BAB 1 Pendahuluan

14
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Anatomi dan Fisiologi Tonsil Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang melingkari faring dan secara kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid dari dasar lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding posterior. Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi ia dapat menjadi tempat infeksi akut atau kronis. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi : 1. Tonsil Palatina Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2 - 5 cm, masing- masing tonsil mempunyai 10 - 30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsilterletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: a. Lateral – muskulus konstriktor faring superior b. Anterior – muskulus palatoglosus c. Posterior – muskulus palatofaringeus d. Superior – palatum mole 1

description

PAP

Transcript of BAB 1 Pendahuluan

BAB 1PENDAHULUAN

I.1. Anatomi dan Fisiologi TonsilTonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang melingkari faring dan secara kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid dari dasar lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding posterior. Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi ia dapat menjadi tempat infeksi akut atau kronis. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :1. Tonsil PalatinaTonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2 - 5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10 - 30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsilterletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:a. Lateral muskulus konstriktor faring superiorb. Anterior muskulus palatoglosus c. Posterior muskulus palatofaringeusd. Superior palatum molee. Inferior tonsil lingualPermukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.2. Tonsil Faringeal (Adenoid)Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3 - 7 tahun kemudian akan mengalami regresi.3. Tonsil LingualTonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.4. Tonsila Tubaria terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva.5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.. Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila palatina, tonsila faringeal, tonsila lingualis, tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Gambar 1. TonsilJaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.Fosa TonsilFosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

PendarahanTonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu1) Arterimaksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden2) Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden3) Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingua lis dorsal4) Arteri faringeal asenden.Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah beningAliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.Persarafan Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. Pemotongan pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil.Imunologi TonsilTonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50 - 60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit Tpada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.Histologi TonsilPermukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih tahan terhadap trauma. Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

I.2. Anatomi AdenoidAdenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring. Nasofaring berada di belakang bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius.

Gambar 2. Penampang Lateral

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.

Gambar 3. Irisan Wajah Memperlihatkan Gambaran AdenoidI.2.1. Fisiologi Kelenjar AdenoidAdenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan. Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas.

I.2.2. Histologi AdenoidSecara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya :1. Epitel Kolumnar Bertingkat dengan silia2. Epitel Berlapis Skuamous3. Epitel Transisional.Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).

1.3. Adenotonsilitis KronisAdenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6 kali atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.

1.3.1. EtiologiPenyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri tonsilitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsilitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti Spirochaeta dan Treponema Voncent.

1.3.2. Patofisiologi dan PatogenesisAdenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel leucosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.Akibat hiperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang. Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

1.3.3. Gejala dan Tanda KlinikGejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif. Pasien yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.

1.3.4. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid, untuk melihat adanyapembesaran pada adenotonsilitis kronis dan pemeriksaan ASTO.1.3.5. DiagnosaDiagnosa ditegakkan berdasarkan :1. Tanda dan gejala klinik2. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi.3. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior.4. Pemeriksaan palatal phenomen.5. X-foto Soft Tissue Nasofaring.6. Pemeriksaan ASTO.

1.3.6. TerapiTerapi tonsilitis kronis adalah terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom. Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi adenotonsilektomi dengan cara kuretase.Indikasi Adenotonsilektomi :a. Fokal infeksib. Keberadaan adenoid dan tonsil sudah menunggu fungsi-fungsi yang lain, contoh : sakit menelan.

Indikasi TonsilektomiThe American Academy of Otalaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menteapkan :1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusa / otitis media supuratif.

Indikasi Adenoidektomi1. Sumbatana. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut.b. Sleep apnea.c. Gangguan meneland. Gangguan berbicarae. Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)2. Infeksia. Adenoiditis berulang / kronikb. Otitis media akut efusi berulang / kronikc. Otitis media akut berulang3. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas

Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka tonus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan akan timbul tuli konduktif.

1.3.7. KomplikasiKomplikasi adenoiditis kronik adalah faringitis, bronkitis, sinusitis kronik, otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya terjadi otitis media supuratif kronik. Sedangkan komplikasi tonilitis kronik adalah rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis). Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik.5