BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar...
-
Upload
truongtuong -
Category
Documents
-
view
230 -
download
1
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik
(Hurlock, 1980 dalam Ali & Asrori, 2014: 9). Menurut Juntika & Mubiar (2013 :
30) masa remaja secara umum merupakan suatu periode dalam perkembangan
yang dijalani seseorang semenjak berakhirnya masa kanak-kanak hinga awal masa
remaja. Masa peralihan tersebut diperlukan untuk menumbuhkan sikap tanggung
jawab saat remaja awal memasuki masa dewasa. Perkembangan remaja dimulai
antara usia 12 sampai 21 tahun dengan pembagian, 12-15 tahun: remaja awal, 16-
18 tahun : remaja pertengahan, 19-21 tahun : masa remaja akhir (Monks & Knoers,
2006: 262). Pada masa perkembangan remaja awal memiliki beberapa tahap
perkembangan diantaranya seperti emosional, keadaan tidak stabil, mempunyai
banyak masalah dan mengalami masa kritis (Musbikin, 2013:7).
Keadaan emosional, pada masa remaja awal umumnya mengalami ‘strum
and drung’ artinya terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam keadaan fisik, tetapi tidak setiap remaja awal
mengalami strum and drung dengan hebat. Pada masa remaja terjadi keadaan tidak
stabil, seperti mengalami ketegangan, kegembiraan tiba-tiba berganti dengan
kesedihan, percaya diri berubah menjadi rasa keraguan diri sendiri, altruism
berganti dengan egoisme. Pada tahap perkembangan masa remaja awal, remaja
2
mempunyai banyak masalah, hal ini timbul dari berbagai aspek, misalnya dari aspek
jasmaniah yakni remaja sudah mulai memikirkan kondisi fisiknya yang
membanding-bandingkan fisiknya dengan orang lain yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Kemudian masalah dengan kebebasannya, yakni remaja awal
yang masih dalam rangka mencari identitas diri menginginkan kebebasan
emosional dari orang tuanya dan orang dewasa lainnya. Remaja awal ingin sekali
diakui eksistensinya dengan berbagai cara, Serta masalah yang berhubungan
dengan interaksi lawan jenis (Musbikin, 2013: 97).
Pada tahap perkembangan remaja awal mengalami masa yang kritis, karena
masa ini ditentukan dari kesiapan remaja dalam menghadapi persoalan-
persoalannya dengan baik atau sebaliknya. Remaja yang sudah menyelesaikan
persoalan-persoalannya umumnya akan lebih berhasil dari pada anak yang
senantiasa dilindungi. Jika, para remaja awal tersebut tidak dapat menyesuaikan
dirinya sendiri maupun dengan masyarakat atau lingkungan sekitarnya, maka akan
terjadi tindakan-tindakan yang tidak patut dilakukan seperti membantah saat
diberitahu orang tua, tidak patuh saat disekolah, dan melakukan tindakan anti susila
(Musbikin, 2013: 7).
Remaja awal juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek
intelektual. Perkembangan intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan
remaja awal tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat
dewasa, tapi juga mampu beradaptasi dengan setiap periode perkembangan (Shaw
& Costanzo, 1985 dalam Ali & Asrori, 2014 : 9). Remaja awal merupakan masa
3
peralihan dari anak-anak menuju dewasa dimana pada fase ini remaja mencari jati
diri. Sebetulnya remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak
termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh
untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja awal masih belum mampu
menguasai secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks & Knoers, 2006:
259). Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja awal
mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan
apa saja peluang yang ada pada remaja dari pada sekedar melihat apa adanya.
Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja awal dari fase-
fase sebelumnya (Shaw & Costanzo, 1985 dalam Ali & Asrori, 2014 : 10).
Pada saat siswa menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP)
siswa mulai memasuki usia remaja awal. Dalam tahap perkembangannya, siswa
SMP berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek,
yaitu perkembangan aspek kognitif, fisik dan psikososial. Pada perkembangan
aspek kognitif, periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu lebih kurang sama
dengan usia siswa SMP yang merupakan period of formal operation. Piaget
mendefinisikan kemampuan atau perkembangan kognitif sebagai hasil dari
hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalaman-pengalaman
yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Djiwandono,
2002: 81).
Perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa
remaja, yang berdampak terhadap perubahan psikologis. Pada mulanya, tanda-
4
tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam
konteks ini, kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif
bertumbuh dengan cepat yang disebut growth spurth, di mana terjadi terjadi
perubahan diseluruh bagian dimensi badan. Pertumbuhan cepat bagi anak
perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari anak laki-laki. Umumnya anak
perempuan mulai mengalami pertumbuhan pada usia 10,5 tahun dan anak laki-laki
pada usia 12,5 tahun (Hurlock, 1980 : 212).
Berdasarkan aspek psikososial Erikson (1989 dalam Desmita, 2013 : 214)
mendefinisikan salah satu tugas perkembangan selama masa remaja awal adalah
menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri
yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja awal yang berhasil mencapai suatu
indentitas diri yang stabil akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang
dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, menyadari
kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai
situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan
masa depan, dan serta mengenal perannya dalam masyarakat.
Perubahan fisik, kognitif serta psikososial yang terjadi dalam pekembangan
remaja awal mempunyai pengaruh besar tehadap relasi orang tua dan remaja.
Perkembangan hubungan remaja awal dengan orang tua harus senantiasa terikat.
Untuk mempertahankan keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja awal,
orang tua harus membiarkan mereka bebas untuk berkembang. Ketika remaja awal
menuntut otonomi, maka orang tua yang bijaksana harus membiarkan remaja
5
berfikir untuk mengambil keputusan yang asuk akal, dan orang tua memberikan
bimbingan untuk mengambil keputusan benar karena pengetahuan anak remaja
awal masih terbatas (Desmita, 2013).
Perkembangan kehidupan sosial remaja awal juga ditandai dengan
meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sebagaian besar
waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman
sebaya mereka. Berbeda dengan masa kanak-kanak, hubungan teman sebaya
remaja aawal lebih didasarkan pada hubungan persahabatan. Menyebutkan fungsi
positif teman sebaya yaitu, memperoleh dorongan emosional dan sosial serta
menjadi lebih independen, meningkatkan harga diri, meningkatkan keterlampilan-
keterlampilan sosial, mengembangkan kemampuan nalar, dan belajar untuk
mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih matang (Santrock, 2007 : 55).
Menurut Santrock (1998, dalam Desmita, 2013 : 22) sejumlah ahli teori lain
menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak-
anak dan remaja awal. Bagi sebagian remaja awal, ditolak atau diabaikan oleh teman
sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping
itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan
perilaku menyimpang. Budaya teman sebaya remaja awal merupakan suatu bentuk
kejahatan yang merusak nilai-nilai dan kontrol orang tua. Remaja awal cenderung
lebih mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Ketika teman
sebayanya berperilaku baik maka remaja awal pun akan berperilaku baik begitu
pula sebaliknya jika teman sebaya berperilaku buruk maka remaja awal akan
6
berperilaku buruk. Peran keluarga dan teman sebaya sangat mempengaruhi
perilaku seorang remaja. Pengaruh tersebut yang akan menimbulkan dampak
positif maupun negatif. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan
perilaku-perilaku menyimpang seperti, pengunaan alkohol, obat-obatan narkoba,
kenakalan remaja, perilaku merokok, dan berbagai bentuk perilaku kejahatan (Liao,
2013: 6).
Perilaku merokok adalah suatu perilaku aktivitas membakar rokok dan
kemudian menghisapnya dan mengehembuskannya keluar melalui mulut atau
hidung dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap atau dihirup oleh orang-
orang disekitarnya. Pengaruh nikotin dalam merokok dapat membuat seseorang
menjadi pencandu berat atau ketergantungan pada rokok. Seseorang yang tercandu
rokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok tetapi
mereka cenderung sensitif terhadap efek nikotin yang ada pada rokok tersebut
(Levy, 2004: 2). Tidak dapat dipungkiri bahwa rokok mengandung sensai
kenikmatan tersendiri. Hal ini senada dengan pesan yang disampaikan oleh industri
rokok melalui tayangan iklan yang secara gencar ditampilkan diberbagai media
massa, baik cetak maupun elektronik (Satiti, 2009: 19). Selain sensasi kenimatan,
ada beberapa motivasi lain yang diketahui keinginan remaja awal ingin merokok,
sehingga akan berpotensi menimbulkan kecanduan. Beberapa motivasi itu antara
lain : rokok adalah simbol kejantanan, rokok adalah simbol kebebasan, rokok
adalah simbol glamour, menghisap rokok adalah simbol pergaulan, menghisap
rokok adalah simbol persahabatan, menghisap rokok terlihat keren, meghisap
rokok dapat menghilangkan rasa stress dan cemas, menghisap rokok dapat
7
menimbulkan rasa percaya diri, menghisap rokok karena coba-coba, menghisap
rokok karena meniru orang tua dan teman lingkungan sekitar (Satiti, 2009: 20).
Perilaku merokok merupakan salah satu fenomena yang timbul dari
permasalahan faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya. Jika orang tua atau
saudaranya merokok maka kemungkinan besar seorang anak akan beresiko
berperilaku merokok. Demikian halnya yang terjadi ketika remaja awal bersama
teman sebaya. Teman sebaya mempunyai peran yang sangat penting bagi remaja,
karena masa tersebut remaja awal mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai
bergabung dengan teman sebayanya. Kebutuhan identitas diri untuk dianggap serta
diterima dilingkungan temannya seringkali membuat remaja awal berbuat apa saja
agar dapat diterima dikelompoknya. Keluarga dan teman sebaya merupakan pihak-
pihak yang pertama kali mengenalkan untuk mencoba merokok, kemudian
berkembang menjadi ketergantungan merokok (Bricker, 2009: 2).
Lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa pada tahap perkembangan tersebut.
Keluarga merupakan lingkungan tumbuh kembang seorang remaja awal yang
kehidupannya akan ditentukan oleh orang-orang yang membina keluarga tersebut
(Melly, 2007: 3). Kepribadian seorang remaja awal lahir dari didikan dari sebuah
keluarga yang didalamnya berisikan ayah dan ibu. Namun kepribadian remaja awal
dapat berubah seiring bertumbuhnya usia dan berkembangnya pola pikir ketika
usia remaja. Saat SMP anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya
bermain bersama teman sebayanya.
8
Menurut Depkes (2015) Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok usia 15 tahun keatas
yaitu; 27 % (Susenas 1995); 31,5% (SKRT 2001); 34,4% (Susenas 2004); 34,7%
(Riskesdas 2007) dan 36,3% (Riskesdas 2013). Data Global Youth Tobbaco Survey
2014(GYTS 2014) menyebutkan 20,3% anak sekolah merokok (laki-laki 36%,
perempuan 4,3%), 57,3% anak sekolah usia 13-15 tahun terpapar asap rokok dalam
rumah dan 60% terpapar ditempat umum atau enam dari setiap 10 anak sekolah
usia 13-15 tahun terpapar asap rokok didalam rumah dan ditempat-tempat umum.
Data Global Adult Tobbaco Survey (GATS) 2011 juga menunjukkan prevalensi
perokok di Indonesia sebesar 34,8% dan sebanyak 67% laki-laki di Indonesia
adalah perokok.
Berdasarkan hasil observasi serta wawancara pada hari senin tanggal 25
Januari 2016 yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa dan Bapak Nursalim di
SMP X ditemukan banyak siswa yang merokok saat wawancara dengan beberapa
siswa di SMP X yang menejelaskan bahwa mereka merokok dikarenakan banyak
faktor keinginan dari diri sendiri, lingkungan keluarga dan teman sebaya.
Keinginan yang timbul dari diri siswa tersebut didasari oleh lingkungan yang
menunjang untuk merokok. Seperti seorang ayah yang merokok di lingkungan
rumah dan banyaknya teman dekat yang merokok. Hal tersebut tentunya dapat
meningkatkan keinginan siswa untuk mencoba merokok, bahkan keluarga pun
mengijinkan anaknya juga merokok. Seperti yang diungkapkan oleh siswa di SMP
X :
9
“Pertama kali saya merokok karena melihat ayah saya yang setiap hari merokok dirumah, kemudian saya melihat teman sekolah saya merokok juga dan menimbulkan rasa ingin mencoba. Ketika teman saya menawarkan rokok ternyata rasa rokoknya enak dan sampai sekarang saya merokok lebih dari 6 batang per hari. Saya pertama kali merokok karena ingin mencoba-coba namun tidak diajak teman. Saya merokok karena diajak teman dengan iming-imingin rasanya enak. Saya merokok akibat pingin pada saat ngumpul-ngumpul teman-teman saya merokok semuanya jadi saya ingin merokok juga dan orang tua saya juga tidak marah kalau saya merokok namun dibatasi”.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Dukungan Keluarga dan Teman Sebaya
terhadap Perilaku Merokok pada Siswa SMP X”
1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perumusan
masalahnya adalah apakah ada pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya
terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X ?
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. 3. 1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok pada
siswa SMP X.
10
1. 3. 2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap perilaku merokok siswa
SMP X.
b. Mengidentifikasi dukungan teman sebaya terhadap perilaku merokok
pada siswa SMP X.
c. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap
perilaku merokok pada siswa SMP X.
1. 4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan penulisan
yang hendak dicapai, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. 4. 1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap
khasanah keilmuan, Khususnya bidang ilmu keperawatan yang terkait
dengan masalah perkembangan pada remaja.
1. 4. 2. Manfaat praktis
a. Bagi penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dukungan
keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X,
11
sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahuan penelitian dalam
memecahkan masalah secara ilmiah dan analitik
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi institusi
pendidikan untuk bisa dijadikan suatu refrensi dan menambah wawasan
serta pengetahuan tentang pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya
terhadap perilaku merokok pada siswa SMP X.
c. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan kajian atau rujukan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut secara berkeseinambungan mengenai perilaku merokok
terhadap berbagai faktor-faktor penyebab maupun pendukungnya.
1. 5. Keaslian Penelitian
Peneliti menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pemikiran asli
peneliti. Sedangkan penelitian yang berhubungan dengan yang dilakukan peneliti
adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Anna Miftahul Jannah (2013), perbedaan mutu
perilaku merokok akibat pengaruh sikap permisif orang tua dan teman sebaya
pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang, dengan hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan
antara perilaku merokok akibat pengaruh sikap permisif orang tua dan teman
12
sebaya. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan didapatkan nilai Z hitung
sebesar 3.245 dengan signifikansi sebesar 0.001. Dari tabel distribusi Z,
didapatkan nilai Z-tabel sebesar 1.96. Nilai Z-hitung lebih besar dari T-Tabel
(3.245 > 1.96) dan signifikansi kurang dari α = 0.05. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini mengkaji tentang
perbedaan mutu perilaku merokok pada mahasiswa sedangkan penelitian yang
penulis lakukan adalah mengkaji pengaruh dukungan keluarga dan teman
sebaya terhadap perilaku merokok pada siswa SMP.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Arina Uswatun Hasanah (2012) yang berjudul
hubungan antara dukungan orang tua, teman sebaya, dan iklan rokok dengan
perilaku merokok pada siswa laki-laki Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali,
penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan orang tua dengan perilaku merokok pada siswa laki-laki Madrasah
Aliyah Negeri 2 Boyolali. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
penulis lakukan adalah penelitian ini mengkaji tentang hubungan dukungan
orang tua, teman sebaya, dan iklan rokok dengan perilaku merokok sedangkan
pada peneliti penulis tentang pengaruh dukungan keluarga dan teman sebaya
terhadap perilaku merokok.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Doddy Adi Nugroho tahun 2012 tentang
hubungan antara pengetahun tentang efek buruk merokok dengan perilaku
merokok pada pelajar SMP. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi kelas VII,
VIII dan IX dengan sampel sebanyak 90 orang, menunjukkan bahwa ada
13
hubungan antara pengetahuan tentang efek buruk merokok dengan perilaku
merokok pada pelajar SMP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil pelajar
dengan tingkat pengetahuan tidak mengerti sebesar 54.4%, perilaku merokok
tinggi sebesar 58.9%. Perbedaan penelitian Doddy Adi dengan penelitian yang
akan dilakukan peneliti terletak pada variable bebas. Variabel bebas yang
digunakan pada penelitian Doddy Adi yaitu pengetahuan, sedangkan variable
bebas yang akan diteliti adalah dukungan keluarga dan teman sebaya.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Stefani Yunita Widodo (2009), Hubungan
antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit paru obstruktif (PPOK)
di rumah sakit paru batu. Penelitian ini menunjukkan hasil 77.8% pasien
mempunyai kebiasaan merokok, 46.3% mempunyai kebiasaan merokok dalam
derajat 2, 35.2% merokok jenis kretek bahkan 59.3% telah mempunyai
kebiasaan merokok selama 20 tahun. Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0.025 yang berarti antara kebiasaan merokok dan kejadian
penyakit paru obstruktif kronik mempunyai hubungan signifikan (p<0.05).
Perbedaan dari penelitian Stefani dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
pada variabel bebas dan terikat, dimana pada penelitian Stefani variabel bebas
yang digunakan adalah kebiasaan merokok dan variabel terikatnya adalah
kejadian penyakit paru obstruktif. Sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan adalah variabel bebas digunakan yaitu dukungan keluarga dan teman
sebaya. Serta variabel terikatnya yaitu perilaku merokok.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ayu Wulandari (2012), hubungan antara
tingkat stres dengan intensi merokok pada remaja. Penelitian ini menggunakan
14
metode kuantitatif korelasional yang diilakukan pada remaja laki-laki yang
merokok kelas VIII dan IX SMPN 2 Tanjunganom Nganjuk. Hasil penelitian
bahwa menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara
tingkat stres dengan intensi merokok pada remaja dengan koefisien korelasi (r)
= 0.419. Perbedaan dari penelitian Retno Ayu Wulandari dengan penelitian
yang akan dilakukan terdapat pada variabel bebas dan variabel terikat.
Penelitian Retno menggunakan variabel bebas tingkat stress dan variabel
terikat intesi merokok. Sedangkan variabel bebas peneliti adalah dukungan
keluarga dan teman sebaya, dan variabel terikat perilaku merokok remaja.
Kesimpulan dari keaslian penelitian ini adalah selalu terdapat pengaruh
dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokok. Setiap penelitian
yang dilakukan memberikan hasil yang dapat memberikan referensi yang
diperlukan untuk penelitian selanjutnya, misalnya penelitian yang dilakukan oleh
Uswatun Hasanah (2012) yang menguji tentang hubungan antara dukungan orang
tua, teman sebaya dan iklan rokok dengan perilaku merokok dan juga penelitian
Anna Miftahul Jannah (2013) yang meneliti perbedaan mutu perilaku merokok
akibat sikap permisif orang tua dan teman sebaya. Penelitian diatas dominan
menjadi informasi tambahan bagi peneliti untuk meneliti lebih lanjut pengaruh
dukungan keluarga dan teman sebaya terhadap perilaku merokokpada siswa di
SMP X.