BAB 1 dermatitis seboroik fika

download BAB 1 dermatitis seboroik fika

of 17

description

BAB 1 dermatitis seboroik fika

Transcript of BAB 1 dermatitis seboroik fika

16

BAB 1PENDAHULUAN1.1 DefinisiIstilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksi (Djuanda, 2010).Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang mudah dikenali. Dermatitis seborik ini merupakan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan predileksi kelainannya adalah tempat-tempat seboroik, biasanya berasosiasi dengan peningkatan produksi sebum di kulit kepala dan area di wajah dan batang tubuh yang kaya dengan folikel sebasea (Freedberg, 2003).Area seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah presternum, daerah interscapulae, aerolla mammae) dan daerah lipatan (ketiak, lipatan bawah mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat) (Murtiastutik, Ervianti, Agusni, & Suyoso, 2010).

Gambar 2.1 Area Seboroik1.2 EpidemiologiDermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang tepat dari dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut dapat terjadi. Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih banyak dibandingkan dengan psoriasis. Prevalensi dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% pada populasi umum Amerika Serikat, dan 3-5% pada orang dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita HIV/AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih sering terkena dari pada wanita pada semua kelompok umur (Plewig & Jansen, 2007). Dermatitis seboroik memiliki dua puncak kejadian yakni pada bayi usia 3 bulan awal dan juga pada usia 40-70 tahun. Umumnya laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1. Dermatitis seboroik terjadi pada semua ras. Kelainan kulit ini lebih umum terjadi pada dewasa dibandingkan psoriasis. Selain itu 85% kasus infeksi HIV, pasiennya mengalami dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik memiliki laju prevalensi 3-5%. Dermatitis seboroik tipe mild, berupa ketombe, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, yakni sebesar 15-20% (Freedberg, 2003).1.3 Etiologi dan PatogenesisPenyebabnya belum diketahui secara pasti. Factor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans (Djuanda, 2010).Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita (Djuanda, 2010).Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun (Djuanda, 2010).Etiologi yang lain antara lain sebum meningkat penumpukannya pada kulit yang tidak bargerak, misalnya pada kelainan neurologis; hygiene yang buruk; variasi suhu dan kelembaban yang rendah; dermatitis seboroik yang luas dan sukar diobati dipikirkan karena infeksi HIV, terutama pada kelompok resiko tinggi karena imunosupresi sehingga pertumbuhan yeast meningkat; lebih sering pada orang-orang yang banyak m,emakan lemak dan minum alkohol (Djuanda, 2010).

Penyebab pasti belum diketahui (Freedberg, 2003) : Seborrrhea Kelainan ini berasosiasi dengan kulit yang berminyak, meskipun peningkatan produksi sebum, tidak selalu terdeteksi. Predileksinya yakni di wajah, telinga, kulit kepala dan tubuh bagian atas, yang banyak folikel sebaseanya. Kelenjar sebasea terlihat besar pada spesimen histologi potongan melintang. Efek mikrobial Obat Beberapa obat dilaporkan memproduksi dermatitis seboroik seperti arsenik, metildopa, simetidin, neuroleptik. Abnormalitas neurotransmitter Dermatitis seboroik biasanya berasosiasi dengan berbagai abnormalitas neurologik, seperti postensefalik parkinsonism, epilepsi, supraorbital injury, paralisis wajah, poliomielitis, siringomielia, dan kuadriplegia. Stres emosional memperburuk kondisi kelainan ini. Faktor fisik Aliran darah kutaneus dan suhu kulit bertanggung jawab atas distribusi dermatitis seboroik. Suhu udara yang panas dan kelembaban yang rendah membuat kondisi semakin buruk.

1.4 Gejala KlinisKelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Kadang-kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mengering berwarna kekuningan. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel atau krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak yang lekat pada kulit kepala daerah frontal dan parietal tanpa ada dasar kemerahan dan kurang atau tidak gatal disebut cradle-cap. Dapat pula ditemukan lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama berminyak, kurang atau tidak gatal. Pada daerah supraorbiatal, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus. Pada bayi, penyakit timbul dalam bulan-bulan pertama kehidupan, berupa penyakit inflamasi yang terutama mengenai kepala berambut dan lipatan dengan skuama greasy-looking dan krusta. Bagian sentral wajah, dada, dan leher dapat pula terkena. Bagian scalp yang terkena,cukup khas. Region frontal dan parietal tertutup oleh krusta tebal, tampak berminyak (oily-looking), sering disertai fisur (crusta lactea, milk crusts, atau cradle cap). Kehilangan rambut tidak terjadi dan radang sedikit. Kelainan dapat pula mengenai lipatan belakang telinga, daun telinga,dan leher, aksila. Pada lipat paha dan anogenital dapat terjadi infeksi oportunistik oleh C. albicans, S. aureus, dan bakteri lain, yang klinisnya mengingatkan suatu psoriasis, sehingga dinamai psoriasoid atau napkin psoriasis.

Gambar 2.1. Dermatitis Sebororoik pada bayi. Pola Dermatits Seboroik yang luas dengan lesi psoriasiformis pada badan dan paha.

Gambar 2.2 Dermatitis Seboroik pada bayi, lesi pada kepalaPada dewasa (dimulai usia puber, rata-rata pada 18-40 tahun, dapat pula usia tua). Pada area seboroik, khas tapak lesi maculae atau patch, folikular, perifolikular atau papulae, kemerahan atau kekuningan yang ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.Pada dewasa berasosiasi dengan seborea, scaling, kemerahan, pruritus pada kulit kepala, alis, lipat nasolabial, area retroaurikular, dan di atas sternum. Asymptomatic fluffy, ketombe halus pada kulit kepala disebut pitiarisis sika. Lesi kulit dikarakteristikan dengan warna kuning, eritema, infiltrat inflamasi dan berminyak, krusta dan skuama tebal. Bentuk yang berminyak ini disebut pitiarisis stetoides.

Gambar 2.3 Dermatitis seboroik di wajah, kulit kepala, dan telinga

Gambar 2.4 Dermatitis Seboroik pada Regio Centrolfacial

Gambar 2.5 Dermatitis Seboroik pada Regio Upper Back (Punggung)

Gambar 2.6 Dermatitis Seboroik pada Regio Presternal dengan Gambaran Papular

Gambar 2.7 Dermatitis Seboroik pada Scalp (Kepala), ada Deskuamasi.Beberapa bentuk dapat dibedakan : Tabel 2.1. Pola Dermatitsis Seboroik

1.5 Diagnosisa. Anamnesis dan Pemeriksaan FisikPenegakan diagnosis dermatitis seboroik biasanya hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien. Gejala klinis dermatitis seboroik bersifat khas dengan daerah predileksi yang khas pula. Gejala klinis yang khas pada dermatitis seboroik :1. Pada bayi (usia 2 minggu-10 minggu)a. Pada kepala (daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle cap, dengan krusta tebal, pecah-pecah, dan berminyak, tanpa ada dasar kemerahan dan kurang/tidak gatal.b. Pada lokasi lain lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama berminyak, kurang/tidak gatal.

2. Pada dewasa a. Umumnya gatalb. Pada area seboroik, berupa makula atau plak, folikular, perifolikular, atau papula, kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyakc. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan, stes atau paparan sinar mataharib. Pemeriksaan PenunjangBila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis banding, yaitu :1. Pemeriksaan histopatologis kulit. Pada dermatitis seboroik didapatkan gambaran dermatitis kronis dan spongiosis yang lebih jelas.

Gambar 2.8 Gambar Histopatologis Kulit Dermatitis Seboroik (Spongiosis pada infundibulum dengan krusta) perbesaran 100x, Pewarnaan HE.

Gambar 2.9 Gambar Histopatologis Kulit Dermatitis Seboroik (Spongiosis pada infundibulum dengan krusta) Perbesaran 400x, Pewarnaan HE2. Pemeriksaan KOH, pada dermatitis seboroik dapat tampak spora/blastokonidia, tidak ditemukan hifa.3. Pemeriksaan lampu Wood, pada dermatitis seboroik fluoresein negatif (warna violet). Pada eritrasma fluoresen merah bata atau merah tembaga (Murtiastutik, Ervianti, Agusni, & Suyoso, 2010).1.6 Diagnosis BandingTergantung pada lokasi dan beratnya penyakit1. Pada kepala : ptyriasis kapitis (ketombe), psoriasis vulgaris, dermatitis kontak, ptyriasis rosasea2. Pada daerah fleksural : kandidiasis intertrigo, eritrasma, tinea cruris, dermatitis alergika terhadap bahan pakaian3. Pada dermatitis seboroik infantil : dermatitis atopik, psoriasis pada bayi baru lahir, skabies, histiositosis X4. Erupsi obat : karena metyldopa, clorpromazine, cimetidine5. Lain-lain : liken simpleks, pedikulosis, ptyriasis rosea, pemfigus foleaseus, neurodermatitis, ptyriasis versikolor, dermatofitosis, penyakit darier, defisiensi zinc, akrodermatitus enteropatika (Barakbah, et al., 2005).1.7 PenatalaksanaanPrinsip pengobatannya bertujuan untuk melepas skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengatasi infeksi sekunder, mengurangi eritema dan gatal. Penyakit ini dapat berulang. Oleh karena itu, edukasi dan penatalaksanaan non-medikamentosa maupun medikamentosa perlu dilakukan (Wolff, 2009).a. Non- MedikametosaUntuk terapi non-medikamentosa, pemberian edukasi mengenai penghindaran pada stres emosional dan kurang tidur. Dietnya diusahakan untuk menghindari lemak. Perlu juga memperhatikan musim, penyakit saraf, dan pemakaian obat-obatan tertentu seperti metildopa, preparat emas, simetidin, dan neuroleptik (Wolff, 2009).

b. Medikametosa1. Pengobatan SistemikKortikosteroid digunakan pada kasus berat, misalnya prednison dengan dosis 20-30 mg sehari. Jika telah terjadi perbaikan, dosis diturunkan perlahan dan bila terjadi sekunder infeksi dapat diberikan antibiotik (Djuanda, 2010).Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar sebasea dapat dikurangi hingga 90%, sehingga berakibat berkurangnya produksi sebum. Dosis pemberian sekitae 0,1-0,3 mg/kgBB/hari. Perbaikan akan tampak setelah 4 minggu permberian. Setelah itu diberikan dosis pemeliharaan sekitar 5-10 mg/hari selama beberapa tahun, pemberian ini ternyata efektif dalam mengontrol penyakitnya (Djuanda, 2010).Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan. Bila pada sediaan langsung terdapat P. Ovale dapat diberikan obat oral anti jamur, yaitu ketokonazole dengan dosis 200 mg per hari (Djuanda, 2010).Terapi Dermatitis Seboroik dengan terapi sistemik dari Pedoman Diagnosis dan Terapi RSU dr. Soetomo tahun 2005 dengan preparat antifungi dan antiinflamasi. Diberikan ketokonazol (kemasan 200 mg) selama 3 minggu dan tablet kortikosteroid (prednison atau dexametason) (Pohan, 2005).2. Pengobatan TopikalPada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15 menit, misal dengan selenium sulfida. Jika terdapat skuama dan krusta diberikan emolien, misal krim urea 10%. Obat topikal lain yang biasa dipakai untuk dermatitis seboroik adalah ter, resosin 1-3%, sulfur praesipitatum 4-20%, kortikosteroid (hidrokortison 2,5%), dan krim ketokonazole 2% bila ada infeksi jamurn (Djuanda, 2010).1.8 PrognosisPrognosis umumnya baik. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk beberapa dekade dengan periode peningkatan pada musim panas dan periode eksaserbasi di musim dingin. Dermatitis seboroik pada bayi biasanya berkepanjangan dari minggu ke bulan. Bayi dengan dermatitis seboroik memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit yang sama pada saat dewasa (Plewig & Jansen, 2007).