BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Personal hygiene (kebersihan perorangan) salah satu upaya mengatasi
masalah kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari personal hygiene
merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena personal
hygiene mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
kesejahteraan” (Isro’in & Andarmoyo, 2012). Dengan tubuh yang bersih
meminimalkan resiko terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit,
terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk.
Adanya masalah pada personal hygiene akan berdampak pada kesehatan
seseorang. Saat seseorang sakit, salah satu penyebabnya mungkin adalah
personal hygiene yang kurang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama,
sebab personal hygiene merupakan faktor penting dalam mempertahankan
derajat kesehatan individu. Sebagai contoh, adanya perubahan pada kulit
dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik dan psikologis. Gangguan fisik
yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri. Sedangkan
gangguan psikologis dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin
mengurangi keindahan penampilan dan reaksi emosional. Personal hygiene
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Selain itu,
ada juga faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap personal hygiene di
antaranya: citra tubuh, kebudayaan, praktik sosial, keluarga, pendidikan,
persepsi seseorang terhadap kesehatan. (Isro’in & Andarmoyo, 2012)
2
Hal-hal yang muncul bila lansia kurang menjaga personal hygienenya
diantaranya penyakit kulit. Penampilan tidak rapi dan bau badan tidak sedap,
serta kuku yang panjang dan kotor dapat menjadi sarang kuman penyebab
penyakit saluran pencernaan, pada gigi dan mulut akan menyebabkan karies
gigi, gigi berlubang, sakit gigi, dan bau mulut, pada rambut terdapat
ketombe/kutu”. (dalam Wahyuni, 2013). Untuk itu, “personal hygiene
menjadi penting bagi lansia. karena personal hygiene yang baik merupakan
langkah awal mewujudkan derajat kesehatan. Selain itu, akan meminimalkan
pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana, dan
pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit” (dalam Listiyani,
2013).
Berdasarkan profil kesehatan indonesia tahun 2013 tentang prevalensi
penyakit- penyakit yang disebabkan oleh personal hygiene :
1. Penyakit kulit: diperoleh kasus gangguan kulit di Indonesia sebesar
122.076 kasus. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi dermatitis di
Indonesia sebesar 6,78% sedangkan prevalensi dermatitis di Sumatera
barat sebesar 2,63%.
2. Pengakit kulit Alergi sebanyak 89.163 jiwa
3. Diare sebanyak 85.733 jiwa.
4. Kulit infeksi sebanyak 60.652 jiwa
5. Penyakit gastritis yang tertangani sebanyak 32.831 jiwa”. Dinas kesehatan
indonesi meminta masyarakat diwilayah itu agar menjaga kesehatan
lingkungan dan membiasakan hidup bersih agar terhindar dari penyakit (
Riskesdas, 2013).
3
Berdasarkan data profil kesehatan Sumatera Sarat tentang penyakit yang
disebabkan kurang memperhatikan personal hygiene : Penyakit kulit
dermatitis 4.241 jiwa, Penyakit kulit alergi 2.098 jiwa, Penyakit diare 6.552
jiwa, Penyakit gastritis 49.903 jiwa (Dinkes Sumbar, 2013). Berdasarkan data
dinas kesehatan dari kabupaten Pesisir Selatan tentang penyakit yang di
sebabkan oleh kurangnya personal hygiene adalah : Penyakit kulit dermatitis
841 jiwa, Penyakit kulit alergi 1.252 jiwa, Penyakit diare 4.0520 jiwa,
Penyakit gastritis 5.745 jiwa ( Dinkes Pessel, 2013 ). Berdasarkan data
Puskesmas Surantih kabupaten Pesisir Selatan tentang penyakit yang di
sebabkan oleh kurangnya personal hygiene adalah : Penyakit kulit dermatitis
189 kasus, Penyakit kulit alergi 152 kasus, Penyakit diare 1.020 kasus,
Penyakit gastritis 745 kasus (Puskesmas, 2013 ).
Berdasarkan data Depkes RI tahun 2013 dari populasi lansia di indonesia
di perkirakan hampir 68% dari jumlah lansia mengalami personal hygiene
yang kurang baik, lansia tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene
( Depkes RI,2013 ). Bedasarkan data dari Dinkes Sumatera Barat tahun 2013,
di perkirakan 63% dari jumlah lansia yang ada di Sumatera Barat mengalami
gangguan dalam pemenuhan personal hygiene, hal ini disebabkan oleh
kondisi fisik yang kurang baik, kurangnya dukungan keluarga maupun kurang
nya penghasilan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. ( Dinkes
Sumbar, 2013 ). Berdasarkan data dari Dinkes kabupaten painan tahun 2013
di perkirakan 65% dari jumlah lansia yang ada di kabupaten pesisir selatan
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak
nya lansia yang bermasalah dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene
4
ini di sebabkan oleh kurang nya dukungan keluarga, status ekonomi yang
rendah. ( Dinkes Sumbar, 2013 ). Berdasarkan data dari puskesmas Surantih
tahun 2013, diperkiran hampir 64% dari jumlah lansia yang ada diwilayah
kerja puskesmas Surantih mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
personal hygiene atau kebersihan diri lansia tersebut. ( Puskesmas Surantih,
2013 ).
Berdasarkan survei awal peneliti dipuskesmas Surantih pada tanggal 11
april 2015, berdasarkan wawancara dengan kader puskesmas Surantih
mengatakan, dari 103 jumlah lansia yang tinggal diwilayah kerja puskesmas
Surantih terdapat 47 orang orang lansia laki-laki dan 56 orang lansia
perempuan. Kader puskesmas mengatakan bahwa sebagian lansia masih
kurang perawatan diri seperti kuku panjang, tempat tidur tidak rapi, sikat gigi
kurang dari2x/hari, rambut acak-acakan dan lubang telinga yang kurang
bersih. Banyak dari jumlah lansia yang ada diwilayah kerja puskesmas
Surantih yang masih memilik pengetahuan yang kurang tentang manfaat
personal hygiene, dampak dan penyakit yang ditimbulkan jika personal
hygiene dilakukan, diperkirakan sekitar 65% dari jumlah populasi lansia yang
ada diwilayah kerja puskesmas Surantih. Ketika dilakukan wawancara awal
terhadap beberapa lansia mengatakan mandi kurang dari 2 x sehari,
menggosok gigi kurang dari 2 x sehari, jarang membersihkan mata, jarang
membersihkan lubang hidung dan lubang telinga, jarang memotong kuku,
serta mencuci rambut yang kurang dari 1 x 2 hari.
Di wilayah kerja puskesmas Surantih terdapat lansia yang berstatus
ekonomi menengah kebawah diperkirakan 60% dari populasi lansia yang ada
5
diwilayah kerja puskesmas Surantih, hal ini menimbulkan banyak lansia yang
mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene, baik
kebutuhan untuk mandi, perawatan diri dan lain sebagainya. Kurangnya
dukungan keluarga mempengaruhi kesadaran lansia dalam memenuhi
kebutuhan personal hygiene, kurangnya dukungan keluarga seperti perhatian
keluarga terhadap personal hygiene pada lansia, kurangnya perhatian
terhadap kekurangan kemampuan pada lansia, dan perhatian untuk
mengingatkan lansia yang mengalami penurunan daya ingat untuk selalu
memperhatikan personal hygiene nya. Diperkiran 67% dari populasi lansia
yang ada diwilayah kerja puskesmas Surantih kurang dukungan dari keluarga
dalam pemenuhan personal hygiene.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai ” faktor faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada
lansia diwilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang
akan diteliti adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan personal hygiene
pada lansia di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera kabupaten
pesisir selatan tahun 2015.
6
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan faktor yang mempengaruhi, meliputi :
pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga terhadap kurangnya
personal hygiene pada lansia di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan
sutera kabupaten pesisir selatan tahun 2015.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan lansia diwilayah kerja
puskesmas Surantih kecamatan sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun
2015
b. Mengatahui distribusi frekuensi status ekonomi lansia diwilayah kerja
puskesmas Surantih kecamatan sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun
2015
c. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pada lansia diwilayah
kerja puskesmas Surantih kecamatan Sutera Pabupaten pesisir selatan
tahun 2015
d. Mengetahui distribusi frekuensi personal hygiene lansia diwilayah kerja
puskesmas surantih kecamatan Sutera kabupaten pesisir selatan tahun 2015
e. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan personal hygiene pada lansia
diwilayah kerja Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun
2015.
f. Mengetahui hubungan status ekonomi dengan personal hygiene pada
lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015.
7
g. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada
lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman, serta
meningkatkan keterampilan dan daya fikir peneliti dalam melakukan suatu
penelitian, terutama tentang “ faktor-faktor yang berhubungan dengan
personal hygiene lansia diwilayah kerja puskesmas Surantih kecamatan
Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015”.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dan pembelajaran untuk penelitian selanjutnya
mengenai faktor –faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada
lansia diwilayah kerja puskesmas surantih kecamatan Sutera kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015.
1.4.3 Bagi lahan penelitian
Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya atau pembanding
untuk penelitian selanjutnya, terutama tentang “ faktor-faktor yang
berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja puskesmas
Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.
8
1.5 Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja puskesmas Surantih Pesisir
Selatan pada tanggal 15 sampai tanggal 27 juli tahun 2015, mengingat
banyaknya faktor-faktor yang menyebabkan kurang terpenuhinya personal
hygiene pada lansia. penelitian ini membahas tentang “faktor-faktor yang
berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja
puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun
2015”. Dimana variabel independen yang akan diteliti adalah faktor yang
mempengaruhi personal hygiene pada lansia, yaitu : pengetahuan, status
ekonomi, dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen adalah personal
hygiene pada lansia. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia
diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2015 dengan teknik pengambilan sampel “simple rondom
sampling”.dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan
kuisioner. Penalitian ini direncanakan mulai pada bulan juli tahun 2015.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep lansia
2.1.1 Defenisi lansia
Menurut undang undang nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia pada bab 1 pasal 2 menyatakan bahwa lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 keatas.
Departemen kesehatan RI membuat pengelompokan sebagai
berikut :
a. Kelompok pertengahan umur : kelompok usia dalam masa vertilitas yaitu
masa persiapan usia lanjut yangmenunjukan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa (45-54 tahun)
b. Kelompok usia lanjut dini : kelompok dalam masa prasenium yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun )
c. Kelompok usia lanjut : kelompok dalam masa senium yaitu (65 tahun ke
atas)
d. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi : kelompok yang berusia lebih
dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri,terpencil,menderita penyakit berat dan cacat.
Menurut second world assembly on ageing (SWAA) di madrid (8-
12 april 2002) yang menghasilkan rencana aksi internasional lanjut usia
(madrid international plan of action on ageing). Seseorang disebut lansia
jika berumur 60 tahun keatas (dinegara berkembang) atau 65 tahun keatas
10
di negara maju. Berdasarkan defenisi lanjut usia diatas dapat disimpulkan
bahwa lanjut usia berarti seseorang yang memiliki umur lebih dari 60
tahun keatas .
2.1.2 Teori-teori penuaan
Teori biologik dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar ,yaitu :
a. teori perkembangan genetik (penuaan primer) atau teori non
stokhastik.Teori ini menunjukan adanya penuaan fungsi yang
terkontrol secara genetik.
b. Teori stokhastik (proses penuaan sekunder),dimana terjadi perubahan
acak sebagai akibat penyakit yang di dapat dan/atau trauma
(Busse,EW,2002)
1. Teori “genetik clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu
jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi
menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia,meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.
Konsep “genetik clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara
menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam
ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari
luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obat
11
atau tindakan-tindakan tertentu.Slah satu pengembangan teori ini adalah
Teori Telomere, yang menunjukan bahwa pada setiap mitosis sel,sebagian
telomere DNA akan memendek. Dengan demikian pendeknya telomere ini
maka kemampuan sel untuk membelah menjadi terbatas dan pada akhirnya
berhenti.
Teori ini diajukan oleh Hayflick dan Moorhead (1961) pengontrolan umur
genetik,rupanya dikontrol dalam tingkat seluler.Mengenai hal ini hayflick
(1980) melakukan penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan
umur spesies.
2. Mutasi somatik (teori error catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-
faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui
bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, menurut teori ini
terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik,akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,maka hal ini dapat
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkan nya. Perubahan inilah yang
12
menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (goldstein,1989) . Teori auto
imun ini awalnya diajukan oleh Burnet, Walfort, dan Comfort (Busse, 2002)
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibodi yang luas mengenai
jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi
histoinkompatibilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan
ialah bertambahnya prevalensi outobodi bermacam-macam pada awal usia
lanjut (Brocklehurst, 1987)
Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya pada sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang
menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya
umur (Suhana, 1994)
4. Teori menua akibat metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam goldstein, et al. 1989),
memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan perpanjangan umur. Hewan yang paling
terhambat pertumbuhannya dapat mencapai umur 2 x lebih panjang umur
kontrolnya. Lebih jauh ternyata bahwa perpanjangan umur tersebut
berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur karena
penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya
salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon
pertumbuhan.
13
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas yang sering dianggap sebagai fragmen mulekuler yang
mempunyai elektron tidak berpasangan, dapat terbentuk didalam tubuh akibat
proses metabolik normal didalam mitokondri juga sebagai produk sampingan
didalam rantai pernafasan (Oen, 1993, Busse. 2002). Untuk organisme
aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob)
didalam metokondria,karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk
kedalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen
dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim
respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai
zat antara. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah : superoksida (O2),
radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida hidrogen (H2O). Radikal bebas
bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat beraksi dengan DNA,
protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus
SH.
2.1.3 Konsep “menua sehat “
Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tetapi tetap sehat (healthy
aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Adalah
Takemi yang pertama kali menyatakan “gerontology is concerned primarily
with problem of healthy aging rather then the prevention of aging ”.Menurut
persepsi anggapan penulis, prevensi disini hanyalah mencegah agar proses
menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. Healthy aging akan
dipengaruhi oleh faktor :
14
1. Endogenic aging, yang dimulai dengan celluler aging, lewat tissue dan
anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh.proses ini seperti
jam yang terus berputar.
2. Exogenix factor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment)
dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang paling tepat disebut
gaya hidup (lifestyle). Faktor exogenix aging tadi, sekarang lebih dikenal
dengan sebutan faktor resiko.
2.1.4 Teori penuaan psikologik
Dalam teori psikologik beberapa ahli memaparkan tentang perkembangan
dari muda hingga usia tua. Secara umum dikatakan bahwa manusia dewasa
dengan pendidikan dan intelegensia tinggi akan menunjukkan penurunan
yang lebih sedikit dibanding mereka yang pendidikan dan intelegensia
rendah. Perlmutter menyatakan bahwa kognisi akan meningkat atau membaik
dengan bertambahnya usia, sampai mencapai suatu tahap “terminal drop”
kemudian fungsi intelektual nya akan menurun. Sedangkan Schaie
memberikan teori 30 tahap perkembangan kognitif, yang membagi
perkembangan kognitif berturut-turut dalam 4 tahap. Ribot menyatakan
dalam hipotesis regresi kognitif bahwa struktur pertama-tama dibentuk akan
berdegenerasi paling akhir.
2.1.5 Teori penuaan sosial
Secara umum teori sosiologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori
yang mempelajari tentang hubungan antara para lanjut usia dengan
masyarakat dan teori yang mempelajari status dan peran para lanjut usia.
Dalam teori pemisahan, Cumming dan Henry menyatakan bahwa penarikan
15
diri para usia lanjut dari peran mereka sebelumnya dalam masyarakat
disertai penurunan dari semua tipe interaksi, terutama penggeseran dari
perhatian kedunia luar dalam dirinya sendiri, sangat di perlukan dan akan
membantu para lanjut usia untuk mempertahankan kepuasan hidup.
2.2 Personal hygiene
2.2.1 Pengertian personal hygiene
Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri
yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit,
dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang
optimal (Effendy, 1997). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan
merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal
yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga,
pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan. Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).
2.2.2 Tujuan personal hygiene
Tujuan dari personal hygiene adalah (Tarwoto,2004):
1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
2. Memelihara kebersihan diri seseorang
3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
16
4. Mencegah penyakit
5. Menciptakan keindahan
6. Meningkatkan rasa percaya diri
2.2.3 Macam –macam personal hygiene
1. Perawatan Rambut
Penampilan dan kesejahteraan seseorang sering kali tergantung dari cara
penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau
ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut
sehari-sehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar
hygienis untuk semua usia. Pertumbuhan, distribusi pola rambut dapat
menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan hormonal, stress
emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan penyakit tertentu atau obat
obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut normal adalah
bersih, bercahaya, dan tidak Kusut, untuk kulit kepala harus bebas dari lesi
kehilangan disebabkan karena praktik perawatan yang tidak tepat atau
penggunaan medikasi kemoterapi. Potter dan Perri (2005), menjelaskan
mengenai masalah rambut dan kulit kepala yang sering terjadi yaitu:
a. Ketombe
b. Pediculosis (kutu)
c. pediculosis capitis (kutu kepala)
d. pediculosis corporis (kutu badan)
e. pediculosis pubis (kuku kepiting)
f. kehilangan rambut (alopesia)
17
2. Perawatan Mata, Telinga dan Hidung
Perhatian khusus diberikan untuk membersihkan mata, telinga dan hidung
secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena
secara terus-menerus dibersihkan air mata, dan kelopak mata, dan bulu mata
mencegah partikel asing. Seseorang hanya memerlukan untuk memindahkan
sekresi kering yang terkumpul kepada kantus sebelah, dalam bulu mata
hygiene telinga mempunyai implikasi ketajaman pendengaran sebasea lilin
atau benda asing berkumpul pada kanal telinga luar yang mengganggu
konduksi suara. Khususnya pada lansia rentan masalah. Hidung memberikan
temperatur dan kelembaban udara yang pernafasan dihirup serta mencegah
masuknya partikel asing ke dalam sistem kumulasi sekresi yang mengeras di
dalam nares dapat merusak sensasi olfaktori dan pernafasan (Potter dan Perry,
2005).
3. Perawatan Kulit
Kondisi kulit tergantung pada praktek hygiene dan paparan iritan
lingkungan, sejalan dengan usia, kulit kehilangan layak kenyal dan
kelembaban, pada kelenjar sebasea dan keringat menjadi kurang aktif.
Epitalium menipis dan serabut kolagen elastik, menyusut sehingga kulit
mudah pecah. Perubahan ini merupakan peringatan ketika bergerak dan
mengatur posisi pada lansia. Khas kulit lansia adalah kering dan berkerut,
masalah kulit yang umum yaitu kulit kering, jerawat, hirsutisme dan suam.
Kulit tujuan dari membersihkan kulit dengan mandi yaitu; membersihkan
kulit, stimulasi sirkulasi, citra diri, pengurangan bau badan dan peningkatan
rentang gerak. Tipe mandi yang terapeutik terdiri dari mandi bak mandi air
18
panas, mandi bak air hangat, mandi bak air dingin, berendam dan rendam
duduk (Potter dan Perry, 2005).
4. Perawatan Kaki, Tangan dan Kuku
Kaki dan kuku sering kali memerlukan perawatan khusus untuk mencegah
infeksi, bau dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan pada
saat mandi atau pada waktu yang terpisah. Masalah yang timbul bukan karena
perawatan yang salah atau kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigit
kuku atau memotong yang tidak tepat. Pemaparan dengan zat-zat kimia yang
tajam dan pemakaian sepatu yang tidak pas. Ketidaknyamanan dapat
mengarah pada stres fisik dan emosional (Potter dan Perry, 2005).
2.2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a. Fisik
Badan bau, pakaian kotor, Rambut dan kulit kotor, Kuku panjang dan
kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak berdaya,
rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai
norma, Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
19
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygien
2.3.1 Pengetahuan
a. Defenisi pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Menurut Purwanto (1999) dalam
Friedman (1998), domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang
bersifat intelektual (cara berpikir, berabstraks, analisa, memecahkan
masalah dan lain-lain). Yang meliputi pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comperehension), penerapan (aplication), analisa (analysis),
sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Individu dengan
pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri akan selalu menjaga
kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi / keadaan sakit
(Notoatmodjo, 1998).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa, pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui penca indra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan di peroleh dari mata dan telinga.
b. Tingakat pengetahuan
Menurut notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (know)
Tahu diuraikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelunnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
20
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari,
antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, menyatakan, dll misalnya
dapat menyebutkan apa itu arti dari personal hygiene.
2. Memahami (comprehension)
Memehami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat diinterprestasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami tentang
objek atau materi harus dapat menjelaskan,menyebutkan contoh,
menyimpulkan ,meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari. Misalnya, dapat menjelaskan apa saja yang harus dilakukan
dalam hal melakukan personal hygiene.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya).
Aplikasi disini dapat di artikan aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi tertentu, serta dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan masalah
(problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan yang
diberikan. Misalnya dapat mengaplikasikan dalam melakukan
personal hygiene.
21
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suat objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisi ini dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan,memisahkan,mengelompokan, dan sebagainya.
Misalnya, dapat mengelompokan kegiatan-kegiatan personal hygiene.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian- bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas,dan dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada yang
berhubungan dengan prilaku personal hygiene.
6. Eveluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kamampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap personal hygiene. Penilaian-
penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri,menggunakan kriteria yang telah ada.
2.3.1 Status ekonomi
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di
masyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat
dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok
(Kartono, 2006)
22
Ekonomi memang tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap
pengetahuan, namun ekonomi ini erat hubungannya dengan ketersediaan
fasilitas (Notoatmodjo, 2010). Orang atau lansia yang berpenghasilan tinggi
akan menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibandingkan
dengan lansia yang berpenghasilan rendah. Lansia yang berpenghasilan
tinggi akan melakukan perawatan kesehatan dan personal hygiene ke dokter
pribadi atau melengkapi fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan
perawatan diri. Sebaliknya lansia yang berpenghasilan rendah tentu akan
melaksanakan perawatan sederhana dan meminimalisir pengeluaran untuk
perawatan personal hygiene atau perawatan yang lainnya.
Pada umumnya para usia lanjut adalah pensiunan atau mereka yang kurang
produktif lagi. Secara ekonomis keadaan usia lanjut dapat di golongkan
menjadi 3 golongan yaitu, golongan mantap, kurang mantap dan rawan
(Trimarjono ,1997 ). Golongan mantap adalah para lansia yang
berpendidikan tinggi, sempat atau menikmati kedudukan / jabatan yang
baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri
dan tidak tergantung pada pihak yang lain. Pada golongan yang kurang
mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi
sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantarkan
anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi, sehingga kelak akan
dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia
yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup pada anaknya sehingga
ketika punya tugas akan mendatangkan kecemasan karena terancam
kesejahteraan pemenuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut
23
usia dan kesempatan kerja.
Tingkatan status ekonomi menurut Saraswati (2009):
a. Tipe kelas atas ( > Rp. 2.000.000 )
b. Tipe kelas menengah ( Rp.1.000.000- Rp.2.000.000 )
c. Tipe kelas bawah ( < Rp.1000.000 )
Tingkatan status ekomoni juga bisa dilihat dari :
1. Pendapatan
Pendapatan lanjut usia berasal dari berbagai sumber, bagi mereka
yang dahulunya bekerja, mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi
usia lanjut yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji
atau upah. Selain itu sumber keuangan yang lain adalah keuntungan,
bisnis, sewa , investasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari
anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi 1995 ).
Upah atau gaji sebagai imbalan dari hasil kerja usia lanjut tidaklah
tinggi. Data dari hasil sensus tenaga kerja nasional (SAKERNAS),
memperlihatkan bahwa upah yang dterima oleh lanjut usia antara Rp.
50.000 ,- sampai dengan Rp. 300.000,- perbulan ( Wirakartakusuma, 2000
). Diperkotaan upah/gaji para usia lanjut yang bekerja relatif lebih rendah
dari pada pedesaan. Sekedar diketahui UMP sumbar tahun ini
Rp.1.615.000,-. Angka ini naik dari tahun sebelumnya hanya
Rp.1.490.000,- (WWW. UMR Pessel.com, 2015 ).
Tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat rendah. Hal ini
berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang
diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sudarmayanti ( 2001 ) pekerjaan
24
yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong
kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan mereka akan meningkatkan
pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif
yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan
psikologi, kelemahan fisik.
2. Kesempatan kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang
menghasilkan sesuatu ( Sumarto ,1997 ). Bekerja sering dikaitkan dengan
penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia.
Untuk itu agar tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang
akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli
sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain. Saat ini ternyata di
antara lanjut usia banyak yang tidak bekerja.
Pembinaan keterampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-
menerus hanya berlaku bagi orang – orang muda. Hal ini yang
menyebabkan sulitnya usia lanjut bersaing di pasaran kerja, sehingga
banya lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan
mereka masih berkeinginan untuk bekerja.
Semakin bertambah umur seseorang, semakin siap pula dalam
menerima cobaan. Hal ini yang didukung oleh teori aktifitas yang
menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu
bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju
usia tua. Oleh sebab itu tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap
25
kehilangan, seperti pensiunan dari peran sosial kerena menua.
Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak yang
berarti (S. Tamher, 2011 : 7).
Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja
lanjut usia.(Hurlock, 1994 ):
a. Wajib pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan
mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak
mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena
waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelumnya bekerja
relatif mahal.
b. Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para
lanjut usia sulit mendapat pekerjaan.
c. Sikap sosial. Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kene
kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan
teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan
untuk mempekerjakan orang lanjut usia.
d. Fluktuasi dalam daur usia. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia
yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang
yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.
26
2.3.2 Dukungan keluarga
a. Defenisi dukungan keluarga
Komponen penting yang lain darimasa tua yang sukses dan kesehatan
mental adalah sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama
biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara
kandung, atau cucu. Namun struktur keluarga akan mengalami perubahan jika
ada anggota keluarga yang meniggal dunia, pindah ke daerah yang lain atau
menjadi sakit. Beberapa dari kelompok ini adalah tetangga, teman dekat,
kolega sebelumnya dari tempat kerja atau organisasi, dan anggota lansia di
tempat ibadah ( Stanley, 2006 : 22)
Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia
antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan
status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan
motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi lansia (Mryam, 2008: 42 )
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para
lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-
bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan hal
ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.
Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia
timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan
Sudden, 1995 )
Dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam membantu
individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, Rasa percaya diri
27
akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan
meningkat (Stuart dan Sudden, 1995 )
b. Klasifikasi dukungan keluarga
Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :
1. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan seminar (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberina saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat
dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena
informasi yang diberikandapat menyumbangkan aksi sugesti yang
khusus.pada individu. Aspek-aspek dalam dukungna ini adalah nasehat,
usulan, saran, petunjuk pemberian informasi. Hal ini menjelaskan bahwa
fungsi dukungan keluarga sebagai informasional, pemberi saran, sugesti
dapat mengungkapkan masalah-masalah terkait dengan personal hygiene
pada lansia.
2. Dukungan penilaian
keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan dan perhatian. hal ini dapat disimpulkan bahwa dukungan
penilaian keluarga dapat membimbing lansia dalam memenuhi kebutuhan
personal hygiene.
28
3. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Dalam hal ini, dukungan
instrumental keluarga dapat membantu lansia dalam memenuhi aktifitas
personal hygiene pada lansia-lansia yang bermasalah dengan keterbatasan
fisik.
4. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari
dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk
afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengar dan didengar. Pada
dukungan emosional keluarga ini dapat membantu lansia dalam memnuhi
kebutuhan personal hygiene khususnya dalam menigkatkan kepercayaan
diri lansia dalam melakukan tindakan personal hygiene.
2.3.3 Citra tubuh
Penampilan umum lansia dapat menggambarkan pentingnya
hygiene pada lansia tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif
seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini seringkali dapat
berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Jika
seorang klien rapi sekali maka perawat mempertimbangkan rincian
kerapian ketika merencanakan perawatan dan berkansultasi pada klien
sebelum membuat keputusan tentang bagaimana memberikan perawatan
hygienis. Klien yang kelihatan tidak rapi atau tidak tertarik pada hygiene
29
membutuhkan pendidikan tentang pentingnya hygiene secara teratur.
Perawat tidak harus menyampaikan perasaan tentang penolakan atau
perubahan ketika merawat klien yang praktik hygiene berbeda dari
perawat.
Karena citra tubuh klien dapat berubah akibat pembedahan atau penyakit
fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan
hygiene. Sebagai contoh, klien yang telah menjalani kolostomi
memperhatikan tentang penampilan stoma atau bau fekal. Selain itu, untuk
membantu klien menjaga area stoma tetap bersih, perawat dapat
mendiskusikan cara-cara untuk mengurangi atau menghilangkan bau.
2.3.4 praktik sosial
kelompok-kelompok sosial wadah seorang klien berhubungan
dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak,
anak-anak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka. Kebiasaan
keluarga, jumlah orang yang dirumah, dan ketersediaan air panas dan/atau
air yang mengalir hanya merupakan faktor yang mempengaruhi perawatan
kebersihan. Remaja dapat menjadi lebih perhatian pada hygiene seperti
peningkatan ketertarikan mereka pada teman kencannya. Selanjutnya
dalam kehidupan, teman-teman dan kelompok kerja membentuk harapan
orang mengenai penempilan pribadi mereka dan perawatan yang
dilakkukan dalam mempertahankan hygiene yang adekuat. Praktik hygiene
lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan. Misalnya, jika mereka
meninggal dalam rumah perawatan, mereka tidak dapat mempunyai
privasi dalam lingkungannya yang baru, privasi tersebut akan mereka
30
dapatkan dalam rumah mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk masuk dalam maupun keluar bakmandi kecuali
kamar mandi telah dibentuk untuk mengakomodasi keterbatasan fisik
mereka.
2.3.5 kondisi fisik
lansia yang memiliki penyakit tertentu, misalnya kanker tahap
lanjut atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau
ketangkasan untuk melakukan hygiene pribadi. Seorang klien yang
menggunakan gips pada tangan nya atau menggunakan traksi
membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung,
neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau
menjadikan klien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan
perawatan hygiene total.
31
2.4 Kerangka teori
Masalah personal hygiene
a. Fisik : bau dan kotor
b. Psikologis : Malas, tidak ada inisiatif
c. Sosial : Interaksi kurang,Kegiatan kurang, Tidak (depkes 2000:
20)
Lansia
seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun
keatas (undang-undang no 13 th 1998)
personal hygiene
upaya individu dalam memelihara kebersihan diri meliputi :
kebersihan rambut, gigi dan mulut, telinga, mata, kuku dan
kulit.(Effendy, 1997)
Faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia :
a. Pengetahuan d. Citra tubuh
b. Praktik sosial e. Status ekonomi
c. Kondisi fisik f. Dukungan keluarga
(potter dan perry : 1334)
Bagan 2.1 kerangka
teori
32
2.5 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis.Hupo artinya sementara/lemah
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan demikian hipotesis
berarti pernyataan yang perlu diuji kebenaranya.( Sutanto PH 2006 : 83)
Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan personal hygiene pada lansia
diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir
Selatan pada tahun 2015
Ha : Ada hubungan status ekonami dengan personal hygiene pada lansia
diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir
Selatan pada tahun 2015
Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada
lansia diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan pada tahun 2015
33
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan
sebagai masalah yang penting. Kerangka konsep dengan dua variabel
biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun
hubungan (Noto atmodjo, 2010)
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel
independen dan veriabel dependen, dimana variabel independennya faktor-
faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia,yaitu :
pengatahuan, sosial ekonomi, dukungan keluarga, sedangkan variabel
dependennya adalah personal hygiene pada lansia diwilayah kerja
puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun
2015.
Variabel independen variabel dependen
Faktor yang
mempengaruhi
personal hygiene :
a. Pengetahuan
b. Status ekonomi
c. Dukungan keluarga
d. Citra tubuh
e. Praktik sosial
f. Kondisi fisik
Personal Hygiene
pada lansia
Ket:
------: Variabel yang tidak diteliti
=
34
3.2 Defenisi operasoinal
Variabel Defenisi
operasional
Alat ukur Cara ukur Skala
ukur
Hasil ukur
Independen :
Faktor yang
mempengaruhi
variabel
a. Pengetahuan
Pemahaman lansia
tentang fungsi dan
manfaat personal
hygiene bagi tubuh
Meliputi:
Mengentahui
manfaat personal
hygiene, seperti :
mencegah berbagai
penyakit : penyakit
kulit, gigi, rambut,
pencernaan, dan
lain-lain. tentang
personal hygiene.
Meningkatkatkan
rasa percaya diri.
kuisioner
angket
Ordinal
1. Rendah
bila skor yang
diperoleh ≤6,72
2. Tinggi
Bila skor yang
diperoleh > 6,72
35
b. Status ekonomi
c. Dukungan
keluarga
Jumlah pendapatan
untuk mencukupi
kebutuhan dalam
pemenuhan
kebutuhan sehari-
hari.
Peran serta yang
diberikan pada
lansia agar dapat
melakukan
personal hygiene
meliputi:
Memberi
informasi, menilai,
membimbing,
memelihara lansia
Wawancara
Wawancara
kuisioner
Kuisioner
Ordinal
Ordinal
1. Rendah <
Rp.1.615.000
2. Tinggi ≥
Rp.1.615.000
( UMR Pessel,
2015 )
1. Rendah :
Jika yang nilai
diperoleh ≤ 8,3
2. Tinggi :
Jika nilai yang
diperoleh > 8,3
36
Dependen
Personal hygiene
pada lansia
Suatu kondisi
dimana
pasian/lansia
mampu memenuhi
kebersihan dirinya
meliputi:
Merawat rambut,
mata, telinga,
hidung, dan kulit
kuisioner Angket Ordinal 1. kurang bagus :
Jika nilai yang
diperoleh ≤ 26,11
2. Bagus :
Jika nilai yang
diperoleh > 26,11
37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian pendekatan cross
sectional yaitu pengumpulan data yang secara sekaligus dan bersamaan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen, yaitu untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan
personal hygiene pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih
Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.( Notoatmodjo,
2005 ).
4.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 22 Juli sampai dengan tanggal 27
Juli dipuskesmas Surantih Pesisir Selatan Kabupaten Painan tahun 2015,
peneliti tertarik melakukan penelitian dipuskesmas Surantih Pesisir Selatan
ini belum pernah dilakukan penelitian tentang “ faktor-faktor yang
berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja puskesmas
Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.
4.3 Populasi dan sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah suatu objek dengan karakteristik tertentu yang akan di teliti.
Dikutip dalam Hidayat, Aziz, Alimul (2007). Populasi adalah objek yang akan
di teliti (Notoadmodjo, 2002). Populasi dari penelitian ini adalah 103 populasi
lansia di wilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015.
38
4.3.2 Sampel
Menurut Notoatmodjo ( 2005 ), sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti sedangkan nursalam (2003 ), mengatkan bahwa sampel
terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek
melalui sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 44. Pengambilan
jumlah sampel dilakukan menggunakan rumus:
Rumus : 2(d)N1
Nn
Keterangan : n = besarnya sampel
N = besarnya populasi
D = tingkat kesalahan ( Notoatmodjo, 2005)
Diketahiu : N = 103 responden
d2 = 10% (0.01)
2(0.01)1031
103n
2.32
103n
n = 44.396552
n = 44 responden
Dari rumus sampel di atas, maka diperoleh sampel 44 orang responden
39
4.3.3 Teknik sampling
Penelitian ini menggunakan simple rondom sampling yaitu cara
pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam anggota populasi. Setiap anggota atau unit populasi mempunyai
kesempatan yang tidak sama untuk diseleksi menjadi sampel (Notoatmodjo,
2005). Caranya dengan membuat lot berdasarkan No urut dari sample,
kemudian diundi dengan teknik undian ( lottery technique ) diambil :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003).
Yang menjadi kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Lansia yang bersedia menjadi responden.
2. Lansia yang kooperatif ( dapat berinteraksi baik dengan peneliti )
b. Kriteria Eklusi
Kriteria Eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
tidak memenuhi kriteria inklusi dan lembar ceklist (Nursalam, 2003)
Yang menjadi kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah:
1. responden selain lansia.
2. Responden yang tidak ada saat dilakukan penelitian
3. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Alat pengumpulan data
Pengumpulan ini mengunakan alat pengumpulan data berupa
Kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket/ lembar ceklist.
40
(Hidayat, 2008). Peneliti menggunakan lembar kuisioner atau lembar ceklist
yang diisi lansung oleh responden dengan jumlah 26 soal, variabel
independen mengenai pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga dan
variabel dependen personal hygiene pada lansia.
4.4.2 Prosedur pengumpulan data
Data ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada lansia yang
pertanyaan nya berjumlah 26 pertanyaan.
Setelah melakukan kontrak waktu dengan responden, peneliti meminta
responden menandatangani informed concent lalu membagikan kuesioner
kepada responden. Pengisian kuesioner berlangsung selama 15-20 menit,
selama pengisian kuesioner responden didampingi oleh peneliti untuk
memberikan penjelasan pada rsponden tentang hal-hal yang kurang
dimengerti.
Peneliti mengingatkan responden untuk mengisi jawaban pertanyaan
dengan benar. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan diperiksa
selengkapnya. Penelitian ini berlangsung pada tanggal 15 Juli sampai 27 Juli
2015, dimana pada hati pertama meminta surat izin penelitian ke puskesmas
Surantih kecamatan Sutera Pesisir Selatan, setelah surat izin didapatkan pihak
puskesmas memberikan data atau alamat responden, kemudian peneliti
memilih responden sesuai kriteria, setelah responden didapatkan peneliti
mendatangi satu persatu rumah responden, peneliti meminta responden
menandatangani informed consent setelah itu memberikan kuesioner untuk
41
kemudian diisi oleh responden. Setelah semua responden mengisi kuesioner,
peneliti memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner, lalu mengakhiri dengan
mengucapkan terimakasih atas kerja sama responden.
4.5 Cara pengolahan data dan analisa data
4.5.1 Cara pengolahan data
Setelah data terkumpul diklasifikasikan dalam beberapa kelompok
menurut sub variabel yang ada di dalam pertanyaan. Data yang terkumpul
diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan data (Editing)
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap jawaban kuesioner
dan kelengkapan pada instrument yang diisi.
b. Pemberian tanda (Coding)
Merupakan kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk
angka dan bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah
pada saat analisa data dan juga mempercepat pada saat entri data.
c. Memberi nilai (Skoring)
Memberi skor/nilai dalam bentuk angka pada setiap pertanyaan kuesioner.
Untuk variabel dukungan keluarga dan personal hygiene, Jika jawaban
responden “selalu” maka diberi nilai 4, dan jika jawaban responden
“sering” maka diberi nilai 3. Dan jika jawaban responden “kadang-
kadang” maka diberi nilai 2. Dan jika jawaban responden “tidak pernah”
maka diberi nilai 1. Untuk variabel pengetahuan, jika responden jawaban
responden benar, maka diberi nilai 1, dan jika jawaban responden salah
42
diberi nilai 0. Untuk variabel status ekonomi, jika jawaban responden “ya”
maka diberi nilai 2. Dan jika jawaban responden “tidak” maka dibri nilai 1.
d. Memproses data( Procesing)
Pada tahap ini dilakukan kegiatan proses data terhadap semua kuesioner
yang lengkap dan benar untuk dianalisis. Pengolahan data dengan bantuan
program komputer yang dimulai dengan entry data kedalam program
komputer.
e. Pembersihan data (Cleaning)
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang telah di
entry apakah terdapat kesalahan atau tidak.
4.5.2 Teknik Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi dan statistik
deskriptif untuk melihat variabel independent yaitu faktor faktor yang
mempengaruhi personal hygien lansia ,seperti : pengetahuan, status sosial
ekonomi, dukungan keluarga. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel.
b. Analisa Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel yang
diteliti. Pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan tentang hipotesis
yang dilakukan cukup menyakinkan untuk diterima atau ditolak
menggunakan uji statistik chi square. Untuk melihat kemaknaan perhitungan
43
statistik digunakan batasan kemaknaan = 0,05. Jika P ≤ 0,05 berarti
bermakna, jika P > 0,05 berarti tidak bermakna.
4.6 Etika Penelitian
4.6.1 Informend Consent
Lembaran persetujuan yang diberikan pada responden yang akan
diteliti, yang memenuhi kriteria sebagai responden. Bila subjek menolak
maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap hormati hak-hak subjectif.
4.6.2 Anonimity (tampa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden tetapi lembaran tersebut diberi kode. Informasi responden
tidak hanya dirahasiakan tapi harus juga dihilangkan.
4.6.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya
kelompok data tertentu yang diharapkan sebagai hasil penelitian.
44
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Faktor Faktor Yang Berhubungan
Dengan Personal Hygiene Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015” ini
dilaksanakan tanggal 15 sampai tanggal 27 juli tahun 2015.
Adapun responden dalam penelitian ini sebanyak 44 orang lansia
diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir
Selatan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Hasil
penelitian ini dianalisa dengan analisa univariat dan analisa bivariate.
Analisa univariat digunkan untuk melihat distribusi frekuensi pengetahuan
lansia tentang personal hygiene, distribusi frekuensi status ekonomi lansia,
distribusi frekuensi dukungan keluarga lansia tentang personal hygiene,
distribusi frekuensi lansia melakukan personal hygiene. Sedangkan analisa
bivariate untuk melihat hubungan pengetahuan lansia tentang personal
hygiene dengan personal hygiene lansia, hubungan status ekonomi lansia
dengan personal hygiene lansia, dan hubungan dukungan keluarga lansia
tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia. Setelah data
dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan sistem
komputerisasi.
45
5.1.2 Hasil Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menganalisa distribusi frekuensi
pengetahuan lansia tentang personal hygiene, distribusi frekuensi status
ekonomi lansia, distribusi frekuensi dukungan keluarga lansia tentang
personal hygiene, distribusi frekuensi lansia melakukan personal hygiene.
5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Pengetahuan Lansia tentang Personal Hygiene F %
Rendah 25 56,8
Tinggi 19 43,2
Total 44 100
Berdasarkan table 5.1 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
56,8% lansia memiliki pengetahuan yang rendah tentang personal hygiene.
5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Status Ekonomi Lansia F %
Rendah 28 63,6
Tinggi 16 36,4
Total 44 100
46
Berdasarkan table 5.2 ditunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak
63,6% lansia memiliki status ekonomi yang rendah.
5.1.2.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Dukungan Keluarga Lansia F %
Rendah 24 54,5
Tinggi 20 45,5
Total 44 100
Berdasarkan table 5.3 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
54,5% lansia mempunyai dukungan yang rendah dari keluarga tentang
personal higien.
5.1.2.4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Personal Hygiene F %
Kurang Bagus 23 52,3
Bagus 21 47,7
Total 44 100
Berdasarkan table 5.4 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
52,3% lansia memiliki Personal Hygiene yang kurang bagus.
47
5.1.3 Hasil Analisa Bivariat
5.1.3.1 Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan
Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih
Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Tabel 5.5
Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan
Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih
Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Pengetahuan Lansia ttg
personal hygien
Personal Hygiene Lansia
Total P OR Kurang
bagus Bagus
F % f % F %
Rendah 18 72 7 28 25 100
0,007 7,200 Tinggi 5 26,3 14 73,7 19 100
Total 23 52,3 21 47,7 44 100
Berdasarkan table 5.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang
berpengetahuan rendah memiliki personal hygiene yang kurang bagus
sebanyak 18 responden atau 72% sedangkan dari 19 responden yang
berpengetahuan tinggi memiliki personal hygiene yang bagus sebanyak 14
responden atau 73,7%. Dari hasil uji statistik chi square dengan diperoleh
nilai p =0,007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara pengetahuan lansia dengan personal hygiene lansia
dengan nilai OR = 7,200, yang artinya responden yang berpengetahuan
rendah beresiko 7 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang
bagus dibandingkan responden yang berpengetahuan tinggi.
48
5.1.3.2 Hubungan Status Ekonomi Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Tabel 5.6
Hubungan Status Ekonomi Lansia Lansia Dengan Personal Hygiene
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Status Ekonomi
Personal Hygiene Lansia
Total P OR Kurang
bagus Bagus
f % f % f %
Rendah 19 67,9 9 32,1 28 100
0,015 6,333 Tinggi 4 25 12 75 16 100
Total 23 52,3 21 47,7 44 100
Berdasarkan table 5.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang
memiliki status ekonomi rendah memiliki personal hygiene kurang bagus
sebanyak 19 responden atau 67,9% , sedangkan dari 16 responden yang
memiliki status ekonomi tinggi memiliki personal hygiene kurang bagus
sebanyak 12 responden atau 75%. Dari hasil uji chi square dengan
diperoleh nilai p = 0,015 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara status ekonomi lansia dengan personal
hygiene lansia dengan OR = 6,333, yang artinya responden yang memiliki
status ekonomi yang rendah beresiko 6 kali untuk memiliki personal
hygiene yang kurang bagus dibandingkan dengan responden yang
memiliki status ekonomi tinggi.
49
5.1.3.3 Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Tentang Personal Hygiene
Dengan Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Tabel 5.7
Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Dukungan Keluarga
Personal Hygiene Lansia
Total P OR Kurang
bagus Bagus
f % f % f %
Rendah 17 70,8 7 29,2 24 100
0,017 5,667 Tinggi 6 30 14 70 20 100
Total 23 52,3 21 47,7 44 100
Berdasarkan table 5.7 diatas dapat dilihat bahwa dari 24 responden dengan
dukungan keluarga yang rendah memiliki personal hygiene kurang bagus
sebanyak 17 responden atau 70,8% , sedangkan dari 20 responden dengan
dukungan keluarga yang tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak
14 responden atau 70%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p
= 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan personal hygiene lansia
dengan OR = 5,667 yang artinya responden dengan dukungan keluarga
yang rendah beresiko 5 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang
bagus dibandingkan dengan responden dengan dukungan keluarga yang
tinggi.
50
5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis univariat
5.2.1.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Berdasarkan table 5.1 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
56,8% lansia memiliki pengetahuan yang rendah tentang personal hygiene.
Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui penca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan di peroleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Bloom pengetahuan yang
mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu
(Wawan A & Dewi M, 2010)
a. Knowledge, bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis
besar apa yang telah dipelajarinya.
b. Comprehention, bila seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar
dan dapat menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan
yang telah dipelajarinya.
c. Aplication, bila seseorang telah mampu untuk menggunakan apa yang
telah dipelajarinya dari satu situasi untuk diterapkan pada situasi yang
51
lain.
d. Analysis, bila kemampuan seseorang lebih meningkat lagi sehingga ia
dapat menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk
pengetahuan tertentu dan menganalisa hubungan satu dengan yang
lainnya.
e. Syntesis, bila seseorang di samping mempunyai kemampuan untuk
menganalisis, ia pun mampu menyusun kembali ke bentuk semula atau
ke bentuk lain.
f. Evaluation, bila seseorang telah mampu untuk mengetahui secara
menyeluruh dari semua bahan yang dipelajarinya. (Wawan A & Dewi
M, 2010)
Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang,
pendidikan yang adekuat membantu seseorang untuk mendapatkan
pengetahuan yang layak pula tentang personal hygiene.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifa Nur Azizah
(2011), tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan ibu pemulung
tentang personal hygiene dengan kejadian scabies ditempat pembuangan
air Semarang. Hasil penelitian menunjukan, dari 30 responden
menunjukkan bahwa 14 atau (40%) responden memiliki pengetahuan
tinggi dan 16 (60%) responden memiliki pengetahuan rendah.
Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin baik pula pengetahuan terhadap personal hygiene, sebaliknya
semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin kurang pula
52
pengetahuan terhadap personal hygiene.
5.2.1.2 Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Berdasarkan table 5.2 ditunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak
63,6% lansia memiliki status ekonomi yang rendah.
Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar
pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk
menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo,
alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Pada umumnya para usia lanjut adalah pensiunan atau mereka yang kurang
produktif lagi. Secara ekonomis keadaan ini keadaan usia lanjut dapat di
golongkan menjadi 3 golongan yaitu, golongan mantap, kurang mantap
dan rawan (Trimarjono ,1997 ). Golongan mantap adalah para lansia yang
berpendidikan tinggi, sempat atau menikmati kedudukan / jabatan yang
baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri
dan tidak tergantung pada pihak yang lain. Pada golongan yang kurang
mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi
sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantarkan
anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi, sehingga kelak akan
dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia
yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup pada anaknya sehingga
53
ketika punya tugas akan mendatangkan kecemasan karena terancam
kesejahteraan pemenuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut
usia dan kesempatan kerja.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria P (2012),
tentang hubungan status ekonomi dengan personal hygiene. Dari hasil
penelitian menunjukkan dari 60 responden, 17 atau (28,3%) responden
memiliki status ekonomi yang tinggi dan 43 atau (71,7%) responden
memiliki status ekonomi yang rendah dalam pemenuhan personal hygiene.
Menurut asumsi peneliti, tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat
rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga
pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Selain itu, paradigma di
masyarakat yang menganggap seseorang dengan usia lanjut tidak lagi
produktif menutup kesempatan bagi lansia untuk memiliki pendapatan
tetap sendiri. Sehingga pemenuhan kebutuhan alat-alat untuk personal
hygiene tidak bisa dilaksanakan.
5.2.1.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Berdasarkan table 5.3 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
54,5% lansia mempunyai dukungan yang rendah dari keluarga tentang
personal hygiene.
Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan
mental adalah sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama
54
biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak,
saudara kandung, atau cucu. Namun struktur keluarga akan mengalami
perubahan jika ada anggota keluarga yang meniggal dunia, pindah ke
daerah yang lain atau menjadi sakit. Beberapa dari kelompok ini adalah
tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja atau
organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah ( Stanley, 2006)
Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia
antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan
meningkatkan status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi,
serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi
lansia ( Mryam, 2008)
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para
lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-
bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan
hal ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.
Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia
timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan
Sudden, 1995 )
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Anggraini
(2013), tentang hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene.
Dari hasil penelitian menunjukkan dari 60 responden, 12 atau (20%)
responden memiliki dukungan keluarga yang tinggi dan 48 atau (80%)
55
responden memiliki dukungan keluarga yang rendah dalam pemenuhan
personal hygiene.
Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang, maka
semakin bagus personal hygiene nya, karena status ekonomi yang tinggi
sangat mendukung seseorang dalam pemenuhan peralatan personal
hygiene seperti alat-alat perlengkapan personal hygiene
5.2.1.4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2015
Berdasarkan table 5.4 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak
52,3% lansia memiliki Personal Hygiene yang kurang bagus.
Potter dan Perry (2009), berpendapat bahwa kebersihan diri
mempengaruhi kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan seseorang.
Mereka yang memiliki hambatan fisik membutuhkan berbagai pemenuhan
hygiene pribadi. Praktik hygiene dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosial
dan budaya. Pada institusi atau rumah, perawatan diri klien ditentukan dan
diberikan perawatan hygiene yang sesuai kebutuhan dan pilihan klien.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), kebersihan itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat
berpengaruh itu diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan,
persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika
seseorang sakit, masalah kebersihan kadang kurang diperhatikan. Hal ini
56
terjadi karena anggapan masalah kebersihan adalah masalah yang tidak
penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi
kesehatan secara umum.
Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Zein (2011), hasil
penelitian menunjukan bahwa (53,34%) responden pemenuhan kebersihan
diri kurang, (13,33%) responden pemenuhan kebersihan diri cukup, dan
(33,33%) responden pemenuhan kebersihan diri baik. Masalah
kelemahan fisik pada lansia juga sangatlah berpengaruh pada perawatan
diri. Apabila seseorang tidak bisa melakukan aktifitasnya tentunya kurang
adanya perawatan diri yang baik pada lansia.
Menurut asumsi peneliti, pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan
status kesehatan, dimana individu secara sadar dan berinisiatif untuk
menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya ini lebih
menguntungkan bagi individu karena lebih hemat biaya, tenaga dan waktu
dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan. Upaya pemeliharaan
kebersihan diri mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi,
mulut, kuku, serta kebersihan dalam berpakaiaan.
5.2.2 Analisis bivariat
5.2.2.1 Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan
Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih
Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Berdasarkan table 5.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang
berpengetahuan rendah memiliki personal hygiene yang kurang bagus
57
sebanyak 18 responden atau 72% sedangkan dari 19 responden yang
berpengetahuan tinggi memiliki personal hygiene yang bagus sebanyak 14
responden atau 73,7%. Dari hasil uji statistik chi square dengan diperoleh
nilai p = 0,007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara pengetahuan lansia dengan personal hygiene lansia
dengan nilai OR = 7,200, yang artinya responden yang berpengetahuan
rendah beresiko 7 kali untuk memenuhi personal hygiene yang kurang
bagus dibandingkan responden yang berpengetahuan tinggi.
Hasil penelitian Nur dan Setyowati (2011). tentang hubungan tingkat
pengetahuan lansia tentang personal hygiene di panti tresna werdha
dengan kejadian penyakit kulit pada lansia di kota Semarang, diperoleh
responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 12 lansia,
sedangkan lansia yang menderita penyakit kulit sebanyak 18 orang dari 30
sampel dan ada hubungan tingkat pengetahuan lansia tentang personal
hygiene dengan kejadian penyakit kulit pada lansia.
Hal ini sejalan dengan penelitian, Utami (2009). dengan judul Pengaruh
Pendidikan Kesehatan tentang Personal Hygiene terhadap Pengetahuan
dan Sikap Ibu Post Partum di Pukesmas Mergangsan Yogyakarta. Hasil
penelitian didapatkan bahwa adanya pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan dan sikap pada kelompok eksperimen dan pada
kelompok kontrol, dimana pengetahuan dan sikap kelompok eksperimen
lebih baik dari kelompok kontrol.
58
Penelitian serupa dilakukan oleh Kusumawati, et. al (2008). yang
menjelaskan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Zaahara
dalam Kusumawati, et. al (2008) yang juga mengemukakan bahwa status
sosial ekonomi yang didalamnya termasuk pendidikan mempunyai
hubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Adanya keterkaitan
antara pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat mempunyai
hubungan yang signifikan dengan tingkat kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri,
kreatif dan berkesinambungan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifa Nur Azizah
(2011), tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan ibu pemulung
tentang personal hygiene dengan kejadian scabies ditempat pembuangan
air Semarang. Hasil penelitian menunjukan, menunjukkan bahwa 14
responden memiliki pengetahuan tinggi terdapat 12 respondenyang tidak
scabies dan 16 responden memiliki pengetahuan rendah, terdapat 16
responden yang scabies. Dengan p value= 0,000 (p<0,005) dengan OR=
7,000.
Menurut asumsi peneliti pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu
sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut dengan
pengetahuan tentang personal hygiene yang baik diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menciptakan dan
menjaga kebersihan diri, sehingga dapat memutuskan rantai penularan
penyakit melalui lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat agar
59
tidak mudah tertular penyakit. Dari hasil penelitian peneliti menemukan
responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi responden
tersebut memiliki personal hygiene yang kurang bagus. Berdasarkan teori
yang peneliti kutip dari buku Potter dan Perry : hal 1334, yaitu personal
hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah :
pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga, praktik sosial, citra
tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika responden tidak memiliki semua
faktor-faktor tersebut, maka responden beresiko untuk memiliki personal
hygiene yang kurang bagus.
5.2.2.2 Hubungan Status Ekonomi Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia
di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2015
Berdasarkan table 5.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang
memiliki status ekonomi rendah memiliki personal hygiene kurang bagus
sebanyak 19 responden atau 67,9% , sedangkan dari 16 responden yang
memiliki status ekonomi tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak
12 responden atau 75%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p
= 0,015 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara status ekonomi lansia dengan personal hygiene lansia
dengan OR = 6,333, yang artinya responden yang memiliki status ekonomi
yang rendah beresiko 6 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang
bagus dibandingkan dengan responden yang memiliki status ekonomi
tinggi.
60
Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar
pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk
menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo,
alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat rendah. Hal ini
berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang
diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sudarmayanti ( 2001 ) pekerjaan
yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong
kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan mereka akan meningkatkan
pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif
yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan
psikologi, kelemahan fisik.
Semakin bertambah umur seseorang, semakin siap pula dalam menerima
cobaan. Hal ini yang didukung oleh teori aktifitas yang menyatakan bahwa
hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat
individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua. Oleh sebab itu
tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan, seperti pensiunan
dari peran sosial kerena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan
juga membawa dampak yang berarti (S. Tamher,2011 : 7).
61
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria P (2012),
tentang hubungan status ekonomi dengan personal hygiene. Dari hasil
penelitian menunjukkan dari 60 responden, 17 responden memiliki status
ekonomi yang tinggi 10 responden yang memiliki personal hygiene yang
baik dan 43 responden memiliki status ekonomi yang rendah 36 responden
yang memiliki personal hygiene yang kurang. Dengan p value= 0,002 (p<
0,005) dengan OR= 6,84.
Peneliti berasumsi bahwa status ekonomi mempengaruhi personal hygiene
lansia. Rendahnya status ekonomi lansia menyebabkan lansia kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene yang baik terutama dalam
hal pemenuhan alat dan bahan dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene, seperti : sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat-alat mandi, dan
sebagainya. Namun pada hasil penelitian ditemukan dari 16 responden
yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi terdapat 25% responden
masih memiliki personal hygiene yang kurang bagus, Berdasarkan teori
yang peneliti kutip dari buku Potter dan Perry : hal 1334, yaitu personal
hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah :
pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga, praktik sosial, citra
tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika responden tidak memiliki semua
faktor-faktor tersebut, maka responden beresiko untuk memiliki personal
hygiene yang kurang bagus.
62
5.2.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Personal Hygiene
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015
Berdasarkan table 5.7 diatas dapat dilihat bahwa dari 24 responden dengan
dukungan keluarga yang rendah memiliki personal hygiene kurang bagus
sebanyak 17 responden atau 70,8% , sedangkan dari 20 responden dengan
dukungan keluarga yang tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak
14 responden atau 70%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p
= 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan personal hygiene lansia
dengan OR = 5,667 yang artinya responden dengan dukungan keluarga
yang rendah beresiko 5 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang
bagus dibandingkan dengan responden dengan dukungan keluarga yang
tinggi.
Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia
antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan
meningkatkan status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi,
serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi
lansia ( Mryam, 2008)
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para
lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-
bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan
63
hal ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.
Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia
timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan
Sudden, 1995 )
Dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam membantu
individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, Rasa percaya diri
akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi
akan meningkat (Stuart dan Sudden, 1995 )
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Puspitaningrum,
dkk (2012) tentang hubungan dukungan keluarga dengan personal
hygiene pada anak Sekolah Dasar Negeri 1 Gambiran Kecamatan Pamotan
Kabupaten Rembang, didapatkan hasil 25 orang (46,3%) siswa kurang
mendapatkan dukungan keluarga dalam perilaku menjaga personal
hygiene, dan sebanyak (82,6%) siswa memiliki prilaku personal hygiene
yang buruk kurang mendapatkan dukungan dari orang tua.
Hasil penelitian yang dilakukan Puspitaningrum, dkk (2012). Tentang
hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada anak Sekolah
Dasar Negeri 1 Gambiran Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang,
didapatkan mendapatkan dukungan keluarga yaitu hanya 11 orang
(20,4%), sedangkan yang kurang mendapat dukungan keluarga yaitu 25
orang (46,3%) dan yang sedang yaitu 18 orang (33,3%). Mengenai
perilaku personal hygiene, didapatkan yang kurang sebanyak 23 orang
64
(42,6%), yang cukup sebanyak 17 orang (31,5%), yang baik hanya 14
orang (25,9%).
Menurut asumsi peneliti, dukungan keluarga sangat penting dalam
menentukan kemampuan lansia dalam menjaga kebersihan diri. Karena
dengan adanya dukungan dari keluarga lansia akan merasa ada yang
mengawasi prilakunya. Selain itu dukungan dari keluarga juga akan
meningkatkan support secara psikologis kepada lansia, serta membuat
lansia merasa berharga didalam keluarga dan masyarakat. Namun pada
hasil penelitian ditemukan dari 20 responden yang memiliki dukungan
keluarga yang tinggi 30% responden masih memiliki personal hygiene
yang kurang bagus, Berdasarkan teori yang peneliti kutip dari buku Potter
dan Perry : hal 1334, yaitu personal hygiene dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah : pengetahuan, status ekonomi, dukungan
keluarga, praktik sosial, citra tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika
responden tidak memiliki semua faktor-faktor tersebut, maka responden
beresiko untuk memiliki personal hygiene yang kurang bagus.
65
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
6.1.1 Lebih dari separoh atau sebanyak 56,8% lansia memiliki pengetahuan
yang rendah tentang personal hygiene.
6.1.2 Lebih dari separoh atau sebanyak 63,6% lansia memiliki status
ekonomi yang rendah.
6.1.3 Lebih dari separoh atau sebanyak 54,5% lansia mempunyai dukungan
yang rendah dari keluarga tentang personal hygiene.
6.1.4 Lebih dari separoh atau sebanyak 52,3% lansia memiliki Personal
Hygiene yang kurang bagus.
6.1.5 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,007 (p<0,05) yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan
lansia tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia
dengan OR= 7,200. Ada hubungan antara antara pengetahuan lansia
tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia dengan
peluang 7,200.
6.1.6 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,015 (p<0,05) yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status ekonomi
lansia dengan personal hygiene lansia dengan OR= 6,333. Ada
hubungan antara status ekonomi lansia dengan personal hygiene lansia
dengan peluang 6,333.
66
6.1.7 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,017 (p<0,05) yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan dari
keluarga lansia dengan personal hygiene lansia dengan OR= 5,667.
Ada hubungan antara dukungan keluarga lansia dengan personal
hygiene lansia dengan peluang 5,667.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi tambahan dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan gerontik dan
komunitas. Dan diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu
masukan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan tidak hanya bersifat
hari ini tapi juga memperkecil efek negative jangka panjang.
6.2.2 Bagi Lahan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dan pertimbangan
bagi puskesmas dalam melakukan program puskesmas terutama program
PHBS.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan pengembangan
penelitian untuk kajian yang lebih dalam dan jumlah sampel yang lebih
banyak sehingga keakuratan hasil penelitian lebih terjamin.