BAB 1-5.pdf

43
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Tanaman Kelapa sawit ialah tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini sebagian besar dimanfaatkan buahnya sebagai sumber minyak nabati. Dari minyak tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai  produk, mulai dari produk rumah tangga seperti sabun, minyak goreng hingga dimanfaatkan juga sebagai bahan baku kosmetik. Indonesia ialah salah satu produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia banyak tersebar di wilayah Kalimantan, Sumatera dan juga Sulawesi. Jadi tidak heran jika perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan di Indonesia. Mengingat pentingnya perkebunan sawit bagi perkembangan  perekonomian di Indonesia maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit di Indonesia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun salah satu permasalahan utama yang ada ialah  pembentukan buah (Fruit Set) yang kurang sempurna, sehingga dalam satu buah tandan kelapa sawit masih didapatkan beberapa persen buah parteno/ buah tidak  jadi. Kejadian ini mengakibatkan potensi produksi dari tanaman kelapa sawit tidak bisa dimaksimalkan. Permasalahan ini terjadi karena proses penyerbukan yang kurang sempurna. Sehingga terdapat beberapa bunga yang gagal terbentuk, dan menjadi  buah parteno. Kejadian ini dapat diminimalkan dengan meningkatkan persentase keberhasilan penyerbukan, salah satu teknik penyerbukan yang banyak digunakan  pada saat ini adalah penyerbukan alami dengan bantuan serangga pollinator yakni  Elaeidobius kamerunicus. Serangga ini merupakan pollinator utama bagi tanaman kelapa sawit, sehingga keberadaanya perlu untuk selalu diperhatikan dan dikembangkan, agar  persentase keberhasilan penyerbukan tanaman kelapa sawit tetap tinggi. kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan, pengembangan serta aplikasi serangga  Elaeidobius ini di kebun tanaman kelapa sawit PT. Bumitama Gunajaya Agro Wilayah IV Kab.Kotawaringin Timur, Kalima ntan Tengah.

Transcript of BAB 1-5.pdf

Page 1: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 1/43

1

1.  PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang.

Tanaman Kelapa sawit ialah tanaman perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis tinggi. Tanaman ini sebagian besar dimanfaatkan buahnya sebagai

sumber minyak nabati. Dari minyak tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai

 produk, mulai dari produk rumah tangga seperti sabun, minyak goreng hingga

dimanfaatkan juga sebagai bahan baku kosmetik.

Indonesia ialah salah satu produsen terbesar minyak kelapa sawit di

dunia, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia banyak tersebar di wilayah

Kalimantan, Sumatera dan juga Sulawesi. Jadi tidak heran jika perkebunan kelapa

sawit merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan di

Indonesia.

Mengingat pentingnya perkebunan sawit bagi perkembangan

 perekonomian di Indonesia maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang mampu

meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit di Indonesia, baik dari segi kualitas

maupun kuantitas. Namun salah satu permasalahan utama yang ada ialah

 pembentukan buah (Fruit Set) yang kurang sempurna, sehingga dalam satu buah

tandan kelapa sawit masih didapatkan beberapa persen buah parteno/ buah tidak

 jadi. Kejadian ini mengakibatkan potensi produksi dari tanaman kelapa sawit

tidak bisa dimaksimalkan.

Permasalahan ini terjadi karena proses penyerbukan yang kurang

sempurna. Sehingga terdapat beberapa bunga yang gagal terbentuk, dan menjadi

 buah parteno. Kejadian ini dapat diminimalkan dengan meningkatkan persentase

keberhasilan penyerbukan, salah satu teknik penyerbukan yang banyak digunakan

 pada saat ini adalah penyerbukan alami dengan bantuan serangga pollinator yakni Elaeidobius kamerunicus.

Serangga ini merupakan pollinator utama bagi tanaman kelapa sawit,

sehingga keberadaanya perlu untuk selalu diperhatikan dan dikembangkan, agar

 persentase keberhasilan penyerbukan tanaman kelapa sawit tetap tinggi. kegiatan

magang ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan, pengembangan serta

aplikasi serangga Elaeidobius ini di kebun tanaman kelapa sawit PT. Bumitama

Gunajaya Agro Wilayah IV Kab.Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Page 2: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 2/43

2

1.2.  Tujuan

  Menambah wawasan mahasiswa dalam pengembangan kelapa sawit di

Indonesia.

 

Menambah pengalaman dan skill mahasiswa dalam pengembangan kelapa

sawit di Indonesia.

  Mengetahui sejauh mana peran serangga penyerbuk  Elaeidobius kamerunicus 

dalam meningkatkan produksi kelapa sawit di Indonesia

  Mengetahui teknik pengelolaan dan aplikasi serangga penyerbuk  Elaeidobius

kamerunicus di PT. Bumitama Gunajaya Agro Wilayah IV Kab.Kotawaringin

Timur, Kalimantan Tengah

 

Memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang dunia kerja.

  Meningkatkan kesiapan mahasiswa untuk terjun kedalam dunia kerja.

Page 3: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 3/43

3

2.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit ialah tanaman yang berasal dari Afrika dengan

nama latin ( Elaeis guineensis). Tanaman kelapa sawit bisa memiliki tinggi

mencapai 24 meter dengan morfologi mirip dengan pohon kelapa biasa. Kelapa

sawit memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Elaeis

Gambar 2.1. ( Elaeis guineensis)

Sumber: www.id.wikipedia.org 

Tanaman Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh

 pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang

dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.

Kelapa sawit ialah tanaman perkebunan yang dimanfaarkan buahnya

sebagai sumber minyak nabati, tanaman kelapa sawit memiliki nilai ekonomis

yang sangat tinggi karena manfaatnya yang juga sangat banyak, mulai sebagai

 bahan baku produk rumah tangga, industry dan juga bahan baku kosmetik.

Page 4: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 4/43

4

Kelapa sawit banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di luar pulau

 jawa, karena lahan yang tersedia masih cukup luas, berdasarkan data yang

diperoleh dari (PUDATIN,2013) mulai dari tahun 200-2011 areal luas perkebunan

kelapa sawit di Indonesia memiliki kecenderungan peningkatan yang cukup tinggi

dan pada tahun 2011 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8,91 juta ha,

dengan rincian luas areal PBS(Perkebunan Besar Swasta) sebesar 4,65 juta ha

(52,22%), luas areal PR (Perkebunan Rakyat) sebesar 3,62 juta ha (40,64%), dan

luas areal PBN (Perkebunan Besar Negara) sebesar 0,64 juta ha (7,15%).

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama perkebunan

di indonesia, karena itu kelapa sawit memiliki sumbangan yang besar bagi

 pembngunan di Indonesia, namun permasalahanya di indonesia adalah meskipun

Indonesia memiliki luas lahan kelapa sawit terbesar di dunia namun secara

 produktivitas Indonesia masih kalah dengan Malaysia, hal ini karena tingkat

 produktivitas lahan sawit di indonesia cukup rendah. Berdasarkan data dari

(BPTP.2008) Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah

Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul

sawit bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil)

 perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton

minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata

menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan

 perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton

PKO per hektar.

Permasalahan ini dapat di atasi jika proses budidaya tanaman kelapa sawit

menggunakan metode yang baik dan benar, sehingga potensi produksi dapatdimaksimalkan dan potensi kehilangan hasil dapat di minimalkan. Selain dalam

 proses budidaya. Yang juga penting untuk diperhatikan adalah pada persentase

keberhasilan penyerbukanya. Persentase keberhasilan penyerbukan akan

 berpengaruh pada persentase pembentukan buah / Fruit set .Rata-rata fruit set di

daerah Sumatra adalah di atas 80%, sedangkan untuk daerah Kalimantan masih

dibawah 75%. Sehingga perlu adanya peningkatan produksi kelapa sawit melalui

 peningkatan persentase keberhasilan penyerbukan, yang nantiya akan berpengaruh

Page 5: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 5/43

5

 pada Fruit set dan secara langsung akan meningkatkan rata-rata bobot Tandan

 buah segar TBS.

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa SawitSetiap tanaman memiliki kondisi optimum untuk tumbuh dan berkembang

secara maksimal, sehingga mampu menghasilkan produksi sesuai dengan

kapasitas optimalnya, hal ini juga berlaku pada tanaman sawit, Berdasarkan data

dari (BPTP.2008) tanaman sawit memiliki beberapa syarat tumbuh yang spesifik

diantaranya yakni: Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit

antara 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-4.000

mm,temperatur optimal 24-28o C.

Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl (di atas

 permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar

80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik

Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara

sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa

sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik

dan memiliki lapisan solum cukup dalam(80 cm) tanpa lapisan padas.

Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o 

2.3. Budidaya kelapa sawit

Kegiatan budidaya kelapa sawit merupakan kegiatan yang memerlukan

waktu yang panjang, mengingat kelapa sawit merupakan tanaman tahunan. Dalam

kegiatan budidaya kelapa sawit banyak hal yang harus dilakukan, mulai dari

 proses pembibitan, penanaman, pengairan, pemupukan, penanaman cover crop,

Pengendalian hama dan penyakit sampai pada proses pemanenan dan masih

 banyak hal lagi yang terkait dengan budidaya kelapa sawit. Semuanya itu

memiliki peranan yang sama pentingnya dalam menentukan tingkat produktivitas

tanaman kelapa sawit, sehingga setiap kegiatan haru dilakukan dengan baik dan

 benar. Berikut adalah pedoman kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit yang baik

dan benar menurut (BPTP.2008):

Page 6: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 6/43

6

1.  Pembibitan

Secara garis besar bibit yang digunakan untuk kelapa sawit haruslah

memiliki kualitas yang baik, agar pertumbuhannya bisa optimal dan mampu

menghasilkan produk kelapa sawit yang tinggi. Selain itu perlu adanya

 pemeliharaan bibit ketika masih berada di persemaian (polibag) yang meliputi:

 penyiraman, pemupukan, penyiangan, seleksi bibit, pengendalian hama

 penyakit sampai pada proses pemindahan bibit.

2. 

Teknik Penanaman (Penentuan Pola Tanam )

Pola tanam kelapa sawit dapat monokultur ataupun tumpangsari. Pada

 pola tanam monokulltur, sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan

(LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan

lahan selesai. Tanaman penutup tanah ( Legume Cover Crop atau LCC) pada

areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-

sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan

kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma).

Sedangkan pada pola tanam tumpangsari tanah diantara tanaman kelapa

sawit sebelum menghasilkan dapat ditanami tanaman ubi kayu, jagung atau

 padi.

Gambar 2.2. Tumpang sari kelapa sawit dengan ubi kayu

Page 7: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 7/43

7

3.  Pengajiran

Maksud pengajiran adalah untuk menentukan tempat yang akan ditanami

kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam yang dipakai. Ajir harus tepat

letaknya, sehingga lurus bila dilihat dari segala arah, kecuali di daerah teras

dan kontur. Sistem jarak penanaman yang digunakan adalah segitiga sama

sisi, dengan jarak 9x9x9 m. Dengan sistem segi tiga sama sisi ini, pada arah

Utara  – Selatan tanaman berjarak 8,82 m dan jarak untuk setiap tanaman

adalah 9 m, jumlah tanaman 143 pohon/ha.

4. 

Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum menanam. Ukurannya adalah

50x40x40 cm. Pada waktu menggali lubang, tanah bagian atas dan bawah

dipisahkan, masing-masing di sebelah Utara dan Selatan lubang. Penanaman

dilakukan pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur.

Adapun tahapan penanaman sebagai berikut:

a. 

Letakkan bibit yang berasal dari polibag di masing-masing lubang

tanam yang sudah dibuat.

 b.  Siram bibit yang ada pada polybag sehari sebelum ditanam agar

kelembaban tanah dan persediaan air cukup untuk bibit.

c.  Sebelum penanaman dilakukan pemupukan dasar lubang tanam

dengan menaburkan secara merata pupuk fosfat seperti Agrophos

dan Rock Phosphate sebanyak 250 gr/lubang.

d.  Buat keratan vertikal pada sisi polybag dan lepaskan polybag dari

 bibit dengan hati-hati, kemudian dimasukkan ke dalam lubang.

e.  Timbun bibit dengan tanah galian bagian atas (top soil) dengan

memasukkan tanah ke sekeliling bibit secara berangsur-angsur dan padatkan dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak.

f.  Penanaman bibit harus diatur sedemikian rupa sehingga permukaan

tanah polybag sama ratanya dengan permukaan lubang yang selesai

ditimbun, dengan demikian bila hujan, lubang tidak akan

tergenang air.

g.  Pemberian mulsa sekitar tempat tanam bibit sangat dianjurkan.

Page 8: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 8/43

8

5.  Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbuh

kurang baik. Penyulaman yang baik dilakukan pada musim hujan. Bibit yang

digunakan harus seumur dengan tanaman yang disulam yaitu berkisar 10-14

 bulan. Banyaknya sulaman sekitar 3-5% setiap hektarnya. Cara penyulaman

sama dengan caramenanam bibit.

6.  Penanaman Tanaman Penutup Tanah

Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah (LCC) pada areal

tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat

fisika,kimia dan biologi tanah, mencegah erosi dan mempertahankan

kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma. Penanaman tanaman

kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan

selesai. Jenis-jenis tanaman kacang-kacangan yang umum di perkebunan

kelapa sawit adalah Centrosema pubescens, Colopogonium mucunoides dan

 Pueraria javanica. Biasanya penanaman tanaman kacangan ini dilakukan

tercampur (tidak hanya satu jenis).

7.  Membentuk Piringan (Bokoran)

Piringan di sekitar tanaman kelapa sawit harus tetap bersih. Oleh karena

itu tanah di sekitar pokok dengan jari-jari 1-2 m dari tanaman harus selalu

 bersih dan gulma yang tumbuh harus dibabat, atau disemprot dengan

herbisida.

Gambar 2.3. Piringan (Bokoran)

Page 9: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 9/43

9

8.  Pemupukan

Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P,K, Mg dan B (Urea, TSP,

KCl, Kiserit dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada

tanaman muda sangat penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency)

yang berat dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang

digunakan disesuaikan dengan umur tanaman atau sesuai dengan anjuran

Balai Penelitian Kelapa Sawit.

9.  Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari terjadinya persaingan

antara tanaman kelapa sawit dengan gulma dalam pemanfaatan unsur hara, air

dan cahaya. Selain itu pengendalian gulma juga bertujuan untuk

mempermudah kegiatan panen. Contoh gulma yang dominan di areal

 pertanaman kelapa sawit adalah  Imperata cylindrica, Mikania micrantha,

Cyperus rotundus, Otochloa nodosa, Melostoma malabatricum, Lantana

camara, Gleichenia linearis dan sebagainya. Pengendalian gulma dilakukan

dengan cara penyiangan di piringan (circle weeding), penyiangan gulma

yang tumbuh di antara tanaman LCC, membabat atau membongkar gulma

 berkayu dan kegiatan buru lalang (wiping).

10. Pengendalian Hama dan Penyakit

Tanaman kelapa sawit tergolong tanaman kuat. Walaupun begitu

tanaman ini juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang

kurang membahayakan maupun yang membahayakan. Sebagian besar

hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga. Sedangkan

 penyakit yang menyerang tanaman sawit umumnya disebabkan oleh

 jamur, bakteri dan virus.11. Panen

Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5

 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31

 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1

tandan buah matang panen.

Page 10: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 10/43

10

Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh

(brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada

10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping

itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur

kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika

tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar

15-20 butir.

Gambar 2.4. Tandan buah yang siap panen

2.4.Biologi Bunga Kelapa Sawit

Secara biologi tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman berumah

satu dimana dalam satu pohon tersebut terdapat dua jenis bunga yang berbeda,

yakni bunga jantan dan betina. Namun kedua bunga tersebut jarang ditemukan

mekar dalam waktu yang bersamaan, sehingga untuk dapat membuahi bunga

 betina yang ada perlu ada bantuan dari bunga jantan yang berbeda pohon. Setiap

tandan bunga memiliki panjang tangkai antara 30-45 cm, yang mendukung spiklet

untuk tersusun secara spiral. Pada awalnya bunga sawit tertutup oleh dua lapis

seludang berserat, kemudian enam minggu sebelum anthesis seludang bagian luar

akan pecah, dan 2-3 minggu kemudian seludang bagian dalam juga akan pecah

dan tadan bunga mulai terbuka. (Agus dkk. 2007)

Page 11: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 11/43

11

Gambar 2.5. Bunga kelapa sawit

Pada saat bunga mekar, bunga tersebut akan mengeluarkan aroma seperti

adas ( Foeniculum vulgar ). Bunga jantan yang sedang anthesis memiliki bau yang

lebih kuat jika dibandingkan dengan bunga betina, itu disebabkan oleh adanya

senyawa volatil yang dikeluarkannya lebih banyak. Senyawa ini pada umunnya

diketahui sebagai kairomon yakni senyawa yang diproduksi dan dilepaskan oleh

 bunga sawit baik jantan maupun betina untuk menarik serangga yang

menguntungkan bagi reproduksi kelapa sawit. Hasil penelitian juga menunjukan

 bahwa bunga jantan kelapa sawit, terutama bagian serbuk sarinya mengandung

senyawa kimia  p-metoksialilbenzena (estragole) yang memiliki aroma sangat

kuat, dan memiliki peranan menarik serangga tersebut. (Agus dkk. 2007)

2.5. Serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kameruni cusFaust

Produktifitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh persentase keberhasilan

 pembentukan buah atau Fruit set. Jika persentase penyerbukan tinggi maka Fruit

set yang didapatkan juga akan tinggi. Namun permasalahanya sebeum tahun 80 an

 penyerbukan kelapa sawit secara alami sangatlah rendah, sehigga untuk

mendapatkan Fruit set yang tinggi haruslah dibantu dengan penyerbukan buatan

oleh manusia. Tentunya hal ini akan memakan biaya yang cukup tinggi. Maka

dari itu diadakan kegiatan pencarian serangga yang berpotesi sebagai pollinator

 bunga kelapa sawit, di antaranya yakni Apis florea, Trigona laeviceps dan Thrips

hawaiiensis serta  Elaeidobius kamerunicus. Dari beberpa serangga potensial

tersebut ternyata hanya  Elaeidobius kamerunicus saja yang memiliki tingkat

Page 12: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 12/43

12

adaptifitas yang cukup tinggi dan berpotensibesar untuk dikembangkan sebagai

 pollinator utama di kebunkelapa sawit. (Mayfield, 2001)

Gambar 2.6. Elaeidobius kamerunicus 

Dengan tujuan untuk menurunkan biaya penyerbukan secara manual dan

meningkatkan fruit set buah kelapa sawit melalui bantuan serangga pollinator,

maka sejak tahun 80 an mulai dilakukan pengembangan serangga penyerbuk

kelapa sawit  Elaeidobius kamerunicus . di indonesia sendiri introduksi serangga

 Elaeidobius kamerunicus ini baru dilakukan pada tahun 1982, tepatnya di daerah

Sumatera Utara (Sianturi, 2001). Dan terbukti sampai sekarang serangga ini terus

di kembangkan dan Fruit set di daerah tersebut telah mencapai angka rata-rata

diatas 80%.

Serangga Elaeidobius kamerunicus ini dipilih karena tingkat adaptasi dan

 perkembang biakanya juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan thrips. Selain

itu juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyebarkan tepung sri dari

 bunga kelapa sawit karena tubunya yang memiliki bulu-bulu halus sehingga

 banyak polen yang terbawa olehnya. Selain itu juga karena  Elaeidobius

kamerunicus ini memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan manusia

dalam mengenali bunga jantan yang berkualitas. Dengan demikian maka

 persentase pembentukan Fruit set akan meningkat dan biaya penyerbukan secara

manual akan menurun secara drastis (Syed, 1982).

Page 13: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 13/43

13

Secara biologis serangga Elaeidobius kamerunicus ini termasuk kedalam

ordo Coleoptera.serangga ini memiliki pada fase imago memiliki panjang tubuh

sekitar 4 mm dengan lebar tubuh sekitar 1.5 mm, dengan warna tubuh coklat

kehitaman. (Satyawibawa dan Widyastuti, 1992). Serangga jantan memiliki ciri

ukuranya lebih kecil jika dibandingkan dengan serangga betina. (Herlinda, dkk.

2006.) selain itu juga serangga jantan memiliki mulut atau moncong yang lebih

 pendek dari serangga betina. Pada pangkal elytra serangga jantan terdapat lekukan

tubuh yang lebih jelas disbanding serangga betina. (Meliala, 2008) 

Daur hidup dari serangga Elaeidobius kamerunicus ini terdiri dari stadia

telur, larva, pupa dan imago. Stadia telur berkisar antara 2-3 hari, telur serngga ini

 berwarna keputih-putihan, dengan panjangtelur berkisar antar 0,60-0,68 mm, dan

lebarnya antara 0,3-0,5 mm. persentase keberhasilan fertilisasi serangga ini cukup

tinggi yakni antara 95.21-99.10 %. (Meliala, 2008). Keperidian dari kumbang

 Elaeidobius kamerunicus ini mencapai 13 butir / betina dengan persentase

keturunan betina lebih banyak dibandingkan keturunan jantan yakni 53.6% betina

dan 46.4% jantan. (Herlinda, dkk. 2006.). Sedangkan menurut (Meliala. 2008)

selama masa hidupnya satu betina bisa menghasilkan telur antara 196-230 butir.

Gambar 2.7. Larva Elaeidobius kamerunicus 

Stadium Larva berkisar antara 9-13 hari, yang terdiri dari tiga fase . Fase

instar pertama larva berwarna keputihan dengan bagian kepala yang memiliki

 bintik hitam dengan ukuran tubuh panjang 2-3 mm dan lebar 1-1.3 mm, lama

Page 14: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 14/43

14

stadiumnya adalah 2-3 hari, sedangkan sumber makanannya masih berupa cairan

yang terapat pada bagian dalam telur yang menetas. Larva instar ke-2 terjadi

selama 2-3 hari, dengan ukuran panjang 4-5 mm dan lebar 1.5-2 mm. berwarna

kekuningan dengan bagian tubuh sedikit transparan dan bagian kepalanya yang

 bewarna kecoklatan. Pada tahap ini larva mulai memakan bagian jaringan-

 jaringan dari pangkal bunga tersebut. Setelah itu larva akan bergant kulit menjadi

 bewarna kuning jelas, pada tahap inilah larva mulai memasuki instar ke -3 dengan

 panjang tubuh antara 6-7 mm dan lebar antara 2-2.5 mm dengan lama stadium

aantara 5-8 hari(Meliala, 2008). Pada tahap ini larva memakan bagian pangkal

dari tangkai sari. Secara umum larva ini terdiri dari beberapa bagian yakni

memiliki bagian kepala, tungkai pada toraks, sedangkan tungkai palsu pada

abdoennya tidak ada. (Herlinda, dkk. 2006.)

Setelah stadium larva selesai, maka serangga akan segera memasuki stadia

 pupa. Stadia ini berlangsung selama 5-6 hari, pupa berukuran 5-7 mm dan lebar

2-3 mm.Pada mulanya larva akan menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga

terbentuklah lubang yang kelak akan menjadi tempat keluarnya kumbang. Larva

ini sudah mulai tidak aktif satu hari sebelum terbentuknya pupa. Pupa akan

 berwarna kuning cerah dan Nampak bagian-bagian tubuhnya. Pupa ini tidak

dilengkapi dengan embelan bebas dan biasanya tidak melekat pada tubuh serta

tidak memiliki kokon (Meliala, 2008).

Terahir adalah stadia imago, umur dari stadia imago betina dan jantan

cenderung lebih panjang umur betina yakni 58-63 hari sedangkan imago jantan

35-43 hari. Pada serangga beina periodenya dibagi menjadi 3 yakni periode pra

 peneluran yang tediri dari 2-3 hari, periode peneluran selama 16-19 hari, dan yangterahir periode pasca peneluran yang berkisar antara 3-5 hari. (Meliala, 2008). 

Sedangkan menurut ( Pardede, 1990) lama hidup serangga betina bahkan bisa

mencapai 65 hari dan untuk serangga jantan mencapai 46 hari.

Secara umum kumbang  Elaeidobius kamerunicus akan aktif pada pagi

sampai siang hari, yakni antara pukul 09.00-12.00 (Lubis dkk, 1989). Kumbang

ini memkan tangkai sari bunga jantan tanaman kelapa sawit, tetapi kumbang ini

tidak pernah ditemukan pada bunga sawit yang belum mekar. Namun akan banyak

Page 15: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 15/43

15

ditemukan pada bunga jantan yang mekar, pada hari pertama kumbang akan

ditemukan sedikit pada hari pertama dan akan terus meingkat pada hari kedua dan

ketiga, pada hari ke empat dan lima populasi kumbang akan segera menurun dan

 pada hari kelima kumbang akan mulai menghilang. Namun sebelum

meninggalkan bunga tersebut, kumbang akan meletakkan telur-telurnya, yang

nantinya akan berkembang menjadi larva dan kumbang baru. (Meliala, 2008).

2.6. Proses penyebaran tepung sari

Mekanisme penyerbukan bunga kelapa sawit di alam bisa dibantu oleh

angin ataupun oleh serangga. Penyerbukan dengan bantuan serangga secara

ringkas bisa dijelaskan sebagai berikut, pertama bunga jantan akan mengeluarkan

 bau khas yang menarik perhatian dari serangga, kemudian serangga  Elaeidobius

kamerunicus akan menghampiri bunga jantan tersebut dan polen akan melekat

 pada tubuh serangga tersebut, hal ini didukung dengan morfologi serangga

 Elaeidobius kamerunicus yang memiliki bulu halus di bagian tubuhnya sehingga

 polen bunga jantan akan lebih mudah menempel. Sedangkan pada bunga betina

 juga akan mengeluarkan bau yang hamper sama, sehingga serangga yang telah

membawa polen tersebut akan hinggap di bunga betina dan terjadilah penyerbukan. (Lubis dkk, 1989) Periode pengeluaran aroma tersebut lebih lama

 pada bunga betina yakni sekitar 5 hari, sedangkan pada bunga jantan antara 2-3

hari. Namun aroma yang dikeluarkan lebih tajam pada bunga jantan (Meliala ,

2008)

Gamabar 2.8. Bunga Betina Tanaman Kelapa sawit

Page 16: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 16/43

16

3.  METODE PELAKSANAAN

3.1.Tempat dan Waktu

Pelaksanaan kegiatan magang ini akan dilaksanakan di PT.BumitamaGunajaya Agro Wilayah IV yang berlokasi di Kab.Kotawaringin Timur,

Kalimantan Tengah pada bulan Juli sampai September 2015.

3.2. Metode Pelaksanaan

Sebagai sumber penunjang penulisan hasil magang kerja dalam bentuk

laporan akhir dan laporan mingguan, maka dipilihlah beberapa metode yang

relevan dalam mendukung pelaksanaan magang kerja untuk digunakan dalam

memeroleh data yang valid. Metode tersebut yakni:

1.  Observasi Lapang

Metode Observasi lapang ini dilakukan dengan mencari informasi

secara menyeluruh mengenai keadaan umum di PT.Bumitama Gunajaya

Agro yang meliputi lokasi, luas area, struktur organisasi, jumlah tenaga

kerja, fasilitas penunjang dan juga kegiatan produksi, terutama terfokus

 pada kegiatan pembibitan kelapa sawit.

2. 

Partisipasi Aktif

Kegiatan ini dilakukan dengan cara ikut serta dalam setiap kegiatan

 pembibitan kelapa sawit, mulai dari pemilihan bibit, pengelolaan bibit,

 perawatan bibit sampai pada proses penanaman.

3.  Diskusi dan Wawancara

Diskusi dan wawancara secara langsung merupakan metode

 pelaksanaan magang kerja untuk memeroleh penjelasan secara detail dan

 pemahaman mengenai kegiatan yang dilakukan dalam mendukung tujuan

kegiatan magang secara baik dan benar.

4.  Pengumpulan data

Pengumpulan data dari praktik magang kerja meliputi data-data yang

terkait dengan tujuan magang kerja, yaitu:

Page 17: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 17/43

17

a.  Pengumpulan data primer

Data primer dapat diperoleh dengan cara mengamati dan ikut

serta praktik secara langsung kemudian pencatatan secara sistematis

sesuai dengan aktivitas yang sedang berlangsung dalam proses

 pembibitan seperti: varietas bibit kelapa sawit yang digunakan, teknik

 pembibitan yang digunakan, pemilihan dan pemeliharaan bibit kelapa

sawit yang baik dan benar.

 b. 

Pengumpulan data sekunder

Data sekunder dapat diperoleh dari sumber pustaka dan

 pencarian literature yang mendukung terhadap tujuan kegiatan

magang, Seperti jurnal, buku ataupun dokumen yang dimiliki oleh

PT.Bumitama Gunajaya Agro.

3.3. Rencana Kegiatan Magang

Tabel 3.1. Jadwal Rencana Magang 

No Tanggal Kegiatan

1 06 Juli 2015 Pemberangkatan Magang Kerja

2 07-12 Juli 2015 Orientasi kebun dan singkronisasi jadwal

3 13-18 Juli 2015 Kegiatan perawatan kelapa sawit

4 20- 26 Juli 2015 Kegiatan perawatan kelapa sawit

5 27 Juli- 1 Agustus

2015

Kegiatan pengendalian gulma

6 3 – 8 Agustus 2015 Kegiatan pemupukan

7 10 – 15 Agustus 2015 Kegiatan panen

8 17-22 Agustus 2015 Kegiatan panen

9 24-29 Agustus 2015 Kegiatan kunjungan ke departemen-departemen

(PKS, RSPO, Riset, TC)

10 31 Agustus –  

05 September 2015

Penyusunan Proposal dan Presentasi

Page 18: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 18/43

18

4.  PEMBAHASAN

4.1.Kondisi Umum

4.1.1.  Profil dan Sejarah Perusahaan

Bumitama Gunajaya Agro Group ialah perusahaan kelapa sawit yang

mulai dirintis sejak tahun 1998, BGA Group sendiri merupakan bagian dari

HARITA Group. Pada awalnya BGA Group hanya memiliki luasan 225 Ha saja

yang terletak di Kotawaringi Timur, dengan nama PT Karya Makmur Bahagia,

kemudian pada tahun 2003 mulai dilakukan percepatan perluasan lahan sawit

higga pada saat itu luasanya mencapai 5000 Ha. Puncaknya pada tahun 2004

mulailah dibentuk Bumitama Gunajaya Agro Group tersebut untuk mengelola

 perusahaan-perusahaan yang ada dibawah naunganya. Sampai dengan tahun 2014

total luasan lahan sawit yang dimiliki BGA telah mencapai 160.000 Ha. Dan pada

tahun 2015 Bumitama Gunajaya Agro Group telah memiliki luasan lahan hampir

200.000 Ha setelah melakukan take over terhadap PT. Benua Indah yang terletak

di Kalimantan Barat.

PT. Bumitama Gunajaya Agro sendiri terbagi menjadi 9 Wilayah yang

tersebar di 3 Provinsi, yakni Wilayah 1-5B di Provinsi Kalimantan Tengah,Wilayah 6-8B di Kalimantan Barat dan Wilayah 9 terdapat di Provinsi Riau.

Wilayah IV sendiri terletak di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan

tengah, yang terbagi atas 7 kebun atau sering disebut dengan istilah  Estate yakni ,

Selucing Agro Estate (SAGE), Sungai Bahaur Estate (SBHE), Serawak Damai

Estate (SDME), Sungai Cempaga Estate (SCME), Bangun Koling Estate (BKLE),

Sungai Mirah Agro Estate (SMAE), Sungai Mirah Minting Estate (SMME).

Selain 7 kebun Wilayah IV juga mengelola 2 Pabrik Kelapa Sawit, yaitu SelucingAgro Mill (SAGM) dan Sungai Cempaga Mill (SCMM). Setiap Estate terbagi atas

Divisi-divisi, Selucing Agro  Estate  (SAGE) sediri terbagi atas 5 Divisi dengan

total luasan satu estate adalah 3.666,88 Ha

Page 19: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 19/43

19

4.1.2.  Lokasi dan Letak Geografis

Lokasi kegiatan magang dilakukan di divisi 5 dan divisi 2 , Selucing Agro

 Estate (SAGE) , PT. Windu Nabatindo Lestari yang terletak di Wilayah IV, Desa.Selucing, Kec.Cempaga Hulun, Kab. Kotawaringin Timur Kalimanta Tengah.

Secara astronomis Selucing Agro  Estate terletak pada daerah dengan titik

koordinat 111.09o  - 113.04o BT dan 1.80o-1.98o LS. Sedangkan secara geografis

Selucing Agro Estate (SAGE) dibatasi oleh :

1.  Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sungai Bahaur Estate (SBHE) dan

Serawak Damai Estate (SDME).

2. 

Sebelah Barat : Bertbatasan dengan Selucing Agro Mill (SAGM),

3.  Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kampung Serawak dan Tasikrandang

4. 

Sebelah timur : Berbatasan dengan Serawak Damai Estate (SDME)

Peta areal Selucing Agro  Estate  (SAGE) , SAGE Divisi II dan SAGE

Divisi V dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.1.3. 

Keadaan Iklim, Kondisi Lahan dan Tanah

Berdasarkan dat hasil LSU ( Leaves Sampling Unit ), yang dilakukan oleh

Departemen Riset BGA Group pada tahun 2010, didaapatkan hasil bahwa di

Divisi 2 SAGE, kelas kesesuaian lahannya termasuk kedalam Kelas S2, dengan

tingkat kelas kelerenganya dominan bergelombang namun ada beberpa blok yang

termasuk kedalam kelas kelerengan datar yakni blok A11, A12 dan C17. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi lahan pada divisi 2 cukup subur dengan jenis tanah

inceptisol.Sedangkan pada Divisi 5 SAGE didapatkan kelas keseuaian lahanya

adalah Kelas 2 dengan tingkat kelerengan relatif seimbang antara bergelombang

dan datar. Sedangkan untuk jenis tanahnya lebih dominan jenis Inceptisol namun

dibeberapa blok terdapat juga jenis tanah Ultisol, yakni di blok D 19, D 23, D 24

dan E 24. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa divisi 2 sage lebih di untungkan

dengan kondisi lahan yang sedemikian rupa.

Page 20: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 20/43

20

Data kelas kesesuaian, jenis tanah dan kelas kelerengan terdapat pada,

Lampiran 2

Kemudian untuk kondisi keadaan iklim, seperti yang kita ketahui bahwa

Indonesia memiliki iklim tropis dimana hanya terdapat 2 musim setiap tahunya,

yakni musim kemarau dan musim hujan, meskipun demikian tidak menutup

kemungkinan bisa terjadi hujan sewaktu waktu mengingat posisi Indonesia

terutama daerah Kalimantan yang berada disekitar daerah katulistiwa.

Berdasarkan data curah hujan SAGE antara tahun 2010-2015 maka

didapatkan data curah hujan rata-rata tahunan adalah 3.763,4 mm dengan rata-rata

hari hujan 163,6 mm. Jika di klasifikasikan menggunakan metode Schmidt

Ferguson, areal daerah Selucing Agro Estate masuk ke dalam Kelas A, yakni

iklim basah dengan bulan basah diatas 100 mm/ bulan dengan lama rata-rata

diatas 9 bulan dan bulan keringnya dibawah 60 mm/ bulan, rata-rata 3 bulan.

Untuk curah hujan tertinggi selama 5 tahun terahir terjadi pada tahun 2011,

dengan curah hujan tertinggi bulan November sebesar 762 mm, sedangkan curah

hujan terendah terjadi pada bulan agustus, yakni 51 mm.

Data curah hujan bulanan SAGE Lampiran 3

4.1.4.  Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan

Luas total dari Selucing Agro Estate (SAGE) adalah 3,644.9 Ha, yang

terbagi atas beberapa bagian yakni 3,358.7 Ha Tanaman Menghasilkan, 126.2 Ha

TBM, 116 Ha sarana prasarana, dan 66 Ha Areal tidak bisa ditanam seperti bukit,

sungai, rawa, pasir dll. Untuk luas areal per divisi terbagi menjadi 770,1 Ha Divisi

1; 759,6 Ha Divisi 2; 503,5 Ha Divisi 3; 744,4 Divisi 4; dan 879,7 Ha Divisi 5.

Secara khusus total luas dari divisi 2 adalah 759,55 Ha dengan perincian

737,55 Ha digunakan sebagai lahan produksi,dan 22 Ha sisanya digunakan

sebagai prasarana jalan dan jembatan, sedangkan untuk Emplasmen perumahan

kariawan ikut digabungkan dengan Emplasmen divisi 1 yakni seluas 5 Ha.

Kemudian untuk Divisi 5 total luas lahanya adalah 879,7 Ha dengan perincian

771,31 Ha digunakan sebagai lahan budidaya baik yang sudah menghasilkan

maupun yang masih dalam fase TBM. Selanjutnya untuk digunakan sebagai

Page 21: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 21/43

21

emplasmen seluas 9 Ha, jalan dan jembatan 27 Ha, sedangkan sisanya masuk

kedalam lahan yang masih dalam proses dan lahan yang tidak bisa dikelola seperti

Rawa Kembar, Area HCV, dll.

Tabel 4.1. Tataguna Lahan Selucing Agro Estate

 No. Keterangan Divisi Total

DIVISI II V

1 TM, Tahun Tanam : 737.55 771.31 3,358.67

- 2004 243.25 108.26 563.23

- 2005 421.22 251.88 1,063.27

- 2006 -

- 2007 55.51 332.48 607.25

- 2008 266.96

- 2009 17.57 29.50 570.07

- 2010 31.14 236.41

- 2011 18.05 51.48

2 TBM + TB - 6.37 126.21

- 2012 -

- 2013 6.37 120.61

- 2014 5.60

Total Areal Ditanam 737.55 778 3,484.88

3 Areal Belum Ditanam/Lainnya

- Emplasmen/Bangunan 9.00 23.00

- Jalan & Jembatan 22.0 27.00 93.00

- Lain-lain/LC dalam proses 40.00 40.00

- Areal Tidak Diusahakan 26.00 26.00

Ttl Areal Belum Ditanam 22.0 102.00 182.00

Total Area Statement 759.55 879.68 3,666.88

Sumber : Status Report SAGE Juli 2015

Page 22: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 22/43

22

4.1.5.  Keadaan Tanaman dan Produksi

Kondisi rata-rata tanaman kelapa sawit di SAGE sudah memasuki masa

TM, dan hanya sedikit yang masih dalam kondisi TBM. Sedangkan untuk LC

sudah tidak ada. Untuk tahun tanam sendiri hampir semua tanaman sawit yang

ada di SAGE di tanam di atas tahun 2004.

Jarak tanam yang digunakan di SAGE adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dan

 jarak baris 7.9 m, atau biasa yang disebut dengan mata lima. Dengan jarak tanam

sekian maka akan di dapatkan (SPH) Satuan Pokok Perhektarnya rata-rata adalah

136 Pokok/Ha. Namun karena kondisi topografi lahan yang sangat beragam, maka

SPH yang di dapatkan berbeda beda tiap blok nya. Sehingga jumlah total pokok

antar blok akan berbeda, untuk luas standard 1 blok seharusnya adalah 30 Ha.

Data Master Blok Divisi 2 dan Divisi 5 bisa di lihat di Lampiran 4.

Kemudian untuk jenis yang digunakan sendiri sangatlah beragam ,

 biasanya perbedaan tersebut tergantung pada tahun tanamnya , pada divisi 2

digunakan 3 jenis kelapa sawit yakni Costarica, PNG dan Socfindo yang tersebar

 pada tahun tanam 2004, 2005, 2007 dan 2009. Dengan perincian Costarica 4 Blok,

Sucofindo 1 Blok dan PNG 12 Blok. Sedangkan untuk Divisi 5 Sage yang terdiri

atas 17 Blok, sebaran jenis bibitnya adalah 12 Blok jenis Marihat (PPKS), 2 blok

 jenis Lonsum dan 9 sisanya adalah jenis Sucofindo. Untuk lebih jelanya bisa di

lihat pada Lampiran 2.

Sedangkan untuk produktifitas tanaman kelapa sawit di SAGE cenderung

mengalami peningkatan, hal ini bisa di lihat pada data produksi 8 bulan terahir,

mulai dari bulan januari samapi bulan agustus 2015 , kondisi ini terjadi baik pada

divisi 2 maupun divisi 5 SAGE. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 2.

Dari table tersebut dapat diketahui bahwa baik pada divisi 2 maupun padadivisi 5 SAGE produksi dan produktifitas nya cenderung meningkat pada 8 bulan

terahir ini. Meskipun di divisi dua pada bulan april dan mei serta agustus terdapat

sedikit penurunan, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi serta

 produktifitas, kecenderungan produktifitas pada 8 bulan terahir ini terus

mengalami peningkatan.

Page 23: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 23/43

23

Tabel 4.2. Data Produksi TBS Divisi 2 dan Divisi 5

Divisi 2 SAGE

No. Bulan

Produksi TBS

Produksi Produktifitas

(Kg/Ha)

BJR

(Kg/Janjang)(Janjang) (Kg)

1 Januari112,220  1,579,080  2,141  14.07 

2 Februari97,770  1,446,170  1,961  14.79 

3 Maret107,728  1,574,390  2,135  14.61 

4 April 108,670  1,537,580  2,085  14.15 

5 Mei109,136  1,569,450  2,128  14.38 

6 Juni109,089  1,646,670  2,233  15.09 

7 Juli97,181  1,432,260  1,942  14.74 

8 Agustus86,513  1,191,460  1,615  13.77 

Divisi 5 SAGE

No. Bulan

Produksi TBS

Produksi Produktifitas

(Kg/Ha)

BJR

(Kg/Janjang)(Janjang) (Kg)

1 Januari100,170  1,313,450  1,702.88  13.11 

2 Februari97,356  1,317,100  1,707.61  13.53 

3 Maret117,102  1,594,070  2,066.70  13.61 

4 April110,507  1,477,620  1,915.73  13.37 

5 Mei106,813  1,445,950  1,874.67  13.54 

6 Juni101,613  1,457,854  1,890.10  14.35 

7 Juli86,954  1,212,680  1,572.23  13.95 

8 Agustus84,002  1,060,790  1,375.31  12.63 

Sumber: Laporan Bulanan Manager Agustus 2015

Page 24: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 24/43

24

4.1.6.  Struktur Organisasi dan ketenagakerjaan

Bumitama Gunajaya Agro Group terdiri dari 9 Wilayah, dan masing

masing Wilayah terbagi atas bebrapa Estate, setiap estate terbagi lagi atas Divisi.

Dalam satu wilayah di pimpin oleh satu Kepala wilayah atau yang sering disebut

dengan AC (Area Contoller) , Namun dengan sedikit perubahan di sistemnya, kini

 peranya di ubah menjadi ( Estate Controler ) , Dalam menjalankan tugasnya

seorang Kepala Wilayah dibantu oleh  Agronomi Controller dan  Production

Controller. Agronomi controller  bertugas untuk mengawasi proses agronomis di

wilayah kerjanya yang berkaitan erat dengan para  Estate Manager sedangkan

 Production Contoller  bertugas mengawasi proses pengolahan di pabrik kelapa

sawit (PKS).

Di Wilayah III dan Wilayah IV dikelola oleh satu orang  Regional Head

(RH) , Jabatan RH tersebut di duduki oleh Bapak Togar, Untuk Wilayah IV

sendiri jabatan Kepala Wilayah di pegang oleh Bapak Rudi Iswanto yang

membawahi dua pabrik kelapa sawit dan enam kebun (Estate). Setiap Estate di

 pipin oleh seorang Estate Manager dibantu oleh Asisten Kepala dan Kepala Seksi

Administrasi. Sedangka untuk setiap Divisi dikepalai oleh seorang Asisten Kebun.

Estate SAGE sendiri di pimpin oleh seorang Estate Manager  yaitu Bapak

M. Nodrotunnaim, untuk Asisten kepala adalah Bapak Florentinus sedangkan

Kepala Seksi Administrasi di jabat oleh Bapak Muhtar. Untuk Asisten masing

masing divisi yakni 1 Asisten Divisi 1 dipimpin oleh Bapak A.I Siregar, Asisten

Divisi 2 dipimpin oleh Bapak Moh.Gunawan, Asisten Divisi 3 dipimpin oleh

Bapak M. Bin Ayub, dan Asisten Divisi pimpin oleh 4 Bapak Antonius Karo

Karo, Divisi 5 dipimpin oleh Bapak Jimmy F.A Sitorus. Sedangkan untuk Kasie

dibantu oleh Bagian Administrasi Tanaman, Mantri Tanaman, Mantri HPT,

Mantri RSPO,  Accounting , Cashier , Personalia, dan dibawahnya terdapat Krani

Divisi. Struktur Organisasi Estate Sage dapat di lihat pada Lampiran 5.

Sedangkan untuk struktur organisasi Divisi II dan Divisi V SAGE dapat di lihat di

Lampiran 6. Berikut adalah Tabel data Jumlah Tenaga kerja yang ada di Estate

SAGE:

Page 25: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 25/43

25

Tabel 4.3. Tabel Jumlah Tenaga kerja

No Jenis Tenaga Kerja  Jumlah Karyawan 

L P

STAF

1  Estate Manager 1

2 Asisten kepala 1

3 KASIE 1

4 Asisten Agronomi 5

 Non STAF

1 PTB (Pekerja tetap bulanan) 17 12

2 PTH (Pekerja tetap harian) 254 122

3 PTT (Pekerja tidak tetap) 63 40

TOTAL 342 174

Total Tenaga Kerja 516

Sumber: Laporan Bulanan Manager Agustus 2015

Dalam menjalankan tugasnya, seorang Asisten Divisi di bantu oleh

Mandor satu, Mandor panen, Krani Divisi Mandor Pupuk, Mandor Perawatan dan

Mandor Chemist, Krani panen, Krani transport. Masing masing memiliki tugas

khusus yang tujuanya adalah untuk menjalankan divisi tersebut secara baik dan

 benar.

Seorang Estate Manager memiliki tugas penting dalam mengelola sebuah

Kebun / Estate, diantaranya:

a.  Melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan

laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun.

 b.  Menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement,

 produksi, kapital, sumber daya manusia dan totalitas biaya,

c.  Mengadakan rapat kerja intern dengan asisten divisi dan Kepala Seksi

Administrasi(Kasie) beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal

seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan kinerja. Dll

Page 26: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 26/43

26

Sedangkan untuk Asisten divisi memiliki beberapa tugas penting

diantaranya:

a. 

Membuat dan menjabarkanRencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk

Rencana Kerja Bulanan (RKB),

 b.  Mengadakan rapat kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Krani

 beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali)

dalam upaya peningkatan kinerja,

c.  Melaksanakan kunjungan langsung secara rutin pada setiap kemandoran di

lapangan. Status pegawai di SAGE terdiri atas staf, karyawan bulanan,

Karyawan Harian Tetap (KHT), dan Karyawan Harian Lepas (KHL).

Secara umum Mandor satu memiliki tugas membuat (RKH) Rencana

Kerja Harian serta melakukan pengawasan dan pengarahan kepada semua mandor

dank rani yang ada di bawah tanggungjawabnya, agar pekerjaan yang dijalankan

sesuai dengan yang telah di rencanakan sebelumnya. Krani Divisi bertugas

melakukan input seluruh data yang di dapat di masing-masing divisi dan

kumudian melakukan rekap untuk selanjutnya di kirim ke Estate. Untuk Krani

transport dan Krani panen memiliki tugas utama yakni melakukan Grading buah

agar buah yang dipanen dan akan di kirim ke PKS benar-benar memenuhi

standard kualitas yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk masing-masing mandor

 bertugas melakukan pengawasan dan pengarahan kepada karyawan yang ada di

 bawah naunganya agar bekerja dengan baik dan mampu mencapai target yang

telah ditetapkan.

4.2.  Kegiatan pengelolaan serangga Elaeidobius kameruni cus

4.2.1. Gambaran umum

 Elaeidobius kamerunicus merupakan salah satu serangga pollinator paling

 potensial bagi sawit, untuk itu mulai tahun 1980 an di Indonesia banyak

dikembangkan untuk membantu penyerbukan kelapa sawit. Sebelumnya untuk

membantu penyerbukan kelapa sawit, dilakukan secara manual ( Assisted

 polination), namun cara ini dirasa kurang efektif dan membutuhkan banyak

tenaga kerja.

Page 27: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 27/43

27

Disetiap perusahaan memiliki teknik tersendiri untuk melakukan aplikasi

serangga ini, ada yang dilakukan dengan cara melakukan introduksi serangga ini

secara masal, kemudian dilanjutkan dengan monitoring populasi secara berkala.

Sedangkan untuk di PT. Bumitama Gunajaya Agro konsep yang digunakan adalah

dengan Hatch and Carry Mobile, yakni dengan mengambil larva dari serangga

 Elaeidobius kamerunicus, kemudian di kembangkan sampai menjadi imago,

selanjutnya di aplikasikan ke blok yang populasinya masih rendah. Hal ini

dilakukan secara berkala untuk menjaga populasi serangga  Elaeidobius

kamerunicus  dan sekaligus meningkatkan persentase Fruit Set.

4.2.2.  Peralatan pendukung

Dalam kegiatan Hatch and Carry Mobile, banyak hal yang harus

dipersiapkan untuk mendukung terlaksananya kegiatan ini secara baik dan benar,

diantaranya:

Bahan:

a. 

Bunga jantan : Sebagai media sumber perbanyakan serangga Elaeidobius

kamerunicus

 b. 

Polen Bunga kelapa sawit : untuk makanan dan perangsang aktivitasElaeidobius serta di bawa untuk membantu penyerbukan

Alat :

a.  Dodos/ Egrek : untuk mengambil bunga jantan dari pohon.

 b.  Karung : untuk wadah bunga jantan sementara 

c.  Kotak Hatch & carry: Sebagai tempat untuk mengelola bunga jantan

sampai menghasilkan serangga Elaeidobius kamerunicus 

d. 

Kelambu perangkap: Untuk memerangkap serangga  Elaeidobius

kamerunicus hasil dari kotak Hatch and carry

e. 

Sprayer : Sebagai alat untuk menyemprotkan polen ke

serangga

Page 28: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 28/43

28

4.2.3.  Kriteria bunga jantan

Sebagai sumber media utama bagi perbanyakan serangga  Elaeidobius

kamerunicus , bunga jantan yang digunakan harus benar-benar dipilih secara benar, agar kualitas dan kuantitas serangga yang dihasilkan tetap terjaga.

Sehingga tingkat produktifitas buah juga dapat ditingkatkan melalui proses

 penyerbukan yang semakin baik. Konsep dasarnya adalah semakin banyak

 populasi serangga pollinator ( Elaeidobius kamerunicus) maka akan semakin besar

 juga persentase penyerbukan pada bunga betina, sehingga persentase Fruit set

 pada buah akan meningkat.

Untuk kriteria bunga yang digunakan sebagai media perbanyakan serangga

 Elaeidobius kamerunicus yakni:

a.  Bunga jantan yang sudah melewati masa anthesis

 b.  Bunga jantan yang setengah busuk dan masih tegak

c. 

Bunga jantan yang sudah terdapat larva Elaeidobius kamerunicus

4.2.4.  Pengelolaan kotak Hatch and carry

Pengelolaan Kotak Hatch and Carry merupakan kunci dari semua kegiatan

 pengembangan serangga pollinator  Elaeidobius kamerunicus. Hal pertma yang

harus dilakukan setelah mengambil bunga jantan dari lahan adalah meletakkannya

ke dalam kotak Hatch and Carry. Dalam satu Divisi biasanya terdapat dua sampai

tiga buah kotak Hatch and Carry, sedangkan didalam satu kotak tersebut di isi

dengan delapan sampai sepuluh janjang bunga jantan. Untuk penggantian bunga

 jantan dilakukan dalam lima sampai sepuluh hari sekali. Hal ini sesuai dengan

 pendapat (Meliala. 2008) yang menyatakan bahwa masa inkubasi telur terjadi

selama 2-3 hari, sedangkan fase larva yang terbagi atas 3 instar terjadi selama 15-

20 hari. Dengan pertimbangan sudah terdapat larva di bunga tersebut ketika di

ambil, maka rata-rata lama waktu yang diperlukan untuk menjadi imago yakni

sekitar 5-10 hari.

Penggantian bunga dilakukan setelah minimal 5 hari, atau diperkirakan

sudah tidak ada lagi larva serangga Elaeidobius kamerunicus yang masih tinggal

Page 29: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 29/43

29

di dalam bunga tersebut. Cara untuk mengetahui apakah dalam bunga tersebut

masih ada larva atau tidak yakni dengan membelah bunga jantan tersebut menjadi

dua, dengan demikian akan terlihat bunga mana yang masih terdapat larva dan

 juga bunga yang sudah kosong. Biasanya larva dari serangga  Elaeidobius

kamerunicus ini bersembunyi di dalam spiklet dari bunga jantan tersebut, Larva

tersebut berwarna putih transparan agak kekuningan.

Selain penggantian bunga,hal penting yang juga harus diperhatikan adalah

kondisi kotak yang harus selalu dalam kondisi bersih. Kondisi penting untuk

dijaga karena biasanya bunga jantan yang di bawa dari lahan tidak hanya

membawa larva dari serangga  Elaeidobius kamerunicus, tetapi juga membawa

 banyak jenis serangga yang bisa mengganggu perkembangan serangga

 Elaeidobius kamerunicus, serangga yang biasanya terbawa diantaranya adalah

semut, cocopet, laba-laba dll.

4.2.5.  Pemanenan serangga

Setelah kegiatan pengelolan telah selesai dilakukan secara baik, maka

dapat dipastikan serangga  Elaeidobius kamerunicus  yang dihasilkan pun juga

akan baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Setelah menjadi imago

serangga ini akan lebih aktif dalam mencari makan, mereka akan segera naik dari

kotak hatch and carry tersebut menuju arah sinar matahari datang. Disitulah sudah

kita pasang perangkap berupa kelambu/jaring yang telah dimodifikasi sedemikian

rupa agar mampu memerangkap serta menampung serangga tersebut agar tidak

lepas. Namun sebelumnya di perangkap tersebut sudah di semprot dengan

menggunakan polen dari bunga jantan. Tujuanya tidak lain adalah untuk

merangsang serangga tersebut naik ke permukaan karena tertarik dengan bau

 polen.

Cara pemanenan dilakukan dengan mengambil perangkap (kelambu) yang

 berada di kotak tersebut, dan mengikatnya agar serangga tidak bisa keluar dari

 perangkap, selanjutnya memasang lagi perangkap yang masih kosong untuk

menggantikan perangkap yang telah di ambil tadi. Sedangkan untuk kriteria

 perangkap yang siap untuk di panen yakni didalamnya terdapat banyak serangga

Page 30: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 30/43

30

yang sudah terperangkap, jumlah serangga yakni sekitar 50 ekor , namun jika

 jumlah serangga semakin banyak maka hal tersebut akan semakin baik. Hal itu

mengindikasikan bahwa kegiatan pembiakan serangga  Elaeidobius kamerunicus

yang dilakukan di dalam kotak Hatch and Carry berjalan dengan baik.

Kegiatan pemanenan serangga  Elaeidobius kamerunicus dilakukan setiap

hari, yakni satu hari sebelum kegiatan aplikasi dilakukan, waktu yang paling tepat

untuk memanen serangga  Elaeidobius kamerunicus  adalah antara pukul 09.00-

12.00 karena secara biologis serangga ini akan aktif pada jam-jam tersebut. Hal

ini sesuai dengan pendapat (Lubis1989 dalam Meliala. 2008) yang menyatakan

 bahwa serangga ini akan aktif pada pukul 09.00-12.00. sehingga kegiatan

 pemanenan serangga  Elaeidobius kamerunicus ini pun juga harus dilakukan pada

waktu jam tersebut, karena jika sudah lewat waktu tersebut maka serangga akan

kembali ke dalam box, dan besok hari mereka baru akan naik lagi.

4.2.6.  Teknik aplikasi

Aplikasi serangga  Elaeidobius kamerunicus  dilakukan satu hari setelah

 pemanenan dilakukan, Namun sebelumnya serangga  Elaeidobius kamerunicus

yang baru selesai dipanen langsung dilakukan penyemprotan serangga tersebut

menggunakan polen (serbuk sari) bunga jantan tanaman kelapa sawit, fungsinya

adalah sebagai sumber makanan serangga tersebut selama di simpan. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Ponnamma. 1999 dalam Meliala. 2008) yang

menyatakan bahwa salah satu makanan utama dari serangga  Elaeidobius

kamerunicus adalah serbuksari dan juga nectar pada bunga betina.

Strategi teknik aplikasi Hatch and carry mobile , dilakukan dengan

memberikan kantung (kelambu) yang telah berisi serangga tersebut kepada

 pemanen. Namun sebelumnya serangga tersebut harus lebih dulu disemprot

menggunakan polen bunga jantan yang telah di awetkan. Tujuanya adalah agar

serangga yang akan dilepaskan ke lahan sudah membawa polen di tubuhnya,

sehingga jika serangga tersebut hinggap ke bunga betina yang sedang anthesis

maka akan bisa langsung membuahi.

Page 31: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 31/43

31

Setelah kelambu berisi serangga  Elaeidobius kamerunicus tersebut

diserahkan kepada pemanen melalui coordinator dari masing-masing mandor,

selanjutnya bersamaan dengan kegiatan panen, kantung tersebut di buka agar

serangga tersebut mulai terbang dan menyebar untuk melakukan penyerbukan.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah, polen yang

digunakan untuk penyemprotan adalah polen yang masih baik/ belum rusak,

untuk itu polen harus disimpan pada suhu dan lama waktu tertentu. Menurut

(Widiastuti.2008) polen dari bunga jantan kelapa sawit dapat bertahan lama

sampai sekitar 2-3 bulan dengan peurunan viabilitas yang rendah jika di simpan

 pada suhu yang konstan antara -18  o  sampai -20o Celsius. Kemudian hal penting

lain adalah serangga Elaeidobius kamerunicus tersebut harus di aplikasikan pada

 blok yang populasinya rendah ataupun tingkat pembentukan buah (Fruit Set) juga

masih rendah. Selain itu juga

4.2.7.  Factor yang memengaruhi populasi serangga

Populasi serangga  Elaeidobius kamerunicus merupakan kunci utama dari

kegiatan ini, semakin banyak populasi dari serangga ini maka tingkat

 produktivitas sawit juga akan tinggi, Menurut Hutauruk & Syukur (1985) untuk

mencapai tingkat Fruit set 75%, standard minimal jumlah populasi serangga

 Elaeidobius kamerunicus yang diperlukan adalah 20.000 ekor . Namun ada

 beberapa factor di lapangan yang mampu memengaruhi populasi serangga

 Elaeidobius kamerunicus , diantaranya adalah :

a.  Predator

Seperti yang telah diketahui bahwa dalam satu bunga jantan kelapa

sawit tersebut tidak hanya ditemukan satu jenis serangga/ hewan saja. Namun

dari pengamatan yang dilakukan banyak serangga yang juga di temukan

diantaranya serangga  Elaeidobius kamerunicus, semut, cocopet, laba-laba,

lebah dll. Diantara serangga yang ditemukan ada beberapa serangga tersebut

 juga ditemukan serangga yang berpotensi sebagai predator bagi serangga

 Elaeidobius kamerunicus tersebut diantarnya laba-laba, dan menurut (Erniwati

et al. 2012) Ditemukan juga Cocopet Chelisoches morio  (Dermaptera)

Page 32: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 32/43

32

sejenis predator berjalan-jalan sekali-kali terlihat memakan serbuksari dan

kumbang  E. kamerunicus  .

Selain dari jenis serangga ada tikus juga merupakan predator dariserangga Elaeidobius kamerunicus ini, menurut (Syed 1979) berdasarkan hasil

analisa isi lambung tikus, sebelum periode  Elaeidobius kamerunicus dijumpai

 beberapa sisa-sisa serangga antara lain yang paling dominan adalah Cocopet

Chelisoches morris, siput  Parmorian pupillaris , dan semur Rang-rang

Oecophylla smaragdina.  Namun setelah periode  Elaeidobius kamerunicus ,

dari dalam lambung tikus didapatkan banyak sisa larva dan pupa dari serangga

ini, jumlahnya menduduki posisi ke-2 setelah Cocopet.

Hasil pengamatan di lapangan juga menunjukan hampir semua tandan

 bunga jantan yang telah melewati mas anthesis , dimana biasanya didalamnya

 banyak terdapat larva dan pupa dari serangga  Elaeidobius kamerunicus 

 banyak dijumpai bekas gigitan (Eratan) dan cakaran dari tikus.

Selain dari tikus, burung juga merupakan pemangsa dari serangga

 Elaeidobius kamerunicus ini terbukti dengan ditemukanya burung gereja

yang mendekati kotak Hatch and Carry dan memakan serangga tersebut.

 b. 

Banyaknya bunga jantan di lapangan

Jumlah bunga jantan yang terdapat di lapangan juga akan

memengaruhi tingkat populasi dari serangga Elaeidobius kamerunicus. Secara

tidak langsung semakin banyak jumlah bunga jantan yang mekar ( Anthesis)

maka akan semakin banyak pula sumber makanan dan juga media

 perkembangan biakan yang tersedia bagi serangga tersebut. dengan demikian

 populasi serangga ini akan segera meningkat karena tingginya sumberdaya

yang tersedia.

c.  Kondisi Musim

Di Indonesia sendiri hanya terdapat dua jenis musim, yakni musim

kemarau dan musim penghujan. Antara kedua musim tersebut terdapat

 perbedaan tingkat intensitas matahari dan juga curah hujan. Sehingga kondisi

Page 33: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 33/43

33

tersebut juga akan memengaruhi produktifitas dari tanaman kelapa sawit.

Seperti yang dapat dilihat pada tingkat produktifitas bulanan, jumlah produksi

 buah kelapa sawit pada musim hujan akan cenderung lebih tinggi jika

dibandingkan dengan jumlah produksi di musim kemarau. Kondisi ini

tentunya sama halnya dengan jumlah pembentukan bunga jantn maupun

 bunga betina pada dua musim yang berbeda tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan lapang, menunjukan bahwa jumlah

 bunga jantan akan lebih banyak ditemukan pada saat kondisi musim hujan jika

dibandingkan dengan kondisi musim kemarau. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa populasi serangga  Elaeidobius kamerunicus ini secara

tidak langsung bisa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutma kondisi iklim

dan juga musim yang sedang berlangsung.

4.2.8.  Pengaruh terhadap hasil buah (Fruit set)

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kunci dari strategi

 penyerbukan menggunakan bantuan SPKS ini terdapat pada tingkat populasi dari

serangga tersebut. jika jumlahnya semakin banyak maka akan semakin besar pula

 peluang bunga betina untuk terserbuki oleh polen bunga jantan yang telah dibawa

oleh serangga  Elaeidobius kamerunicus  tersebut. Menurut Hutauruk & Syukur

(1985)  jumlah populasi minimal serangga  Elaeidobius kamerunicus dalam satu

hektar adalah 20.000 ekor, hal ini akan mendukung tigkat pembentukan buah atau

Fruit set buah kelapa sawit. Menurut (Harun & Noor 2002). Perubahan populasi

kumbang  E. kamerunicus  berpengaruh pada fruit set kelapa sawit. Pada saat

 populasi  E. kamerunicus tinggi, maka fruit set juga tinggi dan sebaliknya. Jika

 populasi serangga ini rendah maka Fruit Set juga akan menurun.

Menurut Bangun & Triyana (2010), tandan buah tidak sepenuhnya

diserbuki secara sempurna. Tidak semua jenis serangga mampu menerobos

masuk ke bagian dalam bunga betina. Pada perkebunan kelapa sawit yang

 populasi kumbangnya tinggi, fruit set paling banyak dipengaruhi oleh kumbang,

sebaliknya, perkebunan yang populasi kumbangnya rendah, maka peran jenis

serangga penyerbuk lainnya menjadi lebih besar dalam fruit set kelapa sawit.

Page 34: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 34/43

34

a. 

 b.Gambar 4.1. a. Buah yang diserbuki secara sempurna b. Buah yang

 penyerbukanya kurang sempurna

Fruit set diukur dengan metode direct counting   yakni dilakukan pada

setiap tandan buah yang sudah siap panen, dengan cara mengambil sampel buah

10 janjang per hektarnya, janjang tersebut dicacah atau dipipil dan di pisahkan

 perjanjangnya. Pada satu janjang buah kelapa sawit tersebut, dihitung keseluruhan

 jumlah buah yang berkembang dan tidak berkembang. Kemudian dilakuakan

 persentase pembentukan buahnya dengan cara membandingkan buah yang jadi

dengan total buah dan calon buah dalam setiap janjangnya. Hal ini dilakukan pada

setiap janjang sampel, kemudian di rata-rata sehingga ditemukan persentase rata-

rata Fruit set buah dalam satu hektar lahan sawit tersebut.

4.3.  Pembahasan lapang 

Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan di lapang, didapat beberapa halyang perlu diperhatikan dan di lakukan penyempurnaan, mengingat belum adanya

standard baku yang dikeluarkan oleh departemen riset. Sehingga kegiatan hatch

and carry ini bisa berjalan dengan baik dan bisa memperoleh hasil sesuai dengan

target akhir yang ingin dicapai. Beberpa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

Page 35: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 35/43

35

4.3.1.  Pemilihan bunga jantan

Kegiatan pemotongan bunga jantan merupakan salah satu hal penting yang

harus diperhatikan. Namun dalam hal kriteria pemilihan bunga jantan yang akandi ambil, masih terjadi perbedaan persepsi. Kondisi ini memberikan dampak

 populasi serangga  Elaeidobius kamerunicus yang di hasilkan dari kegiatan hatch

and acrry pun juga akan berbeda.

Perbedaan persepsi dalam pengambilan bunga jantan ini terjadi karena

kurang fahamnya pekerja dalam memahami konsep dasar dari kegiatan hatch and

carry mobile ini. Konsepnya adalah kiat ingin meningkatkan populasi serangga

 Elaeidobius kamerunicus  di areal / blok yang populasi nya masih rendah serta

tingkat persentase Fruit setnya juga rendah. Caranya adalah dengan mengambil

telur atau larva yang ada di bunga jantan, kemudian mengembangkanya beserta

media bunga jantan tersebut, setelah menjadi imago maka imago itulah yang di

aplikasikan ke blok yang di indikasikan populasi serangga  Elaeidobius

kamerunicus nya masih rendah.

Kesalahan yang sering terjadi adalah pengambilan bunga yang masih

 belum mencapai masa anthesisnya, bunga ini tentunya belum mengeluarkan

aroma yang dapat menarik serangga  Elaeidobius kamerunicus, sehingga dapat

dikatakan pada bunga ini tidak akan ditemukan serangga  Elaeidobius

kamerunicus tersebut, apalagi telu maupun larvanya.

Kemudian bunga jenis kedua yang diambil adalah bunga yang sedang

dalam masa anthesis, fase ini berlangsung sekitar 5-6 hari, pada fase ini banyak

imago dari serangga  Elaeidobius kamerunicus  yang datang karena aroma yang

dikeluarkan bunga tersebut, selain itu juga untuk mencari makan serta untuk

meletakkan telurnya. Jika pada fase ini bunga di ambil dan dijadikan sebagai

media / sumber dari perbanyakan serangga  Elaeidobius kamerunicus  ini, maka

kemungkinan yang akan terbawa adalah imago dari serangga tersebut. sedangkan

untuk telur dan juga larva di dalam bunga tersebut kemungkinan besar belumlah

ada, karena pada fase ini imago dari serangga Elaeidobius kamerunicus baru akan

meletakkan telurnya.

Page 36: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 36/43

36

Kemungkinan yang kedua adalah, jika yang terbawa bersama dengan

 bunga tersebut sebagian besar adalah imago dari serangga  Elaeidobius

kamerunicus, maka populasi serangga dari tempat asal bunga tersebut secara

 perlahan akan menurun, hal ini akan menjadi masalah baru yang juga bermuara

 pada permasalahan rendahnya persentase pembentukan Fruit set di daerah atau

 blok tersebut. selain itu jika yang di ambil adalah bunga yang sedang anthesis,

maka hal ini akan mengganggu proses penyerbukan pada bunga betina karena

 bunga yang di ambil adalah salah satu dari sumber polen yang ada di area

tersebut.

Kondisi bunga selanjutnya yang di ambil adalah bunga yang telah

melewati masa anthesis, namun kondisinya masih agak segar (belum kering).

Pada bunga ini akan ditemukan banyak telur serta larva calon kumbang

 Elaeidobius kamerunicus didalamnya. Selain itu jika yang di ambil adalah bunga

ini tentunya tidak akan berpengaruh pada populasi serangga  Elaeidobius

kamerunicus  dewasa yang ada di sekitar area tersebut. kemudian untuk proses

 penyerbukan di area tersebut juga akan tetap berjalan secara normal karena bunga

yang di ambil adalah bunga yang telah melewati masa anthesis, sehingga tidak

 berpengaruh terhadap ketersediaan polen di area tersebut.

a. 

 b.

Gambar 4.2. a. Bunga yang baru mencapai anthesis b. Bunga yang sudah

terdapat larva di dalamnya

Page 37: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 37/43

37

Menurut (Meliala. 2008) , Kumbang  Elaeidobius kamerunicus ini akan

ditemukan pada bunga kelapa sawit yang sedang anthesis, tetapi kumbang ini

tidak pernah ditemukan pada bunga sawit yang belum mekar/ belum mencapai

mas aanthesis. Pada hari pertama mekar, kumbang akan ditemukan dalam jumlah

sedikit dan akan terus meingkat pada hari kedua dan ketiga, pada hari ke empat

dan lima populasi kumbang akan segera menurun dan pada hari kelima kumbang

akan mulai menghilang. Namun sebelum meninggalkan bunga tersebut, kumbang

akan meletakkan telur-telurnya, yang nantinya akan berkembang menjadi larva

dan kumbang baru.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut maka kriteria kondisi bunga yang

 paling baik untuk digunakan sebagai media / sumber perbanyakan serangga

 Elaeidobius kamerunicus adalah bunga yang telah melewati masa anthesisnya

tetapi masih agak segar / belum kering, serta jika di buka di dalamnya masih

terdapat banyak larva dari serangga tersebut. Namun jika kondisi bunga sudah

mongering dan terlihat sudah tidak tegak lagi maka kemungkinan besar bunga

tersebut sudah tidak bisa digunakan sebagai media / sumber perbanyakan

serangga  Elaeidobius kamerunicus, hal ini karena larva dan telur yang ada di

dalamnya sudah menetas dan menjadi serngga dewasa, sehingga jika seandainya

 bunga tersebut yang di ambil dan di jadikan sebagai media perbanyakan, maka hal

ini akan percuma karena bunga tersebut sudah tidak mengandung telur serta larva

dari serangga Elaeidobius kamerunicus.

4.3.2.  Kualitas Polen

Polen merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengelolaan Hatch

and Carry yang harus diperhatikan, dalam kegiatan ini polen memiliki peran penting diantaranya yakni untuk merangsang agar serangga  Elaeidobius

kamerunicus naik ke permukaan dan masuk ke dalam perangkap kantong

kelambu yang sudah di pasang, sebagai makanan dari serangga  Elaeidobius

kamerunicus selama di simpan sebelum besoknya di aplikasikan, dan yang terahir

yakni kembali kepada perannya yang utama sebagai penyerbuk dari bunga betina,

 biasanya aplikasi polen ini dilakukan sebelum kegiatan penyebaran serangga ini

dilakukan, yakni dengan cara di semprotkan keseluruh bagian tubuhnya, agar

Page 38: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 38/43

38

ketika serangga tersebut dilepaskan ke lapang langsung bisa menyerbuki bunga

 betina.

Permasalhan yang terkait dengan polen ini adalah pada kualitas polen,

 polen merupakan bagian dari mahluk hidup yang bisa mengalami kemunduran

fisiologis dan juga kematian, meskipun daya viabilitas dari polen setiap jenis

tanaman berbeda namun secara umum, polen akan bisa bertahan pada suhu dan

kelembaban rendah. Kesalahan yang terjadi pada aktualisasi di lapang adalah

 polen yang digunakan di simpan pada tempat yang sembarangan, sehingga

kemungkinan besar polen yang digunakan telah rusak secara fisiologis dan tidak

mampu lagi untuk membuahi bunga betina dari tanaman kelapa sawit.

Menurut (Hasmeda.2014), untuk menjaga polen kelapa sawit tetap pada

kondisi yang baik dan tidak mengalami kemunduran secara fisiologis, maka polen

harus di simpan di tempat yang khusus (ampul kaca) dengan kondisi vacuum dan

 pada suhu (-18) –  (-20) derajad Celsius,. dengan kondisi tersebut maka polen dari

tanaman kelapa sawit tersebut akan bisa disimpan sampai dengan waktu 2-3

 bulan, dengan penurunan viabilitas hanya mencapai 10%.

Sebenarnya konsep utama dari penyimpanan polen yang baik dan benar

adalah dengan menurunkan akttivitas metabolismenya, sehingga tingkat respirasi

dapat ditekan. Salah satu caranya adalah dengan menyimpanya pada suhu rendah

dan juga mengurangi kadar oksigen yang ada di lingkungan tersebut. Menurut

(Hasmeda.2014) Semakin besar ruang kosong dari wadah simpan tersebut maka

akan semakin besar mengandung O2 (oksigen), sehingga akan semakin besar

aktifitas biokimia yang terjadi pada serbuk sari pada saat penyimpanan (proses

respirasi). Hal ini sejalan juga dengan pendapat (Sedgley dan Griffin (1989)

dalam Hasmeda 2014), yag menyatakan bahwa kemampuan serbuk sari untuk bertahan dalam penyimpanan dan mempertahankan viabilitasnya berkolerasi

 positif denagn rata-rata respirasi dan perkembangan mitokondria

Berdasarkan penjelasan di atas maka polen tanaman kelapa sawit perlu

untuk di simpan pada kondisi yang khusus agar tidak rusak secara fisiologis.

 Namun pada kenyataanya di lapang, polen di simpan pada sembarang tempat

(dalam kondisi ruang). Hal ini tetunya akan mengakibatkan polen menjadi rusak

secara fisiologis. Sebagai salah satu studi kasus yang pernah dilakukan, Menurut

Page 39: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 39/43

39

Wahyudin (1999) serbuk sari salak yang disimpan pada suhu ruang viabilitasnya

hanya bertahan selama 3 minggu, dengan penurunan sampai 20%, sedangkan

 penyimpanan dalam refrigerator  dengansuhu 5-12o C dan freezer dengan suhu (-

12)-(-8)o C viabilitasnya dapat dipertahankan sampai 8 minggu dengan penurunan

daya berkecambah berturut-turut 22,85% dan 14,99%. Kondisi tersebut

menunjukan gambaran secara umum tentang ketahanan polen jika di simpan pada

kondisi suhu yang berbeda. Kemungkinan polen dari tanaman kelapa sawit jika di

simpan pada kondisi suhu ruang (25)o , maka hanya akan bisa disimpan pada

kisaran 1-2 minggu saja.

Page 40: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 40/43

40

5.  PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwakumbang  Elaeidobius kamerunicus  merupakan salah satu pollinator paling

 potensial untuk membantu penyerbukan tanaman kelapa sawit, tujuan utamanya

adalah untuk meningkatkan persentase Fruit set. Metode pengembangan kumbang

ini di PT. Bumitama Gunajaya Agro, Estate SAGE menggunakan metode Hatch

and Carry Mobile. Yakni dengan cara mengambil bunga jantan yang didalamnya

sudah terdapat telur dan larva Elaeidobius kamerunicus . selanjutnya dibawa dan

di kembangkan di kotak Hatch and Carry sampai tumbuh menjadi imago. Setelah

menjadi imago kemudian di perangkap kedalam kantung yang sudah dirancang

sedemikian rupa. Tujuannya adalah agar mudah untuk di ambil dan di aplikasikan

ke area/ blok yang populasinya rendah, sehingga mampu meningkatkan persentase

 penyerbukan dan persentase pembentukan buah (Fruit set) di blok tersebut.

Dalam penerapan kegiatan Hatch and Carry Mobile ini masih terdapat

 beberapa kekurangan, diantaranya pemilihan bunga yang kurang tepat, yakni

 bunga yang belum anthesis dan bunga yang sedang dalam masa anthesis

seharusnya tidak di ambil, bung ayang seharusnya di ambil adalah bunga yang

sudah melewati mas anthesis tapi masih segar dan jika di buka di dalamnya

terdapat telur serta larva sebagai calon imago yang nantinya akan dilepaskan di

lahan.

Kekurangan yang selanjutnya adalah tentang pengelolaan polen yang tidak

standard dan dapat merusak polen itu sendiri. Pada prakteknya polen di simpan

 pada wadah yang terbuka dan pada kondisi ruang. Hal ini bisa menyebabkan

kerusakan polen secara fisiologis. Sehingga polen tidak dapat lagi digunakan

untuk membuahi bunga betina. Menurut literature polen yang di simpan pada

kondisi ruang dan tanpa perlakuan khusus maka hanya akan bisa disimpan dalam

 jangka waktu 1-2 minggu dengan viabilitas yang terus menurun. Seharusnya

 polen tanaman kelapa sawit disimpan pada wadah ampul kaca dengan kondisi

kedap udara dan suhu -18 sampai -20o C. Hal ini akan memberikan jangka waktu

yang lebih lama, yakni 2-3 bulan, dengan penurunan viabilitas <10%.

Page 41: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 41/43

41

5.2. Saran 

Dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa sawit di PT. Bumitama

Gunajaya Agro, sebaiknya segera di lakukan penelitian lebih mendalam tentangstrategi aplikasi serangga  Elaeidobius kamerunicus yang baik dan benar. Setelah

itu segera dilakukan sosialisasi dan simulasi tentang cara pengembangan

serangga  Elaeidobius kamerunicus  yang baik dan benar. Selain itu untuk

 penyimpanan polen, di Divisi kususnya seharusnya di simpan di lemari pendingin,

 paling tidak untuk tetap menjaga kondisi polen tetap baik. 

Page 42: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 42/43

42

DAFTAR PUSTAKA 

Agus dkk. 2007.  Elaeidobius ktmerunicus  Serangga Penyerbuk kelapa sawit.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (RISPA).

Bangun, D., B. Triyana. 2010. Derom Bangun. Memoar “Duta Sawit” Indonesia.

PT Kompas Media Indonesia. 547 hal.

BPTP.2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit . Balai Besar Pengkajian Dan

Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan

Pertanian.

Erniwati, H. dkk . 2012. Keanekaragaman dan Potensi Musuh Alam dari

Kumbang  Elaeidobius kamerunicus  Faust. Di Perkebunan Kelapa Sawit

Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur. Makalah

Seminar Nasional Masyarakat Zoologi dan Konggres MTFI di Universitas

Soedirman. 3-4 November 2012

Harun, M.L., M.R.M.D. Noor. 2002. Fruit set and oil palm Bunch Components. J.

Oil Palm Res., 14: 24-33

Hasmeda. M. 2014. Pengaruh Wadah dan Lama Penyimpanan Serbuk Sari

terhadap Viabilitas Serbuk Sari Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis  Jacq.).

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. FP Unsri: Palembang.

Herlinda,S dkk.2006.  Daur Hidup Kumbang Penyerbuk,  Elaetdobius

ktmerunicus  Faust. (Coleoptera: Curculionidae) Bunga Kelapa Sawit

( Elaeis guineensis Jacq). Agria, 3 (1) : 10-12.

Hutauruk, C.H.,dkk. 1982.  Elaeidobius kamerunicus  Faust (Hasil Uji

Kekhususan Inang dan Peranannya Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit).

Buletin Pusat Penelitian Marihat, 3 (2): 7-29.

Lubis, dkk. 1989. Budidaya Kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq) PTPN. V-VII

Pusat penelitian Marihat. Pematang Siantar. Hal: 263-277.

Page 43: BAB 1-5.pdf

7/17/2019 BAB 1-5.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-5pdf 43/43

43

Mayfield.M.M.2001. The Important Of Nearby Forest To Known And Potential

Pollinators Of Oil Palm In Southern Costa Rica. Center Of Conservation

Of Biological Science. Standford University.

http://[email protected] . Diakses Pada 22 Juli 2015.

Pardede. D.B. 1990. Bioteknologi  Elaeidobius kamerunicus dalam Hubungan

dengan Penyerbukan Kelapa Sawit. IPB

PUSDATIN.2013.  Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan . Pusat Data Dan

Sistem Informasi Pertanian. 1(1):1-2.

Satyawibawa.I, dan Widyastuti Y.E. 1992. Kelapa sawit. Penebar Swadaya:

Jakarta.

Sedgley, M and A. R. Graffin. 1989. Sexual Reproduction of Tree Crop.

Academic Press. New York.

Sianturi H.S.D. 2001. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit( Elaeis guineensis Jacq).

Fakultas Pertanian . USU Press.Medan.

Syed R.a. 1979. Insect Pollination Of Oil Palm (Feasibility of Introducing Elaeidobius spp in to Malaysia). Marihat Research Station.20: 1-27.

Syed R.A dan Hutauruk C.H. 1982. Report on Screening Test and Other

Prerelease Studies On Elaeidobius kamerunicus. Pusat Penelitian Marihat.

Marihar Ulu. Pematang Siantar: 1-31.

Widiastuti .A , Palupi.E R. 2008. Viabilitas Serbuk Sari dan Pengaruhnya

terhadap Keberhasilan Pembentukan Buah Kelapa Sawit ( Elaeis

 guineensis Jacq.) .Biodiversitas. 9 (1) : 35-38.

Wahyudin, D.S. 1999. Daya Simpan Serbuk Sari Salak (Salacca sp) padaTingkat

Kemasakan yang Berbeda. [Skripsi]. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut

Pertanian Bogor :.Bogor.

Anonimous.http://id.wikipedia.org. Diakses pada 29 Maret 2015.