 627 348 277 238 308 50
Jumlah Total 2237 415 627 348 277 238 308 50
Vol.Rata-rata dlm 1 jam 93,20 17,174 25,97 14,399 11,467 9,791 12,72 1,990
Vol. Rata-rata dlm 1 mnt 1,55 0,286 0,433 0,240 0,191 0,163 0,212 0,033
55
58
Sumber: Bina Marga Kota Madiun, 2010
65
4.2.3 Persentase Lalu lintas Tiap Arah
Dari hasil survey selama 1 hari diperoleh kesimpulan bahwa arus yang melewati ruas
Jalan Outer Ringroad Kota Madiun pada tiap lajurnya dari kedua arah dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Persentase Lalu Lintas Tiap Arah
Jam Surabaya-Solo Solo-Surabaya
Kiri
(Kendaraan)
Kanan
(Kendaraan)
Kiri
(Kendaraan)
Kanan
(Kendaraan)
09.00-09.15 21 11 34 13
09.15-09.30 29 7 43 17
09.30-09.45 33 13 41 17
09.45-10.00 33 12 48 19
Jumlah 116 43 166 66
4.2.4 Kondisi Perkerasan Jalan
Dari hasil survey di lapangan dapat diketahui jenis kerusakan dan gambar kerusakan
jalan seperti terlihat pada lampiran A.1.dan A.2. Adapun kerusakan tiap-tiap segmen
ruas jalan Outer Ringroad dapat dilihat Pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Catatan Kondisi dan Hasil Pengukuran No Sta Jenis Kerusakan
1 Km 0+000 – Km 0+300
2 Km 0+301 – Km 0+600
3 Km 0+601 – Km 0+900
4 Km 0+901 – Km 1+200
66
5 Km 1+201 – Km 1+500 Tidak terdapat kerusakan
6 Km 1+501 – Km 1+800
7 Km 1+801 – Km 2+100
8 Km 2+101– Km 2+400
9 Km 2+401 – Km 2+700
10 Km 2+701– Km 3+000
67
Tabel 4.7 Catatan Kondisi dan Hasil Pengukuran (lanjutan)
No Sta Jenis Kerusakan
11 Km 3+001 – Km 3+300
12 Km 3+301 – Km 3+550 Tidak terdapat kerusakan
Keterangan :
: Retak buaya
: Retak memanjang
: Amblas
: Tergerus
: Tambalan
: Shoving
Metode yang digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan atau kondisi jalan adalah
metode PCI atau Pavement Condition Index U.S Departement of Defense 2001 dan
didapat nilai PCI sebesar 39,75 seperti terlihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Nilai PCI Tiap Segmen dan PCI Rata-rata Ruas Outer Ring-Road Kota Madiun
No Segmen Jalan (Km) Luas Segmen (m2) PCI
1 Km 0+000 – 0+300 2250 22
2 Km 0+300 – 0+600 2250 23
3 Km 0+600 – 0+900 2250 45
4 Km 0+900 – 1+200 2250 30
5 Km 1+200 – 1+500 2250 37
6 Km 1+500 – 1+800 2250 100
68
7 Km 1+800 – 2+100 2250 26
8 Km 2+100 – 2+400 2250 20
9 Km 2+400 – 2+700 2250 22
10 Km 2+700 – 3+000 2250 30
11 Km 3+000 – 3+300 2250 22
12 Km 3+300 – 3+550 1875 100
Jumlah 477
Rata – rata PCI = Total Nilai PCI / Jumlah Segmen 39.75
Sumber: Victriana, 2010
4.2.5 Lapisan jalan lama
Data tebal lapisan menggunakan perencanaan Outer Ringroad kota Madiun tahun
anggaran 2003.
D1 = Laston (Ms 744) = 5 cm
D1 = ATB (MS 590) = 7 cm
D2 = LPA (batu pecah kelas A) = 25 cm
D3 = LPB (sirtu kelas B) = 30 cm
4.3 Analisa Data Ruas Outer Ringroad Kota Madiun
4.3.1 Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
LHR dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp),hasil perhitungan dalam smp/jam
ditunjukkan dalam Tabel 4.9, Tabel 4.10, Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 untuk kedua arah
pada ruas jalan Outer Ringroad Kota Madiun.
Tabel 4.9. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Surabaya-Solo
69
Keterangan Sepeda Motor
Mobil
Penumpang
Bus Truk 2 as
Kecil
Truk 2 as
Besar
Truk 3 as
Truk Gandeng
Faktor Pengali
(emp)
0,5 1,0 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6
Volume
Lalu Lintas
Total
1768 328 496 275 219 187 243
Volume
Lalu Lintas
Harian Perjam
73,667 13,667 20,667 11,458 9,125 7,791 10,125
LHR (smp/jam)
36,833 13,667 24,800 13,750 10,950 12,467 16,200
Total LHR
(smp/jam) 128,667
70
Tabel 4.10. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Solo-Surabaya
Keterangan Sepeda Motor
Mobil
Penumpang
Bus Truk 2 as
Kecil
Truk 2 as
Besar
Truk 3 as
Truk Gandeng
Faktor Pengali
(emp)*
0,5 1,0 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6
Volume
Lalu Lintas
Total
2186 771 877 764 654 359 414
Volume
Lalu Lintas
Harian Perjam
91,083 32,125 36,541 31,833 27,25 14,958 17,25
LHR (smp/jam)
45,542 32,125 43,850 38,200 32,700 23,933 27,600
Total LHR
(smp/jam) 243,950
Tabel 4.11. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Surabaya-Solo
Keterangan Sepeda Motor
Mobil
Penumpang
Bus Truk 2 as
Kecil
Truk 2 as
Besar
Truk 3 as
Truk Gandeng
Faktor Pengali
(emp)*
0,5 1,0 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6
Volume
Lalu Lintas 2237 415 627 348 277 238 308
71
Total
Volume
Lalu Lintas
Harian Perjam
93,21 17,29 26,13 14,50 11,54 9,92 12,83
LHR (smp/jam)
46,60 17,29 31,35 17,40 13,85 15,86 20,53
Total LHR
(smp/jam) 162,89
72
Tabel 4.12. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata Arah Solo-Surabaya
Keterangan Sepeda Motor
Mobil
Penumpang
Bus Truk 2 as
Kecil
Truk 2 as
Besar
Truk 3 as
Truk Gandeng
Faktor Pengali
(emp)*
0,5 1,0 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6
Volume
Lalu Lintas
Total
2817 994 1130 984 842 462 533
Volume
Lalu Lintas
Harian Perjam
118 42 48 41 36 20 23
LHR (smp/jam)
58,69 41,42 56,50 41 46,8 26 29,9
Total LHR
(smp/jam) 314,23
4.3.2 Perkembangan Lalu Lintas
Lalu lintas harian rata-rata dari Tahun 2004 sampai 2009 dari Bina Marga Kota
Madiun dilihat pada Gambar 4.4 serta Lampiran B.
73
Gambar 4.4. Grafik Lalu Lintas Harian Rata-rata Ruas Outer Ringroad Kota
Madiun
Untuk menghitung perkembangan lalu lintas (m) LHR pada tahun ke n,
dirumuskan dengan = LHR x (1 + m)n.
a. Arah Solo menuju Surabaya
LHR Tahun 2004 = 243,95 (smp/jam)
LHR Tahun 2009 = 314,24 (smp/jam)
LHR n = LHR x (1 + m)n
314,24 = 243,95 x ( 1 + m )5
( 1 + m )5 = 1,288
m = 0,0519
Jadi perkembangan lalu lintas (m) = 5,19 % /tahun
b. Arah Surabaya menuju Solo
LHR Tahun 2004 = 128,67
LHR Tahun 2009 = 162,90
128,67 134,45 140,39 147,01 154,31 162,90
243,95 255,65 268,56283,77 298,14
314,24
0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
smp/
jam
Tahun
Lalu Lintas Harian Rata-rata
Surabaya-Solo Solo-Surabaya
74
LHR n = LHR x (1 + m)n
162,90 = 128,67 x ( 1 + m )4
( 1 + m )4 = 1,266
m = 0,0483
Jadi perkembangan lalu lintas (m) = 4,83 % /tahun
4.3.3 Hambatan Samping
a. Arah Surabaya menuju Solo
Pejalan Kaki 7128
= × 100 % = 39,43 %
Angkutan umum dan kendaraan berhenti 7128
= × 100 % = 39,43 %
Kendaraan masuk dan keluar 7115
= × 100 % = 22,12 %
b. Arah Solo menuju Surabaya
Pejalan Kaki 6117
= × 100 % = 27,86 %
Angkutan umum dan kendaraan berhenti 6127
= × 100 % = 44,26 %
Kendaraan masuk dan keluar 6117
= × 100 % = 27,86 %
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual terhadap kondisi ruas jalan Outer Ringroad,
diperoleh bahwa kelas hambatan samping ruas jalan ini adalah pada tingkat rendah.
4.3.4 Persentase Lalu lintas Tiap Arah
a. Surabaya – Solo
Ruas Kiri 159116
= × 100 % = 72,95 %
75
Ruas Kanan 15943
= × 100 % = 27,04 %
b. Solo- Surabaya
Ruas Kiri 232166
= × 100 % = 71,55 %
Ruas Kanan 23266
= × 100 % = 28,44 %
Dari hasil survey diperoleh kesimpulan bahwa arus yang melewati ruas Outer Ring-Road
pada tiap lajurnya dari kedua arah yang berbeda hampir sama yakni sebesar 70% dan
30%.
4.3.5 Hasil Perhitungan Kapasitas Jalan
Untuk perhitungan kapasitas jalan, diambil pada saat volume jam puncak untuk
kedua arah, lebih jelasnya dapat dilihat seperti di bawah ini :
C0 : dari Tabel 2.2 untuk jalan empat lajur terbagi diperoleh 1650 smp/jam
FCW : dari Tabel 2.3 untuk lebar lajur 3,75 dan tipe jalan empat lajur terbagi
diperoleh 1,04.
FCSP : dari Tabel 2.4 untuk pemisah arah 70-30 dua lajur diperoleh 0,94.
FCSF : dari Tabel 2.5 untuk jalan dengan bahu, lebar bahu 1m dengan kelas
hambatan samping rendah dan jalan empat lajur terbagi diperoleh adalah
0,97.
C = 1650 x 1,04 x 0,94 x 0,97
= 1299,862 smp/jam.
Kapasitas jalan pada ruas Outer Ringroad Kota Madiun Tahun 2010 dengan
pertumbuhan lalu lintas pada kedua arah dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan kapasitas
jalan selama umur rencana 20 tahun dengan pertumbuhan lalu lintas 5,19% dan 4,38%
dapat dilihat pada Gambar 4.6.
76
Gambar 4.5. Grafik Kapasitas Jalan dan LHR Outer Ringroad Kota Madiun
Gambar 4.6. Grafik Kapasitas Jalan Outer Ringroad Kota Madiun Selama Umur
Rencana
Dari Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa ruas jalan Outer Ringroad masih
dapat menampung lalu lintas harian rata-rata selama umur rencana 20 tahun. Dari
243,95 255,646 268,562 283,767 298,142 314,238
128,667 134,446 140,392 147,008 154,308162,896
1299,862 1299,862
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(sm
p/ja
m)
Tahunsolo-surabaya surabaya-solo Kapasitas Jalan
314,238
864,4644003
162,896
418,4289183
1299,862
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035
(sm
p/ja
m)
TahunSolo-Surabaya Surabaya-Solo Kapasitas Jalan
4,38%
5,19%
77
rumus LHRn = LHR× (1+m)n dengan LHR= 314,238 dan m= 5,19% dapat dihitung nilai n ≈
28. Hal ini dapat diartikan bahwa kapasitas jalan pada outer ringroad masih dapat
menampung LHR sampai dengan 28 tahun yaitu pada tahun 2038.
4.3.6 Kondisi Perkerasan Jalan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Luas Tiap Jenis Kerusakan Jalan Outer Ringroad Kota Madiun yang dapat
dilihat pada Tabel 4.13.
b. Nilai PCI awal jalan sebelum direhabilitasi adalah 39,75 berarti jalan dalam
kondisi jelek (poor) sehingga jalan perlu penanganan.
Tabel 4.13 Luas Tiap Jenis Kerusakan Jalan Outer Ringroad Kota Madiun Kerusakan Pengukuran Unit Luas kerusakan
Slo-Sby Sby-Solo
Retak Buaya
- Tidak ada
- Lebar retak < 2mm m2 592,59 -
- Lebar retak > 2mm m2 1.691,50 1.826,47
78
Tabel 4.13 Luas Tiap Jenis Kerusakan Jalan Outer Ringroad Kota Madiun (lanjutan)
Kerusakan Pengukuran Unit Luas kerusakan
Slo-Sby Sby-Solo
Retak
Memanjang &
Melintang
- Tidak ada
- Lebar retak < 2mm (rambut)
- Lebar retak > 2mm
m2
m2
502,01
30,00
-
-
Penurunan - Tidak ada
Ambles - Kedalaman 10 - 50mm m2 436,75 826,95
- Kedalaman > 50mm m2 272,50 655,00
Pergeseran/
shoving
- Tidak ada
- Kedalaman 10 - 50mm
- Kedalaman > 50mm
m2 0,65 2,53
m2 1,20 -
Terkelupas - Tidak ada
- Kedalaman < 20mm
- Kedalaman > 20mm
m2
m2
-
680,24
-
3,00
4.3.7 Perbaikan Kerusakan Jalan
4.3.7.1 Metode Standar Bina Marga
Untuk menentukan perbaikan kerusakan jalan Outer Ringroad Kota Madiun, maka harus
diadakan pemilihan fungsional sebelum dilakukan perbaikan terhadap jenis dan luas
kerusakan yang terjadi. Penanganan menggunakan kerusakan permukaan jalan pada
lapis lentur menggunakan Metode Perbaikan Standar Bina Marga 1995 yang dapat
dilihat pada Lampiran C. Penanganan kerusakan untuk masing-masing kerusakan dapat
dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Luas dan Jenis Penanganan Kerusakan
Perbaikan Luas Kerusakan Unit
79
Solo-Sby Sby-Solo
P2 (Pengaspalan) 1273,83 3,00 m2
P3 (Penutup retak) 502,01 - m2
P4 (Pengisian retak) 30,00 - m2
P5 (Penambalan lubang) 1.965,23 2481,72 m2
P6 (Perataan) 437,40 829,48 m2
80
4.3.7.2 Metode Overlay
Dari data perencanaan diketahui struktur perkerasan yang ada yaitu menggunakan
lapisan pondasi bawah setebal 30 cm, lapisan pondasi atas setebal 25 cm, lapisan
permukaan menggunakan Laston setebal 5 cm, dan ATB setebal 7 cm. Untuk
mengetahui nilai perkerasan jalan lama dengan menggunakan Metode Analisa 2002
sebagai berikut :
a. Kekuatan jalan lama
Koefisien kekuatan relatif (a) dari tiap jenis lapisan berdasar Tabel 2.13 dengan
kondisi permukaan terdapat retak buaya lebih dari 10% tingkat kerusakan berat
Koefisien Kekuatan Relatif (a) adalah sebagai berikut :
Laston = 0.08
ATB = 0.08
LPA = 0.14
LPB = 0.12
b. Tebal lapisan jalan lama
Tebal lapisan (sumber perencanaan Outer Ring-Road kota Madiun tahun anggaran
2002)
D1 = Laston = 5 cm = 1.97 inchi
D1 = ATB = 7 cm = 2.76 inchi
D2 = LPA = 25 cm = 9.84 inchi
D3 = LPB = 30 cm = 11.81 inchi
c. Perhitungan nilai ITPada :
Laston = 0.08 x 1.97 = 0.1576
ATB = 0.08 x 2.76 = 0.2208
LPA = 0.14 x 9.84 = 1.3776
+
81
LPB = 0.12 x 11.81 = 1.4170
ITP ada = 3.173
d. Menghitung Angka Ekivalen
Untuk perhitungan angka ekuivalen
menggunakan rumus 2.13 ditambah dengan nilai ekuivalen roda ganda pada
lampiran D.
Angka Ekuivalen =
Perhitungan angka ekivalen (E) masing
Kendaraan ringan 2 ton (1+1)
Bus 8 ton (3+5) ................................
Truk 2 as 6 ton (2+4)................................
Truk 2 as 13 ton (5+8) ................................
Truk 3 as (6+7.7) ................................
Truk Gandeng (6+7.7+5+5)
e. Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun
- ŵ18 perhari = 994 x
= 842 x
= 4.456,86
- W18 per hari = 0,5 × 1 ×
= 2.228,429
- W18 pertahun = 365 × 2.228,429
= 813.376,862
f. Menghitungi beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana
W18 = W18 pertahun × ((1+g)
= 813.376,862 × ((1+0,51941)
= 27.441.526,36
g. Menghitung Modulus Reselien
MR = 1500 × CBR
= 1500 × 10% (CBR
Menghitung Angka Ekivalen
Untuk perhitungan angka ekuivalen kendaraan niaga yang lewat dihitung dengan
menggunakan rumus 2.13 ditambah dengan nilai ekuivalen roda ganda pada
+Lamp. D1
Perhitungan angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan adalah :
(1+1) ...................................... (10/53)4 + (10/53)4 =
.............................................................. (30/53)4 + 0,1505 =
..................................................... (20/53)4 + 0,0621 =
.................................................. (50/53)4 + 0,9972 =
............................................................ (60/53)4 + 0,7910 =
(6+7.7+5+5) ........................ (60/53)4 + 0,7910 + 2(0,1505) =
nghitung beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun
= 994 x 0,00146 + 1130 x 0,25311 + 984 x 0,08239 +
= 842 x 1,78930 + 462 x 2,43349 + 533 × 2,73440
= 4.456,86
= 0,5 × 1 × 4.456,86
= 2.228,429
= 365 × 2.228,429
= 813.376,862
nghitungi beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana
pertahun × ((1+g)n-1)/g
((1+0,51941)20-1)/0,51941
Menghitung Modulus Reselien
= 1500 × 10% (CBR subgrade)
82
kendaraan niaga yang lewat dihitung dengan
menggunakan rumus 2.13 ditambah dengan nilai ekuivalen roda ganda pada
+Lamp. D1
0,00146
0,25311
0,08239
1,78930
2,43349
2,73440
25311 + 984 x 0,08239 +
2,73440
nghitungi beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana
83
= 15000 Psi
84
h. Menentukan tingkat reliabilitas
R = 75 (dari Tabel 2.8)
i. Menentukan nilai Deviasi Standar (So) yaitu sebesar 0,45 , rentang nilai So adalah
0,40-0,5
j. Indeks Permukaan (IP)
IPT = 2,0
IP0 = 3,9 – 3,5
ΔPSI = IPo – IPt
ΔPSI = 3,9 – 2 = 1,9
k. Mencari ITP
Untuk mencari ITP berdasarkan data-data sebagai berikut :
- MR = 15000 psi
- So = 0,45
- R = 75
- W18 = 27.441.526,36
- ΔPSI = 1,9
85
Gambar 4.7. Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur
ITP (Slo-Sby)
ITP (Sby-Slo)
Keterangan :
86
30 cm
25 cm
7 cm
5 cm
6 cm
CBR 10 %
Sirtu kelas B
Batu pecah kelas A
Laston MS 590
Laston MS 744
Laston MS 744
Dari Nomogram (Grafik untuk mencari ITP ) pada Gambar 4.8 didapat ITP 20 =
4,10 untuk ruas jalan arah Solo menuju Surabaya mengunakan Laston.
DD1 (overlay) = D ITP /a1
DD1 (UR = 20 th) = (4,1 – 3,173)/ 0,40
= 0,927/0,4 = 2,3175 inchi
= 2,3175 inchi = 5,888 cm ≈ 6 cm
Pada ruas jalan Outer Ringroad Kota Madiun arah Solo-Surabaya digunakan Laston
6 cm dan umur rencana 20 tahun. Kontruksi perkerasan dapat dilihat pada Gambar
4.8, dengan analisa yang sama untuk arah sebaliknya didapat tebal overlay setebal
3 cm yang dapat dilihat pada Lampiran D.
Gambar 4.8 Konstruksi Perkerasan dengan Overlay Laston
4.3.7.3 Metode Rigid
Data parameter perencanaan perkerasan kaku untuk ruas jalan Outer Ringroad
arah Solo menuju Surabaya sebagai berikut:
a. CBR tanah dasar : 10 %
Perkerasan Lama
Perkerasan Baru
87
b. Kuat Tekan Beton 28 hari (fc) : 300 kg/cm2
c. Kuat tarik lentur (fcf) : 3,13 x 0,7 x (fc) 0,5
: 37,94 kg/cm2 » 4,0MPa
d. Bahan pondasi bawah : Perkerasan aspal
e. Mutu baja tulangan : BJTU 24 (fy = tegangan leleh = 2400
kg/cm2)
f. Bahu jalan : ya
g. Ruji (dowel) : ya
h. Data lalu lintas harian rata-rata :
a) Mobil penumpang : 994
b) Bus : 1130
c) Truk 2 as kecil : 984
d) Truk 2 as besar : 842
e) Truk 3 as : 462
f) Truk Gandeng : 533
i. Pertumbuhan lalu lintas : 5,194 %
j. Umur rencana : 20 tahun
k. Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk jalan
arteri, perencanaan meliputi perkerasan beton bersambung tanpa tulangan.
“Jenis perkerasan beton semen yang umumnya digunakan di Indonesia adalah jenis perkerasan beton tanpa tulangan dengan sambungan (JPCP) ” (DPU, 2005)
l. Langkah-langkah perhitungan tebal pelat:
1) Analisis lalu lintas
Analisa perhitungan jumlah sumbu dapat ditunjukkan pada Tabel 4.15.
81
Tabel 4.15. Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya
Jenis
Kendaraan
Konfigurasi Beban
sumbu (ton)
Jml
Kend
(buah)
Jml
Sumbu Perkend
(buah)
Jml
Sumbu
STRT STRG STdRG
BS
(ton)
JS
(buah)
BS
(ton)
JS
(buah)
BS
(ton)
JS
(buah) RD RB RGD RGB
MP 1 1 - - 994 - - - - - - - -
Bus 3 5 - - 1130 2 2260 3 1130 5 1130 - -
Truk 2 As Kecil 2 4 - - 984 2 1968 2 984 - - - -
4 984 - - - -
Truk 2 As Besar 5 8 - - 842 2 1684 5 842 8 842 - -
Truk 3 As 6 14 - - 462 2 924 6 462 - - 14 462
Truk Gandeng 6 14 5 5 533 4 2132 6 533 - - 14 533
5 533 - - - -
5 533 - - - -
82
Total 8968 6001 1972 995
2) Pertumbuhan lalu lintas
=( )
05194,0105194,01 20 -+
= 33,752
3) Jumlah sumbu kendaraan niaga (JKSN) selama umur rencana 20 tahun
JSKN = 365
= 365
= 110.481.096,6
JSKN rencana = 0,7 x 110.481.096,6
= 77.336.767,65
4) Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi
Tabel 4.16 Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Jenis
Sumbu
Beban
Sumbu
(ton)
Jumlah
Sumbu
STRT 6 995
5 1908
4 984
3 1130
2 984
Total 6001
STRG 8 842
Pertumbuhan lalu lintas
= 33,752
Jumlah sumbu kendaraan niaga (JKSN) selama umur rencana 20 tahun
x JSKNH x R
x 8968 x 33,752
110.481.096,6
110.481.096,6
77.336.767,65
Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi
Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Jumlah
Sumbu
Proporsi
Beban
Proporsi
sumbu
Lalu Lintas
Rencana
Repetisi
Yang terjadi
0.17 0.66 77.336.767,65 8.677
0.32 0.66 77.336.767,65 16.333
0.16 0.66 77.336.767,65 8.166
0.19 0.66 77.336.767,65 9.698
0.16 0.66 77.336.767,65 8.166
1
0.43 0.26 77.336.767,65 8.646
82
Repetisi
Yang terjadi
677.185,33
333.525,33
166.762,66
698.030,66
166.762,66
0
646.250,62
83
5 1130 0.57 0.26 77.336.767,65 11.461.308,97
Total 1972 1 0
STdRG 14 995 1 0.08 77.336.767,65 6.186.941,41
Total 995 1 0
Kumulatif 77.336.767,65
84
5) Perhitungan tebal pelat beton
- Sumber Data Beban : Bina Marga Kota Madiun
- Jenis Perkerasan : Beton Bersambung Tanpa Tulangan
dengan Ruji (BBTT)
- Jenis Bahu : Beton
- Umur Rencana : 20 thn
- Repetisi yang terjadi : 7,733 × 107
- Faktor Keamanan Beban : 1,2 (Jalan dengan kendaraan niaga
Tinggi)
- Kuat Tarik lentur beton (fcf) : 4 Mpa
- Jenis Lapis pondasi : Perkerasan aspal Lama Tebal 67 cm
- CBR tanah dasar : 10 %
- CBR efektif : 40 % (dari Gambar 2.8)
- Tebal taksiran pelat beton : Dicoba menggunakan tebal 150 mm
84
Tabel 4.17. Analisa Fatik dan Erosi (150 mm)
Jenis Sumbu Beban Beban Repetisi Faktor Analisa Fatik Analisa Erosi
Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen
Ton (KN) Per Roda (KN) terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (4)*100/(6) (8) (9) = (4)*100/(8)
STRT 6 60 36 8.667.081,828 TE = 1,256 1,6×105 5416,926 TT 0
5 50 30 16.314.506,97 FRT = 0,314 TT 0 TT 0
4 40 24 8.157.253,485 FE = 2,073 TT 0 TT 0
3 30 18 9.686.738,514 TT 0 TT 0
2 20 12 8.157.253,485 TT 0 TT 0
STRG 8 80 24 8.636.183,141 TE = 1,793 TT 0 2×106 431,809
5 50 15 11.447.963,7 FRT = 0,448 TT 0 TT 0
FE = 2,683
81
STdRG 14 140 21 6.179.737,489 TE = 1,516 TT 0 1,5×107 41,198
FRT = 0,379
FE = 2,626
Total 5416,926 % > 100% 473,007 % > 100%
Karena % rusak fatik (telah) lebih besar dari 100% maka dicoba tebal plat 160 mm.
85
Tabel 4.18. Analisa Fatik dan Erosi (160 mm)
Jenis Sumbu Beban Beban Repetisi Faktor Analisa Fatik Analisa Erosi
Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen
Ton (KN) Per Roda (KN) terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (4)*100/(6) (8) (9) = (4)*100/(8)
STRT 6 60 36 8.667.081,828 TE = 1,14 1,5×106 577,80 TT 0
5 50 30 16.314.506,97 FRT = 0,285 TT 0 TT 0
4 40 24 8.157.253,485 FE = 1,986 TT 0 TT 0
3 30 18 9.686.738,514 TT 0 TT 0
2 20 12 8.157.253,485 TT 0 TT 0
STRG 8 80 24 8.636.183,141 TE = 1,646 TT 0 4×106 215,90
5 50 15 11.447.963,7 FRT = 0,411 TT 0 TT 0
FE = 2,603
83
STdRG 14 140 21 6.179.737,489 TE = 1,393 TT 0 TT 0
FRT = 0,348
FE = 2,55
Total 577,80 % > 100% 215,90 % > 100%
Karena % rusak fatik (telah) lebih besar dari 100% maka dicoba tebal plat 170 mm.
86
Tabel 4.19. Analisa Fatik dan Erosi (170 mm)
Jenis Sumbu Beban Beban Repetisi Faktor Analisa Fatik Analisa Erosi
Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen
Ton (KN) Per Roda (KN) terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (4)*100/(6) (8) (9) = (4)*100/(8)
STRT 6 60 36 8.667.081,828 TE = 1,043 TT 0 TT 0
5 50 30 16.314.506,97 FRT = 0,260 TT 0 TT 0
4 40 24 8.157.253,485 FE = 1,93 TT 0 TT 0
3 30 18 9.686.738,514 TT 0 TT 0
2 20 12 8.157.253,485 TT 0 TT 0
STRG 8 80 24 8.636.183,141 TE = 1,53 TT 0 2×107 43,180
5 50 15 11.447.963,7 FRT = 0,382 TT 0 TT 0
FE = 2,523
87
STdRG 14 140 21 6.179.737,489 TE = 1,283 TT 0 TT 0
FRT = 0,320
FE = 2,496
Total 0 % <100% 43,180 % < 100%
Karena % rusak fatik (telah) lebih kecil dari 100% maka tebal pelat diambil 170 cm.
6) Nilai sisa perkerasan lama
- Surface Course
Laston = 5 cm
dengan laston yaitu
ATB = 7 cm
dengan laston yaitu
- Base Course
D1 = Laston
D2 = Batu pecah (25 cm)
a1 = 0,35
a2 = 0,14
konversi nilai batu pecah ke laston:0,14 × 25 cm = 10 cm
Konversi nilai laston ke beton semen10 cm = 3,33 cm
- Subbase Course
D1 = Laston
D2 = Sirtu (30 cm)
Nilai sisa perkerasan lama
5 cm = 1,67cm (Perbandingan beton semen
dengan laston yaitu
sebesar 1:3)
5 cm = 2,33 cm (Perbandingan beton semen
dengan laston yaitu
sebesar 1:3)
D2 = Batu pecah (25 cm)
konversi nilai batu pecah ke laston:
× 25 cm = 10 cm
Konversi nilai laston ke beton semen
= 3,33 cm
D2 = Sirtu (30 cm)
87
cm (Perbandingan beton semen
(Perbandingan beton semen
a1 = 0,35
a2 = 0,12
konversi nilai batu pecah ke laston:
× 30 cm = 10,28 cm
Konversi nilai laston ke beton semen
= 3,42 cm
Jadi nilai sisa perkerasan lama = 1,67 + 2,33 + 3,33 + 3,42 =
7) Tebal pelat
Tebal pelat = Tebal taksiran pelat
= 17 cm
6,25 cm < 15 cm (tebal pelat minimum yang digunakan untuk perkerasan
bersambung tanpa tulangan)
8) Perkerasan Bersambung Tanpa Tulangan
- Tebal Pelat
- Lebar Pelat
- Panjang Pelat
- Sambungan Susut dipasang setiap jarak 5 m
- Ruji yang digunakan dengan diameter
- Batang Pengikat digunakan baja ulir diameter 16 mm, panjang 70 cm dan
jarak 75 cm.
Untuk gambar konstruksi perkerasan beton pada ruas
dilihat pada Gambar 4.
menuju Solo dapat dilihat
konversi nilai batu pecah ke laston:
× 30 cm = 10,28 cm
laston ke beton semen
= 3,42 cm
Jadi nilai sisa perkerasan lama = 1,67 + 2,33 + 3,33 + 3,42 = 10,75 cm
= Tebal taksiran pelat – Nilai sisa perkerasan lama
= 17 cm – 10,75 cm = 6,25 cm
6,25 cm < 15 cm (tebal pelat minimum yang digunakan untuk perkerasan
bersambung tanpa tulangan)
Perkerasan Bersambung Tanpa Tulangan
: 15 cm
: 2 x 3,75 m
: 5,0 m
Sambungan Susut dipasang setiap jarak 5 m
Ruji yang digunakan dengan diameter 24 mm, panjang 45 cm, jarak 30cm.
Batang Pengikat digunakan baja ulir diameter 16 mm, panjang 70 cm dan
Untuk gambar konstruksi perkerasan beton pada ruas Outer Ringroad
ambar 4.9 dan untuk perhitungan pada ruas jalan arah Surabaya
menuju Solo dapat dilihat pada Lampiran E.
88
10,75 cm
6,25 cm < 15 cm (tebal pelat minimum yang digunakan untuk perkerasan
mm, panjang 45 cm, jarak 30cm.
Batang Pengikat digunakan baja ulir diameter 16 mm, panjang 70 cm dan
Outer Ringroad dapat
dan untuk perhitungan pada ruas jalan arah Surabaya
89
7 cm
25 cm
Sirtu kelas B
Laston MS 590
Pelat beton
Laston MS 744
30 cm
5 cm
15 cm
Gambar 4.9 Potongan Konstruksi Perkerasan Kaku
Perkerasan Baru
Perkerasan Lama
CBR 10 %
Batu pecah kelas A
90
4.3.7.4 Metode CTRB
Data parameter perencanaan sebagai berikut:
a. Metode Pelaksanaan : Metode in Place
b. Lapisan Base Course : CTRB setebal 30 cm
c. Umur rencana jalan : 20 tahun.
Seperti data pada perencanaan overlay perkerasan jalan dapat diketahui bahwa:
- MR = 15000 psi
- So = 0,45
- R = 75
- W18(sby-slo) = 12.476.790,97
- W18(slo-sby) = 27.441.526,36
- ΔPSI = 1,9
dari Nomogram (Grafik untuk mencari ITP ) pada Gambar 4.7 didapat ITP 20 = 4,1
untuk ruas jalan arah Solo menuju Surabaya dan ITP 20 = 3,55 untuk ruas jalan
arah Surabaya menuju Solo.
a1 : 0,4 (laston 744 kg)
a2 : 0,25 (lapis pondasi yang distabilisasi)
a3 : 0,12
ITP 10(sby-slo) = a1.D1 + a2. D2 + a3.D3
3,55 = 0,4. D1 + 0,25. 30 + 0,12 . 37
D1 . 0,4 = -8,39 (hal ini menandakan secara struktural lapis pondasi
masih mampu menahan beban lalu lintas,namun secara struktural dan fungsional
lapis perkerasan pada ruas outer ringroad menggunakan laston dengan tebal
minimum yaitu setebal 5 cm).
ITP 20(slo-sby) = a1.D1 + a2. D2 + a3.D3
4,1 = 0,4. D1 + 0,25. 30 + 0,12 . 37
91
30 cm
5 cm
7 cm
30 cm
CBR 10 %
Sirtu kelas B
Batu pecah kelas A
CTRB
Laston 5 cm
D1. 0,4 = -7,84 (hal ini menandakan secara struktural lapis pondasi
masih mampu menahan beban lalu lintas,namun secara struktural dan fungsional
lapis perkerasan pada ruas outer ringroad menggunakan laston dengan tebal
minimum yaitu setebal 5 cm). Potongan konstruksi perkerasan jalan dengan CTRB
ditunjukkan pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Potongan konstruksi CTRB
4.3.8 Biaya Konstruksi
Perhitungan harga satuan pekerjaan overlay, komposit perkerasan kaku dan lentur
serta komposit CTRB dan lentur dapat dilihat pada Lampiran F.
4.3.9 Pemilihan Teknik Perbaikan Jalan
Untuk memilih perbaikan perkerasan pada ruas Jalan Outer Ringroad Kota Madiun
dipakai 3 (tiga) pertimbangan, yaitu pertimbangan konstruksi, pertimbangan
pemeliharaan, dan pertimbangan perbaikan. Dari segi pelaksanaan konstruksi diberi
skor dari yang paling mudah sampai yang paling sulit dan dari segi biayanya diberi skor
dari yang paling murah sampai yang paling mahal,dan dari segi pemeliharaan dari segi
Perkerasan Baru
Perkerasan Lama
92
yang paling sering sampai yang paling jarang dilakukan.Adapun pemberian skor
pelaksanaan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Skala Penilaian Pelaksanaan Konstruksi dan Biaya Pengerjaannya
No. Pertimbangan Klasifikasi Skor
1. Pelaksanaan Mudah
Sedang
Sulit
3
2
1
2. Biaya Murah
Sedang
Mahal
3
2
1
3 Pemeliharaan Sering
Sedang
Jarang
1
2
3
93
a. Pertimbangan Konstruksi
1) Tinjauan Konstruksi
Tabel 4.21. Acuan Tinjauan Konstruksi
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Persiapan Permukaan Jalan
1 - Membutuhkan perbaikan fungsional jalan
- Membutuhkan alat berat - Membutuhkan banyak tenaga
kerja - Membutuhkan banyak data
perencanaan
2 - Membutuhkan Perbaikan fungsional jalan
- Membutuhkan alat berat - Membutuhkan banyak
tenaga kerja - Membutuhkan sedikit data
perencanaan
3 - Tidak membutuhkan perbaikan fungsional jalan
- Tidak membutuhkan alat berat - Membutuhkan sedikit tenaga kerja - Membutuhkan banyak data
perencanaan
2. Pelaksanaan Konstruksi 2 - Membutuhkan banyak material
- Membutuhkan cukup banyak alat berat
- Membutuhkan cukup banyak tenaga kerja
3 - Membutuhkan banyak material
- Membutuhkan sedikit alat berat
- Membutuhkan sedikit tenaga kerja
1 - Membutuhkan sedikit material untuk CTRB dan banyak material untuk Laston
- Membutuhkan banyak alat berat - Membutuhkan banyak tenaga kerja
3. Waktu Pelaksanaan 3 Membutuhkan waktu yang singkat, setelah konstruksi beberapa jam kemudian jalan
1 Membutuhkan waktu yang lama yaitu minimal 28 hari. Sehingga jalan tidak bisa dilalui
2 Membutuhkan waktu yang cukup singkat, setelah lapis CTRB selesai jalan baru bisa dilewati setelah
94
bisa di lalui kendaraan. kendaraan. dilapisi laston.
Jumlah 6 6 6
2) Tinjauan Biaya Konstruksi
Tabel 4.22. Acuan Tinjauan Biaya Konstruksi
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Biaya Perbaikan 3 Rp. 3.071.120.700,00 1 Rp. 9.103.768.700,00 2 Rp. 6.211.861.700,00
Jumlah 3 1 2
b. Pertimbangan Pemeliharaan
1) Tinjauan Periode Pemeliharaan
Tabel 4.23. Acuan Tinjauan Periode Pemeliharaan
95
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Pemeliharaan Rutin 1 Sering, hampir setiap tahun diadakan pemeliharaan rutin
3 Jarang, tidak diperlukan pemeliharaan secara rutin setiap tahun. Pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi kerusakan berupa kerusakan non struktural.
2 Sering, hampir setiap tahun diadakan pemeliharaan rutin, tetapi periodenya < overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay
2. Permeliharaan Berkala 1 Sering, periode pemeliharaan secara berkala minimal 3 tahun sekali.
3 Jarang, tidak diperlukan pemeliharaan secara berkala secara periodik. Pemeliharaan kerusakan struktural disesuaikan dengan kondisi kerusakan.
2 Sering, periode pemeliharaan secara berkala, tetapi periodenya < overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay
Jumlah 2 6 4
96
2) Tinjauan Metode Pemeliharaan
Tabel 4.24. Acuan Tinjauan Metode Pemeliharaan
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Pemeliharaan Rutin 2 Sedang, dapat dilaksanakan
baik dengan mesin ataupun manual. Proses pelaksanaan sederhana.
1 Sulit, proses pelaksanaanya tidak sederhana atau rumit, lebih banyak menggunakan peralatan mesin.
3 Mudah, dapat dilaksanakan baik dengan mesin ataupun manual. Proses pelaksanaan sederhana.
tetapi metodenya lebih mudah dari overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay,sehingga kerusakan yang muncul pada surface lebih sedikit dari overlay.
2. Permeliharaan Berkala 2 Mudah, dapat dilaksanakan baik dengan mesin ataupun manual. Proses pelaksanaan sederhana.
1 Sulit, proses pelaksanaanya tidak sederhana atau rumit, lebih banyak menggunakan peralatan mesin.
3 Mudah, dapat dilaksanakan baik dengan mesin ataupun manual. Proses pelaksanaan sederhana.
tetapi metodenya lebih mudah dari overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay,sehingga kerusakan yang
97
muncul pada surface lebih sedikit dari overlay.
Jumlah 4 2 6
98
3) Tinjauan Biaya Pemeliharaan
Tabel 4.25. Acuan Tinjauan Biaya Pemeliharaan
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Pemeliharaan Rutin 1 Tinggi, karena periode pemeliharaanya sering/banyak.
3 Rendah, karena periode pemeliharaanya jarang.
2 Sedang, karena periode pemeliharaanya cukup sering/banyak.
2. Permeliharaan Berkala 1 Tinggi, karena periode pemeliharaanya sering/banyak.
3 Rendah, karena periode pemeliharaanya jarang.
2 Sedang, karena periode pemeliharaanya cukup sering/banyak.
Jumlah 2 6 4
c. Pertimbangan Perbaikan
Tabel 4.26. Acuan Pertimbangan Perbaikan
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
1. Perbaikan Ringan 2 Mudah, metode perbaikan sedang sederhana.
1 Sulit, metode perbaikan ringan rumit/tidak sederhana
3 Mudah, metode perbaikan ringan sederhana. tetapi metodenya lebih mudah dari
99
overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay,sehingga kerusakan yang muncul pada surface lebih sedikit dari overlay.
100
Tabel 4.26. Acuan Pertimbangan Perbaikan (lanjutan)
No. Kriteria Overlay Perkerasan Kaku CTRB Lapis Laston
Skor Keterangan Skor Keterangan Skor Keterangan
2. Perbaikan Sedang 2 Mudah, metode perbaikan sedang sederhana.
1 Sulit, metode perbaikan sedang rumit/tidak sederhana
3 Mudah, metode perbaikan sedang sederhana. tetapi metodenya lebih mudah dari overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay,sehingga kerusakan yang muncul pada surface lebih sedikit dari overlay.
3. Perbaikan Berat 2 Mudah, metode perbaikan berat sederhana.
1 Sulit, metode perbaikan berat rumit/tidak sederhana
3 Mudah, metode perbaikan berat sederhana. tetapi metodenya lebih mudah dari overlay karena lapis pondasi atas (base) lebih bagus dalam menahan air daripada overlay,sehingga kerusakan yang muncul pada surface lebih sedikit dari overlay.
Jumlah 6 3 9
101
102
Dari pemberian skor untuk metode perbaikan overlay, perkerasan kaku, dan CTRB lapis Lentur maka di
dapat skor yang paling tinggi dari penjumlahan masing-masing pertimbangan yang dapat dilihat pada
Tabel 4.27.
Tabel 4.27 Penjumlahan Nilai dari Masing-masing Metode
No. Pertimbangan Tinjauan Overlay Perkerasan Kaku
CTRB
1. Pertimbangan Konstruksi Konstruksi 6 4 6
Biaya konstruksi 3 1 2
2. Pertimbangan Pemeliharaan Periode Pemeliharaan 2 6 4
Metode Pemeliharaan 4 2 6
Biaya Pemeliharaan 2 6 4
3. Pertimbangan Perbaikan Pertimbangan Perbaikan 6 3 9
Jumlah 23 24 31
Dari Tabel 4.27 maka diperoleh teknik perbaikan perkerasan jalan pada Ruas Jalan Outer Ringroad Kota
Madiun yang dipilih adalah perbaikan dengan CTRB lapis Laston dengan tebal CTRB 30 cm, tebal Laston
5 cm dan biaya pelaksanaan
Rp. 6.211.861.700,00.
103
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian pada ruas jalan Outer ringroad Kota Madiun Sta 0+000 sampai dengan
Sta 3+355 dan analisa data yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Kerusakan yang terjadi pada ruas jalan arah Solo-Surabaya berupa retak buaya sebesar 17,16%,
retak memanjang sebesar 4%, ambles sebesar 5,33%, shoving sebesar 0,013%, terkelupas sebesar
5,11% sedangkan untuk arah Surabaya-Solo berupa retak buaya sebesar 13,72%, ambles sebesar
11,13%, shoving sebesar 0,019%, terkelupas sebesar 0,023%.
b. Tingkat keparahan kerusakan pada ruas jalan Outer Ringroad Kota Madiun cukup tinggi, dan guna
memberikan rasa nyaman bagi pengguna jalan dan dengan pertimbangan antara lain
konstruksi,pemeliharaan dan perbaikan, maka konstruksi perkerasan jalan memerlukan perbaikan
struktural dengan metode komposit CTRB dan Laston dengan tebal CTRB 30 cm,tebal Laston 5 cm
dan biaya pelaksanaan Rp.6.211.861.700,00.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang ada maka dapat disampaikan beberapa saran
guna penanganan ruas jalan Outer ringroad Kota Madiun agar lebih efektif dan efisien antara lain :
a. Penanganan yang baik, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, padahal Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sangat terbatas, oleh sebab itu diperlukan pemantauan dan
pengamatan kerusakan secara rutin dan apabila memungkinkan segera diadakan perbaikan dengan
metode perbaikan yang sesuai agar kerusakan di kemudian hari tidak bertambah luas.
b. Perlu adanya pengelolaan data base jalan secara lengkap dan tertib meliputi data kerusakan, data
teknis jalan dan data-data lalu-lintas yang sewaktu-waktu sangat diperlukan sebagai dasar kegiatan
rutin tahunan penanganan jalan.