Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana...

144
1 Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pesantren merupakan produk budaya Indonesia asli, yang berkembang sejalan dengan proses Islamisasi di Nusantara. Sebagai sebuah lembaga tertua di Indonesia, pesantren memiliki peran sebagai wadah untuk memperdalam agama dan sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam (Dhofier dalam Galba; 1995: 2). Menilik dari latar belakangnya, pesantren tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat yang terdapat implikasi-implikasi politis kultural yang menggambarkan sikap ulama Islam sepanjang sejarah (Djamaluddin, 1999: 99). Dimana pada masa itu, pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kader- kader umat yang tangguh dan gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan. Bahkan semua bentuk kebudayaan ala Barat dipandang sebagai kekufuran yang harus dijauhi oleh umat Islam. Hal inilah yang selanjutnya membawa pesantren pada sistem kehidupan isolatof dari stratifikasi sosial yang timbul di kemudian hari. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pesantren telah banyak mengalami penyesuaian-penyesuaian menurut proses perubahan sosial dalam masyarakat dengan tanpa meninggalkan keaslian dan kekhasan yang dimiliki pesantren sebagai khasanah tradisi budaya bangsa yang menjadi sebuah keniscayaan di tengah dahsyatnya arus industrialisasi dan perkembangan teknologi modern (Yasmadi, 2002: 152). Dimana kekhasan itu tampak pada hampir setiap pesantren dengan ciri-ciri khusus sebagaimana yang diungkapkan oleh Madjid (2002: 63) bahwa pesantren itu terdiri dari lima elemen pokok yaitu Kyai, santri, masjid, pondok (asrama), dan pengajaran kitab-kitab klasik. Pesantren yang umumnya didirikan oleh perseorangan (Kyai)

Transcript of Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana...

Page 1: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

1

Bab 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Pesantren merupakan produk budaya Indonesia asli, yang berkembang sejalan

dengan proses Islamisasi di Nusantara. Sebagai sebuah lembaga tertua di Indonesia,

pesantren memiliki peran sebagai wadah untuk memperdalam agama dan sekaligus

sebagai pusat penyebaran agama Islam (Dhofier dalam Galba; 1995: 2). Menilik dari

latar belakangnya, pesantren tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam

masyarakat yang terdapat implikasi-implikasi politis kultural yang menggambarkan

sikap ulama Islam sepanjang sejarah (Djamaluddin, 1999: 99). Dimana pada masa itu,

pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kader-

kader umat yang tangguh dan gigih mengembangkan agama serta menentang

penjajahan. Bahkan semua bentuk kebudayaan ala Barat dipandang sebagai kekufuran

yang harus dijauhi oleh umat Islam. Hal inilah yang selanjutnya membawa pesantren

pada sistem kehidupan isolatof dari stratifikasi sosial yang timbul di kemudian hari.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, pesantren telah banyak mengalami

penyesuaian-penyesuaian menurut proses perubahan sosial dalam masyarakat dengan

tanpa meninggalkan keaslian dan kekhasan yang dimiliki pesantren sebagai khasanah

tradisi budaya bangsa yang menjadi sebuah keniscayaan di tengah dahsyatnya arus

industrialisasi dan perkembangan teknologi modern (Yasmadi, 2002: 152). Dimana

kekhasan itu tampak pada hampir setiap pesantren dengan ciri-ciri khusus

sebagaimana yang diungkapkan oleh Madjid (2002: 63) bahwa pesantren itu terdiri

dari lima elemen pokok yaitu Kyai, santri, masjid, pondok (asrama), dan pengajaran

kitab-kitab klasik. Pesantren yang umumnya didirikan oleh perseorangan (Kyai)

Page 2: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

2

sekaligus juga berfungsi sebagai figur central mempunyai daulat kuat dalam

menetapkan tujuan yang dicita-citakan pesantrennya. Namun demikian dalam

menetapkan rumusan formal tujuan akhir pesantren harus tetap bersifat comprehensif

dan integral dengan dasar idiil negara yaitu Pancasila.

Negara menghendaki agar semua rakyat Indonesia dididik menjadi manusia

Pancasila sebenar-benarnya yang di dalam dirinya terbentuk mental moral-budi pekerti

serta keyakinan agama yang kuat (Djamaluddin, 1999 : 107), untuk itu pesantren

sebagai pendidikan keagamaan telah diperkuat dengan adanya landasan legal formal

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pada bagian kesembilan pasal 30. Sehingga dengan memiliki landasan hukum yang

kuat maka pesantren diharapkan dapat berkiprah secara dinamis di masyarakat dan

melakukan fungsinya secara baik dalam mempersiapkan para santri menjadi anggota

masyarakat yang memahami, mengartikulasikan ajaran Islam dan mengamalkan nilai-

nilainya ditengah-tengah masyarakat yang terus mengalami perubahan.

Pesantren sebagai sebuah subkultur yang kaya dengan nilai-nilai, keyakinan

dan budaya, dimana hal itu biasanya selalu nampak dalam lingkungan kehidupan

keseharian pesantren. Sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2004: 206) bahwa kultur

pesantren itu meliputi nilai-nilai, norma perilaku, sistem, kebijakan, dan prosedur.

Dimana kultur pesantren tersebut dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh

pimpinan dan pengasuh pesantren dalam proses pembinaan dan pendidikan pesantren

untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pesantren tersebut. Dengan demikian

fungsi kultur pesantren sebagai pola perilaku yang menentukan batas-batas perilaku

yang telah disepakati oleh seluruh warga pesantren dan sebagai tata nilai yang

merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dari warga pesantren dalam

mewujudkan tujuan pesantren dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Dimana tata

Page 3: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

3

nilai yang dimaksud adalah aktualisasi dari keyakinan seseorang sebagai pengabdian

kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Ndraha, 2003: 45).

Kultur pesantren mempunyai sumber yang utama yaitu para pendiri pesantren.

Dimana visi dan misinya didasarkan pada pendirinya, artinya para pendiri pesantren

memandang dunia disekitarnya menurut nilai yang termuat didalam hidupnya, latar

belakang sosial, lingkungan dimana ia dibesarkan serta jenis dan tingkat pendidikan

formal yang pernah ditempuhnya (Ndraha: 4). Kyai sebagai pendiri sekaligus

pemimpin pesantren menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam sebuah pesantren.

Watak inklusif yang mendalam seorang Kyai terhadap santri juga kadang

memunculkan gaya pimpinan yang bersifat otokratif. Untuk itu, kultur pesantren

memerlukan perubahan ataupun pengembangan. Beberapa aspek seperti gaya

kepemimpinan Kyai yang cenderung otokratif dalam mengelola pesantren, sistem

managerial yang lebih terarah, tenaga pengajar yang mumpuni, sistem administasi

yang tertib termasuk juga semua bentuk dan jenis kegiatan yang perlu dilakukan serta

kegiatan-kegiatan pendukungnya. Kesemuanya itu harus tercakup dalam strategi

lembaga pendidikan yang bersangkutan (Ndraha: 51).

Pendekatan holistik yang digunakan pesantren juga mencerminkan paradigma

yang dianut pengasuh pesantren yaitu memandang bahwa kegiatan belajar-mengajar

merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi

warga pesantren, belajar di pesantren tidak mengenal perhitungan kapan harus mulai

dan harus selesai, dan target yang harus dicapai (Masthuhu, 1994: 58). Dengan

demikian melalui pembiasaan yang berulang-ulang dalam totalitas kehidupan sehari-

hari maka santri diharapkan mampu membangun pribadi mandiri dengan didasari

oleh iman dan takwa. Sebab dalam pandangan pesantren, tujuan pendidikan tidak

semata-mata untuk memperkaya pikiran santri dengan penjelasan-penjelasan, tetapi

untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-

Page 4: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

4

nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan

bermoral, serta menyiapkan para santri belajar mengenai etika agama diatas etika-etika

yang lainnya.

Untuk itu, peranan kultur pesantren dapat terwujud dengan baik dalam bentuk

pembiasaan-pembiasaan dalam kehidupan pesantren. Dimana pembiasaan itu secara

keseluruhan merupakan ketaatan santri terhadap aturan-aturan yang telah disepakati.

Sehingga suatu kecenderungan yang dilakukan secara berulang akan menjadi

kebiasaan dan perbuatan itu menjadi mudah untuk dilaksanakan sebagai motivasi yang

timbul dengan sendirinya dari santri. Kebiasaan bangun pagi, shalat di awal waktu

dan berjama’ah akan dapat mengikis sifat kemalasan dan mendekatkan diri kepada

Allah. Kebiasaan menghafal dan membaca Al-Qur’an akan membuat suasana damai

dan melembutkan hati yang keras dan gelisah. Kebiasaan menuntut ilmu akan

mengikis kebodohan dan mengorganisir potensi kebaikan dalam diri pribadi.

Dengan keadaan jiwa yang terlatih, maka jiwa tersebut benar-benar telah

melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan,

tanpa dipikirkan dan diangan-angankan terlebih dahulu (Supadie dan Sarjuni, 2011:

217). Dengan demikian pembinaan dan pengajaran akhlak yang memadai selama 24

jam yang dilakukan dalam pesantren adalah sangat diperlukan dengan membangun

nuansa keagamaan yang kondusif bagi santri dalam kehidupan yang serba disiplin.

Disiplin waktu pada jadwal shalat, jadwal makan, jadwal sekolah, jadwal kegiatan

olah raga, seni dan lain-lain.

Untuk itu, fungsi pesantren sebagai fungsi religius (diniyyah), fungsi sosial

(ijtimaiyyah), fungsi edukasi (tarbawiyyah) (Mashum, 1995: 97), sebagai lembaga

pembinaan moral dan kultural (Zeni, 1995: 92) dapat dilakukan dengan baik sesuai

yang diharapkan. Bahkan para ahli pendidikan telah sepakat bahwa maksud dari

pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam

Page 5: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

5

ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mendidik akhlak dan jiwa mereka

(Djamaluddin, 1999: 16). Jurjani dalam Octavia, dkk (2014: 11) memperjelasnya

dengan mengartikan akhlak sebagai kekokohan jiwa yang ada di dalam diri manusia,

yang mendorong manuisia berbuat baik atau buruk. Dimana akal dan hati nurani yang

jernih mendorong perilaku yang elok sedangkan nafsu mendorong perilaku nista.

Dengan demikian pembinaan akhlak menjadi hal penting untuk dilakukan dalam

pesantren yang menyangkut sikap dan tata nilai, yang kemudian termanifestasi dalam

budi pekerti dan tingkah laku yang baik.

Gambaran dari karakter seorang santri yang sudah terlebih dahulu berada di

pesantren akan tampak pada tingkah laku, cara berpakaian, cara bicara, dan sikap

sopan santun terhadap orang lain. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada para santri

yang baru memasuki pesantren dan santri yang sudah lama bertempat tinggal di

pesantren. Umumnya santri yang baru masuk memiliki tingkat kedisplinan yang

rendah seperti cara berpakaian yang masih sembarangan baik soal warna, mode, dan

jenis pakaian. Cara berbicara dengan pembawaan asli mereka dengan logat bicara

yang masih kasar, kurang santun, masih rendahnya rasa menghargai orang lain

terutama pada santri lain. Masih memiliki keengganan, kurang respon, atau

membantah ketika diajak melakukan kegiatan di dalam pesantren sebagaimana yang

tertuang dalam jadwal kegiatan-kegiatan pesantren.

Selain itu, adanya suatu peraturan yang ketat dalam pesantren terkadang dapat

menimbulkan gejolak pada diri santri terlebih bagi santri yang baru masuk pesantren.

Hal ini terjadi karena perbedaan lingkungan yang biasa mereka hadapi di luar

pesantren dan di dalam pesantren. Di luar pesantren, kebebasan dalam berbicara,

berpakaian, dan bertingkah laku menjadi hal biasa mereka lakukan. Akan tetapi,

semenjak mereka berada di dalam pesantren maka mereka dihadapkan pada aturan-

aturan yang harus dipatuhi oleh santri. Untuk itu, perlu adanya metode latihan dan

Page 6: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

6

pembiasaan yang harus senantiasa dijalankan di dalam lingkungan pesantren maka

dengan demikian lambat laun diharapkan santri merasa betah hidup dan bertempat

tinggal di pesantren. Bahkan santri beranggapan bahwa pesantren merupakan sebuah

“penjara suci” yang akan melatih mereka memasuki kehidupan yang sebenarnya di

masyarakat.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kultur pesantren sebagai tata nilai

dimana merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dari warga pesantren terutama

para santri dalam mewujudkan tujuan yang diharapkan pesantren. Dengan demikian

perilaku diartikan sebagai seperangkat perbuatan ataupun tindakan seseorang dalam

merespon sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang

diyakini. Puspito (1984: 111) berpendapat bahwa perilaku atau pola kelakuan terbagi

menjadi pola kelakuan lahir yaitu cara bertindak yang ditiru oleh orang banyak secara

berulang-ulang dan pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan merasa

yang diikuti oleh banyak orang berulang kali. Perilaku menunjukkan wajah

kepribadian seorang manusia yang terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang berulang

secara tetap pada setiap waktu dan tempat. Berkaitan dengan perilaku Islami, Howa

(1994: 7) berpendapat bahwa perilaku Islami adalah perilaku yang mendatangkan

kemaslahatan kebaikan, ketentraman bagi lingkungan.

Oleh karena itu, pesantren dengan nilai-nilai yang diterapkan sudah

seyogyanya dapat membantu santri dalam memahami nilai-nilai inti, mengadopsi atau

mempraktekkannya untuk diri mereka sendiri, dan kemudian bertindak dalam

kehidupan mereka sendiri (Octavia, dkk., 2014: 17). Sehingga dengan demikian

pendidikan akhlak dengan metode pembiasaan yang dilakukan dalam pesantren akan

dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan tuntunan agama. Dimana akhlak sendiri

merupakan salah satu kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang

sangat penting. Terbentuknya akhlak mulia merupakan hasil dari proses penerapan

Page 7: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

7

aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan dari

bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik.

Menurut Saebani dan Hamid dalam Tanszhil (2012: 5), terdapat beberapa ciri

penting dari istilah akhlak yaitu: 1) Merupakan perbuatan yang telah tertanam kuat

dalam diri seseorang sehingga menjadi kepribadian; 2) Merupakan perbuatan yang

dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran; 3) Merupakan sebuah perbuatan yang

timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan

dari luar. Hal tersebut murni atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang

bersangkutan; 4) Merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan

main-main atau karena bersandiwara; 5) Dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan

yang dilakukan secara ikhlas, semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin

mendapatkan pujian.

Dengan demikian pembinaan dan pendidikan akhlak sangatlah penting dalam

membangun kecerdasan, perasaan serta perilaku individu. Basyir dalam

Abdurrahmansyah (2005: 192) menyatakan bahwa akhlak sebagai sub sistem dari

Islam sebagai sistem. Hal tersebut mengandung pemahaman bahwa iman sebagai

pemberi kekuatan pendorong bagi akhlak yang membangkitkan rasa takut dan cinta

pada Allah. Dimana implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter

pribadi Rasulullah yang didalamnya bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung.

(Madjid dan Andayani, 2012: 59)

Kehidupan santri di dalam lingkungan pesantren dengan tata nilai yang

menyertainya dan berlangsung dalam totalitas hidup keseharian secara berulang

sehingga terbentuk kultur pesantren yang lekat dengan kepribadian warga pesantren

khususnya santri. Ketaatannya untuk melaksanakan peraturan dari yang paling

sederhana sampai ke peraturan yang kompleks. Kebiasaan-kebiasaan santri yang selalu

bersikap tawadhu (sopan dan patuh) terhadap semua apa yang dikatakan Kyai, selalu

Page 8: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

8

berusaha menjalankan kegiatan-kegiatan pesantren dengan baik termasuk juga dalam

hal pelajaran. Santri-santri biasanya akan selalu mengulang kembali pelajaran yang

telah diajarkan oleh Kyai maupun ustadz di luar jam pelajaran termasuk juga dalam

hal hafalan Al-Qur’an yang kadang mereka lakukan di kamar masing-masing atau di

ruang perpustakaan.

Semua peraturan dan pembiasaan-pembiasaan yang seharusnya dapat

dilakukan oleh semua santri tanpa terkecuali di dalam kehidupan keseharian pesantren.

Akan tetapi, kenyataan yang ada tidak semua santri sepenuhnya melaksanakan

dengan baik. Artinya terdapat sebagian dari santri yang merasa terbebani dengan

semua aturan ataupun kebiasaan yang telah ada di dalam lingkungan pesantren.

Sehingga santri tersebut akan memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk

melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti merokok, tidak disiplin dalam

berpakaian, jadwal belajar, tidak patuh dengan ustadz, ataupun hal-hal lain. Bahkan

dalam beberapa kasus, terdapat beberapa orang santri yang harus dikeluarkan dari

pesantren dengan tidak hormat akibat perbuatannya yang berani mencuri uang

temannya.

Seharusnya sikap tegas yang diberlakukan oleh pesantren pada santri tersebut

menjadi pelajaran bagi santri yang lain. Beberapa bentuk pelanggaran masih saja

terjadi, sebagaimana yang telah dicontohkan pada kasus di atas. Padahal idealnya

dengan pembinaan dan pendidikan melalui kultur pesantren yang dilakukan secara

holistik dan berlangsung selama dua puluh empat jam penuh, telah memberi ruang

yang luas bagi santri agar mudah melaksanakan semua kegiatannya dengan baik. Oleh

karena dalam kultur pesantren itu sendiri telah termuat nilai-nilai, perilaku,

pembiasaan, yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pimpinan dan

pengasuh pesantren dengan tujuan untuk dapat mengarahkan, membina, dan mendidik

Page 9: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

9

para santri untuk menjadi pribadi-pribadi yang memiliki perilaku Islami sesuai

tuntunan syariat.

Berdasarkan asumsi demikian, maka penulis merasa perlu untuk meneliti

pembiasaan-pembiasaan (kultur) seperti apa yang terjadi dan dilakukan di dalam

lingkungan pesantren Muqimus Sunnah sebagai proses dalam membina santri-santri

yang bermukim agar tercipta tujuan ideal yang dicita-citakan pesantren.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah pokok penelitian

ini adalah Bagaimana Kultur Pesantren Muqimus Sunnah dalam Rangka Membentuk

Perilaku Islami Santri ? Untuk memudahkan pembahasan masalah pokok tersebut,

maka dijabarkan sub-sub masalah sebagai :

1. Bagaimana peran pesantren dalam menerapkan kultur pesantren sebagai

bentuk penanaman nilai- nilai Islami pada santri ?

2. Bagaimana implimentasi kultur pesantren terhadap perilaku Islami santri

di lingkungan pesantren Muqimus Sunnah ?

3. Bagaimana implikasi kultur pesantren terhadap perilaku Islami santri di

pesantren Muqimus Sunnah ?

C. Batasan Masalah

Yang menjadi batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran

2014/2015

2. Sebagai subjek penelitian adalah santri-santri yang ada di pondok pesantren

Muqimus Sunnah 27 ilir Palembang .

3. Objek penelitian adalah kultur pesantren sebagai identitas yang

menentukan batas-batas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga

pesantren.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis peran pesantren dalam menerapkan kultur pesantren

sebagai bentuk penanaman nilai- nilai Islami pada santri ?

Page 10: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

10

b. Untuk menganalisis implimentasi kultur pesantren terhadap perilaku

Islami santri di lingkungan pesantren Muqimus Sunnah ?

c. Untuk menganalisis implikasi kultur pesantren terhadap perilaku Islami

santri di pesantren Muqimus Sunnah.

2. Kegunaan Penelitian

a. Teoritis

Kegunaan penelitian bagi pengembangan ilmu sosial diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran mengenai penekanan pada proses

pembiasaan, pembinaan dan penanaman akhlak santri melalui interaksi-

interaksi intensif baik secara internal dan eksternal pada lingkungan

pesantren.

b. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan

pertimbangan dalam penerapan, pengembangan dan peningkatan kultur

pesantren dalam rangka membentuk perilaku Islami santri khususnya di

pesantren Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang.

E. Definisi Konseptual

Definisi konseptual dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman

dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul tesis.

Dengan demikian definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kata “kultur” secara etimologi berasal dari bahasa Inggris Culture berarti

kebudayaan (Andreas: 97). Sedangkan kultur secara terminologi sebagaimana dikutip

Mudjijanto (2012: 4) mengemukakan pendapat Marvin Harris (1987) bahwa kultur

atau budaya sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi

milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai dengan

aturan. Denis Lawton (1975) juga mengemukakan pendapatnya bahwa culture is

everything that exists in a society. Culture includes every thing that is man made :

technological artifacts, skills, attitudes, and values. Dengan demikian kultur yang

Page 11: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

11

dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang

diterapkan dalam suatu lingkungan tertentu yang dalam hal ini adalah lingkungan

pesantren.

Kata “pesantren” secara etimologi berasal dari kata pesantrian yang berarti

tempat santri (Ridwan, 2005: 80). Secara terminologi pesantren adalah lembaga

keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan ilmu agama Islam. Pesantren yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sebuah lembaga tempat santri mendapat pendidikan formal dan non formal berbasis

agama Islam dengan bermukim.

Kata “perilaku” secara etimologi adalah tanggapan atau reaksi individu

terhadap rangsangan lingkungan (KBBI, 2008: 1056). Secara terminologi perilaku

menurut Sarwono (1992: 16) adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh satu individu

dengan individu lainnya dan bersifat nyata. Dengan demikian yang dimaksud perilaku

dalam penelitian ini adalah semua reaksi yang dilakukan seseorang yang dapat

diamati.

Kata “Islami” secara etimologi berasal dari kata Islam dengan dibubuhi suffix

“i” yang dalam bahasa Indonesia diartikan “bersifat atau berhubungan dengan” atau

bersifat keislaman (KBBI, 2008: 549). Islami secara terminologi merupakan suatu

keinginan kembali kepada Islam yang benar. Islami yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah suatu sikap umat Islam terhadap agamanya.

Kata “santri” secara etimologi diduga berasal dari istilah Sansekerta “sastri”

yang berarti “melek huruf” atau dari bahasa Jawa “cantrik” berarti seseorang yang

mengikuti gurunya kemana pun dia pergi. Secara terminologi santri adalah murid

pesantren yang biasanya tinggal di asrama. Santri yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah sebutan bagi para siswa yang belajar di pesantren. (Dauly, 2001: 15)

Page 12: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

12

Dengan demikian peneliti dapat mengambil kesimpulan berdasarkan definisi

konseptual judul penelitian mengenai kultur pesantren dalam membentuk perilaku

Islami santri adalah merupakan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang diterapkan

dalam lingkungan pesantren baik melalui pendidikan formal dan non formal berbasis

agama Islam dalam rangka membentuk suatu reaksi positif yang dapat ditampilkan

santri. Berdasarkan indikator-indikator seperti: adanya hubungan yang akrab antara

Kyai dan santri, tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap Kyai, pola

hidup sederhana (zuhud), kemandirian atau independensi, berkembangnya iklim dan

tradisi tolong-menolong dan suasana persaudaraan, disiplin ketat, berani menderita

untuk mencapai tujuan, kehidupan dengan tingkat religiusitas tinggi.

F. Tinjauan Pustaka

Setiawan dalam tesis berjudul Eksistensi Budaya Patron Klien Dalam

Pesantren: Studi Hubungan Antara Kyai dan Santri dimana terdapat gambaran

mengenai pola interaksi hubungan sosial kyai dan santri setelah adanya modernisasi

dalam kurun waktu 2005-2012. Pola hubungan kyai dan santri tersebut dapat

dipahami menggunakan orientasi teoritik atau perspektif teoritik dengan pendekatan

fenomenologis. Seperti budaya untuk bersikap hormat takzim dan kepatuhan kepada

Kyai sebagai salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri. Dimana

kepatuhan mutlak itu telah melahirkan problem dalam hubungan antara dunia santri

dan Kyai yang sering diklaim sebagai penghambat kemajuan umat yaitu dengan

berkembangnya budaya patron-klien sehingga dalam posisi demikian santri “dipaksa”

bersikap konservatif dan berpikiran statis dengan alam bawah sadar yang telah terpatri

pada ketergantungan Kyai.

Seiring dengan perubahan waktu, relasi Kyai dan santri dalam ketundukan

lambat laun berkurang dengan bergesernya peran Kyai di pesantren maupun

masyarakat. Sosok Kyai yang dahulu disegani dan berpengaruh karena memiliki

Page 13: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

13

karisma yang jarang dimiliki orang lain, mulai bergeser ketika mereka merambah ke

wilayah politik dengan ikut berperan dalam kegiatan politik praktis. Pada sisi yang

lain, seiring dengan demokratisasi di Indonesia dan kesempatan pendidikan yang

tinggi oleh santri, banyak komunitas santri yang mulai tercerahkan dimana hal ini bisa

kita lihat dari cara berpikir mereka yang kritis, independen dan kreatif. Dengan

memahami realitas tersebut maka sudah seharusnya pesantren sebagai suatu lembaga

independen tidak berafiliasi kepada organisasi atau golongan manapun, dengan

demikian kemurnian dan idealisme pesantren akan terbebas dari kepentingan politik

maupun golongan tertentu.

Miftahusyaian dalam tesis berjudul Pengembangan Sumber Daya Manusia

Santri di Pesantren Untuk Memasuki Kehidupan Masyarakat mengemukakan bahwa

dalam rangka mewujudkan sistem nilai di pesantren pada bidang pendidikan yang

dapat diandalkan, paling tidak ada dua cara. Pertama, meningkatkan kualitas berpikir

dengan cara meningkatkan kecerdasan. Kedua, memperluas wawasan dan

meningkatkan kualitas kerja melalui peningkatan etos kerja. Dimana pada prinsipnya,

secara sosiologis antara individu dengan lembaga sosial itu saling mempengaruhi

(process of social interaction).

Sedangkan Zuhriy dalam tesis berjudul Budaya Pesantren Dan Pendidikan

Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf mengemukakan bahwa pesantren sebagai

salah satu institusi yang unik dengan ciri-ciri khas yang sangat kuat dan lekat dalam

upaya-upaya pencerdasan bangsa yang telah turun temurun tanpa henti yang

mempunyai tanggung jawab yang tidak kecil dalam membentuk karakter para santri.

Penelitian yang dilakukan di Pesantren Langitan Tuban dan Pesantren Ihyaul Ulum

Gilang Lamongan memberikan gambaran bahwa kedua pesantren tersebut tetap

mempertahankan cirinya sebagai pesantren salaf dengan tanpa menambahkan

pendidikan formal. Satu-satunya sentuhan modern dalam pelaksanaan proses belajar

Page 14: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

14

mengajarnya adalah sistem pendidikan klasikal (madrasah diniyah) yang melibatkan

banyak Kyai dan ustadz.

Dengan demikian melalui pola pendidikan yang mereka bangun untuk

menumbuhkan karakter santri dengan kekhasan pesantren tersebut sebagai sebuah

komunitas sosial yang memiliki budaya khas yaitu pola kepemimpinan pesantren yang

mandiri tidak terkooptasi oleh negara; kitab-kitab rujukan yang dikaji berasal dari

kitab-kitab klasik; serta sistem nilai yang dipilih. Berdasarkan tiga komponen inilah

yang dianggap peneliti tersebut sebagai penopang kuat atas budaya yang

dikembangkan di pesantren. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa seluruh

rangkaian kegiatan santri di kedua pesantren tersebut dipadu dalam sebuah program

kegiatan santri baik yang dilakukan dengan metode klasikal madrasiyyah ataupun

ma’hadiyyah. Bahkan kegiatan-kegiatan penting lainnya dilakukan sebagai bentuk

pembiasaan dan pembangunan karakter santri untuk menjadi tulang punggung bagi

arah keberhasilan santri.

Berdasarkan tulisan-tulisan yang telah dikemukakan maka terdapat beberapa

hal mendasar yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan sebagai

berikut :

1. Kultur pesantren dengan ciri khas adanya Kyai dan santri yang selama ini

terjadi hubungan patron-klien, tidak dapat sepenuhnya digunakan lagi

mengingat telah berkembangnya sistem demokrasi dalam mengemukakan

pendapat. Dengan demikian sikap hormat dan takzim pada Kyai dapat tetap

dilakukan sebagai hubungan pengajar (guru) dengan santri tetapi bukan sebagai

ketundukan yang berlebihan.

2. Pesantren yang diharapkan dapat menciptakan santri yang berkualitas bukan

hanya mengandalkan kecerdasan kognitif saja tanpa memperhatikan

pembinaan akhlak dan moral santri. Padahal penekanan pada pembinaan

Page 15: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

15

akhlak dan moral tentu akan dapat menciptakan santri-santri yang memiliki

integritas tinggi dan berakhlak akan jauh lebih baik hasilnya. Dengan demikian

pesantren sebagai salah satu lembaga yang paling relevan membina santri

dengan pengalaman langsung dari lingkungan dimana santri tinggal, kemudian

menjadi kebiasaan yang menghasilkan perilaku santri yang terjadi secara

langsung atau tidak langsung, formil atau tidak formil. (Daradjat, 1990: 119)

3. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

pergeseran paradigma pembangunan pendidikan maka pesantren kini digiring

untuk dilengkapi dengan pendidikan formal, sehingga pesantren disamping

menyelenggarakan pendidikan non formal juga menyelenggarakan pendidikan

formal.

Berdasarkan pengamatan awal, peneliti mengambil kesimpulan bahwa

penelitian yang dilakukan di pesantren Muqimussunnah perlu dilakukan dengan

pertimbangan bahwa tidak terdapat hubungan patron-klien antara Kyai dan santri

sehingga pola hubungan yang terjadi antara Kyai dan santri lebih menekankan pada

terciptanya relasi yang baik antara keduanya. Selanjutnya, pembinaan akhlak dan

moral menjadi penekanan kuat di pesantren tersebut untuk menghasilkan santri-santri

yang berkualitas dan berakhlak yang tercermin dalam pribadi yang berperilaku Islami.

Terakhir, sistem dan pola pendidikan yang diselenggarakan pesantren Muqimus

Sunnah telah lengkap yaitu pendidikan non formal dan pendidikan formal.

G. Kerangka Teori

Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat

manusia secara holistik, yang memungkinkan tiga dimensi kemanusiaan yang paling

elementer dapat berkembang secara optimal (Hidayat dan Machali, 2012: 33).

Aktualisasi potensi dan dimensi kemanusiaan pada unsur afektif menjadi prioritas,

Page 16: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

16

dimana pada unsur afektif inilah tercermin kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak

mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis.

Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yaitu untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Hidayat dan Machali, 2012: 319).

Daradjat (1990: 119) juga memberikan pandangan akan pentingnya sebuah

institusi pendidikan yang secara serius dan terorganisir mengelola pembinaan akhlak

atau moral para anak didiknya. Untuk itu, pesantren sebagai bagian dari sistem

pendidikan nasional dan merupakan lembaga pendidikan pengajaran Islam yang di

dalamnya terjadi interaksi antara Kyai atau ustadz sebagai guru dan para santri sebagai

murid (Hidayat dan Machali, 2012: 258) yang menjunjung tinggi dan melestarikan

tradisi, budaya, tatanan kehidupan Islami dalam proses pendidikan kepada santrinya.

Kemampuan pesantren dalam mengembangkan diri dengan kekhasan yang

dimiliki menjadi kekuatan potensial yang tidak dimiliki lembaga lain. Pesantren

menganut sebuah paradigma tersendiri dalam melaksanakan pembelajaran dan

pembinaan terhadap santri untuk memupuk mental dan sikap agar tertanam jiwa

agamis dan nasionalis yaitu dengan mengajarkan pengetahuan yang sekaligus

berbarengan dengan pengajaran etika, dan spiritual. Sikap takzim pada guru, pengajian

kitab-kitab kuning, pola hidup sederhana, bersahaja, ikhlas, dan berbagai nilai

eksplisit dari ajaran Islam yang mentradisi di pesantren juga ikut mendukung

kelestariannya hingga kini. Sehingga, pesantren akan tetap survive dengan

mempertahankan tradisi lama yang hidup di tengah-tengah lingkungan pesantren.

Salah satu basis kultural pesantren adalah bentuk pendidikan pesantren yang

bercorak tradisional yang mempunyai kekhasan baik sebagai lembaga dakwah,

Page 17: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

17

bimbingan kemasyarakatan, dan bahkan perjuangan. Haedari dalam Arifin (2012: 43)

mengemukakan pola umum pendidikan Islam tradisional itu meliputi :

1. Adanya hubungan yang akrab antara Kyai dan santri.

2. Tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap Kyai.

3. Pola hidup sederhana (zuhud).

4. Kemandirian atau independensi.

5. Berkembangnya iklim dan tradisi tolong-menolong dan suasana persaudaraan.

6. Disiplin ketat.

7. Berani menderita untuk mencapai tujuan.

8. Kehidupan dengan tingkat religiusitas tinggi.

Dengan demikian, pesantren dengan sistem pendidikan dua puluh empat jam,

yang mengkondisikan para santri dalam satu lokasi asrama yang dibagi dalam bilik-

bilik atau kamar-kamar sehingga mempermudah mengaplikasikan sistem pendidikan

yang total (Octavia, dkk., 2013: xi). Aktivitas pembelajaran yang berlangsung secara

tuntas dan terpadu tersebut dengan menekankan pentingnya moral sebagai pedoman

perilaku sehari-hari (Rofiq, dkk., 2005: 1) di dalam lingkungan pesantren. Dimana hal

tersebut dinilai sangat efektif dalam pembentukan akhlak para santri dibandingkan

dengan lembaga pendidikan formal lainnya yang hanya berlangsung beberapa jam.

Oleh karena kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan,

yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pimpinan dan pengasuh pesantren

dalam proses pembinaan dan pendidikan dalam lingkungan pesantren untuk mencapai

tujuan yang diinginkan oleh pesantren. Sa a’buddin (2006: 61) mengatakan bahwa

pembiasaan merupakan salah satu metode pembinaan akhlak yang paling penting dan

menonjol. Suatu pembiasaan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang yang

dilaksanakan secara konsisten dan penguatan (Komalasari dalam Soemantri, 2011:

426). Dengan norma dan sistem nilai akan terimplementasi dalam bentuk kualitas diri

yang dilandasi nilai-nilai luhur yang terwujud di dalam perilaku. (Nashir, 2013: v)

Pembiasaan menjadi salah satu kegiatan unggulan dalam pembangunan akhlak

para santri, terutama dalam pembinaan kemandirian dan disiplin. Tanszil (2012: 13)

Page 18: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

18

berpendapat bahwa suatu perilaku yang ingin dibentuk menjadi kebiasaan, setidaknya

harus melalui dua tahapan. Pertama, bersungguh-sungguh. Kedua, mengulangi suatu

perilaku yang dimaksud hingga menjadi kebiasaan yang tetap dan tertanam dalam

jiwa, sehingga jiwa menemukan kenikmatan dan kepuasan dalam melakukannya.

Menurut Hamid (2009: 340-349) bahwa orang yang baik keIslamanannya tidak

hanya sholeh secara ritual, melainkan juga sholeh secara sosial yaitu harus senantiasa

berperilaku baik sebagaimana diajarkan dalam Islam, diantaranya adalah :

1. Amal Saleh yaitu melakukan pekerjaan baik yang bermanfaat bagi diri sendiri

maupun bagi orang lain.

2. Amanah (jujur) yaitu menyampaikan sesuatu kepada yang berhak. Pengertian

amanah berdasarkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an ada dua macam:

a. Tunduk dan patuh kepada Allah, yakni mengerjakan segala perintah dan

menjauhi semua larangan-Nya.

b. Menjalankan tanggung jawab dengan baik.

3. Bakti kepada orang tua.

4. Cinta (Mahabbah). Orang yang beriman wajib memprioritaskan cintanya

kepada Allah SWT dan Rasul-Nya Muhammad SAW.

5. Hemat.

6. Hormat yaitu suatu sikap yang tidak meremehkan orang lain.

7. Iffah yaitu memelihara kesucian diri.

8. Ihsan yaitu berbuat baik untuk orang lain tanpa memandang suku, warna kulit,

dan status sosial. Terutama kepada orang-orang yang berada di sekitar kita.

9. Ikhlas yaitu melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan.

10. Ilmu. Berkaitan dengan ilmu ada dua kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

orang yang beriman, yaitu belajar dan mengajar.

11. Sabar yaitu menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan

dengan ajaran Islam.

12. Sederhana yaitu suatu sikap atau tindakan yang tidak berlebihan.

13. Taat yaitu suatu sikap yang menunjukkan ketundukan dan kepatuhan.

14. Zuhud yaitu lebih menomorsatukan pahala disisi Allah Swt dibandingkan

dengan segala sesuatu yang dimilikinya.

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 19: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

19

Penelitian dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu tujuan penelitian, pendekatan

yang digunakan, objek/ lokasi penelitian serta bidang ilmu penelitian.

a. Ditinjau dari sisi tujuan penelitian

Menurut Arikunto (2010: 14), tujuan penelitian terbagi menjadi tiga, yaitu

penelitian eksploratif, operation research, dan penelitian verifikatif. Penelitian ini

dapat dikategorikan sebagai penelitian eksploratif yaitu penelitian yang bertujuan

untuk menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya sesuatu. Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

menggali keterangan lebih dalam dan luas mengenai kebiasaan-kebiasaan serta nilai-

nilai yang diterapkan pesantren dalam membentuk perilaku Islami santri di pesantren

Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang.

b. Ditinjau dari sisi pendekatan

Penelitian dapat ditinjau dari berbagai pendekatan seperti pendekatan

fenomenologi. Soelaiman (1985: 126) berpendapat bahwa pendekatan fenomenologi

mengarah pada dwifokus dari pengamatan yaitu apa yang tampil dalam pengalaman

dimana seluruh proses merupakan objek studi dan apa yang langsung diberikan

dalam pengalaman itu secara langsung hadir bagi yang mengalaminya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dimana melalui

pendekatan tersebut maka dapat mendeskripsikan fenomena kultur pesantren dalam

membentuk perilaku Islami santri yang tampak di lapangan sehingga dapat

diinterpretasikan makna dan isinya secara mendalam. Dimana aspek subjektif perilaku

adalah menjadi penekanan dalam pendekatan fenomenologi (Moleong, 1996: 9).

c. Ditinjau dari sisi bidang ilmu

Semua bidang ilmu memerlukan aktifitas penelitian. Berkenaan dengan jenis

spesialisasi dan interes, maka tentu saja bidang ilmu yang diteliti banyak sekali

Page 20: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

20

ragamnya menurut siapa yang mengadakan penelitian (Arikunto, 2010: 16). Dalam

penelitian ini ditinjau dari bidang ilmu peradaban Islam.

d. Ditinjau dari sisi variabel

Variabel adalah objek penelitian(Arikunto, 2010: 161). Keberhasilan penelitian

sangat ditentukan oleh kejelasan setiap variabel yang dipilih. Dalam penelitian ini

yang menjadi variabel penelitian adalah kultur pesantren dan perilaku Islami santri.

e. Ditinjau dari sisi tempat penelitian

Dalam penelitian dapat dilakukan diberbagai tempat penelitian seperti

laboratorium, perpustakaan, dan lapangan (Arikunto, 2010: 16). Penelitian ini adalah

penelitian lapangan yaitu di pesantren Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang.

2. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data

yang berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang tingkah laku

manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan, 1984: 5). Data kualitatif dapat

dipilah menjadi 3 jenis (Patton, 1990: 34) yaitu sebagai berikut :

1) Hasil pengamatan : uraian rinci tentang situasi, kejadian, interaksi, dan

tingkah laku yang diamati di lapangan.

2) Hasil pembicaraan: kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang

pengalaman, sikap, keyakinan, dan pemikiran mereka dalam kesempatan

wawancara mendalam.

3) Bahan tertulis : petikan atau keseluruhan dokumen, surat menyurat, dan

kasus sejarah.

Page 21: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

21

Dengan demikian data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

semua data yang berbentuk deskriptif baik berupa kata-kata (hasil pembicaraan),

tulisan dan hasil pengamatan terhadap perilaku santri.

b. Sumber Data

Sumber data primer penelitian ini adalah pimpinan, ustadz dan santri di

pesantren Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang. Dimana kata-kata, tindakan orang-

orang yang diamati atau diwawancarai dan dicatat melalui catatan tertulis atau melalui

perekam video/audio tape, pengambilan foto/film (Suryabrata, 1994: 84-85).

Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah semua bahan tertulis

baik berupa buku-buku, laporan-laporan, dokumen-dokumen tertulis dan dokumen-

dokumen perseorangan (Labovitz dan Hagedorn (terj), 1982: 78) yang berkaitan

dengan masalah.

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

observasi, wawancara dan dokumentasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Observasi

Observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan

secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto, 2010: 265). Dalam

menggunakan metode tersebut agar lebih efektif adalah dengan melengkapinya dengan

format atau blangko pengamatan sebagai instrumen dimana format yang disusun

tersebut berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan

terjadi (Arikunto: 272). Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara

langsung dan tidak langsung tentang penerapan kultur pesantren dalam membentuk

perilaku Islami santri.

2). Wawancara

Page 22: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

22

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong, 1998: 135). Pewawancara dalam penelitian ini adalah

peneliti sendiri sedangkan yang akan diwawancarai adalah pimpinan pesantren, ustadz,

dan santri di pesantren Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang.

Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data terkait indikator-indikator

dalam variabel penelitian. Wawancara dengan pimpinan pesantren untuk memperoleh

data tentang bentuk-bentuk peraturan yang dibuat dengan sistem disiplin ketat dalam

pesantren, sedangkan wawancara dengan ustadz ataupun ustadzah bertujuan untuk

memperoleh data tentang pengawasan atas pelaksanaan peraturan yang ada serta peran

aktif mereka dalam membangun situasi kehidupan religiustis tinggi di dalam

lingkungan pesantren. Wawancara dengan santri untuk memperoleh data tentang

tradisi kepatuhan santri terhadap Kyai, pola hidup dan kemandirian santri, pengaruh

kedisplinan ketat dan situasi kehidupan religiustis tinggi yang diterapkan dalam

pesantren terhadap perilaku Islami santri.

3). Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda,

dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Dengan demikian dokumen sebagai sumber

data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen resmi dan

pribadi yang ada di pesantren Muqimus Sunnah 27 Ilir Palembang.

d. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

deskriptif kualitatif. Menurut Winartha (2006: 155), teknik analisis deskriptif kualitatif

merupakan suatu metode yang digunakan dalam menganalisis, menggambarkan, dan

Page 23: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

23

meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil

wawancara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan.

Dengan kata lain deskriptif kualitatif merupakan suatu cara analisis atau pengolahan

data dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk kalimat atau kata-kata,

kategori-kategori mengenai suatu variabel tertentu sehingga diperoleh kesimpulan

umum.

Pengolahan data dapat dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul.

Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena

dengan pengolahan data maka data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna

dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah dikumpulkan perlu

dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan

manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna

untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji hipotesa atau pertanyaan

penelitian.

Mengadakan manipulasi terhadap data mentah berarti mengubah data mentah

tersebut dari bentuk awalnya menjadi suatu bentuk yang dapat dengan mudah

memperlihatkan hubungan-hubungan antara fenomena. Setelah data disusun dalam

kelompok-kelompok serta hubungan-hubungan yang terjadi dianalisa, selanjutnya

dibuat penafsiran-penafsiran terhadap hubungan antara fenomena yang terjadi dan

membandingkannya dengan fenomena-fenomena lain di luar penelitian tersebut. Maka

dengan pengolahan data yang demikian baru dapat dilakukan penarikan kesimpulan

hasil penelitian.

Pengumpulan data kualitatif yaitu dengan menggunakan wawancara, observasi

dan dokumentasi. Data yang terkumpul dirumuskan dalam bentuk kata ataupun

kalimat dan dituangkan dalam fieldnote (catatan lapangan). Fieldnote merupakan

catatan lapangan yang berisi rekaman data yang terkumpul. Rekaman tersebut diolah

Page 24: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

24

untuk menjawab permasalahan penelitian melalui bukti empiris. Teknik pengolahan

data kualitatif bersifat non statistik yaitu pengolahan data tidak menggunakan analisis

statistik, melainkan analisis kualitatif.

Tahapan pengolahan data kualitatif meliputi :

1) Reduksi data

Data yang terkumpul di lapangan dirangkum dan diseleksi. Hal ini didasarkan

pada fokus, kategori atau pokok masalah yang telah ditentukan. Reduksi data adalah

proses mengubah rekaman data ke dalam pola, fokus, kategori atau pokok

permasalahan tertentu. Tahap reduksi data dilakukan secara terus menerus hingga

proses penulisan laporan. Pada akhir tahap ini, semua data yang relevan diharapkan

telah tersusun dan terorganisir sesuai kebutuhan.

2) Penyajian data

Penyajian data dilakukan setelah proses reduksi data. Penyajian data dilakukan

dengan kegiatan menampilkan data dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah

matriks yang diinginkan (sesuai dengan keadaan data). Adapun fungsi matriks adalah :

a) Memilah-milah data yang telah direduksi.

b) Memudahkan pengkonstruksian data yang berguna untuk menuturkan,

menyimpulkan dan mengintepretasikan data.

c) Memudahkan mengetahui cakupan data yang telah terkumpul, jika

masih kurang segera dilengkapi dengan pengumpulan ulang di

lapangan.

3) Pengambilan kesimpulan

Setelah reduksi dan penyajian data dapat dihasilkan pemahaman dan

pengertian mendalam tentang keseluruhan data yang diolah. Pengambilan kesimpulan

dilakukan dengan mencari kesimpulan atas data yang direduksi dan disajikan.

I. Sistematika Penulisan

Page 25: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

25

Sistematika penulisan ini terdiri dari bab 1 adalah pendahuluan dimana pada

bab ini akan dipaparkan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab 2 berisi

landasan teori dimana pada bab ini akan diuraikan tentang kultur pesantren, peran

pesantren dalam kultur pesantren, elemen-elemen pembentuk kultur pesantren, sistem

komunikasi antar warga pesantren, metodologi pendidikan dan pengajaran yng umum

berlaku di pesantren, internalisasi aspek nilai-nilai ajaran Islam, kedudukan akhlak

dalam pesantren, pengertian perilaku Islami santri, perilaku Islami yang dicontohkan

Rasulullah.

Bab 3 adalah hasil penelitian dimana bab tersebut akan memaparkan hasil

temuan di lapangan sesuai dengan urutan rumusan masalah atau fokus penelitian, yaitu

latar belakang objek penelitian yang meliputi lokasi dan keadaan umum pesantren

Muqimus Sunnah, sejarah berdirinya, visi dan misi pesantren, susunan organisasi

pesantren, tenaga pengajar, sarana dan prasarana pendukung, jadwal kegiatan-kegiatan

santri. Bab 4 adalah analisis hasil penelitian dimana pada bab ini diharapkan sebagai

jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan terdahulu. Pada bab tersebut

peneliti akan menganalis hasil penemuan di lapangan mengenai peran pesantren dalam

menerapkan kultur pesantren sebagai bentuk penanaman nilai-nilai Islami pada santri,

menganalisis implimentasi kultur pesantren terhadap perilaku Islami santri di

lingkungan pesantren Muqimus Sunnah, dan menganalisis implikasi kultur pesantren

terhadap perilaku Islami santri di pesantren Muqimus Sunnah.

Bab 5 adalah penutup dimana terdapat kesimpulan dari keseluruhan rangkaian

pembahasan pada bab-bab terdahulu dan saran-saran bersifat konstruktif sebagai

upaya peningkatan hasil penelitian kearah yang lebih maju.

Page 26: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

26

Bab 2

KULTUR PESANTREN DALAM PROSES PEMBENTUKAN

PERILAKU ISLAMI SANTRI

A. Kultur Pesantren Sebagai Wujud Pelestarian Peradaban Islam Di Indonesia

Pesantren adalah salah satu institusi yang unik dengan ciri-ciri khas yang

sangat kuat dan lekat (Zuhry, 2011: 288). Sebagai sebuah wilayah yang memiliki

budaya tersendiri maka pesantren memosisikan sebagai sub-kultur di tengah belantika

kebudayaan nusantara. Kontak interaksi dan afiliasi yang tak sama dengan lingkungan

biasa tersebut menjadikan pesantren memiliki cara bersosialisasi tersendiri dalam

memupuk mental, dan sikap para santri agar tertanam jiwa agamis dan nasionalis.

Sehingga menurut Octavia, dkk., (2014: 3), kekhasan yang dimilikinya itu pada

gilirannya mengantarkan pada sisi dinamis pesantren, terutama dalam merespon

Page 27: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

27

perubahan sosial di satu sisi, dan kekuatan yang dimilikinya berupa tradisi dan budaya

kehidupan di sisi lain yang secara spesifik tidak dapat dijumpai di luar pesantren.

Pesantren menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah panjang umat Islam

di Indonesia. Pada masa-masa sulit, yaitu jauh sebelum kemerdekaan, dan masa

revolusi mempertahankan kemerdekaan yang baru dicapai negara-bangsa Indonesia,

banyak pesantren telah berdiri di Indonesia (Azra, 2012: 132). Sedangkan menurut

Mastuki dan El-Saha dalam Kholil (2011: 299) menyatakan bahwa meskipun

pesantren dalam arti lembaga pendidikan atau sebagai tempat dilakukannya pengajaran

tekstual baru muncul pada sekitar abad ke-18.

Namun berdasarkan catatan sejarah disebutkan bahwa berdirinya pesantren

sesungguhnya sudah ada sejak masa-masa awal penyebaran Islam di Indonesia,

terutama di Jawa dimana tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren Maulana

Malik Ibrahim (wafat 1419 M) yang menggunakan masjid dan pesantren untuk

pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, yang pada gilirannya melahirkan tokoh-tokoh

Walisongo yang juga mendirikan pesantren di wilayahnya masing-masing, seperti

Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan

Drajat di Lamongan, dan Raden Fatah di Demak. Dengan demikian, menurut Octavia,

dkk., (2013: ix-x) bahwa pesantren merupakan warisan para Walisongo. Para

Walisongo-lah yang membawa kitab kuning ke Nusantara yang sampai sekarang

diajarkan di pesantren. Mereka berbaur di tengah masyarakat Nusantara dan

berdakwah dengan metode akulturasi, mengapresiasi tradisi dan kearifan lokal, serta

memberikan keteladanan dengan berpegang pada Al-Qur’an, hadist, dan kitab kuning.

Cara dakwah Walisongo dengan mencontohkan dan memberi teladan yang baik inilah

yang kemudian diikuti oleh para Kyai. Dengan demikian uswah hasanah itu tidak

hanya pada diri Rasulullah, tetapi juga ada pada diri para Kyai sebagai ulama yang

merupakan pewaris para nabi.

Page 28: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

28

Selain fakta diatas, Dhofier (2011: 262-263) mengungkapkan pula bahwa

pesantren juga menjadi tali pengikat sejarah Indonesia modern sambung sinambung

yang tidak mengenal keterputusan. Sebagai bagian kehidupan bangsa Indonesia yang

berjumlah besar, maka kultur pesantren-pun mengalami pasang surut. Embrionya

yang kuat mulai tertanam di Barus pada abad ke-9 saat Borobudur sedang dibangun.

Pada abad ke-13 mampu menciptakan kesultanan Lamreh dan tahun 1200 dijadikan

titik tolak dimulainya sejarah Indonesia modern.

1. Kultur atau Budaya Pesantren

Pesantren memiliki banyak sekali tradisi dan potensi nilai-nilai keadaban

sehingga tidak sedikit kalangan pengkaji Islam Indonesia menyebut pesantren sebagai

kampung peradaban, artefak peradaban Indonesia, subkultur, institusi kultural, dan

lain-lain (Kholil, 2011: 299). Tradisi pesantren sempat mengalami kejayaan

mendampingi serta menjadikan Indonesia sebagai pusat perdagangan internasional.

Pada menjelang seperempat terakhir abad ke-19, pesantren menguatkan kembali

dimensi intelektual keagamaan dan semangatnya melawan kolonialisme semenjak

Kyai-kyai memperdalam ilmunya di Mekah dan Madinah. Hingga kini peran aktif

pesantren dalam proses transformasi konsep-konsep Islam menjadikan pesantren

berada dalam lingkungan kultur tersendiri dengan keunikan karakteristik yang

dipunyainya. Dengan demikian kultur pesantren dapat dikatakan sebagai habituasi atau

tradisi yang berkembang di pondok pesantren Indonesia dan menjadi distingsi yang

membedakan praktik pembelajaran di pesantren dengan pelaksanaan pembelajaran di

luar pesantren. Sehingga tidak salah bila di dunia pesantren terdapat sebuah adagium

yang sangat melekat : al-muhâfazah ‘ala al-qadîm al-shâlih wa al-akhdhu bi al-jadîd

al-ashlah artinya melestarikan tradisi-tradisi masa lalu yang baik, serta mengadopsi

tradisi-tradisi baru yang juga dianggap baik atau lebih baik.

Page 29: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

29

Suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi ke generasi

berikutnya. Kultur atau budaya merupakan istilah yang datang dari disiplin

antropologi sosial (Fathurrohman, 2015: 43). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

budaya diartikan sebagai pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sudah berkembang;

sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah (Depdikbud, 1991: 149).

Koentjaraningrat dalam Fathurrohman (2015: 45-47) mengelompokkan aspek-aspek

budaya berdasarkan dimensi wujudnya, yaitu:

a. Kompleks gugusan atau ide seperti pikiran, pengetahuan, nilai, keyakinan,

norma dan sikap.

Wujud pertama adalah ide kebudayaan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba

dan difoto. Kebudayaan ide ini dapat disebut tata kelakuan, karena berfungsi

sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah

kepada kelakuan dan perbuatan manusia.

b. Kompleks aktivitas seperti pola komunikasi, tari-tarian, upacara adat.

Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sebagai sistem sosial, yang

menunjuk pada perilaku yang berpola dari manusia. Sistem sosial berupa

aktivitas-aktivitas manusia yang beriteraksi, berhubungan serta bergaul dari

waktu ke waktu.

c. Materian hasil benda seperti seni, peralatan dan sebagainya.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, yaitu keseluruhan

hasil aktivitas fisik, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat yang

sifatnya konkrit berupa benda-benda.

Lebih lanjut dikatakan, agar budaya tersebut menjadi nilai-nilai yang tahan

lama, maka harus ada proses internalisasi budaya yaitu proses menanamkan dan

menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang

bersangkutan. Untuk itu, pesantren sebagai basis utama budaya atau kultur menjadi

suatu keniscayaan dalam masyarakat. Dimana menurut Hidayat dan Machali (2012:

261) bahwa pesantren itu memiliki tiga karakteristik, yaitu :

Page 30: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

30

a. Pesantren sebagai lembaga tradisionalisme. Tradisionalisme dalam konteks

pesantren difahami sebagai upaya mencontoh tauladan yang dilakukan para

ulama salaf yang masih murni dalam menjalankan ajaran Islam agar terhindar

dari bid’ah, khurafat, tahayyul dan klenik.

b. Pesantren sebagai pertahanan budaya (culture resistance). Mempertahankan

budaya masa lalu yang baik dan mengambil budaya yang baru yang baik dan

bersandar kepada Al-Qur’an dan sunnah adalah prinsip yang dipegang

pesantren. Subjek yang diajar dalam hal ini santri, dapat melalui hidayah dan

sabab (berkah) Kyai sebagai guru utama dan Irsyadul ustadzul adalah kitab

klasik atau kitab kuning. Dimana kitab-kitab klasik ataupun kitab kuning

tersebut diolah dan ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya,

sekaligus juga menunjukkan keampuhan kepemimpinan seorang Kyai.

c. Pesantren sebagai pendidikan keagamaan. Pendidikan pesantren didasari,

digerakkan dan diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada

ajaran Islam. Dengan demikian, pendidikan pesantren didasarkan atas dialog-

dialog yang terjadi secara terus menerus antara ajaran Islam sebagai keyakinan

yang memiliki kebenaran dan realitas sosial yang memiliki nilai kebenaran

relatif.

2. Komponen Kebudayaan

Koentjaraningrat (2009: 179-181) menjelaskan bahwa kebudayaan hanya ada

pada makhluk manusia. Kebudayaan tidak lepas dari kepribadian individu melalui

suatu proses belajar yang panjang. Dalam proses itu kepribadian atau watak tiap-tiap

individu pasti juga mempunyai pengaruh terhadap kebudayaan itu dalam

keseluruhannya. Akhirnya, gagasan-gagasan, tingkah laku, atau tindakan manusia itu

ditata, dikendalikan, dan dimantapkan pola-polanya oleh bebrbagai sistem nilai dan

norma yang seolah-olah berada di atasnya. Dalam hal menganalisis suatu kebudayaan

dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara empat komponen, yaitu:

Page 31: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

31

a) Sistem Budaya atau cultural system merupakan komponen yang abstrak dari

kebudayaan dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep,

tema-tema berpikir, dan keyakinan-keyakinan;

b) Sistem Sosial atau social system terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau

tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar individu dalam

kehidupan masyarakat;

c) Sistem Keperibadian atau personality system adalah mengenal isi jiwa dan

watak individu yang berinteraksi sebagai warga masyarakat;

d) Sistem Organik atau organic system adalah melengkapi seluruh kerangka

dengan mengikutsertakan ke dalamnya proses biologis dan biokimia dalam

organisme manusia sebagai suatu jenis makhluk alamiah yang apabila

dipikirkan lebih mendalam juga ikut menentukan kepribadian individu, pola-

pola tindakan manusia, bahkan juga gagasan-gagasan yang dicetuskannya.

B. Peran Pesantren Dalam Implementasi Dan Implikasinya Terhadap Proses

Pelaksanaan Kultur Pesantren

Pesantren memiliki arti dan peran yang sangat penting di tengah-tengah

masyarakat. Lembaga ini telah eksis jauh sebelum kedatangan Islam di Nusantara

(Depag, 2003: 10). Sejak masa awal penyebaran Islam, pesantren adalah saksi utama

penyebaran Islam di Indonesia dan merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan

penyiaran agama Islam. Dalam perkembangan dan kemajuan masyarakat Islam di

Indonesia, peranan pesantren tidak bisa terpisahkan. Kedinamisan pesantren tidak

hanya di bidang ekonomi dan dekatnya dengan kekuasaan, tetapi juga maju dalam

bidang keilmuan dan intelektual (Asrohah, 2001: 184). Pesantren juga lah yang

memberikan pendidikan pada masa-masa sulit, masa perjuangan melawan kolonial dan

merupakan pusat studi yang tetap survive sampai masa kini. (Zuhriy, 2011: 288)

Sebagai sub-kultur yang memiliki pola berbeda dengan praktek Islam puritan

(tekstualis) dimana pola yang dibangun pesantren adalah tak menarik diri sepenuhnya

dari lingkungan sekitar dengan tradisi masyarakat yang sudah berkembang. Maka Azra

Page 32: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

32

(2012: 136) mengatakan bahwa pesantren dituntut agar tetap menjalankan peran

sangat krusialnya dalam rangka mengakomodasi harapan masyarakat dalam tiga hal

pokok, yaitu :

1. Transmisi ilmu-ilmu dan pengetahuan Islam (transmission of Islamic

knowlegde)

2. Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition)

3. Reproduksi (calon-calon) ulama (reproduction of ‘ulama)

Hidayat dan Machali (2012: 260-261) menambahkan bahwa kemampuan

pesantren dalam mengembangkan diri dan masyarakatnya, dikarenakan mempunyai

suatu potensi tersendiri yang tidak dimiliki oleh lembaga lainnya. Pertama, pesantren

dalam melakukan aktivitas pembelajarannya full time selama 24 jam sehingga

aktivitasnya tuntas dan terpadu. Kedua, pesantren secara umum mengakar pada

masyarakat. Ketiga, pesantren dipercaya masyarakat sehingga terdapat kecenderungan

dari masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pesantren. Kecenderungan tersebut

lebih didasarkan pada kepercayaan masyarakat bahwa pembinaan yang dilakukan di

pesantren lebih mengutamakan pendidikan agama.

Sejalan dengan itu, Mastuhu (1994: 55-64) memberikan pengertian tentang

pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,

memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Dimana terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki pesantren, yaitu sebagai berikut:

1. Menggunakan pendekatan holistik, dimana para pengasuh pesantren

memandang bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kesatupaduan atau

lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi warga pesantren, belajar

di pesantren tidak mengenal perhitungan waktu.

Page 33: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

33

2. Memiliki kebebasan terpimpin. Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi

kebebasan itu harus dibatasi, karena kebebasan memiliki potensi anarkisme.

Pembatasan mengandung kecenderungan mematikan kreatifitas, karena itu

kebebasan harus dibatasi. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang

terpimpin yang merupakan watak ajaran Islam.

3. Berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri). Di pesantren santri mengatur

sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama.

4. Memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren berlaku prinsip; dalam

hal kewajiban harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam

hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain.

5. Mengabdi orang tua dan guru. Tujuan ini antara lain melalui pergerakan

berbagai pranata di pesantren seperti mencium tangan guru, dan tidak

membantah guru.

Dalam perkembangannya menghadapi tantangan global, pesantren semakin

melebarkan wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas

vertikal dengan penjejalan materi-materi keagamaan, tetapi juga mobilitas horizontal

yaitu dengan kesadaran sosial. Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang

berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga

kurikulum yang menyentuh persoalan kekinian masyarakat (society-based

curriculum). Di sinilah pesantren memainkan peran ganda dalam ranah internal dan

eksternal pesantren. Dimana pada ranah internal pesantren menjadi wadah pendidikan

bagi para santri dalam penempaan diri menjadi insan kamil. Sedangkan dalam ranah

eksternal pesantren menjadi intitusi pertahanan dalam melestarikan budaya para alim

ulama dan leluhur terdahulu di tengah lingkungan masyarakat. Pesantren menjadi lebih

inklusif pada realita sehingga menjadikan sistem yang ada dalam pesantren lebih

efektif mengena ke sanubari santri dan masyarakat.

Page 34: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

34

1. Elemen-elemen Pembentuk Kultur Pesantren

Pesantren merupakan sebuah kompleks dengan lokasi yang biasanya terpisah

dari kehidupan sekitarnya. Lingkungan pesantren yang secara fisik bercirikan Kyai,

santri, asrama santri, masjid atau surau, kediaman Kyai, dan madrasah membentuk

suatu kehidupan dengan komunitas yang unik dari kehidupan yang umum dan didesain

secara integral dalam lingkungan pesantren.

Menurut Dhofier (2011: 79) terdapat lima elemen dasar pembentuk kultur

pesantren, yaitu:

a. Kyai

Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren

(Galba,1995: 62). Kyai pada hakekatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang

yang mempunyai ilmu di bidang agama dalam hal ini agama Islam (Ghazali, 2001: 21)

dan alumni dari pesantren (Hasbullah, 1995: 144). Kyai bukan hanya pemimpin

pesantren tetapi juga pemilik pesantren (Ali dalam Ghazali, 2001: 21). Kyai

merupakan top figur bagi para santri dan merupakan salah satu sumber ilmu

pengetahuan serta memiliki peran penting dalam upaya pengembangan pesantren dan

pengembangan keilmuan para santrinya (Dhofier dalam Faesol, 2012: 113). Sebagai

salah satu unsur dominan dalam kultur pesantren maka Kyai memiliki peran sebagai

ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung masyarakat, pemimpin, dan pengelola

pesantren yang dapat mengatur irama perkembangan dan keberlangsungan kehidupan

suatu pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, karisma, dan keterampilannya.

(Anwar, 2010: 226)

Peran yang begitu kompleks tentu menuntut Kyai untuk dapat memposisikan

diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Apalagi keberlangsungan suatu pesantren

umumnya sangat tergantung kemampuan kepemimpinan Kyai. Tak terkecuali, fungsi

Kyai sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren sesuai

Page 35: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

35

dengan pola yang dikehendaki maka kemajuan dan kemunduran pesantren terletak

pada kemampuan Kyai dalam mengatur pelaksanaan pembinaan dan pengajaran di

dalam lingkungan pesantren. Dimana proses pengaruh yang dilakukan Kyai,

diterapkan melalui kekuasaan legitimasi dengan pemberlakuan peraturan kelembagaan

yang sifatnya mengikat perilaku warga pesantren secara keseluruhan.

Dhofier (2011: 94) juga menjelaskan bahwa Kyai dengan kelebihannya dalam

penguasaan pengetahuan Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat

memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka

dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang

awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk-

bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiah dan surban. Keharusan

menempatkan Kyai dalam posisi yang istimewa. Kharisma dan karomah yang dimiliki

seorang Kyai di dalam pesantren menjadikan Kyai sangat disegani dan dihormati oleh

para ustadz maupun santrinya.

Dalam konteks keilmuan, dalam pemeliharaan tradisi Islam menempatkannya

sebagai penjaga utama ilmu keagamaan. Peran ini tidak bisa diwakilkan kepada

kelompok lain dalam komunitas Islam karena sebuah keyakinan bahwa para ulama

(Kyai) adalah pewaris para nabi. Para Kyai selanjutnya menjadi satu-satunya mufassir

yang sah atas dua sumber utama Islam yakni Al-Qur'an dan Hadist. Peran pengesahan

ajaran agama ini merupakan basis dimana pengetahuan Kyai ditransfer dari generasi

ke generasi dalam pesantren. (Mas'ud dalam Faesol, 2012: 112)

Menurut Turmudi dalam Faesol (2012: 112) bahwa komitmen keilmuan Kyai

diperoleh melalui dua jalur yakni tradisional dan modern. Dari dua jalur ini maka

muncul dua tipe Kyai di pesantren berdasarkan latar belakang pendidikan mereka,

yakni Kyai tradisional yang mengambil pendidikan Islam di pesantren tradisional, dan

Page 36: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

36

Kyai modern yang pengetahuan Islamnya diperoleh dari lembaga pendidikan Islam

modern seperti perguruan tinggi Islam.

Kyai tradisional biasanya mempunyai pengetahuan Islam lebih banyak dari

pada Kyai modern. Sedangkan pada sisi yang lain, Kyai modern mempunyai

metodologi pengajaran Islam yang lebih baik dari pada Kyai tradisional. Dengan

demikian, perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada pribadi

Kyainya. Oleh karena Kyai merupakan cikal bakal dan elemen yang paling pokok dari

sebuah pesantren.

b. Masjid

Dalam sejarah Islam awal, masjid merupakan pusat peradaban. Ketika

Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah, pertama kali yang dilakukan adalah

membangun masjid. Dengan kata lain, peradaban Islam pada fase awal dimulai

dengan terbentuknya masyarakat masjid yang menjadi pilar utamanya sehingga sejarah

perkembangan Islam tidak dapat dipisahkan dari masjid. Arifin (2002: 22)

menjelaskan bahwa masjid dapat dikatakan sebagai madrasah yang berukuran besar

yang pada masa permulaan sejarah Islam dan masa-masa selanjutnya adalah

merupakan tempat menghimpun kekuatan umat Islam baik dari segi fisik maupun

mentalnya.

Kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat di masjid, sejak

masjid Qubba didirikan dekat Madinah pada masa nabi Muhammad SAW tetap

terpancar dalam sistem pesantren. Masjid merupakan elemen yang tidak dapat

dipisahkan dari pesantren (Dhofier, 2011: 85), sehingga masjid menjadi bagian pokok

yang menghidupkan pesantren. Pada umumnya dimana ada pesantren pasti

didalamnya terdapat masjid. Posisi masjid di kalangan pesantren memiliki makna

sendiri. Masjidlah yang tetap memberikan nuansa religius ataupun menjadi ruh bagi

kelangsungan pesantren. Masjid di pesantren tidak hanya berfungsi sebagai tempat

Page 37: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

37

sholat berjamaah lima waktu, tetapi lebih dari itu masjid memiliki peran yang

strategis dalam pembinaan santri. Bahkan para Kyai selalu mengajar murid-muridnya

(santri) di masjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk

menanamkan disiplin para murid. (Dhofier, 2011: 86)

Oleh karena itu masjid merupakan sentral sebuah pesantren karena disinilah

pada tahap awal bertumpu seluruh kegiatan di lingkungan pesantren, baik yang

berkaitan dengan ibadah, shalat berjamaah, zikir, wirid, do’a, i’tiqaf, dan juga kegiatan

belajar mengajar (Yasmadi, 2002: 64). Bahkan Gazalba dalam Ghazali (2001: 18)

mengatakan bahwa seluruh kegiatan yang mengambil tempat di masjid tentu memiliki

nilai ibadah yang tinggi.

c. Santri

Umumnya kata santri diidentikkan bagi seseorang yang tinggal di pondok

pesantren. Nama santri dipakai khusus untuk lembaga pendidikan pesantren sedangkan

gurunya bernama Kyai, Syeikh, ustadz, atau sebutan lain (Soeleiman, 2007: 140).

Santri pada hakekatnya hanya orisinilitas spesifik budaya bangsa Indonesia. Predikat

santri adalah julukan kehormatan, karena gelar santri bukan semata-mata sebagai

pelajar tetapi ia memiliki akhlak yang berlainan dengan orang di sekelilingnya.

Santri merupakan unsur penting dalam perkembangan pesantren. Menurut

Dhofier (2011: 89-90) santri terdiri dari dua yaitu : Pertama, santri mukim yaitu

murid-murid yang berasal dan daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok

pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren biasanya merupakan

satu kelompok tersendiri yang memang bertanggung jawab mengurusi kepentingan

pesantren sehari-hari. Kedua, santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-

desa di sekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti

pelajarannya di pesantren, mereka bolak balik (nglaju) dari rumahnya sendiri.

Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari

Page 38: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

38

komposisi santri kalong. Semakin besar sebuah pesantren, semakin besar jumlah

santri mukimnya.

Lebih lanjut, Dhofier menjelaskan beberapa alasan santri untuk pergi dan

menetap di pesantren, yaitu :

1) Ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas secara lebih mendalam di

bawah bimbingan Kyai yang memimpin pesantren;

2) Ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam bidang

pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren

terkenal;

3) Ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban

sehari-hari di rumah keluarganya. Disamping itu, dengan tinggal di sebuah

pesantren yang sangat jauh letak dari rumahnya sendiri maka mereka tidak

mudah untuk pulang-balik meskipun kadang-kadang menginginkannya.

Menurut Daradjat (1990: 23) bahwa santri umumnya pada usia-usia remaja

yaitu antara 13-19 tahun yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

menuju dewasa. Dalam masa ini anak mengalami pertumbuhan dan masa

perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak

baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang

dewasa yang telah matang. Dimana pada usia tersebut mereka mengalami gejolak

emosi dan krisis identitas sehingga sangat membutuhkan arahan dan bimbingan.

Sehingga secara tersirat inti dari tujuan pesantren itu adalah untuk meninggikan moral,

melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan

kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan

menyiapkan para santri untuk hidup sederhana.

Selain itu, keberadaan para santri di pesantren mempunyai latar belakang dan

alasan-alasan yang berbeda sehingga hal ini akan membentuk kualitas pada diri santri

Page 39: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

39

itu sendiri dalam menyerap nilai-nilai agama Islam. Oleh sebab itu, santri dalam

kehidupan sehari-harinya harus senantiasa menyesuaikan dengan pola dan gaya hidup

di dalam pesantren serta mengikuti apa yang dititahkan oleh Kyai. Dimana Kyai

merupakan sumber ilmu pengetahuan di pesantren serta penjaga moral santri termasuk

memberi hukuman kepada para santri apabila santri tersebut melanggar ketentuan-

ketentuan yang sudah dibuat oleh pesantren.

d. Asrama

Pesantren sebagai lembaga yang lebih menekankan aspek moralitas kepada

santri dalam nilai-nilai memerlukan sebuah asrama sebagai tempat tinggal dan belajar

santri. Dhofier (2011: 80-82) menjelaskan bahwa asrama tersebut berada dalam

lingkungan kompleks pesantren yang biasanya dikelilingi oleh tembok untuk menjaga

keluar dan masuknya para santri dan tamu-tamu (orang tua santri, keluarga yang lain,

dan tamu-tamu masyarakat luas) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selanjutnya,

terdapat tiga alasan mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi santri :

1). Kemahsyuran seorang Kyai dan kedalaman ilmu pengetahuannya tentang

Islam menarik santri dari jauh, untuk dapat menggali ilmu dari Kyai tersebut

secara teratur dan dalam waktu yang lama. Para santri tersebut harus

meninggalkan kampung halamannya, dan menetap di kediaman Kyai.

2). Hampir semua pesantren berada di desa desa-desa, di mana tidak tersedia

perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung para santri

dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri.

3). Sikap timbal balik antara Kyai dan santri, di mana para santri menganggap

para Kyai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan Kyai

menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa

dilindungi.

Page 40: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

40

Sedangkan Soeleiman (2007: 134) mengklasifikasikan kelas pesantren

berdasarkan jumlah santri menjadi tiga bagian, yaitu: Pertama, pesantren kecil dengan

jumlah santrinya di bawah 1.000 orang dan pengaruhnya terbatas di tingkat kabupaten.

Kedua, pesantren menengah dengan jumlah santrinya antara 1.000 s/d 2.000 orang dan

pengaruhnya menarik santri dari berbagai kabupaten. Ketiga, pesantren besar dengan

jumlah santrinya lebih dari 2.000 orang, berasal berbagai kabupaten dan propinsi.

e. Tradisi Keilmuan Kitab Kuning

Potensi pesantren sebagai center of civilized muslim di Indonesia diwujudkan

dalam bentuk khazanah intelektual yang melekat di dalam pesantren berupa tradisi

kajian kitab kuning. Pada masa lalu, pengajaran kitab kuning, terutama karangan-

karangan ulama yang menganut faham Syafi’i, merupakan satu-satunya pengajaran

formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren (Dhofier, 2011: 86).

Menurut Azra (2012: 143) bahwa kitab kuning pada umumnya dipahami

sebagai kitab- kitab keagamaan Arab, menggunakan aksara Arab, yang dihasilkan

oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau khususnya berasal dari

Timur Tengah. Kitab kuning mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas

“kekuning-kuningan”. Harus diakui, sulit untuk melacak kapan waktu persis mulai

terjadinya penyebaran dan pembentukan awal tradisi kitab kuning di Indonesia.

Sebagaimana penelitian Van den Berg tentang buku-buku yang digunakan di

lingkungan pesantren di Jawa dan Madura pada abad ke-19 memang mendaftar kitab-

kitab yang ditulis para ulama Timur Tengah sejak abad ke-9 dan seterusnya; tetapi ini

tidak berarti kitab-kitab ini telah beredar di Indonesia tak lama setelah kitab-kitab

tersebut ditulis pengarangnya atau penyalinnya di Timur Tengah.

Meski sebagai literatur kuno, pesantren tetap menjadikannya sebagai teks wajib

karena disamping apresiasi terhadap penulisnya sebagai figur yang diakui memiliki

Page 41: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

41

keluhuran intelektual dan spiritual, tema-tema utama di dalam teks-teks kuno itu

mengandung nilai-nilai universal dan pandangan-pandangan kehidupan yang humanis.

Keberadaan pesantren yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi kajian kitab kuning

sebagai literatur utamanya tersebut, menjadikan eksistensi pesantren sebagai lembaga

pendidikan Islam tradisional di Indonesia tetap terjaga.

Pada umumnya kitab yang diajarkan di pesantren sama. Sistem pengajaran pun,

yaitu sistem sorogan dan bandongan demikian pula bahasa (yang spesifik pesantren)

yang dipakai sebagai bahasa penerjemahan, juga sama (Dhofier, 2011: 87).

Kesamaan-kesamaan tersebut menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural

dan praktik-praktik keagamaan di kalangan Kyai dan santri di seluruh Nusantara.

Dengan demikian tradisi pesantren yang selalu mengkaji dan membahas segala

persoalan kehidupan kemasyarakatan berdasarkan kitab kuning telah menjadikan

pesantren mempunyai bentuknya tersendiri. Di dalam menghadapi berbagai masalah,

baik menyangkut keagamaan maupun problem-problem kemasyarakatan, pesantren

selalu menggunakan kitab kuning sebagai rujukannya.

Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Munif (1989: 25) kesamaan-

kesamaan kitab yang dikaji memiliki suatu kecenderungan. Artinya, dalam pesantren

dapat dikatakan tidak ada keseragaman pasti tentang kurikulum terkait kitab yang

dikaji. Sebagian pesantren mengkhususkan dirinya pada bidang ilmu tertentu sesuai

dengan disiplin keilmuan yang digeluti oleh sang Kyai (pesantren takhassus),

meskipun tentu saja dengan tetap tanpa mengesampingkan bidang ilmu lainnya. Hal

yang sangat diperhatikan oleh lembaga pesantren adalah selektifitas terhadap kitab-

kitab yang diajarkan kepada para santri (kitab-kitab mu’tabarah).

Hampir seluruh kitab yang dikaji di pesantren adalah kitab-kitab madzhab dan

sangat memperhatikan isnad kitab-kitab tersebut hingga sampai kepada pengarangnya.

Kitab-kitab kuning adalah kepustakaan dan pegangan para Kyai di pesantren.

Page 42: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

42

Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan Kyai. Ajaran-ajaran yang

terkandung dalam kitab kuning tetap merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang

sah dan relevan. Sah artinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Al-Qur’an

dan sunnah Rasulullah (Al-Hadits), dan relevan artinya ajaran-ajaran itu asih cocok

dan berguna kini dan nanti.

Dhofier (2011: 87) menjelaskan bahwa sekarang kitab-kitab klasik (kitab-

kitab kuning) yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam delapan

kelompok jenis pengetahuan, yaitu : nahwu (syntax) dan shorof (morfologi); fiqh; usul

fiqh; hadits; tafsir; tauhid; tasawuf dan etika, dan cabang-cabang lain seperti tarikh dan

balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang

terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir, fiqh, usul fiqh dan tasawuf.

Kesemuanya dapat pula digolongkan dalam tiga kelompok tingkatan, yaitu: 1. Kitab

dasar; 2. Kitab tingkat menengah; 3. Kitab tingkat tinggi. Dimana seorang Kyai yang

memimpin pesantren kecil mengajar sejumlah kecil santri tentang beberapa kitab dasar

dalam kelompok pelajaran, sedangkan di pesantren besar Kyai mengajarkan kitab-

kitab tingkat tinggi. Masing-masing Kyai mengkhususkan diri jenis pengetahuan

tertentu yang paling dikuasainya.

Pengajaran dan penerjemahan kitab-kitab Islam klasik tidak hanya sekedar

membicarakan bentuk (form) dengan melupakan isi (content) ajaran yang tertuang

dalam kitab-kitab tersebut. Akan tetapi peran Kyai sebagai pembaca dan penerjemah

kitab, memberikan komentar atas teks sebagai pandangan pribadinya.

2. Sistem Komunikasi Antarwarga Pesantren

Pesantren sebagai suatu wadah pendidikan agama di Indonesia merupakan

suatu komunitas dan masyarakat penuh dinamika yang tak pernah berhenti, sejalan

dengan perubahan sosial yang terjadi (Bull dalam Octavia, dkk., 2014: 5). Kehidupan

di lingkungan pesantren layaknya kehidupan dalam suatu keluarga besar, yang seluruh

Page 43: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

43

anggotanya atau individu-individu yang ada di dalamnya harus berperan serta untuk

menciptakan keharmonisan dan ketentraman dalam lingkungan pesantren.

Sebagai sumbu utama dari dinamika sosial, budaya dan keagamaan masyarakat

Islam tradisional, pesantren telah membentuk suatu sub kultur yang secara sosio-

antropologis bisa dikatakan sebagai masyarakat pesantren. Oleh karena itu, pesantren

dengan dinamika masyarakat di dalamnya tidak lepas dari pola hubungan sosial yang

terjadi antara anggota-anggota masyarakat pesantren itu sendiri seperti Kyai, ustadz,

ustadzah dan para santri. Dimana hubungan sosial merupakan bentuk interaksi sosial

yang bersifat dinamis, yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu,

antara kelompok-kelompok manusia, antara individu dengan kelompok manusia.

Menurut Galba (1995: 54) bahwa bentuk-bentuk hubungan dalam suatu pesantren

dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu hubungan antara santri dengan santri dan

hubungan antara Kyai dan santri.

a. Hubungan Santri dengan Santri

Pesantren secara tidak langsung mengajarkan para santri untuk dapat

menghargai perbedaan dan menciptakan pergaulan yang diistilahkan Gus Dur sebagai

“kosmopilitanisme pesantren” (Octavia, dkk., 2014: xi). Santri diharapkan dapat

menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dalam lingkungan pesantren tempat mereka

menuntut ilmu. Situasi sosial yang berkembang di antara para santri menumbuhkan

sistem sosial tersendiri.

Galba (1995: 56-61) menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi antar santri

adalah hubungan-hubungan yang bersifat pertemanan dan kekeluargaan karena pada

dasarnya semua muslim adalah bersaudara. Selain itu, menurut Octavia, dkk., (2014:

11) terdapat nilai-nilai universal Islam seperti toleransi (tasamuh), musyawarah

(syura), gotong royong (ta’awun), dan lainnya yang turut dikembangkan dalam

interaksi sosial antar santri.

Page 44: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

44

1) Toleransi

Menurut Octavia, dkk., (2014: 85-104) bahwa prinsip utama yang melandasi

nilai toleransi adalah menghargai nilai kemanusiaan. Toleransi dimaknai sebagai sifat

atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang

berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Pada umumnya santri yang belajar di pesantren berasal dari berbagai daerah,

tingkat sosial ekonomi, dan budaya. Pergaulan lintas suku, bahasa dan daerah

menjadikan para santri menyadari kebinekaan yang harus dihargai. Untuk itu, sikap

toleransi ditunjukkan dengan memberi kemudahan pada pihak yang berbeda untuk

melakukan apa yang diyakininya dan memperlakukan dengan kelembutan dan kasih

sayang terlepas apapun pendiriannya. Dengan demikian sikap toleran bukan berarti

membenarkan pandangan atau keyakinan yang berbeda, akan tetapi mengakui hak dan

kebebasan orang lain untuk memiliki dan mengapresiasikannya.

2) Musyawarah

Menurut Octavia, dkk., (2014: 137-149) bahwa dalam keseharian, syura atau

musyawarah dapat dipahami sebagai suatu forum dimana setiap orang mempunyai

kemungkinan untuk terlibat dalam urun-rembug, tukar pikiran, membentuk pendapat

dan memecahkan persoalan bersama. Musyawarah memiliki nilai yang tinggi, selain

memfasilitasi para pesertanya terlibat dalam pencarian solusi atas berbagai persoalan,

juga memiliki muatan kebenaran berdasarkan kesepakatan bersama. Kebenaran dan

keluhuran dalam musyawarah terletak pada suara akal budi atau nurani yang secara

formal bisa merujuk kepada sumber-sumber ajaran agama atau kearifan kolektif

lainnya, misalnya prinsip keadilan, persaudaraan, kebinekaan, dan seterusnya.

Lebih lanjut dijelaskan, tradisi musyawarah dalam pesantren dikenal dengan

istilah bahtsul masail yang merupakan bagian upaya pendalaman materi

Page 45: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

45

pembelajaran, dimana forum ini pada dasarnya memfasilitasi para santri dalam

penguatan keilmuan dan peningkatan kecakapan retorika berbicara. Santri dilatih

menyampaikan statemen, ide, gagasan, wacana atau pandangannya secara tertata,

teratur, lugas dan mudah dipahami sehingga pada gilirannya nanti dapat mengantarkan

santri secara sosiologis-akademik memiliki keilmuan Islam yang memadai dan

kecakapan dalam berkomunikasi.

3) Gotong Royong

Menurut Octavia, dkk., (2014: 155-165) bahwa gotong royong merupakan

istilah khas dimiliki bangsa Indonesia. Hal ini cukup beralasan, karena dalam

sejarahnya bangsa ini sangat lekat dengan kehidupan saling tolong menolong antara

satu sama lain. Dalam konteks kebudayaan, gotong royong berarti mengerahkan segala

kemampuan anggota masyarakat untuk terlibat saling bantu membantu dalam

melaksanakan suatu jenis pekerjaan dengan target tertentu. Tradisi gotong royong

tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan landasan dalam Al-Qur’an tentang

pentingnya bekerjasama, tolong menolong atau saling bantu membantu untuk

kepentingan kebaikan dan ketakwaan.

Selanjutnya, gotong royong (ro’an) merupakan salah satu istilah yang populer

digunakan untuk menunjukkan aktivitas gotong-royong atau kerja bakti yang

melibatkan banyak santri di pesantren. Kegiatan ro’an ini pada dasarnya memiliki

kesamaan dengan kegiatan-kegiatan kebersihan di kampung halaman. Dengan

pengaturan dari para pengurus pesantren, para santri diarahkan untuk membersihkan di

lokasi-lokasi yang telah ditentukan seperti kamar, halaman, makam, kamar mandi, dan

lokasi lainnya. Bagi para santri, kegiatan ro’an memiliki pelajaran tersendiri,

terutama dalam memupuk kebersamaan dan kepedulian terhadap hal-hal yang baik.

b. Hubungan Kyai dan Santri

Page 46: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

46

Kyai dan santri adalah dua entitas yang memiliki kesadaran yang sama untuk

secara bersama-sama membangun komunitas keagamaan dalam pesantren. Sebagai

figur dalam pesantren maka Kyai secara tradisional dianggap mempunyai otoritas

yang tidak tergoyahkan dan dianggap sebagai tokoh yang kharismatik. Pada masa

sekitar 20-30 tahun yang lalu, terutama pada periode awal usia pesantren, ketundukan

dan sikap hormat santri pada pemimpin atau Kyai digambarkan sebagai hal yang

sangat luar biasa. Menurut Rasyid (1998: 305) bahwa Kyai dan santri akan

berinteraksi secara kontinyu dan lama di pesantren sehingga seluruh kegiatan santri

dapat diawasi dan dibentuk oleh Kyai yaitu dengan meningkatkan moral, melatih dan

mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid

untuk hidup sederhana dan bersih hati.

Nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat telah menyandera pikiran dan

perilaku yang pada akhirnya memunculkan pola hubungan atas bawah antara Kyai dan

santri. Kepercayaan bahwa "melawan" Kyai apalagi sampai diusir dari pesantren akan

menyebabkan kesengsaraan dalam hidup atau ilmu yang dimiliki akan sia-sia sehingga

yang bersangkutan tidak akan menjadi orang yang berguna di masyarakat, telah

tertanam dalam benak santri jauh hari sebelum menetap di pesantren dan dikala dia

telah mengenyam pendidikan pesantren keyakinan akan nilai-nilai tersebut semakin

kuat. Nilai tersebut pada akhirnya dilestarikan antar generasi (di pesantren) dan

disebarluaskan pada masyarakat sekitar dimana santri hidup sehingga keyakinan akan

kesakralan Kyai yang anti kritik menjadi bagian dari sistem kepercayaan umum yang

membentuk pola berpikir masyarakat setempat. Dengan demikian pada kondisi sosial

yang dikuasai oleh nilai-nilai tradisionalis yang kuat, maka sulit membentuk sistem

otoritas baru. (Soekanto dalam Faesol, 2012: 115)

Page 47: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

47

Sistem otoritas yang telah terpelihara tersebut secara turun temurun

menimbulkan pemikiran umum bahwa suatu perkara yang disampaikan oleh Kyai

(orang yang memiliki otoritas) tidak perlu lagi dipertanyakan, dipikirkan ulang

maupun diperdebatkan secara kritis oleh para santri. Pemikiran umum tersebut

merupakan konsekuensi sosial dari pemahaman bahwa Kyai sebagai pendiri pesantren

merupakan orang yang mumpuni terhadap ilmu-ilmu agama sehingga segenap

perilakunya merepresentasikan budi pekerti mulia dan akhlak al-karimah di mata

umatnya. Inilah yang menyebabkan Kyai dipandang tidak saja sebagai sumber teladan

tingkah laku , melainkan juga sebagai sumber referensi ilmu pengetahuan.

Dalam tradisi pesantren, sistem hubungan antara guru dengan murid (santri)

berlangsung seumur hidup baik bagi Kyai maupun santri. Dimana perasaan hormat

dan kepatuhan murid kepada gurunya berlaku mutlak dan tidak kenal putus. Bahkan

bagi murid (santri), ia masih perlu hormat kepada anak keturunan Kyai (Dhofier, 2011:

125). Kepatuhan dan penghormatan yang diberikan santri kepada Kyai dalam konteks

tradisi keilmuan pesantren adalah tingkah laku yang memang seharusnya dilakukan

oleh seorang penuntut ilmu. Pola perilaku demikian dibentuk oleh materi pendidikan

pesantren yang mengarah kepada tiadanya sikap kritis dalam menuntut ilmu seperti

yang dikandung dalam kitab kuning yang menjadi kitab wajib hampir semua pesantren

yakni Ta' lim Muta'allim.

Dimana dalam kitab tersebut dinyatakan bahwa mereka (santri) yang mencari

pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa mereka (santri) tidak akan pernah

mendapatkan pengetahuan atau pengetahuannya tidak berguna, kecuali kalau santri

menaruh hormat kepada pengetahuan tersebut dan juga menaruh hormat kepada guru

(Kyai) yang mengajarkannya. Besarnya wibawa Kyai atas dasar diri santri menjadikan

Kyai juga sebagai sumber inspirasi dan penunjang moril dalam kehidupan pribadi

santri. Para santri menerima kepemimpinan Kyai karena percaya pada konsep berkah

Page 48: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

48

yang dalam masyarakat Jawa didasarkan atas doktrin keistimewaan status seorang

alim dan wali (Mas'ud dalam Faesol, 2012: 111). Sehingga tidak mengherankan bila

santri selalu hormat dan ta’dhim terhadap Kyainya serta menghargai orang lain lebih

dari dirinya sendiri. Bahkan santri tidak berani berbicara sambil menatap mata Kyai.

Oleh karena itu, Suprayogo (2007: 34) mengatakan bahwa sikap hormat,

takzhim dan kepatuhan kepada Kyai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan

pada setiap santri. Kepatuhan mutlak diperluas sehingga mencakup penghormatan

kepada para ulama sebelumnya dan ulama yang mengarang kitab-kitab yang

dipelajarinya. Bahkan sikap patuh tidak hanya diperuntukkan bagi Kyai atau

pengarang kitab, namun kepada keluarga Kyai (anak) juga ditampakkan. Walaupun

sekarang pola hubungan yang demikian telah mengalami banyak perubahan dalam

rangka menciptakan pesantren masa depan yang lebih humanis. Karena dalam

perspektif humanisme religius, posisi santri diharapkan menghormati Kyai sebagai

rasa ta’dhim kepada seorang guru dan sebaliknya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, kitab Ta' lim Al-Muta' allim beserta

kitab-kitab sejenisnya menjadi bagian dari proses legitimasi otoritas keilmuan Kyai

yang pada akhirnya menjelma sebagai sistem nilai yang dianut warga pesantren dan

terejawantahkan dalam praktek-praktek intelektual kehidupan santri sehari-hari

sehingga menjadi standar etika perilaku yang mengatur hubungan Kyai-santri dalam

bingkai interaksi intelektual.

Nilai dan contoh perilaku etis tersebut kemudian disosialisasikan kepada santri

baru dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akhirnya terinternalisasi pada diri

setiap santri. Pada titik inilah awal ketertiban sosial di lingkungan pesantren mulai

tercipta. Tindakan-tindakan santri yang mencoba keluar dari "jalur kepesantrenan"

diatur pula oleh nilai sosial komunitas. Perilaku menyimpang tersebut akan mendapat

Page 49: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

49

stigma negatif dan pantas mendapatkan sanksi atau hukuman, baik dalam bentuk

moral, sosial maupun fisik.

3. Metodologi Pendidikan dan Pengajaran yang Umum Berlaku di

Pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran yang sistemik.

Didalamnya memuat tujuan, nilai, dan berbagai unsur yang bekerja secara terpadu satu

sama lain. Sinkronisasi unsur-unsur dan nilai-nilai tersebut didasari, digerakkan, dan

diarahkan sesuai dengan nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran agama yang

diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak dan realitas sosial yang memiliki kebenaran

relatif (Wahid, 2001: 17).

a. Sistem Pengajaran Pesantren

Ghazali (2001: 29-33) membagi sistem pengajaran yang dilakukan pesantren

bersifat tradisional dan modern. Sistem tradisional adalah berangkat dari pola

pengajaran yang sangat sederhana dan sejak semula timbulnya, yaitu pola pengajaran

sorogan, dan bandongan (weton/halaqah) dalam mengkaji kitab-kitab agama yang

ditulis oleh para ulama zaman abad pertengahan. Dimana pola pengajaran tersebut

bergantung semata-mata pada Kyai sebagai pemegang otoritas dominan dalam

memimpin pesantren. Sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu,

tempat dan materi pengajaran (kurikulum) nya terletak pada Kyai atau ustadzlah yang

menentukan berlangsungnya proses belajar-mengajar di pesantren.

1) Sorogan

Merupakan sistem pengajaran yang dilakukan dengan cara menyorongkan

sebuah kitab dari santri kepada Kyai untuk dibaca di hadapan Kyai. Bila terdapat

kesalahan maka Kyai akan langsung memperbaikinya. Di pesantren besar, sistem

tersebut hanya dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja, yang biasanya terdiri dari

keluarga Kyai atau santri-santri yang diharapkan kemudian hari menjadi alim. Dhofier

Page 50: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

50

(2011: 54) menyatakan bahwa sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian

yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan, sebab sistem sorogan menuntut

kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi guru pembimbing (Kyai) dan murid

(santri).

2) Bandongan (Weton / Halaqah)

Merupakan metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren. Dhofier

(2011: 54) menjelaskan bahwa sistem bandongan seringkali juga disebut sistem weton.

Dimana dalam sistem ini sekelompok santri mendengarkan seorang guru (Kyai) yang

membaca, menerjemahkan, menerangkan, bahkan seringkali mengulas buku-buku

Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid (santri) menyimak bukunya sendiri dan

membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran

yang sulit. Kelompok kelas sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya

lingkaran murid (santri), atau kelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan

seorang guru (Kyai).

Sedangkan sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat modern merupakan

suatu inovasi dalam pengembangan suatu sistem. Dimana dalam perkembangannya

pesantren tidaklah semata-mata tumbuh atas pola lama yang bersifat tradisional.

Menurut Ghazali (2001: 30-32) terdapat tiga sistem yang dapat diterapkan dalam

konteks pendidikan dan pengajaran yang bersifat modern.

1) Sistem Klasikal

Dimana pola penerapan sistem ini adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah

baik kelompok yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan

dalam kategori umum. Dimana dalam sistem persekolahan diajarkan berdasarkan

kurikulum yang telah baku dari Departemen Agama dan Departemen Pendidikan.

Sekolah dari jalur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari sekolah-

sekolah umum dimana sekolah yang lebih banyak mengelola ilmu-ilmu sekuler

Page 51: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

51

dengan wujud konkrit jenjang pendidikannya adalah sekolah dasar dan menengah.

Sedangkan sekolah-sekolah dari jalur Agama wujud konkritnya adalah tingkat

Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).

Integrasi kedua jalur sistem pendidikan tersebut juga dapat diwujudkan dalam

pesantren komprehensip dimana kedudukan Kyai dalam proses belajar mengajarnya

bukan semata-mata sebagai pengajar melainkan pula bertindak sebagai pembimbing

yang secara direktif mengasuh pesantren tersebut dalam segala aktifitas. Dengan kedua

pola sistem tersebut, jelas bahwa selain kurikulum yang digunakan Kyai maka

digunakan pula kurikulum dan sylabi yang berasal dari kedua departemen tersebut

dengan harapan semua santri dapat mengikuti pula ujian yang dilaksanakan oleh

sekolah negeri sebagai status persamaan.

2) Sistem Kursus-kursus

Pola pengajaran yang ditempuh melalui kursus (takhassus) ini ditekankan pada

pengembangan keterampilan. Pengajaran sistem tersebut mengarah kepada

terbentuknya santri yang memiliki kemampuan hidup yang mandiri untuk menopang

ilmu-ilmu agama yang mereka tuntut dari Kyai. Dengan demikian santri diharapkan

tidak tergantung pada pekerjaan di masa mendatang, akan tetapi santri harus mampu

menciptakan pekerjaan sesuai kemampuan yang dimiliki.

3) Sistem Pelatihan

Pola pelatihan yang dikembangkan adalah termasuk menumbuhkan

kemampuan praktis seperti pelatihan pertukangan, managemen koperasi, kerajinan-

kerajinan, dan sebagainya yang berfungsi mendukung terciptanya kemandirian

integratif.

b. Metode Pengajaran Pesantren

Menurut Arief dalam Kamsinah (2008: 108), bagi pesantren setidaknya

terdapat tujuh metode yang dapat diterapkan dalam membentuk perilaku Islami santri,

Page 52: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

52

yakni : Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); Latihan dan Pembiasaan; Mengambil

Pelajaran (Ibrah); Nasehat (Mauidzah); Kedisiplinan; Pujian dan Hukuman (Targhib

wa Tahzib); dan Kemandirian.

1) Keteladanan

Secara psikologis manusia sangat memerlukan keteladanan untuk

mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pemberian contoh-contoh kongkrit bagi

para santri mutlak diperlukan. Dalam pesantren, Kyai dan ustadz harus senantiasa

memberikan uswah yang baik bagi para santri, termasuk dalam ibadah-ibadah ritual,

serta dalam hidup keseharian. Seperti sikap Kyai yang rendah hati ketika mengajar

sebuah pengajian selalu diakhiri dengan kata-kata “Wallahu a’lam bi al-shawab” atau

kesederhanaan sosok Kyai dalam bergaul, bersikap ramah dengan siapa saja, dan

seterusnya. Tentu nilai-nilai tersebut merupakan aktualisasinya terhadap apa yang

disampaikan. Dengan demikian semakin konsekuen Kyai atau ustadz menjaga tingkah

lakunya maka semakin didengar ajarannya.

2) Latihan dan Pembiasaan

Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiasaan adalah dengan cara

memberikan latihan-latihan terhadap norma-norma yang telah ditentukan, kemudian

santri membiasakan diri untuk melakukannya. Di pesantren, metode tersebut biasanya

akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan

pada Kyai dan ustadz, pola pergaulan sesama santri dan seterusnya. Latihan dan

pembiasaan yang terjadi terus menerus tersebut pada akhirnya akan menjadi akhlak

yang terpatri dalam diri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi santri.

Burghardt dalam Syah (2010: 117) berpendapat bahwa pembiasaan merupakan

perwujudan perilaku belajar santri. Sebagai usaha internalisasi suatu perilaku atau

nilai yang dilakukan secara berulang-ulang dan berintikan pengalaman. Pembiasaan

meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan

Page 53: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

53

ataupun pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif

menetap dan otomatis. Hasanah (2012: 136) mengungkapkan bahwa sikap atau

perilaku yang telah menjadi kebiasaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Perilaku tersebut relatif menetap.

b) Pembiasaan umumnya tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi,

misalnya untuk dapat mengucapkan salam cukup fungsi berpikir berupa

mengingat atau meniru saja.

c) Kebiasaan bukan sebagai hasil dari proses kematangan, tetapi sebagai akibat

atau hasil pengalaman atau belajar.

d) Perilaku tersebut tampil secara berulang-ulang sebagai respons terhadap

stimulus yang sama.

Pembiasaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kepribadian manusia selain faktor alami atau fitrah. Fitrah manusia menurut perspektif

agama adalah cenderung kepada kebaikan, namun masih mengakui adanya pengaruh

lingkungan yang dapat mengganggu proses tumbuhnya fitrah. Hal ini memberikan

pembenaran perlunya faktor nurture, atau lingkungan budaya, pendidikan, dan nilai-

nilai yang perlu disosialisasikan (Megawangi, 2004: 25-26). Pesantren berperan

banyak dalam menjadikan kualitas karakter yang baik sebagai landasan utama dalam

semua kegiatan para santri baik formal maupun informal. Pembiasaan akan nilai-nilai

di lingkungan pesantren diterapkan melalui program-program kegiatan dan diawasi

dengan aturan-aturan kedisiplinan. Para santri dibiasakan untuk shalat lima waktu

dengan berjamaah, shalat Dhuha, mengantri ketika menunggu giliran makan,

menerapkan kebersihan di setiap tempat dengan adanya piket dan pembersihan umum,

menciptakan hidup sehat dengan berolah raga pada hari-hari yang telah dijadwalkan,

serta kegiatan-kegiatan lainnya.

3) Mengambil Pelajaran (Ibrah)

Page 54: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

54

Secara sederhana ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam arti

umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa

(Nahlawi, 1992: 390). Ibrah dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi psikis yang

menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan,

diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar,

sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu

mendorongnya kepada perilaku yang sesuai. Sebagaimana tujuan paedagogis dari

ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang

bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Pengambilan

Ibrah dapat dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-

peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang (Burhanuddin, 2001: 57).

4) Nasehat (Mauidzah )

Mauidzah berarti nasehat. Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur,

yakni : Pertama, uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh

santri, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam

beramal; Kedua, motivasi dalam melakukan kebaikan; Ketiga, peringatan tentang

dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun

orang lain. (Burhanuddin, 2001: 57-58)

5) Kedisiplinan

Pembiasaan kedisiplinan merupakan salah satu keunggulan di pesantren. Mulai

dari bangun tidur sampai beranjak tidur lagi, para santri membiasakan untuk disiplin

terhadap norma dan nilai yang berlaku di pesantren. Dalam membudayakan kebiasaan-

kebiasaan yang baik tersebut maka pengasuh pesantren memiliki peran yang sangat

penting untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada santri untuk menerapkan

nilai-nilai kebaikan yang dilakukan secara holistis dalam keseharian santri.

Page 55: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

55

Metode kedisiplinan identik dengan pemberian hukuman atau sangsi.

Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut

tidak benar sehingga ia tidak mengulanginya lagi (Nawawi, 1993: 234). Pembentukan

perilaku lewat kedisiplinan memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan

mengharuskan seorang pendidik memberikan sangsi bagi pelanggar, sementara

kebijaksanaan mengharuskan sang pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan

sangsi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain.

Lebih lanjut dijelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang

pendidik sebelum menjatuhkan sanksi:

a) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;

b) Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi kepuasan atau

balas dendam dari si pendidik;

c) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar,

misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis

pelanggaran disengaja atau tidak.

Menurut Octavia, dkk., (2014: 188-189) bahwa hukuman atau dalam istilah

pesantren disebut ta’zir . Ta’zir merupakan salah satu metode memupuk kesadaran

para santri supaya bertanggung jawab. Setiap pelanggaran atas ketentuan yang berlaku

harus dipertanggung jawabkan dengan menjalani ta’zir. Misal, santri yang merokok

digundul, santri yang melalaikan tugasnya membersihkan wc, dan lain sebagainya.

Dalam batas-batas tertentu, hukuman dapat menjadi instrumen pendidikan bagi santri

yang bermasalah. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman

ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah

tidak bisa diperbaiki. Hukuman juga dapat diberikan kepada santri yang melanggar

dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.

6) Targhib wa Tahzib

Page 56: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

56

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain;

targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang

melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk

menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar (Nahlawi, 1992: 412). Penekanan metode

targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara penekanan

metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Meski demikian

metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaannya terletak pada

akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai.

Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya

memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat Rabbaniyah, tanpa terikat

waktu dan tempat. Adapun metode hadiah dan hukuman berpijak pada hukum

rasio/akal yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. Di

pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian, baik sorogan

maupun bandongan. (Burhanuddin, 2001: 61)

7) Kemandirian

Kemandirian adalah kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri

yang ditandai dengan keberanian mengambil inisiatif, mencoba mengatasi masalah

tanpa minta bantuan orang lain, berusaha dan mengarahkan tingkah laku menuju

kesempurnaan. Nasrun dalam Octavia, dkk., (2014: 211) menyebutkan bahwa

kemandirian merupakan unsur terpenting dari moralitas yang bersumber pada

masyarakat. Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yaitu disiplin

dan komitmen terhadap kelompok.

Sedangkan Octavia, dkk., (2014: 212) menjelaskan bahwa kemandirian

mencakup kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku, dan kemandirian nilai.

Kemandirian emosional berhubungan dengan perubahan kedekatan emosional antar

individu, seperti hubungan anak dengan orang tua. Kemandirian tingkah laku adalah

Page 57: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

57

kemampuan untuk membuat keputusan tanpa bergantung pada orang lain dan

melakukannya secara bertanggung jawab. Selanjutnya yang disebut sebagai

kemandirian nilai adalah kemampuan memaknai prinsip tentang benar dan salah

terhadap apa yang penting dan apa yang tidak penting.

Nasrun dalam Maulidiyah (2005: 24) menyebutkan bahwa kemandirian itu

ditandai dengan adanya perilaku:

a) Mengerjakan sendiri tugas-tugas rutinnya, yang ditunjukkan dengan kegiatan

yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan bukan karena orang lain dan

tidak tergantung pada orang lain.

b) Aktif dan bersemangat, yaitu ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar

prestasi maupun kegiatan yang dilakukan tekun merencanakan serta

mewujudkan harapan-harapannya

c) Inisiatif, yaitu memiliki kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif

d) Bertanggung jawab, yang ditunjukkan dengan adanya disiplin dalam belajar,

melaksanakan tugas dengan baik dan penuh pertimbangan

e) Kontrol diri yang kuat, yaitu ditunjukkan dengan adanya mengendalikan

tindakan, mengatasi masalah, dan mampu mempengaruhi lingkungan atas

usaha sendiri.

Menurut Octavia, dkk., (2014: 214-215) bahwa pesantren memberikan

perhatian penting terhadap nilai dan praktek kemandirian. Masa-masa penanaman nilai

kemandirian sejak dini di pesantren seringkali disebut banyak kalangan memberikan

kontribusi pada pembentukan kepribadian manusia yang bertanggung jawab. Pesantren

turut memberikan andil dalam mempersiapkan santri untuk hidup mandiri dengan

mencukupi kebutuhan kesehariannya dengan bekal kiriman orang tuanya, dimana

mereka dihadapkan pada masalah pengelolaan keuangan, makanan, pakaian dan

bahkan pilihan keilmuan.

C. Internalisasi Aspek Nilai-nilai Ajaran Islam

Page 58: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

58

Nilai adalah pola tata kelakuan yang harus dilakukan oleh manusia ketika ia

berhubungan dengan orang lain (Setiadi dan Kolip, 2011: 6). Nilai bukan saja

dijadikan rujukan untuk bersikap dan berbuat dalam masyarakat, akan tetapi dijadikan

pula sebagai ukuran benar tidaknya suatu fenomena perbuatan dalam masyarakat itu

sendiri. Apabila ada suatu fenomena sosial yang bertentangan dengan sistem nilai yang

dianut oleh masyarakat, maka perbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan

sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, dan akan mendapatkan penolakan dari

masyarakat tersebut.

Menurut Musfah (2012: 50), nilai bagi seseorang tidaklah statis, akan tetapi

selalu berubah. Sementara, Setiadi dan Kolip (2011: 119) menyatakan bahwa nilai

pada hakekatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak

menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar. Sehingga nilai

merupakan bagian penting kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah ataupun secara

moral dapat diterima, jika harmonis atau selaras dengan nilai-nilai yang disepakati dan

dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan tersebut dilakukan. Sebagaimana dalam

konteks nilai kepesantrenan yang sebenarnya adalah membangun kesucian dan

keindahan secara nyata dalam kehidupan. Artinya tidak sekedar membangun kata,

tetapi juga membangun tindakan konkrit sehingga Rahman dan Rahim Allah benar-

benar nyata dalam kehidupan sehari-hari. (Octavia, dkk., 2014: x)

Fungsi pesantren sebagai lembaga dakwah, senantiasa melakukan internalisasi

nilai-nilai Islam di tengah masyarakat pesantren sendiri dan masyarakat umum

(Brusinessen dalam Octavia, dkk., (2014: 5). Dimana aspek nilai-nilai ajaran Islam

pada intinya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu nilai-nilai aqidah, nilai-nilai

ibadah, dan nilai-nilai akhlak (Hakim, 2012: 69). Nilai-nilai aqidah mengajarkan

manusia untuk percaya akan adanya Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa sebagai

Sang Pencipta alam semesta, yang akan senantiasa mengawasi dan memperhitungkan

Page 59: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

59

segala perbuatan manusia di dunia. Hubungan manusia dengan Allah SWT merupakan

hubungan vertikal (menegak) antara makhluk dan Khalik, sebagai sentral dan dasar

dari ajaran Islam (Daradjat, 2011: 176) yang menuntut manusia untuk lebih taat dalam

menjalankan perintah Allah dan takut untuk berbuat dhalim ataupun kerusakan di

muka bumi ini.

Sedangkan aspek nilai-nilai ibadah mengajarkan pada manusia agar dalam

setiap perbuatannya senantiasa dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah.

Pengamalan konsep nilai-nilai ibadah akan melahirkan manusia-manusia yang adil,

jujur, dan suka membantu sesamanya. Aspek nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada

manusia untuk bersikap dan berperilaku yang baik sesuai norma atau adab, sehingga

akan membawa pada kehidupan manusia yang tenteram, damai, harmonis, dan

seimbang. Dengan demikian jelas bahwa nilai-nilai ajaran Islam merupakan nilai-nilai

yang akan mampu membawa manusia pada kebahagiaan, kesejahteraan, dan

keselamatan manusia baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat

kelak.

Sejalan dengan hal di atas, Zamzami, dkk., (2007: 183-187) mengungkapkan

bahwa nilai-nilai ajaran Islam yang dikembangkan di pesantren berupa sikap dan

perilaku tasamuh, tawassuth, dan tawazun. Selain itu, terdapat juga nilai-nilai seperti

al-ukhuwwah (persaudaraan), al-ta’awun (tolong menolong), al-ittihad (persatuan),

thalab al ‘ilm (menuntut ilmu), al-ikhlas (ikhlas), al-jihad (perjuangan), al-tha’ah

(patuh kepada Tuhan, Rasul, ulama atau Kyai sebagai pewaris nabi, dan kepada

mereka yang diakui sebagai pemimpin), ikut mendukung eksistensi pondok pesantren

(Rahardjo dalam Octavia, dkk., 2014: 7-8). Nilai-nilai tersebut tentu saja tidak lahir

dalam kondisi tunggal, melainkan melalui proses panjang dan melampaui beberapa

tahapan. Nilai-nilai yang dipilih dan ditetapkan menjadi karakter dan identitas

peradaban atau kultur tersebut muncul mengalami seleksi alam, dimana kesadaran

Page 60: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

60

kolektif akan memilih nilai yang baik, signifikan dan relevan bagi eksistensi

peradaban atau kultur tersebut.

1. Kedudukan Akhlak di Pesantren

Dalam lingkungan pesantren, kedudukan akhlak merupakan hal yang sangat

penting dan utama bagi kehidupan. Ritonga (2005: 7-8) menjelaskan bahwa al-Akhlaq

adalah potensi yang tertanam di dalam hati seseorang yang mampu mendorongnya

berbuat (baik dan buruk) tanpa didahului oleh pertimbangan akal dan emosi. Untuk

memberi penilaian baik atau buruknya akhlak seseorang dilihat dari perbuatan-

perbuatan yang sudah menjadi kebiasaannya, dan inilah yang disebut dengan

perbuatan akhlak. Dengan demikian perbuatan seseorang adalah cerminan dari

akhlaknya, bukan sebagai akhlaknya sendiri.

Terdapat pandangan bahwa segala amal perbuatan, baik yang berkaitan dengan

persoalan hati maupun badan, ucapan atau perbuatan tidak dianggap sah apabila tanpa

kebaikan akhlak. Sebagian ulama bahkan menyatakan bahwa akhlak berkaitan erat

dengan tauhid. Tauhid adalah dasar dari segala sesuatu, maka lahirlah apa yang

dinamakan keimanan, dari keimanan timbul syariat, dari syariat muncullah akhlak.

Artinya, jika seseorang tidak memiliki akhlak, berarti tidak memiliki syariat, jika tidak

memiliki syariat berarti tidak memiliki keimanan dan itu juga berarti tidak memiliki

tauhid. (Burhanudin, 2001: 57)

Kecenderungan manusia dalam melakukan akhlak baik atau buruk, merupakan

bentuk dari proses, dari baik ke buruk dan kembali lagi ke baik, atau tetap dalam

keburukan dan dari baik tetap kepada yang baik. Proses inilah yang sebenarnya sangat

berperan dalam membentuk terminal akhir dari kecenderungan manusia. Proses ini

yang kemudian dijadikan acuan agar manusia tetap bertahan dalam kebaikan. Peran

Page 61: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

61

aktif pesantren dalam pembinaan akhlak santri menjadi alternatif bagi upaya kearah

perbaikan dan pembangunan akhlak manusia secara keseluruhan.

Pencapaian akhlak yang sempurna adalah untuk membentuk santri-santri yang

bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam

tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan, dan beradab, ikhlas,

jujur dan suci (Abrasyi, 1970: 104). Dengan demikian pengasuh harus mengikhtiarkan

cara-cara yang bermanfaat untuk pembentukan adat istiadat, kebiasaan yang baik,

yang ditanamkan di dalam hati nurani santri, menguatkan kemauan untuk berdisiplin,

mendidik pancaindra dan membiasakan berbuat baik, menghindari setiap kejahatan.

(Zuhairi, dkk., 1995: 52)

Akhlak itu menyangkut tarbiyah yaitu menanamkan akhlak yang utama, budi

pekerti yang luhur serta didikan yang mulia (Ghoyani, 1976: 315). Sementara,

Daradjat (2011: 70) mengatakan bahwa pengajaran akhlak berarti pengajaran tentang

bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak tanduknya (tingkah lakunya).

Dimana terdapat enam aspek penting dalam konsep pendidikan akhlak mulia di

pesantren :

a. Aspek pemahaman tentang makna akhlak yakni sikap dan perilaku baik yang

didasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist

yang meliputi akhlak kepada diri sendiri, kepada orang lain, kepada Allah dan

kepada lingkungan hidup.

b. Tujuan pendidikan akhlak pada prinsipnya adalah perbaikan diri baik

kedudukannya sebagai diri sendiri, sebagai hamba Allah dan sebagai bagian

dari masyarakat.

c. Program pembentukan akhlak berupa pembiasaan yang dikemas menjadi

kegiatan harian, mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan.

d. Materi akhlak meliputi sikap dan perilaku yang diwajibkan oleh ajaran Islam

baik kepada diri sendiri, orang lain, dan kepada lingkungan hidupnya.

Page 62: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

62

e. Rujukan materi akhlak yang digunakan seperti Al-Qur’an, al- Hadist, kitab

akidah akhlak, Kitab Ta’lim Al Muta’allim, Kitab Al-Akhlak lil Banin wal

Banat, nilai-nilai kepesantrenan dan kultur pesantren.

f. Kualifikasi ustadz yang disyaratkan di pesantren untuk menumbuhkan akhlak

mulia pada santri yaitu memiliki kematangan intelektual, kematangan

psikologis, kematangan sosial, kematangan perilaku, dan kematangan spiritual.

Dimana nilai-nilai yang dikembangkan oleh pesantren dalam mendorong

terbentuknya perilaku Islami santri, yaitu : keikhlasan, kesederhanaan;

kemandirian, kekeluargaan, kebebasan; kepemimpinan, dan kemasyarakatan.

Dengan demikian kultur pesantren yang didalamnya terkandung nilai-nilai

mewujud dalam kebiasaan-kebiasaan akan mendorong terbentuknya perilaku Islami

santri dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Perilaku

Akhlak dilihat dari spontanitas tingkah laku (perilaku) yang baik (Sapuri,

2009: 274). Akhlak dan perilaku saling berkaitan dan memberikan gambaran satu

sama lain. Perilaku mewujud melalui aspek gerakan. Hal ini sangat diwarnai dan

ditentukan oleh akidah dan akhlak seseorang. Sejalan dengan itu, Ritonga (2005: 9)

mengungkapkan bahwa perilaku adalah perbuatan akhlak seseorang sebagai

penjelmaan (manifestasi) dari sifat mental yang terkurung dikalbunya. Dimana

perbuatan akhlak yang dimaksud adalah :

a. Perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga telah menjadi kepribadiannya.

b. Perbuatan itu mudah dilakukan tanpa didahului oleh pertimbangan.

c. Perbuatan itu timbul dari dorongan hati atau keinginan hati, bukan karena

terpaksa.

d. Perbuatan itu dilakukan dengan sesungguh hati, bukan sekedar bercanda dan

kajian ilmiah.

Page 63: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

63

e. Perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas (untuk perbuatan baik).

f. Tidak merasa bersalah atau malu setelah melakukannya karena sudah menjadi

kebiasaannya sehari-hari.

Dengan demikian perilaku adalah tingkah laku yang diatur atau terbentuk dari

lingkungan (internal dan eksternal), tempat dimana melakukan suatu kegiatan dengan

pola tertentu. Hal tersebut hampir sejalan dengan pendapat Hakim (2012: 70) yang

mengatakan bahwa perilaku merupakan manifestasi dari respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus lingkungan sosial tertentu sehingga perilaku itu bisa diubah artinya

perilaku yang menentukan pengembangan diri seseorang. Dalam beberapa teori

mengatakan bahwa :

a. Perilaku adalah akibat.

b. Perilaku diarahkan oleh tujuan.

c. Perilaku yang diamati bisa diukur.

d. Perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati seperti berpikir.

e. Perilaku dimotivasi atau didorong.

Sedangkan dalam pandangan Muhadjir (1992: 57-69) bahwa perilaku tidak

sekedar psikomotor tetapi merupakan performance kecakapan. Dimana kecakapan

berkaitan dengan aspek-aspek kecepatan, ketepatan, dan stabilitas suatu respon atau

reaksi terhadap suatu stimulasi lingkungan. Lebih lanjut, Muhadjir mengemukakan

beberapa jenis kecakapan yang berhubungan dengan kesuksesan seseorang dalam

menempuh kehidupan, antara lain yaitu: kecakapan berempati (kecakapan yang

berhubungan dengan tingkah laku sosial), kecakapan intelektual, kecakapan mental

(ketahanan atau ketangguhan mental), kecakapan dalam mengelola hasrat atau

motivasi, dan kecakapan dalam bertingkah laku sesuai etika masyarakat (watak baik

buruk). Dengan demikian perilaku yang cenderung mengarah dan berhubungan

dengan kecakapan (performance) dalam bertindak (watak baik dan buruk) sesuai

Page 64: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

64

ukuran norma (etika/adab) ajaran Islam inilah yang lebih dekat dengan istilah akhlak

dalam tinjauan Islam.

3. Perilaku Islami Santri Sebagai Wujud Akhlakul Karimah

Rasulullah SAW adalah sosok yang wajib diteladani secara syar’i dalam segala

hal yang bersumber darinya, baik ucapan, perbuatan, maupun taqrir beliau (Hajjaj,

2013: 231). Perilaku Muhammad Saw adalah sunnah. Al-Qur’an menyebutkan nahwa

Rasulullah adalah panutan terbaik sekaligus manusia paling mulia. Sikap beliau yang

sopan, santun, penuh kasih sayang dan peduli terhadap orang lain, merupakan

cerminan sikap keberIslaman yang sesungguhnya. Keseharian dan perilaku Rasulullah,

bahkan diakui oleh para sarjana Barat merupakan gambaran kesempurnaan utuh

seorang manusia. Akhlak Nabi merupakan kesempurnaan akhlak pada diri seseorang.

Di kalangan umat Islam telah sepakat bahwa sunnah merupakan kunci untuk

memahami pesan-pesan Al-Qur'an dan sebagai perangkat pengurai yang menunjuki

dari dalil-dalil yang tersedia di dalamnya. Dimana Al-Qur'an diturunkan dengan

memuat prinsip-prinsip dasar dan hukum Islam secara global sebagai aturan hidup,

sedang sunnah mengajarkan petunjuk pelaksanaannya. Dengan demikian sunnah

sangat diperlukan dalam mengamalkan secara benar ajaran Islam.

Nashir (2013: 23-24) berpendapat bahwa ajaran tentang akhlak dalam Islam

sangatlah penting sebagaimana ajaran tentang aqidah (keyakinan tauhid), ibadah, dan

muamalah (kemasyarakatan). Nabi Muhammad Saw diutus untuk menyempurnakan

akhlak manusia. Menyempurnakan akhlak manusia berarti meningkatkan akhlak yang

sudah baik menjadi lebih baik lagi dan mengikis akhlak yang buruk agar hilang serta

digantikan oleh akhlak yang mulia. Itulah kemuliaan hidup manusia sebagai makhluk

Allah yang utama. Betapa pentingnya membangun akhlak sehingga melekat dengan

kerisalahan Nabi.

Page 65: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

65

Lebih lanjut, Nashir menjelaskan bahwa Nabi Muhammad dikenal memiliki

sifat-sifat akhlak amanah, siddiq, tabligh, fahtanah. Muhammad Al-Hufy dalam “Min

Akhlaq al-Nabiy” mengidentifikasi 21 sifat akhlak Nabi Muhammad yaitu :

gemar/suka pada akhlak yang mulia; asy-saja’ah (keberanian); al-karam (pemurah);

al-‘adl (adil); al-‘iffah (memelihara diri dari hal-hal buruk; ash-ahidq (benar, jujur);

al-amanat (amanah); ash-sbar (sabar); al-hilm (lapang hati, lembut); al-afw (pemaaf);

ar-rahman (kasih sayang); itsar as-salam (mengutamakan perdamaian; al-juhd

(juhud); al-haya (malu); al-tawadhu’ (rendah hati); al-wafa (kesetiaan); asy-syura

(musyawarah); thibul ‘isyrah (kebaikan pergaulan); hubb-al-aml (cinta bekerja); al-

bisyr wa fukhahah (gembira dan canda).

Menurut Hamid (2009: 340-349) bahwa perilaku Islami adalah orang yang

baik keIslamanannya tidak hanya sholeh secara ritual, melainkan juga sholeh secara

sosial yaitu harus senantiasa berperilaku baik sebagaimana diajarkan dalam Islam

yang sesuai dengan sifat-sifat akhlak yang dimiliki oleh nabi Muhammad SAW,

diantaranya adalah :

a. Adil yaitu sikap tidak memihak atau tidak berat sebelah dalam hal apapun, baik

dalam berperilaku sehari-hari maupun dalam menetapkan suatu hukum

terhadap siapapun. Dari segi sifat atau hakikatnya, menurut Aristoteles dalam

Nashir (2013: 78) terdapat dua macam keadilan (yang berasal dari kata adil),

yaitu : keadilan distributif, bahwa setiap orang mendapatkan apa yang menjadi

haknya; dan keadilan komutatif yaitu memberikan sesuatu kepada orang sama

banyaknya, yakni kesetaraan.

b. Amal saleh; melakukan pekerjaan baik yang bermanfaat bagi diri sendiri

maupun bagi orang lain.

c. Amanah (jujur); menyampaikan sesuatu kepada yang berhak. Pengertian

amanah berdasarkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an ada dua macam:

Page 66: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

66

a). Tunduk dan patuh kepada Allah, yakni mengerjakan segala perintah dan

menjauhi semua larangan-Nya.

b). Menjalankan tanggung jawab dengan baik. Dalam konteks tersebut adalah

memenuhi hak-hak sesama manusia seperti mengembalikan titipan, tidak

menyebarkan rahasia atau aib orang lain, memenuhi tugas yang semestinya.

Amanah selaras dengan jujur (kejujuran). Imam Al-Ghazali dalam Octavia,

dkk., (2014: 235) mengatakan bahwa kejujuran digunakan dalam enam hal,

yaitu : perkataan, niat, visi, menepati janji, perbuatan, dan kejujuran termasuk

salah satu tahapan pencapaian spritual yang harus dilalui agar kepribadian

seseorang semakin matang dan saleh. Dalam konteks pesantren, penanaman

nilai-nilai kejujuran teraktualisasi dalam sikap jujur pada diri sendiri dan orang

lain (tidak berbohong) baik dalam perilaku, ucapan maupun tanggung jawab,

menampilkan diri sendiri dengan apa adanya (‘tidak neko-neko’), tidak

mengambil hak orang lain, dan seterusnya.

d. Bakti kepada orang tua. Menghargai orang tua berarti berbakti dan berbuat

baik kepada mereka, menyayangi orang tua sebagaimana mereka menyayangi

kita di masa kecil. (Octavia, dkk., 2014: 198)

e. Cinta (Mahabbah). Segala bentuk interaksi sosial antar kaum mukmin

seyogyanya dilandasi dengan cinta sebagai konsekwensi keimanan yang

sempurna kepada Allah (Hajjaj, 2013: 233). Dengan demikian membenci dan

mencintai dalam tata pergaulan sosial di tengah masyarakat harus dilakukan

dalam konteks demi meraih keridhaan Allah SWT.

f. Hemat. Berarti tidak boros. Dalam membelanjakan uang hendaknya

berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan (hawa nafsu). (Hamid, 2009: 340)

g. Hormat yaitu suatu sikap yang tidak meremehkan orang lain. Hormat dan

rendah hati (tawadhu) kerap ditemui dalam lingkungan pesantren. Octavia,

dkk., (2014: 259) menjelaskan bahwa para santri selalu diajarkan untuk rendah

Page 67: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

67

hati dan tidak sombong. Dalam kehidupan sehari-hari para santri terus

diingatkan untuk menjaga sikap rendah hati, tidak merasa paling pintar dalam

bidang agama sehingga santri senantiasa terdorong untuk selalu belajar dan

tidak cepat merasa puas akan ilmu yang telah didapatkan. Selain itu santri

diajarkan juga untuk senantiasa mendahulukan orang yang lebih tua.

h. Iffah; memelihara kesucian diri. Setiap orang yang berimana dituntut

memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Islam adalah agama yang

mengajarkan kebersihan. Islam sangat menganjurkan kepada setiap individu

mualim agar selalu menjaga kebersihan badan, pakaian, dan tempat tinggal

masing-masing. Seorang mualim hendaknya menyucikan diri dari najis dan

kotoran yang menempel pada pakaian atau badan, karena ketika menghadap

Allah SWT seseorang diharuskan bersuci. Allah SWT berfirman, “Hai orang-

orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah

mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu, dan basuhlah

kakimu sampai dengan kedua mata kaki; dan jika kamu junub, mandilah.” (QS

Al-Maidah: 6).

i. Ihsan; berbuat baik untuk orang lain tanpa memandang suku, warna kulit, dan

status sosial. Terutama kepada orang-orang yang berada di sekitar kita. Ihsan

merupakan perbuatan manusia dalam melaksanakan seluruh ibadahnya secara

baik dan menjalankannya secara benar. Hajjaj (2013: 277) menjelaskan bahwa

ihsan merupakan posisi mulia dan derajad luhur serta tinggi yang dicapai

seorang hamba mukmin ketika ia mencapai kesempurnaan iman dan kesejatian

Islam. Dimana kesempurnaan imannya teraktualisasikan dalam keyakinannya

yang teguh akan kebenaran masalah-masalah ghaib yang disampaikan

Rasulullah SAW.

Sementara kesejatian Islamnya teraktualisasikan dalam ketulusan dan

kemurniannya dalam mengesakan AllaH SWT setelah mengikrakan dua

Page 68: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

68

kalimat syahadat. Aktualisasi selanjutnya adalah dalam bentuk komitmen yang

kuat dalam menjalankan shalat sebagai tiang agama, menunaikan zakat, puasa

Ramadhan, dan berhaji. Perbuatan ihsan juga terdapat dalam bentuk interaksi

dengan siapapun makhluk Allah SWT seperti berbakti kepada orang tua,

berbuat baik dengan orang lain, bersungguh sungguh dalam belajar; membalas

keburukan orang-orang yang berlaku salah dengan kebaikan atau menerima

permintaan maaf dari mereka; menjauhkan diri dari perilaku balas dendam dan

memendam amarah.

j. Ikhlas; melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan.

k. Ilmu. Berkaitan dengan ilmu ada dua kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

orang yang beriman, yaitu belajar dan mengajar.

l. Maaf-memaafkan; tradisi yang harus dihidupkan diantara umat Islam. Hajjaj

(2013: 335) menjelaskan bahwa kaum sufi juga menghiasi diri dengan sikap

pemaaf, yaitu memaafkan orang yang berbuat jahat terhadap diri mereka. Sikap

pemaaf termasuk akhlak yang mulia. Contoh aktualisasi sikap yang sesuai

hadist Rasulullah tersebut adalah memaafkan orang yang berbuat zalim,

menyambung silaturrahim orang yang memutus hubungan, dan memberi

sesuatu kepada orang yang tidak mau memberi.

m. Malu (haya). Menurut Ritonga (2005: 217), malu adalah kondisi objektif

kejiwaan yang merasa tidak senang, merasa rendah dan hina karena melakukan

perbuatan yang tidak baik. Malu merupakan bagian dari iman, yang dapat

mendekatkannya pada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan. Sikap malu

akan mencegah seorang mualim untuk melakukan perbuatan dosa. Selain itu

juga akan menjadikan seorang mualim untuk berbicara benar dalam berbagai

kondisi. Rasulullah SAW adalah orang yang sangat pemalu, sehingga beliau

tidak pernah berbicara kecuali yang baik-baik saja.

n. Sabar; menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan

dengan ajaran Islam. Sabar merupakan akhlak utama yang digalakkan Al-

Page 69: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

69

Qur’an dalam sejumlah ayatnya (Hajjaj, 2013: 298). Sedangkan Octavia,dkk.,

(2014: 271-272) menjelaskan bahwa sabar atau kesabaran memiliki dimensi

untuk mengubah sebuah kondisi, baik yang sifat pribadi maupun sosial,

menuju perbaikan agar lebih baik. Dalam dunia pesantren, kesabaran menjadi

nafas penting yang diekspresikan dalam bentuk sikap qana’ah yang menerima

apapun yang telah diberikan Allah dan kebiasaan hidup yang tidak pernah

mengeluhkan fasilitas yang ada di pesantren, internalisasi dalam bentuk

lahiriah baik pakai maupun perilaku serta menolak segala bentuk kemalasan

dan hidup yang berlebih-lebihan.

o. Sederhana; suatu sikap atau tindakan yang tidak berlebihan.

p. Taat; suatu sikap yang menunjukkan ketundukan dan kepatuhan.

q. Zuhud; lebih menomorsatukan pahala disisi Allah Swt dibandingkan dengan

segala sesuatu yang dimilikinya.

Dalam konteks implementasi kultur pesantren terhadap pembentukan perilaku

Islami santri maka Octavia, dkk., (2014: 18-19) menjelaskan sebagai berikut:

a. Nilai-nilai pesantren dalam tradisi keilmuan kitab kuning dengan landasan

ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist menjadi titik tekan dalam pembinaan dan

pengajaran santri.

b. Nilai dalam realitas yang dipraktekkan di dunia pesantren digambarkan dengan

peran para Kyai, ustadz dan para santri dalam mempraktekkan dan

menghidupkan sebuah nilai kehidupan sehari-hari sebagai wujud nyata dari

implementasi sebuah nilai.

c. Internalisasi nilai sebagai upaya para Kyai, ustadz ataupun guru dan para santri

dalam menghayati, merefleksikan dan menghidupkan nilai-nilai yang pada

akhirnya nilai-nilai tersebut terinternalisasi ke dalam dirinya sebagai karakter

yang inheren. Demi menghantarkan pada tujuan tersebut, dibutuhkan media-

media yang dapat merangsang dan menstimulasi seseorang untuk berkarakter

seperti nilai-nilai luhur tersebut, seperti menggunakan media puisi, syair lagu,

Page 70: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

70

kasidah, permainan peran yang disarikan dari sebuah kisah nyata tentang peran

seorang tokoh yang telah menghidupkan nilai tertentu, diskusi kelompok, atau

dengan poin-poin refleksi yang dianggap sebagai saripati dari sebuah nilai

tertentu.

Bab 3

GAMBARAN UMUM PESANTREN MUQIMUS SUNNAH

Page 71: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

71

A. Profil Pesantren

1. Sejarah Berdirinya Pesantren

Berdasarkan data-data dokumentasi yang diperoleh bahwa Pondok Pesantren

Muqimus Sunnah dibangun untuk meningkatkan pendidikan dan pengetahuan santri,

baik dari segi ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama, sehingga

diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkarakter. Asal nama “MUQIMUS

SUNNAH” diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, dengan tujuan melestarikan

dan menghidupkan Sunnah Rasulullah SAW. Pondok Pesantren Muqimus Sunnah

terletak di Jalan Depaten Lama, 27 Ilir, Ilir Barat II, Palembang.

Peletakkan batu pertama gedung ini dilakukan oleh Bapak Ir.H. Syahrial

Oesman, M.M. yang pada saat itu menjabat selaku Gubernur Sumatera Selatan. Acara

tersebut juga dihadiri oleh Bapak Kemas H. Halim Ali (Pengusaha asal Palembang),

Bapak Ir. H. Eddy Santana Putra, M.T. (Walikota Palembang), para pejabat, alim

ulama, serta masyarakat dari berbagai lapisan Kota Palembang dan Sumatera Selatan.

Pondok Pesantren Muqimus Sunnah diresmikan pada tanggal 29 Desember 2008,

bertepatan dengan tanggal 1 Muharrom 1430 H. Peresmian Pondok Pesantren

Muqimus Sunnah dilakukan oleh Bapak Drs. H. Mal’an Abdullah, Kepala Kantor

Departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan, dan dihadiri oleh para pejabat dalam

lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, kaum

muslimin dan muslimat, termasuk Syekh Hajjaj Romadhoni Al-Hindawi, Qori

Internasional Mesir yang sekaligus mengisi acara tilawatil qur’an (Berdasarkan data

dokumentasi berbentuk file Pesantren Muqimus Sunnah).

Selanjutnya, dari data dokumentasi juga dijelaskan bahwa pembangunan

pondok pesantren tersebut diawali dengan pembelian tanah yang dicicil sejak tahun

2006. Pembangunan pondok pesantren ini memakan waktu selama empat belas bulan

dan menghabiskan dana sebesar Rp 2.231.779.430,00 (dua milyar dua ratus tiga puluh

Page 72: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

72

satu juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu empat ratus tiga puluh rupiah). Pondok

Pesantren Muqimus Sunnah memiliki luas 1.061m2 dan memiliki tiga lantai yang

terdiri dari : bangunan kantor 3 lantai, 14 lokal belajar, Aula, kamar mandi, WC,

Asrama santri, dan tempat wudhu’ di masing-masing lantai.

Untuk pendirian dan pembangunan Pondok Pesantren Muqimus Sunnah

menurut data dokumentasi yang diperoleh adalah diprakarsai oleh Almarhum

Almuqarrom K.H.M Zen Syukri dan anak beliau Izzah Zen Syukri, S.Pd., M.Pd.

Dalam setiap pembangunan masjid, musholla, sekolah, atau pondok pesantren,

almarhum Almuqarrom K. H. M. Zen Syukri selalu memulainya dengan merogoh

kantongnya sendiri, baru kemudian mengajak orang lain. Begitu pula dalam

membangun Gedung Utama Pondok Pesantren Muqimus Sunnah, beliau lebih dahulu

mempersiapkan lahan dengan membeli sebidang tanah dan sebuah rumah. Kemudian

beliau mengajak para ulama, umaro, pengusaha, dan masyarakat, terutama murid-

murid beliau untuk mulai membangun gedung. Di atas 2 lahan itulah kini berdiri

Gedung Utama Pondok Pesantren Muqimus Sunnah. Dalam Pembangunan Tahap I

yang disebut Gedung Utama, yang sekarang dinamai Gedung Syahir (diambil dari

nama Rasulullah yang artinya masyhur atau terkenal), pembangunannya merupakan

wakaf dari pewakaf sebagai berikut :

a. Lantai I merupakan wakaf kaum muslimin dan muslimat serta para pencinta

amal ibadah yang dihimpun oleh Almarhum Almukarrom K.H.M Zen Syukri.

b. Lantai II merupakan wakaf Bapak Kemas H. Halim Ali (Pengusaha asal

Palembang)

c. Lantai III merupakan wakaf Bapak Ir. H. Syahrial Oesman, M.M. (Gubernur

Sumatera Selatan)

d. Kompleks perkantoran berlantai 3 merupakan wakaf Bapak Ir. H. Eddy

Santana Putra, M.T. (Walikota Palembang).

Page 73: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

73

Bangunan tiga lantai yang menjadi satu kesatuan tersebut merupakan

Pembangunan Tahap I yang disebut Gedung Utama, yang sekarang dinamai Gedung

Syahir. Mengingat bahwa setiap tahun ajaran baru dibutuhkan penambahan ruang

kelas dan ruang asrama sementara daya tampung Gedung Utama tidak memadai lagi,

maka Pondok Pesanteren Muqimus Sunnah telah melakukan pembelian lahan tanah

dan rumah baik yang dibangun menjadi gedung baru maupun yang hanya direnovasi.

(Berdasarkan data dokumentasi berbentuk file Pesantren Muqimus Sunnah)

Pesantren Muqimus Sunnah juga memiliki visi, misi, motto, tujuan, dan

lambang pesantren yang diperoleh melalui data-data dokumentasi.

2. VISI :

Menegakkan kalimat tauhid melalui pilar ahlussunnah wal jamaah.

(Berdasarkan data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

3. MISI :

a. Mewujudkan generasi ahli tauhid, ahli bahasa, ahli quran dan berakhlak

karimah

b. Mengembangkan dan melaksanakan sistem pendidikan pesantren yang

terpadu antara modern dan salaf

c. Mengembangkan potensi santri dalam bersosialisasi dan menjadi pribadi

yang mandiri

d. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif dan inovatif sesuai

dengan perkembangan zaman

e. Mengadakan bimbingan, pembinaan bakat, minat dan kreatifitas santri

f. Menjadikan santri yang berjiwa enterpreuner. ( Berdasarkan data

dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

4. MOTTO

“Terdepan dan Terbaik”. (Berdasarkan data dokumentasi Pesantren

Muqimus Sunnah)

5. TUJUAN :

Page 74: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

74

Mengacu pada visi dan misi, maka tujuan pondok pesantren Muqimus Sunnah

adalah sebagai berikut :

a. Menjadikan pondok pesantren yang unggul sebagai basis pembinaan

generasi anak bangsa yang islami dan qurani

b. Menjadikan pesantren sebagai model pengembangan pesantren yang

berciri khas ketauhidan

c. Menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kompetensi yangn handal

dan unggul kualitas ilmu keagamaan, cakap kebahasaan, kepribadian,

berakhlakul karimah dan terampil sebagai kader umat calon pemimpin

bangsa. (Berdasarkan data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

6. LAMBANG :

a. Lambang hijau yang bertuliskan angka 99 melambangkan

99 Asmaul Husna (nama Allah) ini menunjukkan bahwa

Allah lah yang memiliki kebaikan dan kebajikan. Kita

sebagai ciptaan-Nya hendaklah selalu bergantung dan

berhajat pada-Nya.

b. Angka 99 dapat dirangkai menjadi huruf M. Kependekan

dari Muqimus. Garis hitam dibawahnya adalah lambang

huruf S. Kependekan dari Sunnah. Nama Muqimus

Sunnah diambil dari kitab Dalailul Khoirot. Nama ini

adalah salah satu nama Baginda Rasulullah Saw.

Maknanya, orang yang memukimkan (menjaga) Sunnah

(Rasulullah Saw).

c. Jika ditarik garis dari ujung atas ke bawah titik pada garis

hitam di bawah, maka terbentuklah segitiga yang berarti

Iman, Islam, dan Ihsan.

d. Warna Hijau melambangkan pertumbuhan, kesuburan,

dan kemakmuran. Sementara warna hitam melambangkan

Page 75: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

75

ketegasan. (Berdasarkan data dokumentasi Pesantren

Muqimus Sunnah)

B. Struktur Organisasi Pesantren Muqimus Sunnah

Pesantren Muqimus Sunnah memiliki susunan organisasi untuk Madrasah

Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Diniyah, berdasarkan data-data dokumentasi

sebagai berikut :

SUSUNAN ORGANISASI MTS MUQIMUS SUNNAH

TAHUN AJARAN 2013-2014

1. Penasihat : - Kakanwil Depag Provinsi Sumatera Selatan

-Kakandepag Kota Palembang

2. Direktur Madrasah : Izzah Zen Syukri, S.Pd.,M.Pd.

3. Kepala Madrasah : Sasi Mawardah,S.Th.I.,M.Pd.I

4. Wakil Kepala Madrasah : Helmi,S.Pd

5. Tata Usaha : Fitriana,S.Pd.I

6. Bendahara : Siti Khodijah,A.Md

7. Pembina Osmus : Iin Noviyanti,S.Pd.I

8. Kepala Lab. IPA : Indah Febriyanta,S.Pd.

9. Kepala Lab. Bahasa : Siti Zuraidah,S.Pd.I

10. Kepala Perpustakaan : Ratih Rahmasari,S.Pd.

11. Pembina UKS : Yenita Sari,S.Pd.

12. Kepala Lab. Komputer : Vicky Haniv Putra,S.Kom

(Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah Tahun Ajaran 2013-2014)

Pesantren Muqimus Sunnah telah pula memiliki susunan organisasi

kepengurusan untuk Madrasah Aliyah tahun ajaran 2013-2014.

SUSUNAN ORGANISASI MADRASAH ALIYAH MUQIMUS SUNNAH

TAHUN AJARAN 2013-2014

1. Penasihat : 1. Kakanwil Depag Provinsi Sumatera Selatan

2.Kakandepag Kota Palembang

2. Kepala Madrasah : Izzah Zen Syukri, S.Pd.,M.Pd.

3. Wakil Kepala Madrasah : Rohman,M.Pd.I

4. Tata Usaha : Iin Noviyanti,S.Pd.I

5. Bendahara : Siti Khodijah,A.M

6. Pembina Osmus : M. Masyhuri,S.H.I

7. Kepala Lab. IPA : Yuni Puspitasari,S.Pd.

8. Kepala Lab. Bahasa : Ramzul Ikhlas,S.Pd.

9. Kepala Perpustakaan : Indah Mulyati,S.Pd.I

10. Pembina UKS : Inka Widiarti ,S.Pd.I

Page 76: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

76

11. Kepala Lab. Komputer : Kuswatun,S.Kom

(Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah Tahun Ajaran 2013-2014)

Selain menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran formal, pesantren

Muqimus Sunnah juga menjalankan pendidikan dan pengajaran non formal dalam

bentuk diniyah. Untuk itu, guna menunjang kegiatan-kegiatan maka dibentuk susunan

organisasi yang berkonsentrasi pada bidang tersebut di atas.

SUSUNAN ORGANISASI DINIYAH MUQIMUS SUNNAH

TAHUN AJARAN 2013-2014

1. Penasihat : 1. Kakanwil Depag Provinsi Sumatera Selatan

2.Kakandepag Kota Palembang

2. Mudir : H.M. Husni Thamrin Yunus

3. Kepala Diniyah : M. Masyhuri,S.H.I

4. Tata Usaha : Iin Noviyanti,S.Pd.I

5. Bendahara : Siti Khodijah,A.Md

6. Divisi Dakwah & Sosial : M.Shodiqin

7. Divisi Ekstrakulikuler : Jani Suspandi

8. Multimedia & Lab. Komputer : Vicky Hanif Putra,S.Kom

(Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah Tahun Ajaran 2013-2014)

C. Data Guru Dan Santri Di Pesantren Muqimus Sunnah

Pesantren Muqimus Sunnah memiliki guru-guru yang kompeten dalam

bidangnya masing-masing. Berdasarkan data-data dokumentasi yang diperoleh, berikut

ini adalah data guru yang mengajar di pesantren Muqimus Sunnah tahun pelajaran

2013/2014 :

Tabel 1

DATA GURU PESANTREN MUQIMUS SUNNAH

TAHUN AJARAN 2013/2014

Madrasah Tsanawiyah

No Nama GuruBidang studi yang

diajarkanPendidikan Terakhir

1 H. M. Husni Thamrin Yunus Akidah Akhlak PP DARUSSALAM

GONTOR / DAMSKUS

2 Sasi Mawardah, S.Th.I,

M.Pd.I

Bahasa Arab

S2 IAIN RADEN FATAH Khot

3 Herlina, S.Pd.I Bahasa Arab S1 IAIN RADEN FATAH

Page 77: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

77

4 Syukron Katsiron, S.Pd Fiqih S1 IAIN RADEN FATAH

5 Fitriana,S.Pd.I Fiqih S1 IAIN RADEN FATAH

6 Ismail,S.Pd.I Nahwu S1 IAIN RADEN FATAH

7 M. Masyhuri,S.H.I Qur’an Hadis S1 IAIN RADEN FATAH

8 Fitri Sapta Dewi, S.Pd Qur’an Hadis S1 IAIN RADEN FATAH

9 Jani Suspandi Qur’an Hadis SEDANG S1 IAIN RADEN

FATAH

10 Iin Noviyanti, S.Pd SKI S1 IAIN RADEN FATAH

11 Syarifudin Hidaytullah SKI SEDANG S1 IAIN RADEN

FATAH

12 Ahmad Syukri SKI PONPES DARUL

MUTTAQIN

13 Helmi, S.Pd Bahasa Indonesia S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

14Drs.K.Sofyan

Bahasa Inggris S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

15 Ramzul Ikhlash, S.Pd. Bahasa Inggris S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

16 Rahman, S.Pd., M.Pd.Matematika S2 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

17Yenita Sari, S.Pd

Matematika S1 UNIVERSITAS

MUHAMADIYAH

18 Aprilia, S.PdBiologi S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

19Angga Tanama Pendidikan

Kewarganegaraan

S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

20 Muslimah, SE IPS Terpadu STIE SULTAN M.B

21 Indah, S.Pd Fisika S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

22 Andi Andri, S.Pd Penjaskes S1 UNIVERSITAS PGRI

23 Arba’in IPS Terpadu S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

24 Yuni Puspitasari,S.Pd. Fisika S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

25 M.Shodiqin Nahwu PP .RUBBAT PALEMBANG

26 M. Faris Al-Athos Fiqih PP RUBATH AL JUFRY

MADINAH

27 Ica Hafizah Penjas S1 BINA DARMA

Page 78: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

78

28 Muhammad Zen Smith Al-Qur’an Hadist

PP RUBBAT AL-MUHIBINSKI

29 Siti Zuraidah.S.Pd.I Bahasa Arab S1 IAIN RADEN FATAH

30 Ja’far Assegaf Fiqih PP RUBAT PALEMBANG

31 Sayid Hamid,S.H.I Shorof STAI DARUL LUGHOH

WADDA'WAH

32 Baidarus,S.Sos.I Shorof S1 IAIN RADEN FATAH

33 Haznul,S.Pd. Biologi S1 UNIVERSITAS

MUHAMADIYAH

34 Habibullah,S.Pd. PKN S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

35 Erick Rahman,S.H.I Bahasa Inggris S1 IAIN RADEN FATAH

36 Alvi Kurniansyah,S.Pd. Bahasa Inggris S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

37 Ratih Rahmasari,S.Pd. Bahasa Indonesia S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

38 Vicky Haniv Putra TIK S1 MDP

39 Kuswatun TIK S1 MDP

(Sumber: Monografi Pesantren Muqimus Sunnah Tahun Ajaran 2013-2014)

Tabel 2

DATA GURU PONDOK PESANTREN MUQIMUS SUNNAH

TAHUN AJARAN 2013/2014

Madrasah Aliyah

No Nama GuruBidang studi yang

diajarkanPendidikan Terakhir

1H. M. Husni Thamrin Yunus

Akidah Akhlak PP DARUSSALAM

GONTOR / DAMSKUS

2 Sasi Mawardah,S.Th.I,M.Pd.I Bahasa Arab S2 IAIN RADEN

FATAH

3 Dra. Rubayah Bahasa dan Sastra

Indonesia

S1 IAIN RADEN

FATAH

4 Ramzul Ikhlash, S.Pd. Bahasa Inggris S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

5 Rohman, S.Pd., M.Pd.Matematika S2 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

6

Muslimah, SE

IPS STIE SULTAN

MAHMUD

BADARUDIN

Page 79: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

79

7 Ratna Dewi,S.E IPS STIE TAMSIS

8Novia Ballianie,M.Pd.I

Biologi S2 IAIN RADEN

FATAH

9Angga Tanama Putra,S.Pd.

PKN S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

10 Adistia,S.Pd. Kimia S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

11 Ica Hafidzatul,S.Pok Penjaskes S1 BINA DARMA

12 Andi Andre,S.Pok Penjaskes S1 PGRI

13 Vicky Hanif Putra,S.Kom TIK S1 MDP

14 Kuswatun,S.Kom TIK S1 MDP

15 M.Shodiqin Nahwu

PP RUBBATQur’an Hadist

16 Yuni Puspita sari,S.Pd. Fisika S1 UNIVERSITAS

SRIWIJAYA

17 Hamid Barakbah,LC Shorof STAI DARUL

LUGHOH

WADDA'WAH

18 M. Faris Al-Athos,LC Fiqih PP RUBATH AL

JUFRY MADINAH

19 Siti Rahma,S.Pd. Biologi S1 UNIVERSITAS

(Sumber: Monografi Pesantren Muqimus Sunnah Tahun Ajaran 2013-2014)

Menurut data monografi yang ada di pesantren Muqimus Sunnah, terdapat

peningkatan jumlah santri yang diterima. Peningkatan jumlah santri tersebut, juga

diikuti dengan penambahan jumlah kelas baru bagi santri. Dimulai dari penerimaan

khusus santri perempuan (santriwati) untuk setingkat madrasah Tsanawiyah pada

tahun ajaran 2009/2010 sekaligus juga sebagai santri pertama yaitu 28 orang. Pada

tahun ajaran berikutnya baru diterima santri putra (santriwan). Lebih jelas, berikut

adalah data rekapitulasi jumlah santri pesantren Muqimus Sunnah mulai tahun 2009

sampai 2014.

Tabel 3

REKAPITULASI JUMLAH SANTRI PONPES MUQIMUS SUNNAH

TAHUN 2009 s.d. 2014

Madrasah Tsanawiyah

Page 80: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

80

Tahun

Ajaran

Kelas I Kelas II Kelas III Total

Jumlah

Santri Jumlah

Kelas

Jumlah

Santri

Jumlah

Kelas

Jumlah

Santri

Jumlah

Kelas

Jumlah

Santri

Jumlah

Kelas

Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk

2009/2010 28 - 1 - - - - - - 28 - 1

2010/2011 25 17 2 26 - 1 - - - 51 17 3

2011/2012 28 25 2 25 17 2 26 - 1 79 42 5

2012/2013 27 23 2 28 23 2 24 17 2 79 63 6

2013/2014 29 47 3 24 26 2 21 25 2 74 98 7

(Sumber: Monografi Pesantren Muqimus Sunnah)

Berdasarkan data monografi yang ada di pesantren Muqimus Sunnah, untuk

tingkat madrasah Aliyah baru mulai menerima santrwatii pada tahun ajaran

2012/2013. Sedangkan untuk penerimaan santriwan, baru dimulai tahun ajaran 2013-

2014. Selain untuk menampung lulusan madrasah Tsanawiyah agar tetap melanjutkan

pendidikan di pesantren Muqimus Sunnah, juga bermaksud mengembangkan jenjang

pendidikan dan pengajaran formal yang ada sehingga dapat menjadi alternatif bagi

orang tua dalam menyekolahkan anaknya di pesantren Muqimus Sunnah. Berikut

adalah rekapitulasi jumlah santri pesanten Muqimus Sunnah untuk madrasah Aliyah

dimulai tahun ajaran 2012 hingga 2014.

Tabel 4

REKAPITULASI JUMLAH SANTRI PONPES MUQIMUS SUNNAH

TAHUN 2012 s.d. 2014

Madrasah Aliyah

Tahun Kelas I Kelas II Total

Page 81: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

81

Ajaran

Jumlah

SantriJumla

h Kelas

Jumlah

Santri

Jumla

h Kelas

Jumlah

Santri

Jumla

h Kelas

Pr Lk Pr Lk Pr Lk

2012/2013 21 - 1 - - - 21 - 1

2013/2014 20 6 2 21 - 1 41 6 2

(Sumber: Monografi Pesantren Muqimus Sunnah)

D. Sarana dan Prasarana Pesantren Muqimus Sunnah

Berdasarkan sumber data dokumentasi yang diperoleh pada tanggal 4 April

2014 bahwa pesantren Muqimus Sunnah berdiri di atas tanah seluas 1898,125 m2.

Dengan memiliki gedung sendiri dimana bangunan gedung tersebut terdiri atas tiga

tingkat dengan luas keseluruhan bangunan adalah 3800 m2.

Tabel 5

LUAS TANAH DAN BANGUNAN

Tanah dan Bangunan

Luas

Tanah: 1898,125 m²

Luas

Bangunan: 3800 m²

(Sumber: Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

Untuk menunjang seluruh proses kegiatan yang berlangsung di dalam

lingkungan pesantren maka telah disediakan sarana dan prasarana yang cukup bagi

warga pesantren Muqimus Sunnah termasuk untuk kepentingan para santri di

pesantren Muqimus Sunnah.

Tabel 6

SARANA DAN PRASARANA

Page 82: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

82

No Sarana dan Prasarana Jumlah Kondisi

1 Ruang Kelas 13 Baik

2 Ruang Guru 1 Baik

3 Ruang T.U. 1 Baik

4 Ruang Ka. TU - -

5 Ruang Ka. Madrasah 1 Baik

6 Ruang BP/BK 1 Baik

7 Ruang OSIS 1 Baik

8 Perpustakaan 1 Baik

9 Laboratorium IPA 1 Baik

10 Laboratorium Komputer 1 Baik

11 Laboratorium Bahasa 1 Baik

12 U K S 1 Baik

13 Koperasi - -

14 Sanggar Pramuka 1 Baik

15 Sanggar Kesenian 1 Baik

16 Musholla 1 Baik

17 WC Siswa 1 Baik

18 WC Guru 2 Baik

19 Aula 1 Baik

20 Lapangan Olahraga 1 Baik

21 Kantin (wardah) 1 Baik

22 Telepon 3 Baik

23 Hotspot 1 Baik

(Sumber: Dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah 2013/2014)

E. Jadwal Kegiatan Dan Pelajaran Diniyah Santri Muqimus Sunnah

Berdasarkan data-data dokumentasi, para santri di pesantren Muqimus Sunnah

telah memiliki jadwal kegiatan yang diatur selama 24 jam penuh. Dimana seluruh

Page 83: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

83

jadwal tersebut terdapat dalam bentu kegiatan harian, mingguan, bulanan. Termasuk

pula jadwal pelajaran diniyah.

Tabel 7

KEGIATAN HARIAN

NO PUKUL KEGIATAN

1 03.30 - 04.00 BANGUN TIDUR, MANDI, SIAP-SIAP SHALAT MALAM

2 04.00 - 04.30

SHALAT TAHAJUD BERJAMAAH,

SETORAN / TAHFIDZ, SHOLAWAT

3 04.30 - 05.15 SHOLAT SUBUH DAN DZIKIR BERJAMAAH

4 05.15 - 05.45 TAHFIDZ / SETORAN

5 05.45 - 06.30 MAKAN PAGI, SIAP-SIAP SEKOLAH

6 06.30 - 12.15 SEKOLAH

7 12.15 - 12.30 SHOLAT DZUHUR BERJAMAAH

8 12.30 - 14.15 MAKAN, TIDUR SIANG

9 14.15 - 15.00 VOCABULARY BAHASA INGGRIS

10 15.00-16.00

SHOLAT ASHAR BERJAMAAH, SIAP-SIAP KITAB

KUNING / EKSKUL

11 BA’DA ASHAR KITAB KUNING / EKSKUL

12 17.00 - 17.30 MAKAN, SIAP-SIAP SHOLAT MAGHRIB

13 17.45 – 18.00 MEMBACA SURAH AL WAQI’AH (DIPIMPIN SATU ORANG)

14 18.00 - 18.30 MAGHRIB DAN DZIKIR BERJAMAAH

15 18.30 – 19.15

MENGULANG HAFALAN AL QUR’AN / MEMBACA AL-

QUR’AN

16 19.15 – 19.45 SHALAT ISYA BERJAMAAH

17 19.45- 21.00 BELAJAR MALAM DAN MUFRODAT

18 21.00 – 21.15 SIAP-SIAP TIDUR MALAM DAN GOSOK GIGI

19 21.15 - 03.30 TIDUR MALAM

(Sumber: Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

Untuk jadwal kegiatan mingguan santri terdiri dari berbagai macam kegiatan

ekstrakurikuler, membaca kitab Barzanji, kegiatan Muhadlarah, pembersihan

lingkungan pesantren secara gotong royong, serta kegiatan-kegiatan lainnya

sebagaimana dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8

KEGIATAN MINGGUAN

Page 84: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

84

No Hari PUKUL KEGIATAN

1 SENIN 20.00-SELESAI EKSKUL KARATE (PILIHAN)

2 SELASA 20.00-SELESAI EKSKUL PENCAK SILAT (PILIHAN)

3 RABU 20.00-SELESAI BARZANJI

4 KAMIS 06.00-07.30

07.30-12.00

13.00-14.00

20.00-22.00

RAPAT MINGGUAN ORGANISASI

SANTRI MUQIMUS SUNNAH (OSMUS)

TAHFIZHUL QUR’AN

HADITS ARBA’IN

MUHADLARAH

5 JUM’AT

SUBUH

06.30-07.00

07.00-SELESAI

SUJUD SAJADAH, MUHASABAH,

MEMBACA SURAH AL- KAHFI

PEMBERSIHAN BERSAMA

LATIHAN DRUM BAND (BAGI YANG

MENGIKUTI)

6 SABTU 16.00-17.00

19.45-SELESAI

EKSKUL TAMBAHAN

(KALIGRAFI/TATABOGA/TATA

BUSANA/TILAWAH/MARAWIS)

DZIKIR TAUBAT/ZIKIR SAMAN

(Sumber : Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

Untuk kegiatan bulanan santri di pesantren Muqimus Sunnah sebagaimana

yang terjadwal yaitu para santri menghatam Al-Qur’an, diadakannya rapat

kepengurusan dan anggota organisasi santri Muqimus Sunnah (OSMUS), dan kegiatan

merekap bintang emas untuk santri yang mempunyai prestasi baik dan tidak

melakukan pelanggaran selama satu bulan berjalan ataupun bintang hitam untuk santri

yang tidak taat peraturan tertentu sebagaimana yang berlaku di pesantren.

Tabel 9

KEGIATAN BULANAN

No KEGIATAN

1 KHOTMUL QUR’AN TIAP AWAL BULAN HIJRIAH

2 RAPAT PENGURUS OSMUS

Page 85: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

85

3 PEREKAPAN BINTANG EMAS DAN BINTANG HITAM TERBANYAK

(Sumber : Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

Untuk jadwal kegiatan diniyah santri Muqimus Sunnah, umumnya

dilaksanakan setelah sholat Ashar dan dibagi dalam beberapa materi bahasan kitab

secara bergantian berdasarkan tingkatan kelas santri. Selengkapnya data tersebut dapat

dilihat dalam tabel 10 berikut ini.

Tabel 10

JADWAL PELAJARAN DINIYAH SANTRI

HARI WAKTU

KELAS

VII A

KELAS

VII B

KELAS

VII C

KELAS

VIII A

KELAS

VIII B

KELA

S IX A

KELAS

IX B

SENIN 15.30-17.00 Bulughul

MaramMahfudzot Ta'lim

Muta'lim

Bulughul

MaramTafsir Akhlaq Bulughul

MaramSELASA 15.30-17.00 Ta'lim

Muta'lim

Bulughul

MaramMahfudzot Tafsir Ta'lim

Muta'limTafsir Akhlaq

RABU 15.30-17.00 Mahfudzot Ta'lim

Muta'lim

Bulughul

Maram

Ta'lim

Muta'lim

Bulughul

Maram

Bulughul

MaramTafsir

KAMIS 15.30-17.00 Hadist Hadist Hadist Hadist Hadist Hadist Hadist

SABTU15.30-17.00

ESKUL PILIHAN

PRAMUKA

AHAD 15.30-17.00

HARI WAKTU KELAS X A KELAS X B KELAS XI A KELAS XI B KELAS XII

SENIN 15.30-17.00 Tafsir Bulughul

MaramFathul Mu'in Tafsir Bulughul

MaramSELASA 15.30-17.00 Bulughul

MaramFathul Mu'in Tafsir Bulughul

MaramFathul Mu'in

RABU 15.30-17.00 Fathul Mu'in Tafsir Bulughul

MaramFathul Mu'in Tafsir

KAMIS 15.30-17.00 Hadist Hadist Hadist Hadist Hadist

SABTU 15.30-17.00

ESKUL PILIHAN

PRAMUKA

AHAD

15.30-17.00

(Sumber: Data dokumentasi Pesantren Muqimus Sunnah)

Page 86: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

86

Bab 4

HASIL PENELITIAN

A. Pesantren Muqimus Sunnah dan Proses Pembentukan Perilaku Santri

Kemampuan suatu pesantren dalam mengembangkan diri dengan kekhasan

yang dimiliki menjadi suatu kekuatan yang sangat potensial. Demikian halnya dengan

paradigma tersendiri yang dianut pesantren Muqimus Sunnah dalam melaksanakan

pembelajaran dan pembinaan terhadap santri yang diharapkan mampu memupuk

mental dan perilaku Islami santri. Dimana dalam konteks pelaksanaan nilai-nilai,

keyakinan dan budaya di lingkungan pesantren tersebut dapat diamati dengan adanya

hubungan yang akrab antara Kyai dan santri, tradisi ketundukan dan kepatuhan

seorang santri terhadap Kyai, pola hidup sederhana (zuhud), kemandirian atau

independensi, berkembangnya iklim dan tradisi tolong-menolong dan suasana

Page 87: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

87

persaudaraan, disiplin ketat, berani menderita untuk mencapai tujuan, kehidupan

dengan tingkat religiusitas tinggi.

Untuk dapat mencapai hal tersebut, pihak pimpinan pesantren mempunyai

peran besar dalam mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang berlangsung di

dalam pesantren. Proses pembelajaran santri yang hampir dua puluh empat jam penuh

dengan mengkondisikan para santri berada dalam satu lokasi asrama besar sehingga

dapat mempermudah penerapan dan pengawasan terhadap kegiatan santri. Penekanan

pada pentingnya moral sebagai pedoman perilaku sehari-hari dalam lingkungan

pesantren menjadi hal yang terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Dimana

hal ini dinilai sangat efektif dalam pembentukan akhlak para santri pesantren Muqimus

Sunnah. Sebagaimana hasil wawancara dengan Bunda Izzah Zen Syukri selaku

pimpinan pesantren Muqimus Sunnah (20 Januari 2015) yang mengatakan:

Para santri yang menuntut ilmu di sini senantiasa dibekali dengan

akhlak-akhlak yang mulia, kemandirian, keterampilan, dan bahkan lebih

dari itu. Banyak orang tua sebelum anaknya masuk ke pesantren

mengeluhkan tentang perilaku mereka. Alhamdulillah, sekarang mereka

secara berangsur mengalami banyak perubahan menuju perilaku yang

lebih baik. Mereka menjadi lebih santun, berkata-kata yang baik dan

sopan, lebih patuh dengan perintah orang tua, hormat dan selalu

mencium tangan bila bertemu atau hendak pergi, berkurang sifat manja,

lebih dapat mengatur kebutuhan-kebutuhannya sendiri baik dalam

keuangan, pakaian, serta hal-hal lain.

Lebih lanjut Bunda Izzah mengatakan bahwa semua itu tentu saja harus

melalui suatu proses. Untuk itu pihak pesantren sangat menekankan tentang kepatuhan

terhadap semua aturan ataupun peraturan yang diterapkan dalam lingkungan pesantren

Muqimus Sunnah. Semua warga pesantren termasuk pimpinan, pengasuh, guru, dan

seluruh santri harus ikut serta dalam rangka menjalankan aturan ataupun peraturan itu.

Aturan-aturan dalam bentuk lisan ataupun yang tak tertulis biasanya berupa nasehat-

nasehat langsung kepada para santri ataupun berupa uswatun hasanah dari Kyai,

ustadz ataupun ustadzah. Sedangkan untuk peraturan-peraturan dibuat secara tertulis

Page 88: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

88

dan tertuang dalam bentuk SOP (Standard Operational Procedur). Selanjutnya Bunda

Izzah mengatakan bahwa dengan adanya SOP tersebut, maka menjadi acuan bagi

seluruh warga pesantren Muqimus Sunnah untuk dapat menjalankan tugas masing-

masing sesuai fungsinya. (Hasil wawancara tanggal 20 Januari 2015)

Berdasarkan data-data dokumentasi yang diperoleh sebagaimana terlampir,

terdapat SOP (Standard Operational Procedur) Guru MTs dan MA Pesantren Muqimus

Sunnah, SOP Pengasuh Pesantren Muqimus Sunnah, SOP Bank Mini Pesantren

Muqimus Sunnah, SOP Karyawan Wardah (Warung Ibadah) Pesantren Muqimus

Sunnah, SOP Karyawan Isi Ulang Pesantren Muqimus Sunnah, SOP Karyawan Dapur

Pesantren Muqimus Sunnah, SOP Karyawan Loundry Pesantren Muqimus Sunnah,

SOP Karyawan Kebersihan Pesantren Muqimus Sunnah. Dimana dalam SOP tersebut

mengatur tentang pedoman-pedoman yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh semua

unsur di dalam lingkungan pesantren baik guru (ustadz ataupun ustadzah) yang

mengajar dan para santri pesantren Muqimus Sunnah.

Beberapa peran yang dilakukan pesantren Muqimus Sunnah dalam rangka

membentuk perilaku Islami santri dalam lingkungan pesantren :

1. Bidang Pendidikan dan Pengajaran

Metode dan sistem pengajaran serta kurikulum yang dijalankan di pesantren

Muqimus Sunnah merupakan kombinasi antara tradisional dan modern. Pola

tradisional lebih mengacu pada aktivitas pendidikan dan pengajaran non formal

(diniyah) termasuk pula yang menyangkut seluruh aktivitas keseharian santri yang

biasanya dimulai sejak sebelum subuh hingga malam hari dan dengan adanya

keharusan untuk berpedoman pada jadwal kegiatan santri sebagaimana yang telah

dibuat pimpinan pesantren.

Untuk pendidikan dan pengajaran non formal atau sering disebut sebagai

pendidikan diniyah biasanya dalam bentuk pengajian yang dilakukan setelah sholat

Page 89: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

89

ashar hingga menjelang maghrib dan kemudian dilanjutkan kembali hingga menjelang

Isya. Pesantren Muqimus Sunnah juga sangat menekankan pada bidang Al-Qur’an.

Dimana para santri diwajibkan untuk mengikuti pengajian yang diselenggarakan

dengan dua macam cara yaitu santri yang mengaji dengan cara membaca mushaf Al-

Qur’an dan santri yang mengaji dangan menghafal mushaf. Bahkan untuk waktu

sekarang ini, pimpinan pesantren Muqimus Sunnah sedang menggiatkan dan memacu

santri agar menjadi penghafal Al-Qur’an dengan cara memberikan waktu yang lebih

luas bagi santriwati dan santriwan untuk menyetor hafalan pada hafizd dan hafidzoh

pembimbing. Sehingga dengan demikian kelak diharapkan, khusus dari pesantren

Muqimus Sunnah akan banyak lahir generasi penghafal Al-Qur’an. Hal ini

sebagaimana diungkapkan ustadz H.M. Husni Thamrin selaku mudir pesantren

Muqimus Sunnah dalam wawancara (18 Januari 2015) mengatakan:

Seluruh santri di sini diharuskan untuk menghafal Al-Qur’an. Ada yang lancar

dan cepat menghafalnya, tapi ada juga yang tidak. Kami tidak dapat memaksa

karena itu berdasarkan kemampuan anak dan terlebih itu adalah merupakan

karunia Allah bagi mereka. Yang penting santri harus tetap semangat

menghafal. Meskipun sedikit-sedikit. Apalagi sekarang ustadz ataupun

ustadzah yang hafidz Qur’an sudah ditambah. Jadi akan mempermudah santri

menyetor hafalan. Jadi santri tidak perlu waktu lama mengantri untuk setoran

hafalan Al-Qur’an.

Bunda Izzah juga memperkuat pendapat tersebut di atas dalam wawancara

pada 20 Januari 2015 yang mengatakan :

Untuk memberi semangat santri agar cepat menyelesaikan hafalannya. Kami

berikan mereka umroh gratis bagi yang sudah hafal 30 Juz. Sekarang seorang

santriwati Ferima Melati sudah diberangkatkan. Mudah-mudahan akan muncul

Ferima-Ferima yang lain. Sudah ada beberapa orang santri yang hafalannya

sudah banyak. InsyaAllah sebelum mereka tamat sekolah Aliyah sudah dapat

menyelesaikan hafalan mereka. Ada sekitar 3 orang santriwati dan 4 orang

santriwan yang hampir selesai. Kita berdoa saja agar anak-anak diberi Allah

kemudahan.

Selain pengajian pokok (pengajian Al-Qur’an), di pesantren Muqimus Sunnah

diselenggarakan juga pengajian kitab kuning sebagai materi penyempurna. Diantara

kitab-kitab yang dikaji meliputi kitab Fiqh, Tauhid, Akhlak, Hadits, dan Tafsir.

Page 90: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

90

Pengajian tersebut biasanya diberikan oleh Kyai ataupun ustadz/ustadzah. Kadang

menggunakan sistem pengajian halaqah, kadang juga sistem klasikal. Hal tersebut

berdasarkan wawancara dengan santri putra (S. A, pada 10 Desember 2014), yang

mengatakan :

Kami biasanya kalau ngaji kitab Tafsir Jalalain sama ustadz Shodikin. Seluruh

santri harus hadir, biasanya duduk besilo (bersila). Ustadz mengartikan dan

menerangkan kitab yang dibahas di depan. Santri mendengarkan dan mencatat

yang dijelaskan ustadz. Kalau untuk kitab akhlak dan yang lainnya, sudah ada

jadwal masing-masing sesuai dengan tingkatan kelas santri. Biasanya

pengajiannya dilakukan dalam kelas dengan diajar oleh ustadz ataupun

ustadzah masing-masing. Sistemnya seperti belajar biasa. Kami membaca kitab

yang sudah diterjemahkan, mencatat, dan bisa bertanya bila kurang jelas.

Dengan demikian terlihat bahwa untuk pengajian Tafsir Jalalain saja para

santri menggunakan sistem halaqah, selebihnya para santri melaksanakan pengajian

kitab kuning dengan sistem belajar seperti sekolah formal. Mereka hadir di kelas

masing-masing menurut jenjang sekolah biasa, begitupun dengan proses belajar

mengajarnya. Ustadz mengajar di depan kelas dan menjelaskan materi bahasan, santri

duduk di bangku masing-masing dengan menyimak kitab yang sedang dipelajari.

2. Aturan dan Peraturan

Pimpinan pesantren telah membuat aturan dan peraturan bagi seluruh warga

pesantren baik tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan tertulis tertuang dalam bentuk

Standar Operational Procedur (SOP). Dimana isi SOP tersebut bersifat mengikat dan

wajib dijalankan oleh guru (ustadz ataupun ustadzah), santri dan masyarakat di dalam

pesantren termasuk karyawan baik administrasi, petugas dapur, petugas kebersihan,

dan petugas keamanan.

a. Bagi Guru (Ustadz ataupun Ustadzah)

Pada beberapa SOP yang telah dibuat pimpinan pesantren Muqimus Sunnah

telah pula mengatur perihal guru dan pengasuh. Guru yang dimaksud adalah seluruh

guru yang mengajar para santri pada jenjang sekolah madrasah Tsanawiyah dan

Page 91: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

91

madrasah Aliyah. Sedangkan pengasuh adalah ustadz ataupun ustadzah yang ditunjuk

untuk mendampingi dan membimbing para santri selama santri tinggal di asrama

pesantren Muqimus Sunnah. Dimana ustadz ataupun ustadzah tersebut juga

diharuskan tinggal dan menginap di pesantren seperti halnya santri.

Dalam SOP tentang etika guru pada bab I pasal 1 disebutkan bahwa setiap guru

(ustadz ataupun ustadzah) wajib menjaga dan menjunjung tinggi integritas (akhlakul

karimah, kejujuran, dan kemandirian). Guru (ustadz ataupun ustadzah) diwajibkan

pula untuk membuka komunikasi seluas-luasnya dengan stake holder (orang tua siswa

dan masyarakat) dan juga wajib menjunjung tinggi budaya hormat kepada orang yang

dituakan sebagaimana tercantum dalam bab II pasal 6. Dalam presentasi kehadiran

guru juga menjadi perhatian pimpinan pesantren Muqimus Sunnah sebagaimana

tercatat pada bab IV pasal 10 tentang guru bidang studi yang menyebutkan bahwa guru

(ustadz ataupun ustadzah) wajib memberikan motivasi belajar kepada siswa serta guru

(ustadz ataupun ustadzah) yang mengajar pada jam terakhir wajib membimbing siswa

sholat berjama’ah. Selain itu, guru juga telah diatur dalam hal berpakaian yaitu harus

rapi, bersih, dan sopan sebagaimana yang dicantumkan pada pasal 14 SOP guru.

Sama halnya dengan guru yang mengajar sekolah madrasah, para pengasuh

santri juga diwajibkan untuk berakhlakul karimah dalam berlaku dan bertutur serta

bersikap jujur. Demikian juga dalam hal berpakaian telah ditentukan tersendiri pada

pasal 9 dimana di situ disebutkan bahwa bagi pengasuh laki-laki (ustadz) wajib

memakai gamis/baju takwa dan sarung ketika sholat berjamaah. Tentang etika profesi

pada pasal 2 disebutkan pula bahwa ustadz ataupun ustadzah pengasuh wajib disiplin,

dalam pembelajaran, ibadah dan kegiatan-kegiatan di pesantren Muqimus Sunnah.

Pesantren juga memberlakukan aturan yang tegas bagi pelanggarnya tak

terkecuali pada ustadz ataupun ustadzah pengasuh. Sebagaimana yang tercantum pada

pasal 10 tentang sanksi disebutkan bahwa jika ustadz ataupun ustadzah melakukan

Page 92: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

92

perbuatan tercela, seperti tidak bangun pagi, tidak sholat berjamaah padahal tidak uzur,

tidak menerima “setoran” al-Qur’an dari santri, berkata kotor, dan hal-hal yang sejenis

akan ditegur oleh kepala pengasuh/pimpinan pondok. Bahkan jika ustadz ataupun

ustadzah berbuat melampaui batas toleransi akan dikeluarkan dengan tidak hormat.

Untuk tugas dan kewajiban pengasuh, pimpinan pesantren telah membuat

peraturan dimana dalam lampiran tersebut dinyatakan bahwa pengasuh bertugas untuk

membangunkan santri/anak asuh pada pukul 03.30 untuk melakukan qiyamullail,

mandi, dan lain-lain. Pengasuh juga diwajibkan juga untuk melaksanakan sholat

berjamaah terutama sholat subuh, maghrib dan Isya’.

Selain dari kewajiban dalam hal ibadah, pengasuh juga berkewajiban untuk

mengawasi dan mengingatkan anak asuh agar selalu menjaga kebersihan kamar yang

dibuktikan dengan adanya jadwal piket kamar, memeriksa dan mewajibkan anak

asuhnya setiap hari untuk bersih dan rapi pada badan, pakaian, lemari dan isinya, dan

tempat tidur. Pengasuh juga harus membimbing dan mengawasi anak asuh saat belajar

malam (termasuk mengerjakan PR, mengawasi santri tadarusan (membaca Al-Qur’an)

sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan serta diharuskan datang terlebih dahulu

dari santri, mengabsensi, dan mengawasi santri dalam setiap kegiatan pesantren seperti

sholat berjamaah, menerima setoran hafalan Al-Qur’an, tadarusan, dan sebagainya.

Peran pengasuh yang besar dalam keseharian hidup santri sangat diharapkan

pimpinan pesantren Muqimus Sunnah untuk menjadi uswatun hasanah (contoh yang

baik) bagi para santri yaitu dengan mengedepankan akhlakul karimah dalam setiap

tindakan. Pengasuh juga diharuskan mempunyai inisiatif dan mendukung pelaksanaan

program berbahasa Inggris dan Arab dalam kehidupan sehari-hari santri dengan

harapan santri akan terbiasa menggunakan dengan lancar kedua bahasa tersebut dalam

komunikasi di dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah. Selain itu pengasuh

juga dituntut untuk dapat memberikan contoh yang baik dalam makan dan tidur tepat

Page 93: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

93

waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan agar tidak mengganggu proses

kegiatan yang lain terutama karena padatnya jadwal kegiatan santri.

Pelaksanaan dari peraturan-peraturan yang telah dibuat tersebut selanjutnya

akan dievaluasi oleh pimpinan pesantren dengan mengadakan rapat guru ataupun

pengasuh pesantren. Rapat dengan guru-guru sekolah biasanya dilakukan dalam

sebulan sekali atau bila ada yang hal yang penting dan mendesak maka sewaktu-waktu

diadakan rapat mendadak. Sedangkan untuk pengasuh (ustadz ataupun ustadzah), rapat

rutin biasanya diadakan seminggu sekali pada setiap Sabtu malam setelah sholat Isya’.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan seorang ustadzah (U. M, pada tanggal 13

Desember 2014) yang mengatakan :

Biasanya setiap Sabtu malam habis Isya’ diadakan rapat. Bunda Izzah langsung

ataupun ustadz Husni (Mudir) yang memimpin. Yang hadir biasanya adalah

pengurus inti dan ustadz ataupun ustadzah pengasuh. Materi yang dibahas

adalah kejadian-kejadian yang ada di dalam lingkungan pesantren selama

seminggu. Termasuk juga jika ada santri yang melakukan pelanggaran berat,

santri yang dapat prestasi dalam lomba, sarana dan prasarana yang kurang

ataupun yang perlu diperbaiki. Semua dibahas dalam forum tersebut. Pimpinan

biasanya mengkomunikasikan dengan kami ataupun memberi petunjuk untuk

solusi terbaik atas masalah-masalah yang ada.

Sejalan dengan hasil wawancara di atas, observasi yang dilakukan pada Sabtu

malam tanggal 20 Desember 2014 setelah sholat Isya’ diperoleh hasil bahwa terlihat

pimpinan dan seluruh ustadz ataupun ustadzah pengasuh sudah berkumpul dan bersiap

untuk memulai rapat. Untuk selanjutnya, hal yang dibicarakan dalam rapat tersebut

diantaranya adalah laporan ustadz tentang santri-santri yang berprestasi dalam

kegiatan di luar pesantren dan arahan pimpinan tentang persiapan maksimal para santri

yang akan menghadapi ujian tengah semester termasuk menyangkut jadwal

kepulangan santri yang harus diundurkan waktunya agar tidak mengganggu

konsentrasi santri dalam belajar.

b. Bagi Santri

Page 94: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

94

Untuk dapat mencapai keberhasilan dalam pembinaan santri secara baik, maka

pesantren Muqimus Sunnah telah membuat dan membagikan buku santri yang berisi

jadwal kegiatan harian santri. “Biasanya buku santri diberikan sewaktu santri baru

masuk pesantren”, kata santri ‘S’ kelas 10 madrasah Aliyah pada 12 Januari 2014.

Dimana dalam buku tersebut tercantum beberapa kegiatan yang harus dijalani santri,

mulai dari pukul 03.30 pagi hingga pukul 21.15 WIB malam. Demikian seterusnya

berulang kembali setiap harinya.

Dengan adanya jadwal-jadwal yang telah tersusun sedemikian rupa maka

pimpinan pesantren Muqimus Sunnah sangat berharap agar santri dapat mematuhinya

dan akan menjadi pedoman santri untuk melakukan segala aktivitas pendidikan dan

pengajaran di pesantren Muqimus Sunnah. Jenis kegiatan santri yang begitu banyak

namun terjadwal dengan baik tersebut diatur mulai dari kegiatan bangun tidur, jadwal

sholat, jadwal makan, tahfidz, sekolah, kursus, pengajian kitab kuning, berpuasa

sunnah pada hari-hari besar Islam termasuk juga berpuasa pada setiap hari Senin dan

Kamis, hafalan Al-Qur’an, sampai tidur malam kembali juga sudah ada. Sosialisasi

yang dilakukan pesantren biasanya sejak awal santri baru masuk asrama. Sehingga

santri lama kelamaan terbiasa dengan jadwal kegiatan yang berlaku di pesantren

Muqimus Sunnah. Sebagaimana wawancara dengan santri putra (S. L, pada tanggal 22

Desember 2014) yang mengatakan :

Iya, kami sudah hafal betul dengan jadwal setiap hari. Sekiranya ada perubahan

paling hanya sekali-sekali. Kami harus patuh, kalau melanggar ustadz akan

marah dan kami dapat bintang hitam. Pernah teman kami ada yang malas-

malasan untuk pengajian dan selalu telat datang, maka ustadz sampai

menghukumnya untuk tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler di luar pesantren.

Atau juga ada yang pernah pura-pura berpuasa, dan ketahuan jajan di kantin

maka semenjak itu kalau santri sedang ada jadwal puasa baik Senin-Kamis atau

puasa sunnah lainnya maka kantin yang ada di dalam lingkungan pesantren

ditutup dan baru dibuka kalau sudah sore setelah waktu Ashar. Biar santri tidak

jajan.

Page 95: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

95

Demikian halnya dengan kegiatan mingguan santri. Pimpinan juga sudah

membuat jadwal tersendiri. Dimana para santri diharuskan untuk melakukan kegiatan-

kegiatannya mulai hari Senin hingga Rabu para santri diharuskan melaksanakan

kegiatan ekstrakurikuler karate, pencak silat dan Barzanji setelah waktu sholat Isya’

sekitar jam 8 malam sampai selesai. Untuk hari Kamis pagi santri melakukan rapat

OSMUS dilanjutkan dengan tahfiz Qur’an mulai dari jam setengah delapan pagi

hingga menjelang waktu dzuhur. Setelahnya pengajian Hadits Arba’in dan malamnya

ditutup dengan kegiatan Muhadlarah.

Kegiatan pada hari Jum’at berlangsung dimulai dari sholat Subuh berjamaah

dengan tambahan kegiatan seperti sujud sajadah, muhasabah, dan membaca surah Al-

Kahfi. Dilanjutkan dengan kegiatan pembersihan bersama dalam lingkungan pesantren

Muqimus Sunnah dan bagi santri yang ikut kegiatan latihan drum band maka

dilanjutkan kemudian. Pada hari Sabtu sore setelah Ashar hingga menjelang waktu

Maghrib, santri diharuskan untuk mengikuti kegiatan tambahan berupa seni kaligrafi,

tataboga, tatabusana, tilawah atau marawis. Selesai sholat Maghrib, kegiatan

dilanjutkan dengan zikir taubat ataupun zikir saman.

Pada jadwal kegiatan bulanan, santri diharuskan untuk melaksanakan khotmul

Qur’an pada setiap akhir bulan Hijriyah. Sebagaimana wawancara dengan santri putri

(S. B, pada tanggal 12 Januari 2015) yang mengatakan :

Biasanya kami khatam Qur’an pada akhir bulan Hijriyah. Kami melakukannya

setiap menunggu sholat lima waktu. Membaca Al-Qur’an nya secara bersama.

Ada seorang santri yang ditunjuk oleh ustadzah untuk memimpinnya. Biasanya

bergiliran. Agar bisa khatam Qur’an dalam satu bulan maka kami diharuskan

untuk membacanya minimal dua lembar Al-Qur’an. Jika adzan, kami harus

segera menyelesaikan bacaan.

Melihat hasil wawancara di atas bahwa dengan adanya jadwal kegiatan

tersebut maka santri secara otomatis dan dengan kesadaran melaksanakan semua

Page 96: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

96

kegiatan-kegiatan itu, termasuk juga adanya keharusan bagi mereka untuk

mengkhatam Qur’an sebulan sekali.

c. Bagi Karyawan

Untuk dapat mensukseskan semua kegiatan yang berlangsung di pesantren,

tentunya peran semua warga pesantren sangat diharapkan oleh pimpinan. Termasuk

juga untuk karyawan ataupun petugas yang bekerja di dalam pesantren. Untuk itu,

pimpinan pesantren telah pula mengatur semua aktivitas bagi karyawan dalam SOP

karyawan. Seperti dalam SOP bagi koordinator dan karyawan Wardah (Warung

Ibadah) dimana pada bab I pasal 1 disebutkan bahwa koordinator warung yang

umumnya berasal dari karyawan dari luar pesantren diwajibkan berakhlakul karimah

dan bertutur santun dalam melayani santri dan warga pondok serta bersikap jujur.

Karyawan Wardah juga diwajibkan pula untuk disiplin waktu dan tidak melayani

santri berbelanja yang tidak berbahasa Arab dan Inggris (dibantu OSMUS)

sebagaimana yang dicantumkan dalam bab II pada pasal 2 tentang dedikasi karyawan

pesantren.

Pimpinan pesantren juga mengingatkan karyawan agar hendaknnya

memberikan motivasi kepada santri dan warga pondok agar tidak boros dan tidak jajan

pada waktu yang diharamkan seperti pada saat santri melaksanakan puasa sunnah

seperti yang diatur dalam pasal 4 tentang etos kerja karyawan pesantren Muqimus

Sunnah. Karyawan Wardah juga diharuskan untuk wajib melaporkan dan melakukan

diskusi sehubungan dengan memberi hukuman santri yang melanggar dalam aturan

berbelanja di wardah (misal: mencuri, berteriak, berlaku / berbicara tidak sopan

dengan penjaga wardah, membuang sampah sembarangan dan tidak menggunakan

bahasa ketika berbelanja) seperti yang tercantum dalam bab IV pasal 7. Sebagaimana

yang dituturkan penjaga Wardah (I. A, pada 20 Desember 2014) yang mengatakan :

Page 97: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

97

Anak-anak di sini (pesantren) sopan-sopan. Dak katek yang macam-macam.

Santrinyo baek-baek galo. Kami jugo senang melayani mereka. Ado jugo yang

nak cepat minta dilayani. Bik..bik ... aku duluan yee. Paling cak itu bae. Kalau

berbuat yang dak baek dak pernah. Dak katek juga yang nak maling makanan

di sini. Paling-paling ngomong nak ngambek dulu, kalo ado duit kiriman orang

tua baru mereka bayarke. Tinggal ngitung bae katanyo.

Selain membuat peraturan untuk karyawan Wardah, pimpinan pesantren

Muqimus Sunnah telah pula membuat SOP untuk karyawan kebersihan dimana dalam

bab I tentang etika koordinator kebersihan dan kerapian pada pasal 1 disebutkan

bahwa koordinator kebersihan wajib berakhlakul karimah dan bertutur santun serta

bersikap jujur. Selanjutnya dalam bab II tentang etika profesi pada pasal 2 tentang

dedikasi disebutkan bahwa koordinator harus dapat memanagemen urusan kebersihan

lingkungan pondok pesantren Muqimus Sunnah yaitu: kantor, Aula, pelataran, gudang,

asrama (kamar), kelas, kamar mandi, tempat parkir dan seluruh lingkungan pesantren,

mengontrol santri untuk membuang sampah di luar jam belajar, wajib membuat buku

kebersihan harian dan mingguan terdiri dari kamar, lemari, ranjang, kelas, kamar

mandi terbersih dan terkotor. Selain itu, koordinator dan karyawan kebersihan juga

diwajibkan untuk melakukan pembersihan umum setiap jum’at, membuat kalimah

motivasi untuk kamar mandi dan sekitar lingkungan pesantren sebagaimana diatur

dalam bab IV pada pasal 7 SOP karyawan kebersihan pesantren Muqimus Sunnah.

3. Peran Pesantren Dalam Memberikan Suri Tauladan

Tata tertib dan tata nilai yang telah dibuat tersebut menjadi acuan dalam

seluruh aktivitas keseharian masyarakat pesantren. Bagi tenaga pengajar maupun

pengasuh sudah ada pedoman yang harus dipatuhi agar dalam berinteraksi dengan

santri dapat dilakukan dengan cara-cara yang baik. Aplikasi di lapangan menunjukkan

bahwa guru (ustadz ataupun ustadzah) sangat dituntut untuk berakhlak mulia baik

perkataan maupun perbuatan. Memberi tauladan untuk datang tepat waktu dalam

setiap kegiatan baik kegiatan formil dalam poses belajar mengajar di kelas maupun

Page 98: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

98

dalam kegiatan di luar kelas. Memberi contoh yang baik dalam bertutur kata yang

sopan, berbuat baik dan saling membantu. Sebagaimana wawancara dengan seorang

guru sekaligus ustadzah pengasuh (U. S, pada tanggal 22 Desember 2014) yang

mengatakan :

Kami harus berusaha menjadi panutan anak-anak. Bila melanggar pasti juga

ditegur dan diberi sanksi oleh pimpinan. Seperti juga santri, jika datang

mengajar tidak tepat waktu atau terlambat lima menit saja maka kami dianggap

tidak mengajar pada jam tersebut. Itu semua demi kebaikan bersama, begitu

kata bunda Izzah. Jadi, kami berusaha maksimal agar dapat menjalankan

semua kewajiban dan tugas kami dengan sebaik-baiknya. Apalagi kami ini

berada di lingkungan pesantren. Tentu bebannya berat karena dari dalam diri

kita sendiri harus ada motivasi dan semangat yang kuat untuk menjadi yang

terbaik agar dapat dicontoh oleh santri-santri di sini.

Selain dalam hal berperilaku dan bertutur kata, maka pimpinan pesantren juga

mengharuskan seluruh warga pesantren untuk dapat memelihara aurat. Mulai dari

pimpinan, guru dan ustadz ataupun ustadzah pengasuh, serta karyawan-karyawan yang

berada dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah diharuskan untuk mengenakan

pakaian sesuai ketentuan yang diatur oleh pimpinan pesantren. Seperti untuk seluruh

guru yang mengajar di madrasah diharuskan berpakaian seragam khusus guru.

Sedangkan bila mengajar diniyah maka mereka umumnya memakai pakaian gamis

atau baju koko dan sarung bagi ustadz. Untuk ustadzah biasanya memakai gamis dan

berjilbab. Demikian halnya yang berlaku untuk santri putri dan santriwan serta

karyawan laki-laki dan perempuan. Semua telah ditentukan sesuai aturan yang ada.

B. Implementasi Kultur Pesantren Terhadap Perilaku Islami Santri Dalam

Lingkungan Pesantren Muqimus Sunnah.

Implementasi kultur pesantren dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah

dilakukan terhadap :

1. Hubungan Antara Kyai dan Santri.

Kyai merupakan bagian terpenting di dalam pesantren Muqimus Sunnah.

K.H.M. Zen Syukri atau biasa dipanggil aba selaku pendiri pesantren dinilai sebagai

Page 99: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

99

sosok penting dan panutan bagi seluruh warga pesantren. Bukan saja sebagai penjaga

ilmu-ilmu agama akan tetapi beliau adalah sebagai uswah hasanah kehidupan dalam

lingkungan pesantren khususnya dan masyarakat umumnya. Mengenai sosok K.H.M

Zen Syukri tersebut, ustadz Masyuri Al-Hafizh (5 Januari 2015) mengatakan :

Beliau adalah sosok seorang ulama yang kharismatik dan berwibawa. Sosok

yang sangat disegani oleh banyak kalangan baik di Palembang. Beliau sangat

bijaksana, tidak pernah ada kata lelah dalam hidup beliau. Ketika sakitpun,

beliau masih mau mengisi pengajian. Mengingat usia beliau yang sudah uzur

maka hanya sekali-sekali saja beliau dapat memberikan pengajian kepada para

santri, biasanya yang diajarkan berisi ilmu-ilmu tentang tauhid. Walaupun

komunikasi Kyai dengan santri tidak terlalu intensif tetapi hubungan Kyai-

santri berlangsung dengan baik. Melalui wejangan-wejangan dan nasehat-

nasehat yang disampaikan beliau dengan nada bahasa yang lembut dan

mengayomi menjadikan hubungan beliau dengan santri menjadi dekat.

Hubungan lahir batin sedemikian rupa layaknya orang tua-anak.

Walaupun K.H.M Zen Syukri sudah wafat pada tanggal 22 Maret 2012 dalam

usia 93 tahun tetapi ajaran dan peran beliau di pesantren Muqimus Sunnah tetap

diteruskan oleh dengan beberapa orang sebagai wakil Kyai seperti H.M Husni

Thamrin, Izzah Zen Syukri, dan Masyuri Al-Hafidz. Hubungan Kyai (ustadz) dengan

para santri juga tetap terpelihara dengan baik. Berikut wawancara dengan 2 orang

santri putri (S. V dan S. S, pada tanggal 22 Desember 2014) yang mengatakan:

Dulu sewaktu aba masih hidup, yang mengajar kitab Tauhid dan akhlak sama

santri aba itulah. Kalau lagi ngajar biasanya aba sering nasehati kami untuk

taat pada Allah dan mencintai Rasulullah, tapi kadang jugo beliau marahi kami

apalagi kalau ada santri yang tidak memperhatikan dengan baik penjelasan

beliau. Kato aba, “nurutla kato dikit kamu, biar hidup jadi barokah”.

Mendengar itu, santri jadi diam semua. Beliau juga kadang tempat bertanya

santri. Yang penting kami tidak mengganggu karena beliau yang sudah uzur

dan butuh banyak istirahat. Kalau sekarang, yang menggantikan aba mengajar

adalah bunda Izzah. Tidak banyak yang berbeda, beliau dalam mengajar dan

berkomunikasi dengan santri hampir mirip dengan cara aba.

Sedangkan menurut pendapat 2 orang santri putra (S. A dan S. F, pada tanggal

22 Desember 2014) mengatakan :

Kyai itu seperti orang tua kami sendiri apalagi ketika kangen dengan mereka.

Karena disini (pesantren) adalah tempat tinggal kedua bagi kami dan guru

disini adalah orang tua kedua kami yang semua perhatian pada anaknya. Kyai

juga sering sekali memberi nasehat pada santri terutama tentang akhlak dan

Page 100: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

100

sholat, baik di saat mata pelajaran berlangsung atau sesudah sholat fardhu. Juga

waktu ada jadwal perpulangan maka kami para santri ada pembekalan etika

namanya. Itu semua akan memotivasi kami agar santri menjadi lebih baik.

Selain itu, jika ada santri yang sedang menghadapi suatu masalah maka akan

dicarikan solusi oleh Kyai.

Berdasarkan hasil data wawancara diatas diperoleh gambaran bahwa

komunikasi yang berjalan harmonis antara Kyai sebagai guru dan orang tua bagi santri

memunculkan hubungan batin yang kuat antara Kyai dengan santri. Materi pengajian

yang diajarkan dan disertai nasehat-nasehat Kyai tersebut menjadikan santri merasa

dekat dengan Kyai. Santri menganggap Kyai bukan saja sebagai guru yang akan

mengajari mereka pengetahuan umum dan agama tetapi lebih daripada itu mereka

membutuhkan kehadiran sosok orang tua yang mendidik, membimbing dan

mengayomi mereka dalam menempuh pendidikan dan pengajaran di dalam pesantren

Muqimus Sunnah. Mereka dapat bertanya tentang suatu hal, baik pelajaran ataupun

pengajian kitab yang mereka belum faham ataupun hal-hal lain yang tidak dapat

diselesaikan santri tanpa bantuan Kyai. Hubungan yang terbina dengan baik antara

Kyai dan santri menjadikan pula santri betah berada di asrama.

Observasi di lapangan pada tanggal 24 Desember 2014 didapat bahwa santri

sedang mengikuti pembekalan etika pada jadwal perpulangan. Para santri waktu itu

dikumpulkan dalam aula besar pesantren Muqimus Sunnah dan di situ para santri

diberi pengarahan dan nasehat-nasehat oleh H.M. Husni Thamrin dan bunda Izzah.

Wejangan-wejangan tersebut tentang apa yang akan mereka lakukan jika sudah berada

dalam lingkungan keluarga mereka. Bahwa apa yang baik yang telah diajarkan

pesantren pada mereka maka harus mereka terapkan pula hal itu di rumah. “Di rumah,

santri tidak minta dilayani tetapi santri yang melayani orang tua, menyenangkan orang

tua, dan seterusnya”, demikian salah satu nasehat yang disampaikan oleh H.M. Husni

Thamrin pada waktu itu. Berikutnya bunda Izzah (24 Desember 2014) juga

Page 101: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

101

memberikan petunjuk dan nasehat-nasehat untuk para santri yang akan pulang libur

akhir tahun dengan mengatakan :

Santri sekalian akan pulang ke rumah. Apa yang akan di kerjakan?... santri nak

nonton tv.... boleh.... pergi ke mall... tidak dilarang... makan yang enak-enak.....

Alhamdulillah ...... lupo sholat dan baca Qur’an..... nah itu yang dak boleh.

Santri harus tetap istiqomah dengan amal ibadahnya. Setuju?..... Apalagi

sebentar lagi akan menghadapi tahun baru Masehi biasanya banyak kegiatan

yang di luar kendali kita termasuk pesta kembang api dan sebagainya. Jangan

sampai ada laporan bahwa santri Muqimus Sunnah yang keluyuran malam,

nongkrong-nongkrong dak keruan. Tolong ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian,

anaknya harus diawasi dengan baik. Kalau mereka di sini (pesantren) kamilah

orang tua nya yang akan mengawasi.

Perhatian yang begitu besar pimpinan pesantren (Bunda Izzah dan H.M. Husni

Thamrin) terhadap para santri tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi apapun dan

dimanapun santri berada mereka akan tetap memonitor kegiatan mereka dengan

kerjasama yang baik antara orang tua santri dan pihak pesantren sebagai orang tua

kedua santri. Santri senantiasa diingatkan untuk menjaga amal ibadahnya, tetap

berprilaku sopan santun, tidak berbuat hal-hal yang tercela dan melalaikan santri.

Penulis mengkonfirmasi aktivitas santri jika berada di rumah mereka. Sebagaimana

yang dituturkan seorang wali santri yang hadir dalam acara pembekalan tersebut (I. I,

pada 24 Desember 2014) yang mengatakan :

Alhamdulillah pesantren sudah mendidik anak kami dengan baik. Semula kami

agak kesal dengan ketatnya aturan di sini (pesantren). Karena anak kami

biasanya banyaklah manja di rumah. Apa-apa kita (orang tua) yang

mengerjakan. Boro-boro mencuci pakaian sendiri, disuruh belajar saja kadang

susah apalagi untuk sholat. Pokoknya kita nih ngomel terus sama anak. Dengan

dia dididik di sini, berangsur berubah sifat dan kelakuannya. Sekarang, kalau

mereka sedang di rumah, mereka berlaku lebih hormat dengan orang tua,

santun berkata dan tidak ngomong teriak-teriak, sudah rajin ibadah bahkan

untuk ibadah-ibadah sunnah, sudah bagus cara baca Qur’an nya dan lebih

lancar, dan kadang sudah tidak perlu disuruh lagi mengerjakan pekerjaan dalam

rumah.

Senada dengan wali santri di atas, Ibu S (24 Desember 2014) yang posisi

duduknya tidak terlalu jauh dengan ibu tadi mengatakan bahwa anak kami jadi

Page 102: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

102

betahlah di sini (pesantren) daripada di rumahnya sendiri. Katanya enaklah tinggal di

pesantren banyak kawan dan banyak kegiatan yang dilakukan bersama-sama.

2. Tradisi Ketundukan dan Kepatuhan Santri

Terhadap Kyai.

Di dalam sebuah pesantren, peran Kyai mempunyai pengaruh besar. Kyai

merupakan pemimpin tunggal yang memegang peran hampir mutlak. Kharisma

seorang Kyai di dalam pesantren menjadikan Kyai biasanya sangat disegani dan

dihormati oleh para ustadz maupun santrinya. Para santri harus menunjukkan hormat

dan kepatuhan mutlak kepada gurunya, bukan sebagai manifestasi dari penyerahan

total kepada guru yang dianggap memiliki otoritas. Akan tetapi karena keyakinan

santri kepada kedudukan guru sebagai penyalur kemurahan Tuhan yang dilimpahkan

kepada murid-muridnya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana dalam ajaran

Islam, bahwa murid harus menganggap gurunya seolah-olah ayahnya sendiri

sebagaimana dalam hadits “Ayahmu sebenarnya ada tiga; pertama, bapakmu yang

telah membuahi ibumu; kedua, bapak yang telah memberimu seorang istri; dan ketiga,

guru yang sedang dan telah mengajarimu” dan “Dan sesungguhnyalah, orang yang

mengajarmu walaupun hanya sepatah kata dalam pengetahuan agama adalah ayahmu

menurut ajaran Islam” (Az-Zarnuji, 1963: 60). Berikut adalah wawancara dengan

santri putri (S. H dan S. F, pada tanggal 23 Desember 2014) yang mengatakan :

Dalam kitab Akhlakul Banin telah diajarkan pada kami adab berbicara pada

guru/orang yang lebih tua. Hal itu juga sebagai penghormatan kami terhadap

guru (Kyai ataupun ustadz/ustadzah), karena penghormatan itu penting bagi

murid terhadap guru demi mendapat keberkahan ilmu dan menjaga kesopanan

serta akhlak sebagai santri. Seperti yang biasa kami lakukan apabila santri akan

lewat di depan Kyai, maka menundukkan badan tanda hormat. Kami juga akan

mencium tangan Kyai bila akan belajar, sesudah belajar atau bila bertemu

dengan beliau.

Page 103: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

103

Selain santri putra, terdapat hal yang berbeda dengan santri putri ketika

dilakukan wawancara (S. A dan S. S, pada tanggal 23 Desember 2014) yang

mengatakan :

Kalau yang mengajar seorang ustadzah baru kami akan mencium tangan. Tapi

bila Kyai yang mengajar kami kadang menjadi risih. Jadi untuk santriwati

biasanya tidak melakukannya. Paling-paling kami hanya mengangguk saja

tanda hormat. Demikian juga bila pengajian telah selesai maka kami hanya

membuntut di belakang Kyai. Kyainya dulu yang harus berjalan, santri tidak

boleh membelakangi guru karena guru harus dimuliakan. Kami juga tidak

berani untuk membantah Kyai selagi nasehat itu baik.

Berdasarkan hasil data wawancara di atas maka tradisi ketundukan dan

kepatuhan seorang santri terhadap Kyai di pesantren Muqimus Sunnah tetap

terpelihara dalam batas-batas tertentu. Santriwan selalu mencium tangan Kyai ketika

mengaji ataupun bertemu. Hal tersebut selalu dilakukan santri karena mereka

menganggap mencium tangan Kyai sebagai adab murid kepada guru dalam menuntut

ilmu. Mereka bersikap baik terhadap Kyai dengan menundukkan badan tanda hormat,

mendahulukan Kyai bila berjalan beriringan, dan mematuhi perintah dan nasehat Kyai.

Kebiasaan-kebiasaan seperti ini yang senantiasa dilakukan santri pesantren

Muqimus Sunnah sebagai adab, akhlak, kewajiban santri terhadap guru. Mereka juga

menganggap penghormatan itu penting demi mendapat keberkahan ilmu sebagaimana

tercantum dalam kitab Akhlakul Banin yang menjadi kitab pegangan santri.

Hasil observasi (5-10 Desember 2014) juga menunjukkan hampir seluruh

santri di pesantren Muqimus Sunnah menunjukkan kepatuhan pada Kyai. Hal ini

terlihat pada santri umumnya tidak berani membantah Kyai, apa yang baik

diperintahkan mereka menurut. Kadang Kyai menyuruh sesuatu seperti mengambilkan

kitab yang tertinggal di kelas, santri langsung mengerjakannya. Apalagi sewaktu Kyai

menasehati maka mereka diam, menundukkan kepala, serta mendengarkan dengan

baik. Para santri juga bila bertemu Kyai dalam pengajian atau dalam keseharian selalu

mencium tangan, terutama bagi santriwan. Sikap tersebut bukan saja mereka lakukan

Page 104: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

104

pada Kyai, ustadz dan ustadzah, tetapi terhadap orang yang lebih tua pun seperti wali

santri, biasanya mereka menundukkan badan tanda hormat atau mencium tangan.

Santri juga umumnya berkata lemah lembut, tidak teriak-teriak, dan bersikap sopan

santun bukan saja kepada Kyai mereka tetapi hampir pada setiap wali santri mereka

juga melakukan hal tersebut.

3. Pola Hidup Sederhana Santri

Sejak awal santri masuk di dalam lingkungan asrama pesantren Muqimus

Sunnah telah menerapkan pola hidup sederhana yang berasas pada hidup hemat pada

santri. Nilai-nilai kesederhanaan tersebut diberlakukan pada santri sejak awal adalah

untuk menyesuaikan antara keinginan dan kebutuhan santri. Artinya santri harus

sanggup menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada serta berusaha membatasi diri

untuk memenuhi hawa nafsu ataupun keinginan fisik yaitu dengan cara menjauhkan

diri dari sifat materialistis. Sebagaimana wawancara dengan santri (S. L dan S. N, pada

tanggal 8 Januari 2015) yang mengatakan :

Makanan yang disediakan di sini (pesantren) cukup. Sederhana dan setiap hari

berganti-ganti. Menunya lengkap ado nasi, sayur, buah, lauk pauk. Sudah

menyediakan asupan gizi yang cukup. Nasi sedang tidak terlalu banyak atau

sedikit. Untuk sayur kadang sayur bening bayam, terong, dan kangkung.

Kadang jugo sayur asem. Buahnya banyaklah pisang, yang lain tuh kadang

semangka. Kalau lauknya, banyaklah ikan-ikanan, tempe, tahu. Daging dan

ayam sekali-sekali bae. Kalau ada hajatan biasanya. Sekali waktu kami makan

lauk kambing dari sedekah donatur. Mulanya kami banyak yang tidak habis

makannya. Tidak selera dengan menunya. Jadi kami sering kena tegur dan

dinasehati. Tapi lama kelamaan santri menjadi terbiasa dengan menu makan

yang disajikan sehingga sekarang jarang ada makanan yang bersisa di dalam

tempat makanan yang disediakan.

Selain dalam hal makan dan minum, pesantren Muqimus Sunnah juga telah

menerapkan kesederhanaan dalam berpakaian santri. Sebagaimana wawancara dengan

santri putri (S. B dan S. L, pada tanggal 8 Januari 2015) yang mengatakan :

Semenjak masuk pesantren, pakaian kami banyak yang kena seleksi. Bentuk

pakaiannya harus sederhana saja, warnanya tidak boleh terlalu mencolok,

sedapat mungkin yang polos dan tidak banyak corak. Kami juga tidak

diperbolehkan memakai pakaian yang membentuk badan. Dilarang untuk

Page 105: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

105

memakai perhiasan termasuk gelang, cincin dan kalung apalagi berbahan emas.

Selain takut hilang, juga untuk membiasakan santri agar hidup apa adanya dan

tidak bermewah-mewahan.

Hampir senada dengan yang diungkapkan santri putri, maka santri putra juga

kena aturan yang sama. Berikut wawancara dengan santri putra (S. B, pada 8 januari

2015) yang mengatakan:

Harus berpakaian yang rapi dan pakaian itu harus berwarna putih standar. Peci

nya pun harus standar yaitu peci Palembang. Santriwan juga tidak boleh

pakaian yang ketat ataupun pakai celana jeans/levis. Harus celana panjang

berbahan kain biasa dan berwarna gelap. Baju dalam kaos tidak boleh

berkerah, harus oblong. Untuk sholat dan pelajaran diniyah, kami harus pakai

gamis. Jika ada santriwan yang melanggar, akan ditegur dan dikatakan bahwa

di ponpes bukan untuk bergaya tapi untuk menuntut ilmu.

Penerapan pola hidup sederhana dalam keseharian santri di pesantren Muqimus

Sunnah juga menyangkut hal pengelolaan keuangan santri. Terlebih lagi karena santri

berada jauh dari orang tua maka santri diharapkan untuk mampu mengatur

kebutuhannya dengan ketersediaan dana yang ada. Seperti yang terungkap dari

wawancara dengan seorang santri putri dan santri putra (S. L dan S. M, pada tanggal

10 Januari 2015) yang mengatakan :

Menabung itu diwajibkan. Apalagi santri tidak boleh pegang uang lebih dari

20.000. Jadi kalau ada uang kiriman orang tua setiap bulan, diharuskan untuk

di tabung pada bank mini pesantren Muqimus Sunnah. Biasanya ustadzah yang

menerimanya. Untuk pengambilan uang tabungan juga sudah diatur agar tidak

boros dalam belanja sehari-hari. Dalam satu minggu hanya dibolehkan tiga kali

pengambilan dan paling banyak uang yang diambil untuk keperluan jajan santri

sebesar 10 ribu, tetapi bila ada keperluan mendesak lain maka diperbolehkan

mengambil lebih dari ketentuan tersebut. Kadang ada juga yang menyimpan

uang sendiri, kalau tidak takut hilang.

Gambaran penerapan pola hidup sederhana di pesantren juga tampak dari

keseharian santri yang jauh dari fasilitas hidup mewah. Pimpinan telah menetapkan

aturan bahwa di dalam lingkungan pesantren para santri dilarang membawa

handphone. Bahkan untuk televisi dan komputer yang tersedia di pesantren hanya

ditujukan untuk menunjang kepentingan pelajaran santri. Sebagaimana wawancara

dengan santri putra (S. K, pada tanggal 10 Januari 2015) yang mengatakan :

Page 106: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

106

Tidak boleh ada yang membawa Hp.Tidak sama sekali, itu akan merusak

konsentrasi santri. Untuk membuat jera santri agar tidak melakukan hal yang

dilarang, pernah ada Hp santri yang dihancurkan di depan para santriwan.

Padahal sudah berkali-kali diingatkan. Jika santri akan kepentingan menelepon

orang tua dalam masalah yang penting maka pesantren membolehkan memakai

telepon kantor atau bisa meminjam Hp ustadz/ustadzah. Kalau untuk TV dan

komputer ada/disediakan tetapi menggunakannya ketika diperlukan saja

sewaktu pelajaran.

Berdasarkan hasil data wawancara di atas maka pola hidup keseharian santri

pesantren Muqimus Sunnah yang ditinjau dari cara berpakaian, makan, dan hal-hal

lainnya sudah dapat dikatakan sederhana dan jauh dari kemewahan. Dalam hal

makanan dan minuman semuanya sudah diatur tersendiri oleh pesantren. Dimana

makanan tersebut sudah dibagi dalam sebuah rantang dengan porsi dan menu makanan

yang sama.

Sejalan dengan hasil wawancara, maka hasil observasi yang dilakukan pada

beberapa kesempatan (8-13 Januari 2015), terlihat pada hampir seluruh santri di

pesantren Muqimus Sunnah tidak mempermasalahkan mengenai pola hidup sederhana

yang diterapkan dalam hal makan-minum dimana santri tetap mengambil jatah

makanan masing-masing tanpa harus mengambil makanan jatah temannya. Tampak

mereka sudah merasa cukup dengan porsi yang disediakan. Demikian halnya dalam

berpakaian, terlihat pada hampir seluruh santri mengenakan pakaian yang sederhana,

tidak terlalu mencolok baik warna dan modelnya. Santri putri umumnya mengenakan

gamis sederhana dan berjilbab segiempat polos sedangkan santri putra umumnya

memakai baju koko dan gamis serta pakai peci Palembang warna putih. Untuk

pemakaian barang-barang elektronik, tidak satupun santri yang terlihat membawa dan

menggunakan Hp karena memang hal ini dilarang keras di pesantren Muqimus

Sunnah. Untuk TV dan komputer, diperbolehkan bila sewaktu dibutuhkan saja dalam

kapasitas menunjang kegiatan belajar mengajar bagi santri.

Page 107: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

107

Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadzah (U.I pada 15 Januari

2015) untuk mengkonfirmasi keterangan dari hasil wawancara dengan santri dan

observasi, dimana ustadzah tersebut mengatakan :

Sejak santri masuk pertama kalinya, kami sudah mengingatkan bahwa santri

dilarang untuk menggunakan handphone. Bila ketahuan ada yang membawa

dan menggunakannya maka akan di sita dan dimusnahkan. Jadi ini tidak main-

main. Tujuannya tentu untuk kebaikan santri. Agar santri tidak lalai dengan

kegiatan. Kan tujuan santri ke sini (pesantren) untuk belajar dan menuntut

ilmu. Bukan untuk bersantai dan bersenang-senang. Dengan demikian

diharapkan santri menjadi fokus dalam belajar dan beraktivitas dalam

pesantren. Kalau untuk menelpon orang tua, kan bisa dengan telpon kantor atau

bisa pinjam dengan ustadzah. Nelponnya juga kan tidak boleh sering-sering.

Selain dalam beberapa hal yang telah disebutkan di atas, pimpinan pesantren

juga telah menerapkan pola hidup hemat dalam keuangan santri. Untuk mendidik dan

membiasakan para santri untuk hidup sederhana dalam hal keuangan maka di

pesantren Muqimus Sunnah diwajibkan untuk rajin menabung di bank mini yang

dikelola oleh pesantren. Bekal uang kiriman dari orang tua sebagian harus disisihkan

untuk disimpan. Santri juga tidak diperkenankan memegang uang dalam jumlah

banyak. Selain takut hilang dan tercecer, juga agar santri terbiasa tidak boros belanja

ataupun jajan.

4. Kemandirian Santri

Mandiri merupakan suatu keadaan pengaturan diri dimana kemampuan

seseorang untuk mengambil keputusan atas kehendaknya sendiri dalam melakukan

sebuah tindakan. Kemandirian sebagai nilai, tidak bisa diajarkan sebagaimana

mengajarkan pengetahuan atau keterampilan pada umumnya. Ia memerlukan proses

yang panjang dan bertahap melalui berbagai pendekatan yang mengarah pada

perwujudan sikap. Dengan demikian kemandirian lebih menekankan pada proses-

proses pemahaman, penghayatan, penyadaran dan pembiasaan. Berikut adalah

Page 108: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

108

wawancara dengan santri putri (S. A dan S. L, pada tanggal 8 Januari 2015) yang

mengatakan :

Santri harus mandiri. Dak boleh cengeng. Harus kuat. Tugas-tugas pelajaran

dan beberapa hal tertentu harus dikerjakan secara mandiri seperti mengurus

keperluan sendiri (mencuci dan sebagainya). Selain ama (petugas laundry),

kami juga kadang harus mencuci pakaian sendiri terutama untuk pakaian

dalam. Waktunya di cari yang luang, kadang habis sekolah. Atau juga kami

mandiri dalam hal beres-beres tempat tidur dan yang lainnya. Pokoknya tidak

boleh mengandalkan teman.

Hampir senada dengan pendapat di atas, santri putri yang lain (S. M dan S. B,

tanggal 8 Januari 2015) mengatakan:

Kehidupan di pondok tuh sangat dituntut untuk dapat hidup mandiri. Santri

harus dapat mengerjakan sesuatu dengan sendiri dan sedapat mungkin tidak

bergantung dengan teman. Belajar malam juga kadang dilakukan sendiri-

sendiri. Paling kalau ada tugas kelompok barulah kami mengerjakan secara

bersama. Waktu awal masuk pondok, sedih rasanya. Tapi semakin lama kami

menjadi terbiasa.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, para santri di pesantren Muqimus Sunnah

sudah menunjukkan sikap kemandiriannya. Santri umumnya tidak lagi

menggantungkan diri dangan teman. Mereka mengerjakan sendiri apa yang menjadi

tugas dan kewajibannya di dalam pesantren. Belajar dan mengerjakan tugas-tugas

yang diberikan guru harus dilakukan secara mandiri dan sendiri. Kecuali untuk tugas-

tugas kelompok, barulah mereka melakukannya secara bersama.

Selain kemandirian dalam belajar, santri juga telah mandiri dalam mengurus

kebutuhan-kebutuhan kesehariannya. Seperti dalam hal mencuci pakaian, selama

santri berada di rumah sendiri umumnya mereka masih sangat bergantung dengan

orang tua. Akan tetapi, semenjak mereka berada di asrama pesantren kegiatan tersebut

harus santri kerjakan sendiri. Walaupun di pesantren Muqimus Sunnah sendiri telah

disediakan laundry ataupun ada ama yang bertugas mencucikan pakaian para santri.

Itupun ada ketentuan tersendiri. Mereka hanya diizinkan untuk mencuci paling banyak

2 stel pakaian perharinya tidak boleh lebih, dengan catatan hanya untuk mencuci

Page 109: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

109

pakaian luar. Selebihnya, untuk pakaian dalam dan lainnya maka santri tetap

diwajibkan untuk mencucinya sendiri. “Pakaian yang dicucikan ama dak boleh

banyak-banyak. Kakak kelas biasanya yang seperti itu. Tiap hari 2 stel bae, paling

pakaian sekolah. Jadi kalau mau mencuci pakaian yang lain, harus cuci sendiri”,

demikian kata santri ‘G’ kelas 9 pada tanggal 8 Januari 2015. Para santri juga

sepertinya sudah memahami aturan tersebut sehingga mereka akan mencuci sendiri

bila mereka memerlukan tambahan pakaian.

Kemandirian santri lainnya yang diterapkan di pesantren adalah dalam hal

membersihkan dan merapikan kamar santri. Peneliti melakukan wawancara dengan

ustadzah (U.H dan U. M, pada tanggal 8 Januari 2015) yang mengatakan :

Santriwati (santri putri) jika bangun tidur harus segera membereskan tempat

tidurnya masing-masing. Sprei, bantal, dan lain-lain harus dirapikan sebelum

santri melakukan kegiatan yang lain. Santri akan diawasi dan ditegur ustadzah

pengasuh jika melalaikannya dan tentunya juga akan diberi catatan buruk

berupa satu bintang hitam, dimana hal ini sangat dihindari santri. Walaupun

pada setiap hari ada giliran santri yang piket kamar sesuai jadwal yang telah

dibuat ustadz ataupun ustadzah pengasuh, tetapi para santri harus tetap

bertanggung jawab dengan kondisi kebersihan tempat tidurnya masing-masing.

Kadang juga santri menyapu lantai kamar sebelum bersiap sekolah.

Untuk memupuk kemandirian santri dalam hal mengelola keuangan sendiri,

maka santri diharuskan mampu mengatur kebutuhan dengan keuangan yang ada

sehingga akan cukup sampai akhir bulan. Santri dibiasakan untuk berhemat dan

mengaturnya dengan cermat dalam setiap pos kebutuhan. Uang jajan, uang untuk

keperluan alat-alat tulis, uang untuk keperluan sumbangan bila ada tugas, dan

seterusnya. “Rata-rata santriwati sudah bisa mengatur pengeluarannya, tapi untuk

santriwan masih ada yang tidak cukup hingga akhir bulan sehingga harus saling

pinjam dengan temannya”, demikian kata ustadzah ‘H’ pada wawancara tanggal 8

Januari 2015.

5. Tradisi Tolong-Menolong dan Persaudaraan.

Page 110: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

110

Islam mengajarkan manusia bahwa hidup bukan hanya tentang satu orang. Di

luar kehidupan kita masih banyak orang lain yang juga berusaha meraih

kepentingannya. Untuk itu, nilai-nilai ukhuwwah (persaudaraan) di pesantren

Muqimus Sunnah berusaha ditanamkan sedemikian rupa kepada santri. Apalagi

sebagai makhluk sosial, manusia meniscayakan rasa kerjasama, tenggang rasa, saling

toleransi dan membantu bahu membahu satu dengan lainnya. Sikap menjauhkan dari

rasa egois dan mendahalukan kepentingan orang lain tentu akan menarik simpati.

Dengan saling memerhatikan, menghargai, dan menyayangi orang lain maka tidak

akan sulit untuk mendapatkan hati mereka. Pesantren memiliki peran dan tanggung

jawab dalam pengembangan nilai-nilai tersebut terhadap santri di dalam lingkungan

pesantren. Berikut adalah hasil wawancara dengan 2 orang santri putra (S. N dan S. B,

pada tanggal 12 Januari 2015) yang mengatakan :

Di pesantren kami diajari untuk saling tolong menolong dengan teman. Jika

ada masalah santri harus dibantu semampunya. Rasul pun mengajarkan

demikian, jadi kami harus mencontoh nabi. Seperti kalau ada santri yang sakit.

Kami melaporkannya ke ustadz ataupun ustadzah agar diberikan obat. Kadang

jika parah ustadz yang akan mengantarkan ke dokter. Santri yang lain terutama

teman sekamarnya wajib memintakan nasi di dapur walaupun setiap kamar ada

petugas khusus, kadang ia yang duluan membantu.

Hal yang hampir serupa diungkapkan oleh santri yang lain (S. K dan S. A,

pada tanggal 12 Januari 2015) yang mengatakan:

Kami biasa saling berbagi, terutama bila ada makanan yang dikirim orang tua.

Terutama dengan teman sekamar dan sahabat karibnya. Santri juga lebih

senang makan bersama dibandingkan dengan makan sendiri. Selain itu kami

juga harus saling mengajari jika menghadapi kesukaran dalam pelajaran.

Ustadzah sangat menganjurkan kami agar jangan segan-segan membantu

teman. Sesama santri tetap harus saling peduli. Apalagi kami berada dalam satu

asrama yang kegiatannya banyak dilakukan secara bersama-sama. Pembersihan

asrama, Muhadhoroh, presentasi, zikir, tadarus, kegiatan kelompok. Kami juga

bila ada waktu luang, ada yang saling curhat dan bercanda.

Dari hasil wawancara di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa di dalam

pesantren Muqimus Sunnah telah berkembang iklim dan tradisi tolong menolong dan

suasana persaudaraan. Hal ini tergambar dari hampir sebagian besar santri yang sering

Page 111: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

111

membantu temannya. Terlebih bila terdapat salah seorang santri yang sakit maka santri

yang lain pun ikut membantunya. Yang mereka lakukan biasanya adalah

mengambilkan jatah makanan untuk santri yang bersangkutan di dapur. Ataupun

melaporkannya pada ustadz ataupun ustadzah agar dapat diberikan obat atau bila perlu

diantarkan ke dokter terdekat.

Selain membantu teman yang sakit, santri juga saling membantu dalam hal

tugas-tugas pelajaran dan PR. Yang menjadi masalah umum bagi santri biasanya tugas

matematika dan bahasa, baik itu bahasa Arab maupun bahasa Inggris. Untuk itu, santri

yang lebih pintar dalam matematika akan menjadi tempat bertanya bagi teman-

temannya yang lain terutama sekali bagi adik-adik kelas mereka. Demikian pula

halnya dengan masih adanya santri yang mengalami kesulitan dalam berbahasa.

Biasanya agar dapat melancarkannya, mereka akan sering melakukan latihan saling

tanya jawab dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris sehingga dengan begitu santri

tersebut akan cepat hafal kosa kata.

Selanjutnya, santri di pesantren Muqimus Sunnah telah pula dibiasakan untuk

saling berbagi. Kehidupan yang jauh dari orang tua telah membangun pribadi santri

untuk memiliki sikap toleransi dan selalu menjaga hubungan baik dengan teman-

teman santri yang lain. Hal yang biasa dilakukan santri adalah jika ada makanan atau

minuman yang dikirim orang tua seorang santri, maka mereka biasanya membaginya

dengan teman-teman sekamar ataupun dengan yang lainnya. Sekalipun jumlah yang

dibagi kadang sedikit tetapi karena di pesantren mereka terus diajarkan dan dibiasakan

untuk tidak pelit, maka santri akan tidak merasa berat untuk melakukannya. Makan

juga tidak boleh sembunyi-sembunyi dan sendiri-sendiri.

Pihak pesantren juga telah melarang orang tua untuk mengirim makanan

ataupun minuman hanya untuk anaknya saja. Tetapi harus dalam jumlah yang banyak

sehingga santri lain juga dapat mencicipinya, minimal untuk teman sekamar santri

Page 112: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

112

yang bersangkutan. Hasil observasi (8 Januari 2015), terlihat ada orang tua yang

menitipkan makanan cepat saji untuk anaknya di pesantren tapi kemudian ditolak

untuk disampaikan. Oleh karena yang dibawa hanya satu porsi, maka bunda Izzah

dengan tegas menolaknya dan disuruh untuk dibawa pulang kembali. Bunda Izzah (8

Januari 2015) mengatakan “hal itu sama saja mengajari anak menjadi pelit dan tidak

mau berbagi, padahal dalam satu kamar terdapat beberapa orang santri lain yang tentu

akan melihat dan kepingin dengan makanan santri tersebut”.

Untuk dapat membangun dan menjaga rasa kebersamaan santri dalam suasana

persaudaraan selama berada di dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah maka

pesantren menerapkan aturan bahwa santri harus melakukan kegiatan yang telah

terjadwal secara bersama-sama. Mengerjakan sholat harus berjamaah terutama sholat-

sholat fardhu, berzikir, kegiatan muhadhoroh yang dilakukan setiap malam Sabtu,

Barzanji. Bahkan waktu makan juga mereka bersama-sama dengan membentuk

kelompok-kelompok kecil. Demikian halnya juga pada kegiatan pembersihan setiap

Jum’at. Semua santri bekerja bersama dalam kegiatan tersebut menurut pembagian

tugas masing-masing. Ada yang membersihkan kamar, Aula, pelataran, ruang guru,

kantor, bahkan di halaman depan pesantren. Ustadz ataupun ustadzah juga turut serta

mengerjakan dan mengawasi kegiatan yang sedang berlangsung dengan suasana

keakraban dan keceriaan dengan para santri, kadang juga kegiatan seperti ini mereka

manfaatkan untuk saling berbagi cerita ataupun sekedar bercanda.

6. Tingkat Kedisiplinan Santri

Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk

mengikuti, menaati peraturan-peraturan dan nilai-nilai hukum yang berlaku dalam

suatu lingkungan tertentu seperti pesantren. Dengan berdisiplin maka santri

diharapkan mampu mengatur tingkah lakunya sendiri dan mempunyai tanggung jawab

atas kegiatan yang dilakukannya tersebut.

Page 113: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

113

Dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah, pembinaan disiplin santri ini

tidaklah bertujuan untuk mengekang santri. Melainkan bertujuan untuk menyiapkan

santri agar menjadi generasi muda yang penuh tanggung jawab dalam menyelesaikan

problema kehidupan terutama untuk diri santri dan lingkungannya. Dengan

kedisiplinan diharapkan dapat melatih para santri dalam melaksanakan kewajiban-

kewajiban agama, seperti shalat, berpuasa dan seterusnya. Disiplin waktu juga menjadi

penekanan pada proses pembinaan santri yaitu dengan jadwal yang telah dibuat

pesantren mulai dari kegiatan bangun tidur sampai santri tidur kembali.

Selain itu, para santri juga diharuskan disiplin dengan larangan yang telah

dibuat pesantren. Mereka tidak diperkenankan bergaul dengan masyarakat luar secara

bebas, serta membatasi hubungan laki-laki dengan perempuan dengan sangat ketat.

Hanya mereka yang mempunyai hubungan darah (muhrim) yang dibolehkan bertemu

dalam lingkungan pesantren. Berikut hasil wawancara dengan 2 orang santri (S. S dan

S. M, pada tanggal 12 Januari 2015) yang mengatakan :

Maksimal tidur malam jam 22.00 tapi bila ada yang mengulang hafalan atau

belajar maka tetap dibiarkan. Kami harus sudah bangun tidur sekitar 03.00-

04.00 pagi. Kemudian santri langsung merapikan tempat tidur, antri untuk

mandi, yang selesai mandi lalu bersiap dengan pakaian sekolah, berwudhu dan

sholat tahajjud kemudian mengaji sampai waktu adzan subuh, sholat subuh di

aula, menghafal Al-Qur’an, makan, siap-siap sekolah.

Kedisiplinan santri tidak hanya ditunjukkan dengan mematuhi segala kegiatan

yang telah terjadwal. Akan tetapi, para santri juga dituntut berdisiplin dalam seluruh

sisi keseharian hidup santri termasuk berdisiplin dalam menaruh barang-barang pada

tempatnya kembali. Seperti yang dituturkan oleh santri (S. P dan S.L, pada tanggal 15

Januari 2015) yang mengatakan:

Kami (para santri) di sini selalu di ajari disiplin soal waktu, tempat dan hal

kecil lainnya. Seperti kalau setiap selesai membaca Al-Qur’an, kami harus

meletakkannya kembali pada rak khusus. Demikian juga dengan yang lain-

lain. Sepatu, sandal, dan wadah sabun, jika sudah dipakai harus ditaruh pada

tempatnya. Begitupun dengan rantang wadah makanan santri. Santri juga harus

membuang sampah pada tempatnya dan menaruhnya pada lokasi tertentu.

Page 114: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

114

Santri yang lain (S. B dan S. N, pada 15 Januari 2015) juga memberikan

keterangan tentang kedisiplinan-kedisiplinan yang biasa dilakukan santri sebagaimana

yang mereka katakan:

Santri diharuskan mengantri jika mengambil nasi/rantang, mandi, belanja di

Wardah (warung ibadah), dalam menunggu giliran mengaji, mengambil

tabungan di bank mini, dan lain-lain. Selain itu, santri harus berdisiplin dengan

aturan yang mengharuskan santri izin dahulu sebelum keluar pesantren

termasuk jika ada keperluan seperti ada santri yang akan pergi berobat atau

santri yang bermaksud menjahitkan pakaian yang rusak di luar asrama. Jika

tidak izin dengan ustadz ataupun ustadzah maka dianggap minggat.

Kedisiplinan santri juga ditunjukkan dengan ketaatan santri pada peraturan

mengenai jadwal kunjungan orang tua ke pesantren dan adanya larangan bertemu

dengan sengaja dengan santri yang bukan muhrim. Sebagaimana wawancara dengan

santri putri (S. K, pada tanggal 15 Januari 2015) yang mengatakan:

Dalam sebulan kami hanya boleh dikunjungi satu kali yaitu pada hari Jum’at.

Mulai dari jam delapan pagi hingga jam lima sore. Selain dari waktu yang telah

ditentukan tersebut, santri tidak diperkenankan bertemu langsung dengan orang

tua ataupun wali santri. Kami harus pulang kembali tepat waktu. Jadi sebelum

jam lima sore, semua santri harus sudah berada di pondok. Jika telat maka akan

dikenakan denda ataupun berupa hukuman dapat bintang hitam. Untuk

larangan bertemu dengan sengaja bagi santri yang bukan muhrim. Kami sudah

faham dan berusaha menghindar dengan berbalik badan, mengucap

astaghfirullah, segera menjauh, atau itu tidak kami lakukan maka santri bisa

ditegur ataupun dimarahi ustadzah.

Dari hasil wawancara di dapat data bahwa pesantren Muqimus Sunnah telah

menerapkan serangkaian aturan yang membiasakan santri agar dapat hidup disiplin

dalam pesantren. Adanya jadwal tidur dan bangun dengan limit waktu tertentu.

Sebagaimana yang ditentukan dalam jadwal, santri harus bangun tidur sekitar 03.30

dan langsung merapikan tempat tidur, bergegas antri untuk mandi, berwudhu,

melakukan sholat tahajjud, membaca Al-Qur’an, melaksanakan sholat subuh

berjamaah di aula kebanggaan para santri, menghafal Al-Qur’an, dan bersiap dengan

pakaian sekolah. Semua kegiatan tersebut secara otomatis dikerjakan santri setiap

harinya tanpa harus dikomando lagi.

Page 115: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

115

Kedisiplinan pada hal-hal lain juga dilakukan santri seperti santri harus

menempatkan ataupun meletakkan suatu barang pada tempat yang telah ditentukan,

contohnya santri akan meletakkan Al-Qur’an dan kitab-kitab pada rak khusus,

membuang sampah di kotaknya, meletakkan dan menyusun sepatu dan sandal yang

sudah dipakai di rak yang tersedia, dan meletakkan rantang makanan pada meja yang

telah ditentukan.

Selain hal-hal di atas, kedisiplinan santri dalam mengantri telah pula diterapkan

di pesantren Muqimus Sunnah. Santri mengantri untuk giliran mandi dimana santri

yang bangun terlebih dahulu maka dia pula yang mandi lebih dahulu dari yang lain.

Demikian pula jika santri belanja di wardah (warung ibadah), santri akan tertib

menunggu gilirannya siapa yang duluan datang maka dia pula yang terlebih dahulu

untuk dilayani sehingga tidak ada saling menyerobot. Atau juga dalam hal mengantri

giliran tahfidz, dimana santri akan menghadap ustadz ataupun ustadzah berdasarkan

urutan kedatangan mereka di kelas. Mengantri mengambil rantang makanan dan

tabungan pun berlaku hal yang sama.

Di pesantren Muqimus Sunnah juga telah diterapkan kedisiplinan santri dalam

mematuhi jadwal kunjungan bagi orang tua ataupun kerabat. Artinya, santri tetap tidak

diperkenankan bertemu jika tidak dalam jadwal kunjungan. Orang tua santri juga

sudah diberitahu mengenai hal tersebut. Tetapi bila ada santri yang sakit atau hal-hal

penting lainnya maka orang tua baru diperbolehkan untuk menjenguk. Memang

terdapat sejumlah santri di pesantren Muqimus Sunnah yang berasal dari daerah di

luar kota Palembang. Ada yang berasal yang dari kota Lahat, OKI, Prabumulih, Muara

Enim, dan Muara Dua OKU. Mengingat jarak yang jauh maka orang tua santri yang

datang menjenguk ke pesantren biasanya hanya beristirahat di pesantren sekaligus

bertemu dan mengobrol dengan anaknya. Atau kegiatan lain yang dapat mereka

Page 116: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

116

lakukan adalah keluar pesantren sebentar untuk berbelanja keperluan santri dalam

sebulan yang akan datang.

Pesantren Muqimus Sunnah juga telah menerapkan larangan bagi santriwan

dan santriwati bertemu dengan sengaja terutama bagi yang bukan muhrim. Antara

santriwan dan santriwati tidak diperbolehkan untuk bertemu apalagi mengobrol tanpa

ada keperluan penting sekali. Itulah sebabnya pesantren juga telah memisahkan asrama

santriwan dan santriwati. Sehingga dapat meminimalisir kemungkinan untuk

terjadinya pertemuan antar santriwati dan santriwan. Tetapi walaupun dengan asrama

yang terpisah, mau tidak mau kadang mereka bertemu tanpa sengaja terutama sekali

bila ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar asrama. Untuk mengatasinya hal

tersebut, biasanya mereka berusaha untuk menghindar yaitu dengan langsung

membalikkan badan agar tidak bertemu muka. Hal observasi (15 Januari 2015) terlihat

tidak ada santriwan ataupun santriwati bukan muhrim yang sengaja untuk saling

bertemu, apalagi untuk mengobrol dengan bebas di dalam lingkungan pesantren.

Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing dan tidak terlalu peduli dengan

santriwati ataupun santriwan. Para santri juga sudah sangat menyadari larangan

tersebut, karena bila mereka tidak mematuhi aturan maka santri akan ditegur,

dimarahi, bahkan akan disidang oleh ustadz ataupun ustadzah.

7. Semangat Santri Untuk Mencapai Cita-cita.

Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan maka tekad dan disiplin merupakan

hal yang sangat penting untuk dilakukan santri. Karena dengan itu, santri akan menjadi

sosok pribadi yang kuat dan mantap dalam perjuangannya meraih cita-cita. Santri

harus senantiasa menjaga semangatnya untuk tidak mudah menyerah dan bersabar

dalam menghadapi rintangan. Hanya kerugianlah bagi santri-santri yang malas dalam

berbuat, enggan melakukan yang semestinya ia kerjakan. Tentu hal tersebut akan

berdampak pada kegagalan bagi diri santri.

Page 117: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

117

Usaha yang dilakukan akan memberikan hasil yang sebanding dengan apa

yang akan didapat. Kesuksesan yang akhirnya berhasil diraih membuktikan bahwa

‘dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan’. Oleh karena itu, suatu keberhasilan

senantiasa didapat dengan usaha yang sungguh-sungguh. Allah sangat mencintai

orang-orang mukmin yang kuat, yang mampu menantang aral-rintang dengan

kesabaran dan keuletan, selalu bersemangat, berjuang tanpa menyerah. Berikut adalah

wawancara dengan santri putra (S. L dan S. D pada tanggal 20 Januari 2015) yang

mengatakan:

Saya bercita-cita menjadi hafidz dan ahli tafsir. Tapi harus disertai dengan

akhlak yang baik agar dapat membanggakan orang tua. Berusaha juga menjadi

yang terbaik dan ingin merubah gaya hidup masyarakat yang materialistik,

fashinist barat, serta kurang akhlak. Rata-rata santri punya cita-cita jadi hafizh.

Untuk itu kami diharuskan banyak membaca Al-Qur’an sekaligus

menghafalnya. Setiap selesai sholat subuh, hafalan kami disetorkan. Belajar

dengan sungguh-sungguh. Kebanyakan santri berebut dan berlomba-lomba

ingin jadi juara dalam hal apa saja. Persaingan tinggi, tetapi yang lebih

diinginkan adalah nilai kejujuran bagaimana dan darimana nilai itu didapat,

yang penting ilmu itu barokah.

Dari hasil wawancara yang diperoleh, para santri di pesantren Muqimus

Sunnah umumnya santri mempunyai cita-cita untuk menjadi hafidz dan ahli tafsir.

Untuk mencapai itu, santri telah berusaha untuk giat menghafal Al-Qur’an, belajar

tekun dan sungguh-sungguh, berlomba-lomba mencapai yang terbaik. Bahkan kadang

mereka harus mengulangi hafalannya hingga larut malam. Sebagaimana wawancara

dengan santri putri (S. S, pada tanggal 20 Januari 2015) yang mengatakan :

Biasanya kami diberikan kelonggaran atas aturan jadwal tidur santri dan

diizinkan untuk tidur diluar waktu yang ditentukan pesantren yaitu sekitar jam

10 malam. Rata-rata rutin menghafal Al-Qur’an dalam sehari biasanya

sehalaman ataupun selembar. Harus lebih sering nyetor hafalan, apalagi

sekarang pesantren kami sudah banyak hafidz dan hafidzoh. Jadi santri tidak

terlalu ngantri untuk setoran. Mudah-mudahan saja hafalan kami cepat selesai.

Jika ada kesempatan dan waktu luang, kami dapat mengejar setoran hafalannya

lebih dari biasanya. Untuk santriwati, biasanya mereka lakukan pada setiap

selesai sholat subuh, sedangkan untuk santriwan ada tambahan waktu pada

setiap hari kamis mulai dari pagi hari hingga menjelang waktu zuhur tiba.

Page 118: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

118

Persaingan yang tinggi menjadikan berusaha untuk mendapatkan hal yang

terbaik, maka mereka bergiat untuk belajar. Semangat, tekad kuat, dan keikhlasan

santri hidup di pesantren dengan serangkaian aturan-aturan yang mengikat harus

dijalani mereka dengan kerelaan. Tuntutan untuk hidup mandiri yang terpisah jauh dari

keluarga dan orang tua, membuat mereka umumnya belajar lebih tekun, serius, dan

harus mampu mengerjakan setiap tugas yang diberikan ustadz ataupun ustadzah

dengan nilai yang terbaik. Mereka berlomba-lomba mencapai hal itu dengan caranya

masing-masing. Diperkuat pula observasi di lapangan (20 Januari 2015) yang

menunjukkan bahwa santri-santri di pesantren Muqimus Sunnah jarang menyia-

nyiakan waktu luang untuk hal-hal dianggap kurang penting. Mereka lebih banyak

memanfaatkannya untuk mengulangi hafalan Al-Qur’an ataupun membaca buku

sambil duduk-duduk santai ataupun santri akan mengerjakan tugas-tugas pelajaran.

8. Tingkat Religiusitas Santri

Religiusitas warga pesantren khususnya santri merupakan sikap taat dan

keteguhan santri dan warga pesantren dalam meyakini dan mengamalkan ajaran agama

Islam. Intensitas kegiatan yang begitu padat di pesantren merupakan suatu usaha yang

sangat serius bagi santri dalam mengikutinya guna mendapatkan hasil yang maksimal.

Hal tersebut dapat tercermin dalam tingkah laku baik dalam hal ibadah kepada Allah

dan akhlak bergaul dengan sesama. Berikut wawancara dengan santri putri (S. M dan

S. B, pada tanggal 20 Januari 2015) yang mengatakan :

Setiap sholat fardhu, santri diharuskan selalu untuk berjamaah termasuk

ustadz/ustadzah. Kalau tidak jamaah ada hukuman, kecuali kalau ada santri

yang sakit. Selain sholat wajib, santri diharuskan pula mengerjakan sholat-

sholat sunnah. Witir, qobliyah dan ba’diyah, dhuha, tahajjud, taubat, hampir

kami lakukan setiap hari. Kami juga melaksanakan sunnah-sunnah yang lain

seperti berpuasa Senin-Kamis, Rajab, Syawwal, hari Arafah, dan yang lainnya.

Karena santri di sini ingin menegakkan sunnah Rasul. Apalagi kami disediakan

makan sahur dan berbuka oleh pihak pesantren Jadi tidak ada alasan untuk

tidak mengerjakannya.

Page 119: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

119

Selain ibadah-ibadah yang telah disebutkan di atas, santri juga diharuskan

untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah yang lain. Memperbanyak sholawat dan

menyantuni anak yatim juga senantiasa santri lakukan di pesantren Muqimus Sunnah.

Sebagaimana yang diungkapkan dalam wawancara dengan santri putri (S. Y dan S. D,

pada tanggal 20 Januari 2015) yang mengatakan :

Banyak-banyak sholawat. Minimal 100 kali setiap harinya. Biasanya kami

lakukan sehabis sholat dan sebelum sholat karena ingin mendapat syafaat nabi

Saw. Kami juga diharuskan untuk senantiasa menjaga wudhu apalagi santri di

sini banyak yang menghafal Al-Qur’an. Selain itu, kami harus banyak sedekah

dan juga turut menyantuni anak-anak yatim, yaa..seadanya santri. Karena di

sini (pesantren) pada setiap hari Jum’at ada program “Cinta Anak Yatim”,

sekitar 30 orang anak yatim.

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa di pesantren Muqimus Sunnah telah

berlangsung suatu kehidupan dengan tingkat religiusitas tinggi dimana seluruh warga

pesantren khususnya santri melaksanakan perintah Allah SWT dalam bentuk rutinitas

ibadah. Para santri dan seluruh warga pesantren termasuk ustadz ataupun ustadzah

melaksanakan sholat-sholat fardhu berjamaah, berzikir, dan membaca Al-Qur’an.

Tidak hanya sholat-sholat fardhu, para santri juga melaksanakan sholat-sholat sunnah

witir, dhuha, qobliyah, ba’diyah, taubat, tahajjud dan seterusnya.

Selain perihal sholat, para santri dan seluruh warga pesantren juga

membiasakan diri untuk selalu menjalankan puasa sunnah. Sebagaimana mereka

menyatakan bahwa dengan berpuasa sunnah maka mereka ingin menegakkan sunnah

Rasul. Sehingga pada hampir setiap puasa sunnah Senin-Kamis ataupun puasa sunnah

yang lain seperti puasa di bulan Rajab, Syawwal, dan hari Arafah umumnya mereka

melaksanakannya. Pesantren juga telah menyediakan keperluan mereka untuk makan

sahur dan berbuka setiap pada hari-hari tersebut.

Di dalam pesantren Muqimus Sunnah juga dihidupkan untuk senantiasa

banyak bersholawat kepada nabi Muhammad SAW. Setidaknya para santri

melakukannya secara bersama sehabis sholat dan sebelum sholat fardhu minimal 100

Page 120: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

120

kali. Karena ingin mendapat syafaat nabi SAW, demikian pendapat santri. Selain itu

pula, santri dibiasakan untuk senantisa menjaga wudhu. Terlebih lagi karena

kebanyakan dari mereka merupakan santri penghafal Al-Qur’an. Sedangkan untuk

membiasakan para santri dalam beramal sedekah. Pihak pesantren sudah membuat

jadwal tersendiri yaitu pada hari Jum’at sore diadakan kegiatan program “Cinta Anak

Yatim”. Hal tersebut dilakukan selain sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat

rezeki yang diberikan Allah juga sebagai bentuk kepedulian sosial santri terhadap

sesama. Dimana para santri biasanya turut menyantuni anak-anak yatim tersebut.

Melalui pembiasaan menyantuni anak yatim ini, tentu pihak pesantren mengharapkan

akan mendidik dapat para santri agar terbiasa melakukannya meskipun kelak mereka

sudah tidak berada di dalam pesantren. Dengan demikian, seluruh sikap ketaatan dan

keteguhan santri khususnya dalam menjalankan nilai-nilai ajaran Islam di dalam

lingkungan pesantren Muqimus Sunnah akan dapat senantiasa memunculkan gerak

kehidupan dengan tingkat religiusitas yang tinggi dalam seluruh bagian pesantren.

C. Implikasi Kultur Pesantren Terhadap Perilaku Islami Santri

Pesantren sebagai pendidikan dengan basis nilai, keyakinan, dan budaya maka

diperlukan adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga

nilai-nilai ajaran Islam itu dapat terinternalisasi dalam diri santri yang pada akhirnya

dapat membentuk perilaku Islami santri. Pembiasaan merupakan kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus dan dalam kehidupan sehari-hari santri sehingga

menjadi suatu kebiasaan yang baik. Dimana pembiasaan tersebut dapat melalui

pengembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosio emosional dan

kemandirian. Dengan pengembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan dapat

meningkatkan ketaqwaan para santri pada Allah SWT dan membantu terbentuknya

Page 121: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

121

perilaku Islami pada diri santri. Demikian pula dengan pengembangan sosio-

emosional, dimana para santri diharapkan dapat memiliki sikap gemar membantu

orang lain, dapat mengendalikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Peran pesantren dalam hal ini pimpinan pesantren (Kyai ataupun wakil Kyai)

sebagai pembuat aturan ataupun peraturan dalam pesantren telah mampu membangun

kultur pesantren dengan baik. Adanya Standar Operasional Prosedur bagi seluruh

warga pesantren terutama guru ataupun ustadz/ustadzah, santri dan termasuk karyawan

di pesentren Muqimus Sunnah serta telah tersusunnya jadwal kegiatan harian,

mingguan dan bulanan adalah sebagai acuan bagi warga pesantren khususnya dalam

rangka menjalankan semua aktivitas keseharian di dalam lingkungan pesantren.

Sehingga dengan demikian akan dapat membangun tradisi tersendiri dalam lingkungan

pesantren Muqimus Sunnah. Selain itu, peran para pengasuh juga menjadi hal yang

sangat penting. Dimana tugas mereka adalah dalam rangka mengarahkan dan

memonitor penerapan kultur pesantren tersebut, apakah sudah berjalan sebagaimana

yang diharapkan atau belum.

Implikasi kultur pesantren terhadap pembentukan perilaku Islami santri di

pesantren Muqimus Sunnah yang didapat berdasarkan hasil wawancara serta diperkuat

dengan hasil observasi telah menunjukkan kearah yang dicita-citakan. Artinya

penerapan kultur pesantren telah dapat menimbulkan kesadaran diri pada santri atas

apa yang berlaku di pesantren. Aturan, peraturan, dan berbagai kegiatan yang

mendukungnya memunculkan implikasi internal dan eksternal. Dimana implikasi

internal dapat dilihat dari :

1. Terjalin Komunikasi dan Hubungan yang Akrab

Antara Kyai (Ustadz/Ustadzah) dengan Santri

Page 122: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

122

Telah disebutkan di awal bahwa pesantren dengan dinamika masyarakat di

dalamnya tidak lepas dari pola hubungan sosial yang terjadi antara anggota-anggota

masyarakat pesantren itu sendiri seperti Kyai, ustadz, ustadzah dan para santri.

Dimana hubungan sosial tersebut merupakan bentuk interaksi sosial yang bersifat

dinamis baik menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara

kelompok-kelompok manusia, antara individu dengan kelompok manusia. Galba

(1995: 54) menyatakan bahwa bentuk-bentuk hubungan dalam suatu pesantren dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu hubungan antara santri dengan santri dan hubungan

antara Kyai dan santri.

a) Hubungan santri dengan santri, tumbuh dalam sistem sosial tersendiri di

pesantren. Dimana hubungan yang terjadi antar santri adalah hubungan-

hubungan yang bersifat pertemanan dan kekeluargaan (Galba, 1995: 56-61).

Oleh karena hubungan santri dengan santri menyangkut pula kemandirian dan

kedisiplinan santri maka akan dibahas kemudian.

b) Hubungan antara Kyai dan santri telah mengalami banyak perkembangan.

Dimana Kyai secara tradisional dianggap mempunyai otoritas yang tidak

tergoyahkan dan dianggap sebagai tokoh yang kharismatik. Ketundukan dan

sikap hormat santri pada pemimpin atau Kyai digambarkan sebagai hal yang

sangat luar biasa. Rasyid (1998: 305) mengatakan Kyai dan santri akan

berinteraksi secara kontinyu dan lama di pesantren sehingga seluruh kegiatan

santri dapat diawasi dan dibentuk oleh Kyai yaitu dengan meningkatkan moral,

melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan

kemanusiaan, mengajarkan sikap tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan

menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.

Sebagai dua entitas yang memiliki kesadaran yang sama untuk secara bersama-

sama membangun komunitas keagamaan dalam pesantren. Nilai-nilai sosial yang

Page 123: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

123

berlaku di masyarakat telah menyandera pikiran dan perilaku yang pada akhirnya

memunculkan pola hubungan atas bawah antara Kyai dan santri. Dalam tradisi

pesantren, sistem hubungan antara guru dengan murid (santri) berlangsung seumur

hidup baik bagi Kyai maupun santri. Dimana perasaan hormat dan kepatuhan murid

kepada gurunya berlaku mutlak dan tidak kenal putus. Bahkan bagi murid (santri), ia

masih perlu hormat kepada anak keturunan Kyai (Dhofier, 2011: 125). Kepatuhan dan

penghormatan yang diberikan santri kepada Kyai dalam konteks tradisi keilmuan

pesantren adalah tingkah laku yang memang seharusnya dilakukan oleh seorang

penuntut ilmu.

Oleh karena itu, Suprayogo (2007: 34) mengatakan bahwa sikap hormat,

takzhim dan kepatuhan kepada Kyai adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan

pada setiap santri. Kepatuhan mutlak diperluas sehingga mencakup penghormatan

kepada para ulama sebelumnya dan ulama yang mengarang kitab-kitab yang

dipelajarinya. Bahkan sikap patuh tidak hanya diperuntukkan bagi Kyai atau

pengarang kitab, namun kepada keluarga Kyai (anak) juga ditampakkan. Walaupun

sekarang pola hubungan yang demikian telah mengalami banyak perubahan dalam

rangka menciptakan pesantren masa depan yang lebih humanis. Karena dalam

perspektif humanisme religius, posisi santri diharapkan menghormati Kyai sebagai

rasa ta’dhim kepada seorang guru dan sebaliknya.

Pola komunikasi yang berlangsung timbal balik antara Kyai dan santri dengan

batasan tertentu telah dijalankan di pesantren Muqimus Sunnah. Di satu sisi Kyai

ataupun ustadz/ustadzah tidak lagi sepenuhnya menerapkan hubungan atas-bawah.

Kyai (selanjutnya di sebut dengan ustadz/ustadzah) sebagai guru lebih bijaksana dalam

perannya tersebut, bukan semata-mata memberi pengetahuan ataupun materi-materi

pelajaran akan tetapi posisi mereka juga merangkap sebagai orang tua bagi santri

seperti halnya anak-anak mereka. Komunikasi antara ustadz/ustadzah lebih mengarah

Page 124: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

124

pada layaknya orang tua kepada anaknya. Di sisi lain, santri menjadi tidak canggung

untuk berkomunikasi secara intensif dengan ustadz/ustadzah. Khusus santri putra

(selanjutnya disebut santriwan) lebih banyak berkomunikasi dengan ustadz demikian

sebaliknya dengan santri putri (selanjutnya disebut santriwati) akan lebih komunikatif

pada ustadzah. Komunikasi yang lancar antara santri dengan gurunya tersebut terlihat

dari kemudahan-kemudahan bagi santri untuk belajar ataupun bertanya di luar jam

mengaji yang biasanya dilakukan dengan gaya bahasa yang tidak formil, santri juga

kadang mengadukan suatu hal tentang yang terjadi di dalam asrama kepada

ustadz/ustadzah dan seterusnya.

Selain itu, ustadz/ustadzah di pesantren Muqimus Sunnah sering memberikan

nasehat-nasehat pada santri terutama setelah selesai melaksanakan sholat. Nasehat

tersebut biasanya menyuruh mereka untuk senantiasa berbuat kebaikan, rajin

mengerjakan hal-hal sunnah seperti sholat sunnah taubah dan berpuasa sunnah senin

kamis ataupun puasa hari-hari tertentu lainnya. Santri juga diajari ustadz/ustadzah

untuk senantiasa dapat berbagi dengan sesama, dan tidak boleh kikir dengan teman

serta senantiasa memuliakan dan menyayangi anak yatim dengan cara menyantuni

mereka.

Dalam tradisi ketundukan dan kepatuhan santri, tampak santri pesantren

Muqimus Sunnah sangat menaruh hormat kepada Kyai termasuk ustadz/ustadzah.

Santriwan khususnya biasanya akan mencium tangan ketika bertemu dengan Kyai.

Para santri juga menundukkan badan dan tidak berani untuk berjalan mendahului Kyai

terlebih lagi setelah kegiatan pengajian, umumnya para santri hanya berjalan

mengiringi dari belakang Kyai. Hampir seluruh santri mematuhi setiap perintah

ataupun nasehat-nasehat yang diberikan Kyai. Mereka jarang sekali untuk membantah,

alasannya agar ilmu yang diberikan menjadi barokah dan hidup santri menjadi

Page 125: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

125

selamat. Dengan kebiasaan demikian, maka membuat para santri menjadi terbiasa

untuk bersikap patuh bukan saja kepada guru tetapi juga kepada orang tua mereka.

2. Kemandirian dan Kedisiplinan Santri

Kemandirian dan kedisiplinan santri ditunjukkan dari cara santri bersikap dan

berprilaku. Mulai dari bangun tidur sampai beranjak tidur lagi, para santri

membiasakan diri untuk disiplin terhadap norma dan nilai yang berlaku di pesantren.

Peran penting pengasuh pesantren dalam memberikan arahan dan bimbingan pada

santri sangat diperlukan untuk menerapkan nilai-nilai dalam keseharian santri. Dimana

dalam pembentukan perilaku lewat kedisiplinan memerlukan ketegasan dan

kebijaksanaan. Ta’zir merupakan salah satu metode memupuk kesadaran para santri

supaya bertanggung jawab. Setiap pelanggaran atas ketentuan yang berlaku harus

dipertanggung jawabkan dengan menjalani ta’zir. Misal, santri yang merokok

digundul, santri yang melalaikan tugasnya membersihkan wc, dan lain sebagainya.

Dalam batas-batas tertentu, hukuman dapat menjadi instrumen pendidikan bagi santri

yang bermasalah. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman

ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah

tidak bisa diperbaiki. Hukuman juga dapat diberikan kepada santri yang melanggar

dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren. Sedangkan

kemandirian merupakan unsur terpenting dari moralitas yang bersumber pada

masyarakat (Nasrun dalam Octavia, dkk., 2014: 211). Dimana kemandirian itu sendiri

tumbuh dan berkembang karena dua faktor yaitu disiplin dan komitmen terhadap

kelompok. Nasrun dalam Maulidiyah (2005: 24) menyebutkan bahwa kemandirian

itu ditandai dengan adanya perilaku:

a) Mengerjakan sendiri tugas-tugas rutinnya, yang ditunjukkan dengan kegiatan

yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan bukan karena orang lain dan

tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian santri yang sudah tampak di

Page 126: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

126

lapangan ditunjukkan dengan adanya sebagian besar santri pesantren Muqimus

Sunnah yang membersihkan dan merapikan kamar sendiri. Menyapu, menyusun

buku dan pakaian dengan rapi di lemari santri telah biasa mereka lakukan

walaupun ada santri yang telah diberi tugas piket kamar setiap harinya. Selain itu,

santri juga telah mandiri dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran dan belajar

tanpa harus menunggu perintah ustadz ataupun ustadzah.

b) Aktif dan bersemangat, yaitu ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar

prestasi maupun kegiatan yang dilakukan tekun merencanakan serta mewujudkan

harapan-harapannya. Persaingan yang tinggi dalam hal mengejar prestasi yang

terbaik telah ditunjukkan hampir seluruh santri di pesantren Muqimus Sunnah.

Umumnya mereka giat, tekun, dan serius dalam belajar. Mereka bersemangat

dalam mengerjakan sholat-sholat fardhu berjamaah, mengerjakan sholat-sholat

sunnah, berzikir, tadarus Al-Qur’an, melaksanakan puasa-puasa sunnah,

bersholawat kepada nabi Muhammad SAW, dan melakukan amal sedekah

terutama untuk anak-anak yatim terutama setiap pada hari Jum’at. Termasuk

dalam mengejar setoran hafalan al-Qur’an, mereka harus menghafal hingga

malam hari agar besok sudah bisa disetor hafalannya kepada ustadz ataupun

ustadzah.

c) Inisiatif, yaitu memiliki kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif. Ide-ide

kreatif santri di pesantren yang nampak adalah dalam memanfaatkan barang-

barang yang sudah tidak terpakai menjadi bernilai seni. Seperti memanfaatkan

gallon air minum santri yang sudah tak terpakai (pecah) dan kemudian santri

mengecat gallon tersebut dengan gambar-gambar ataupun tulisan-tulisan menurut

daya kreatifitas mereka. Ada yang menggambar tentang aliran air dalam

kehidupan manusia, pohon-pohon, bunga-bunga, dan sebagainya. Selain itu, santri

juga dituntut berfikir kreatif dalam menyiasati hal keuangan agar cukup hingga

akhir bulan terutama bagi santri yang hanya sedikit mendapat uang kiriman dari

Page 127: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

127

orang tuanya. Biasanya santriwati dengan jiwa entrepreneur akan membuat

kerajinan tangan manik-manik berbentuk tempat pena atau boneka-boneka kecil

untuk gantungan kunci kemudian santri akan menitipkan ke warung ibadah untuk

dijual atau santri dapat menjualnya langsung pada teman santri yang lain.

d) Bertanggung jawab, yang ditunjukkan dengan adanya disiplin dalam belajar,

melaksanakan tugas dengan baik dan penuh pertimbangan. Santri di pesantren

Muqimus Sunnah pada hampir setiap tugas yang diberikan ustadz ataupun

ustadzah telah dilakukan dengan sebaik-baiknya dan tidak dilalaikan. Setiap tugas

harus mereka kerjakan dengan segera karena tugas-tugas yang lain juga sudah

menunggu. Karena itu baik dalam belajar, mengerjakan PR sekolah/pengajian,

tugas piket kebersihan selalu dikerjakan sesuai aturan yang berlaku.

e) Kontrol diri yang kuat, yaitu ditunjukkan dengan adanya mengendalikan tindakan,

mengatasi masalah, dan mampu mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri. Di

pesantren Muqimus Sunnah santri sudah terbiasa harus bersabar dalam hal

mengantri mengambil makanan, menunggu giliran mandi, mengantri dalam

mengambil tabungan dan juga harus bersabar dalam menunggu giliran untuk

setoran hafalan. Demikian pula dalam memupuk rasa kepedulian terhadap sesama

dan saling tolong serta memelihara rasa persaudaraan antara teman dilakukan

dengan cara santri membagi makanan kepada teman, membantu teman yang sakit,

membantu mengangkat barang bawaan teman yang berat ataupun hal lainnya.

Begitupun dalam aktivitas gotong royong pada kegiatan pembersihan yang

dilakukan pada setiap hari Jum’at.

Dengan demikian para santri pesantren Muqimus Sunnah, umumnya dalam

mengerjakan suatu kegiatan tidak lagi sepenuhnya berharap bantuan orang lain

termasuk temannya. Semua terbiasa mengerjakan tugas-tugas sekolah, tugas piket,

serta beberapa tugas lain secara mandiri dalam disiplin waktu dan tempat. Aturan dan

peraturan yang telah ada mereka sudah menjalankan dengan sebaik-baiknya.

Page 128: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

128

Kehidupan yang serba teratur menjadikan santri berdisiplin dengan semua aktivitas

keseharian yang dijalaninya. Santri tidak hanya mandiri terhadap kebutuhan-

kebutuhannya sendiri seperti mencuci pakaian dan belajar, akan tetapi juga dalam

mengurus keperluan-keperluan bersama seperti mengisi atau mengganti galon air

mineral yang kosong pada setiap depan ruangan kamar santri. Karena asrama

santriwati dan santriwan berada di lantai 2 dan 3 maka para santri harus kerjasama dan

gotong royong untuk dapat membawa galon air itu ke lantai atas.

Terkait dengan kebiasaan santri yang bersifat rutinitas tersebut, santri di

pesantren Muqimus Sunnah telah menunjukkan kecenderungan menjadi santri yang

lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara

mandiri, seperti dalam hal pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan

aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kehidupan mereka

yang tidak tinggal bersama orangtua mereka serta adanya tuntutan pesantren yang

menginginkan para santri untuk dapat hidup dengan berdikari. Santri juga telah dapat

melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas

seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama.

Pembentukan perilaku Islami santri melalui kedisiplinan sangat dituntut di

pesantren. Dimana hal tersebut memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan pengasuh

dalam memberikan sanksi bagi pelanggar agar dapat berbuat adil dan arif, tidak

terbawa emosi atau dorongan lain. Dimana santri yang melakukan pelanggaran di

pesantren Muqimus Sunnah, biasanya ditandai dengan pemberian bintang hitam

sebagai sanksi. Setiap satu pelanggaran berarti santri mendapat satu bintang hitam.

Semakin banyak santri mendapatkannya maka semakin berat sanksi yang dijatuhkan.

Sanksi tersebut beragam mulai dari yang ringan sampai yang berat. Seperti santri

diharuskan membersihkan kamar tidur, kamar mandi, menyapu halaman, atau dapat

juga berupa sanksi lain seperti santri diharuskan menggantinya dengan minyak goreng,

Page 129: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

129

semen, dan lain-lain. Tentu semua itu menurut kadar kesalahan santri agar dijadikan

pelajaran berharga bagi santri. Sehingga dengan demikian santri sudah terbiasa untuk

senantiasa disiplin dalam berbagai hal termasuk disiplin waktu.

Implikasi eksternal dapat dilihat dari interaksi santri dengan kehidupan di luar

pesantren baik dalam keluarga, masyarakat sekitar dan stake holder.

1. Berkembangnya Nilai-nilai Religius Santri Di Luar Lingkungan Pesantren.

Nilai dalam realitas yang dipraktikkan dari dunia pesantren sebenarnya adalah

membangun kesucian dan keindahan secara nyata dalam kehidupan. Tidak sekedar

membangun kata, tetapi juga membangun tindakan konkret sehingga Rahman dan

Rahim Allah benar-benar nyata dalam kehidupan sehari-hari (Octavia, dkk., 2014: x).

“Ilmu yang diamalkan”, demikian yang diistilahkan dalam kalangan pesantren.

Dimana dalam proses transformasi nilai dari pesantren ke masyarakat di sekitar

lingkungan diri santri harus dapat menyampaikan pesan-pesan yang dapat

menginspirasi kesadaran orang-orang di lingkungannya tersebut. Untuk itu santri harus

maksimal dalam mengerjakan segala perintah dan menjauhi semua larangan Allah

SWT. Lebih menomorsatukan keridhoan disisi Allah Swt dibandingkan dengan segala

sesuatu yang dimilikinya. Menjalankan tanggung jawab dengan baik. Dimana dalam

konteks tersebut adalah memenuhi hak-hak sesama manusia seperti tidak menyebarkan

rahasia atau aib orang lain, dan memenuhi tugas yang semestinya.

Berkembangnya nilai-nilai kejujuran santri teraktualisasikan pula dalam sikap

jujur pada diri sendiri dan orang lain (tidak berbohong) baik dalam perilaku, ucapan

maupun tanggung jawab, menampilkan diri sendiri dengan apa adanya (‘tidak neko-

neko’), tidak mengambil hak orang lain, dan seterusnya. Sebagaimana Imam Al-

Ghazali dalam Octavia, dkk., (2014: 235) mengatakan bahwa kejujuran digunakan

dalam beberapa hal, yaitu : perkataan, niat, visi, menepati janji, perbuatan. Kejujuran

termasuk salah satu tahapan pencapaian spritual yang harus dilalui agar kepribadian

Page 130: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

130

seseorang semakin matang dan saleh. Selain itu santri dalam tata pergaulan di dalam

keluarga dan masyarakat harus lebih mengutamakan sikap sabar yaitu dengan

menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam,

karena sabar atau kesabaran memiliki dimensi untuk mengubah sebuah kondisi, baik

yang sifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik (Octavia,dkk.,

2014: 271-272).

2. Berbakti Kepada Orang Tua dan Berbuat Baik Kepada Orang Lain.

Berbakti kepada orang tua adalah amal yang paling utama yang dapat

menghilangkan kesulitan yang sedang dialami dengan cara bertawassul dengan amal

sholeh tersebut. Begitu besarnya jasa orang tua sehingga apapun yang dapat dilakukan

santri untuk menunjukkan bakti pada orang tua tidak akan dapat membalas jasa

keduanya. Beberapa cara dapat dilakukan santri dalam rangka memuliakan orang tua

seperti lemah lembut dalam bertutur kata, membantu berbagai pekerjaan rumah yang

menjadi rutinitas orang tua, ringan tangan menjalankan perintah orang tua, bersikap

sabar dan menahan amarah, memberi hadiah yang dapat menyenangkan hati orang tua,

merawat mereka saat usia semakin renta, dan mendoakan orang tua jika mereka telah

meninggal dunia.

Sebagai makhluk sosial, santri juga dituntut untuk selalu berbuat baik terhadap

sesama dalam kondisi apapun tak terkecuali bagi orang-orang terdekat di sekeliling

santri seperti tetangga, teman, saudara, dan seterusnya. Dengan demikian berbuat baik

untuk orang lain tanpa harus memandang suku, warna kulit, dan status sosial.

Sehingga segala bentuk interaksi sosial antar kaum mukmin seyogyanya dilandasi

dengan cinta sebagai konsekwensi keimanan yang sempurna kepada Allah (Hajjaj,

2013: 233). Membenci dan mencintai dalam tata pergaulan sosial di tengah

masyarakat harus dilakukan dalam konteks demi meraih keridhaan Allah SWT.

Page 131: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

131

Orang yang disebut muslim adalah orang yang menjamin keselamatan bagi

pihak lain dan tidak merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Nabi

Muhammad Saw mengatakan, “Al-muslimu man salima al-muslimun min yadihi wa

lisanihi,” orang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak melukai dan

merugikan orang lain (Octavia, dkk., 2014: 64). Dalam kehidupan sehari-hari para

santri terus diingatkan untuk menjaga sikap rendah hati, tidak merasa paling pintar

dalam bidang agama sehingga santri senantiasa terdorong untuk selalu belajar dan

tidak cepat merasa puas akan ilmu yang telah didapatkan.

Selain itu, santri juga harus senantiasa mendahulukan orang yang lebih tua.

Bersikap ikhlas dalam beramal ibadah sehingga akan tercapai ihsan. Sebagaimana

Hajjaj (2013: 277) menjelaskan bahwa ihsan merupakan posisi mulia dan derajad

luhur serta tinggi yang dicapai seorang hamba mukmin ketika ia mencapai

kesempurnaan iman dan kesejatian Islam. Dimana kesempurnaan imannya

teraktualisasikan dalam keyakinannya yang teguh akan kebenaran masalah-masalah

ghaib yang disampaikan Rasulullah SAW. Aktualisasi sikap yang sesuai hadist

Rasulullah tersebut adalah memaafkan orang yang berbuat zalim, menyambung

silaturrahim orang yang memutus hubungan, dan memberi sesuatu kepada orang yang

tidak mau memberi. Bersikap sederhana, tidak berlebihan dan membudayakan malu

(haya). Oleh karena menurut Ritonga (2005: 217), malu adalah kondisi objektif

kejiwaan yang merasa tidak senang, merasa rendah dan hina karena melakukan

perbuatan yang tidak baik. Malu merupakan bagian dari iman, yang dapat

mendekatkannya pada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan. Sikap malu akan

mencegah seorang mualim untuk melakukan perbuatan dosa. Selain itu juga akan

menjadikan seorang mualim untuk berbicara benar dalam berbagai kondisi. Rasulullah

SAW adalah orang yang sangat pemalu, sehingga beliau tidak pernah berbicara kecuali

yang baik-baik saja.

Page 132: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

132

D. Hambatan dan Kendala

Beberapa hambatan kadang juga ditemui ustadz dan ustadzah pengasuh dalam

menerapkan kultur pesantren pada santri. Hal tersebut terungkap dari wawancara

dengan ustadz pengasuh (U. M, pada hari Sabtu tanggal 10 Januari 2015 jam 16.00

sore) yang mengatakan :

Pelaksanaan kultur pesantren di pesantren Muqimus Sunnah secara umum

telah berjalan baik sebagaimana mengacu pada aturan dan peraturan yang

dibuat pimpinan pesantren. Memang jarang ada santri yang ditemukan

melanggar. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pada perilaku antara

santri yang baru masuk dengan santri yang sudah lama belajar di pesantren.

Umumnya santri yang baru, belum sepenuhnya menerima dan melaksanakan

semua jadwal kegiatan seperti yang telah tercantum. Diantara mereka kadang

ada yang masih berontak. Seperti masih ada santri yang terlambat datang ke

aula untuk sholat berjamaah, telat datang ke pengajian, selesai sholat fardhu

tidak lagi mengerjakan sholat sunnah yang lain, atau juga pernah ada yang

pura-pura sakit ketika di pesantren melakukan kegiatan pembersihan bersama.

Mungkin semua hal itu disebabkan mereka masih terbiasa hidup di luar

pesantren dengan pola hidup yang cenderung bebas dari aturan sehingga

mereka tidak terbiasa dan berat melaksanakannya.

Dengan demikian yang terjadi pada sebagian kecil santri belum sepenuhnya

menjalankan aturan dan peraturan yang diterapkan di pesantren. Terutama sekali untuk

santri yang baru masuk. Ada santri yang mencoba membandel seperti selalu datang

telat dalam kelas ketika ada pengajian, tidak menyimak dengan baik ketika ustadz

ataupun ustadzah menjelaskan materi pelajaran ataupun ribut di kelas.

Kecenderungan mereka yang masih membawa sifat dan cara-cara sebelum

mereka masuk ke pesantren sehingga masih memerlukan latihan dan pembiasaan.

Latar belakang dan proses pendidikan santri di rumah yang berbeda-beda juga bisa

jadi menjadi penyebab kurang taatnya santri pada aturan di dalam lingkungan

pesantren. Sebagaimana contoh santri yang sudah terbiasa dengan kehidupan yang

mandiri di lingkungan tempat tinggalnya tentu akan membawa perilaku mandiri pula

di dalam kehidupan pesantren. Sehingga dengan demikian santri tersebut tidak terlalu

menemui kendala dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan pesantren.

Page 133: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

133

Akan berbeda halnya dengan santri yang berasal dari lingkungan keluarga yang

selalu menggantungkan diri kepada orang lain ataupun orang tua. Tentu santri yang

demikian akan mengalami banyak kesulitan untuk dapat hidup mandiri dan disiplin di

dalam lingkungan pesantren. Sehingga sewaktu di dalam pesantren akan ditemui

bahwa ada santri yang terbiasa terlambat datang ke Aula untuk melaksanakan sholat

berjamaah, jika keluar asrama pesantren untuk suatu keperluan tanpa izin terlebih

dahulu pada ustadz ataupun ustadzah, atau juga ada santri yang masih suka menjahili

santri yang lain. Sehingga untuk menghadapi masalah santri yang demikian maka

tentu memerlukan waktu dalam proses pembinaannya. Hal ini terungkap dari

wawancara yang dilakukan dengan ustadzah (U. S, pada hari Senin tanggal 19 Januari

2015 jam 13.00 siang) yang mengatakan :

Masih ada santri yang keluar tanpa izin ustadzah, tapi itu biasanya santri yang

baru masuk. Mungkin mereka belum faham dengan aturan di pondok. Mereka

dinasehati dulu, jika melanggar lagi maka akan dapat sanksi. Mulai dari yang

ringan seperti santri akan mendapat satu bintang hitam, bahkan sanksi yang

terberat biasanya menyangkut hal fatal seperti santri berkelahi atau mencuri.

Jika yang terjadi demikian maka santri akan langsung dikeluarkan dari

pesantren. Hal itu sudah pernah terjadi beberapa tahun silam. Tapi

Alhamdulillah, untuk beberapa tahun terakhir tidak ada kasus serius. Ada juga

orang tua yang protes. Tetapi itulah adanya, kalau anaknya dipercaya untuk di

didik di sini (pesantren) maka orang tua harus turut mendukungnya selagi hal

itu dalam batas-batas kewajaran dan kemanusiaan. Tapi secara umum saya

bangga bahwa santri di sini (pesantren Muqimus Sunnah) sudah dapat

melaksanakan jadwal kegiatan dengan baik tanpa dikomando lagi. Pengasuh

santri perkamar hanya mengarahkan dan mengontrol setiap kegiatan yang

dilakukan santri.

Dalam hal kemampuan dasar yang dimiliki santri, tidak jauh berbeda dengan

latar belakang santri. Kemampuan dasar yang dimiliki santri juga berbeda-beda,

sekalipun mereka sudah melalui seleksi untuk masuk ke pesantren. Rata-rata para

santri yang di terima di pesantren Muqimus Sunnah sudah memiliki kemampuan yang

memadai. Tetapi walaupun demikian adanya perbedaan kemampuan dasar tersebut

juga perlu diasah dan dibiasakan dalam lingkungan pesantren yaitu dengan adanya

jadwal-jadwal kegiatan setiap hari yang telah diatur sedemikian rupa. Seperti adanya

Page 134: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

134

jadwal belajar khusus, latihan-latihan tentang kedisiplinan baik soal waktu dan tempat,

latihan dan pembiasaan dalam mengerjakan sholat fardhu secara berjamaah,

menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti berpuasa sunnah, latihan kemandirian

dalam berbagai aspek kehidupan dalam pesantren seperti dalam hal cara berpakaian

sesuai aturan pesantren, pengaturan pada pola penggunaan keuangan, pembiasaan akan

pola hidup bersih, mendawamkan membaca Al-Qur’an, serta kegiatan-kegiatan lain

yang tentunya akan dapat memacu santri agar mampu memperbaiki diri menjadi lebih

baik dari sebelumnya. Sebagaimana wawancara dengan ustadzah yang lain (U.H, pada

hari Senin tanggal 19 Januari 2015 jam 10.00 pagi) yang mengatakan :

Santri secara keseluruhan sudah menjalankan semua kegiatannya tanpa

keterpaksaan dan dengan penuh kesadaran diri akan kewajibannya. Santri

harus rajin dan bersungguh-sungguh dalam belajar di sini. Walaupun memang

masih ada saja beberapa orang santri yang sulit untuk diatasi. Jika ditegur,

seperti diabaikan. Kadang juga harus dilakukan berkali-kali. Untuk

menghadapi hal tersebut, kami harus mengundang orang tua santri dan

membicarakannya bersama. Bila tidak ada perbaikan maka dengan terpaksa

santri dididik di tempat lain bukan di sini. (Ustadzah diam sejenak, lalu

melanjutkan lagi). Semua santri kami bersaing secara sehat. Mereka berlomba-

lomba untuk mencapai yang terbaik. Jika tidak demikian, maka santri akan

ketinggalan prestasinya. Santri itu sebenarnya tidak ada yang terlalu bodoh,

tetapi ketekunan akan membawa keberhasilan bagi santri. Bahkan pesantren

selalu memberikan penghargaan berupa piagam, hadiah agar menjadi motivasi

bagi santri untuk mengejar prestasi. Contohnya ada seorang santriwati yang

sudah diberangkatkan umroh karena telah mencapai hafalan Al-Qur’an 30 Juz.

Sehingga dengan diterapkannya kultur pesantren di lingkungan pesantren

Muqimus Sunnah maka diharapkan dapat membentuk perilaku Islami santri dalam

keseharian aktivitas kehidupannya bukan saja semasa mereka berada di dalam

pesantren akan tetapi juga akan tetap diterapkan dalam kehidupan santri setelah keluar

nantinya.

Page 135: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

135

Bab 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahsan dalam penelitian ini ada beberapa hal yang

menjadi kesimpulan pokok terkait tema penelitian :

Pertama, pesantren Muqimus Sunnah mempunyai peran besar dalam rangka

penerapan kultur pesantren bagi seluruh warganya terutama para santri. Sebagai acuan

pelaksanaannya, pimpinan pesantren telah membuat aturan ataupun peraturan dalam

bentuk SOP (Standard Operational Procedur), jadwal-jadwal kegiatan harian,

mingguan dan bulanan. Aturan ataupun peraturan tersebut bersifat mengikat seluruh

Page 136: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

136

warga pesantren terutama para santri agar melaksanakan aturan dan peraturan tersebut

dalam seluruh aktifitas kegiatan kesehariannya di lingkungan pesantren Muqimus

Sunnah. Dimana kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung secara kontinu dan terjadi

berulang setiap harinya sesuai jadwal. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat

membangun tradisi yang baik bagi santri dalam lingkungan pesantren.

Kedua, implementasi kultur pesantren dalam lingkungan pesantren Muqimus Sunnah

dilakukan melalui transformasi nilai-nilai ajaran agama Islam. Akhlak dan adab santri

sebagai seorang anak terpelihara dengan baik terutama terhadap Kyai. Dimana posisi

Kyai sebagai pengayom dan pembimbing santri di pesantren menghasilkan hubungan

yang dekat layaknya hubungan orang tua-anak. Demikian halnya dengan sikap

ketundukan dan kepatuhan santri terhadap Kyai sebagai seorang guru telah dilakukan

santri sesuai dengan tuntunan kitab-kitab kuning yang telah mereka pelajari dan

mengambil teladan yang baik sebagaimana yang dicontohkan sang Kyai. Menghormati

dan menuruti perintah Kyai adalah salah satunya. Selain itu, santri di pesantren

Muqimus Sunnah juga telah diajarkan untuk hidup sederhana, mandiri dan disiplin

dalam berbagai hal. Baik dalam hal pakaian, makan-minum, keuangan dan belajar.

Santri juga diajarkan untuk dapat membangun kerjasama yang baik antar santri

sehingga berkembang sistem gotong royong dan persaudaraan. Santri juga dipacu

semangatnya untuk mencapai cita-cita mereka dengan memberikan keluwesan dalam

waktu belajar, intensitas belajar, dan memberikan tambahan SDM baik guru,

ustadz/ustadzah, dan hafidz/hafidzah. Dengan demikian semua aktifitas yang

dijalankan para santri di pesantren Muqimus Sunnah juga telah dapat meningkatkan

religiusitas ibadah santri secara keseluruhan. Bukan saja dalam hal menjalankan

ibadah-ibadah wajib tetapi juga untuk ibadai sunnah seperti sholat sunnah taubat,

berpuasa Senin-Kamis, berzikir, sholawat pada nabi Muhammad Saw, dan tadarus Al-

Qur’an.

Page 137: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

137

Ketiga, implikasi kultur pesantren di lingkungan pesantren Muqimus Sunnah telah

menunjukkan perubahan yang semakin baik dalam sikap, tatakrama serta perilaku

santri. Bila sebelum masuk pesantren masih banyak santri yang manja, mengandalkan

orang tua, tidak berani untuk tinggal di asrama, tidak tahan dengan kesulitan yang

dihadapi, sering meninggalkan ibadah wajib maka dengan diterapkannya kultur

pesantren selama 24 jam penuh, para santri berangsur-angsur mengalami perubahan

perilaku. Seperti munculnya kemandirian santri dalam berfikir dan bertindak,

munculnya kedisiplinan santri dalam mengelola waktu dan menaati tata peraturan, dan

munculnya figur-figur santri yang menjadi contoh yang baik bagi santri yang lain.

Proses tersebut tentu tidak selalu berjalan mulus, ada beberapa hambatan yang

dihadapi terutama menyangkut latar belakang kehidupan santri dan kemampuan dasar

yang dimiliki santri sehingga untuk beberapa santri diperlukan perhatian khusus dalam

pembinaannya.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran yang

dapat penulis sampaikan, antara lain :

Pertama, pesantren Muqimus Sunnah hendaknya tetap dapat mempertahankan budaya,

tradisi yang baik di pesantren terutama dalam hal penghormatan dan ketundukan santri

terhadap Kyai ataupun guru dengan cara lebih mengedepankan adab dan akhlak santri

dalam kehidupan kesehariannya. Kedua, dalam hal pengajaran kitab-kitab kuning

sebaiknya yang memberikan materi adalah ustadz yang mempunyai ilmu mumpuni

dan mempunyai integritas keilmuan, serta yang mampu membimbing santri

memahami dan mengaplikasikan dengan baik apa yang diajarkan. Selain itu,

diperlukan pula tambahan waktu mengaji bagi santri karena selama ini pengajian santri

Page 138: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

138

untuk mengkaji satu jenis kitab hanya dijadwalkan 1 minggu sekali yang dilakukan

sehabis sholat Isya. Ketiga, pihak pimpinan hendaknya lebih memberikan tekanan

dalam hal membangun pribadi santri yang melakukan pelanggaran-pelanggaran

terhadap aturan yang ada. Seperti masih adanya santri yang terlambat sholat harus

diberi kewajiban yang lebih banyak dalam hal menghafalkan doa-doa, atau dalam

komunikasi sehari-hari santri yang tidak menggunakan bahasa Arab atau Inggris

hendaknya santri diberi kewajiban menghafalkan lebih banyak kosa kata, atau santri

yang tidak mengantri mandi, mengambil makanan, tahfidz, dan seterusnya hendaknya

diberi waktu yang paling akhir setelah semua santri melaksanakan kegiatan. Dengan

demikian santri diharapkan dapat dengan tertib dan disiplin dalam setiap kegiatan

keseharian di pesantren dengan penuh kesadaran diri.

J. Referensi

Abdurrahmansyah, 2005. Wacana Pendidikan Islam: Khazanah Filosofis dan

Implementasi Kurikulum, Metodologi dan Tanatangan Pendidikan Moralitas,

Yogyakarta : Global Pustaka Utama

Abrasyi, M. Athiyah, 1970. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan

Bintang

Andreas, Jhonny. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Surabaya : Karya Agung

Arifin, 2002. Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta : Rineka Cipta

Arifin, Zainal. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. IX No.1, Juni 2012, Yogyakarta :

UIN Sunan Kalijaga

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :

Rineka Cipta

Asrohah, Hanun, 2001. Sejarah Pendidikan Islam,Cet. Ke -2, Jakarta : Logos Wacana

Ilmu

Page 139: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

139

Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peri laku Posi t i f

Anak Bangsa, Bandung : Yrama Widya

Aqib, Zainal, dan Sujak. 2011. Panduan dan Apl ikasi Pendidikan Karakter.

Bandung : Yrama Widya

Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi di Tengah

Tantangan Milenium III. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Az-Zarnuji, 1963. Taklim Muta’allim, Kudus : Menara Kudus

Burhanuddin, Tamyiz, 2001. Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlak,

Yogyakarta : Ittiqa Press

Daradjat, Zakiah, 1990. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta : Bulan

Bintang

---------------------, 2011. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Bumi

Aksara

Dauly, Haidar Putra, 2001. Historisistas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan

Madrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana

Departemen Agama, 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta : Ditjen

Kelembagaan Agama Islam

Depdikbud, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Balai Pustaka

Dhofier, Zamakhsyari, 2011. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan

Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta : LP3ES

Djamaluddin dan Aly, Abdullah, 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung :

CV. Pustaka Setia

Dwiloka, Bambang, dan Riana, Ria, 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah, Jakarta : PT.

Rineka Cipta

Fadjar, Malik, 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarta : LP3N

Faesol, Achmad. 2012. Kyai, Otoritas Keilmuan dan Perkembangan Tradisi Keilmuan

Pesantren, Volume 15 Nomor 1. Malang : Universitas Muhammadiyah

Fathurrohman, Muhammad, 2015. Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu

Pendidikan, Yogyakarta : Kalamedia

Galba, Sindu, 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Jakarta : PT. Rineka Cipta

Garna, Judistira K. 1999. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif, Bandung : Primco

Akademika

Ghazali, Bahri. 2001. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta :

Pedoman Ilmu Jaya

Page 140: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

140

Ghazali, 1977. Ihya Ulumuddin, Jilid III , Beirut : Dar-al-Mishri: Beirut

Ghoyani, Musthofa, 1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, Semarang :

Thaha Putra

Hajjaj, Muhammad Fauqi, 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak . Jakarta : AMZAH

Hakim, Lukman, 2012. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1,

Tasikmalaya : STH Galunggung

Hamid, Syamsul Rijal, 2009. Buku Pintar Agama Islam edisi Junior, Bogor : Cahaya

Salam

Hasanah, Aan, 2012. Pendidikan Karakter Berperspekt i f Is lam , Bandung:

Insan Komunika

Hasbullah, 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia; Lintas Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangannya, Cet. II, Yogyakarta: LKiS

Hidayat, Ara, dan Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta :

Kaukaba

Howa, Said, 1994. Perilaku Islam, Jakarta : Studio Press.

Ismail S.M, Pengembangan Pesantren Tradisional; Sebuah Hipotesis Mengantisipasi

Perubahan Sosial, dalam Ismail S.M. dan Nurul Huda (editor), “Dinamika

Pesantren dan Madrasah”

Kamsinah, 2008. Lentera Pendidikan. Vol. 11 No. 1, Makassar : UIN Alauddin

Kholil, Mohammad, 2011. Media Akademika, Vol. 26, No. 3 Edisi Juli, Indramayu :

STKIP

Labovitz, Sanford dan Hagedorn, Robert, 1982. Metode Riset Sosial Suatu Pengantar,

Terjemah, Jakarta : Erlangga

Ma’shum, Ali, 1995. Ajakan Suci, Yogyakarta : LTN-NU

Madjid, Abdul, dan Andayani, Dian. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam,

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Madjid, Nucholish, 2002. Modernisasi Pesantren, Jakarta : Ciputat Press

Mastuhu, 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS

_______, 1990. Gaya dan Suksesi Kepemimpinan Pesantren, dalam “Jurnal Ulumul

Qur’an”, No. 7, Vol II. hlm 88-89. Baca juga dalam Mastuhu, 1999.

Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm.

106-107.

Mastuki, 2002. Pendidikan Pesantren antara Normativitas dan Objektivitas, Majalah

Pesantren LAKPESDAM NU. Edisi I/ Th. 1

Page 141: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

141

Mastuki, HS, dan El-Saha, M.Ishom, (eds.), 2003. Intelektualisme Pesantren: Potret

Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, Jakarta: Diva

Pustaka

Maulidiyah, Anik Wahidatul, 2005. Pengaruh Perr Group Terhadap Kemandirian

Siswa Dasar Kelas IV Di Min 2 Malang, UIN Malang : Fakultas Tarbiyah

Megawangi, Ratna, 2004. Pendidikan Karakter , Depok : Indonesia Heritage

Foundation (IHF)

Menteri Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang

SISDIKNAS, Jakarta : Sinar Grafika

Moleong, Lexy, 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Mudjijanto, Janny, 2012. Membangun Sekolah Berkualitas dengan Budaya Sekolah,

Surabaya

Mukhdar, Zuhdy, 1989. KH. Ali Ma'shum Perjuangan dan Pemikirannya, Yogyakarta

Musfah, Jejen, 2012. Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif. Jakarta :

Kencana Prenada Media Group

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Kris is

M u l t i d i m e s i o n a l . Jakarta : PT. Bumi Aksara

Nahlawi, Abd. Rahman, 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,

diterjemahkan Dahlan & Sulaiman, Bandung : CV. Diponegoro

Nashir, Haedar, 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya, Yogyakarta :

Multi Presindo

Nazir, Moch, 2003. Metode Penelitian, Jakarta : Salemba Empat

Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas

Ndraha, Takliziduhu, 2003. Budaya organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta

Noor, Juliansyah, 2012. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya

Ilmiah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Patton, Michael Quinn, 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods, Newbury

Park : Sage

Puspito, Hendro, 1984. Sosiologi Agama, Yogyakarta : Kanisius

Rasyid Ridha, Rasyid. Tafsir al-Manar Jilid II, Mesir : Maktabah al-Qahirah, tt

Rasyid, Daud, 1998. Islam dalam Berbagai Dimensi, Jakarta : Gema Insani

Ritonga, H.A. Rahman, 2005. Akhlak (Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia).

Surabaya : Amelia

Page 142: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

142

Rofiq, dkk, 2005. Pemberdayaan Pesantren, Jakarta : Pustaka Pesantren

Saleh, Abdur Rahman, 1982. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta :

Departemen Agama RI

Sedarmayanti, 2004. Pengembangan Kepribadian Pegawai, Bandung : Mandar Maju

Sapuri, Rafy, 2009. Psikologi Islam. Jakarta : Rajawali Pers

Suprayogo, Imam, 2007. Kyai dan Politik : Membaca Citra Politik Kyai, UIN Malang:

Malang Press

Suryabrata, Sunadi, 1994. Metodologi Penelitian. Cet. 8, Jakarta: Rajawali

Syah, Muhibbin, 2010. Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan

Baru, ) Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Taylor SJ dan Bogdan R, 1984. Introduction to Qualitative Research Methods : The

Search for Meaning, second edition, John Wiley and Sons, Toronto

Tanshzil, Sri Wahyuni, 2012. Model Pembinaan Pendidikan Karakter. Jurnal

Penelitian Pendidikan UPI. Vol. 13 No. 2 Oktober.

Tim Redaksi, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat,

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Tirtadihardja, Umar, dan La Sulo, S.L. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT.

Rineka Cipta

Wahid, Abdurrahman, 2001. Menggerakkan Tradisi; Esai-esai Pesantren, Yogyakarta:

LKiS

Winartha, I Made, 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis,

Yogyakarta : ANDI

Yasmadi, 2002. Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid terhadap

Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta : Ciputat Press

Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta : BIGRAF

Publishing

Zamzami M., dkk., 2007. Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia: Sejarah,

Pemikiran, dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Jakarta: Pustaka Ma’arif NU

Zeni, Wahid, 1995. Dunia Pemikiran Kaum Santri, Yogyakarta: LKPSM NU DIY.

Zuhriy, M. Syaifuddien, 2011. Budaya Pesantren dan Pendidikan Karakter, Jurnal

Walisongo Vol. 19 No. 2

Zuhairi, dkk., 1995. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara

Page 143: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

143

BIODATA PENULIS

Nama : Hilalliah

Tempat / tanggal lahir : Palembang, 30 Juni 1970

Alamat : Jl. Radial Lrg. Melati 2 No. 1169 Rt. 19 Rw. 05

24 Ilir Palembang 30134

Pendidikan Formal :

SD : SDN 67 Palembang tahun 1983

SMP : SMPN 7 Palembang tahun 1986

SMA : SMAN 8 Palembang tahun 1989

S1 : Universitas Sriwijaya Palembang tahun 1995 Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Matematika

Page 144: Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalaheprints.radenfatah.ac.id/174/1/Hilalliah.pdf · Dimana pada masa itu, ... pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan

144

dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Kimia

S2 : UIN Raden fatah Palembang tahun 2015 Program Studi

Sejarah Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam

Indonesia

Karya Tulis : Skripsi “Hubungan Antara Minat dan Tingkat

Kecerdasan Siswa Dengan Hasil Belajar Kimia Siswa

SMA Negeri Se-Kotamadya Palembang” tahun 1994