BAB 1 Pendahuluan
-
Upload
zonasi-konsultan -
Category
Documents
-
view
12 -
download
3
description
Transcript of BAB 1 Pendahuluan
[RENCANA]
1.1 Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta
usaha Pemerintah Kota Bandung dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, menuntut
adanya pengembangan dan pembangunan kota yang lebih optimal terutama dalam hal pengaturan
pemanfaatan ruang.
Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami pertumbuhan yang cepat di bidang
ekonomi, sosial, dan juga pemanfaatan ruang kota. Pertumbuhan tersebut menyebabkan pengendalian
perkembangan kota menjadi semakin sulit sehingga banyak terjadi ketidak sesuaian pemanfaatan
ruang.
Dalam konteks pengendalian dan pemanfaatan ruang kota di SWK Cibeunying, Pemerintah
Kota Bandung saat ini masih mengacu pada Peraturan Walikota Bandung Nomor 981 Tahun 2006
tentang Rencana Detail Tata Ruang WP Cibeunying yang mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bandung tahun 2004 – 2013 sebagaimana diubah dalam Perda No. 03 Tahun 2006, yang
disusun dengan berpedoman kepada UU Penataan Ruang No. 24 Tahun 1992 dan Keputusan Menteri
Kimpraswil Nomor: 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan. Sejalan dengan ditetapkannya UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, telah
diberlakukannya Perda Provinsi Jawa Barat No. 22 Tahun 2011 tentang Revisi RTRW Provinsi Jabar
dan Draft RTRW Kota Bandung 2011 – 2030, adanya perubahan terhadap pedoman penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kabupaten (RDTRK) serta mempertimbangkan perkembangan
aktivitas kota, maka Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota tersebut juga harus
mengikuti penyesuaian sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan-peraturan yang
menjadi acuannya.
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.2.1.Maksud
Maksud dari penyusunan RDTRK SWK Cibeunying adalah mewujudkan rencana detail tata
ruang yang mendukung terciptanya kawasan strategis maupun kawasan fungsional secara aman,
produktif dan berkelanjutan.
1.2.2. Tujuan
Tujuan Kegiatan ini adalah untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK)
SWK Cibeunying sebagai tindak lanjut dan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Bandung sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, sehingga RDTRK akan menjadi salah satu perangkat peraturan penataan ruang yang menjadi
pedoman dalam proses perencanaan, pemanfataan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan
kota..
1.2.3. Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai dengan tersusunnya RDTRK SWK Cibeunying ini adalah:
a. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan yang pada prinsipnya merupakan upaya
dalam menciptakan keserasian dan keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan ruang bagian-
wilayah pengembangan atau dalam satu wilayah pengembangan.
b. Menciptakan kelestarian lingkungan permukiman dan kegiatan kota yang merupakan usaha
menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungannya. Hal ini tercermin dari pola
intenstitas penggunaan ruang kota pada umumnya dan wilayah pengembangan pada khususnya.
c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan yang merupakan upaya pemanfaatan ruang
secara optimal, yang tercermin dalam penentuan jenjang fungsi pelayanan kegiatan-kegiatan kota
dan sistem jaringan jalan kota.
d. Mengarahkan pembangunan kota yang lebih tegas dalam rangka upaya pengendalian pengawasan
pelaksanaan pembangunan fisik untuk masing-masing wilayah pengembangan secara terukur baik
kualitas maupun kuantitasnya.
e. Membantu penetapan prioritas pengembangan kota dan memudahkan penyusunan zoning
regulation melalui zoning map dan zoning text di seluruh wilayah kota untuk dijadikan pedoman bagi
tertib pengaturan ruang secara terinci.
f. Sesuai dengan prioritas pengendalian pengembangan kota dan program pembangunan kota, maka
pada kawasan-kawasan tertentu disusun pula Rencana Teknik Ruang Kota yang mampu dijadikan
pedoman bagi tertib pembangunan dan tertib pengaturan ruang
1.3 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Peraturan Zonasi merupakan pengaturan lebih lanjut
untuk pemanfaatan ruang suatu wilayah. Peraturan zonasi merupakan penjabaran dari RTRW Kota
I-1
BAB 1
PENDAHULUAN
[RENCANA]
dapat dapat menjadi rujukan untuk menyusun RDTRK, dan sangat bermanfaat untuk melengkapi
aturan pembangunan pada penetapan penggunaan lahan yang ditetapkan oleh RDTRK. Peraturan
zonasi juga merupakan rujukan untuk penyusunan rencana yang lebih rinci dari RDTRK, seperti
Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK), atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Gambar 1. 1 Kaitan RDTRK dan peraturan Zonasi
1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan
1.4.1 Ruang Lingkup Materi RDTR dan Peraturan Zonasi
A. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang di wilayah perencanaan yang
meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya.
1) Rencana pola ruang berfungsi:
sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, serta
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah perencanaan;
sebagai pendetailan pola ruang dalam RTRW kota dengan memperhatikan keseimbangan
dan keserasian peruntukan ruang;
sebagai dasar penyusunan program jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh)
tahun; dan
sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang.
2) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:
daya dukung prasarana dan utilitas dalam blok dan daya tampung lingkungan hidup wilayah
perencanaan dimaksud;
kebutuhan ruang untuk pengembangan distribusi kegiatan sosial, ekonomi, dan lingkungan,
yang mengatur jumlah dan kepadatan aktivitas yang dirinci ke dalam sub-zona (fungsi) dan
blok (fisik), sampai akhir tahun perencanaan; dan
Dasar hukum yang berlaku.
3) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:
merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW kota;
memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan;
memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah perencanaan;
memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah perencanaan;
menyediakan RTH minimal 30% (20% RTH publik dan 10% RTH privat) dari luas wilayah
perencanaan;
menyediakan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat
kota;
menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
menyediakan ruang untuk evakuasi bencana berupa tempat evakuasi awal (melting point)
dan tempat evakuasi akhir baik dalam skala kota, sub bagian wilayah kota, maupun
lingkungan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi; dan
dapat diwujudkan dalam jangka waktu perencanaan sesuai kondisi wilayah perencanaan.
4) Rencana pola ruang di wilayah perencanaan memuat:
a) Penetapan klasifikasi dan kode jenis pola ruang (dalam peraturan zonasi disebut sebagai
kode zona) untuk kawasan lindung dan budidaya sebagai dasar penyusunan peraturan
zonasi. Pembagian zona terdiri dari perumahan, komersial, industri, fasilitas pelayanan,
kawasan khusus, pertanian, pariwisata, transportasi (pelabuhan, bandara), RTH-RTNH, dan
kawasan lindung.
b) Rencana pola ruang wilayah perencanaan berdasarkan peruntukan blok.
Rencana pola ruang yang dihasilkan merupakan rencana alokasi setiap jenis guna lahan
atau zona. Peta rencana pola ruang ini adalah zoning map yang merupakan kelengkapan
dari peraturan zonasi yang disusun dengan tingkat kedalaman materi yang sama dengan
RDTR. Zoning map ini dilengkapi pula dengan zoning text yang dimasukkan dalam substansi
pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana pola ruang tersebut di atas dapat dilengkapi dengan penyediaan fasilitas sosial dan
fasilitas umum wilayah perencanaan, antara lain: pendidikan, kesehatan, ibadah, ruang
evakuasi bencana, dan ruang untuk kegiatan sektor informal, berdasarkan lokasi, jenis dan
skala pelayanan, kebutuhan, dan pemanfaatan lain dari fasilitas tersebut.
c) Pendelineasian Berdasarkan Hirarki Ruang meliputi:
1. pendelineasian untuk skala kawasan dalam wilayah perencanaan, dilakukan dengan
mempertimbangkan :
Morfologi kawasan terdelineasi;
keserasian dan keterpaduan fungsi kawasan lainnya; dan/atau
jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan bagian dari
wilayah kota atau kawasan yang terdelineasi.
I-2
[RENCANA]
2. pendelineasian untuk skala lingkungan, dilakukan dengan mempertimbangkan:
karakteristik lingkungan terdelineasi; dan/atau
pengaruh kontekstual dari kawasan dan lingkungan sekitar.
3. pembagian blok dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah persil lahan maksimal
untuk setiap blok.
Ketentuan penggambaran peta rencana pola ruang adalah sebagai berikut:
1) rencana pola ruang bagian dari wilayah kota digambarkan dengan tingkat ketelitian peta
skala minimum 1:5.000 dan mengikuti ketentuan sistem informasi geografis yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
2) rencana pola ruang bagian wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar
peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
atau mengikuti ketentuan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal);
3) penggambaran rencana pola ruang bagian wilayah kota harus mengikuti peraturan
perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang, antara lain memuat sistem
jaringan prasarana utama dan sungai;
4) penggambaran rencana pola ruang wilayah perencanaan harus mengikuti peraturan
perundang-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang;
5) Peta rencana pola ruang juga berfungsi sebagai Zoning Map bagi peraturan zonasi.
d) Arahan Tata Massa Bangunan
Arahan tata massa bangunan merupakan ilustrasi massa bangunan dalam wilayah
perencanaan yang digambarkan dengan kedalaman sampai dengan skala blok. Arahan tata
massa bangunan berfungsi sebagai arahan atau alat kendali untuk mengatur ketinggian
bangunan, bentuk massa bangunan, dan ketentuan intensitas pemanfaatan ruang.
Pengaturan massa bangunan dilakukan dengan memperhatikan:
kualitas visual dalam mewujudkan estetika ruang;
pentingnya elemen pembentuk karakter dan citra ruang;
keseimbangan wilayah perencanaan dengan lingkungan sekitarnya;
keseimbangan terhadap daya dukung lingkungan;
kelestarian ekologis.
Arahan tata massa bangunan diwujudkan melalui pengaturan amplop bangunan dalam skala
blok. Komponen pembentuk amplop bangunan terdiri atas:
1) Rencana GSB.
Rencana GSB pada setiap peruntukan dan setiap penggal jalan meliputi sempadan muka
bangunan, sempadan pagar, sempadan samping dan sempadan belakang.Sempadan
bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan
(perlindungan atas kebisingan, ancaman kesehatan dan keselamatan), dan penyediaan RTH
minimal untuk masing-masing blok.
2) Tinggi bangunan, dengan memperhatikan ketentuan tinggi bangunan maksimal dan koefisien
lantai bangunan (KLB); dan
3) Sky exposure, dengan memperhatikan kebutuhan pencahayaan langsung dari sinar matahari
terhadap bangunan yang ada disekitarnya dan ruang terbuka. Rencana amplop bangunan
dalam RDTR harus mampu memberikan ilustrasi amplop bangunan pada setiap blok
peruntukan.
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, terdiri atas:
1) Ketentuan KDB
Penetapan besar KDB maksimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain:
tingkat pengisian/peresapan air (water recharge) = KDH minimum;
besar pengaliran air (kapasitas drainase);
jenis penggunaan lahan;
harga lahan.
2) Ketentuan KLB
Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain:
harga lahan;
ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan);
dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan;
ekonomi dan pembiayaan.
3) Ketentuan KDH
Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada pertimbangan, antara lain:
tingkat pengisian/peresapan air (water recharge);
besar pengaliran air (kapasitas drainase);
rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dan lain-lain).
4) Ketentuan Tinggi Bangunan.
Penetapan kepadatan bangunan, KDB, KLB dan KDH serta tinggi bangunan terutama
didasarkan pada daya dukung fisik lahan dan daya dukung prasarana (terutama kapasitas
jalan) dan utilitas wilayah perencanaan.
e) Rencana Jaringan Prasarana
Rencana jaringan prasarana dalam RDTR kota merupakan rencana pengembangan hierarki
sistem jaringan prasarana yang disusun berdasarkan daya tampung ruang yang diperoleh dari
pola ruang RDTR.
1) Rencana jaringan prasarana wilayah perencanaan berfungsi sebagai:
a. Pembentuk sistem pelayanan dan pergerakan di dalam wilayah perencanaan;
I-3
[RENCANA]
b. Dasar perletakan jaringan dan rencana pembangunan prasarana, dan utilitas dalam wilayah
perencanaan sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan
c. Dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL dan
sejenisnya.
2) Rencana jaringan prasarana wilayah perencanaan dirumuskan berdasarkan:
a. Rencana struktur ruang wilayah kota dalam RTRW kota;
b. Kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi wilayah perencanaan;
c. Analisis daya dukung prasarana dan utilitas serta daya tampung lingkungan hidup;
d. Analisis sistem pelayanan dan pergerakan sesuai fungsi dan peran kawasan di wilayah
perencanaan; dan
e. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
3) Rencana jaringan prasarana wilayah perencanaan dirumuskan dengan kriteria:
a. Memperhatikan rencana struktur ruang bagian dari wilayah kabupaten/kota lainnya atau
wilayah administrasi kabupaten/kota sekitarnya yang berbatasan;
b. Menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana, utilitas dalam
jangka waktu perencanaan pada wilayah perencanaan;
c. Mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas wilayah perencanaan; dan
d. Mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur ruang
wilayah perencanaan
4) Rencana jaringan prasarana wilayah perencanaan diwujudkan dalam :
a. Rencana Jaringan Pergerakan
Materi yang diatur dalam rencana jaringan pergerakan dalam RDTR meliputi rencana yang
mengatur jaringan jalan, dan jaringan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda.
Pengelompokan materi yang diatur dalam rencana jaringan pergerakan adalah sebagai berikut:
i. Jaringan sekunder meliputi: kolektor, lokal, dan lingkungan yang terdiri atas:
Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;
Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;
Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder;
ketentuan jumlah lajur dan bagian-bagian jalan (ruang manfaat jalan, ruang milik
jalan, dan ruang pengawasan jalan);
Jaringan jalan masuk dan keluar terminal barang dan terminal orang/penumpang
sesuai ketentuan yang berlaku (terminal tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan
umum);
Jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan keluarnya terminal
barang/orang hingga pangkalan angkutan umum, dan halte)
Jaringan jalan masuk dan keluar parkir
ii. Sistem jaringan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda, meliputi: pola sirkulasi pejalan kaki dan
jenis ruang pejalan kaki; dan pola sirkulasi sepeda.
b. Rencana Pengembangan Jaringan Energi (gas), meliputi : migas, panas bumi, dan tenaga
surya, termasuk pabrik gas dan seluruh jaringan gas.
c. Rencana Pengembangan Jaringan Kelistrikan, meliputi:
i. Pembangkit listrik (skala besar maupun mikro) di wilayah perencanaan;
ii. Penjabaran jaringan pipa minyak dan gas bumi, di wilayah perencanaan (jika
ada);
iii. Penjabaran jaringan transmisi tenaga listrik SUTUT, SUTET, dan SUTT di
wilayah perencanaan (jika ada);
iv. Kebutuhan penyediaan listrik (tegangan menengah hingga gardu distribusi),
termasuk penyediaan:
Bangunan pembangkit;
Gardu induk tegangan ekstra tinggi;
Gardu induk; dan
Gardu distribusi.
v. Jalur-jalur distribusi energi kelistrikan, gardu induk distribusi, dan sistem distribusi
d. Rencana Jaringan Telekomunikasi, meliputi:
i. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan
telepon fixed line dan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon;
ii. Kebutuhan penyediaan telekomunikasi (hingga jaringan kabel sekunder),
termasuk penyediaan:
iii. Stasiun telepon otomatis;
Rumah kabel dan kotak pembagi;
Jaringan kabel sekunder;
Jaringan telepon seluler; dan
Stasiun transmisi tv-kabel.
iv. Rencana sistem saluran telepon seperti sistem saluran telepon otomat, rumah
kabel dan kotak pembagi, jaringan kabel sekunder;
v. Rencana sistem televisi kabel seperti stasiun transmisi dan jaringan kabel
distribusi;
vi. Infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi termasuk
menara Base Transceiver Station (BTS); dan
vii. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.
I-4
[RENCANA]
e. Rencana Jaringan Air Bersih, meliputi:
i. Jaringan air baku untuk air bersih dan mata air, terdiri atas:
Bangunan pengambil air baku;
Seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi;
Seluruh pipa transmisi air bersih;
Bak penampung; dan
Pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.
ii. Distribusi air bersih
iii. Rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, yang terdiri atas:
Volume air minum yang dibutuhkan;
Sistem penyediaan air minum bagian dari wilayah kota mencakup sistem
jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan;
Bangunan pengambil air baku;
Seluruh pipa transmisi air baku instalasi produksi;
Seluruh pipa transmisi air minum;
Bak penampung; dan
Pipa distribusi sekunder/distribusi hingga blok peruntukan.
f. Rencana Jaringan Drainase, meliputi :
i. Rencana kebutuhan dan sistem drainase, terdiri atas:
Kebutuhan penyediaan sistem drainase;
Rencana jaringan primer, sekunder, dan tersier yang berfungsi untuk
mengalirkan limpasan air hujan (storm water) dan air permukaan lainnya
untuk menghindari genangan air di wilayah perencanaan; dan
Waduk atau kolam penampungan (jika ada) serta kriteria teknisnya.
ii. Sistem pengendalian banjir
g. Rencana Jaringan Air Limbah, meliputi :
i. Sistem air pembuangan yang terdiri atas sistem pembuangan air limbah (sewage)
termasuk sistem pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan
sistem pembuangan air buangan rumah tangga (sewerage) baik individual
maupun komunal;
ii. Seluruh saluran pembuangan;
iii. Bangunan pengolahan;
iv. Waduk/bak penampungan; dan
v. Instalasi tambahan untuk air limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3). Instalasi ini digunakan untuk membersihkan air limbah tersebut
sebelum masuk ke jaringan air buangan di wilayah perencanaan.
h. Penyediaan prasarana lainnya.
Prasarana dapat direncanakan melalui penyediaan dan pemanfaatannya disesuaikan dengan
kebutuhan pengembangan wilayah perencanaan, contoh rencana jalur evakuasi bencana yang
terdiri atas :
(1) Jalur evakuasi bencana (escape way) untuk skala kota, kawasan, maupun lingkungan dan
direncanakan untuk segala jenis bencana yang mungkin terjadi;
(2) Jalur evakuasi bencana dapat dengan memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada
dengan memperhatikan kapasitas jalan.
Rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan digambarkan dengan ketentuan
sebagai berikut:
I. Peta rencana jaringan prasarana memuat:
Jaringan jalan yang berada dalam wilayah perencanaan yang menjadi kewenangan kota
dan jalan sekunder yang melalui wilayah perencanaan;
Sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta wilayah
perencanaan secara utuh dan dapat digambarkan masing-masing pada peta tersendiri;
dan
Sistem jaringan prasarana jalan harus digambarkan mengikuti terase jalan yang
sebenarnya.
II.Rencana jaringan prasarana digambarkan dengan ketelitian peta skala minimum1:5.000 dan
untuk wilayah perencanaan yang memiliki wilayah pesisir dan laut dapat dilengkapi dengan peta
batimetri yang menggambarkan kontur laut; dan
III.Penggambaran peta rencana jaringan prasarana bagian dari wilayah kota harus mengikuti
peraturan perundangan-undangan terkait pemetaan rencana tata ruang sesuai dengan
ketentuan sistem informasi geografis yang ditentukan oleh instansi yang berwenang dan
mengikuti peraturan perundangan-undangan terkait lainnya.
f) Penetapan Bagian Dari RDTR yang Diprioritaskan Penanganannya
Dalam RDTR kota, perlu ditetapkan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan
untuk disusun ke dalam rencana yang lebih teknis seperti RTBL, rencana
revitalisasi/peremajaan, maupun rencana pembangunan yang lebih rinci lainnya. Untuk
penetapan bagian RDTR yang diprioritaskan penanganannya, hanya mencantumkan :
o Kriteria (tema)
o Peta lokasinya.
g) Arahan Pemanfaatan Ruang (RDTR memiliki fungsi perencanaan)
Arahan pemanfaatan ruang dalam RDTR kota merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam
bentuk program penataan ruang/pengembangan untuk wilayah perencanaan dalam jangka
I-5
[RENCANA]
waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan sebagaimana
diatur dalam pedoman ini.
1. Arahan pemanfaatan ruang berfungsi sebagai:
Dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman penataan ruang/pengembangan
kota;
Arahan untuk sektor dalam penyusunan program;
Sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan
maupun penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan
Sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.
2. Arahan pemanfaatan ruang disusun berdasarkan:
Rencana rencana pola ruang, arahan tata massa bangunan, rencana jaringan prasarana,
dan penetapan bagian dari RDTR yang diprioritaskan penanganannya;
Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan; dan
Prioritas pengembangan dalam wilayah perencanaan dan pentahapan rencana
Pelaksanaan program sesuai dengan RPJP Daerah maupun RPJM Daerah.
3. Arahan pemanfaatan ruang disusun dengan kriteria:
Mendukung perwujudan rencana pola ruang, arahan tata massa bangunan, rencana
jaringan prasarana, dan penetapan bagian dari RDTR yang diprioritaskan penanganannya
di wilayah perencanaan;
Mendukung program penataan ruang wilayah kota;
Realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu perencanaan;
Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam jangka
waktu tahunan maupun antarlima tahunan;
dan terjaganya sinkronisasi antarprogram dalam satu kerangka program terpadu
pengembangan wilayah kota.
h) Indikasi program utama dalam arahan pemanfaatan ruang dalam dokumen RDTR kota
minimum harus memuat:
a. Indikasi Program Pemanfaatan Ruang, merupakan program-program pengembangan
wilayah perencanaan yang diindikasikan memiliki bobot tingkat kepentingan atau
diprioritaskan untuk mewujudkan rencana pola ruang, arahan tata massa bangunan,
rencana jaringan prasarana, dan penetapan bagian dari RDTR yang diprioritaskan
penanganannya di wilayah perencanaan sesuai tujuan penataan ruang wilayah
perencanaan.
Program pemanfaatan ruang ini sekurang-kurangnya memuat kelompok program sebagai
berikut:
i. Program perwujudan rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan, meliputi:
a) Perwujudan sistem jaringan prasarana untuk wilayah perencanaan, yang mencakup pula
sistem prasarana nasional dan wilayah/regionaldi dalam wilayah perencanaan:
Perwujudan sistem jaringan transportasi di wilayah perencanaan, yang meliputi
sistem prasarana transportasi darat, udara, dan air;
Perwujudan sistem jaringan sumber daya air;
Perwujudan sistem jaringan energi dan kelistrikan;
Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;
Perwujudan sistem persampahan, sanitasi dan drainase; dan
Perwujudan sistem jaringan lainnya sesuai kebutuhan wilayah perencanaan.
b) Program perwujudan rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan, perwujudan
rencana pola ruang di wilayah perencanaan, meliputi:
Perwujudan kawasan lindung atau zona lindung pada wilayah perencanaan; dan
Perwujudan kawasan budi daya atau zona budi daya pada wilayah perencanaan,
meliputi:
i. Perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di wilayah perencanaan;
ii. Perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis pola ruang (zona) jika
peraturan zonasi terpisah dari dokumen RDTR;
iii. Perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan (jika peraturan zonasi
terpisah dari dokumen RDTR); dan
iv. Perwujudan tata massa bangunan (jika peraturan zonasi terpisah dari dokumen
RDTR).
c) Program perwujudan rencana jaringan prasarana di wilayah perencanaan, perwujudan
rencana bagian dari RDTR yang diprioritaskan penanganannya, meliputi:
Perwujudan penyediaan ruang untuk sektor informal dan ketentuan kegiatan sektor
informal;
Perwujudan penyediaan RTH publik (20%) dan RTH privat (10%);
Perwujudan penyediaan RTNH; dan
Perwujudan penanganan kawasan dan bangunan.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dari proses penyusunan RDTRK ini yaitu SWK Cibeunying yang terdiri dari 6
(enam) Kecamatan, yaitu: Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kecamatan
I-6
[RENCANA]
Coblong, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Sumur Bandung, dan Kecamatan Bandung Wetan. dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Bandung
Sebelah Barat : Jalan Setiabuti, Jalan Cipaganti dan Jalan Otto Iskandardinata
Sebelah Selatan : Jalan Asia Afrika dan JalanJenderal Ahmad Yani
Sebelah Timur : SWK Ujungberung (Jalan Jatihandap)
1.5 Metode Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi
1.5.1 Metoda Penyusunan RDTR
A. Metoda Analisis Superimpose dan Buffering
1. Superimpose/Pertampalan Peta
Model analisis ini dilakukan dengan menampalkan dua atau lebih peta yang ada dalam sistem
database spasial. Hal Ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik suatu obyek dengan banyak
variabel. Sebagai contoh kita ingin membangun peta kesesuaian lahan berdasarkan kondisi fisik
dasarnya serta tingkat aksesibilitasnya, maka kita dapat melakukan proses pertampalan dari peta-peta
tematik tersebut.
2. Buffering/Distance
Proses buffering/distance digunakan untuk membangun jarak radius dari suatu obyek. Proses ini
berguna untuk menentukan besar wilayah pengaruh dari suatu kegiatan. Misalnya untuk menetapkan
kawasan lindung di sepanjang garis sempadan sungai, kita dapat melakukan dengan menetapkan jarak
tertentu di sepanjang jalan (misalnya 100 m dari pinggir sungai).
B. Metoda Analisis Proyeksi Penduduk
Metoda analisis ini digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan penduduk pada masa yang
akan dating berdasarkan trend perkembangan tahun-tahun sebelumnya. Analisis proyeksi penduduk ini
akan menjadi dasar dalam menghitung kebutuhan sarana dan prasarana di wilayah perencanaan.
1. Metoda Bunga Berganda
Metoda ini menganggap bahwa pertumbuhan penduduk pada masa lampau akan berlaku untuk
masa datang dan jumlahnya berganda. Dengan menganggap perkembangan jumlah penduduk
akan berganda dengan sendirinya, maka metoda ini tidak mempertimbangkan kenyataan empiris
bahwa sesudah waktu tertentu derajat pertambahan relatif menurun, seperti adanya kesadaran
ber-KB, atau makin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduk.
Perumusan metoda ini yaitu sebagai berikut :
Pt+ = Pt (1 + r)
Keterangan:
Pt+ = Penduduk pada tahun t+
Pt = Penduduk pada tahun dasar t
R = Rata-rata pertambahan jumlah penduduk
= Selisih dari tahun dasar t ke tahun +t
2. Metoda Regresi Linier
Metoda ini dapat dikatakan merupakan penghalusan (smoothing) dari metoda Bunga Berganda.
Cara ini merupakan metoda selisih kuadrat minimum, yang dapat memberikan penyimpangan
minimum atas data penduduk masa lampau dibandingkan metoda Bunga Berganda. Perumusan
metoda Regresi Linier adalah sebagai berikut:
Pt+x = a + b (X)
Keterangan:
Pt+x = Penduduk pada tahun t+
X = tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
a, b = tetapan yang diperoleh dari rumus berikut;
P X2 - X PX a = N X2 - ( X)2
N PX - X P b = N X2 - ( X)2
C. Model dan Analisis Intensitas Penggunaan Lahan
Model ini digunakan menilai tingkat intensitas penggunaan lahan dari setiap kegiatan
permukiman pada seluruh kawasan perencanaan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan:
IPL = Intensitas Penggunaan Lahan
KLB = Koefisien Lantai Bangunan
D. Metoda Analisis Perkiraan Kebutuhan Sarana
Beberapa model standar yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana
mengacu kepada Pedoman standar lingkungan permukiman kota (DPMB, DPU) dan Pedoman standar
pembangunan perumahan sederhana (DPMB, DPU). Berikut akan dijelaskan tentang standar-standar
dalam perencanaan sarana dan prasarana suatu perkotaan yatu standar Departemen Pekerjaan
Umum.
1. Sarana Pendidikan
I-7
[RENCANA]
Standar sarana pendidikan Departemen PU dari mulai Taman Kanak-Kanak hingga pada tingkat
SLTA, lihat Tabel 1.1.
Tabel 1. 1Standar Perencanaan Untuk Sarana Pendidikan
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jenis
Sarana
Luas Tiap Unit
(M2)
1.000
1.600
4.800
4.800
Taman Kanak-Kanak
Sekolah Dasar
SLTP
SLTA
1.200
3.600
2.700
2.700
Catatan :
Angka-angka standar dikalikan dengan suatu koefesien sesuai dengan
kepadatan yang direncanakan sebagai berikut :
> 500 jiwa/ha dikalikan dengan 0,75
250 – 500 jiwa/ha dikalikan dengan 1,00
100 – 250 jiwa/ha dikalikan dengan 1,50
< 100 jiwa/ha dikalikan dengan 2,00
2. Sarana Kesehatan
Standar fasilitas kesehatan Departemen PU meliputi balai pengobatan, praktek dokter, apotik,
BKIA dan RS bersalin, puskesmas, dan RS Wilayah. Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1. 2 Standar Perencanaan Untuk Sarana Kesehatan
Jumlah Penduduk
Pendukung (Jiwa)
Jenis
Sarana
Luas Tiap Unit
(M2)
3.000
5.000
10.000
10.000
30.000
120.000
240.000
Balai Pengobatan
Praktek Dokter
Apotek
BKIA & RS Bersalin
Puskesmas & BP
Puskesmas & BP
RS Wilayah
300
-
350
1.600
1.200
2.400
86.400
3. Sarana Peribadatan
Kebutuhan sarana peribadatan yang diukur oleh Dept. PU yang terdiri dari langgar mesjid
lingkungan, mesjid, dan mesjid kota. Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.3
Tabel 1. 3 Standar Perencanaan Untuk Sarana Peribadatan
Jumlah Penduduk
Pendukung
(Jiwa)
Jenis
Sarana
Luas Tiap Unit
(M2)
2.500
30.000
120000
1.000.000
Langgar
Mesjid Lingkungan
Mesjid
Mesjid Kota
300
1.750
4.000
Catatan :
Angka-angka standar dikalikan dengan suatu koefesien sesuai dengan kepadatan
yang direncanakan sebagai berikut :
> 500 jiwa/ha dikalikan dengan 0,75
250 – 500 jiwa/ha dikalikan dengan 1,00
100 – 250 jiwa/ha dikalikan dengan 1,50
< 100 jiwa/ha dikalikan dengan 2,00
4. Sarana Olahraga / Rekreasi
Sarana olahraga standar Dept. PU meliputi balai pertemuan, gedung bioskop, gedung serbaguna,
gedung kesenian, perpustakaan, tempat bermain, dan lapangan olahraga. Jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 1.4
Tabel 1. 4 Standar Perencanaan Untuk Sarana Olahraga / Rekreasi
Jumlah Penduduk
Pendukung (Jiwa)Jenis Sarana Kota
Luas Tiap
Unit (M2)
2.500
30.000
30.000
120.000
480.000
480.000
480.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
250
2.500
30.000
120.000
490.000
Balai Pertemuan
Gedung Bioskop
Gedung Serbaguna
Gedung Serbaguna
Gedung Sebaguna
Gedung Kesenian
Perpustakaan
Gedung Bioskop
Gedung Kesenian
GSG / Gel. Remaja
Taman Bermain
Tempat Bermain
Tempat Bermain/Lap. OR
Lapangan Olahraga
Tempat Bermain
Tempat Rekreasi
300
2.000
1.000
3.000
3.000
2.000
2.000
1.000
3.000
3.000
3.000
250
1.250
9.000
24.000
124.000
Catatan :
Angka-angka standar dikalikan dengan suatu koefesien sesuai dengan kepadatan yang
direncanakan sebagai berikut :
> 500 jiwa/ha dikalikan dengan 0,75
250 – 500 jiwa/ha dikalikan dengan 1,00
100 – 250 jiwa/ha dikalikan dengan 1,50
< 100 jiwa/ha dikalikan dengan 2,00
5. Sarana Lainnya
Sarana lainnya terdiri dari sarana perdagangan, pelayanan umum, perumahan, pemakaman, dan
sarana transportasi (terminal). Sarana perdagangan menurut standar Dept. PU untuk sarana
perdagangan terdiri dari warung, pertokoan, pusat belanja lingkungan, pusat perbelanjaan, pusat
belanja dan niaga. Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1. 5 Standar-Standar Perencanaan Untuk Sarana Lainnya
I-8
[RENCANA]
Jumlah Penduduk
Pendukung
(Jiwa)
Jenis Sarana Luas Tiap Unit
(M2)
250
2.500
30.000
120.000
480.000
-
-
30.000
30.000
120.000
120.000
120.000
120.000
Asumsi 1 KK = 5 jiwa / rumah
30.000
A. Perdagangan
Warung
Pertokoan
Pusat Belanja
Lingkungan
Pusat Perbelanjaan
Pusat Belanja /
Niaga
B. Pelayanan Umum
Kantor Kelurahan
Kantor Kecamatan
Pos Polisi
Kantor Pos
Pembantu
Kantor Pos Cabang
Kantor Polisi
Kantor Telepon
Pamadam
Kebakaran
C. Perumahan
D. Pemakaman
E. Terminal
100
1.200
13.500
36.000
96.000
500
1.000
200
100
500
300
300
300
90
3,75 / penduduk
2.000 m2
Sumber : Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota, Ditjen Cipta Karya
E. Metoda Analisis Perkiraan Kebutuhan Prasarana
1. Air Bersih
Kebutuhan air bersih dianalisis berdasarkan pertimbanga:
Kependudukan. Dalam hal ini tidak hanya Jumlah yang ada saat ini tetapi Juga
memperhitungkan jumlah penduduk pada akhir perencanaan. Namun demikian, tidak hanya
Jumlah penduduknya saja, tetapi juga kepadatan dan sebaran. Kepadatan akan memberi
indikasi apakah diperlukan sistem perpipaan atau tidak. Sementara sebaran menentukan
sistem jaringan maupun sistem distribusinya.
Target pelayanan yaitu perbandingan antara pelayanan air bersih yang diperhitungkan
berdasarkan penduduk yang akan mendapatkan layanan terhadap Jumlah penduduk
keseluruhan. Target pelayanan dalam hal ini tergantung kemampuan masing-masing kola
dari sisi sumber dayanya (pada tahun 2000 pemerintah menganjurkan 80% penduduk
terlayani untuk daerah perkotaan). Dalam hal target pelayanan air bersih ini tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga untuk fasilitas perkotaan lainnya.
Jenis pelayanan dan satuan kebutuhan air untuk : domestik, fasilitas sosial, dan kebuluhan
khusus.
Karakteristik kebutuhan air yang menggambarkan variasi kebutuhan harian yaitu kebutuhan
rata-rata dan kebutuhan puncak.
Jumlah air yang hilang dalam sistem.
Tabel 1. 6 Kriteria Pemakaian Air Bersih (Sistem Perpipaan)
No ParameterKota
Metro Besar Sedang Kecil
1. Kebutuhan Domestik (lt/hari/orang)
A. Sambungan Rumah (SR) 190 170 150 130
B. Kran umum (KU) 30 30 30 30
2. Kebutuhan Non Domestik
A. Industri (lt/hari/org)
a. Berat 43.200 - 86400 = 0,50 - 1,00 (lt/detik/ha)
b. Sedang 21.600 - 43.200 = 0,25 -0,50 (lt/detik/ha)
c. Ringan 12.960 - 21.600 = 0,15 - 0,25 (lt/detik/ha)
B. Komersial (lt/hari/org)
a. Pasar 8.640 - 86.400 = 0,1 - 1,00 (lt/detik/ha)
C. Hotel (lt/hari/org)
a. Lokal 400
b. Internasional 1.000
D. Sosial dan Instansi
a. Universitas (lt/hari/siswa) 20
b. Sekolah (lt/hari/siswa) 15
c. Mesjid (lt/hari/unit) 1.000-2.000
d. Rumah Sakit (lt/hari/kamar) 400
e. Puskesmas (lt/hari/unit) 1.000 - 2.000
f. Kantor (lt/hari/unit) 864 = 0,01 (lt/detik/unit)
g. Militer (lt/hari/ha) 10.000 = 10 (lm/hari/ha))
3. Kebutuhan hari maksimum (lt/hari) Kebutuhan rata-rata x 1,15 - 1,20 (faktor jam
maks)4. Kebutuhan jam puncak (lt/hari) Kebutuhan rata-rata x faktor jam puncak (165%
- 200%)5. Kebutuhan hari rata-rata Kebutuhan Domestik + Non Domestik
6. Kehilangan air (lt/hari)
A. Kota Metro dan Besar 25 % dari kebutuhan hari rata-rata
B. Kota Sedang dan Kecil 30 % dari kebutuhan hari rata-rata
7. Total Kebutuhan Air Bersih (liter/hari) Kebutuhan rata-rata + kehilangan air
Sumber : Pedoman Perencanaan Air Bersih, Dept. Cipta Karya
Keterangan :
Kota Besar & Metro : > 1 juta jiwa penduduk
Kota Sedang : 100.000 - 1 juta jiwa
Kota Kecil :25.000 - 100.000 jiwa
Desa :< 25.000 jiwa
2. Drainase
Kebutuhan sistem penanganan genangan air hujan ('drainase') suatu daerah kawasan/kota
dianalisis berdasarkan pertimbangan:
Curah hujan rencana yang akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan rencana
kapasitas sistem drainase.
Keadaan penggunaan lahan yang ikut menentukan besamya koefisien limpasan permukaan
yaitu porsi air yang melimpas lewat permukaan tanah yang akan ditampung di dalam
rencana saluran drainase.
I-9
[RENCANA]
Luas area pembebanan yang akan menentukan volume curah hujan yang ditampung pada
daerah pembebanan bersangkutan dan untuk selanjutnya akan dialirkan menuju ke saluran
drainase yang direncanakan.
Jenis-Jenis kegiatan dan lipologi kota. Semakin sibuk dan tinggi ukuran kawasan/kota maka
tingkat resiko terjadinya genangan juga semakin tinggi.
Kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk ini berkait dengan kepadatan bangunan dan
fasilitas yang akan mengubah keadaan aliran permukaan. Data penduduk yang diperlukan
meliputi jumlah penduduk. kepadatan, laju pertambahan dan sebaran.
Penyediaan prasarana drainase mempertimbangkan beberapa faktor sebagai penentu jenis
prasarana yang diperlukan sebagai berikut :
Keadaan topografi. Pada daerah dengan topografi dataran akan berbeda penanganan
drainasenya dengan perbukitan dalam hal sistem jaringan dan fasilltas pendukung seperti
perlu tidaknya pintu air reservoir banjir atau pompanya.
Keadaan fisik ruang kawasan/kota dan tata air.
Sistem yang digunakan.
Gambar 1. 2 Analisis dan Penanganan Drainase
3. Air Kotor/Sanitasi
Kebutuhan atau perkiraan kebutuhan prasarana pembuangan air kotor berkaitan dengan
beberapa komponen yakni :
Jenis pembuangan air kotor. Di perkotaan jenis ini dibagi atas limbah domestik dan limbah
industri.
Jenis layanan yang lerdiri dari layanan komersial dan layanan sosial. Layanan komersial
dibutuhkan unluk melayani daerah yang mencakup: permukiman, perkantoran, pendidikan,
perdagangan, dan industri. Layanan komersial ini diperhitungkan dengan restribusi untuk
pembuangan limbahnya. Sementara layanan sosial tidak memperhitungkan profit yang pada
umumnya sebagai bagian layanan kota bagi masyarakat miskin kota dan fasilitas-fasilitas
sosial seperti pendidikan dan perkantoran pemerintah. Debit yang dihasilkan sesuai dengan
volume limbah sesuai dengan fungsi kegiatan, walaupun volume tersebut masih berupa
perkiraan.
Indikator debit. Indikator perhitungan layanan jaringan ini adalah debit yang dihasilkan dan
kualitas limbahnya. Indikator debit berkait erat dengan pemeliharaan (usaha
penggelontoran). Sedangkan indikator kualitas limbah berkait dengan pengenceran air kotor
untuk dapat langsung dibuang atau diproses dulu.
Sistem yang digunakan yakni dengan jaringan riool kota atau setempat. Penggunaan sistem
jaringan riool kota memperhatikan kondisi: kepadatan bangunan tinggi, kemiringan tanah
cukup baik untuk aliran air, tersedia badan air bagi buangan akhir misal sungai,
memungkinkan penggunaan pengenceran limbah dengan saluran penggelontor dengan
debit yang cukup.
Pengadaan pelayanan pembuangan air kotor meliputi komponen:
Sistem jaringan yang perlu disediakan. Sistem ini bisa berupa terpusat (sistem jaringan riool
kota) dan jaringan tersebar (sistem peresapan terpusat). Komponen jaringan terpusat
memiliki komponen: house sewer, jaringan tersier, jaringan sekunder, dan jaringan primer.
Sementara komponen tersebar memiliki komponen; tangki septik, sumur peresapan atau
saringan pasir pada daerah dengan muka air dangkal.
Lingkup layanan jaringan dengan memperhatikan kondisi kota baik fisik (mis. kemiringan,
guna lahannya, jenis tanah) dan non fisik (mis. income perkapita, budaya).
Kapasitas layanan jaringan
I-10
HUJAN
TOPOGRAFI
TATA AIR
PENUTUPAN AIR LAHAN
UTILITAS KOTA/KAWASAN Perumahan Pusat Kegiatan Fasilitas
GENANGAN Lama Tinggi Luas
AKIBAT Kegiatan terganggu Kesehatan
masyarakat terganggu Fasilitas rusak
ANALISIS FREKUENSI
KURVA INTENSITAS - DURASI FREKUENSI
KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN
LUAS AREAL
SEBARAN HUJAN
TATA LETAK
DEBIT RENCANA
JARINGAN DRAINASE kuarter tersier sekunder primer
Permeabilitas baik
SUMUR/SALURAN RESAPAN
Tidak
Analisis Masalah Penanganan Masalah
[RENCANA]
Gambar 1. 3 Analisis Penentuan Pembuangan Air Kotor
Utilitas air limbah menurut analisa perkiraan limbah Dept. Cipta Karya terdiri dari :
Perhitungan timbulan air limbah
Jumlah air limbah domestik (Q a.1 dom) = (70%-80%) x air bersih domestik dan jumlah air
limbah non domestik (Q a.1 nondom) = (70%-80%) x air bersih non domestik.
Perhitungan kapasitas desain
- Onsite system (Septic Tank dan bidang resapan)
- Offsite system
Q rata-rata = Q domestik + Q non domestik
Q infiltrasi = 10% dari Q rata-rata = (0,1 lt/detik/ha)
Q puncak = Q rata-rata x faktor puncak (fp =2)
Q design = Q puncak + Q infiltrasi
Transportasi Lumpur Tinja
- Jumlah penduduk yang menggunakan septic tank
- Jumlah timbulan lumpur tinja = 40-50 lt/orang/tahun
- Kapasitas truk tinja yang digunakan = 2 m3, 4 m2, 6 m2
- Waktu operasi : 8 jam perhari dan 4 jam perhari
- Jarak jangkauan = 15 km
Proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah
- Penentuan daerah pelayanan
Tingkat kepadatan rendah : < 50 jiwa/ha
Tingkat kepadatan sedang : 50-300 jiwa/ha
Tingkat kepadatan tinggi : > 300 jiwa/ha
- Penentuan sarana yang dibutuhkan
Di daerah kawasan yang menghasilkan beban pencemaran lebih kecil dari daya dukung
lahan maka digunakan Onsite sistem, misal MCK untuk penghasilan rendah dan septic
tank + sumur resapan untuk tempat umum serta instalasi pengolahan lumpur tinja.
- Di daerah atau kawasan yang menghasilkan beban pencemaran lebih
besar dari daya dukung lahan maka digunakan offsite sistem dan instalasi air limbah
(IPAL).
Lebih jelasnya mengenai standar pelayanan air limbah dapat dilihat pada tabel 1.8.
Tabel 1. 7 Standar Pelayanan Air Limbah
NoKategori
Wilayah
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Target Pelayanan (%)
Onsite
sistem
Offsite sistem
Sewer Interseptor Total
1. Kota besar
dan Metro
> 1 juta 50 10 15 25
2. Kota sedang 100.000 - 1 juta 60 5 10 15
3. Kota kecil 25.000 - 100.000 70 - - -
4. Desa < 25.000 80 - - -
Sumber : Pedoman Perencanaan Air Bersih, Dept. Cipta Karya
4. Listrik
Pada dasamya pelayanan atau pengadaan prasarana listrik masih dipengaruhi oleh kebutuhan
konsumen. Kebutuhan konsumen tidak hanya pada pemenuhan sambungan tetapi juga
penambahan daya.
Dalam analisis kapasitas dalam arti supply listrik khususnya dari PLN masih berdasarkan pada
kecenderungan permintaan perkiraan besar dan distribusi konsumen. Supply ini tergantung
pada sumber tenaga listrik yang ada. Dari berbagai sumber bisa dibuat sistem tertutup dan
terpadu. Artinya banyaknya alternatif sumber dan bisa dikoneksikan. Masalah akan timbul bila
kebutuhan daya listrik tidak bisa diimbangi dengan supply daya listrik.
I-11
AIR LIMBAH
Kepadatan
Penduduk <100
Jiwa/Ha
Permeabilita
s Tanah Baik ?
Kedalaman Air
Tanah > 4m
Kepadatan
Penduduk <300
Jiwa/Ha
Septic tankdan an
aerobik up flow
Septic tank
dan saluran resapan
Septic tankdan small
bore sewer & treatment
plan
Sewer &
Treatment Plan
Septic tankdan sumur
saluran resapan
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
[RENCANA]
Utilitas listrik menurut kebutuhan berdasarkan Dept. Cipta Karya terdiri dari :
Perencanaan listrik :
- Perencanaan di perkotaan (20 tahun)
- Perkembangan pemakaian listrik < 8 % / tahun
- Kepadatan daerah pelayanan (1km) : < 100 KVA = 100.000 watt
Karakteristik konsumen berdasarkan :
- Pola permukiman
- Kelompok konsumen
Pemakaian produktif
Untuk menaikkan konsumsi sebesar 6 % pertahun maka daya tambahan disiapkan pada
tahun ke-3 dengan kehilangan daya maksimal 15 %.
5. Telepon
Kebutuhan prasarana telepon dapal dilihat dari: (a) arah perkembangan kota, (b) jenis dan
volume kegiatan yang dilayani, dan (c) distribusi spasialnya. Sedangkan supply jaringan telepon
masih terlihat monopolistic yakni dari telkom walaupun sekarang dengan adanya sarana-
prasarana telepon non jaringan (mobile-phone atau dikenal dengan handphone) tidak
merupakan masalah yang amat dirisaukan (mobile-phone akan bermasalah bila area
layanannya tidak lerpenuhi). Sehingga mekanisme pasar (supply and demand mechanism) tidak
lagi mempengaruhi manajemen kota secara langsung.
Utilitas telepon menurut kebutuhan berdasarkan Dept. Cipta Karya adalah diasumsikan bahwa
30 % dari jumlah rumah yang ada pada tahun perencanaan membutuhkan telepon.
6. Persampahan
Kebutuhan prasarana pengelolaan persampahan yang perlu diperhitungkan adatah: (a) sumber
sampah, (b) jenis dan volume sampan. Sumber sampan dalam lingkup area perkotaan dapat
dikategorikan menjadi sepuluh sumber yakni: permukiman, perdagangan atau area komersial,
pasar (khususnya pasar tradisional), industri, kesehatan (khususnya yang berskala besar
seperti rumah sakit), pendidikan (termasuk kampus), perkantoran (khususnya perkantoran skala
besar - misal kompiek pemda), fasilitas umum (area parkir, lapangan), jalan dan selokan, dan
taman kota.
Jenis sampah berdasar sumber dapat disebutkan di bawah ini.
Jenis sampah permukiman: biasanya dari sampah domestik dan pekarangan terdiri dari sisa-
sisa makanan, sayuran, buah-buahan, daun bekas bungkus, daun kering yang jatuh dari
pohon, kertas dan plastik bekas bungkus.
Jenis sampah perdagangan atau area komersial: terdiri dari bungkus-bungkus barang
(kardus), kertas-kertas, plastik, buah-buahan busuk, kaleng, kulit dan biji buah-buahan
(khususnya supermarket).
Jenis sampah pasar: terdiri dari sisa-sisa sayuran, buahan-buahan, daun, kertas
pembungkus, koran, tulang-tulang, kotoran hewan, bulu hewan, kulit dan biji buahan, sampah
organik.
Jenis sampah industri; terdiri dari sisa-sisa proses pabrik, ampas dipengolahan bahan baku.
Biasanya menonjol jumlahnya dan hanya salah satu jenis saja. Macam dan jenisnya
tergantung pada Jenis dan proses industrinya.
Jenis sampah kesehatan: lerdiri dari bahan-bahan bekas pakai alat-alat medik, jarum suntik,
botol-botol plastik, kapas, pembalut, botol-botol kaca, kertas, plastik.
Jenis sampah perkantoran dan pendidikan; terdiri dari kertas-kertas bekas, plastik,
pembungkus/kardus, botol-botol tinta.
Jenis sampah dari fasilitas umum/parkir, jalan, dan selokan; terdiri dari kertas-kertas
pembungkus makanan, kaleng-kaleng bekas, koran bekas, plastik.
Jenis sampah taman kota: biasanya adalah hasil dari penebangan pohon, daun-daun dan
dahan kering, plastik, kertas.
Pengadaan prasarana pengelolaan sampah dapat dilihai secara umum dengan: (a) cara
komunal yang dikelola dengan sistem armada sampah; dan (b) cara setempat. Cara komunal
pada umumnya melalui enam tahap pola pembersihan yaitu: pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pengelotaan, dan pembuangan akhir. Sedangkan cara setempat
hanya ada dua pola pewadahan dan pengelolaan.
Saat ini pengelolaan sampah direkomendasikan menggunakan konsep Pendekatan 3R
(Reduce, Reuse, Recycle). Konsep pendekatan ini sudah merupakan konsensus internasional.
Program pengolahan sampah dengan mengurangi atau minimasi sampah dapat dilakukan pada
setiap tahapan sistem pengelolaan sampah yaitu pengumpulan, pengangkutan dan sistem
pembuangan sampah. Walaupun begitu idealnya program pengurangan sampah sebaiknya
dimulai sejak awal dari sumbernya, yaitu sejak pewadahan, yang berarti berhubungan langsung
dengan peran serta masyarakat sebagai penghasil sampah.
Tabel 1. 8 Standar Volume Sampah Berdasarkan Sumbernya
No Sumber Sampah Standar Yang Digunakan
1. Perumahan 2-4 lt/orang/hari
2. Perdagangan modern (skala menengah - besar)0,5-2 lt/m2/hr atau 2,5-3
lt/org/hr
3. Industri dan rumah sakit 0,5 - 2 lt/org/hr
4. Pendidikan (TK, SD, SLTP, SLTA, PT) 0,5 - 2 lt/org/hr
5. Peribadatan 0,2 - 2 lt/org/hr
6. Perkantoran (Kompleks perkantoran) 0,5 - 2 lt/pegawai/hr
7. Fasilitas umum lainnya 0,5 - 1 lt/org/hr
8. Sapuan jalan dan selokan 0,2 - 0,5/m/hr
9. Taman kota 0,2 - 0,5/m2/hr
10. Pasar tradisional/rakyat 0,2 - 0,6 lt/org/hr
I-12
[RENCANA]
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
1.5.2 Metoda Penyusunan Peraturan Zonasi
A. Tahap kegiatan penyusunan peraturan zonasi :
1. Review studi/peraturan yang sudah ada dan terkait dengan Zoning
Regulation, terutama keefektifan atau dampak dari peraturan-peraturan Pemerintah Kota mengenai
pemanfaatan lahan, bangunan, dan prasarana lingkungan/infrastruktur. Di dalam kegiatan ini juga
ditinjau peraturan yang tumpang tindih atau bertentangan. Peraturan-peraturan yang efektif akan
diakomodasikan ke dalam Aturan Pola Pemanfaatan Ruang sebaliknya peraturan yang berdampak
negatif sebaiknya diubah.
2. Pengklasifikasikan kembali kawasan, zona, serta penggunaan lahan
dan bangunan sesuai dengan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang yang akan disusun. Di sini juga
dianalisis perlunya tambahan klasifikasi kawasan, dan kawasan lainnya yang memerlukan
penanganan khusus, misalnya untuk bangunan bersejarah.
3. Identifikasi penggunaan lahan dan bangunan yang akan muncul secara
signifikan pada suatu zona atau pada suatu jalan dengan klasifikasi tertentu, mengingat bahwa
kota dan masyarakat di dalamnya tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat diidentifikasi
nerdasarkan trend pengalihan penggunaan bangunan pada suatu zona atau jalan tertentu, serta
berdasarkan referensi Zoning Regulation.
4. Identifikasi peraturan yang diperlukan bagi masing-masing kawasan
dan zona, meliputi pengaturan penggunaan lahan/bangunan yang diperkenankan dan pengaturan
teknis, yang merupakan draft dari Aturan Pola Pemanfaatan Ruang
B. Komponen Pengendalian
a. Zonasi
Pengertian
Klasifikasi zonasi adalah jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian teoritis,
kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah yang disusun
Peraturan Zonasinya.
Tujuan
Tujuan penyusunan klasifikasi zonasi adalah untuk :
Menetapkan zonasi yang akan dikembangkan pada suatu bagian wilayah/kawasan;
Menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat gangguannya.
Ketentuan Peruntukan Ruang
Rencana pengembangan blok dan sub blok kawasan perencanaan akan ditentukan oleh
klasifikasi kegiatannya, yang dapat dipisahkan dalam 3 (tiga) kawasan yaitu :
Peruntukan lahan dasar
Peruntukan lahan spesifik
Peruntukan lahan teknis
Peruntukan lahan dasar merupakan pokok kegiatan permukiman yang melandasi aturan
pemanfaatan lahan. Sedangkan peruntukan lahan spesifik adalah kegiatan yang
menunjukan penggunaan ruang yang diperbolehkan dalam pemanfaatan lahannya.
Aturan teknis yang menunjukkan dimensi serta pola dari kegiatan spesifik diatur dalam
pedoman teknis pemanfaatan antar ruang.
Selanjutnya pengaturan blok dan sub blok perencanaan dengan memberlakuan aturan
dasar yang meliputi aturan wajib, aturan anjuran utama dan aturan anjuran, dalam konsep
penataan kawasan, serta mempermudah dalam pengontrolan implementasi atas aturan
dasar tersebut.
Aturan wajib
Merupakan aturan yang disusun atas peraturan peruntukan ruang, penataan
bangunan serta lingkungan dalam blok perencanaan secara mengikat sesuai dengan
fungsi dan peran ruang yang telah ditetapkan. Aturan ini bersifat mengikat dan wajib
ditaati/diikuti.
Aturan wajib meliputi :
Peruntukan ruang
Intensitas ruang
Kepadatan penduduk
Pemecahan blok dan sub blok
Kebutuhan sarana dan prasarana kawasan
Kualitas lingkungan
Aturan Anjuran
Merupakan aturan yang disusun untuk melengkapi aturan wajib yang telah disepakati
bersama pemegang hak atas tanah, dan pihak regulasi sehingga dapat ditaati atau
diikuti. Aturan ini meliputi :
Kualitas lingkungan
Arahan bentuk, dimensi, gubahan dan perletakan dari suatu bangunan atau
komposisi bangunan
Sirkulasi kendaraan
Sirkulasi pejalan kaki
Pedestrian dan Pedagang Kaki Lima
Ruang terbuka hijau dengan fasilitas dan tidak berfasilitas
Utilitas bangunan dan lingkungan
Wajah Arsitektur
Aturan Khusus
I-13
[RENCANA]
Aturan khusus diberlakukan sebagai aturan tambahan pada kawasan yang
memerlukan penanganan khusus.
Kode Zonasi
Ketentuan penamaan kode zonasi adalah sebagai berikut :
Setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang dimaksud.
Nama kode zonasi dapat disesuaikan dengan RTRW yang berlaku di daerah
masing-masing.
Nama kode zonasi diupayakan bersifat umum, yaitu mewakili karakter/sifat dari
zona yang bersangkutan.
Nomor Blok
Untuk memberikan kemudahan referensi (georeference), maka blok peruntukan
perlu diberi nomor blok. Untuk memudahkan penomoran blok dan
mengintegrasikannya dengan daerah administrasi, maka nomor blok peruntukan
dapat didasarkan pada kode pos (berdasarkan kelurahan/desa) atau kode batas
wilayah administrasi yang telah ada diikuti dengan 2 atau 3 digit nomor blok.
Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut dipecah menjadi beberapa
subblok.
Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Definisi
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada
suatu zona.
Klasifikasi Kegiatan
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi penggunaan lahan
dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
“I” = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted)
"T" = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted)
"B" = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C,conditional)
"-" = Pemanfaatan yang tidak diijinkan (not permitted)
Penjelasan klasifikasi:
" |" = Pemanfaatan diizinkan
Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini
berarti tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari
pemerintah kabupaten terhadap pemanfaatan tersebut.
“ T " = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas
Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum,
pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di
wilayah kabupaten/ yang bersangkutan.
"B" = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat
Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di
sekitarnya (menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL.
“-" = Pemanfaatan yang tidak diijinkan
Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan
dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya.
Penyusunan Peta Zonasi
Definisi
Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang
telah didelineasikan sebelumnya dengan skala 1:5000 dan atau yang setara
dengan RDTRK.
Subblok peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam satu blok peruntukan
berdasarkan perbedaan fungsi yang akan dikenakan.
Pertimbangan
Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/subblok yang dibuat
berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat didasarkan pada :
Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan:
Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada (eksisting);
Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW;
Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan;
Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan;
Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu;
Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum;
Menetapkan batas intensitas bangunan / bangun- bangunan
maksimum/minimum;
Mengembangkan jenis kegiatan tertentu;
Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan;
Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung
prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia;
Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (KKOP, pelabuhan,
terminal, dll);
Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi.
Subblok Peruntukan
I-14
[RENCANA]
Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa kode zonasi, maka
blok peruntukan tersebut dapat dipecah menjadi beberapa subblok peruntukan.
Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan :
Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan.
Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau batas persil.
Orientasi Bangunan.
Lapis bangunan.
Penomoran Sub Blok
Subblok peruntukan diberi nomor blok dengan memberikan tambahan huruf (a,b,
dan seterusnya) pada kode blok.
b. Aturan Insentif dan Disinsentif
Dasar pertimbangan
Pergeseran tatanan ruang yang terjadi tidak menyebabkan dampak yang merugikan
bagi pembangunan;
Pada hakekatnya tidak boleh mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara,
dimana masyarakat mempunyai hak dan dan martabat yang sama untuk memperoleh
dan mempertahankan hidupnya;
Tetap memperhatikan partisipasi masyarakat di dalam proses pemanfaatan ruang
untuk pembangunan oleh masyarakat.
Kriteria Pengenaan
Insentif:
Mendorong/merangsang pembangunan yang sejalan dengan rencana tata ruang;
Mendorong pembangunan yang memberikan manfaat yang besar kepada
masyarakat;
Mendorong partisipasi masyarakat dan pengembang dalam pelaksanaan
pembangunan;
Disinsentif:
Menghambat/membatasi pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
Menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat di sekitarnya.
Jenis dan Kategori Pengenaan
Pengenaan insentif dan disinsentif dapat dikelompokkan berdasarkan :
Perangkat/mekanismenya, misalnya regulasi, keuangan dan kepemilikan;
Obyek pengenaannya, misalnya guna lahan, pelayanan umum dan prasarana.
Contoh bentuk-bentuk Insentif
Alternatif bentuk insentif yang dapat diberikan antara lain:
Kemudahan izin;
Penghargaan;
Keringanan pajak
kompensasi
imbalan
pola pengelolaan
subsidi prasarana
bonus / insentif
TDR (transfer of development right / pengalihan hak membangun)
ketentuan teknis lainnya.
Contoh bentuk-bentuk disinsentif
Alternatif bentuk disinsentif yang dapat diberikan antara lain:
Perpanjang prosedur;
Perketat/tambah syarat;
Pajak tinggi;
Retribusi tinggi;
Denda / charge
Pembatasan prasarana dan lain –lain
2) Perijinan dalam Pemanfaatan Ruang
Prinsip penerapan ijin:
a. Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang kecuali dengan
ijin.
b. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon ijin dari pemerintah setempat yang akan
memeriksa kesesuaiannya dengan rencana, serta standar administrasi legal.
c. Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang kecuali dengan
ijin.
d. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon ijin dari pemerintah setempat yang akan
memeriksa kesesuaiannya dengan rencana, serta standar administrasi legal.
Tujuan penerapan ijin:
a. Melindungi kepentingan umum (public interest);
b. Menghindari eksternalitas negatif, dan;
c. Menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar dan kualitas minimum yang
ditetapkan.
Kewenangan:
a. Sebagian besar ijin menjadi kewenangan daerah;
b. Pelaksanaan kegiatan dan pembangunan wajib memiliki ijin;
I-15
[RENCANA]
c. Pemberi ijin wajib mengawasi dan menertibkan penyimpangan pelaksanaannya;
d. Penerima ijin wajib melaksanakan ketentuan dalam perijinan.
Jenis-jenis Perijinan dan Mekanisme
a. Ijin kegiatan (sektoral)
Persetujuan pengembangan aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan bahwa aktivitas
budidaya yang akan mendominasi kawasan memang sesuai atau masih dibutuhkan atau
merupakan bidang yang terbuka di wilayah tempat kawasan itu terletak. Ijin ini diterbitkan
instansi pembina/pengelola sektor terkait dengan kegiatan dominan tadi. Tingkatan instansi
ditetapkan sesuai aturan di departemen/lembaga terkait.
b. Ijin Prinsip
Persetujuan pendahuluan yang dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis
permohonan ijin Lokasi. Bagi perusahaan PMDN/PMA, surat persetujuan penanaman modal
(SPPM) untuk PMDN dari Meninves/Ketua BKPM atau surat pemberitahuan persetujuan
Presiden untuk PMA, digunakan sebagai Ijin Prinsip.
c. Ijin Tetap
Persetujuan akhir setelah Ijin Lokasi diperoleh. Ijin lokasi menjadi persyaratan, mengingat
sebelum memberikan persetujuan final tentang pengembangan kegiatan budidaya, lokasi
kawasan yang dimohon bagi pengembangan aktivitas tersebut juga telah sesuai dan malah
tingkat perolehan tanahnya telah memperoleh kemajuan berarti (misalnya untuk kawasan
industri 60 %, sebelum PAKTO 1993). Selain itu kelayakan pengembangan kegiatan dari
segi lingkungan hidup harus telah diketahui melalui hasil studi AMDAL. Dengan diperoleh ijin
Tetap bagi kawasan budidaya, selanjutnya tiap jenis usaha rinci yang akan mengisi
kawasan secara individual perlu memperoleh Ijin Usaha sesuai karakteristik tiap kegiatan
usaha rinci. SIPD (Surat Ijin Penambangan Daerah) dan SIPA (Surat Ijin Pengambilan Air)
dapat dikelompokkan dalam kategori Ijin Usaha selain yang sudah dikenal (SIUP, SIUPP,
dll).
d. Ijin Pertanahan
Ijin Lokasi
Persetujuan lokasi bagi pengembangan aktivitas/sarana/ prasarana yang
menyatakan kawasan yang dimohon pihak pelaksana pembangunan atau pemohon
sesuai untuk dimanfaatkan bagi aktivitas dominan yang telah memperoleh Ijin Prinsip. Ijin
Lokasi akan dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan perolehan tanah melalui
pengadaan tertentu dan dasar bagi pengurusan hak atas tanah. Acuan dari Ijin Lokasi ini
antara lain adalah:
Sesuaian lokasi bagi pembukaan/pengembangan aktivitas dilihat dari:
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang;
Keadaaan pemanfaatan ruang eksisting.
Bagi lokasi di kawasan tertentu, suatu kajian khusus mengenai dampak
lingkungan pengembangan aktivitas budidaya dominan terhadap kualitas ruang
yang ada, hendaknya menjadi pertimbangan dini. Persyaratan tambahan yang
dibutuhkan, adalah:
Surat Persetujuan Prinsip;
Surat Pernyataan Kesanggupan akan memberi ganti rugi atau penyediaan tempat
penampungan bagi Pemilik yang berhak atas tanah yang dimohon.
Hak atas tanah
Walaupun sebenarnya bukan merupakan perijinan namun dapat dianggap sebagai
persetujuan kepada pihak pelaksana pembangunan untuk mengembangkan kegiatan
budidaya di atas lahan yang telah diperoleh. Macam hak yang diperoleh sesuai dengan
sifat pihak pelaksana dan sifat kegiatan budidaya dominan yang akan dikembangkan.
Pada tingkat kawasan, hak yang diberikan umumnya bersifat kolektif (misalnya dikenal
HGB Induk). Tergantung sifat aktivitas budidayanya, hak kepemilikan individual dapat
dikembangkan dari hak kolektif.
e. Ijin perencanaan dan bangunan
Ijin Peruntukkan Penggunaan Tanah
Ijin Perencanaan dan/atau rekomendasi perencanaan bagi penggunaa tanah yang
didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) dan/atau Rencana Teknik Ruang Kabupaten (RTRK). Ijin Peruntukkan
Penggunaan Tanah terdiri atas:
Ijin perencanaan
Ijin Penggunaan Tanah untuk keperluan mendirikan bangunan atau bangunbangunan
(tower dan reklame) dan site plan dengan kewenangan pengendalian Rencana Detail
Tata Ruang Kabupaten melalui tindakan korektif/penerapan sanksi. Ijin pemanfaatan
ruang yang sebenarnya karena ijin lokasi menyatakan kesesuaian lokasi bagi
pengembangan aktivitas budidaya dominan. Ijin Perencanaan menyatakan
persetujuan terhadap aktivitas budidaya rinci yang akan dikembangkan dalam
kawasan. Pengenalan aktivitas budidaya rinci dilakukan melalui penelaahan Rencana
Tata Ruang (RTR) Rinci Kawasan internal. Kelengkapan sarana dan prasarana yang
akan mendukung aktivitas budidaya rinci dan ketepatan pola alokasi pemanfaatan
ruangnya dalam internal kawasan atau sub kawasan menjadi perhatian utama.
Rekomendasi Perencanaan
Rekomendasi penggunaan tanah/lahan yang didasarkan pada Rencana Detail Tata
Ruang Kabupaten untuk keperluan pelayanan informasi rencana daerah.
I-16
[RENCANA]
Ijin Lingkungan
Ijin Lingkungan pada dasarnya merupakan persetujuan yang menyatakan aktivitas
budidaya rinci yang terdapat dalam kawasan yang dimohon ‘layak’ dari segi lingkungan
hidup. Dikenal dua macam Ijin Lingkungan seperti dijelaskan pada bagian berikut:
1. Ijin HO
Ijin HO/Undang-undang Gangguan, terutama untuk kegiatan usaha yang tidak
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup (bukan obyek AMDAL). Ijin ini
diterbitkan Walikota melalui Sekwilkot.
2. Persetujuan RKL dan RPL
Persetujuan RKL dan RPL, untuk kawasan yang sifat kegiatan budidaya rinci yang
berada di dalamnya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berdampak
penting terhadap lingkungan hidup. Acuan yang digunakan dengan demikian adalah
dokumen AMDAL yang pada bagian akhirnya menjelaskan RKL (Rencana
Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemanfaatan Lingkungan), pada
tingkatan kegiatan budidaya rinci (jika dibutuhkan) dan pada tingkat kawasan.
Persetujuan RKL dan RPL diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup (Kawasan
terpadu), dan Menteri terkait atau Walikota tergantung karakteristik kawasan yang
dimohon setelah melalui komisi AMDAL terkait.
3) Pengendalian Pemanfaatan Ruang Melalui Pengawasan
a. Pengertian
Pengawasan merupakan upaya-upaya untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Obyek pengawasannya
adalah perubahan pemanfaatan ruang (kegiatan pembangunan fisik) yang terjadi, baik yang
sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana beserta besaran-besaran perubahannya.
b. Pelaporan
Upaya memberikan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang
sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Obyek pelaporan adalah
perubahan pemanfaatan ruang dalam persil/kawasaan dan tata ruang wilayah blok
peruntukan. Perubahan pemanfaatan ruang tingkat persil meliputi perubahan fungsi
kegiatan dan perubahan teknis bangunan yang ada di dalam persil. Akumulasi perubahan
persil merupakan perubahan blok peruntukan, sedangkan perubahan peruntukan
merupakan perubahan kawasan dan seterusnya menjadi perubahan wilayah yang lebih
luas. Hasil dari proses pelaporan ini berupa tipologi penyimpangan pemanfaatan ruang,
yaitu:
Besaran penyimpangan (luasan, panjang, lebar).
Bentuk dan jenis penyimpangan (fungsi, intensitas, atau teknis).
Arah penyimpangan atau pergeseran pemanfaatan ruang.
c. Pemantauan
Pemantauan dilakukan dengan cara pemeriksaaan yang melibatkan pelaku pelanggaran
(dengan memeriksa lebih jauh dokumen perijinan yang dimilikinya). Tahapan pelaksanaan
pemantauan adalah sebagai berikut;
Penyidikan lapangan, dilakukan setelah tahap kegiatan pelaporan yang kemudian
diperoleh indikasi penyimpangan pemanfaaatan ruang persil (baik lokasi maupun tipologi
penyimpangannya). Kemudian dibentuk tim penyidik yang terdiri atas beberapa dinas
terkait di daerah dan rencana kerja penyidikan penyimpangan pemanfaatan ruang ke
lapangan. Penyidikan ini dilakukan untuk memperoleh klarifikasi bukti pelanggaran yang
telah ada pada Tim Penyidik dengan yang ada pada penguasa lahan atau bangunan
untuk dilihat dan diketahui penyebab pelanggaran.
Pembahasan dan perumusan terbukti tidaknya secara teknis administrasif penyimpangan
atau pelanggaran yang telah diindikasikan sebelumnya. Tahap berikutnya adalah
mengklasifikasikan bentuk-bentuk pelanggaran, akibat pelanggaran dan
penanggungjawab pelanggaran pemanfaatan ruang.
Laporan dan pemberitahuan. Rumusan penyimpangan dan pelanggaran tersebut
kemudian disusun laporan dan pemberitahuan kepada berbagai pihak yang
berkepentingan.
Laporan hasil pemantauan diserahkan kepada kepala daerah untuk dievaluasi dan
dibahas untuk merumuskan bentuk-bentuk penertiban.
Laporan hasil pemantauan diserahkan kepada instansi terkait untuk mempersiapkan
kegiatan evaluasi terhadap pelanggaran dan penyimpangan pemanfaatan ruang
untuk mendukung penetapan penertiban yang perlu diambil.
Pemberitahuan hasil pemantauan kepada pelaku pelanggaran untuk mempersiapkan
pertanggungjawaban pelanggaran pemanfaaatan ruang yang telah dilakukan.
d. Kelembagaan dan Peran Masyarakat
Dalam rangka mewujudkan penataan ruang yang dapat mengakomodasi kebutuhan ruang
bagi masyarakat yang sesuai dengan kondisi, karakteristik dan daya dukung kawasan
kabupaten yang terus berkembang, maka proses penyusunan rencana tata ruang kawasan
perkotaan dan kawasan fungsional lain, harus bersifat partisipatif dan dinamis.
a. Kelembagaan
Lembaga formal pemerintah yang terlibat dalam penataan ruang adalah Pemerintah Daerah
dalam rangka pengaturan, pembinaan,pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, serta
koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah dan lintas
pemangku kepentingan. Pelaksanaan penyusunan RDTR Kabupaten dilaksanakan oleh
I-17
[RENCANA]
lembaga formal pemerintah kabupaten dibawah koordinasi BAPPEDA Kabupaten dan
didukung oleh dinas/instansi terkait.
Sebagai langkah langkah koordinasi dalam penanganan penataan ruang, pembinaan dan
pengembangan kebijakan tata ruang wilayah dan lintas sektor, sektor, koordinasi
diselenggarakan dalam suatu badan koordinasi daerah skala kabupaten seperti BKPRD
(Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) sebagai lembaga fungsional yang berfungsi:
Mengkoordinasikan pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten secara terpadu
sebagai dasar bagi penentuan perijinan dalam penataan kawasan kabupaten yang
dijabarkan dalam program pembangunan kawasan kabupaten.
Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah masalah yang timbul dalam
penyelenggaraan penataan ruang di kawasan kabupaten, dan memberikan arahan dan
pemecahannya.
Mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang undagan di bidang penataan ruang.
Memaduserasikan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 terntang Penataan Ruang dan
penyusunan peraturan pelaksanaannya dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Memaduserasikan penatagunaan tanah dan penatagunaan sumber daya lam lainnya
dengan Rencana Detail Tata Ruang.
Melakukan pemantauan (monitoring) tersebut untuk penyempurnaan rencana detail tata
ruang kabupaten.
Menyelenggaraan pembinaan penataan ruang kawasan Kabupaten dengan
mensinkronkan Recana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten serta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten.
Mengembangkan dan menetapkan prosedur pengelolaan tata ruang.
Membina kelembagaan dan sumber daya manusia penyelenggaraan penataan ruang.
Menyelenggarakan pembinaan dan standarisasi perpetaan tata ruang.
Dalam perencanaan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten BKTRD memiliki peran
penting dalam koordinasi penataan ruang lintas kawasan administrasi, atau lintas
kawasan perencanaan.
Penyusunan RDTR Kabupaten harus dapat menyeimbangkan peran antara pemerintah,
masyarakat atau pelaku kepentingan, atau kelembagaan lain yang merupakan bentuk
perwakilan masyarakat dalam proses penyusunan RDTR Kabupaten.
b. Peran Masyarakat
Manfaat
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan hak, kewajiban, dan
peranannya dalam proses peruntukan dan pembanguan ruang, sehingga tumbuh rasa
memiliki dan tanggungjawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya.
Meningkatkan hasil guna penataan dan pembangunan kawasan serta lingkungan,
karena adanya percayaan publik terhadap perencanaan tata ruang itu sendiri.
Dengan demikian, meningkatkan kepastian hukum dalam berinvestasi pada kawasan
perencanaan.
Prinsip Utama
Pemerintah Daerah melakukan sosialisasi perencanaan detail tata ruang, mulai dari
proses penyusunan maupun sampai pada pengeluaran produk rencana.
Pemerintah Daerah sebelum melakukan pengesahan produk rencana, terlebih dahulu
melakukan uji materi rencana melalui public hearing (dapat menggunakan media
tertentu), dengan tetap membuka kemungkinan adanya kritisi, perubahan sampai
pada penolakan.
Efisiensi dan efektfitas; keputusan harus diambil secara efisen dan efektif, dengan
mengedepankan kemampuan masyarakat, kepentingan umum, guna tercapainya
kesejahteraan masyarakat secara luas.
Produk rencana merupakan hasil dan kesepakan bersama, hasil dari dialog serta
negosiasi berbagai pihak yang terlibat ataupun yang pihak terkena dampak
perencanaan.
Produk rencana yang telah disepakati bersama tersebut, menjadi konsekuensi
bersama dan isi rencana mengikat melalui pengesahan Peraturan Pemerintah
Daerah.
Jika terjadi peruntukan
Pengaturan teknis yang tidak diatur dalam Perencanaan Detail Tata Ruang, harus
mengikuti kaidah teknis, lingkungan, dan tidak menimbulkan dampak penting yang
luas.
Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka bagi
publik.
Bentuk Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Penataan Ruang
Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan Penataan
Ruang.
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang dan
program pembangunan.
I-18
[RENCANA]
Bantuan teknik dan pengolahan dalam pemanfaatan ruang dan/atau
Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
Bentuk Peran Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala daerah, kecamatan dan kawasan,
termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan dimaksud dan/atau sumberdaya tanah, air, udara dan sumberdaya lainnya.
Memberikan masukan/laporan tentang masalah yang berkaitan
denganperubahan/penyimpanganpemanfaatan ruang dari peraturan yang telah
disepakati
Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan
ruang.
Mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang menangani
gugatan kepada pemilik, pengelola, dan/atau pengguna atas penyelenggaraan
peruntukan ruang, bangunan dalam kawasan dan lingkungannya.
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Peraturan Zonasi
Disesuaikan dengan jangka waktu pelaksanaan prosesnya sendiri:
Bersifat periodik, jangka menengah, dapat dibuat panitia khusus yang sifatnya ad-hoc
atau tidak permanen. Panitia khusus ini dibentuk melalui Surat Keputusan Walikota.
Bersifat sepanjang waktu atau sewaktu-waktu karena berbasis pada kasus-kasus
yang terjadi dapat dibentuk komite perencanaan yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi khusus di bidang perencanaan dan bersifat independen serta mempunyai
kewenangan legal formal untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan penataan ruang.
Pelayanan Minimal dalam Penyampaian Informasi Penataan Ruang
Standar pelayanan minimal bidang Penataan Ruang disusun berdasarkan kewenangan
wajib pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang harus diberikan kepada masyarakat. Disamping itu standar pelayanan
minimal harus memenuhi beberapa kriteria seperti berikut:
Melindungi hak-hak konstitusional perseorangan maupun masyarakat secara umum;
Melindungi kepentingan Nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus Nasional;
Memenuhi komitmen Nasional yang berkaitan dengan perjanjian dan konvensi
Nasional.
1. Penyusunan Klasifikasi Zona
3. Penetapan Batas Blok/Subblok Peruntukan
4. Penyusunan Aturan Teknis Zonasi
4.b. Intensitas Pemanfaatan Ruang
4.c. Tata Massa Bangunan
4.d. Prasarana
4e. Aturan Lain
4.f. Aturan Khusus
Jenis Aturan: - Preskriptif - Kinerja
Pendekatan: - Issue of Concerns - Scope of Isues
Peraturan Teknis Zonasi
9. Penyusunan Aturan Administrasi Zonasi
6. Penyusunan Aturan Pelaksanaan
7. Pilihan Teknik Pengaturan Zonasi
8. Penyusunan Peta Zonasi
10. Penyusunan Aturan Dampak
5. Penyusunan Standar
2. Penyusunan Daftar Kegiatan
4.a. Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Gambar 1. 4 Tahapan Penyusunan Peraturan Zonasi
I-19
[RENCANA]
Tabel 1. 9 Klasifikasi Zona RDTR
Sumber : RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031
I-20
ZONA KODE ZONA Keterangan
Kawasan Lindung[L] Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan
a. Perlindungan Kawasan Bawahannnya LB Kawasan resapan air di wilayah Bandung Utara (dengan ketinggian diatas 750 mdpl)
b. Perlindungan Setempat LS
Kawasan yang masuk kedalam perlindungan setempat di SWK Cibeunying adalah sempadan sungai, jsempadan alan kereta api dan mata air.
Sempadan Sungai
kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran/irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai dan mengamankan aliran sungai
kriteria sempadan sungai:
Sekurang-kurangnya 5 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar
kawasan perkotaan
Sekurang-kurangnya 100 m dikanan kiri sungai besar dan 50 meter dikanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
Sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih besar dari 3 m
Sekurang-kurangnya 15 m dari tepi sungai untuk mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m sampai dengan 20 m
Sekurang-kurangnya 20 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 mSekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai untuk sungai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau
Sempadan Jalan Kereta Api
Kawasan di sisi kiri dan kanan rel kereta api dengan jarak sekurang-kurangnya 10 meter
Sekitar Mata Air
Kawasan dengan radius sekurang-kurangnya 200 m di sekitar mata air
c. Cagar Budaya LC
Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan sekurang-kurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya
Kawasan Budidaya Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
Perumahan (R)
Kepadatan Bangunan Tinggi R4 Kepadatan bangunan rata-rata lebih dari 40 bangunan/ha, kepadatan penduduk rata-rata di atas 200 jiwa/ha(bisa deret, kopel, rumah kampung)
Kepadatan Bangunan Sedang R5 Kepadatan bangunan rata-rata 10-40 bg/ha, kepadatan penduduk rata-rata maksimum 200 jiwa/ha(kopel atau rumah tunggal)
Kepadatan Bangunan Rendah R6 Kepadatan bangunan rata-rata kurang dari 15 bg/ha, kepadatan penduduk rata-rata 75 jiwa/ha(rumah tunggal)
Wilayah Bandung Utara R7 Kepadatan bangunan rata-rata kurang dari 10 bg/ha, kepadatan penduduk rata-rata 50 jiwa/haPertahanan keamanan M Untuk semua jenis bangunan baik perumahan, instalasi pertahanan keamanan.
Perkantoran Luas 5000 m2 P
Pelayanan Umum[F]
Fasilitas umum[F1]
F11 Fasilitas lingkungan yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan umum.
F12 RTH/Taman Publik
F13 RTNH Publik
Fasilitas sosial F2 Fasilitas yg disediakan oleh pemerintah atau swasta untuk masyarakat, seperti sekolah, rumah sakit, klinik, dan tempat ibadah;
Perguruan Tinggi F3 Lembaga Pendidikan yang merupakan bagian dari sebuah institusi pendidikan
Komersial [K]Kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan komersil, termasuk perdagangan, jasa, hiburan, dan perhotelan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada suatu kawasan perkotaan.
a. Perdagangan [KP]
Grosir KP1 Kawasan yang didalamnya memperdagangankan barang dalam jumlah besar
Eceran aglomerasi (pusat belanja/mall) KP2Suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
Eceran aglomerasi (linier) KP3
Pengelompokkan beberapa usaha perdagangan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus . Aglomerasi juga bisa dibagi mencadi dua macam, yaitu aglomerasi primer di mana usaha yang baru muncul tidak ada hubungannya dengan usahan perdagangan yang lama lama, dan aglomerasi sekunder jika usahan perdagangan yang baru beroperasi adalah usaha perdagangan yang memiliki tujuan untuk memberi pelayanan pada usaha perdagangan yang lama yang lama.
Eceran tunggal/toko KP4 Kegiatan perdagangan dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual.
Pusat Pelayanan Kota KP5 Pusat pelayanan perdagangan yang melayani willayah Kota
Subpusat Pelayanan Kota KP6Pusat pelayanan perdagangan yang melayani satu sub wilayah kota
Luas > 10.000 m2 KJ1 Kegiatan jasa dengan skala luasan > 10.000 m2
[RENCANA]
1.6 Dasar Hukum Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi
Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata
Ruang(RDTR), merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam
rencanadistribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota.
Dengan kata lainRencana Detail Tata Ruang Kota mempunyai fungsi untuk mengatur dan menata
kegiatan fungsional yangdirencanakan oleh perencanaan ruang diatasnya, dalam mewujudkan ruang
yang serasi, seimbang, aman,nyaman dan produktif. Muatan yang direncanakan dalam RDTR kegiatan
berskala kawasan atau lokal danlingkungan, dan atau kegiatan khusus yang mendesak dalam
pemenuhan kebutuhannya. Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah rencana pemanfaatan ruang
Bagian Wilayah Kota secara terperinciyang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka
pengaturan zonasi, perijinan dan pembangunan kawasan. Adapun dasar hukum dari penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun
2007Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725).
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3419).
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427).
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran NegaraTahun 2011 Nomor 07 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188).
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun
2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5168).
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Tahun 2007
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722).
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025).
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481).
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059).
10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881).
11. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888).
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun
2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169).
13. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377).Pedoman Rencana Detail Tata Ruang
Kota Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum 1 - 3.
14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
15. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
132,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444).
16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4489).
17. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4490 )
18. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4859)
19. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan
Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3934).
20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat
Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5160)
21. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5103)
22. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002 tentang
Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang.
23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat tahun
2008 Noor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 38)
I-21
[RENCANA]
24. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2010 Nomor 22 Seri
E)
25. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Air bawah Tanah
(Lembar Daerah Kota Bandung Tahun 2002 Nomor 09 seri D)
26. Perda RTRW Kota Bandung No. 18 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandung
BAB 1...................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................................1
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran...............................................................................................................1
1.2.1. Maksud.............................................................................................................................................1
1.2.2. Tujuan..............................................................................................................................................1
1.2.3. Sasaran............................................................................................................................................1
1.3 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi......................................................1
1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan.....................................................................................................................2
1.4.1 Ruang Lingkup Materi RDTR dan Peraturan Zonasi.................................................................2
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah.................................................................................................................7
1.5 Metode Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi...........................................................................7
1.5.1 Metoda Penyusunan RDTR..........................................................................................................7
1.5.2 Metoda Penyusunan Peraturan Zonasi.....................................................................................13
1.6 Dasar Hukum Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi..............................................................22
Tabel 1. 1Standar Perencanaan Untuk Sarana Pendidikan.............................................................................8Tabel 1. 2 Standar Perencanaan Untuk Sarana Kesehatan............................................................................8Tabel 1. 3 Standar Perencanaan Untuk Sarana Peribadatan..........................................................................8Tabel 1. 4 Standar Perencanaan Untuk Sarana Olahraga / Rekreasi............................................................8Tabel 1. 5 Standar-Standar Perencanaan Untuk Sarana Lainnya..................................................................9Tabel 1. 6 Kriteria Pemakaian Air Bersih (Sistem Perpipaan)........................................................................9Tabel 1. 7 Standar Pelayanan Air Limbah........................................................................................................11Tabel 1. 8 Standar Volume Sampah Berdasarkan Sumbernya.....................................................................12Tabel 1. 9 Klasifikasi Zona RDTR......................................................................................................................20
Gambar 1. 1 Kaitan RDTRK dan peraturan Zonasi...........................................................................................2Gambar 1. 3 Analisis dan Penanganan Drainase...........................................................................................10
I-22
[RENCANA]
Gambar 1. 4 Analisis Penentuan Pembuangan Air Kotor...............................................................................11Gambar 1. 5 Tahapan Penyusunan Peraturan Zonasi...................................................................................19
I-23