BAB 1 Pendahuluan

4
 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang As ma adal ah suat u penyaki t kr oni s ya ng di tandai dengan peni ngkatan ke pe kaan bronku s te rhadap be rbagai ra ngsa ngan se hi ngga menyebabkan  penye mpit an saluran pernap asan yang luas, reversi bel dan spont an. Asma terjadi karena adanya gangguan disaluran tenggorokan tempat keluar masuknya udara. Saat sesuatu memicu terjadinya asma, maka dinding saluran nafas akan mengetat sehingga saluran napas akan menyempit dan menyebabkan penderita mengalami sesak napas (Haqqee, 2007). Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang (Tampubolon, 1999). Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2–5 % penduduk Indonesia mender ita asma (De pkes , 2009). Pre val ensi asma di Bandung (5, 2%) , Semara ng (5,5%), Denpas ar (4,3%) dan Jakart a (7, 5%). Di Pal embang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2% (Anonim, 2008). Banyak peneliti an menunj ukan bahwa jenis kelami n laki–laki mempunyai re siko ya ng le bih besar untuk te rkena penyakit as ma dari pada peremp uan dikarenakan faktor fisik. Hiperresponsif bronkus non-spesifik ditemukan lebih sering

Transcript of BAB 1 Pendahuluan

Page 1: BAB 1 Pendahuluan

5/11/2018 BAB 1 Pendahuluan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-pendahuluan-55a0c8ca8b745 1/4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asma adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan

kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga menyebabkan

  penyempitan saluran pernapasan yang luas, reversibel dan spontan. Asma terjadi

karena adanya gangguan disaluran tenggorokan tempat keluar masuknya udara. Saat

sesuatu memicu terjadinya asma, maka dinding saluran nafas akan mengetat sehingga

saluran napas akan menyempit dan menyebabkan penderita mengalami sesak napas

(Haqqee, 2007).

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju

maupun di negara-negara sedang berkembang (Tampubolon, 1999). Menurut WHO,

sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini

terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi

asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2–5 % penduduk Indonesia

menderita asma (Depkes, 2009). Prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang

(5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%). Di Palembang, pada tahun 1995

didapatkan prevalensi asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada

tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP

didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2% (Anonim, 2008).

Banyak penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin laki–laki mempunyai

resiko yang lebih besar untuk terkena penyakit asma daripada perempuan

dikarenakan faktor fisik. Hiperresponsif bronkus non-spesifik ditemukan lebih sering

Page 2: BAB 1 Pendahuluan

5/11/2018 BAB 1 Pendahuluan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-pendahuluan-55a0c8ca8b745 2/4

  pada perempuan daripada laki-laki. Perempuan juga memiliki caliber saluran

 pernapasan yang lebih kecil dengan pria (Manfreda, et al., 2004).

Asma dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting.

Selama 30 tahun terakhir ini, prevalensi asma naik menjadi lebih dari tiga kali.

Prevalensi obesitas juga telah meningkat secara drastis selama

30 tahun terakhir (Mosen et al., 2008). Obesitas dikatakan mempunyai hubungan

dengan asma dan peningkatan prevalensi obesitas dilaporkan seiring dengan

 peningkatan prevalensi asma (Lavoie et al., 2006). Lavoie dkk. menyatakan bahwa

dari 382 pasien asma di Kanada, 139 (36%) pasien memiliki IMT normal, 149 (39%)

 pasien dengan berat badan berlebih, dan 94 (25%) pasien yang obesitas (Lavoie et al.,

2006).

WHO(World Health Organization), memperkirakan pada tahun 2005 di

seluruh dunia terdapat 255.000 penderita meninggal karena asma, sebagian besar 

atau 80% kematian justru terjadi di Negara-negara sedang berkembang. Hal ini sangat

mungkin di sebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan kurangnya

fasilitas pengobatan yang tersedia (Anonim, 2009). Berdasarkan data WHO tahun

2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggalkarena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi di negara

 berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan

fasilitas pengobatan. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh

dunia diperkirakan akan meningkat 20 persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika

tidak terkontrol dengan baik.

Penelitian di Kanada menemukan bukti untuk sebuah asosiasi antara tingkat

 pendidikan yang merupakan indikasi SES (Socioeconomic Status) dan morbiditas

asma dan kesehatan dalam perawatan tersier sampel besar orang dewasa Kanada

dengan asma, dengan tingkat pendidikan rendah yang terkait dengan tingkat kontrol

asma lebih buruk dan asma efektivitas diri, dan tingkat yang lebih tinggi

2

Page 3: BAB 1 Pendahuluan

5/11/2018 BAB 1 Pendahuluan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-pendahuluan-55a0c8ca8b745 3/4

menggunakan darurat kesehatan untuk asma dalam satu tahun terakhir (Bacon et al.,

2009).

Serangan asma dapat terjadi secara mendadak ditandai dengan napas yang

  berbunyi, batuk, dan napas yang pendek. Bunyi menjadi sangat jelas ketika

mengeluarkan napas. Di lain waktu, suatu serangan asma bisa datang secara perlahan

dengan tingkat gejala yang memburuk.

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran

klinik sebelum pengobatan, obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis

obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan

tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya

  pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut

 berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya (Hartini, 2010).

Rumah sakit merupakan rumah sakit daerah Jawa Timur bagian timur.

Jangkauan pelayanannya meliputi lima daerah tingkat II masing-masing adalah

kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, dan Lumajang. Kegiatan

 pelayanannya khusus mengenai pelayanan rawat tinggal untuk penyakit paru, baik 

TBC paru dan non TBC paru, serta melaksanakan rehabilitasi medik (Anonim, 1996).Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan

 penelitian tentang hubungan karakteristik penderita dengan derajat klinis asma di

Rumah Sakit Paru Jember. Selain itu, belum pernah dilakukan penelitian mengenai

hubungan usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, dan tingkat pendidikan dengan

derajat klinis asma.

1.2 . Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah apakah

ada hubungan antara karakteristik penderita dengan derajat klinis asma pada pasien di

Rumah Sakit Paru Jember?

3

Page 4: BAB 1 Pendahuluan

5/11/2018 BAB 1 Pendahuluan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-pendahuluan-55a0c8ca8b745 4/4

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik 

 penderita dengan derajat klinis asma di Rumah Sakit Paru Jember.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara usia dengan derajat klinis asma.

2. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan derajat klinis asma.

3. Mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan derajat klinis

asma.

4. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan derajat klinis

asma.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi hubungan antara usia dengan derajat klinisasma di rumah Sakit Paru Jember.

2. Memberikan informasi hubungan antara jenis kelamin dengan derajat

klinis asma di rumah Sakit Paru Jember.

3. Memberikan informasi hubungan antara indeks massa tubuh dengan

derajat klinis asma di rumah Sakit Paru Jember.

4. Memberikan informasi hubungan antara tingkat pendidikan dengan

derajat klinis asma di rumah Sakit Paru Jember.

4