BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan...

15
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Adanya pandemi covid 19 di Indonesia yang penyebarannya tidak dapat dipungkiri telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, tidak hanya ekonomi, politik, sosial dan budaya, dunia peradilan pun ikut terkena dampaknya. Seperti yang dapat kita ketahui, persidangan di tiap pengadilan baik untuk kasus perdata, perdata agama, tata usaha negara maupun kasus pidana setiap hari berlangsung. Dengan adanya himbauan mengenai physical distancing serta adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa wilayah di Indonesia demi menekan penyebaran covid-19 maka penegak hukum yang semula dalam berperkara di pengadilan bertemu dan bertatap muka secara langsung tetapi saat ini hanya bisa dilakukan dimasing-masing tempat kerjanya. Seolah bisa memprediksi adanya Covid-19 ini yang mengharuskan untuk melakukan physical disrancing dan tidak berkumpul dalam jumlah yang banyak tetapi harus tetap melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai penegak hukum, maka pada tahun 2018 silam Mahkamah Agung telah memperkenalkan sistem peradilan secara online yang bernama E-Court. Di Indonesia sendiri belum banyak masyarakat yang tahu mengenai sistem E-Court yang sebenarnya telah ada sejak tahun 2018. E- court merupakan salah satu bentuk implementasi Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor

Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan...

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Adanya pandemi covid 19 di Indonesia yang penyebarannya tidak

dapat dipungkiri telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, tidak

hanya ekonomi, politik, sosial dan budaya, dunia peradilan pun ikut

terkena dampaknya. Seperti yang dapat kita ketahui, persidangan di tiap

pengadilan baik untuk kasus perdata, perdata agama, tata usaha negara

maupun kasus pidana setiap hari berlangsung. Dengan adanya himbauan

mengenai physical distancing serta adanya PSBB (Pembatasan Sosial

Berskala Besar) di beberapa wilayah di Indonesia demi menekan

penyebaran covid-19 maka penegak hukum yang semula dalam berperkara

di pengadilan bertemu dan bertatap muka secara langsung tetapi saat ini

hanya bisa dilakukan dimasing-masing tempat kerjanya. Seolah bisa

memprediksi adanya Covid-19 ini yang mengharuskan untuk melakukan

physical disrancing dan tidak berkumpul dalam jumlah yang banyak tetapi

harus tetap melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai penegak hukum,

maka pada tahun 2018 silam Mahkamah Agung telah memperkenalkan

sistem peradilan secara online yang bernama E-Court.

Di Indonesia sendiri belum banyak masyarakat yang tahu

mengenai sistem E-Court yang sebenarnya telah ada sejak tahun 2018. E-

court merupakan salah satu bentuk implementasi Sistem Pemerintah

Berbasis Elektronik (SPBE) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

2

95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. E-court

sendiri terdapat di Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2018 (Perma

3/2018) tentang administrasi perkara di pengadilan secara elektronik yang

ditanda tangani oleh Ketua Mahkamah Agung, M. Hatta Ali, pada tanggal

29 Maret 2018 dan dimulai diundangkan pada tanggal 4 April 2018. Perma

ini mengatur mulai dari penggunaan layanan administrasi perkara secara

elektronik, pendaftaran administrasi perkara, pemanggilan para pihak,

penerbitan salinan putusan, dan tata kelola administrasi yang seluruhnya

dilaksanakan secara online. Aplikasi E-court sendiri diluncurkan pertama

kali pada tanggal 13 Juni 2018. Saat ini Perma No. 3 Tahun 2018 (Perma

3/2018) tentang administrasi perkara di pengadilan secara elektronik telah

dicabut dan digantikan oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara

Elektronik.1

Pengertian dari E-Court adalah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk

Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya

Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang

dilakukan dengan saluran elektronik, dan Persidangan yang dilakukan

secara Elektronik. Di dalam E-Court sendiri ada 4 fasilitas utama yakni :

1. e-Filing (Pendaftaran Perkara Online di Pengadilan)

2. e-Payment (Pembayaran Panjar Biaya Perkara Online)

3. e-Summons (Pemanggilan Pihak secara online)

1 FJP Law Office, 2020, E-Court: Sebuah Terobosan Dalam Pengadilan Indonesia, https://fjp-

law.com/, 1 Desember 2020

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

3

4. e-Litigation (Persidangan secara online)2

Aplikasi e-Litigation berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor

1 Tahun 2019, hanya ditujukan pada persidangan perkara Perdata di

Pengadilan Negeri, Perdata Agama di Pengadilan Agama dan Tata Usaha

Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini dikarenakan dalam

perkara-perkara tersebut tidak melibatkan terdakwa yang sedang ditahan.

Oleh karena itu, Mahkamah Agung tidak menerapkan e-Litigation hanya

pada perkara-perkara pidana, karena melibatkan terdakwa yang sedang

dalam masa penahanan. Hal tersebut Diatur dalam pasal 3 ayat (1)

PERMA Nomor 1 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa :

“ Pengaturan administrasi perkara dan persidangan secara

elektronik dalam Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk

jenis perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata

usaha negara.”.3

Dalam PERMA juga disebutkan bahwa peraturan ini dimaksudkan sebagai

landasan hukum penyelenggaraan administrasi perkara di pengadilan

secara elektronik untuk mendukung terwujudnya tertib administrasi

perkara yang profesional, transparan, akuntabel, efektif, efisien, dan

modern.4 Setelah PERMA Nomor 1 Tahun 2019 diundangkan beberapa

bulan kemudian ada sebuah peristiwa yang mempengaruhi tatanan

kehidupan baik itu dari aspek ekonomi, pendidikan, politik bahkan

2 e Court Mahkamah Agung, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, diakses tanggal 1 Desember

2020 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidagan di Pengadilan Secara

Elektronik 4 RR. Dewi Anggraeni, Agustus 2020, Wabah Pandemi Covid-19, Urgensi Pelaksanaan Sidang

Secara Elektronik, ‘Adalah; Buletin Hukum dan Keadilan Vol. 4 No. 1 diakses tanggal 1 Desember 2020

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

4

mempengaruhi dunia peradilan di Indonesia yakni merebaknya wabah

Corona Virus Disease 2019 atau Covid 19. Meningkatnya penyebaran

pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) mendorong sejumlah lembaga

penegak hukum bersepakat menggelar sidang secara online. Meski sidang

secara online sudah diterapkan melalui kebijakan e-Court dan e-Litigation

sebelum masa pandemik, tapi penerapan hanya berlaku untuk perkara

perdata, perdata agama, TUN.

Sidang perkara pidana saat masa pandemi juga dituntut dilakukan

secara elektronik melalui SEMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di

Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya tertanggal 23 Maret

2020, persidangan perkara pidana tetap dilaksanakan khusus terhadap

perkara-perkara yang terdakwanya sedang ditahan dan penahanannya tidak

dapat diperpanjang lagi selama masa pencegahan Covid-19. Atau

persidangan perkara pidana, pidana militer, jinayat terhadap terdakwa

yang secara hukum penahanannya masih beralasan untuk dapat

diperpanjang, ditunda sampai berakhirnya masa pencegahan penyebaran

Covid-19 di lingkungan MA dan Badan Peradilan di bawahnya.5

Sebuah MoU (Memorandum of Understanding) kesepakatan antara

pihak Mahkamah Agung diwakili oleh Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H.

(Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum), Kejaksaan Agung diwakili

Sunarta (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum) dan 5 Anggitalumbanraja, Juli 2020, PERKEMBANGAN REGULASI DAN PELAKSANAAN PERSIDANGAN

ONLINE DI INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT SELAMA PANDEMI COVID-19, JURNAL CREPIDO Vol. 2 No. 1 diakses tanggal 1 Desember 2020

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

5

KEMENKUMHAM RI diwakili oleh Nugroho (Plt. Direktur Jenderal

Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM) juga telah disahkan.

MoU tersebut terkait kesepakatan pelaksanaan persidangan selama masa

pandemi Covid-19 yang akan dilaksanakan sampai dengan berakhirnya

wabah Covid-19 di Indonesia. Dalam MoU itu ditetapkan salah satunya

kesepakatan untuk menjalankan persidangan perkara pidana secara

online.6 Lebih jelasnya Hal tersebut, juga sesuai instruksi Jaksa Agung

yaitu untuk mencegah penyebaran dan penularan Covid 19 agar perkara

pidana disidangkan secara online. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat

Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27

Maret 2020 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan

Kewenangan Kejaksaan di tengah pandemi Covid 19.7

Upaya melaksanakan persidangan online dimasa pandemi Covid-

19 dianggap sebagai langkah progresif, dalam memecahkan permasalahan

stagnasi perkara akibat penyebaran Covid-19. Akan tetapi dibalik

terselenggaranya persidangan online perkara pidana, yang dianggap

sebagai sebuah inovasi dibidang hukum, ternyata menemui kendala dalam

proses berjalannya.

Advokat senior Luhut MP Pangaribuan mengatakan penggunaan

teknologi teleconference dalam sidang-sidang pengadilan untuk masa

depan adalah sebuah keniscayaan. Namun, dia menilai penerapan sidang

6 Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik

Indonesia, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (MoU) Tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference 7 Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor B-049/A/SUJA/03/2020

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

6

perkara pidana secara online secara tergesa-gesa dapat mengurangi

(mengesampingkan) ketentuan hukum acara pidana yang berlaku,

khususnya standar pembuktian. Menurut Luhut, jika persidangan pidana

secara online terus digelar bakal mengganggu prinsip fair trial (peradilan

jujur dan adil). Sebab, jika infrastruktur untuk mendukung peradilan

online yang kurang memadai potensial mengurangi keabsahan proses

pembuktian.8

Pembuktian tentang benar atau tidaknya terdakwa melakukan

perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam

acara pidana, dimana hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana

akibatnya manakala hakim berdasarkan kenyakin ada adanya alat bukti

yang tidak benar menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan

tindakan yang didakwakan kepadanya. Hukum acara pidana selalu mencari

kebenaran materiil dan berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup

hanya mengetengahkan kebenaran formil.9

Dalam kaitan ini, hal yang penting untuk diperhatikan adalah apa

yang tertuang dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu bahwa Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana, kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya

8 Agus Sahbani, 2020, Problematika Sidang Pidana Daring Saat Pandemi,

https://www.hukumonline.com/, diakses tanggal 1 Desember 2020 9 Prof Koesparmono Irsan, S.IK., S.H., M.M., M.B.A dan DR. Armansyah, S.H., M.H, 2019,

PANDUAN MEMAHAMI HUKUM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PERDATA SAN HUKUM PIDANA, (Bekasi: Gramata Publishing), hlm. 233

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

7

Pasal 183 KUHAP :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”10

Dalam konteks hukum pidana, pembuktian merupakan inti

persidangan perkara pidana karena yang dicari dalam hukum pidana

adalah kebenaran materiil. Kendatipun demikian, pembuktian dalam

perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan

menemukan peristiwa yang diduga sebagai tidak pidana guna dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini sudah ada pembuktian,

dengan tindak penyidik mencari barang bukti, maksudnya guna membuat

terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan

tersangkanya.11

Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa pembuktian dilihat dari

perspektif hukum acara pidana, yakni ketentuan yang membatasi sidang

pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik

oleh hakim, penuntut umum, terdakwa maupun penasihat hukum. Semua

terikat pada ketentuan dan tata cara, serta penilaian alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang. Dan apabila kita memperhatikan

penjelasan Pasal 183 KUHAP, maka maksud pasal tersebut adalah untuk

menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi

seseorang.

10

Pasal 183 KUHAP 11

Eddy O.S. Hiariej, 2012, TEORI & HUKUM PEMBUKTIAN, (Jakarta: ERLANGGA), hlm. 7

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

8

Persoalan pembuktian perkara pidana saat ini dengan penerapan

sidang secara online atau melalui teleconference yang sejatinya dalam

praktik, terdakwa menjalani sidang dengan tetap berada di Lembaga

Pemasyarakatan, sementara hakim berada di ruang persidangan dan

penuntut umum berada di kantor kejaksaan ataupun diruang sidang

bersama-sama dengan hakim, telah mempengaruhi pembuktian dalam

persidangan. Untuk perkara pidana yang pembuktiannya mudah, hal

tersebut sejatinya tidak terlalu berpengaruh. Namun, untuk perkara yang

pembuktiannya rumit dan membutuhkan alat bukti yang spesifik,

penerapan sidang secara online atau melalui teleconference kurang dapat

dilaksanakan.12

Selain itu, masih banyak pihak yang belum bisa menggunakan

teknologi informasi dan ketersediaan jaringan internet di daerah tertentu

saat ingin melakukan persidangan elektronik. Meski sudah ada nota

kesepahaman terkait penggunaan video conference perkara pidana,

terutama untuk pemeriksaaan saksi. Tapi, ada sebuah hambatan

ketersediaan perangkat elektronik di tempat keduduan masing-masing

instansi, posisi terdakwa, dan keberadaan pihak terkait (saksi). Pada saat

sidang online berlangsung para pihak yang berperkara berada di tempat

kedudukan masing-masing, misalnya terdakwa di rutan, hakim di

pengadilan, jaksa di kantor kejaksaannya.13

12

Refah Kurniawan, 2020, Keabsahan Pembuktian dalam Persidangan Online di Masa Pandemi Covid-19, https://yoursay.suara.com/, diakses tanggal 1 Desember 2020 13

Aida Mardatillah, 2020, Sidang Pidana Online Dinilai Sulit Menemukan Kebenaran materil, https://www.hukumonline.com, diakses tanggal 1 Desember 2020

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

9

Isu ini juga menjadi pertimbangan Ombudsman RI yang

menemukan potensi maladministrasi terkait dengan pelasanaan

persidangan online di tengah pandemi Covid-19. Salah satu usulannya,

Ombudsman merekomendasikan kepada Ketua Mahkamah Agung untuk

membentuk Tim Khusus untuk mengarahkan dan menilai pelaksanaan

persidangan dalam jaringan sistem (online) atau electronic litigation. Dari

hasil pemeriksaan Ombudsman yang mengamati, ditemukan adanya

kendala teknis dalam penyelenggaraan persidangan daring di 16 pengadian

negeri, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok,

Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang, Serang, Medan, Batam, Jambi,

Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang, dan PN Manokwari.

Penghalang seperti keterbatasan penguasaan teknologi oleh hakim,

koordinasi antarpihak yang kurang baik, penasihat hukum tidak berada

berdampingan dengan terdakwa, dan tidak dapat memastikan saksi dan

terdakwa dalam tekanan/dusta.14

Berdasarkan penggambaran di atas, penulis tertarik untuk berkonsentrasi

lebih dalam dan menyusun dalam bentuk skripsi dengan judul

“EFEKTIVITAS HUKUM DAN KEABSAHAN PEMBUKTIAN

DALAM PERSIDANGAN SECARA ONLINE DI MASA PANDEMI

CORONA VIRUS DISEASE 19 (COVID-19).”

14

Agus Sahbani, 2020, Problematika Sidang Pidana Daring Saat Pandemi, https://www.hukumonline.com/, diakses tanggal 1 Desember 2020

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

10

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting. Agar

dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang

dikehendaki. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana efektivitas hukum dalam perjanjian kerja sama antara

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 402/DJU/HM.01.1/4/2020,

Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: KEP-17/E/Ejp/04/2020, dan

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:

PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang pelaksanaan persidangan melalui

teleconference pada masa pandemi covid-19 ditinjau dalam teori Soerjono

Soekanto?

2. Bagaimana keabsahan pembuktian pada perkara pidana terkait persidangan

secara online di masa pandemi covid-19 ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui efektivitas hukum dalam perjanjian kerja sama antara

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 402/DJU/HM.01.1/4/2020,

Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: KEP-17/E/Ejp/04/2020, dan

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:

PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang pelaksanaan persidangan melalui

teleconference pada masa pandemi covid-19 ditinjau dalam teori Soerjono

Soekanto.

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

11

2. Untuk mengetahui keabsahan pembuktian pada perkara pidana terkait

persidangan secara online di masa pandemi covid-19.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun yang menjadi suatu harapan dan tujuan dari hasil-hasil penelitian yaitu

dapat memberikan faedah kepada semua pihak baik secara teoritis maupun

praktis, antara lain :

1. Manfaat Teortis

Hasil penelitian ini dapat memberikan referensi dan sumbangsih pemikiran bagi

semua pihak yang berkepentingan dalam rangka pengembangan ilmu dibidang

hukum pada umumnya serta dalam bidang hukum pidana pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan informatif bagi para

pembaca agar mengetahui efektivitas hukum dan keabsahan pembuktian terkait

persidangan secara online dalam masa pandemi covid-19.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pijakan baru di bidang ilmu hukum

dalam rangka menambah pengetahuan dan wawasan tentang studi kasus diteliti

oleh penulis, sekaligus sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar

kesarjanaan S1 dibidang ilmu hukum.

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

12

2. Bagi Penegak Hukum

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penegak hukum untuk mengetahui

efektivitas hukum dari persidangan secara online dalam masa pandemi CORONA

VIRUS DISEASE 19 (COVID-19) yang selama ini diberlakukan.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat untuk menambah

wawasan sehingga masyarakat mampu memahami tentang efektivitas hukum dan

keabsahan pembuktian dalam persidangan secara online di masa pandemi

CORONA VIRUS DISEASE 19 (COVID-19).

F. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah yang telah diuraikan,

maka metode pendekatan yang diambil adalah pendekatan yuridis

normatif. Penelitian Yuridis Normatif, pendekatan yuridis normatif adalah

pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara

menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan

ini dengan pendekatan kepustakaan, yakni degan mempelajari buku-buku,

peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan

dengan penelitian ini.15

15

Yudiono OOS, 2013, Metode Penelitian, diakses di http://digilib.unila.ac.id Diakses pada tanggal 25 Desember 2020

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

13

2. Jenis Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Data Primer

Data yang diperoleh dari hukum positif / peraturan perundang-

undangan, yang terkait dengan aturan mengenai persidangan secara

online, antara lain perjanjian kerja sama antara Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor: 402/DJU/HM.01.1/4/2020, Kejaksaan

Republik Indonesia Nomor: KEP-17/E/Ejp/04/2020, dan Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-

08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang pelaksanaan persidangan melalui

teleconference.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang

berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk

laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan.16

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam hal ini penulis mencari sumber-

sumber data melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mencari,

menginventarisasi, mencatat, dan mempelajari bahan hukum primer,

sekunder, yang berhubungan dengan masalah yang terkait dengan aturan

mengenai persidangan secara online. Dan melakukan studi internet yaitu

penulis melakukan penelitian dengan cara pencarian bahan-bahan yang

16

Prof, Dr. H. Zainudin Ali, M.A, 2016, METODE PENULIAN HUKUM, (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 106

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

14

terdapat diberbagai website resmi yang berkaitan dengan permasalahan

didalam penelitian ini.

4. Teknik Analisa Data

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis Deskriptif

Kualitatif, yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai

dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini guna

memberikan pemahaman yang jelas dan terarah yang diperoleh dari hasil

penelitian nantinya, sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang

jelas tentang simpulan atas penelitian yang dicapai.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara

berurutan, dengan tujuan agar menghasilkan suatu pembahasan yang sistematis.

Mulai BAB I sampai dangan BAB IV, secara garis besar diuraikan sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan

- Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang

permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan, sehingga dalam bab I ini tersusun secara terperinci.

Bab II Tinjauan Pustaka

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.pdfBab I Pendahuluan - Pada bab pertama ini penulis menguraikan secara umum latar belakang permasalahan, kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian,

15

- Pada bab II ini akan diuraikan mengenai pengertian-pengertian dan

tinjauan teori yang berkaitan dengan tinjauan umum tentang efektivitas

hukum dan tinjauan umum tentang pembuktian dalam perkara pidana yang

digunakan untuk membantu dalam membahas permasalahan yang

diangkat.

Bab III Hasil Pembahasan

- Dalam bab III ini berisi tentang pembahasan yang telah dikaji dan

dianalisis secara sistematis berdasarkan pada kajian pustaka sebagaimana

dalam bab II.

Bab IV Penutup

- Bab IV berisikan mengenai kesimpulan dari pembahasan yang telah

dilakukan pada pokok permasalahan, dan juga berisi mengenai saran yang

menjadi sumbangan pemikiran penulis sebagai upaya untuk penemuan

pemecahan masalah atau problem-solving atas isu hukum yang diangkat.