Bab 1 Pendahuluan
-
Upload
kesit-bayuwardhana -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Bab 1 Pendahuluan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penguasaan kemampuan Bahasa Inggris (language skill) merupakan sebuah syarat
mutlak yang harus dimiliki di era komunikasi dan globalisasi saat ini. Pembelajaran
Bahasa Inggris (Language Learning) di jenjang SMP merupakan materi pokok sebagai
bagian dari fungsi pengembangan diri siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Seni yang diharapkan setelah menamatkan studi, Mereka mampu tumbuh dan
berkembang menjadi individu yang cerdas, terampil dan berkepribadian sebagai bekal
hidup di masa mendatang.
Penguasan materi pelajaran Bahasa Inggris dalam jenjang SMP meliputi empat
keterampilan berbahasa, yaitu:Menyimak, Berbicara, Membaca dan Menulis. Semua itu
didukung oleh unsur-unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan
Pronunciation sesuai dengan tema sebagai alat pencapai tujuan. Dari ke empat
keterampilan berbahasa di atas, Speaking (berbicara) merupakan salah satu kemampuan
berbahasa yang dirasa sering menjadi masalah bagi siswa dalam proses pembelajaran
Bahasa Inggris. Hal tersebut sangat menarik untuk diteliti mengingat kemampuan
berbicara (speaking ability) sangatlah dipengaruhi oleh penguasaan kosa kata,
pronunciation (pelafalan) dan kemampuan siswa dalam penyampaian kata atau kalimat
yang bisa diterima. Perbedaan secara pelafalan antara bahasa Inggris sebagai bahasa asing
dan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama merupakan masalah yang sering timbul pada
saat belajar berbicara dalam bahasa Inggris. Kemampuan siswa bahasa inggris siswa kelas
2
VII A SMP MA’ARIF 03 Batu dari pengamatan penulis masih rendah. Hal ini
diindikasikan dengan mengekspresikan ide dalam bahasa Inggris secara lisan sering
berhenti di tengah pembicaraan, durasi bicara rata – rata di bawah 5 menit, menggunakan
kosa kata sangat terbatas, kurang keberanian untuk memulai berbicara dalam bahasa
Inggris baik kepada guru maupun teman sekelas (Suganda, et al:2007). Pembelajaran
bahasa Inggris hanya terfocus pada transactional interpersonal dan functional
menunjukkan bahwa siswa hanya menjawab pada pokok gagasan saja, kurang dapat
mengembangkan jawaban bahkan bertanya dalam bahasa Inggris. Singkatnya jawaban
yang diberikan kepada siswa bukan menunjukkan ketebatasan ide, akan tetapi lebih pada
kemampuan berbicara bahasa inggris yang masih rendah (Suganda, et. Al: 2007)
Model pembelajaran bahasa Inggris dengan menekankan pola permainan terbukti
dapat lebih meningkatkan kemampuan siswa menguasai materi ajar. Tingkat permainan
model pembelajaran yang tidak murni belajar di kelas menjadikan siswa menyenangi
pembelajarannya. Menggunakan permainan dalam bahasa Inggris sangat disarankan untuk
membangun kemampuan yang dirasa cukup kompleks.
Snake and Ladder adalah permainan yang sudah dikenal siswa sebelumnya. Dalam
domain / alamiah Snake and Ladder lebih menekankan siswa untuk menggunakan
komunikasi verbal dari komunikasi visual dan motorik. Oleh karenanya menggunakan
permainan Snake and Ladder yang memodifikasi dalam pembelajaran bahasa Inggris
perlu untuk dilakukan. Peneliti melihat perlu untuk meningkatkan kemampuan berbicara
siswa dengan menggunakan permainan snake and Ladder ini. Diharapkan dapat
meningkatkan komunikasi verbal dalam bahasa Inggris kemampuan berbicara siswa dalam
bahasa Inggris dapat ditingkatkan..
3
Setelah mengamati uraian di atas, dapat dilihat sebuah gambaran kegagalan terhadap
hasil dan proses belajar dan hal tersebut merupakan masalah yang harus segera diatasi.
Sebagai upaya memperbaiki kegagalan tersebut penulis berusaha mencari metode dan
strategi pembelajaran yang tepat sebagai solusi selanjutnya. Penulis sadar bahwa di era
Kurikulum 2013 ini, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif. Guru harus mampu mencari
satu teknik pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip PAIKEM
GEMBROT (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif ,Menyenangkan, Gembira dan
Berbobot) harus dilaksanakan. Guru bukan lagi merupakan sosok yang ditakuti dan bukan
pula sosok otoriter, tetapi guru harus jadi seorang fasilitator dan motor yang mampu
memfasilitasi dan menggerakkan siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
mereka butuhkan.
Berlatar belakang paparan diatas, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui
Permainan Snake and Ladder di Kelas VII-A SMP MA’ARIF 03 BATU”
1.2 Rumusan Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Factor – factor apa saja yang menyebabkan rendahnya kemampuan berbicara
bahasa Inggris siswa?
2. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris siswa?
3. Apakah penggunaan permainan snake and ladder dapat meningkatkan
kemampuaan berbicara siswa dalam bahasa Inggris?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan siswa dalam berbicara bahasa
Inggris.
2. Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara dalam bahasa
Inggris.
3. Untuk meningkatkan keterampilan guru dalam menggunakan metode dan
media pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berbicara
siswa.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Bagi Guru
a. Dapat mengembangkan media pembelajaran yang menarik sehingga dapat
memotivasi siswa untuk lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran
bahasa Inggris untuk meningkatkan kompetensi berbicara siswa
b. Memberi masukan bagi rekan – rekan guru dalam meneliti guna
meningkatkan kemampuan siswa dan pembelajaran di kelas.
2. Bagi Siswa
a. Dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa inggris yaitu
kepercayaan diri dalam menggunakan bahasa Inggris secara lisan dalam
menggunakan ide/gagasan.
b.Dapat meningkatkan memotivasi belajar siswa dan member pengalaman
belajar yang menyenangkan serta bermakna
3. Bagi Sekolah
Dapat memberikan masukan bagi siswa sekolah mengenai penggunaan
permainan Snake and Ladder dalam meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa Inggris siswa.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan baru mengenai inovasi dalam pembelajaran yang
nantinya akan dijadikan bekal saat terjun di dunia pendidikan
5
1.5 Definisi Operasional
1. Berbicara bahasa Inggris (speaking) adalah kemampuan untuk
menggungkapkan bahasa Inggris secara lisan dengan menggunakan kosa kata
bahasa inggris serta ide / gagasan yang tersampaikan dengan baik dan benar.
2. Permainan snake and ladder adalah permainan yang menggunakan papan
permainan (board game) dan sebuah dadu (dice) berisikan 10 kotak perintah
yang harus dilakukan oleh pemain (siswa). Kotak perintah sudah di modifikasi
agar siswa menjawab sesuai dengan pertanyaan yang ada di masing – masing
kotak.
Gambar 1. Gambar Snake and Ladder
3. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak
melakukan sesuatu. Dalam hal ini motivasi yang dimaksud adalah motivasi belajar bahasa
Inggris yaitu dorongan / daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, dan dorongan ini tidak merupakan suatu energy yang menggerakkan siswa untuk
belajar bahasa Inggris tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan kegiatan siswa pada
tujuan belajar bahasa Inggris.
6
1.6 Batasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah. Adapun
hal – hal yang membatasi penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Materi yang di bahasa adalah materi Introduction, time, and family members pada
penerapan media Snake and Ladder.
2. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan hasil belajar siswa kelas VII A dalam
meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris.
3. Peran keaktifan siswa dalam berbicara dalam bahasa Inggris menunjukkan
pemahaman siswa ketika belajar di kelas.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2. 1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktifitas penting dalam kehidupan manusia dan setiap orang
yang mengalami belajar dalam hidupnya. Setiap manusia perlu proses pendewasaan, baik
pendewasaan secara fisik maupun psikis atau kejiwaan. Pendewasaan pada diri seseorang
tidak bisa sempurna tanpa dukungan dengan pengalaman berupa pelatihan, pembelajaran,
serta proses belajar. Artinya, belajar dan pemberlajaran merupakan proses penting bagi
seseorang untuk menjadi dewasa.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang sepanjang
hidupnya, sejak dilahirkan hingga manusia mati. Proses belajar terjadi karena ada interaksi
antara seseorang dan lingkungan sekitarnya. Belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana
saja. Salah satu pertanda seseorang itu belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada
diri seseorang, yang telah terjadi perubahan tingkat pengetahuan, ketrampilan, atau
sikapnya.
Proses belajar bisa dilakukan disekolah maupun di luar sekolah, yaitu masyarakat
dan keluarga. Belajar juga bisa melalui jalur formal, nonformal, dan jalur informal.
Apabila proses belajara diselenggarakan secara formal di sekolah – sekolah dimaksudkan
untuk mengarahkan perubahan pada duru siswa secara terencan, baik dalam aspek
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap (Arsyad, 2006:1). Sebab proses belajar
disekolah dijalankan berdasarkan kurikulum dan program pembelajaran yang telah
disusun secara sistematis.
Menurut sabri (2005:20), belajar adalah proses perubahan perilaku berkat
pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku,
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek
pribadi.
Di sisi lain , belajar berarti kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis jenjang oendudukan. Artinya,
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses
8
belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, masyarakat, serta di
lingkungan keluarganya sendiri (Syah, 2004:63)
Biggs dalam pendahuluan Teaching for Learning: The View from Cognitive
Psychology mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu: rumusan: rumusan
kuantitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.
Secara kualitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau
pengembangan kemampuan kognitif denganfakta sebanyak – banyaknya. Jadi belajar
dalm hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa
Secara Institusional (ditinjau kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi
(pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atau materi – materi yang telah dipelajari. Bukti
institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya
dengan proses mengajar. Ukurannya ialah, semakin baik mutu mengajar yang dilakukan
guru maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa, yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk skor atau nilai.
Berdasarkan pengertian – pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan secara umum bahwa pada dasarnya belajar adalah proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang, perubahan itu dpaat
berupa sesuatu yang akan terlihat nyata atau yang masih tersembunyi, dapat berupa
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sikap yang lebih baik, dan perubahan yang
terjadi berlaku dalam tempo yang relative lama dan disertai usaha. Muhibbin Syah.
Psikolog Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2004)Cet.IX,h.91-92
2.1.2 Faktor – factor yang mempengaruhi belajar
Meski melalui proses belajar yang sama, hasil belajar yang dicapai seseorang tidak
bisa sama. Sebab proses belajar dipengaruhi berbagai factor yang bisa menyebabkan
pencapaian hasil belajar menjadi beragam karena berbagai factor, baik factor internal
maupun factor eksternal.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua factor utama, yaitu factor internal dari
dalam diri siswa (internal factor) dan factor yang dating dari luar dari siswa atau factor
lingkungan (external factor). Factor dari dalam diri siswa terutama menyangkut
9
kemampuan yang dimiliki siswa. Factor ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang akan dicapai.
Teori belajar disekolah (Theory of School Learning) dari Bloom, menunjukkan ada
tiga variable utama dalam teori belajar disekolah, yaitu karakteristik individu, kualitas
pengajaran, dan hasil belajar siswa. (Angkowo, 2007:51). Karakter individu ini terkait
dengan psikologis seseorang, mulai IQ, WQ, dan SQ. sedangkan kualitas pengajaran
terkait dengan proses dimana seseorang belajar. Ketiganya saling mempengaruhi secara
stimultan dan bersifat korelatif.
Menurut Yamin (2007:141), factor – factor yang memepengaruhi belajar diantaranya:
a. Bakat dan kecepatan belajar
Bakat ini terkait dengan instensi dan keinginan. Semakin tinggi keinginan siswa maka
akan semakin kelihatan bakatnya. Masing – masing siswa memiliki kecepatan belajar
yang berbeda – beda dalam mempelajari suatu pelajaran, dan kecepatan belajar siswa
berbeda dalam mempelajari pelajaran yang berbeda.
b.Kemampuan untuk menguasai pelajaran
Setiap mata pelajaran, tergantung dari mode pembelajaran (Instructional mode) yang
diguanakan dalam mata pelajaran tersebut,mempersyaratkan kemampuan atau
keterampilan siswa yang berbeda (verbal ability, oral ability, dll). Kemampuan siswa
dalam menguasai materi pembelajaran menjadi factor tersendiri dalam belajar.
c. Mutu program pembelajaran
Mutu program pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
- Kejelasan dan ketepatan teknik pembelajaran untuk setiap siswa
- Jumlah partisipasi dan latihan dalam belajar untuk setiap siswa
- Jumlah dan jenis penguatan serta unpan balik yang diberikan untuk setiap siswa.
d.Ketahanan ( perseverance )
Setiap siswa berbeda dalam ketahanan dan keuletannya ( persistence ) dalam
mempelajari suatu mata pelajaran berdasarkan pengalaman keberhasilannya dan
pengalamannya dalam mempelajari mata pelajaran tersebut. Ketahanan ini dapat
terpengaruh pada kondisi psikis seseorang. Anak yang psikisnya normal maka daya
konsentrasinya lebih lama dalam belajar dibandingkan dengan siswa yang psikisnya
10
kurang. Kondisi ini akan mempengaruhi belajar seseorang. Guru pun harus
memperhatikan dua kondisi peserta didik.
e. Waktu
Setiap siswa membutuhkan jumlah waktu yang berbeda untuk mempelajari dan
menguasai satu mata pelajaran. Kecepatan waktu dalam belajar ini sebenarnya juga
dipengaruhi factor – factor diatas secara simultan.
2.2 Definisi Bahasa Inggris
Sebelum kita faham akan apa definisi bahasa Inggris, terlebih dahulu kita harus paham
mengenai definisi bahasa itu sendiri. Menurut Wittgenstein, bahsa merupakan bantuk
pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan
struktur yang logis. Sedangkan menurut Ferdinand De Saussure, bahasa adalah cirri
pembeda yang menonjol karena dengan bahasa tiap kelompok social mereasa dirinya
sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Ronald Wardhaugh, seorang Linguis
Barat, dalam Introduction to Linguistic memberikan definisi sebagai berikut: bahasa ialah
suatu system symbol – symbol bunyi yang digunakan untuk komunikasi manusia (Asep
Ahmad Hidayat, 2006:22)
Bahasa Inggris sendiri adalah media komunikasi utama bagi manusia di Negara
Inggris, Amerika serikat, Kanada, Australia, New Zeland, Afrika Selatan, dan di banyak
negara lainya. Bahasa Inggris (English) merupakan bahasa resmi dari Negara – Negara
persemakmuran dan dipahami serta dipergunakan secara meluas. Bahasa Inggris
dipergunakan di lebih banyak Negara di dunia di bandingkan dengan bahasa yang lain
kecuali Cina. Bahasa ini juga lebih banyak dipergunakan orang.
Oleh sebab itu dalam dunia pendidikan perlunya bahasa Inggris guna mengenalkan
bahasa internasional yang dipergunakan untuk komunikasi, dan untuk menambah
wawasan tentang berbahasa yang baik dan benar. Keterampilan bahasa juga bermacam –
macam , dalam bahasa inggris ada empat macam keterampilan berbahasa: Speaking,
Reading, Writing and Listening. Keempat keterampilan itu sangat penting dalam belajar
bahasa inggris. Karena dalam belajar bahasa inggris guru mengupayakan ke empat
keterampilan itu di berikan kepada peserta didik.
11
2.2.1 Keterampilan Berbicara (Speaking Skill)
Keterampilan berbicara (speaking skill) dalam bahasa Inggris merupakan suatu
keterampilan seseorang untuk menyampaikan hasrat dan pemikirannya kepada siapa saja
melalui lisan, akan tetapi, keterampilan berbicara sulit berkembang kalau tidak dilatih
secara terus menerus dan bisa dilakukan dengan rekan-rekan di dalam kelas, guru-guru
bahasa Inggris, atau guru-guru lainnya yang bisa berbahasa Inggris. Tujuannya untuk
memperlancar keterampilan berbicara, memperkaya penggunaan kosa kata, memperbaiki
tatanan berbahasa, menyempurnakan ucapan-ucapan kosa kata, kalimat-kalimat bahasa
Inggris, dan melatih pendengaran sehingga mudah menangkap pesan dari lawan bicara.
Kemampuan berbicara dimiliki pleh semua manusia. Namun keterampilan berbicara
di depan orang banyak belum tentu dimiliki oleh setiap orang. Pembicara harus
mengembangkan teknik – tenik untuk persiapan, untuk menyusun struktur pembicaraan,
untuk mengeluarkan energy dan semangat, serta tidak menangkap dan menanggapi minat
pendengat. Dasar suatu pembicaraan yang efektif adalah persiapan yang kompeten. Pada
zaman sekarang ini semua orang dituntut untuk dapat terampil dalam berbicara. (Bill
Scott, 1987:5)
Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau fikiran
dan parasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan. Baik secara berhadapan
ataupun dengan jaraj jauh. Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara
merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan
pikiran dan sebagai bentuk tingkah laku social. Sedangkan, Wilkin dalam Maulana (2001)
menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa Inggris dewasa ini adalah berbicara.
Menurut aliran komunikatif dan pragmatic, keterampilan berbicara dan keterampilan
menyimak berhubungan decara kuat. Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya
pemahaman minimal dan pembicaraan dalam bentuk sebuah kalimat. Dalam konteks
komunikasi, pembicara berlaku sebagai pengirim, sedangkan penerima sebagai penerima
warta. Proses pembelajaran berbicara akan menjadi mudah jika peserta didik terlibat aktif
berkomunikasi. Evaluasi keterampilan berbicara dilakukan secara berbeda pada setiap
jenjangnya. Misalnya pada tingkat Sekolah Dasar, kemampuan menceritakan, berpidato,
dan lain – lain dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi. (Iskandarwassid, 2006:239)
12
2.2.2 Tujuan Keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal – hal berikut:
1. Kemudahan berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara
sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancer, dan
menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun dihadapkan pendengar umum
yang lebih besar jumlahnya. Para peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan
yang tumbuh melalui latihan.
2. Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi
maupun diksi kalimat – kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan
baik. Dengan latihan berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas,
kejelasan berbicara tersebut dapat tercapai.
3. Bertanggung Jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab
agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh – sungguh mengenai apa
yang menjadi topic pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan
bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan
menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung jawab atau bersilat
lidah yang mengelabui kebenaran.
4. Membentuk Pendengaran yang Kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak
secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama program ini. Disini peserta didik
perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata – kata, niat, tujuan pembicara yang
secara emplisit mengajukan pertanyaan: (1) Siapakah yang berkata, (2) Mengapa ia
berkata demikian, (3) Apa tujuannya, (4) Apa kewenangannya ia berkata begitu?
5. Membentuk Kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa adanya kebiasaan berinteraksi dalam
bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu ( mother tongue ). Factor ini
demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.
13
Tujuan keterampilan berbicara di atas tidak dapat dicapai jika program, pengajaran
dilandasi prinsip – prinsip yang relevan dan pola KBM yang membuat para peserta didik
secara efektif mengalamu kegiatan berbicara.
Biasanya, kesulitan – kesulitan yang dialami oleh pengajar dan peserta didik adalah:
1. Distorsi fonem sebagai masalah artikulasi
2. Masalah gagap yang lebih bersifat individual
3. Pengancuan artikulasi kata – kata karena terlalu cepat keluarnya
4. Kesuliatan pendengaran yang bisa disebabkan oleh suara terlalu keras atau terlalu
lembut
5. Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan (Iskandarwassid, 2011:243)
2.3 Media Pembelajaran
Memahami media pembelajaran paling tidak ditinjau dari dua aspek, yaitu pengertian
bahasa dan pengertian terminology. Kata media berasal dari bahsa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti ‘perantara’ atau ‘pengantar’.
Kata kunci media adalah “perantara”.
Pengertian media secara terminology cukup beragam, sesuai sudut pandang dari pakar
media pendidikan. Sadiman (2005:6) mengatakan media adalah perantara atau pengantar
pean dari pengirim ke penerima pesan. Dalam bahasa Arab media juga berarti perantara
(wasal) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan. (Arsyad, 2006:3)
Gagne dalam Karti Soeharto (2003:98) menyatakan bahwa media adalah berbagai
jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Bringgs menyatakan bahwa media adalah alat bantu untuk memberikan perangsangan
kepada siswa supaya proses belajar terjadi. Sedangkan menurut Anderson, media
pembelajaran adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara
karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan para siswa. Secara umum wajarlah
bila peranan seorang guru yang menggunakan media pembelajaran sangatlah berbeda
dengan peranan seorang guru “biasa”.
14
2.3.1 Fungsi Media Pembelajaran
Pandangan lebih luas tentang media pembelajaran disampaikan oleh Yudhi Munadi,
yang menyatakan media berfungsi secara sosio-kultural (Munadi, 2010:48). Keberadaan
media dapat mengatasi hambatan sosio-kultural peserta didik, terutama saat
berkomunikasi maupun berinteraksi dalam pembelajaran. Sangat mungkin terjadi, sebuah
pembelajaran yang latar belakang siswanya hiterogen dari sisi yang budaya. Bahasanya
berbeda, adat istiadat, keyakinan, serta aspek social lain. Namun dengan media tertentu
keragaman budaya dan sastra social dapat disatukan melalui media pembelajaran.
Berbagai paparan diatas menunjukkan bahwa fungsi media pembelajaran cukup luas dan
banyak. Namun secara lebih rinci dan utuh media pembelajaran berfungsi untuk:
a. Meningkatkan efektifitas dan efisien pembelajaran
b. Meningkatkan gairah belajar siswa
c. Meningkatkan minat dan motivasi belajar
d. Menjadikan siswa berinteraksi langsung dengan kenyataan
e. Mengatasi modalitas belajar siswa yang beragam
f. Mengefektifkan proses komunikasi dalam pembelajaran
g. Meningkatkan kualitas pembelajaran
Dari berbagai fungsi media diatas, tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran ini dibangun melalui komunikasi yang
efektif. Sedangkan komunikasi efektif hanya terjadi jika menggunakan alat bantu sebagai
perantara interaksi antara guru dengan siswa. Oleh karena itu fungsi media adalah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indicator semua materi tuntas disampaikan
dan peserta didik memahami secara lebih mudah dan tuntas.
Bagan 1. Kedudukan Media dalam Pembelajaran
Materi Pelajaran Guru SISWA
Proses Pembelajaran
Strategi &
Media
15
2.3.2 Macam – Macam Media
Bretz dalam Yamin (2007:204) membagi media menjadi tiga macam, yaitu suara
(audio), media bentuk visual dan media gerak (kinestetik).
1.Media visual
Merupakan media yang paling familiar dan sering dipakai guru dalam
pembelajaran. Media jenis ini berkaiatan dengan indera penglihatan. Media visual dapat
memperlancar pemahaman ( missal melalui elaborasi struktur dan organisasi). Seperti :
gambar/foto, sketsa, diagram, bagan / chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan
flannel, papan bulletin. Dsb.
2.Media Audio
Media audio adalah media penggunaannya menekankan pada aspek pendengaran.
Indera pendengaran merupakan alat utama dalam penggunaan media jenis ini. Ada
beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio, antara lain radio, alat
perakam, pita magnetic, piringan hitam, dan laboratorium bahasa.
3.Media Kinestetik
Media kinestetik adalah media yang penggunaan dan pemfungsiannya memerlukan
sentuhan (touching) antara guru dan siswa atau perlu perasaan mendalam agar pesan
pembelajaran bisa diterima dengan baik. Biasanya media jenis ini lebih menakannkan
pengalaman dan analisis suasana dalam penerapannya. Sebab media tidak hanya bersifat
fisik saja, tetapi lingkungan dan suasana juga bagian dari mdia pembelajaran. Berikut ini
jenis – jenis media yang di kategorikan kinestetik.
a. Dramatisasi: adalah teknik sekaligus media pembelajaran yang menggunakan ekspresi
dan gerak. Pada dramatisasi ini biasanya anak – anak sendiri sebagai pelaku untuk
mendramatisasikan segala peran atau keadaan yang berkenaan dengan pelajaran
sejarah atau cerita masa lampau.
b. Demonstrasi: merupakan teknik dan media pembelajaran bersifat kinestetik (gerak).
Media ini digunakan sejak lama. Seorang ibu yang mengajarkan cara masak suatu
makanan kepada anak – anaknya adalah dengan mendemonstrasikan di depan mereka,
juga seorang guru olah raga melemparkan sebuah bola untuk member contoh kepada
siswa – siswanya.
16
c. Permainan atau Simulasi
Apa yang disebut permainan (games) adalah setiap kontes antara para pemain yang
berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti atura – aturan tertentu untuk mencapi
tujuan – tujuan tertentu pula.
Setiap permainan menurut Sadiman (2005:76), harus mempunyai empat komponen utama,
yaitu:
1). Adanya pemain (pemain – pemain)
2). Adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi
3). Adanya aturan – aturan main
4). Adanya tujuan – tujuan tertentu yang ingin dicapai
Permainan yang diciptakan dalam pembelajaran dapat membantu siswa lebih
semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat
membantu guru untuk menciptakan koneksi dalam bahasa sehingga lebih berguna dan
bermakna. Agar siswa dapat berpartisipasi dalam permainan itu mereka memahami apa
yang orang lain telah tulis atau sedang dikatakan, dan mereka harus berbicara atau menulis
supaya dapat mengekspresikan ide – ide mereka atau sekedar memebrikan informasi.
Interprensi yang berguna dari kebermaknaan siswa adalah ketika merespon konten dengan
cara terbatas. Jika siswa merasa terhibur, tersinggung, penasaran atau terkejut konten
permainan akan sangat bermakna bagi mereka. Dengan demikian makna baasa yang siswa
dengar, baca, bicara dan tulis akan menjadi lebih dirasakan dan diingat pembelajarannya.
Jika diminta permainan dapat melengkapi praktek bahasa yang kuat dan berarti. Dengan
semikian permainan tersebut tidak digunakan hanya pada hari – hari tertentu pada akhir
pembelajaran saja.
Lee Su Kim (1995:35) menyatakan bahwa ada persepsi umum bahwa belajar harus
leboh sungguh – sungguh dan bersatu dengan alam, dan jika seseorang sedang
merasakan senang dan ada sedikit rasa tertawa, lalu dikatakan bukan benar – benar
belajar. Justru itu yang disebut salah konsep. Sangat mungkin untuk belajar suatu
bahasa sambil menikmati kesenangan diri, yang paling tepat adalah melalui
‘permainan’. Beberapa keuntungan dari penggunaan permainan di dalam kelas adalah:
1. Merupakan sebuah jeda ucapan selaat dating dari kegiatan rutin kelas bahasa
2. Memotvasi dan menantang
17
3. Belajar bahasa memerlukan usaha, permainan membantu siswa untuk membuat dan
menunjang usaha belajar.
4. Melengkapi praktek bahasa dalam berbagai keterampilan (English Skill) seperti
speaking, writing, listening, and reading.
5. Mendorong siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi serta menciptakan suatu
konteks yang penuh arti untuk pemakaian bahasa.
Permainan sangat memotivasi dan menghibur, dan mereka dapat memebrikan siswa
pemalu lebih mempunyai kesempatan mengekspresikan pendapat mereka dan perasaan
mereka (Hansen:1994:118). Mereka juga dapat member kemampuan pada siswa
mendapatkan pengalaman baru dalam pembelajaran bahasa asing yang tidak selalu
mungkin terjadi selama pengalaman bahasan tertentu. Lebih jauh lagi, menegaskan
pendapat Ricard-Amato, mereka menambahkan bahwa permainan dapat dijadikan
kegiatan “ice breaking” pada kegiatan rutin pembelajaran di kelas, tetapi juga dapat
dijadikan untuk memperkenalkan gagasan – gagasan baru (1998:147). Mudahnya, suasana
yang menyenangkan yang tercipta karena permainan, siswa dapat mengingat sesuatu lebih
cepat dan lebih baik (Wierus and Wienus 1994).
2.4. Snake and Ladder
Permainan ular tangga atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Snake and
Ladder adalah permainan yang digunakan papan permainan (board game) dan sebuah
dadu (dice). Papan permainan tersebut berisikan 10 koak pertanyaan yang harus dijawab
oleh pemaian. Dalam hal ini kotak pertanyaan sudah dimodifikasi berisikan pertanyaan
yang berkaitan dengan materi – materi selama pembelajaran. Gambar media dapat dilihat
sebagai berikut:
18
Gambar.1. Media Snake and Ladder
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII A SMP MA’ARIF 03 BATU pada tahun ajaran
2014/2015 dengan jumlah siswa dalam kelas penelitian adalah 34 siswa terdiri atas 13
perempuan dan 21 laki – laki.
Penulis memilih kelas ini sebagai subjek penelitian karena:
1. Siswa kelas VII A kurang termotivasi untuk inisiatif dan aktif berbicara bahasa Inggris
baik di dalam kelas maupun diluar kelas, baik dengan guru maupun dengan murid lain.
2. Dari hasil Tanya jawab secara langsung mereka mengganggap bahawa pelajaran
bahasa Inggris pada keterampilan speaking itu sulit, sehingga tes berbicara sering
mendapatkan masalah dan mendapatkan nilai yang kurang memuaskan.
3. Dengan diberi kegiatan pembelajaran menggunakan permainan Snake and Ladder
kemungkinan mereka dapat meningkatkan nilai hasil berbicara siswa, dan lebih aktif
menggunakan bahasa Inggris secara oral baik di kelas maupun di luar kelas.
3.2 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang diambil dalam penelitian ini diperoleh dari:
1. Nilai ulangan harian hasil pembelajaran kelas VII A (yang penulis ajar) tahun ajaran
2014 / 2015.
2. Nilai tes lisan siswa dalam keterampilan speaking kelas VII A semester 1 tahun
pelajaran 2014/2015.
3. Scoring sheet (lembar nilai berbicara siswa) dalam menjawab pertanyaan yang
terdapat di sub-kotak melalui permainan Snake and Ladder.
4. Lembar observasi yang diisi oleh observer ketika peneliti menyajikan materi.
5. Lembar observasi yang diisi oleh observer tentang partisipasi siswa selama proses
pembelajaran dalam kelas.
6. Hasil tes akhir terbentuk tes lisan.
7. Catatan yang dibuat oleh peneliti.
20
Dengan jenis data:
1. Data kualitatif yang berasal dari interaksi antar siswa, atau dengan guru dalam proses
pembelajaran. Seangkan kinerja siswa dengan lembar observasi terstruktur.
2. Data dari lembar pengamatan yang dibuat oleh observer dan catatan pengamat selama
pelaksanaan tindakan pembelajaran di dalam kelas.
3.3 TEKNIK ANALISIS DATA
Data yang diperoleh melalui lembar observasi pengamatan oleh observer,
kemudian dianalisis bersama untuk mendapatkan prosentase yang menggambarkan
peningkatan pada kemampuan berbicara siswa setelah diberi tindakan.
Langkah – langkah analisis data dalam penelitian ini adalah”
1.Menghitung prosentase siswa yang mencapai 75 % ketuntasan dan atau memperoleh
nilai akhir sama atau lebih dari 76 setelah diberikan tindakan. Kegiatan ini dilakukan
pada setiap akhir siklus ( I dan II)
2.Membangdingkan tingkat prosentase peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris
( speaking) mulai dari nilai speaking di minggu pertama, lembar penilaian teman dan
tes akhir berupa tes lisan dari siklus I dan II.
Rekapitulasi prosentase peningkatan Speaking siswa kelas VII A berbentuk table
sebagai berikut:
Tabel.1 Rekap Prosentase Peningkatan Berbicara Siswa
No Nama siswa
KKM SIKLUS 1
SIKLUS II
1.
2.
Nilai Rata – rata
Prosentase siswa yang tuntas
Prosentase siswa yang tidak lulus
Data tersebut dianalisis dan di bahas secara bersama – sama tahap refleksi. Pertemuan
ini dimaksudkan utuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada proses
pelaksanaan tindakan pembelajaran yang sudah disepakati sebelumnya. Bila adanya
21
kekurangan, maka dicari solusinya, dan apabila terdapat hal yang sudah baik, maka
dipertahankan. Kegiatan refleksi ini bukan saja dilaksanakan pada setiap akhir siklus, tapi
setiap akhir pertemuan untuk mengetahui perkembangan. Hasil refleksi ini menjadi bahan
perencanaan kegiatan penelitian pada siklus berikutnya.
Criteria keberhasilan pada penelitian ini adalah bila siswa memperoleh nilai akhir atau
> dari 76 pada test akhir yang dilakukan pada akhir kegiatan disetiap siklus. Criteria
tingkat keberhasilan belajar siswa yang penulis lakukan dikelompokkan ke dalam 5
kategori, yakni:
a. Tingkat keberhasilan belajar siswa dalam %
(> - 80% ) : sangat tinggi (60 -79%) : tinggi (40 – 59%) : sedang (20 – 39%) : rendah (< - 20%) : sangat rendah b. Tingkat keaktifan siswa dalam PMB rata – rata / 10 menit dalam %
(> - 80%) : sangat baik (60 -79%) : baik (40-59%) : cukup (20-30%) : kurang (< - 20%) : sangat kurang
3.4 RANCANGAN SIKLUS PENELITIAN
Metodologi mencakup tempat dan karakteristik penelitian, subjek penelitian, metode
penelitian yang dilakukan oleh penyusun adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)/
Classroom Action Research (CAR). Prosedur penelitian mencakup langkah – langkah
yaitu Perencanaan (planning), implementasi tindakan (implementation of the action),
pengamatan (observation) dan refleksi (reflection).
Action research is trying out in practice as a means of improvement and as a means of
increasing knowledge about curriculum, teaching and learning. Selain itu definisi lain
menurut MC Niff (1988) yang menjelaskan “action research is seen as a way of character
sizing a loose set of activities that are designed to improve the quality of education”.
Berdasarkan definisi di atas, maka penelitian ini termasuk kedalam Penelitian
Tindakan Kelas karena peneliti berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengajar
untuk meningkatkan kemampuan siswa melalui serangkaian tindakan dalam proses belajar
22
mengajar. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus yang membutuhkan waktu 2 bulan.
Daftar kegiatan terlihat pada table berikut ini:
Table 2. jadwal Kegiatan Penelitian
No Siklus Tanggal Pertemuan Kegiatan
1 SIKLUS 1
1 Introduction, asking greeting and asking leaving
2 Times (day’s of the week and name of the month)
3 Membuat media snake and ladder (asking greeting, asking leaving, Introduction and time)
4 Proses pembelajaran menggunakan Permainan Snake and Ladder secara berpasanga.
5 Test lisan Berpasangan berdasarkan tema
2 2 1
Family members and personal identity
2 Gassing time, secara berpasangan menjawab
23
pertanyaan.
3 Test lisan (speaking) dengan media games snake and ladder
4 Pembelajaran dengan mebbunakan media permainan snake and ladder
5 Tes lisan secara berpasangan tentang time of the day
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dijelaskan dalam bab ini mencakup
siklus ke satu dan siklus kedua sesuai perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Bab ini
melaporkan hasil dari test Speaking dengan menggunakan media pemainan Snake and
ladder. Hasil dari penelitian dapat digambarkan malalui tahapan sebagai berikut.
KONDISI AWAL GURU
Belum menggunakan
media games Snake and
Ladder dalam mengajar
bahasainggris
Siswa
Kemampuan
berbicara siswa mesih
belum maksimal
Tindakan Menggunakan media
games Snake and Ladder
dalam mengajar bahasa
inggris
SIKLUS 1
Menggunakan test
lisan namun belum
memakai media
Kondisi Akhir Diduga melalui
penggunaan media games
snake and ladder
meningkatkan
kemampuan berbicara
siswa dalam bahasa
inggriis dalam menjawab
pertanyaan yang ada di
setiap kotak.
SIKLUS II
Menggunakan media
Snake and Ladder dan
siswa diwajibkan
menjawab setiap
pertanyaan yang ada
di dalam kotak dalam
kelompok kecil.
25
4.1 Deskripsi Laporan Tindakan Siklus ke 1
1.Dalam pertemuan pertama penelitian memberikan tindakan grammar
Introduction, ‘asking greeting’ and ‘asking leave’ sebagai materi semester 1.
Penekanan pada penggunaannya secara oral dalam latihan berpasangan.
2.Dalam pertemuan kedua peneliti memberikan tindakan pembelajaran Time.
Dipelajari the name of the day and the name of month. Penekanan pada latihan
mendeskribsikan secara oral.
3.Dalam pertemuan ke tiga siswa dalam kelompok 8 membuat media permaianan
“Snake and Ladder” dan membuat kaliamat – kaliamat ‘ Asking Greeting,
Asking leaving, introduction, time’ dan menempelkannya di atas media
permainan.
4.Dalam pertemuan ke empat dalam kelompok yang beranggotaan delapan, siswa
melakukan permainan Snake and Ladder. Secara berpasangan siswa melakukan
Tanya jawab berdasarkan perintah yang terdapat dalam media permainan. Siswa
yang bertanya mengukur durasi bicara temannya berapa menit partnernya dapat
bertahan berbicara dalam bahasa inggris dengan skor penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.Skor Penilaian
DURASI NILAI
2 menit – 2 menit 59 detik 70
3 menit – 3 menit 59 detik 75
4 menit – 4 menit 59 detik 80
5 menit – 5 menit 59 detik 85
6 menit – 6 menit 59 detik 90
7 menit – 7 menit 59 detik 95
>8 menit 100
5. Untuk mengetahui perkembangan kompetensi berbicara siswa setelah diberi
tindakan pada siklus 1, maka dalam pertemuan kelima siswa diberikan test lisan. Siswa
melakukan Tanya jawab langsung secara berpasangan berdasarkan tema yang telah
26
ditentukan (berhubungan dengan angka) tanpa media permainan. Peneliti memberikan
penilaian langsung berdasarkan rubric yang telah disepakati. Aspek yang dinilai ialah
Grammar, pronounciation, intonation, fluency dan diction (rubric terlampir)
4.1.1 Hasil Test setelah diberi tindakan pada Siklus 1
Setelah dilakukan test ahir siklus 1, lalu peneliti melakukan analisis terhadap skor yang
diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test ke 1 menunjukkan siswa yang
mendapat nilai rata – rata nilai lebih dari 74,12%
Refleksi pada Siklus 1
Tindakan yang dilakukan pada siklus 1 dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan.Dari awal pelaksanaan tindakan
sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa Inggris lebih aktif dan
mereka berusaha untuk memperpanjang durasi bicara dan lebih memperjelas jawaban
yang dijawab. Hal ini dimungkinkan karena media permainan Snake and Ladder sudah
dikenal siswa, jadi sangat menarik untuk dimainkan dan yang menambah motivasi siswa
untuk lebih aktif berbicara bahasa inggris adalah scoring sheet yang telah disepakati
bersama seperti yang terlihat pada table di atas.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II, yaitu:
a. Masih banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan kata – kata
tertentu dalam bahasa Inggris
b. Kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak sewaktu siswa
menjawab soal dari pertanyaan yang diberikan oleh temannya.
c. Ketika sedang berbicara menjawab pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba –
tiba berhenti atau stack karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan.
d. Kadang – kadang pembicara kurang lancar.
Kekurangan – kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk
pelaksanaan tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir
kekurangan tadi maka peneliti mendiskusikan dengan rekan guru bahasa inggris dengan
siswa. Tindakan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan ulangan di akhir siklus 1.
Setelah menganalisis dan mendiskusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan
pada tindakan siklus 1, maka disepakatipenelitian dilanjutkan ke siklus II.
27
4.2 Deskripsi Laporan Tindakan Siklus ke 2
1. Pada pertemuan pertama diskusi pembahasan tentang kekurangan yang terjadi di
siklus 1 diantaranya tentang pronounciation, grammar, vocabulary, fluency, dan
content untuk materi family members. Ditulis di papan tulis, siswa menjawab
pertanyaan tersebut. Ini dilakukan sebagai review untuk memperbaiki kekurangan
yang terjadi di siklus 1.
2. Dalam pertemuan ke dua peneliti memberikan tindakan berupa guesing time. Siswa
duduk berpasangan. Masing – masing pasangan memegang kertas yang berhubungan
dengan waktu dalam angka. Tiap pasangan saling meminta pasangan lain untuk
menjelaskan pukul berapa yang ada di gambar tersebut.
3. Dalam pertemuan ke tiga siswa dalam 4 kelompok membuat media permainan “Snake
and Ladder” dan membuat kalimat – kalimat tentang asking greeting, asking leaving,
introduction, and time. Materi berhubungan dengan keadaan disekitar meraka (dayly
activity) dan menempelkannya di atas media permainan.
4. Dalam pertemuan ke empat dalam kelompok yang beranggotakan delapan, siswa
melakukan permainan ular tangga. Secara berpasangan siswa melakukan Tanya jawab
berdasarkan perintah yang terdapat dalam media permainan. Siswa yang bertanya
mengukur durasi temannya berapa menit partnernya dapat bertahan berbicara dalam
bahasa inggris dengan skor penilaian sebagai berikut:
DURASI NILAI
2 menit – 2 menit 59 detik 70
3 menit – 3 menit 59 detik 75
4 menit – 4 menit 59 detik 80
5 menit – 5 menit 59 detik 85
6 menit – 6 menit 59 detik 90
7 menit – 7 menit 59 detik 95
>8 menit 100
28
5. Untuk mengetahui perkembangan kompetensi berbicara siswa setelah diberi tindakan
pada siklus II, maka dalam pertemuan ke lima siswa diberikan tes oral. Siswa diberikan
tes oral. Siswa melakukan Tanya jawab langsung secara berpasangan berdasarkan tema
pertanyaan yang telah ditentukan (berhubungan dengan personal identity, time of the
day, time of the month, o’clock) tanpa media permainan. Peneliti memberikan penilaian
langsung berdasarkan rubric yang telah disepakati. Aspek yang dinilai ialah grammar,
pronounciation, intonation, fluency, dan diction (rubric terlampir)
4.2.1 Hasil Test akhir setelah diberi tindakan pada Siklus II
Setelah dilakukan test akhir siklus II, peneliti melakukan analisis terhadap skor yang
diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test ke 2 menunjukkan siswa yang
mendapat rata – rata nilai lebih dari 73 adalah 31 dari 34 siswa atau 100% Rata – rata
peroleh nilai hasil test adalah 80,35%
4.2.2 Refleksi pada Siklus II
Tindakan yang dilakukan pada siklus 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP2) yang dibuat pada tahap perencanaan di awal siklus 2. Pada
pelaksanaan tindakan sudah Nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara Bahasa
Inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang lebih jelas jawaban yang
mereka jawab dari pertenayaan yang ada. Hal ini dimungkinkan karena media permainan
snake and ladder yang dimodifikasi sudah semakin dikenal para siswa, jadi sangat menarik
untuk dimainkan. Hamper seluruh siswa lebih aktif berbicara bahasa Inggris.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti pada siklus II ini, yaitu:
a. Sudah tidak banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan kata kata
tertentu dalam Bahasa Inggris.
b. Kemampuan Grammar siswa sudah hamper tidak salah yang berarti. Hal ini Nampak
seaktu mereka menjawab pertanyaan dari setiap kotak.
c. Ketika sedang berbicara menjawab pertanyaan pasangan bicaranya tidak ditemui tiba –
tiba berhenti atau stack karna keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan.
d. Hamper selalu memahami apa yang ditanyakan atau jawaban lawan bicara.
e. Pembicaraan lancar.
Setelah menganalisis dan mendikusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan
pada tindakan siklus 2, maka disepakati penelitian dianggap selesai. Analisis yang kami
29
lakukan terhadap duration, speaking dan fluency pada keseluruhan siklus ditunjukkannya
seperti dalam grafik berikut ini yang merupakan pengolahan data dari rekap nilai dalam
lampiran:
Tahap kegiatan
siklus 1 siklus 2
duration
speaking
fluency
100959085807570656055504540
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penilaian proses, refleksi, dan diskusi serta pembahasan penelitian,
disimpulkan bahwa permainan dalam proses belajar mengajar menggunakan media Snake
and Ladder mampu meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris
kelas VII-A SMP MA’ARIF 03 Batu. Media ini dapat dimanfaatkan untuk mempermudah
guru menyampaikan dan mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Inggris.
Selain itu dapat meningkatkan semangat dan antusias siswa dalam kegiatan pembelajaran
dan untuk memotivasi siswa agar lebih memperhatikan penjelasan dari guru.
5.2 Saran
Dari penelitian ini penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Siswa sebaiknya dikondisikan untuk mengenal perintah snake dalam memodifikasi
Snake and Ladder yang diberikan terlebih dahulu.
2. Tema dalam setiap kotak Snake and Ladder yang diberikan sebaiknnya disesuaiakn
dengan tema yang berkaitan dengan mata pelajaran semisal waktu, dayly activity, dan
personal identity serta tema lain yang lebih kontekstual.
3. Snake and Ladder disarankan untuk digunakan sebagai media pembelajaran dalam
upaya meningkatkan kemampuan berbicara siswa untuk kelas yang memiliki
permasalahan yang serupa dengan siswa kelas VII-A SMP MA’ARIF 03 Batu yang
kami hadapi saat penelitian.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Dirjen Dikdasmen, 2002, Contextual Teaching and Learning, Jakarta
Dirjen Dikdasmen, 2007, Kurikulum Sekolah Menengah Pertama Bertaraf Internasional
Mata Pelajaran Bahasa Inggris, Jakarta
Euis, Lasmini, 2006, Penelitian Tndakan Kelas, Bandung
Lie, Anita, 2002, Comperative Learning, Surabaya
Richard, Jack C and Renaldy Willy A, 2002, Methodology in Language Teaching, Cambridge
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sudrajat, Ahmad. 2008. Media Pembelajaran. http://www.google.com
Suherman,Erman, 2004, Penelitian Tindakan Kelas, Tasikmalaya
Suyanto, Kasihani, 2002, Contex Teaching and Learning Overseas Training and Material Development, Jakarta
Suyanto, Kasihani, 2003, Pengejaran Bahasa Inggris Di SLTP, Malang