BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar...
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerja anak merupakan masalah yang penting di Indonesia karena semakin
tahun jumlahnya semakin bertambah, kebanyakan dari mereka bekerja di sektor
informal. Menurut data ketenagakerjaan pemerintah tahun 2007, kebanyakan
pekerja anak bekerja di sektor pertanian; yang lainnya seperti tukang parkir,
tukang semir, tukang koran dan sebagainya. Meskipun jumlah pekerja anak di
kota telah meningkat secara berarti sebagai akibat urbanisasi. Jika dilihat dari
sektor formal, pekerjaan anak-anak cenderung ada di garis batas antara ekonomi
formal dan informal, seperti bersama-sama dengan orang tua mereka di industri
rumah tangga dan di perkebunan, di toko milik keluarga atau pabrik kecil,
terutama pabrik yang merupakan “satelit” dari industri besar.1 Anak yang bekerja
di industri besar meskipun jumlahnya tidak diketahui, terutama karena dokumen
yang membuktikan usia mereka mudah dipalsukan. Banyak anak yang bekerja di
area ini yang merupakan area berbahaya seperti menjadi pemulung dan tukang
sampah, atau di kapal-kapal nelayan.
1 www. Depnaker. Com, diakses pada tanggal 20 Juli 2008.
Sesungguhnya waktu yang mereka habiskan adalah waktu yang terbuang
untuk mereka mendapatkan hak di bidang pendidikan. Karena pekerja anak akan
menghambat mereka memperoleh pendidikan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Sehingga anak yang
sewajarnya mengenyam bangku pendidikan di sekolah, yang sesuai dengan umur
mereka masih tertinggal jauh dikarenakan waktu yang terbuang untuk mencari
uang. Dalam kenyataanya, pendidikan setelah sembilan tahun merupakan
pendidikan wajib, termasuk latihan kejuruan, merupakan sesuatu yang tidak bisa
diabaikan dalam usaha mengurangi kemiskinan dan membuka kesempatan dalam
bidang ekonomi bagi rakyat miskin.
Sementara itu, pekerja anak menjadi suatu fenomena yang menyedihkan
yang terjadi di tengah potret kemiskinan kita. Masa yang seharusnya begitu
terbimbing dengan orang tua menjadi masa kebebasan tiada batas. Pekerja anak
yang dalam hal ini adalah mereka yang dalam usia sekolah sudah bergelut dengan
pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa, sampai-sampai demi
untuk mendapatkan uang atau sesuap nasi ia merelakan untuk tidak bersekolah.
Mereka meninggalkan masa-masa, untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan serta pengembangan bakat demi mencari nafkah, membantu orang tua
bekerja.
Jika dicermati lagi, pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari
kemiskinan. Keluarga yang miskin biasanya mendorong anak-anak mereka
bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk
bertahan hidup. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun
temurun, serta pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial yang lambat.
Hal ini berkaitan dengan masalah kesempatan dalam mendapatkan
pendidikan. Anak yang berasal dari keluarga miskin mempunyai kesempatan yang
kecil untuk sekolah. Namun kemiskinan bukan satu-satunya faktor penyebab.
Besarnya biaya pendidikan, rendahnya pendidikan orang tua dan kurangnya
perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, ketidaksetaraan, harapan pada
tradisi dan budaya termasuk sebagian faktor penyebab timbulnya pekerja anak.
Di sisi lain, adanya pekerja anak berkaitan dengan asumsi bahwa beberapa
jenis pekerjaan lebih baik dilaksanakan oleh anak-anak daripada orang dewasa.
Selain karena kondisi bekerja yang bersifat eksploitatif , anak “dipilih” sebagai
pekerja yang lebih baik karena tangan-tangan mereka yang kecil dianggap lebih
tepat dan lebih baik kualitasnya. Banyaknya jumlah pekerja anak sangat
tergantung pada permintaan. Tuntutan untuk pekerja anak ini berasal dari
pengusaha yang ingin mendapatkan untung dengan pekerjaan yang murah. Bisa
juga itu merupakan perusahaan kecil atau perusahaan keluarga yang
menggunakan pekerja anak untuk tetap bertahan aktifitasnya dengan produktifitas
rendah.2
Alasan-alasan di atas, dikategorikan benar, selain adanya sisi permintaan,
pasti ada sisi penawaran. Meskipun masyarakat menyediakan tenaga kerja anak,
tetapi jika tidak ada perusahaan yang mempekerjakannya, sudah pasti pekerja
anak tidak muncul. Demikian pula sebaliknya, bila permintaan terhadap pekerja
anak tinggi, tetapi masyarakat tidak menyediakan maka pekerja anak tidak akan
muncul. 3
Dalam kenyataannya, anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran
betapa rumit dan kompleksnya permasalahan anak. Anak yang bekerja adalah
bentuk penelantaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar,
karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima
mereka. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan
dan lain-lain.
Dalam masalah anak yang bekerja ini, bukan berarti anak tidak bekerja sama
sekali. Dalam rangka mendidik dan melatih anak untuk mandiri, harus dilakukan
pembiasaan dengan melakukan pekerjaan di rumah membantu orang tua di
2 www. Suara Karya-online.com, Anak Indonesia yang Dirundung Malang,
diakses Rabu 22 Oktober 2008. 3 Hardius Usman, Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinan dan
Eksploitasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), h.4.
samping tugas sebagai pelajar. Anak yang bekerja batasannya adalah anak jangan
sampai mengalami eksploitasi -pengertian eksploitasi di sini adalah seorang anak
diminta melakukan pekerjaan dan dijanjikan mendapat upah- secara ekonomi
pada anak.
Di beberapa kota seperti di Bogor, banyak sekali anak yang seharusnya
bersekolah di sekolah dasar dan lanjutan, terpaksa ada di jalanan. Tidak saja di
siang hari tetapi juga hingga larut malam untuk mengais rupiah dari orang lain.
Mereka melakukan hal itu tidak punya pilihan lain yang terbaik. Kehidupan
keseharian mereka sebagai wajarnya seorang anak yang ceria, sehat, rajin
bersekolah dan senang bermain terampas oleh keadaan yang sulit dicegah.4
Hak-hak yang terampas dan seharusnya diperoleh pekerja anak bisa
dilakukan, salah satunya dengan pendidikan yang berlandaskan pada peningkatan
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan budi pekerti agama. Sehingga pada
saatnya nanti masyarakat mampu memproduksi dengan hasil maksimal. Semua
sepakat bahwa pendidikan adalah instrumen investasi hidup terbaik yang
menjanjikan keuntungan maksimal dari sisi sosial dan ekonomi masyarakat.
4 Susilahati, Jalan Terjal Menuju Kepentingan Terbaik Bagi Anak, (Jakarta:
CV. Pustaka Setia, 2007), h.11.
Hal ini karena pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa
mencerdeskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan Indonesia merdeka.
Kehidupan bangsa yang cerdas hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan,
karena pencerdasan adalah fungsi pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan yang
berkelanjutan dibutuhkan oleh para pekerja anak, terutama pendidikan formal
bagi para pekerja anak yang latar belakangnya berasal dari keluarga tidak mampu.
Masalah pendidikan non formal yang sangat dibutuhkan pekerja merupakan
masalah yang memprihatinkan. Hal inilah merupakan salah satu yang mendasari
Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia sebagai salah satu lembaga yang memiliki
fokus pada program sekolah bagi pekerja anak adalah perlindungan hak anak di
bidang pendidikan, yaitu Program Literacy Class yang merupakan program anak
dampingan para pekerja anak.
Untuk membahas lebih lanjut mengenai program literacy class di Yayasan
Pemerhati Sosial Indonesia, penulis membahas dan menuangkannya dalam skripsi
yang berjudul “Perlindungan Hak Bagi Pekerja Anak Melalui Program
Pendidikan Literacy Class di Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
a). Pelayanan pendidikan bagi pekerja anak melalui program literacy class
b).Usaha perlindungan pekerja anak yang dilakukan oleh Yayasan Pemerhati
Sosial Indonesia
2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a). Bagaimana pelayanan pendidikan bagi pekerja anak melalui program
literacy class?
b). Bagaimana usaha perlindungan pekerja anak yang dilakukan Yayasan
Pemerhati Sosial Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a). Untuk mengetahui pelayanan pendidikan bagi pekerja anak melalui program
literacy class
b). Untuk mengetahui usaha perlindungan hak pekerja anak yang dilakukan
Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia
2. Manfaat Penelitian
a). Manfaat Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi lembaga
yang bergerak di bidang perlindungan hak bagi pekerja anak.
2) Bagi Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia dari penelitian ini bisa
memberikan kontribusi terhadap perkembangan kemajuan dari proses
perlindungan hak bagi pekerja anak.
b). Manfaat Praktis
1). Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan konsep
maupun metodologinya.
2). Diharapkan bisa menambah pengetahuan dan informasi kepada pekerja
anak agar mereka memperoleh haknya.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi5, Pendekatan Kualiatif dapat diartikan
sebagai rangkaian kegiatan proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya
dalam kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik
5 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada
University, 1992), h 109.
dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitan Kualitatif dimulai dengan
mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi
suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.
Sedangkan menurut Bogdan and Tailor definisi metodologi kualitatif
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.6 Menurut
mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh)
jadi dalam hal ini diarahkan pada latar dan individu atau organisasi ke dalam
variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu
keutuhan.
Peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta yang
terjadi secara alamiah dengan menggambarkannya secara rinci semua kegiatan
yang dilakukan. Selain itu penulis menggunakan penelitian lapangan yang
diperlukan untuk mendapatkan data-data pada Yayasan Pemerhati Sosial
Indonesia. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok organisasi
6 Lexy J. Moleong, MA, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), h. 3.
tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau fenomena atau hubungan antar
dua gejala atau fenomena tersebut.7
2. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan mengambil
lokasi daerah dampingan Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia di RW 04 Desa
Kedaung Wetan Kecamatan Neglasari Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian
dilakukan dari November 2008 sampai dengan Februari 2009.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah koordinator lapangan 1 orang dan 2
orang ibu kader sedangkan untuk objek dalam penelitian ini adalah program
literacy class dalam melakukan perlindungan hak bagi pekerja anak. Penulis
sebagai peneliti berupaya melakukan penelitian ini dengan menggunakan sudut
pandang orang yang menjadi sumber data primer penelitian ini.
Adapun mengenai pihak-pihak lain (anak dampingan sebagai peserta
program serta orang tua), peneliti ambil hanya sebagai informan pemerkuat dalam
hal melengkapi data dan informasi lainnya.
7 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 35.
Tabel 1
Subjek Penelitian
No. Nama Posisi
1 Pak Ian Koordinator Lapangan
2 Ibu Aryati Kader
3 Ibu Endah Kader
4. Sumber Data
a. Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
yaitu koordinator lapangan dan para kader baik melalui wawancara atau
observasi.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen
yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait. Catatan atau
dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku, koran dan internet
yang berhubungan dengan masalah skripsi ini.
5. Teknik Pencatatan Data
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pencatatan data dengan pengamatan
langsung terhadap subjek penelitian dan kegiatan maupun program yang
menjadi objek penelitian.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik pencatatan data dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan penelitian. Jawaban
pertanyaan penelitian direkam dengan alat perekam tape recorder dan
ditulis ulang untuk mendapatkan hasil wawancara yang tertulis dalam
transkrip wawancara dengan bahasa apa adanya.
c. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dilakukan setiap kali setelah melakukan pengamatan
atau wawancara, tidak boleh dilalaikan karena akan tercampur dengan
informasi lain dan ingatan seseorang itu sifatnya terbatas. Catatan lapangan
menurut Bogdan dan Biklen, adalah catatan tertulis tentang apa yang
didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data
dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.8
6. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah,
karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian.9 Setelah data terkumpul dan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka
selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut.
Penulis menggunakan analisa deskriptif yaitu mendeskripsikan hasil
temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan
petikan hasil wawancara, data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara
deskriptif. Data-data kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa
kalimat-kalimat atau pertanyaan pendapat atau sikap tersebut dianalisa dan
diinterpretasikan untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya
untuk memahami permasalahan yang diteliti.
Data kualitatif dari hasil wawancara, observasi langsung dan
dokumentasi tentang perlindungan hak bagi pekerja anak melalui program
8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 208-209.
9 Moh. Nasir D, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405.
literacy class di Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia selanjutnya disusun
dalam catatan lapangan kemudian data tersebut diringkas, dirangkum dam
dipilih hal-hal yang penting dan pokok, dikategorikan dan disusun secara
sistematis dengan mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis
yang berkait dengan penelitian.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik
triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yan memanfaatkan
sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan: (a). Membandingkan
data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (b). Membandingkan hasil
wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang
diajukan.
8. Instrumen dan Alat Bantu
Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak
tergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menjadi instrumen penelitian,
peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.
Pedoman wawancara merupakan format wawancara terstruktur dengan
terlebih dahulu menyusun pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian.
Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoman wawancara, terekam dengan
menggunakan alat bantu tape recorder. Penggunaan tape recorder untuk
merekam hasil wawancara memerlukan persetujuan dari subjek penelitian
yang diwawancara. Catatan lapangan merupakan alat bantu yang penting
dalam penelitian kualitatif. Peneliti membuat catatan lapangan untuk
membantu mencatat pengamatan lapangan dan membantu peneliti ketika
menganalisa data, catatan lapangan dibuat secara lengkap.10
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, literatur yang digunakan penulis antara lain karya
Hardius Usman yang berjudul Pekerja Anak Di Indonesia Kondisi,
Determinan dan Eksploitasi serta skripsi berjudul Upaya Pemberdayaan
Pekerja Anak Usia Sekolah di Yayasan Nanda Dian Nusantara karya Nur
Jamil. Karya Hardius Usman yang membahas pekerja anak dalam masa usia
10 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), cet. Ke- 21, h. 135-154.
anak antara usia 5 hingga 18 tahun dilihat dari lapangan pekerjaan, jam dan
upah kerja, kondisi keluarga serta ekspolitasi yang terjadi pada pekerja anak
yang dijelaskan secara gamblang.
Sedangkan skripsi karya Nur Jamil menekankan pada pemberdayaan
pekerja anak dalam pendidikan non formal yang berfokus pada pendidikan
dan pelatihan yang diadakan di luar jam kerja anak. Karya ilmiah ini
menekankan pada pendidikan pekerja anak melaluii pelatihan keterampilan
kerja yang dilakukan untuk menambah penghasilan anak jika pekerja anak
tidak bisa melanjutkan sekolah lagi, sehingga memiliki bekal untuk masa
depannya.
Namun peneliti belum melihat dari kedua literatur tersebut yang
membahas perlindungan pekerja anak melalui haknya dalam mendapatkan
pendidikan. Dalam kedua karya ilmiah tersebut seperti karya Hardius Usman
hanya membahas secara gamblang seluruh aspek yang menjadi sebab dan
akibat dari anak yang bekerja sedangkan karya Nur Jamil menekankan dari
segi keterampilan melalui pelatihan. Melihat belum adanya pembahasan
perlindungan hak pekerja anak usia dini, penulis merasa tertarik dengan tema
ini apalagi dengan adanya program literacy class yang penulis yakin belum
ada sebelumnya.
F. Sistematika Penelitian
Penelitian skripsi ini berdasarkan pada pedoman penulisan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yaitu sebagai berikut:
BAB 1: Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan
Sistematika Penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Pengertian Perlindungan Anak, Perlindungan Anak di Bidang
Pendidikan, Urgensi Perlindungan Anak, Pengertian Hak Anak,
Pengertian Pekerja Anak, Dampak dari Anak yang Bekerja, Pengertian
Literacy Class, Pengertian Peranan, Pengertian Pekerja Sosial,
Pengertian Kesejahteraan Sosial.
BAB III: Gambaran Umum Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia (YPSI)
Latar Belakang, Visi, Misi, Program YPSI dan Managemen YPSI
BAB IV: Analisa YPSI mengenai pelayanan pendidikan bagi pekerja anak
melalui program literacy class; usaha perlindungan hak pekerja anak
melalui program literacy class.
BAB V : Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Perlindungan Hak Bagi Pekerja Anak
1. Perlindungan Anak
Bahasan tentang perlindungan anak sudah banyak sekali dibahas, salah
satunya menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 pasal 1
menyebutkan bahwa “Perlindungan Anak adalah Segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”11
Masih dalam Undang-Undang yang sama, dalam Pasal 88 disebutkan “Setiap
orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp. 200 juta”.12
11 UU No. 23 tahun 2002 Pasal 1 tentang Perlindungan Anak. 12 Ibid Pasal 88
Di sisi lain International Labour Organization/ ILO sebagai lembaga
internasional untuk penghapusan pekerja anak, mengkategorikan bahwa pekerja anak
adalah anak-anak yang berada dalam:
a. Anak-anak yang bekerja telah dirampas hak-haknya secara pribadi.
b. Anak-anak yang bekerja di bawah tekanan yang sangat kuat, walaupun
diberikan upah.
c. Anak-anak yang bekerja pada pekerjaan yang berbahaya, baik bagi
keselamatan jiwa maupun fisik
d. Anak-anak yang bekerja pada usia yang relatif muda, yaitu di bawah 12
tahun.13
Dari pengertian pekerja anak kategori ILO tersebut, anak harus dilindungi
karena:
1). Keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan
2). Kesewenang-wenangan
3). Eksploitasi termasuk tindak kekerasan dan penelantaran
4). Diskriminasi.14
13 Progresia; Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak Indonesia (Jarak),
Pekerja Anak dalam Hukum Nasional Indonesia,, (Malang, Jarak, 2000), h. 21 - 22. 14 Unicef, Pengertian Konvensi Hak Anak, For Every Child Health, Education,
Equality, Protection Advance Community, ( Unicef, 2003), h. 46.
Kategori tersebut masih diperjelas dengan lima faktor yang mempengaruhi
kualitas kondisi pekerja anak yaitu:
a). Jam kerja, yaitu jumlah jam kerja anak
b). Jenis-jenis pekerjaan, yaitu menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh
anak yang meliputi alat dan bahan, kondisi tempat kerja, posisi kerja atau
tidak adanya perlindungan kerja
c). Upah kerja
d). Kecelakaan kerja
e). Kondisi sosial kerja
Semakin banyak fakta-fakta yang ada di atas, Perlindungan Anak sebenarnya
harus diperhatikan untuk kepentingan:
1. Perlindungan bagi anak-anak
Memberi perlindungan bagi anak merupakan alasan utama mengapa
pemerintah dan berbagai organisasi memberi perhatian kepada pekerja anak,
karena masa anak-anak merupakan masa dimana anak tumbuh dan berkembang
sehingga perlu perlindungan. Anak-anak tersebut jika dari usia dini telah bekerja
yang karena posisi tawarnya masih rendah dan rentan terhadap pelecehan dan
eksploitasi. Oleh karena itu, perlindungan ini perlu diberikan terutama bagi anak-
anak yang bekerja di tempat yang membahayakan.
2. Perkembangan anak
Dalam perkembangannya anak tumbuh dengan cepat, mereka membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan agar menjadi manusia yang produktif dan berguna.
Anak-anak yang bekerja sambil sekolah perlu mendapat perhatian, karena anak-
anak yang bekerja akan mempengaruhi kehadiran di sekolah dan prestasi belajar.
3. Dampak pasar kerja dan perekonomian pekerja anak
Dampak pasar kerja dan perekonomian terhadap pekerja anak dapat dibagi
menjadi dua, yaitu Pertama, pada tingkat mikro, pendapatan keluarga dan cara
bertahan (survival). Kedua, tingkat perekonomian dan pasar kerja (tingkat upah
dan pengangguran orang dewasa), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Perkembangan anak yang mempengaruhi hingga dewasa yang merupakan hak
dan kewajiban akan kebutuhan itu semua harus disadari oleh semua lapisan
masyarakat, baik yang berada di sekitarnya maupun stakeholder yang berkenaan
menangani masalah perlindungan anak.
Perlindungan anak sangat dibutuhkan untuk perkembangannya baik fisik
maupun mental yang merupakan salah satu keberhasilan apakah suatu individu dapat
berkembang dengan baik ketika semua aspek pelindung tersebut berjalan sesuai
dengan fungsinya.
2. Pengertian Hak Anak
Hak anak sering diabaikan oleh pihak manapun, terutama oleh keluarga
sebagai unit terkecil, padahal mereka sangat membutuhkan informasi serta
pelaksanaannya tetapi dari unit terkecil pun tidak bisa dipenuhi. Dalam Konvensi Hak
Anak, salah satunya anak harus mendapatkan haknya sebagai anak. Hak anak
merupakan kebutuhan dasar anak yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh
pemerintah, keluarga dan masyarakat.15
Selain dari itu anak juga mempunyai hak-hak dasar anak yang meliputi:
a. Hak untuk hidup yaitu memperoleh akses dan pelayanan kesehatan dan
menikmati standar hidup yang layak seperti makanan yang cukup, air bersih
dan tempat tinggal yang aman. Anak juga berhak memperoleh nama dan
kewarganegaraan.
b. Hak untuk tumbuh dan berkembang yaitu memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan potensial semaksimal mungkin. Anak juga berhak
memperoleh pendidikan yang memadai, diberi kesempatan bermain, berkreasi
dan beristirahat.
c. Hak berpartisipasi yaitu hak untuk diberi kesempatan untuk menyuarakan
pandangan dan ide-idenya, terutama persoalan yang berkaitan dengan anak.
15 Konvensi Hak Anak pasal 6.
d. Hak untuk memperoleh perlindungan yaitu hak anak yang harus dipenuhi
untuk melindungi anak dari:
1) Eksploitasi ekonomi dan seksual
2) Kekerasan baik fisik maupun psikologi
3) Segala bentuk diskriminasi
3. Perlindungan Anak di Bidang Pendidikan
Anak yang bekerja seringkali dihubungkan dengan proses belajar atau
bersosialisasi dalam keluarga, agar kelak dewasa mereka lebih siap dan produktif.
Dengan kata lain, pekerjaan yang mereka lakukan adalah sebagai sarana berlatih,
di samping tentunya memberikan kontribusi yang tidak sedikit kepada keluarga.
Kondisi tersebut diperparah dengan posisi pekerja anak sebagai kelompok
marginal di mana mereka kurang dapat mengaktualisasikan dirinya karena
kurangnya kesempatan-kesempatan dan akses untuk menikmati hak-hak mereka.
Dari kondisi pekerja anak yang termarginalkan sesungguhnya anak
mempunyai hak perlindungan di bidang pendidikan yang bisa direalisasikan
sebagai berikut:
a). Semua anak wajib belajar sembilan tahun
b). Anak yang memiliki keunggulan diberi kesempatan dan akses untuk
memperoleh pendidikan khusus
c). Dalam lingkungan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan wajib
dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan guru, pengelola
sekolah atau teman-teman lainnya.
Perlindungan pendidikan bisa diimbangi ketika dari segi waktu pekerja
anak menjalankan fungsinya tanpa terhalangi haknya untuk memperoleh
pendidikan supaya antara kewajibannya sebagai anak dan tuntutannya sebagai
pekerja anak bisa berjalan.
4. Urgensi Pendidikan Anak
Pendidikan merupakan kebutuhan dan hak anak dalam proses tumbuh
kembang. Semua anak tanpa kecuali termasuk pekerja anak mempunyai hak
pendidikan optimal. Tumbuh kembang merupakan hak dasar anak dari empati
dasar lainnya dalam Konvensi Hak Anak yaitu:
a. Memenuhi hak anak akan pendidikan
b. Meningkatkan harkat dan martabat dan derajat anak
c. Mencegah anak atau menarik anak dari situasi permasalahan
d. Sebagai bekal bagi masa depan mereka.16
Mengingat urgensi pendidikan untuk pekerja anak dini tidak bisa
dilepaskan begitu saja oleh para profesional, maka stakeholder peranannya berarti
dalam menghidupkan kembali atau melanjutkan fungsinya agar urgensi
pendidikan bagi anak tetap terus berjalan.
B. Pekerja Anak
1. Pengertian Pekerja Anak
Salah satu landasan bagi pemerintah tentang peraturan yang
mendefinisikan pengertian pekerja anak yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa: “Pekerja anak adalah anak-
anak baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi
yang mengganggu atau menghambat proses tumbuh kembang dan membahayakan
bagi kesehatan fisik dan mental anak. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan
syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari.17
Dari pernyataan tersebut di atas, kondisi anak yang bekerja, sebenarnya
tidak menguntungkan bagi proses tumbuh kembang anak secara wajar, sebab
anak-anak yang ada saat ini adalah calon generasi muda pemimpin bangsa. Di
16 Tata Sudrajat, Model-model Pendidikan Anak dalam Situasi Khusus,
(Jakarta, KPAI, 2008), h. 2. 17 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
pundak mereka kemudi bangsa akan di bawa, generasi muda yang berkualitas
akan turut mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia.
Namun demikian, kesenjangan dalam pembangunan sering mengakibatkan
anak terpaksa bekerja. Jika dalam kondisi yang sangat terpaksa anak harus
bekerja, maka pengusaha dan orang tua yang mempekerjakan anak harus
memperhatikan perlindungan dan hak mereka, misalnya masalah waktu dan upah
yang diberikan termasuk dalam kategori hak dasar anak yang masih terampas
harus terus diperhatikan.
2. Dampak Anak yang Bekerja
Secara khusus dampak anak yang bekerja pada masing-masing sektor berbeda,
seperti dampak anak yang bekerja di sektor pertambangan sangat berbeda dengan
dampak anak yang bekerja di sektor penjualan, produksi dan perdagangan
narkoba.
Selain dampak secara khusus, pekerja anak juga mempunyai dampak
secara umum yaitu:
a). Tidak memiliki waktu luang untuk bermain
b). Terganggunya proses tumbuh kembang anak
c). Terganggunya kesehatan fisik dan mental anak
d). Rasa rendah diri dalam pergaulan
e). Rentan terhadap perlakuan diskriminatif
f). Rentan mengalami kecelakaan kerja
g).Rentan terhadap perlakuan tindak kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan
h). Rentan menciptakan generasi miskin (dari pekerja anak melahirkan pekerja
anak pula):
1). Masa depan suram karena pendidikan rendah atau bahkan tidak
berpendidikan
2). Tidak mampu bersaing dengan pihak lain dalam era globalisasi.
Perlindungan hak pendidikan bagi pekerja anak yang seharusnya hanya
dibutuhkan membantu meringankan kebutuhan keluarga, akan tetapi anak
dijadikan sebagai penopang ekonomi keluarga tanpa memperhatikan faktor
lainnya. Hal tersebut karena akan menimbulkan dampak fisik dan psikologis bagi
anak, yang paling penting terhambatnya hak mereka untuk dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan usia mereka.
C. Literacy Class
1. Konteks Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia (YPSI)
Menurut Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia (YPSI), literacy class
merupakan Pendidikan Anak Usia Dini / PAUD.
a. Pengertian Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai
proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.18
Disebutkan pula menurut Shai Lun A. Nasir, pendidikan adalah suatu
usaha yang sistematis dengan pragmatis dalam membimbing anak didik dengan
cara sedemikian rupa.19
Sedangkan dalam Ketentuan umum, Bab 1 pasal 1 UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 2 tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan anak didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.” (UU Sisdiknas No. 2 tahun
1989).
b. Faktor-faktor dalam Pendidikan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan
pelaksanaan pendidikan menurut Alisuf Sabri dalam bukunya Pengantar Ilmu
Pendidikan adalah:
1) Faktor tujuan
18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Balai Pustaka: 1998), h. 204. 19 Shai Lun A. Nasir, Pendidikan Agama Sejarah, Dasar Hukum dan
Masalahnya, (Yayasan MPA, Surabaya: 1981), h. 11.
Tujuan pendidikan merupakan faktor utama yang harus diperhatikan,
disadari dan dijadikan sasaran oleh setiap pendidik yang melaksanakan
kegiatan pendidikan.
2) Faktor anak didik
Faktor yang mempengaruhi pendidikan salah satunya adalah anak
didik, pengertian anak didik ysitu anak atau orang yang belum dewasa atau
belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang menjadi tanggung jawab
seorang pendidik tertentu; anak didik tersebut adalah anak yang memiliki
sifat ketergantungan kepada pendidik itu, karena ia secara alami tidak
berdaya, ia sangat memerlukan bantuan pendidikan untuk dapat
menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya baik secara jasmaniah maupun
rohaniah.
3) Faktor Pendidik
Faktor pendidik pun merupakan faktor penting dan penentu
keberhasilan anak didik maka dari itu pendidik adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak. Jadi
sebenarnya seorang disebut pendidik karena adanya peranan dan tanggung
jawabnya dalam mendidik seorang anak.20
c. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah terbentuknya kehidupan sebagai makhluk yang
sempurna, suatu kehidupan di mana ketiga hakikat manusia baik secara
individu, makhluk sosial dan makhluk religius dapat terwujud secara
harmonis. Tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Bab
II pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang berbunyi
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk
watak serta peradaban bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.21
d. Pengertian Anak Usia Dini
Pengertian dari Anak Usia Dini yaitu proses pertumbuhan anak di
mana kehidupan anak seluruhnya masih tergantung dalam perawatan orang
20 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (UIN Jakarta Press: Desember,
2005), cet. Ke-1, h. 7. 21 Ibid, h. 4.
tuanya atau ditafsirkan anak usia 0-2 tahun. Sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2000 pasal 28 tentang pendidikan
usia dini:
1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar
2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, non formal, dan informal
3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk
taman kanak-kanak, raudhatul athfal atau yang sederajat
4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk
kelompok bermain, taman penitipan anak dan lainnya
5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.22
Pembelajaran anak usia dini adalah hasil dari interaksi antara pemikiran
anak dan pengalamannya dengan materi, ide dan orang di sekitarnya. Pendidik
dapat menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak guna
mengidentifikasi tentang ketepatan tingkah laku, aktifitas dan materi yang
22 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2000 pasal 28 Tentang Pendidikan Anak Usia
Dini.
diperlukan untuk suatu kelompok usia, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk
memahami pola perkembangan anak, kekuatan, minat dan pengalaman serta guna
merancang lingkungan pembelajaran yang sesuai. Walaupun gaya pembelajaran
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tradisi, nilai sosial budaya, harapan
orang tua dan strategi guna mencapai perkembangan yang optimal yang harus
disesuaikan dengan usia dari masing-masing individu.
Kalangan para pendidik pun sudah ada kesepakatan bahwa anak bukanlah
orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai
dengan tahap perkembangannya. Hanya saja dalam praktek pendidikan sehari-hari
tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukan betapa peran
orang tua dan masyarakat umumnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
Dari kedua pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa anak usia dini
adalah masa kehidupan anak yang masih tergantung dan membutuhkan
pertolongan orang lain dalam setiap kegiatannya yakni pada usia 3-6 tahun.
Penulis mengambil kesimpulan ini karena pada umumnya batas usia 6 tahun
itulah orang tua mendidik anak-anak mereka pada pendidikan prasekolah,
kemudian setelah umur 6 tahun biasanya anak akan dimasukan ke sekolah dasar.
2. Literacy Class Dalam Kamus Bahasa Inggris
Dalam Kamus Bahasa Inggris karangan Prof. Drs. S. Wojowarsito, kata
literacy class, berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari dua kata literacy yang
artinya kepandaian membaca dan menulis, serta kata class yang berarti kelas.23
Selanjutnya dalam Webster New Collegiate Dictionary, literacy class berasal
dari bahasa Inggris, literacy yang berarti kepandaian membaca dan menulis; kata
class yang berarti kelas.24
Dibahas pula dalam Wikipedia Online, kata literacy yaitu:
“Traditional literacy has been commonly defined as the ability to read
and write at an adequate level of proficiency that is necessary for
communication more recently however, literacy has taken on several
meaning. Technology literacy, mathematical literacy and visual literacy
are just a few examples. While it may be difficult to gauge the degree to
which literacy has an impact on individuals over all happiness, one can
easily infer that an increase in literacy will read to the improvement of
an individuals and the development of societies.”25
“Literasi secara umum yaitu kemampuan membaca dan menulis, pada
level menengah agar pandai berkomunikasi. Belakangan ini, literasi
cakupannya lebih luas. Dalam perkembangannya, kemampuan dalam
berhitung dan menggambar adalah sebagian contohnya. Kesulitan
pemahaman tentang literasi akan berdampak pada kebahagiaan semua
23 Prof. Drs. S. Wojowarsito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Jakarta: Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah: 1991), h.102. 24 Hohn Kols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1995), cet. ke-21, h. 301. 25 http://wiki.tigweb.org/index.php?title=Understanding_Literacy"
orang, satu hal untuk memudahkan bahwa literasi memfokuskan pada
kemampuan membaca serta membawa dampak pada kehidupan individu
dan pengembangan masyarakat”.
Bisa penulis simpulkan bahwa literacy class adalah suatu wadah atau tempat
dimana menjadi tempat perkumpulan anak usia dini yang berkisar antara 3 hingga
6 tahun yang mempunyai tujuan dalam bidang pendidikan yang kegiatanya tidak
hanya membaca dan menulis tetapi juga bernyanyi, menggambar dan berhitung.
D. Pekerja Sosial
1. Pengertian Peranan
a. Peranan merupakan aspek dinamis kehidupan. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup 3 hal yaitu:
1). Meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat.
2). Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu
dalam masyarakat
3). Peranan juga dapat diartikan sebagai individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian dari tugas
utama yang harus dilaksanakan.26
b. Tinjauan Sosiologi tentang Peranan
Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang ebrasal dari pola
pergaulan hidupnya. Hal ini berarti peranan menentukan apa yang diperbuatnya
bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat
kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang.
Hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara
peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang
berlaku, misalnya norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki bila
berjalan bersama seorang wanita harus dari sebelah luar.27
2. Pengertian Pekerjaan Sosial
Pada awalnya profesi pekerjaan sosial dikenal sebagai suatu kegiatan amal.
Pekerjaan sosial terjadi tidak hanya di Indonesia saja tetapi ini juga di Inggris dan
di negara-negara lainnya, di mana profesi ini jauh lebih berkembang. Dengan
semakin bervariasi dan kompleksnya masalah sosial yang muncul,
penanganannya tidak cukup dengan kegiatan amal atau dengan kata lain adanya
perubahan pendekatan terhadap masalah sosial, dari pendekatan tradisional ke
26 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667. 27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Peranan, (Jakarta: Remaja Rosdakarya,
2001), h. 132.
pendekatan institusional yang menekankan usaha mengadakan perubahan
berencana yang melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Perbedaan kedua
jenis pendekatan itu terletak pada individu dalam mengatasi masalah sosial yang
ada. Dimana pendekatan tradisional menekankan bahwa pada hakekatnya
menolong sesama manusia telah mendarah daging dalam diri manusia. Membantu
seseorang secara individu dengan membangkitkan rasa iba dalam diri orang lain,
sedangkan pendekatan institusional melihat perlunya suatu pelayanan sosial dan
pendekatan berupa usaha satu tim melalui suatu perubahan berencana. Salah satu
contohnya adalah masalah sosial pekerja anak yang memerlukan penanganan
khusus dan bertahap bagi penyelesaiannya.
Di samping itu, pekerjaan sosial dalam bidang kesejahteraan sosial dapat
digambarkan sebagai berikut:
a) Pekerjaan sosial sebagai seni
Memerlukan keterampilan-keterampilan dalam praktek untuk memahami
manusia dan membantu agar mempunyai kemampuan untuk menolong diri
mereka sendiri. Keterampilan-keterampilan yang diperlukan antara lain adalah
pemahaman identifikasi masalah, mengadakan diagnosis dan mengevaluasi
masalah serta memberikan terapi-terapi tertentu. Untuk semua ini memerlukan
ilmu pengetahuan yang memadai tentang pribadi, tingkah laku manusia serta
pribadi atau lingkungan sosial di mana manusia itu hidup.
b) Pekerjaan sosial sebagai suatu ilmu
Memerlukan seperangkat ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan
lainnya yang relevan dalam upaya pemecahan masalah. Dalam hal ini ilmu
pemahaman masalah dan penggunaan metode pemecahan masalah dilaksanakan
secara objektif berdasarkan ilmu pengetahuan. Sehingga mampu memahami
fakta-fakta dari setiap permasalahan, dan dapat pula digunakan untuk
mengembangkan prinsip-prinsip dan konsep dalam praktek pekerjaan sosial.
Dengan demikian, pekerja sosial menggunakan ilmu pengetahuan dan seni dalam
arti pekerja sosial menggunakan metode-metode ilmiah dalam melaksanakan
tugasnya secara professional.
c) Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi
Nilai-nilai dan kode etik menjadi penting karena sebagai suatu profesi
bukan hanya perlu memenuhi syarat-syarat profesi, namun yang lebih penting
dalam mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat terutama
untuk mencapai tujuan sosial.28
Jika dilihat dari gambaran pekerjaan sosial di atas, maka fungsi-fungsi
pekerjaan sosial:
1. membantu orang meningkatkan dan menggunakan secara lebih efektif
kemampuannya untuk melaksanakan tugas dan pemecahan
masalahnya
2. menciptakan jalur hubungan pendahuluan antara orang dan sistem
sumber
3. mempermudah interaksi, menambah dan menciptakan hubungan baru
antara orang dengan sistem kemasyarakatan
4. memberikan sumbangan bagi perubahan perbaikan dan perkembangan
kebijakan dan perundang-undangan sosial
5. meratakan sumber material
6. bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial
Pekerjaan sosial merupakan profesi pertolongan yang bertujuan untuk
membantu individu, kelompok dan masyarakat guna mencapai tingkat
kesejahteraan sosial, mental dan psikis yang setingginya. Oleh karena itu,
28 Ibid, h. 12-13
pekerjaan sosial selaku bidang keahlian mempunyai tanggung jawab untuk serta
dalam memberikan pertolongan sesuai dengan profesinya.
3. Pengertian Pekerja Sosial
Agar kegiatan pemberian bantuan dapat berhasil dengan baik, seorang pekerja
sosial diharapkan mampu menempatkan dirinya (berperan) sesuai dengan
masyarkat yang mereka hadapi. Mereka berbicara mengenai peranan, berarti juga
membicarakan status keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu
tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa status atau
status tanpa peranan. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan,
maka ia menjalankan suatu peranan dengan baik.29
Seorang pekerja sosial ataupun sarjana kesejahteraan sosial memiliki
beberapa peran:
a. Enabler
Seorang pekerja sosial membantu masyarakat agar dapat
mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasi masalah mereka, dan
29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Manajemen
PT. Raja Grafindon Persada, 1990), h. 289.
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka
hadapi secara lebih efektif.
b. Advocate
Peran sebagai advocate dalam pengorganisasian masyarakat dicangkok
dari profesi hukum. Peran ini merupakan peran yang aktif dan terarah, dimana
pekerja sosial menjalankan fungsi sebagai advokat yang mewakili kelompok
masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan atau layanan, tetapi institusi yang
seharusnya memberikan bantuan atau layanan tersebut tidak mempedulikan
(bersifat negatif atau menolak tuntutan warga).
c. Educator
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, pekerja sosial ataupun sarjana
kesejahteraan sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan
pendidik. Pekerja sosial ataupun sarjana kesejahteraan sosial harus mampu
berbicara di depan publik untuk menyampaikan informasi mengenai beberapa hal
tertentu, sesuai dengan bidang yang ditangani.
4. Pengertian Kesejateraan Sosial
Pada dasarnya masalah kesejahteraan sosial ini muncul karena kesulitan
individu, kelompok maupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Masalah sosial itu sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungan. Oleh karena itu, usaha
untuk memberikan pelayanan sosial baik secara langsung diarahkan untuk
membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam menjalankan fungsi
sosialnya.
Dalam UU RI No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa:
“Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial,
materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan usaha, pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial
yang baik bagi diri, keluara serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak
asasi serta kewajiban manusia dengan Pancasila.”30
Menurut penulis, pekerja sosial adalah suatu pekerjaan professional yang
membutuhkan bantuan dari profesi lain untuk menciptakan jalur hubungan
baru sehingga sangat membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjalankan
fungsinya dengan baik dan keterampilan agar bisa menciptakan inovasi-
inovasi baru untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam
memecahkan masalah.
30 Undang-Undang RI No. 6 tahun 1974 tentasng Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PEMERHATI SOSIAL INDONESIA (YPSI)
A. Latar Belakang
Sejarah singkat mengenai keberadaan yayasan ini, pada awalnya dengan
landasan Pancasila dan Undang-Undang salah satunya UU No. 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak yang membutuhkan banyak pihak dalam
melaksanakannya karena jika pemeritah saja di satu pihak tidak cukup menangani
masalah anak yang sangat rumit.
Oleh sebab itu, Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia (YPSI) atau Social
Concern Foundation of Indonesia, -yang selanjutnya penulis menggunakan kata
YPSI-. YPSI didirikan pada tahun 1992 dan mulai melakukan kegiatan pada tahun
1996. Yayasan ini terletak di Jl. Mpu Tantular No. 26 Perumnas 3 Tangerang.
YPSI berpusat di Nangroe Aceh Darusssalam (NAD) dan membuat cabang
di Tangerang atas prakarsa Ibu Titin Kustini yang saat ini menjabat sebagai
direktur program cabang Tangerang. YPSI berdiri di NAD awalnya karena
banyaknya jumlah pekerja anak yang menjadi pusat perhatian para NGO baik dari
luar negeri ataupun dari dalam negeri sendiri yang konsen terhadap pekerja anak.
Awalnya para NGO berdiri untuk membantu pemerintah dalam menangani
masalah pekerja anak. Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia lalu menjalin kerja
sama dengan Pemerintah Tangerang menunjuk daerah-daerah di Kabupaten
Tangerang yang termarginalkan dan jumlah pekerja anak yang dominan, misalnya
Kedaung Wetan yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai
pemulung sampah.
B. Visi
Mendorong perubahan yang positif secara terus menerus dalam kehidupan
anak-anak, keluarga dan masyarakat kurang beruntung.
C. Misi
Memenuhi kebutuhan anak melalui program-program kemandirian
masyarakat secara partisipatoris yang memperkuat kapasitas organisasi
masyarakat untuk mencapai hasil yang dapat diukur dan peningkatan kualitas
kehidupan secara berkesinambungan.
Dari visi dan misi, sesungguhnya YPSI hadir di tengah masyarakat marginal
dengan dilatar belakangi:
• Masih banyaknya masyarakat di bawah garis kemiskinan
• Belum meratanya pendidikan yang diperoleh anak-anak di usia sekolah
• Belum tersosialisasi secara menyeluruh hak-hak dasar anak bagi masyarakat
lapisan bawah yang masih terlupakan dan tersingkirkan baik dari orang tua
stakeholder maupun pemerintah
• Dorongan untuk serta memberikan kontribusi dalam pembangunan khususnya
bagi masyarakat lapisan bawah.
D. Program YPSI
Untuk menjalankan visi dan misi tersebut YPSI membuat program-program
kegiatan anak yang ada diantaranya:
1. Kelompok belajar formal antara kelas 1 SMP sampai 3 SMP yang dipandu
dengan tenaga professional dan ada juga yang difasilitasi oleh kader, -kader
dalam hal ini adalah orang yang sudah dilatih untuk pendamping anak dan
biasa disebut oleh para anak dampingan sebagai guru-.
2. Kejar Paket B untuk SMP dan Kejar Paket C untuk SMA (tujuan diadakannya
Kejar Paket B dan C adalah untuk memberikan pemerataan pendidikan pada
anak di Kedaung Wetan, selain mengurangi jumlah angka putus sekolah juga
bisa dijangkau oleh anak dari semua level, terutama anak-anak tidak mampu
dan pekerja anak, bea siswa, pengelolaan kelompok tabungan, Perpustakaan,
Pertemuan orang tua dan anak.
3. Pelatihan Fasilitator Class yaitu pelatihan kegiatan awal untuk pemandu yang
dikenal dengan kader, kegiatan rutinnya adalah membuat modul.
4. Bea siswa
Pemberian bea siswa yang dibayarkan langsung ke sekolah oleh kader setiap
empat bulan sekali bagi keluarga pra sejahtera mulai dari tingkat SD hingga
SMA.
5. Pelatihan/ Pelayanan Kesehatan
Ada dua fokus pada anak seperti pelatihan P3K dengan tujuan bisa
mempraktekannya; dan pelatihan kesehatan lingkungan, sedangkan fokus
yang kedua yaitu pada orang tua bagaimana mereka bisa mempraktekkan
hidup sehat dalam lingkungan. Pengobatan masal untuk anak dan ibu. Selain
itu ibu-ibu juga diajarkan tentang kesehatan reproduksi.
6. Pengelolaan Kelompok Tabungan
Dikoordinasi oleh satu dari semua siswa lalu dikumpulkan dan dimonitor oleh
kader.
7. Distribusi makanan
Diberikan setiap seminggu sekali fungsinya untuk meningkatkan status gizi
dari para ibu kader.
8. Perpustakaan Anak:
Adanya perpustakaan di lingkungan kelompok belajar anak. Buku-buku yang
disediakan tidak hanya buku sekolah tetapi juga buku non fiksi dan buku fiksi,
yang tidak hanya mebuat siswa pintar dalam ilmu pengetahuan tetapi juga
dalam wawasan.
9. Buletin Anak
Buletian anak yang dibuat sendiri oleh mereka yang bertujuan untuk memacu
daya kreatifitas. Program ini diadakan untuk memahami seberapa besar
pemahaman anak dampingan selama diberikan materi di luar materi dasar
berbentuk murikulum untuk komepetensi sekolah.
10. Dewan Anak
Kelompok dewan anak di YPSI ini diadakan tingkat kelurahan. Diharapkan
bisa menyuarakan tentang permasalahan anak ketika dalam agency meeting.
Fungsinya mengkoordinasidan memfasilitasi harapan anak terhadap isu di
sekitarnya misalnya tentang pendidikan dan sampah yang masih harus
diperhatikan para stakeholder.
11. Pertemuan rutin dengan tokoh formal dan informal sosialisasi Konvensi Hak
Anak.
Pertemuan non formal dilakukan setiap satu bulan sekali dengan kader dan
tokoh informal yaitu masyarakat dan pihak YPSI sendiri. Sedangkan
pertemuan formal dilakukan tiga bulan sekali. Membina rekan tentang
permasalahan yang ada di masyarakat dan membangun peran-peran kader
yang ada.
12. Pembentukan panitia penanggulangan pekerja anak dari masyarakat yang
bersifat insidentil. Maksud dari insidentil di sini adalah pembentukan panitia
yang fleksibel dan conditional yang sebelumnya sudah dilatih, berupa para
kader yang sudah ada dan beberapa kader yang akan dan segera dilatih untuk
menghadapi jumlah pekerja anak yang semakin bertambah.
13. Advokasi Perlindungan Hak Anak
Dalam menjalankan program-programnya YPSI berhak melindungi para
pekerja anak yang menjadi anak dampingan YPSI dengan bekerja sama
dengan NGO-NGO yang ada di Indonesia yang berfokus kepada pekerja anak
dan beberapa lembaga bantuan hukum, misalnya LPBH (Lembaga
Perlindungan Bantuan Hukum) agar perlindungan yang disediakan tidak
meluas ke beberapa perlindungan hukum lainnya seperti permasalahan intern
keluarga.
E. Manajemen YPSI
Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lembaga harus digerakkan
dengan suatu kegiatan yang dinamis dan berkesinambungan yang disebut dengan
proses manajemen. Tujuan manajemen tersebut harus diwujudkan dalam bentuk
target atau sasaran yang konkret, yang diharapkan dan diperjuangkan untuk
dicapai. Sehingga dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan tindakan kolektif
dalam bentuk kerja sama, sehingga masing-masing anggota organisasi dapat
memberikan andil dalam sumbangan menurut fungsi dan tugas masing-masing.
Arti manajemen berasal dari kata manage dan bahasa Latin manus, yang
berarti memimpin, menangani, mengatur atau membimbing. George R. Terry
mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses yang khas, yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan
yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya.31
YPSI menurut prinsip-prinsip manajemen, merupakan usaha kolektif yang
masing-masing bagian saling bekerja sama menurut fungsi dan tugas yang telah
ditetapkan. Sedangkan target manajemen yang ingin dicapai itu menentukan arah
dari proses manajemen dan sekaligus juga sebagai alat ukur keberhasilan
31 Rosady Ruslan, Humas dan Manajemen Komunikasi, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), cet.Ke- 3, h. 1.
manajemen tersebut. Dalam usaha pencapaian yang telah ditargetkan tersebut
paling tidak akan melahirkan berbagai alternatif, yakni keberhasilan dan
kemajuan atau mungkin sebaliknya ketidak berhasilan (miss managemen).
Adapun gambaran umum tentang aplikasi manajemen di lingkungan YPSI
dapat dilihat sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Dalam hal perencanaan, YPSI merumuskan sasaran dan tujuan yang hendak
dicapai melalui program-program yang diwujudkan dalam program kerja jangka
pendek yaitu dengan melindungi hak-hak pendidikan bagi pekerja anak yang telah
dan akan dilaksanakan program-program yang dibuat. Dari program jangka
panjang yaitu mengurangi jumlah dan jam kerja anak dengan memberikan
terlebih dahulu pengetahuan apa dan bagaimana hak anak sehingga mereka bisa
memahami haknya sebagai pekerja anak tanpa adanya eksploitasi dari pihak
manapun.
2. Pengorganisasian (Organizing)
YPSI mengadakan pertemuan sebulan sekali, untuk membicarakan kebutuhan
dari masing-masing pihak, baik manajer program maupun para kader dengan
tujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program kegiatan, sehingga dapat
diketahui sejauh mana perkembangan program untuk pekerja anak, apa dan
bagaimana pelaksanaan kerja yang dilaksanakan pengurus serta melaporkan
berapa banyak dana yang masuk dan keluar dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Sehingga nantinya dapat diketahui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
apakah sudah sesuai atau tidak dan apakah mengalami perubahan atau
peningkatan baik dari segi manajemen ataupun sumber dayanya.
Dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut, koordinator menentukan
koordinasi yang akan menjalankan operasional program-program pekerja anak.
YPSI yang langsung di bawahi oleh direktur program dan beberapa staf yang
yaitu koordinator program anak yang berperan sekaligus sebagai koordinator
lapangan dan koordinator keuangan yang terdiri dari 2 (dua) orang staf dan hingga
saat ini peran mereka sesuai dnegan fungsinya masing-masing
Dari gambaran ini, job description atau pembagian kerja tertata dengan rapi,
sehingga kondisi ini akan melahirkan sebuah iklim kerja yang sehat, dan hal ini
diharapakan akan sangat menunjang keberhasilan dan tujuan yang hendak dicapai.
Struktur Organisasi Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia
3. Pergerakan (Actuating)
Pergerakan (Actuating) merupakan manajemen organisasi yang terpenting,
berhasil atau tidaknya rencana yang dibuat, tergantung kepada mampu tidaknya
seorang pemimpin melaksanakan fungsi pergerakan.32
32 Subandi dan Mochtar, Dasar-dasar Manajemen, (Surabaya: Institut
Dagang, 1991, cet. Ke-8, h. 70.
Program Manager
Titin Kustini
Adm./ Finance
Coordinator
Ria Srimunijar
Children Program
Coordinator
Ian
Adm./ Finance
Assistant
Nunu Nurjaman
Field Coordinator
Habibah Rahmawati
Dengan adanya pergerakan maka seluruh bawahan yang ada dapat dibimbing,
dibina dan diarahkan untuk mencapai tujuan seperti yang ditetapkan dalam
perencanaan.
Hal ini nampaknya diperhatikan besar seksama oleh seluruh staf di YPSI
mulai dari manajer program hingga para kader, yang selalu berkoordinasi kepada
koordinator sehingga program-program bisa terus berjalan hingga sampai saat ini.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah proses pengawasan dari pelaksanaan seluruh bagian
organisasi untuk menjamin agar semua tugas berjalan sesuai dengan perencanaan
yang sudah ditentukan. Kontrol adalah tugas dari pimpinan dalam lembaga ini
disebut sebagai manajer program yang berwenang untuk mengawasi dan menilai
tugas yang sedang atau sudah dijalankan sesuai dengan perencanaan atau tidak,
sehingga tidak terjadi penyimpangan dari apa yang sudah ditetapkan dalam
rencana kerja dan anggaran belanja, pengawasan dilakukan langsung oleh manajer
program sebagai ketua yang meliputi manajemen organisasi dan sumber daya
manusia dan keuangan.
Sistem pengawasan di YPSI dilakukan dengan cara mengawasi secara umum,
baik formal maupun informal, selain itu dilakukan dengan cara penyampaian
masukan dan saran sebagai tindakan korektif. YPSI mengadakan pertemuan
denganpemerintah setempat setelah terlebih dahulu lalu berdiskusi untuk
menentukan kriteria anak dampingan. Berikut adalah kriteria anak dampingan
YPSI adalah:
a. Pekerja anak
Anak-anak yang bekerja mayoritas membantu pekerjaan orang tua sebagai
pemulung sampah, penyobek plastik kresek dan pembungkus blau/ pemutih
pakaian yang berbentuk batangan kotak padat berwarna biru.
b. Masyarakat yang kurang beruntung dan termarginalkan, yang diharapkan
nanti setelah lepas dari YPSI bisa mandiri tanpa bantuan dari pihak
manapun.
BAB IV
ANALISA DAN TEMUAN DATA
Pada bab ini penulis akan menganalisis berbagai temuan di lapangan yaitu
yang sesuai dengan pembatasan masalah. Penulis akan menyajikan analisis tentang
pelayanan pendidikan yang diberikan YPSI dan perlindungan hak melalui program
pendidikan literacy class.
1. Pelayanan Pendidikan Pekerja Anak Melalui Program Literacy Class
Pekerja anak merupakan salah satu perhataian banyak pihak yang harus
diperhaikan, apalagi jika pekerja anak tersebut masih usia dini.
Program literacy class ini diadakan karena banyak anak usia dini yang
membutuhkan pendidikan sebelum sekolah formal. Sehingga pihak YPSI
berinisiatif untuk mengadakan program literacy class. Selain dari alasan di atas
juga seperti hasil wawancara:
“Banyak pekerja anak disini yang usianya 3 sampe 6 tahun nggak bisa
sekolah karena buat masyarakat biaya yang dikeluarin lumayan besar dibandingin
untuk biaya Sekolah Dasar (SD) makanya masyarakat sini mikir-mikir lagi buat
nyekolahin anaknya, hehehe…” 33
Dari keprihatinan itu, berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:
“Begini, YPSI berusaha meringankan beban para orang tua agar anaknya
terfasilitasi dengan tepat dari usia dini dalam hal pendidikan. Yaaa, sejak
dibukanya program baru ini, awalnya anak-anak yang datang untuk mendaftar
cukup banyak, tetapi yang diharapkan adalah kualitas bukan kepada kuantitas
dan suasana belajar juga harus berjalan efektif, kan enak…” 34
Proses dari program literacy class ini yaitu:
a. Proses Awal Program Literacy Class
Sejak pertama, YPSI yang memiliki komitmen awal melalui kontrak dengan
wilayah setempat untuk dijadikan daerah dampingan, kurang lebih setiap 2 tahun.
Kontrak ini yang biasanya dilaksanakan atas persetujuan 3 pihak yaitu YPSI,
Pemda Tangerang dan masyarakat setempat. Kontrak bisa dilakukan kembali jika
dari berbagai pihak seperti kader, orang tua dan pekerja anak yang mengikuti
program literacy class belum mandiri, dan belum berhasil mendidik anak
dampingannya dengan baik dan belum bisa mengurangi angka pekerja anak di
daerahnya, orang tua yang belum mengerti dan belum sadar akan pentingnya
perlindungan hak pendidikan dan hak-hak dasar anak di samping profesinya
sebagai pekerja anak.
33 Wawancara pribadi dengan ibu Aryati, di depan ruang kelas, tanggal 09 Februari 2009. 34 Wawancara dengan pak Ian, di kantor YPSI, tanggal 13 Februari 2009.
Sebagai langkah awal untuk melaksankan program literacy class,
sebagaimana hasil wawancara:
“YPSI melakukan pendataan terhadap anak dampingan dalam kategori
pekerja anak. Pendataan tersebut dilakukan dengan menetapkan kategori yang
menjadi anak dampingan yang telah ditetapkan YPSI itu berusia 3 hingga 6 tahun
dan merupakan daerah dampingan YPSI
Setelah melakukan pendataan tersebut, eee... kemudian YPSI menetapkan
anak dampingan yang memenuhi kualifikasi tersebut. Untuk melaksanakan
program literacy class dengan menggunakan tempat-tempat atau rumah warga
yang tidak ditempati, lalu jika rumah tersebut sudah memenuhi kriteria untuk
kegiatan program literacy class, yaitu sesuai untuk ruangan dimana anak
melakukan proses aktivitas belajarnya. Untuk itu bulan Januari tahun 2008 saat
program literacy class berdiri, YPSI memberikan fasilitas yang pada umumnya
seperti bangku, meja, papan tulis, penghapus, poster huruf dan angka, seragam
olahraga.
Selain itu pembekalan materi untuk para anak dampingan dilakukan dalam
kelas yang telah ditentukan sebagai sarana belajar. Pekerja anak dampingan ini
dibimbing oleh masing-masing 2 orang kader di setiap kelas, kader di sini sudah
dipilih dan tersaring yang memiliki karakteristik dan emosional sebagai seorang
guru, peran sebagai guru ini sebelumnya sudah melewati pelatihan-pelatihan yang
diberikan YPSI dan komitmen untuk memberikan kemajuan pada program
literacy class ini, yaaa... begituu...”35
Pada awalnya program literacy class ini berupa pendataan calon peserta
yang dibuka sejak Januari 2008, jumlah peserta program literacy class berjumlah
51 orang yang terdiri dari 4 RT, jumlah murid perempuan sebanyak 26 jiwa dan
jumlah murid laki-laki 24 jiwa.
35 Ibid,.
Tabel 2
Data peserta program literacy class
di RW 04 Desa Kedaung Wetan
No. Nama Umur (tahun) RT
1. M. Ridwan 4 1
2. M. S. Amri 4 1
3. Saniatun 4 1
4. Aldi 4 1
5. Riana 4, 5 1
6. Imron 4 1
7. M. Mahesa 5 1
8. Arum 5 1
9. Wulan 4 1
10. Syifa Nur Jannah 4 1
11. Vera 4 1
12. Wildan 5 1
13. Rio Saputra 4 1
14. Siti Kurnia 5 1
15. Putri Lestari 5 1
16. Putri Febrianti 5 1
17. Iqbal Ramdani 5 1
18. M. Farhan 6 1
19. Haikal 6 1
20. Riziq 6 1
21. Nani 6 1
22. Nurul Jannah 5 1
23. Abdul Jafar 6 1
24. Rafi 5 1
25. Usman 6 2
26. Ika 6 3
27. Putri 6 2
28. Nova 6 2
29. Herti 6 3
30. Aldi 6 2
31. Yadi 6, 5 3
32. Samsudin 6 3
33. Putri H 6 2
34. Arjaya 6 4
35. Sri Wahyuni 6 4
35. Nita 5, 5 4
37. Rizki 5 3
38. Nuryadi 5 2
39. Ganda Saputra 6 3
40. Pebrian 6 2
41. Anita 4, 5 3
42. Rangga 6 2
43. Siti Warda 4, 5 3
44. Tasya 4, 5 4
45. Yanah 5 4
46. Rindi 5, 5 4
47. Amirah 4 2
48. Dila 4 3
49 Ratna 6 2
50. Samsuri 6 3
b. Proses Belajar Program Literacy Class
YPSI melalui program literacy class dalam pelaksanaannya dilakukan salah
satunya melalui kegiatan membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, bercerita dan
bermain. Kegiatan ini dilaksanakan sesuai dengan kurikulum untuk pendidikan
anak usia dini yang berkisar antara 3-6 tahun.
Adapun proses pelaksanaan dari kegiatan program literacy class
berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:
“Pekerja anak kan disini sebagai murid, kesehariannya datang sesuai
jadwal, 07.30-09.30 setiap hari Senin-Jumat. Setiap pertemuan, kita
para kader yang berperan sebagai guru atau pendidik, memberikan
materi yang berbeda setiap harinya, materi yang sama bisa di ulang
lagi, heeee... jika materi yang disampain belum selesai dan
pemahaman anak tentang materi-materi yang disampain masih terasa
kurang.”36
Dalam memberikan materi, usia para murid anak dampingan dengan kisaran
usia antara 3 hingga 6 tahun lebih baik dilakukan praktek tanpa menggunakan
teori, dikarenakan dalam usia ini adalah tahap awal proses dalam membaca,
menulis, berhitung, bernyanyi dan bercerita. Dalam usia ini saraf motoriklah yang
berfungsi sehingga pemahaman akan benda-benda anak-anak dikuasai dengan
cepat dibandingkan dengan memberikan materi yang menggunakan kecepatan
saraf sensorik dikarenakan saat usia ini saraf sensorik yang seharusnya digunakan
untuk menghafal huruf-huruf kurang tepat digunakan di tingkatan usia ini.
Catatan lapangan: No. 1
Pengamatan: Observasi
Waktu: tanggal 12 Januari 2009, pukul 08.00-10.00
Disusun jam: 13.00
Tempat: teras kelas RT 01
36 Wawancara pribadi dengan ibu Endah, tanggal 13 Februari 2009.
(Anak-anak yang bersemangat)
Ketika peneliti melihat langsung kegiatan dari luar kelas terlihat
mereka sangat senang. Wajah yang berseri, anak perempuannya
bersolek dengan ibunya sedangkan anak lakinya menggunakan peci
dan minyak rambut, suara mereka pun riang. Bahkan saya yang ada di
luar ruangan pun menutup telinga karena gerakan tubuh mereka yang
gesit.
(Tanggapan peneliti)
Anak-anak menikmati masa kecilnya walau sebenarnya mereka mempunyai
tanggung jawab sebagai pekerja.
Kegiatan belajar ini lebih menekankan langsung praktek dalam proses
belajarnya, misalnya dengan materi Panca Indera, seperti biasa sebelum belajar
murid dibimbing berdoa bersama-sama dengan disuarakan setelah selesai berdoa
murid di absent satu persatu, setiap anak bersemangat dan ceria melihat dengan
seksama bagaimana guru menunjukkan satu persatu panca indera, setelah
diperagakan satu per satu panca indera sambil dinyanyikan agar murid tidak
merasa monoton dan merasa suasana kelas hidup supaya anggota tubuh anak-anak
semua bergerak, lalu guru menunjuk salah satu murid untuk maju ke depan dan
memperagakannya sambil bernyanyi seperti yang sama dicontohkan ibu guru.
Dari hasil menggambar panca indera, berdasarkan hasil wawancara, yaitu
sebagai berikut:
“Hasil gambar kelihatan kan bahwa beberapa anak nunjukin kreatifitas
juga berbakat, hasil gambarnya terlihat sempurna hasil karyanya bisa lebih
dihias lagi dan dibuat Majalah Dinding (Mading) buat ngerangsang
masing-masing otak anak bisa berkreasi dan semakin hari bentuk
kreatifitas semakin tinggi. Dari hasil pengamatan sebagai guru, terlihat
anak-anak yang terlihat cerdas, aktif dan kreatif, iya kan???.”37
Selain materi panca indera ada juga mengeja huruf, misalnya, para guru
bersemangat menyampaikan materi tetapi suasana tidak terkondisi dikarenakan
ibu-ibu dari para murid ikut serta masuk ke dalam kelas dan suasananya sangat
mengganggu konsentrasi anak-anak mereka, tetapi ini terjadi tidak hanya satu hari
itu saja bahkan dari awal-awal kegiatan belajar ini berlangsung sehingga anak-
anak juga sibuk dengan dunianya sendiri, misalnya dengan mencoret-coret buku,
berjalan-jalan di dalam kelas bahkan di luar kelas dan ada yang sedang mengobrol
antara murid yang satu dengan murid yang lainnya.
c. Perkembangan Program Kegiatan Literacy Class
Perkembangan perlindungan hak pendidikan yang diberikan YPSI
koordinator lapangan beserta 4 ibu kader selain memonitor pelaksanaan program
literacy class juga adanya home visit yang kegiatannya yaitu:
Koordinator lapangan dan 4 orang ibu kader mengadakan home vist dengan
mendatangi langsung rumah-rumah anak dampingan yang mengikuti program
37 Ibid,.
literacy class untuk memberitahukan perkembangan anak dampingannya dan
untuk pertemuan selanjutnya orang tua mereka memberitahukan kondisi
sebenarnya anak-anak dampingan setelah mengikuti program literacy class
Home visit merupakan proses evaluasi dari masing-masing peserta anak
dampingan yang mempunyai beberapa tujuan, alasan ini berdasrkan hasil
wawancara:
“Koordinator lapangan dan kader memberikan masukan-masukan cara mendidik
anak yang benar sesuai dengan usia dan keadaan anak. Diadakanya home visit
juga untuk menyampaikan program-program YPSI yang akan direalisasikan untuk
menambah metode dan materi dalam mengajar. Selain itu juga menyampaikan
program-program yang sudah berjalan, orang tua dan anak dampingan itu sendiri
diharapkan memberikan tanggapan serta kritik selama ini anak mereka mengikuti
kegiatan program literacy class supaya dari pihak YPSI bisa membenahi dan
membuat solusi yang tepat.”38
Catatan lapangan: No. 2
Pengamatan: Observasi
Waktu: tanggal 23 Januari 2009, pukul 13.00-15.00
Disusun: Pukul 17.00
Tempat: Teras rumah masing-masing orang tua anak dampingan
Subjek penelitian: Koordinator lapangan dan 2 ibu kader
(Kunjungan yang melelahkan)
Koordinator dan para kader terlihat semangat ketika memberikan
pengarahan kepada orang tua. Tetapi yang peneliti amati ketika mengikuti
kegiatan ini, orang tua merasa malas-malasan untuk mendengarkan arahan
dari pihak YPSI. Di salah satu rumah, seorang ibu ketika diberi pengarahan
dan memberi masukan sambil memangku tangan di atas paha sembari
38 Wawancara dengan pak Ian, tanggal 10 Ffebruari 2009.
makan, sedangkan anaknya lari-larian. Padahal sesuai peraturan yang ada di
YPSI ketika ada home visit untuk acara resmi seperti pertemuan formal dan
diharapkan ada take and give. Ibu yang diajak berbicara serius malah ada
yang memotong bawang merah serta sayuran dengan alasan sekalian kerja.
(Tanggapan peneliti)
Masyarakat kurang berpartisipasi dalam kegiatan ini, hambatannya mungkin
karena selama setahun YPSI berdiri hanya ada 1 orang koordinator lapangan
dan 4 orang ibu kader).
Catatan lapangan No. 3
Pengamatan: Observasi dan Wawancara
Waktu: 26 Januari 2009, pukul 13.00-15.00
Disusun: pukul 16.00
Tempat: teras ruangan kelas RT 01
Subjek penelitian: Koordinator lapangan dan 2 orang ibu kader
(Ibu-ibu agak antusias)
Pihak YPSI memberitahukan di pertemuan home visit yang terakhir bahwa
akan membawa orang baru. Ketika semua datang ternyata ibu-ibu sudah siap
dengan menggunakan celana panjang dan menyediakan bangku plastik di
depan rumahnya.
(Tanggapan peneliti)
Perlu ada suasana baru karena ketika peneliti datang langsung mereka
sempat memberi masukan kepada pihak YPSI bahwa kalau bisa diha dirkan
tamu atau orang baru).
Kegiatan home visit berguna untuk mengetahui bagaimana
perkembangan anak dampingan peserta program, home visit merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan YPSI untuk mendampingi pekerja anak,
program literacy class memiliki beberapa keleibihan dibandingkan dengan
Play Group atau Taman Kanak-Kanak yaitu:
1). Program literacy class adalah sekolah yang dibuka untuk pekerja anak di
daerah dampingan YPSI.
2) Berbeda dengan sekolah dini lainnya yang membutuhkan banyak uang dan
yang menjadi peserta hanya dari kalangan ekonomi menengah, sedangkan
literacy class diperuntukkan khusus anak usia dini.
3). Tenaga pengajar bukanlah dari pendidikan guru tetapi adalah tenaga sukarela
yang bersedia membantu berjalannya proses kegiatan literacy class.
Program literacy class ini agak sedikit unik, berdasarkan hasil wawancara
diperoleh:
“Emang lucu ya, pemilihan lokasi atau tempat belajar adalah tempat yang
disediakan dari para relawan atas keikhlasannya agar program literacy class
berjalan dan para tenaga pengajar atau pendidik bukan yang ahli pendidikan
misalnya lulusan Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK), dari segi
waktu pun terbatas karena waktu yang digunakan untuk bekerja. Lalu dari kita
para kader pun sebelum di bawah naungan YPSI malah sampe sekarang
sebagian dari kita itu kader Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sehingga tidak
fokus ke YPSI aja, jadi sama-sama harus bisa pinter bagi waktu. Yaa
gitulah…”39
Catatan lapangan: No. 4
Pengamatan: Wawancara
Waktu: tanggal 08 Januari 2009, pukul 15.00-15.30
Disusun: pukul 16.00
Tempat: rumah salah satu kader, ibu Aryati
39 Wawancara dengan ibu Aryati, tanggal 13 Februari 2009 .
(Lagi pada Curhat)
Bu Aryati yang orangnya kalem, kalau ingat waktu pertama YPSI datang
merekrut calon ibu kader, dia jadi semangat sambil memainkan tangannya
dan memegang gelas untuk minum, tidak lama dia tersentak karena
handphone- nya bunyi. (Tanggapan peneliti)
YPSI yang bisa meyakinkan kader bahwa semua orang bisa (kader) asal
ada kemauan.
YPSI yang memberikan pengarahan kepada kader untuk dilatih menjadi
guru atau pendidik dengan pelatihan yang berkesinambungan sehingga memiliki
kepandaian menjadi guru yang bisa mendidik anak usia dini yang membutuhkan
kesabaran. Tidak cukup dengan kader, pekerja sosial profesional yang berperan
sebagai educator atau pendidik. Peran sebagai pendidik tidak mudah untuk
batasan anak usia dini dan pekerja anak, dibutuhkan banyak kesabaran dalam
prosesnya, ada anak yang tidak konsentrasi ketika belajar karena lelah bekerja
atau anak yang masih belum siap masuk kelas untuk belajar karena umur mereka
yang masih Balita (di bawah lima tahun). Untuk mengatasinya pekerja sosial
sebelum proses belajar berlangsung, melakukan pendekatan dengan anak yang
mengalami sedikit permasalahan, misalnya dengan menanyakan apa yang
diinginkannya atau membuat gambar dan mendongeng agar mereka konsentrasi,
menerima dan terbiasa mengikuti kegiatan belajar. Pekerja sosial profesional juga
bisa membantu mendengarkan cerita dan keluhan tentang kegiatan mereka selama
bekerja.
Dengan langkah awal tersebut, educator bisa menjelaskan hak dasar anak
yang harus mereka dapatkan, agar tanggung jawabnya sebagai pekerja anak juga
searah dengan pemenuhannya akan hak. Hal ini merupakan pelayanan yang
diberikan oleh pekerja sosial profesional juga salah satu bentuk yang bisa
didedikasikan pekerja sosial profesional sebagai educator.
2. Perlindungan Hak melalui Program Literacy Class
Perlindungan hak yang diberikan YPSI salah satunya dengan diadakannya
program literacy class. Program ini tujuannya secara umum dikhususkan untuk
peserta program anak dampingan usia dini sedangkan tujuan umumnya adalah
memberikan pelatihan kepada orang tua dan semua lingkungan sekitar agar
penyadaran tentang pentingnya perlindungan hak anak serta melarang anak
bekerja.
Perlindungan akan hak anak yang terdiri dari dua hak asasi manusia yaitu hak
untuk mendapat perlindungan dan hak untuk mendapatkan pendidikan, tetapi
karena pekerja anak masih usia dini tidak mengetahuinya, maka dengan
ketidaktahuannya, anakpun menikmati pekerjaannya. Seperti Andi (nama
samaran), 6 tahun, yang menjadi salah satu anka dampingan di program literacy
class, pekerjaannya sebagai pemulung mengakibatkan anak lelah ketika belajar
sedang berlangsung, padahal pekerjaannya sebagai pemulung hanya untuk
menambah uang jajan sehari-harinya.
Andi melakukan pekerjaan sebagai pemulung atas kemauannya sendiri karena
uang jajan tidak bisa diberikan orang tua. Dampak dari Andi bekerja ini adalah
kesehatan tubuhnya yang terganggu terutama masalah kulit yang iritasi dan
menimbulkan sedikit luka. Hal ini terjadi karena Andi, sering mengambil gelas-
gelas plastik aqua yang ada di selokan dan di genangan air (jika pada musim
hujan) sekitar rumah tetangganya dengan menggunakan tangan dan kakinya
langsung tanpa menggunakan alas.
Hal ini penulis ambil dan senada dengan hasil wawancara yaitu:
“Ya Mbak, saya kasihan ngeliat Andi, orang tuanya ngebiarin aja anaknya
mulung sampah, padahal Mbak sehari palingan dapetnya sekitar Rp
1.000,00 sampe Rp 2.000,00. dah gitu kan sekarang musim hujan, si Andi
tuh kaki ama tangannya sering masuk ke selokan buat ngambil botol-botol
aqua, tar kalo udah ngumpul biarin belum sekarung langsung dijual Mbak
ama orang yang suka beli barang-barang bekas kalo udah dapet uangnya
langsung dijajanin..., Eh tu tangan yang tadi abis dari selokan buat
ngambil makanan langsung dimasukin mulut dahhh.... Tapi si Andi
ngerasa puas bisa nyari uang sendiri.. Orang tua Andi nggak masalahin
kerja mulung botol-botol aqua biarin belajar mandiri dari kecil, soalnya
orang tuanya juga nggak bisa ngasih uang buat jajan kadang buat
kebutuhan pokok masih kuranggg....”
Catatan lapangan: No. 5
Pengamatan: Observasi dan Wawancara
Waktu: 20 Februari 2009, pukul 08.00-10.00
Disusun: pukul 13.00
Tempat: ruangan kelas RT 04
(Berbicara masalah Andi)
Ketika peneliti melihat langsung kondisi Andi terlihat seperti anak
dampingan yang lainnya, bahkan lebih rapih tetapi tubuhnya ada
beberapa luka karena sering masuk ke dalam selokan. Andi ketika
memasuki kelas menggunakan peci, padahal tidak ada perintah
menggunakan peci, tetapi ketika belajar Andi sering berdiri dan
berlarian memegang kayu, sehingga anak perempuan terkadang
menjerit karena takut terkena pukulan. Sehingga kelas menjadi gaduh
dan tak terkendali.
(Tanggapan peneliti)
Andi hanya membuat ramai kelas sehingga tidak kondusif, saran yang
bisa diberikan peneliti ada satu ibu kader yang khusus mengawasi
Andi atau anak dampingan lainnya agar suasana tenang.
Ketidakkonsentrasian dan penyakit kulit yang diderita Andi dikarenakan sikap
orang tua Andi yang membiarkan anaknya bekerja menjadi pemulung sampah,
sehingga Andi tidak mendapat perlindungan meskipun hak pendidikannya di dapat
tetapi ketika proses belajar Andi merasa terganggu. Andi yang seharusnya bisa
mengikuti kegiatan belajar dengan anak dampingan lainnya dan ditemani oleh ibunya,
tetapi tidak dengan Andi, ibu Andi menginginkan Andi mandiri dan tidak
menginginkan Andi menjadi anak yang mudah putus asa.
Sikap orang tua yang menjadikan anaknya mandiri memang benar, tetapi hak
Andi yang seharusnya mendapatkan perlindungan oleh orang tuanya sendiri hilang.
Padahal dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam surat Al-Ma’un ayat 1-3 yang
berbunyi:
��������� �� ��� ��������
����������� �� !"�#$⌧��&
'�� ��� �()*+� ,-.�/�.0#�� �1
23�� 456+�7 89:;+ �<�=>�
@AB�CD�☺0#�� �F
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang
miskin.
Selanjutnya pula firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
G )H$+���$�I0#���� ,J�>B�KL�
MJ>N=*O�#��� @�P��KI=Q
@�A:R�S�⌧T U VJ=☺�# =.���� W�
XY�Z� �[+���\L#�� 8 9:;+��
�.I�#KI[]&<�� ^�� MJ)_>�0`�
MJbc>d�ICD�T��
B��L�>[]&<���� 8 23 )�eR��>;
f\0g+] h3�i �=_=>Cj� 8 23 \���2k>;
lm+���$�� �=N�����I�� 23��
.I�#KI+S ^6Q # o:�����I�� 8
9:;+�� �p���I0#�� q�r�S
=s�#$�t � �W�G�& �=.���� O3��u�& J+ vw�+L�; ��/bc�x�yS
#���+z�;�� 2⌧�& ==�m{|
�=☺cK}:R+ � �W�i�� KH~;.���
W� U��I>B��}+�CD:q
K��T=*O�#��� 2⌧�& ==���|
K���0�:R+� ��t�i H6�V☺eR=j ��XS
Y�Z0��;��� B�����>[]&<���� �
U�I�iX;���� ���
U��I)☺:RV���� XW� ��� �mg��
+WI>R�/�>�; }LBu+� �1FF
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka
tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.
Dari ayat di atas, seharusnya orang tua Andi memenuhi kebituhan pokok,
meskipun hanya untuk unag jajan, tetapi bagi Andi merupakan kebutuhan untuk anak
seusianya. Apabila orang tua Andi membiarkan anaknya untuk memulung sampah
padahal seharusnya Andi tidak mengerjakan karena bagaimanapun, seperti dikatakan
ayat 3 surat Al-Ma’un di atas, orang tua Andi tidak memberi makan yang dalam hal
ini uang untuk jajan yang merupakan salah satu kebutuhan anaknya.
Disebutkan pula oleh Santo Pais, “Pemenuhan hak asasi yang diambil dari
program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berarti pemenuhannya tidak tergantung
pada kebutuhan area tetapi suatu keadaan pemenuhan hak individual. Ini adalah dasar
kekuatan rakyat untuk menuntut keadilan pemenuhan akan hak bukan karena belas
kasihan.”40
Pemenuhan hak anak harus dipandang dalam perspektif pemenuhan hak
individual bukan sebagai bentuk belas kasihan. Jika memandang hal itu dalam
perspektif hak asasi, maka pendekatan yang kita lakukan adalah dengan melibatkan
setiap pihak termasuk anak itu sendiri.
YPSI menanggapi pekerja dalam memberikan perlindungan baik hak maupun
pendidikannya. Dari perlindungan hak, YPSI menjalin kerja sama dengan Lembaga
Bantuan Perlindungan Anak, sehingga anak merasa aman dan tidak terancam karena
bekerja.YPSI memberikan perlindungan hak kepada anak melalui Lembaga Bantuan
Perlindungan Anak dengan mengadakan pertemuan dengan para advocate langsung
untuk menyuarakan keinginan mereka karena kebutuhan akan pendidikan masih
besar.
Catatan lapangan: No. 6
Pengamatan: Observasi dan Wawancara
40 Unicef, Kutipan Santo Pais dalam bukunya Human Rights Conceptual
Framework for Unicef, dalam judul Kondisi dan Situasi Pekerja Anak pada Beberapa
Sektor di Tulungagung dan Probolinggo Jawa Timur, (Jakarta,: Unicef, 2003, h. 51.
Waktu: 21 Februari 2009, pukul 10.00-13.00
Disusun: pukul 17.00
Tempat: Aula Kelurahan Kedaung Wetan
(Anak-anak bahagia)
Sekitar 40 anak beserta ibunya datang menghadiri acara pertemuan formal
YPSI, Lembaga Bantuan Perlindungan Anak (LBPH) serta masyarakat
Kedaung Wetan. Anak dampingan datang dengan rapih, ketika acara
dimulai ada salah satu anak berkata: “Bapak ganteng jangan jahat-jahat ya”
(sambil emnunjuk tangannya ke depan quorum). Ibu-ibu yang lain tertawa
kencang tetapi suasana kembali pulih sehingga peserta bisa mengeluarkan
aspirasinya lagi.
(Tanggapan peneliti)
Peneliti memberikan saran agar pertemuan formal yang biasanya 3 bulan sekali
menjadi 1 bulan sekali.
Peran pekerja sosial profesional dalam perlindungan hak pekerja anak
berperan sebagai advocator. Dengan melakukan kerja sama dengan Lembaga
Bantuan Perlindungan Anak yang sudah menjalin hubungan dengan YPSI. Pekerja
sosial profesional melihat langsung program literacy class dalam kaitannya
melindungi hak pekerja anak. Selama literacy class berjalan, apakah ada pelanggaran
hak dan hukum dengan melihat sympthom atau gejala dan dampak yang dilakukan
oleh lingkungan sekitar anak tersebut. Untuk menanyakan dengan kegiatan sebagai
pekerja anak menganggu mereka untuk mendapatkan haknya, baik pelanggaran hak
tersebut dilakukan oleh orang tua kandung atau oleh lingkungan sekitar.
Batasannya adalah pemberian perlindungan yang diberikan pekerja sosail
profesional adalah tidak mencampuri urusan intern atau keluarga pekerja anak.
Pekerja sosial profesional bisa bertanya dan belajar dengan para kader dan
koordinator lapangan yang mengetahui langsung sekitar pekerja anak daerah
dampingan. Dengan belajar ilmu advocate, mempermudah pekerja sosial profesional
ketika berkoordinasi dengan para advocator.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelayanan pendidikan melalui program literacy class:
a. Pelayanan pendidikan yang diberikan YPSI berawal dari proses awal
memilih kriteria anak dampingan yang terpilih sekitar 50 anak di RW 04
serta 4 orang ibu kader yang dilatih mrnjadi guru.
b. Kegiatan literacy class yang diikuti anak dampingan pekerja anak
merupakan sekolah anak usia dini yang materi belajarnya langsung kepada
saraf motorik berupa gerakan tubuh.
c. Dalam mengetahui perkembangan program literacy class, YPSI
mengadakan home visit yang bertujuan untuk memberitahukan kepada
orang tua tentang perkembangan anaknya serta orang tua diharapkan
memberikan kritik dan saran kepada YPSI.
2. Perlindungan Hak melalui program literacy class
a. Dalam melakukan perlindungan terhadap pekerja anak YPSI bekerja sama
dengan Lembaga Bantuan Perlindungan Anak (LBPA).
b. YPSI melakukan pertemuan dengan LBPA atau lemabag abntuan hukum
lainnya kepada pekerja anak supaya anak dampingan bisa menyalurkan
aspirasinya.
B. Saran
1. YPSI
a. Program literacy class fasilitas baik sarana maupun prasarana lebih
ditingkatkan agar LSM lain berinisiatif mendirikan program yang sama.
b. YPSI merekrut pekerja sosial professional agar acra memberdayakan serta
mensejahterakan masyarakat sesuai dengan ilmunya, tidak hanya learning
by doing.
2. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Diharapkan untuk sering mengadakan seminar atau kajian yang membahas
pekerja anak pekerja tentang perlindungan hak pekerja anak. Karena selama
ini isu pekerja anak kebanykan eksploitasi dan diskriminasi. Serta
mendatangkan langsung pekerja anak agar bisa berkomunikasi langsung
dengan stakeholder.