BAB 1 - 5 okeh

download BAB 1 - 5 okeh

of 67

Transcript of BAB 1 - 5 okeh

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Organisasi pada dasarnya merupakan kumpulan orang yang memiliki

kompetensi yang berbeda-beda, yang saling tergantung satu dengan yang lain, yang berusaha untuk mewujudkan kepentingan bersama mereka. Staf akuntan publik merupakan aset utama suatu kantor akuntan publik, oleh karena itu manajemen kantor akuntan publik berkepentingan untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif agar akuntan publik dapat survive, sehingga mengurangi tingkat perputaran karyawan pada perusahaan. Tingginya tingkat perputaran karyawan pada perusahaan akan mengakibatkan timbulnya kerugian yang cukup meterial terhadap perusahaan antara lain akan menimbulkan tambahan biaya perekrutan kembali karyawan, pelatihan kembali karyawan dan biaya lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut. Meyer (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam

berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

1

Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan didalam organisasi. Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh suatu tingkat kompetensi, profesionalisme dan juga komitmennya terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Aranya (dalam Cahyono, 2002) menganalisis efek komitmen

organisasional dan komitmen profesional pada kepuasan kerja para akuntan yang dipekerjakan. Dengan menggunakan komitmen organisasional dan profesional sebagai prediktor kepuasan kerja, dan melaporkan adanya suatu korelasi nyata secara statistik antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Suatu komitmen organisasional menunjukkan suatu daya upaya dari seseorang dalam mengidentifikasi keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi Mowday, Porter, dan Steers (dalam Sri Tresnaningsih, 2003). Oleh karena itu komitmen organisasional menimbulkan rasa ikut memiliki ( sense of belonging ) bagi karyawan terhadap organisasi. Penelitian tentang hubungan antara komitmen organisasi, komitmen profesi, dan konflik peran pernah dilakukan oleh Aranya (dalam Rahmawati, 2001) yang menemukan bahwa konflik yang dialami oleh akuntan yang bekerja pada organisasi yang berorientasi profesi (seperti akuntan publik) adalah lebih rendah dibandingkan dengan akuntan yang bekerja dengan organisasi non profesi, hal ini karena: a. Dalam organisasi berorientasi profesi tingkat konflik bervariasi sesuai dengan posisi secara hirarki.

2

b. Persepsi terhadap konflik ditemukan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan berhubungan positif dengan keinginan untuk berpindah. Para peneliti di bidang prilaku telah lama menaruh perhatian yang besar pada pengaruh lingkungan kerja terhadap sikap dan perilaku pegawainya yang menimbulkan konflik dalam suatu organisasi. Suatu tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui hubungan antara organisasi dan pegawai profesionalnya. Hubungan secara tipikal mempunyai karakteristik menimbulkan konflik karena diasumsikan norma maupun nilai yang ada pada organisasi dan pada profesi adalah inheren incompability (Blaun dan Scott, 1962 dalam Rahmawati, 2001). Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, (2001), menyatakan bahwa hubungan yang positif terjadi jika komitmen organisasi tinggi maka konflik peran yang terjadi pun tinggi. Hubungan yang lebih kuat terjadi antara komitmen profesional dengan kepuasan kerja dengan adanya konflik peran. Ini dapat diartikan bahwa komitmen profesional lebih besar memberi sumbangan pada kepuasan kerja apabila terjadi konflik peran. Adapun peneliti yang dilakukan Amilin (2008) adalah menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan menggunakan variabel role stress sebagai variabel moderating. Komitmen kerja disini adalah komitmen organisasional. Dan role stress (stres peran) yang dialami auditor diantaranya role conflict (konlik peran) dan role ambiguity (ketidakjelasan peran). Sedangkan kepuasan kerja adalah kepuasan kerja yang dirasakan oleh akuntan publik (auditor).

3

Rahayuningsih (2005) menemukan bahwa kepuasan kerja dalam organisasi menyangkut perhatian atasan, lingkungan kerja, imbalan yang pantas dan tingkat kesulitan kerja yang semuanya mempengaruhi kinerja seseorang. Sehingga walaupun pekerjaan tersebut beresiko atau memiliki tingkat tekanan yang cukup tinggi dan seseorang sudah merasa puas diperusahaan tersebut, maka segala sesuatu yang dikerjakan akan membuahkan hasil maksimal. Kondisi ini dialami oleh beberapa auditor KAP yang memiliki kinerja tinggi cendrung lebih puas terhadap pekerjaannya atau dengan kata lain profesionlisme hubungan dengan kepuasan kerja. Dalam profesi akuntan publik, supervisi merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebutkan dalam Statement on Auditing Standart (SAS) Nomor 22 tentang Standar Lapangan Pertama berbunyi The work is to be adequately planned and assistants, if any, are to be properly supervised. Keberadaan akuntan pemula sebagai pembantu akuntan publik harus diartikan sebagai satu kesatuan kerja (satu tim) yang tidak dapat dipisahkan. Tanggung jawab pekerjaan, walaupun hal tersebut dilakukan atau dilaksanakan oleh akuntan pemula, tetap berada pada akuntan publik yang bertugas. Selain memperkerjakan akuntan pemula, akuntan publik juga dimungkinkan untuk mengangkat staf ahli untuk memperlancar tugas auditnya. Akuntan pemula, sebagai pihak yang harus disupervisi dilingkungan Kantor Akuntan Publik (KAP), sering mengalami ketidakpuasan kerja dikarenakan oleh keberadaan supervisor serta pemberian bimbingan dan pengawasannya. Penyebab kurang puasnya akuntan pemula ini terutama

4

disebabkan oleh adanya ketidak-samaan persepsi antara akuntan pemula dengan supervisornya. Penyebab tidak puas ini antara lain: (1) Kurangnya pemberian umpan balik (feedback), (2) Kemampuan kurang dimanfaatkan, (3) Kurangnya supervisi, (4) Rendahnya kesempatan untuk berpartisipasi, (5) Kurangnya pujian untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik (Abercht et al.,1981). Hal-hal ini bisa menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan pemula dalam

melaksanakan tugas, sehingga akan berdampak pada pandangan negatif terhadap citra akuntan publik dan profesi akuntan publik dimasyarakat. Kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan kerja yang dimiliki. Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun dari luar. Untuk sisi internal, tentu kepuasan kerja seseorang akan menyangkut komitmennya dalam bekerja, baik komitmen profesional maupun komitmen organisasional. Sedangkan dari sisi eksternal, tentu kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka bekerja baik dari atasan, bawahan maupun setingkat. Kepuasan kerja dibutuhkan bagi semua profesi termasuk profesi akuntan. Kepuasan kerja para akuntan ini akan berbeda-beda jika ditinjau dari posisinya dalam sebuah Kantor Akuntan Publik. Seorang partner tentunya mempunyai kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada akuntan pemula, akuntan senior serta manajer. Menurut Stava (2002) alasan utama partner mempunyai kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya adalah keragaman pekerjaan dan kebebasan dalam memilih kapan mereka bekerja serta jenis pekerjaan yang diinginkan.

5

Beberapa penelitian telah dilakukan tentang kepuasan kerja akuntan publik. Albercht et al (1981) mempelajari tingkah laku (attitudes) staf profesional dari 25 kantor akuntan publik. Hasil pengujian menunjukan bahwa partner mempunyai tingkat kepuasan yang signifikan, namun hal ini tidak terjadi pada akuntan pemula, akuntan senior dan manejer. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Gaertner dan Ruhe (1981) dan Suders (1995). Dewasa ini semakin disadari bahwa para supervisor tidak cukup sekedar memiliki pengetahuan dan teknologi pekerjaan dari orang-orang yang mereka supervisi. Peranan supervisor tidaklah sederhana, para supervisor sebagai bagian dari manajemen perusahaan yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kepuasan kerja. Mereka harus memahami sistem kerja, mengetahui cara menyusun rencana, mengorganisasikan, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan bertindak. Oleh karena itu seorang supervisor harus mampu bertindak untuk meningkatkan produktivitas sehingga mencapai kepuasan kerja. Didalam penelitian ini tindakan supervisi terbagi menjadi tiga aktivitas yang terdapat dalam AECC (Accounting Education Change Commission) Statement No.4 AECC Recommendations for supervisors of Early Work Experience yaitu aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek penugasan, dan aspek kondisi kerja. Berdasakan hasil dari tiga aktivitas tesebut dari penelitian terdahulu (Hadi, 2007) hanya aspek kepemimpinan dan mentoring yang signifikan sedangkan aspek kondisi kerja dan aspek penugasan tidak signifikan, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti kembali dengan menggunakan dua aktivitas yang tidak signifikan tersebut.

6

Berdasarkan latar belakang masalah peneliti tertarik untuk membuat replikasi penelitian yang telah dilakukan oleh Amilin dan Rosita Dewi (2008). Didalam penelitian ini peneliti membuat beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu, yaitu dengan menambahkan variabel tindakan supervisi sebagai salah satu variabel yang independen yang akan diuji, Syamsul Hadi (2007) berdasarkan riset tindakan supervisi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Tindakan supervisi terbagi menjadi tiga aktivitas yang terdapat dalam AECC (Accounting Education Change Commission) Statement No.4 AECC Recommendations for supervisors of Early Work Experience yaitu aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek penugasan, dan aspek kondisi kerja. Berdasarkan hasil dari tiga aktivitas tersebut dari penelitian terdahulu (Syamsul Hadi, 2007) hanya aspek kepemimpinan dan mentoring yang signifikan sedangkan aspek kondisi kerja dan aspek penugasan tidak signifikan, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti kembali dengan menggunakan dua aktivitas yang tidak signifikan tersebut. Sedangkan Role Stress yang merupakan variabel moderating terbagi menjadi dua bagian aktivitas yakni Konflik Peran dan Ketidakjelasan Peran. Maka dari itu menggunakan dua variabel tersebut sebagai variabel moderating. Dan kepuasan kerja akuntan publik sebagai variabel independen. Penelitian yang penulis lakukan tentang PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN TINDAKAN SUPERVISI TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN ROLE STRESS SEBAGAI VARIABEL MODERATING disebabkan karena aktifitas organisasi yang dilakukan auditor tidak akan

7

mencapai kepuasan kerja dengan baik tanpa adanya dukungan dari supervisor dalam mengatasi role stres yang terjadi dilingkungan pekerjaan. Perbedaan juga dilakukan pada wilayah dan periode penelitian. Pada penelitian ini lokasi penelitian dilakukan diwilayah Padang dan Pekanbaru, sedangkan penelitian terdahulu dilakukan diwilayah Jakarta.

1.2

Perumusan masalah Dari penjelasan diatas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini

adalah: a. Apakah komitmen organisasi dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor? b. Apakah aspek kondisi kerja dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor? c. Apakah aspek penugasan dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor? d. Apakah komitmen organisasi dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor? e. Apakah aspek kondisi kerja dengan ketidakjelasn peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor?

8

f.

Apakah aspek penugasan dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor?

1.3

Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian yang diharapkan antara lain: a. Untuk membuktikan apakah komitmen organisasi dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. b. Untuk membuktikan apakah aspek kondisi kerja dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. c. Untuk membuktikan apakah aspek penugasan dengan konflik peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. d. Untuk membuktikan apakah komitmen organisasi dengan

ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. e. Untuk membuktikan apakah aspek kondisi kerja dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

9

f. Untuk membuktikan apakah aspek penugasan dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

1.4

Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah: a. Bagi akademisi 1. Sebagian bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut. 2. Dapat menambah wawasan mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh komitmen organisasi dan tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja dengan role stress sebagai variabel moderating. b. Bagi praktisi 1. Diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi staf auditor dalam melaksanakan tugasnya. 2. Selain itu untuk memberikan pedoman yang lebih spesifik agar dapat mencapai komitmen yang tinggi sehingga kepuasan kerja tercapai dan pegawai (auditor) bertahan untuk tetap kerja di KAP. c. Bagi penulis selanjutnya Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan mengetahui pengaruh komitmen organisasi dan tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan role stress sebagai variabel moderating.

10

1.5

Sistematika Penulisan Penelitian dapat dikelompokan menjadi beberapa sub bab yang saling

berhubungan antara satu dengan yang lain. Secara umum sistematika yang digunakan adalah: Bab I pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan yang merupakan gambaran umum isi dari skripsi penelitian ini. Bab II landasan teori dan pengembangan hipotesis yang berisikan komitmen organisasi, tindakan supervisi, role stress (stres peran), kepuasan kerja akuntan publik, bab ini akan diakhiri dengan sebuah pengembangan hipotesis dan model penelitian. Bab III Metode Penelitian adalah bab yang menjelaskan tentang siklus pengambilan populasi, penentuan sampel, jenis dan sumber data, variabel dan definisi operasional variabel dan metode analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis.Bab IV Analisis dan Pembahasan bab ini akan menjelaskan tentang deskriptif umum responden, tahapan pengujian instrumen data yang meliputi uji validitas, reliabilitas dan uji normalitas. Didalam bab ini juga akan dianalisis proses pengujian hipotesis yang dilengkapi dengan pembahasan Bab V Penutup merupakan bab yang akan menjelaskan tentang kesimpulan hasil pengujian hipotesis, keterbatasan penelitian dan saran yang dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang berkepentingan.

11

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidup bagi sebuah organisasi apapun bentuknya. Komitmen menunjukan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdi diri bagi perusahaan. Komitmen organisasi menurut Robbins (1996; 171) adalah suatu tingkat keyakinan sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu orgnisasi tertentu yang tujuannya berniat memelihara keanggoataan dalam organisasi itu. Jadi keterlibatan kerja yang tinggi berarti pemihakan sesorang terhadap pekerjaannya yang khusus, dan komitmen organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya. Pada riset cendrung mendefinisikan konsep komitmen organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi dalam bentuk sikap dan prilaku (Hall, 1997, Ferris dan Aranya, 1983 dalam Rahmawati dan Widagdo, 2001), sedangkan menurut Hatmoko (2006), komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan dalam organisasi. Edvan (2000) mengemukakan tiga pengertian dari komitmen organisasi yaitu: Pertama, komitmen oraganisasi merupakan suatu keadaan atau derajat

12

sejauh mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan-tujuannya, serta memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu. Komitmen penerimaan terhadap tujuan-tujuan, nilai-nilai dan profesi. Kedua, komitmen organisasi merupakan sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan profesi. Ketiga, komitmen organisasi merupakan sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan profesi. Mowday, Porter dan Stees (1982) dalam (Edvan Darlis, 2000) mengemukakan komitmen organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang mana saling berhubungan terhadap profesi dan organisasi antara lain: 1. Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi. 2. Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan. 3. Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal.

2.2 Tindakan Supervisi Manajemen merupakan proses dalam mencapai hasil melalui dan dengan orang lain, dengan memaksimumkan pemberdayaan sumber daya yang tersedia. Supervisor sebagai bagian dari manajemen perusahaan mempunyai peran yang penting dalam upaya mencapai hasil yang telah ditentukan perusahaan. Supervisor

13

merupakan tingkatan manajemen yang paling rendah dan mempunyai hubungan lansung dengan karyawan. Pekerjaan supervisor, seperti halnya menajer lain pada tingkat yang lebih tinggi, menjadi semakin penting karena berkaitan erat dengan masalah produktivitas dan kualitas hidup. Faktor penting yang ikut membantu dalam menanggulangi kedua masalah tersebut adalah pelaksanaan supervisi secara efektif. Menurut Dharma (2001;2), pekerjaan supervisi secara efektif akan menimbulkan dampak positif dalam upaya meningkatkan produktivitas. Kemudian supervisi yang efektif dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi bagi pada karyawan yang pada gilirannya mempengaruhi mutu kehidupannya. Hasil penelitian Kozlowski dan Doherty (1989) yang dikutip dari hasil penelitian ODriscoll dan Beehr (1994) manunjukan bahwa supervisor merupakan pihak yang paling dekat (mempunyai pengaruh yang signifikan) dengan konteks kerja seseorang karena melalui mereka tercermin budaya atau iklim organisasi. Dengan demikian supervisor mempunyai pengaruh langsung terhadap prilaku karyawan sebagai bawahannya. Supervisi merupakan hal yang penting dalam profesi akuntan publik. Dalam bidang auditing, supervisi dalam Standar Pekerjaan Lapangan pertama yang mengharuskan bahwa Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus dengan supervisi yang semestinya. Penjelasan rincian tentang supervisi dalam pemeriksaan akuntan dimuat pada sesi 311 yaitu perencanaan dari supervisi pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

14

Dalam SPAP (2000) dijelaskan bahwa supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan intruksi pada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah-maslah penting yang dijumpai dalam audit, mereview pekerjaan yang dilaksanakan dan menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit. Pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh asisten perlu di-review untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan auditor harus menilainya apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan auditor. Dalam audit biasanya menggunakan akuntan pemula dalam arti belum banyak pengalaman dalam dibidang audit. Hal demikian menyebabkan perlunya bimbingan dan supervisi karena mereka mungkin belum mempunyai wawasan yang luas dibidang audit secara keseluruhan. Menurut Munawair (1999; 40) unsur bimbingan tersebut dapat berupa : 1. 2. Pengarahan langsung maupun melalui program yang jelas dan rinci. Menggunakan kertas kerja yang dirancang dan telah direncanakan dengan baik. 3. Review atau penilaian kerja yang telah dilakukan asisten pada tiap tahapan audit.

15

Rekomendasi AECC Dalam Tindakan Supervisi Profesi akuntan dan pendidikan akuntansi terus mengalami perubahan yang drastis sejak tahun 1980-an. Keadaan ini dipicu oleh arus globalisasi, perkembangan teknologi dan persaingan yang semakain meningkat. Oleh karena itu American Accounting Association (AAA) membuat Accounting Education Change Commission (AECC) pada tahun 1989. Tujuan utama dari AECC adalah meningkat persiapan akademik para akuntan menuju profesi akuntan yang mempunyai keahlian, pengetahuan dan sikap yang diperlukan agar berhasil dalam meneliti karir dibidang akuntansi. Tujuan khusus dibentuknya AECC sebagai upaya mempertahankan profesi akuntan sebagai pemilihan karir yang menarik di Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, AECC menerbitkan Issues Statement No. 4 yang ditujukan untuk meningkatkan kepuasan kerja akuntan pemula. Salah satu isi dari Issues Statement No. 4 adalah AECC

Recommendations For Supervisors of Early Work Experience yang mendorong pemberdayaan akuntan pemula melalui tindakan supervisi yang tepat. Isi dari AECC Recommendations for Supervisors of Early Work Experience berupa sejumlah rekomendasi kepada supervisor akuntan pemula agar dapat melaksanakan supervisi dengan tepat terutama pada tiga aspek utama tindakan supervisi. Ketiga aspek utama yang disarankan AECC kepada para supervisor akuntan pemula adalah (AECC; 1993): 1. Supervisor hendaknya menunjukkan sikap kepemimpinan dan mentoring yang kuat.

16

2.

Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong tercapainya kesuksesan.

3.

Superviosr hendaknya memberikan penugasan yang menantang dan menstimulasi terselesainya tugas.

2.2.1 Aspek Kepemimpinan dan mentoring Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. Supervisi merupakan seorang pimpinan yang membawahi sejumlah staf, yang berfungsi memotivasi dan mengawasi pekerjaan staf bawahannya. Seorang supervisi harus berorientasi pada pekerjaannya dan mempunyai sentifitas sosial (Basset, 1994) yang memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap stafnya. Mentoring didefinisikan sebagai proses membentuk dan mempertahankan hubungan secara insentif antara karyawan senior dengan karyawan yunior dan supervisi sebagai penghubungnya. Mentoring sangat erat hubungannya dengan karir, auditor akan mencapai kemajuan berkarir jika mereka pindah dan berkarir selain di KAP (Ariyanti, 2002). Supervisi harus menciptakan lingkungan senyaman mungkin untuk meminimalkan stress dengan meningkatkan peran konseling, keteladanan dari supervisi yang merupakan fungsi psikolo-sosial, sebagai akibat dari perkembangan karir di KAP yang didukung pengetahuan, pelatihan dan pemberian tugas yang menantang. Rincian aktivitas yang disarankan oleh AECC berhubungan dengan kepemimpinan dan mentoring adalah sebagai adalah sebagai berikut:

17

a.

Supervisor sering memberikan feedback yang jujur, terbuka dan interaktif kepada akuntan pemula dibawah supervisinya.

b.

Supervisor memperhatikan pesan-pesan tidak lansung dari akuntan pemula dan jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya.

c.

Supervisor meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya dengan memberikan pujian terhadap kinerja yang baik, memperlakukan akuntan pemula sebagai profesional, membantu akuntan pemula untuk mengenali peluang kerja dimasa datang dan memperdulikan minat serta rencana akuntan pemula.

d.

Supervisor dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional dibidangnya, mampu menumbuhkan kebanggaan akan profesi dan mampu menunjukan kepada klien dan masyarakat akan peran penting profesi yang digeluti tersebut.

2.2.2 Aspek Kondisi kerja Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh karena mareka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya dengan menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail, mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan selesai.

18

Rincian aktivitas yang disarankan AECC berhubungan dengan kondisi kerja yang kodusif adalah: a. Menumbuhkan sikap mental pada akuntan pemula untuk bekerja dengan benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang

memungkinkan hal itu terjadi. Hal tersebut bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu penugasan kepada akuntan pemula secara gambling, mengalokasikan waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa terselesaian dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan yang dihadapi termasuk diantaranya hambatan budgeter, dan menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan penugasan keseluruhan serta senantiasa mengawasi akuntan pemula sampai penugasan selesai. b. Mendistribusikan tugas dan bahan secara adil dan sesuai dengan tingkat kemampuan akuntan pemula. c. Meminimalkan stres yang berkaitan dengan pekerjaan.

2.2.3 Aspek Penugasan Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk memilih tugas yang berarti bagi akuntan pemula dan melaksanakan tugas dengan cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan cara memberikan kesempatan kepada akuntan pemula dalam menggunakan kemampuan verbal, baik lisan maupun tulisan, berfikir kritis dan mengijinkan akuntan pemula untuk menyusun dan menyajikan laporan.

19

Rincian aktivitas yang disarakan AECC berhubungan dengan penugasan yang menantang dan mendorong penyelesaikan tugas adalah: a. Supervisi mendelegasikan tanggunggung jawab sesuai kemampuan dan kesiapan akuntan pemula. b. Memaksimalkan kesempatan akuntan pemula untuk menggunakan kesempatan verbal, baik lisan maupun tulisan, berfikir kritis dan menggunakan teknik analisis serta membantu akuntan pemula untuk meningkatkan kesempatan tersebut.

2.3 Role Stress (stres peran) Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stres kerja. Menurut Phillip L. Rice (dalam Rini, 2002), sesorang dapat dikatagorikan mengalami stres kerja jika urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa kerumah juga menjadi penyebab stres kerja. Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut. Sedangkan menurut Andreani (2003), terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan

20

dengan karakteristk aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan. Davis dan Newstrom (dalam Andreani, 2003) menyebutkan stres kerja disebabkan: (1) adanya tugas yang terlalu banyak, (2) supervisor yang kurang pandai, (3) terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan, (4) kurangnya mendapat tanggung jawab yang memadai, (5) ambiguitas/ketidakjelasan peran, (6) pebedaan nilai dengan perusahaan, (7) frustasi, (8) perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum, dan (9) konflik peran. 2.3.1 Role Conflict (konflik peran) Role conflict atau konflik peran didefinisikan oleh Brief et al (dalam Andraeni, 2003) sebagai the incongruity of expectations associated with a role. Jadi, konflik peran itu adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Secara lebih spesifik, Leigh et al (dalam Andraeni, 2003) menyatakan bahwa Role conflict is the result of an employee facing the inconsistent expectations of various parlies or personal needs, values, etc. Artinya, konflik peran merupakan hasil dari ketidak-konsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokakan antara tuntutan peran dan kebutuhan, nilai-nilai individu dan sebagainya. Sebagai akibatnya, seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana terombang-ambing, terjepit, dan serba salah. Konflik peran muncul karena adanya perbedaan kepentingan atau pertentangan akibat adanya tekanan peraturan. Konflik peran juga berhubungan

21

dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangann Wolfe dan Snoke (1962) menyatakan konflik peran merupakan suatu kejadian yang terjadi antara dua kelompok atau lebih yang saling menekan. Dari studi yang telah dilakukan Sorensen dan Sorensen (1974) menyatakan bahwa konflik peran yang terjadi dengan staf audit berkaitan dengan tujuan untuk meninggalkan kantor akuntan publik dan ketidakpuasan kerja. 2.3.2 Role Ambiguity (ketidakjelasan peran) Agar mareka melaksanakan pekerjaan dengan baik, para karyawan memerlukan keterangan yang tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus mereka lakukan. Karyawan perlu mengetahui hak-hak, hak-hak istimewa dan kewjiban mereka.

Ketidakjelasan peran (role ambiguity) adalah kurangnya pemahaman atas hakhak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan (Gibson et al., 1997). Role Ambiguity atau ketidakjelasan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, Brief et al (dalam Andraeni, 2003). Pengaruh konflik peran dan ketidakjelasan peran itu sangat besar, tidak hanya bagi individu tapi juga bagi perusahaan. Bagi individu, konsekuensinya dapat dirasakan dengan tingginya dalam pelaksanaan tugas dan rendahnya kepuasan kerja sehingga menimbulkan kecendrungan karyawan untuk

meninggalkan perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan dapat dilihat dengan rendahnya kualitas kinerja dan semakin tingginya pergantian karyawan.

22

2.4 Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Akuntan Publik Istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003). Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang

menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka (Davis dan Newstron, 2001). Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidaknya seseorang yang relatif terhadap pekerjaannya yang berbeda dari pemikiran yang objektif dan keinginan prilaku. Masih menurut Davis dan Newstron, apabila pegawai bergabung dalam suatu organisasi, iya membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Dengan demikian sumber kepuasan kerja adalah adanya kesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi. Kepuasan kerja dilingkungan KAP harus diperhatikan oleh supevisi sebagai atasan akuntan pemula karena akan mendorong timbulnya stres sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Hal-hal yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain adalah: (1) Pekerjaan yang menantang, supervisi memberikan kesempatan untuk memilih tugas, kebebasan, dan pemberian feedback; (2) Penghargaan yang sepadan, adanya reward atas prestasi staf; (3) Kondisi yang mendukung, adanya lingkungan kerja sesuai dengan individu serta

23

terciptanya kenyaman kerja; (4) Rekan kerja yang suportif; dan (5) Kesesuian pekerjaan dengan kepribadian individu, supervisi memberikan pekerjaan sesuai kemampuan disertai dengan pemberian pelatihan untuk pengembangan

kemampuan bawahannya (Robbins, 1999).

2.5 Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis a. Komitmen Organisasi terhadap kepuasan kerja dengan Konflik Peran sebagai variabel moderating Robbins (2001), telah mendefinisikan komitmen pada organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sedangkan menurut Hatmoko (2006), komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilainilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi. Maka dari dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi berhubungan positif terhadap kepuasan kerja. Dimana, semakain tinggi komitmen seorang pegawai terhadap organisasinya maka semakain tinggi pula kepuasan kerja yang dialaminya. Sopiah (2008:85) menjelaskan bahwa stress adalah suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang. Kita sering mendengar bahwa stress merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang orang merasa stress karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang terlalu berat atau

24

karena mengikuti perkembangan zaman. Kejadian kejadian tersebut menimbulkan distress yakni derajat penyinpangan fisik, psikis dan perilaku dari fungsi yang sehat. Sebenarnya distress juga memiliki sisi positif yang disebut dengan stress yakni mengarah pada hal-hal yang sehat. Menurut Hall (1967) dan Montagna dikutip dari Rahmawati dan Widagdo (2001), faktor yang mempengaruhi konflik peran adalah birokarasi dalam organisasi dan posisi pegawai dalam hirarki organisasi. Konflik peran muncul karena adanya perbedaan kepentingan atau pertentangan akibat adanya tekanan peraturan. Konflik peran juga berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan. Wolfe dan Snoke (1962) menyatakan konflik peran merupakan suatu kejadian yang terjadi antara dua kelompok atau lebih yang saling menekan. Hipotesis 1 : Dengan konflik peran yang rendah maka komitmen organisasi akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. b. Aspek kondisi kerja terhadap kepuasan kerja auditor dengan konflik peran sebagai variabel moderating Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh karena mareka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi.

25

Faktor lain yang diduga mempengaruhi kepuasan kerja auditor pemula yang diteliti dalam penelitian ini adalah konflik peran dan motivasi. Dalam lingkungan kerja akuntan publik, konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan. Tanpa pengetahuan tentang struktur audit yang baku, staf akuntan mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Ini timbul karena beberapa faktor, yaitu koordinasi arus kerja, kecukupan wewenang, kecukupan komunikasi dan kemampuan

berpartisipasi (Cahyono dan Ghozali, 2002), yang kesemuanya itu sangat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Hall (1967) dan Montagna (1968) dikutip dari Rahmawati dan Widagdo (2001), faktor yang mempengaruhi konflik peran adalah birokarasi dalam organisasi dan posisi pegawai dalam hirarki organisasi. Dilihat dari tingkatan posisi dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) dilaporkan bahwa partner mempunyai tingkat stress yang paling rendah serta tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa variabel tersebut berkorelasi positif dengan kepuasan kerja akuntan pemula (Patten, 1995). Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 2 : Dengan konflik peran yang rendah, maka aspek kondisi kerja akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

26

c. Aspek penugasan terhadap kepuasan kerja auditor dengan konflik peran sebagai variabel moderating Dalam mamberikan penugasan dan pendelegasian kepada karyawan, supervisor perlu mengingatkan dua hal penting yaitu tanggung jawab dan wewenang. Dalam hal ini, supervisor mempunyai tanggung jawab atas pekerjaan akhir yang telah dilakukan oleh bawahannya. Namun supervisor juga memiliki wewenang dalam menentukan orang yang akan mengerjakan tugas yang akan diberikan, pendelegasian penuh dengan pengambilan resiko. Menurut Atherthon (2003;23), pendeglarasian adalah mempercayakan wewenang dan tanggung jawab kepada orang lain untuk, menyelesaikan suatu tugas yang didefenisikan dengan jelas dan disetujui dibawah pengawasan supervisor atas keberhasilan pekerjaan tersebut. Menurut Robbins (1996), konflik peran merupakan suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak lain. Penelitian Fried et.al. (1998) juga menunjukkan bahwa konflik peran memberikan korelasi signifikan dengan penilaian kinerja pekerjaan, dengan kecenderungan yang negatif. Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 3 : Dengan konflik peran yang rendah, maka aspek penugasan akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

27

d. Komitmen

organisasi

terhadap

kepuasan

kerja

auditor

dengan

ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating Mowdey et al (1997) dalam Darlis (2008) mendefinisikan komitmen organisasi adalah derajat sejauh mana seseorang karyawan memihak pada organisasi tertentu dan tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Penelitian lainnya seperti Mathieu (1988), Price dan Mueller (1986), William dan Hazer (1986) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel yang mendahului komitmen organisasi dan Bateman dan Strasser (1984) menemukan bahwa komitmen organisasi mendahului kepuasan kerja. Sedangkan Dwi Cahyono dan Imam Ghozali (2002) menemukan komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Namun studi terbaru mengenai urutan kausal kedua variabel menemukan bahwa, komitmen organisasi dan kepuasan kerja berhubungan secara resiprokal, tanpa ada yang mempengaruhi variabel lainnya secara lebih kuat, Mathieu (1991). Oleh karena itu penelitian yang menguji hubungan tingkat kepuasan kerja dalam peningkatan komitmen organisasi merupakan satu topik yang menarik dan banyak kegunaannya dalam penelitian-penelitian bidang akuntansi keprilakuan (Poznanski dan Bline, 1977). Ketidakjelasan peran (role ambiguity) adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan (Gibson et al., 1997). Role Ambiguity atau ketidakjelasan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang

28

dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, Brief et al (dalam Andraeni, 2003). Jadi semakin sering seseorang terlibat dan loyal dalam suatu organisasi maka akan semakin tinggi komitmennya terhadap organisasi, dengan

keterlibatannya tersebut maka ia akan semakin tahu apa yang harus dikerjakan dalam tugas-tugasnya dan mengetahui apa yang terjadi haknya. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat komitmen seorang pegawai terhadap organisasinya maka akan semakin rendah ketidakjelasan peran yang dialaminya. Kahn et al., (dalam Andraeni 2003) menemukan bahwa

ketidakjelasan peran berhubungan negatif dengan kesehatan fisik dan psikis. Ketidakjelasan peran merupakan faktor yang dapat menimbulkan stress kerja karena hal tersebut dapat menghalangi seorang pegawai untuk melaksanakan tugasnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpuasan kerja pada pegawai tersebut. Atas dasar tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 4 : Dengan ketidakjelasan peran yang rendah, maka komitmen organisasi akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. e. Aspek kondisi kerja terhadap kepuasan kerja auditor dengan

ketidakjelasan peran sebagi variabel moderating Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh karena mareka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada bawahannya untuk bekerja dengan

29

benar pada saat pertama dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Hasil penelitian sebelumnya Patten (1995) menunjukan bahwa hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja berkorelasi positif. Ketidakjelasan peran secara lebih lanjut dapat dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap prilaku supervisornya. Sebagian besar akuntan setuju bahwa akuntan publik merupakan profesi dengan tingkat stres yang tinggi. Sedikit stres adalah normal dan tetap diwaspadai, terlalu stres akan menyebabkan konsekuensi negatif bagi organisasi (KAP) dan individu yang bersangkutan. Ketidakjelasan peran (role ambiguity) adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan (Gibson et al., 1997). Role Ambiguity atau ketidakjelasan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, Brief et al (dalam Andraeni, 2003). Atas dasar tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 5 : Dengan ketidakjelasan peran yang rendah, maka aspek kondisi kerja akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. f. Aspek penugasan terhadap kepuasan kerja auditor dengan

ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating Menurut Gibson et al., (1997) ketidakjelasan peran (role ambiguity) adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang

30

dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan. Kahn et al., (dalam Andraeni 2003) menemukan bahwa ketidakjelasan peran berhubungan negatif dengan kesehatan fisik dan psikis. Ketidakjelasan peran merupakan faktor yang dapat menimbulkan stres kerja karena hal tersebut dapat menghalangi seorang pegawai untuk melaksanakan tugasnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpuasan kerja pada pegawai tersebut. Menurut Charles D, Spielberger (dalam Handoyo : 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan/ suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bias diartikan sebagai tekanan ketegangan/ gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Hasil penelitian sebelumnya Patten (1995) menunjukan bahwa hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja berkorelasi positif. Interaksi supervisor dengan karyawan dapat mengurangi sejumlah ketidakpastian yang dihadapi karyawan dalam perusahaan. Tindakan supervisi sangat berpengaruh untuk mengurangi atau meningkatkan ambiguity karyawan terhadap pekerjaan, manejemen serta dinamika social dan politik dalam perusahaan. Berdasakan hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 6 : Dengan ketidakjelasan peran yang rendah, maka aspek penugasan akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

31

2.6 Model PenelitianKetidakjelasan peran (X5)

Komitmen Organisasi (X1) Aspek Kondisi (X2) Aspek Penugasan (X3) Kepuasan kerja akuntan publik (Y)

Konflik peran (X4)

Didalam penelitian ini komitmen organisasi dan tindakan supervisi merupakan variabel dependen. Tindakan supervisi terbagi menjadi tiga aktivitas yang terdapat dalam AECC (Accounting Education Change Commission) Statement No.4 AECC Recommendations for supervisors of Early Work Experience yaitu aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek penugasan, dan aspek kondisi kerja. Berdasarkan hasil dari tiga aktivitas tersebut dari penelitian terdahulu (Syamsul Hadi, 2007) hanya aspek kepemimpinan dan mentoring yang signifikan sedangkan aspek kondisi kerja dan aspek penugasan tidak signifikan, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti kembali dengan menggunakan dua aktivitas yang tidak signifikan tersebut. Sedangkan Role Stress yang merupakan variabel moderating, terbagi menjadi dua bagian aktivitas yakni Konflik Peran dan Ketidakjelasan Peran. Maka

32

dari itu menggunakan dua variabel tersebut sebagai variabel moderating. Dan kepuasan kerja akuntan publik sebagai variabel independen.

33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data, Populasi dan Sampel Data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data primer bersumber dari proses penyebaran kuesioner kepada auditor yang terpilih menjadi responden didalam penelitian ini. Populasi adalah keseluruhan nilai yang mungkin, hasil pengukuran ataupun perhitungan, kualitatif ataupun kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Hasan, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja di KAP yang berdomisili di Padang dan Pekanbaru. Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tersebut (Hasan, 2001). Pengambilan sampel menggunakan metode Convinience Sampling, hal ini karena jumlah auditor disetiap KAP tidak diketahui jumlahnya. Dengan kriteria responden yaitu auditor yang mempunyai jabatan akuntan junior sampai dengan partner.

3.2 Teknik Pengumpulan data Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah metode survey yaitu metode pengumpulan data primer dengan mengambil data dari populasi yang ada. Adapun metode yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Keunggulan dari metode ini adalah opini, sikap serta

34

harapan responden bisa diketahui, disamping itu responden bisa menyatakan halhal yang berhubungan dengan penelitian ini secara langsung kepada peneliti. Agar responden lebih merasa bebas untuk mengungkapkan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang sensitif atau pribadi.

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelititan Definisi operasional variabel adalah penjelasan dari pengertian teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur dengan menentukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sasaran tertentu. Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka variabel yang dibutuhkan sebagai berikut: 3.3.1 Variabel Independen 1. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins, 2001). Untuk mengukur komitmen orgnisasi digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Meyer & Allen (1994) dalam Pocu (2006). Lima pertanyaan digunakan untuk mengukur komitmen organisasi. Pengukuran menggunakan skala interval dari angka 1 sampai dengan 5. 2. Tindakan Supervisi Konsep tindakan supervisi diterjemahkan ke sejumlah dimensi yang merupakan karakteristik utama dari tindakan supervisi menurut AECC Statement No.4. Dimensi tersebut adalah aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek

35

penugasan, dan aspek kondisi kerja. Ketiga dimensi tindakan supervisi ini dijabarkan lagi dalam sejumlah elemen yang meliputi pilihan, kompetensi, kebermaknaan, dan kemajuan. Ketiga dimensi tersebut merupakan variabel independen dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Patten (1995). Dimana dimensi yang terdapat dalam tindakan supervisi yang peneliti teliti pada saat ini ada dua yakni : a. Aspek kondisi kerja Aspek Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh karena mareka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya dengan menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail, mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan selesai. Berdasarkan hal tersebut instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Patten (1995) yang berjumlah 7 pertanyaan dengan pengukuran menggunakan skala interval dari angka 1 sampai dengan 5. b. Aspek Penugasan Aspek Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk memilih tugas yang berarti bagi akuntan dan melaksanakan tugas dengan cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan cara memberikan kesempatan

36

kepada akuntan dalam menggunakan kemampuan verbal, baik lisan maupun tulisan, berfikir kritis dan mengijinkan akuntan untuk menyusun dan menyajikan laporan. Berdasarkan hal tersebut instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Patten (1995) yang berjumlah 6 pertanyaan dengan pengukuran menggunakan skala interval dari angka 1 sampai dengan 5. 3.3.2 Variabel Moderating Role Stress (Stres peran) Variabel stres peran (role stress) merupakan variabel pemoderasi karena akan terlihat apakah variabel ini mampu mempengaruhi hubungan antara komitmen organisasi dan tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Berdasarkan penelitian terdahulu dimana role stress terbagi atas 2 komponen yakni : a. Konflik Peran Konflik peran (role conflict) merupakan hasil dari ketidak-konsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya (Andraeni, 2003). Instrument/ kuesioner yang digunakan untuk mengukur tingkat konflik peran adalah instrument yang dikembangkan oleh Ivancevich & Matteson (dalam Munandar, 2003). Menggunakan 7 pertanyaan, Pengukuran menggunakan skala interval dari angka 1 sampai dengan 5.

37

b. Ketidakjelasan Peran Ketidakjelasan peran (Role ambiguity) adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat, Brief et al. (dalam Andraeni, 2003). Instrumen/ kuesioner yang digunakan untuk mengukur tingkat ketidakjelasan peran adalah instrument yang dikembangkan oleh Ivancevich & Matteson (dalam Munandar, 2003). Menggunakan 7 pertanyaan, pengukuran menggunakan skala interval angka 1 sampai dengan angka 5. 3.3.3 Variabel Dependen Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap

pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003). Instrumen pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan kerja adalah instrumen yang dikembangkan oleh Astuti (dalam Munandar, 2003). Delapan pertanyaan digunakan untuk mengukur kepuasan kerja. Pengukuran menggunakan skala interval dari angka 1 sampai dengan 5.

3.4 Teknik Pengujian Data Untuk membuktikan pengujian hipotesis maka digunakan metode analisis kuantitatif. Didalam metode tersebut pengujian data dilakukan dengan

38

menggunakan tahapan pengujian statistik. Secara umum tahapan pengujian yang dilakukan terlihat sub bab dibawah ini: 3.4.1 Uji ValiditasSebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas yang berguna untuk mengetahui tingkat akurasi setiap item pertanyaan yang mendukung sebuah variabel penelitian. Secara umum Ghozali (2005) mendefinisikan uji validitas sebagai uji yang digunakan untuk mengetahui apa yang sesungguhnya diukur. Didalam melakukan pengujian validitas maka digunakan model varimax. Didalam model tersebut validnya masing-masing item pertanyaan ditentukan dari nilai contruct loading atau faktor loading yang bernilai besar atau sama dengan 0,40 dan tidak terdeteksi memiliki peran ganda atau ambigu. Pengujian data dapat kembali dilanjutkan setelah seluruh item perrtanyaan yang digunakan telah dinyatakan valid.

3.4.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang dapat dipercaya dan handal, pengujian reliabilitas dilakukan dengan cronbach alpha untuk untuk menguji kelayakan terhadap konsistensi diantara kompenen yang membentuk tes secara keseluruhan. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila cronbach alpha lebih dari 0,5 (Nunnally, 1978 dalam Ghozali, 2005). 3.4.3 Uji Normalitas Menurut Ghozali (2005) uji normalitas digunakan untuk melihat pola penyebaran data apakah berdistribusi normal atau tidak, selain itu uji normalitas

39

juga dapat digunakan untuk menentukan uji statistik apa yang akan digunakan dalam sebuah penelitian apakah menggunakan uji parametrik maupun uji non parametrik. Normal atau tidaknya sebuah data dapat dilihat dari nilai asym sig yang dihasilkan dalam pengujian > 0,05. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS yang diuji dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Jika data normal maka uji statistik parametrik dapat dilakukan dan sebaliknya. 3.5 Teknik Pengujian hipotesis Untuk melakukan tahapan pengujian hipotesis maka digunakan tahapan pengujian dengan menggunakan alat uji statistik seperti yang terlihat dibawah ini yaitu : 1. Model Regresi Dalam penelitian ini, analisis data statistiknya menggunakan analisis regresi, teknik analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen melewati variabel moderating yakni pengaruh komitmen organisasi, aspek kondisi kerja dan aspek penugasan terhadap kinerja auditor role stress (konflik peran dan ketidakjelasan peran) sebagai variabel moderasi. Menurut Ghozali (2005) model regresi berganda dibentuk untuk mengetahui arah pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan melewati variabel moderating. Secara umum model regresi linear berganda dijabarkan sebagai berikut :

40

y=

+

1

1 + +

2

2 +9

3

3 +10

4

4 +

5 5

+

6

(1 4) +

7 (2 4)

+

8 (3 4)

(1 5) +

(2 5) +

11

(3 5) + e

Dimana: Y 1 2 3 4 5 1 4 24 34 15 = Kepusan kerja = Komitmen organisasi = Aspek Kondisi Kerja = Aspek Penugasan = Konflik Peran = Ketidakjelasan Peran = Interaksi komitmen organisasi dengan konflik peran = Interaksi aspek kondisi kerja dengan konflik peran = Interaksi aspek penugasan dengan konflik peran = Interaksi komitmen organisasi dengan ketidakjelasan peran 25 35 = Interaksi aspek kondisi kerja dengan ketidakjelasan peran = Interaksi aspek penugasan dengan ketidakjelasan peran = Konstan = koefesien regresi e = Error

2. Uji Koefesien Determinan (R2)

41

Uji koefisien determinasi (R2 ) bertujuan untuk melihat seberapa besar proporsi variasi dari variabel indepeden secara bersama-bersama mempengaruhi variabel depeden, dengan rumus Gujarati (2005) :

Dimana : ESS TSS

= Explaned Sum Squares ( jumlah kuadrat yang dijelaskan) = Total Sum Squares (jumlah total kuadrat)

3. Uji F-statistik Uji F-statistik adalah bagian uji statistik yang digunakan untuk membuktikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak. Secara umum Gujarati (2005) merumuskan uji F-statistik sebagai berikut: F= R2 / K-1 (1 - R2) / (n K)

R2 n K

= Koefisien determinan = Jumlah sampel = Jumlah variabel bebas

42

Kriteria Pengujian : a. Jika Signifikansi di bawah alpha maka keputusannya adalah H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. b. Jika signifikansi diatas alpha maka keputusannya adalah H0 diterima dan Ha ditolak berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Pengujian yang dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Pengujian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan hipotesa sebagai berikut : y Ho = i = 0 artinya ada pengaruh seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. y Hi = i = 0 artinya tidak ada pengaruh seluruh variabel bebas secara bersamasama terhadap variabel terikat. 4. Uji t-statistik Meruapakan suatu uji statistik yang digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel secara statistik. Gujarati (2005) merumuskan pengujian t-statistik sebagai berikut :

Dimana :

t b

= Parameter yang dicari = Koefisien regresi masing masing variabel

43

Sb Kriteria Pengujian :

= Standar deviasi masing masing kodefisien regresi

a) Jika nilai Signifikansi

maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha

ditolak berarti dapat disimpulkan variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja auditor.

44

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Demografi Responden Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dikirimkan langsung kepada para akuntan publik di kota Padang dan Pekanbaru pada tanggal 11 Agustus 2011 sampai tanggal 25 Agustus 2011. Berikut data pengembalian kuesioner dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Penyebaran dan Pengembalian Kuesioner Keterangan Jumlah Persentase (%) Jumlah kuesioner yang disebarkan Jumlah kuesioner yang hilang Jumlah kuesioner yang dikembalikan Jumlah kuesioner yang rusak Jumlah responden yang digunakan 110 26 74 14 60 100 21,81 67,27 12,72 54,54

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat total kuesioner yang disebarkan berjumlah 110 kuesioner yang disebarkan, 74 kuesioner yang dikembalikan, sedangkan 14 kuesioner tidak dapat diolah karena rusak dan 60 kuesioner yang dapat diolah. Tingkat pengembalian (response rate) yang diperoleh adalah 74 %. Tingkat pengembalian ini relatif tinggi karena penyebaran dan pengambilan kembali kuesioner dilakukan dengan cara diantar dan dijemput langsung. Setelah proses penyebaran kuesioner berhasil dilakukan maka tahapan selanjutnya didalam pengolahan data adalah melakukan pembuatan tabulasi, dengan menggunakan program excel. Berdasarkan proses tabulasi data yang telah45

diselesaikan maka proses pengolahan data dapat kembali dilanjutkan. Untuk melakukan pengolahan data digunakan bantuan program SPSS. Berdasarkan hasil pengujian data yang telah dilakukan dapat dikelompokan responden yang berpartisipasi didalam penelitian ini seperti terlihat pada tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Demografi Umum Responden Keterangan Jumlah Jenis Kelamin 1. Laki-laki 33 2. Perempuan 27 Usia < 30 tahun 36 > 30 tahun 24 Tingkat Pendidikan 1. Akademi 6 2. Sarjana 51 3. Lainnya 3 Masa Jabatan 1. < 5 tahun 35 2. 5 10 tahun 13 3. > 10 tahun 10 4. (tanpa keterangan) 2 Nama KAP 1. Rinaldi Munaf 5 2. Kartoyo dan Rekan 4 3. Armanda dan Enita 8 4. Hardi dan Rekan 5 5. Eka Masni dan Bustaman 5 6. Basyirudin dan Wildan 6 7. Martag 4 8. Purbaludin 5 9. Hadi Broto 5 7 10. Sayuti Ghazali 6 11. Slamet Soraya dan Rekan

Persentase (%) 55 45 60 40 10 85 5 58,33 21,67 16,67 3,33 8,33 6,67 13,33 8,33 8,33 10 6,67 8,33 8,33 11,67 10

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu 55 % dibandingkan responden wanita yang hanya 45 %. Selanjutnya responden dikelompokkan berdasarkan usia dan diketahui bahwa responden

46

berusia kurang < 30 tahun yaitu sebanyak 60 %. Kemudian mereka yang berusia lebih dari > 30 tahun sebanyak 40 %. Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa mayoritas responden adalah berpendidikan sarjana yaitu sebanyak 85 %. Mereka yang berpendidikan akademi sebanyak 10 %, kemudian yang selain sarjana dan akademi sebanyak 5 %. Dari tabel diatas juga tergambar masa jabatan responden, dimana responden yang bekerja < 5 tahun 58,33 %, responden yang bekerja 5 10 tahun 21,67 %, responden yang bekerja > 10 tahun 16,67 %, serta responden yang tanpa keterangan 3,33 %. Dari proses penyebaran kuesioner terlihat masing masing KAP diwilayah Padang dan Pekanbaru memiliki distribusi frekuensi jumlah responden yang relatif sama antara 4 hingga 8 orang auditor.

4.2 Hasil Pengujian Data Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian instrument dari item-item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur masing-masing variabel. Proses pengujian instrument data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 4.2.1 Pengujian Validitas Menurut Ghozali (2005) pengujian validitas digunakan untuk mengetahui apa yang sesungguhnya diukur. Didalam melakukan pengujian validitas maka digunakan model varimax. Didalam model tersebut validnya masing-masing item pertanyaan ditentukan dari nilai Keiser Mayers Olken > 0,50 dan nilai contruct loading atau faktor loading yang bernilai besar atau sama dengan 0,40 dan tidak

47

terdeteksi memiliki peran ganda atau ambigu. Pengujian data dapat kembali dilanjutkan setelah seluruh item perrtanyaan yang digunakan telah dinyatakan valid. Secara ringkas hasil uji validitas variabel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Hasil pengujian Validitas Variabel Penelitian KMO Factor Loading Keterangan Komitmen Organisasi 0,600 0,411 0,790 Valid Aspek Kondisi Kerja 0,562 0,565 0,849 Valid Aspek Penugasan 0,510 0,567 0,841 Valid Konflik Peran 0,502 0,423 0,756 Valid Ketidakjlasn Peran 0,752 0,420 0,766 Valid Kepuasan Kerja 0,647 0,512 0,861 Valid Dari tabel 4.3 terlihat KMO (Keiser Mayers Oiken) berada diatas 0,50 sedangkan nilai factor loading yang dihasilkan masing-masing variabel berada diatas 0,4 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian yang digunakan valid sehinggga tahapan pengujian dapat segera dilanjutkan. 4.2.2 Pengujian Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang dapat dipercaya dab handal, pengujian reliabilitas dilakukan dengan cronbach alpha untuk untuk menguji kelayakan terhadap konsistensi diantara komponen yang membentuk tes secara keseluruhan. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila cronbach alpha lebih dari 0,5 (Nunnally, 1978 dalam Ghozali, 2005). Hasil uji reliabilitas secara rinci ditampilkan dalam tabel 4.4 berikut ini.

48

Variabel Komitmen oraganisasi Aspek Kondisi Kerja Aspek Penugasan Konflik Peran Ketidkjelasan Peran Kepuasan Kerja

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Reliabilitas Cronbachs Alpha 0,573 0,541 0,514 0,641 0,802 0,675

Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Dari tabel 4.4 terlihat masing masing variabel yang terdiri dari komitmen organisasi, kondisi kerja, aspek penugasan, konflik peran, ketidakjelasan peran dan kepuasan kerja memiliki nilai cronbach alpha diatas 0,5. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penelitian yang digunakan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Oleh sebab itu tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilakukan. 4.2.3 Pengujian Normalitas Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, tahapan pengujian data

selanjutnya yang harus dilakukan adalah uji normalitas. Menurut Ghozali (2005) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui keragaman variance dari masing masing variabel penelitian apakah telah berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk melakukan pengujian normalitas maka digunakan bantuan uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Didalam pengujian normalnya sebuah variabel ditentukan dari nilai Asymp sig (2-tailed) besar alpha 0,05. Berdasarkan proses pengolahan data yang telah dilakukan diperoleh ringkasan hasil seperti yang terlihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

49

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas Variabel Penelitian Asymp. Sig Alpha Komitmen Organisasi 0,091 0,05 Aspek Kondisi Kerja 0,051 0,05 Aspek Penugasan 0,059 0,05 Konflik Peran 0,061 0,05 Ketidakjelasan Peran 0,191 0,05 Kepuasan Kerja 0,289 0,05

Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa masing-masing variabel yang terdiri dari komitmen organisasi, aspek kondisi kerja, aspek penugasan, konflik peran, ketidakjelasan peran dan kepuasan kerja telah memiliki nilai asymp sig (2-tailed) > alpha 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan yang digunakan telah berdistribusi normal, oleh sebab itu tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilakukan. 4.3 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran tentang tanggapan responden mengenai variabel-variabel penelitian, yang menunjukkan angka kisaran teoritis dan sesungguhnya, rata-rata serta standar deviasi. Semua kuesioner yang sudah terkumpul ditabulasi untuk tujuan analisis data. Data yang ditabulasi adalah semua tanggapan atau jawaban responden atas setiap pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan variabel komitmen organisasi, kondisi kerja, penugasan, konflik peran, ketidakjelasan peran dan kepuasan kerja auditor. Data hasil tabulasi diolah dengan menggunakan program SPSS yang menghasilkan deskripsi statistik variabel penelitian seperti yang tampak pada tabel 4.6.

50

Variabel Peneltian Komitmen Organisasi Aspek Kondisi kerja Aspek Penugasan Aspek Konflik peran Ketidakjelasan Peran Kepuasan kerja

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Kisaran Kisaran Teoritis Aktual 5 25 16 25 7 35 21 32 6 30 21 28 7 35 24 - 32 7 35 19 33 8 40 26 - 37

Rata-rata 19,73 28,71 24,20 28,43 26,96 32,01

Standar Deviasi 2,26 2,74 2,17 2,65 4,34 3,14

Dari hasil pengukuran variabel komitmen organisasi pada tabel 4.6 di atas, terlihat bahwa skor jawaban responden berada pada kisaran teoritis antara 5 25, sedangkan kisaran aktual berada pada 1625. Secara keseluruhan diketahui rata-rata komitmen organisasi adalah sebesar 19,73 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 2,26. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor memiliki tingkat komitmen organisasi yang cukup tinggi. Angka ini menunjukkan bahwa skor jawaban responden berada pada tingkat yang cukup tinggi. Variabel aspek kondisi kerja memiliki kisaran teoritis antara 7-35 dan kisaran aktual 21-32. Secara keseluruhan diketahui rata-rata aspek kondisi kerja adalah sebesar 28,71 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 2,74. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor didalam penelitian ini memiliki aspek kondisi kerja yang cukup tinggi. Variabel aspek penugasan memiliki kisaran teoritis antara 6-30 dan kisaran aktual 21-28. Secara keseluruhan diketahui rata-rata aspek penugasan adalah sebesar 24,20 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 2,17. Hal ini

51

menunjukan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor didalam penelitian ini memiliki aspek penugasan yang cukup tinggi. Variabel konflik peran memiliki kisaran teoritis antara 7-35 dan kisaran aktual 24-32. Secara keseluruhan diketahui rata-rata konflik peran adalah sebesar 28,43 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 2,65. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor didalam penelitian ini memiliki konflik peran yang cukup tinggi. Variabel ketidakjelasan peran memiliki kisaran teoritis antara 7-35 dan kisaran aktual 21-33. Secara keseluruhan diketahui rata-rata ketidakjelasan peran adalah sebesar 26,96 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 4,34. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor didalam penelitian ini memiliki ketidakjelasan peran yang tinggi. Variabel kepuasan kerja memiliki kisaran teoritis antara 8-40 dan kisaran aktual 26-37. Secara keseluruhan diketahui rata-rata kepuasan kerja adalah sebesar 32,01 yang menghasilkan standar deviasi data sebesar 3,14. Hal ini menunjukan bahwa pada umumnya responden yang berprofesi sebagai auditor didalam penelitian ini memiliki kepuasan kerja yang tinggi. 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, dalam menganalisa data dipergunakan analisa regresi berganda dengan menggunakan komputer program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut ditunjukkan pada tabel 4.7 :

52

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Penelitian Koefisien Regresi 48,470 0,008 -0,048 0,094 0,132 0.051 -0,149 Standar Error 56,258 0,073 0,054 0,085 0,068 0,041 0,056 t-test 0,862 0,105 -0,891 1,112 1,927 1,262 -2,644 Sig 0.393 0,917 0,377 0,272 0,060 0,231 0,011 Keterangan H1 Ditolak H2 Ditolak H3 Ditolak H4 Ditolak H5 Ditolak H6 Diterima Alpha = 5%

Konstanta KO, Konflik Kondisi,Konflik Penugasan , Konflik KO, Ketidakjelasan Kondisi, Ketidakjelasn Penugasan, Ketidakjelasan R2 = 0,610 F Hitung = 6,813

Fsig = 0,000

Dari pengujian regresi yang dilakukan di peroleh model regresinya sebagai berikut : Y = 48,470 + 0,105(X1 X4) 0,048(X2 X4 ) + 0,094(X3 X4) + 0.132(X1 X5 ) + 0,051(X2 X5) 0,149(X3 X5) Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian regresi yang meliputi: 1. Hasil Uji R2 Berdasarkan tabel 4.7 dari pengujian regresi yang dilakukan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,610 yang artinya interaksi variabel independen antara komitmen organisasi, aspek kondisi kerja dan aspek penugasan dengan konflik peran dan ketidakjelasan peran mampu mempengaruhi kepuasan kerja akuntan publik sebesar 61 % sedangkan sisanya sebesar 39 % lagi di pengaruhi oleh variabel lain yang tidak ikut diteliti dalam penelitian ini.

53

2. Hasil Uji F Berdasarkan tabel 4.7 dari hasil uji regresi diperoleh hasil uji F, dimana nilai F hitung sebesar 1,813 dan nilai sig 0,000 > 0,05 berarti variabel independen (komitmen organisasi, aspek kodisi kerja dan aspek penugasan) yang dimoderasi oleh variabel konflik peran dan ketidakjelasan peran berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan publik. 3. Hasil Uji t-statistik a. Pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja dengan konflik peran sebagai variabel moderating (H1) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis pertama terlihat komitmen organisasi memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,008 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,917 didalam pengujian digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,917 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel komitmen organisasi yang dimoderasi oleh konflik peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Menyimpangnya hasil penelitian terjadi karena sebagian besar para akuntan yang berpartisipasi tergolong berusia muda, mereka merupakan akuntan muda dan relatif baru terjun dibidang profesi akuntan, sehingga didalam pelaksanaan komitmen organisasi yang telah ditetapkan masih belum maksimal dilakukan, walaupun semangat yang dimiliki akuntan muda relatif tinggi.

54

Mengingat pengalaman yang relatif minim membuat tugas utama dan tanggung jawab pekerjaan cenderung diberikan pada akuntan senior, oleh sebab itu konflik peran yang munculpun menjadi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Dari hasil uji penelitian untuk hipotesis pertama menyimpulkan bahwa konflik peran tidak dapat memoderasi hubungan antara komitmen oraganisasi dengan kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Robbins (2001) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja akuntan publik. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Menurut Hall (1967) dan Montagna dikutip dari Rahmawati dan Widagdo (2001) yang menyatakan bahwa konflik peran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas komitmen organisasi dengan kepuasan kerja. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi konflik peran adalah birokarasi dalam organisasi dan posisi pegawai dalam hirarki organisasi. Konflik peran muncul karena adanya perbedaan kepentingan atau pertentangan akibat adanya tekanan peraturan. Konflik peran juga berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan. Wolfe dan Snoke (1962) menyatakan konflik peran merupakan suatu kejadian yang terjadi antara dua kelompok atau lebih yang saling menekan.

55

b. Pengaruh aspek kondisi kerja terhadap kepuasan kerja auditor dengan konflik peran sebagai variabel moderating (H2 ) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis kedua terlihat aspek

kondisi kerja memiliki koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0,048 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,377 didalam pengujian digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,377 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel aspek kondisi kerja yang dimoderasi konflik peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Terjadinya perbedaan hasil penelitian disebabkan seringkali akuntan dikeluhankan dengan ketidakpahaman tentang gambaran secara keseluruhan dari penugasan, sehingga terjadi penurunan mental akuntan dalam melaksanakan tugasnya dan terjadinya kondisi kerja yang kurang baik. Berdasarkan pengalaman tersebut maka cendrung akuntan tidak maksimal dalam melaksanakan kewajiban / pekerjaannya dan hasil yang diperolehpun tidak maksimal, serta konflik peran terjadi dengan sendirinya dilingkungan tempat akuntan bekerja. Hasil yang diperoleh didalam pengujian hipotesis kedua bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan. Hadi (2008) menemukan bahwa aspek kondisi kerja dengan konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja akuntan publik, semakin bagus kondisi kerja seorang akuntan dalam bekerja akan meningkatkan prestasi kerja akuntan. Kondisi kerja yang kurang mendukung akan mengakibatkan stres peran yang tinggi juga.56

c. Pengaruh aspek penugasan terhadap kepuasan kerja auditor dengan konflik peran sebagai variabel moderating (H3 ) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis ketiga terlihat aspek

penugasan memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,094 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,272 didalam pengujian digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,272 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel aspek penugasan yang dimoderasi oleh konflik peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian menjelaskan bahwa kurangnya pendelegasian tugas - tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan kepada akuntan. Dimana tugas tugas dan tanggung jawab tersebut diluar batas kemampuan akuntan sehingga hasil yang diharapkan dalam pekerjaan kurang maksimal. Dalam hal ini para akuntun cendrung melibatkan akuntan yang berpengalaman untuk menyelesaikan tanggung jawab tersebut, dan konflik peran yang terjadipun tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa konflik peran tidak dapat memoderasi hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Blaun dan Scott, 1962 dalam57

Rahmawati, 2001) yang menyatakan para peneliti di bidang prilaku telah lama menaruh perhatian yang besar pada pengaruh lingkungan kerja terhadap sikap dan perilaku pegawainya yang menimbulkan konflik dalam suatu organisasi dan pelaksanaan penugasan. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan didalam organisasi. d. Pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja auditor dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating (H4) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis keempat terlihat

komitmen organisasi memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,132 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,060 didalam pengujian digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,060 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel komitmen organisasi yang dimoderasi oleh ketidakjelasan peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Hasil penelitian dari hipotesis empat membuktikan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan publik yang dimoderasi oleh ketidakjelasan peran. Hal ini menunjukkan bahwa akuntan publik yang mengalami ketidakjelasan peran yang tinggi didalam organisasinya akan cendrung memiliki komitmen organisasi yang kurang baik, begitu juga sebaliknya terhadap kepuasan kerja.

58

Hipotesis keempat menyatakan bahwa ketidakjelasan peran tidak dapat memoderasi hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mowday, Porter, dan Steers (dalam Sri Tresnaningsih, 2003)., yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahayuningsih (2005) menemukan bahwa kepuasan kerja dalam organisasi menyangkut perhatian atasan, lingkungan kerja, imbalan yang pantas dan tingkat kesulitan kerja yang semuanya mempengaruhi kinerja seseorang. Sehingga walaupun pekerjaan tersebut beresiko atau memiliki tingkat tekanan yang cukup tinggi dan seseorang sudah merasa puas diperusahaan tersebut, maka segala sesuatu yang dikerjakan akan membuahkan hasil maksimal.

e. Pengaruh aspek kondisi kerja terhadap kepuasan kerja auditor dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating (H5) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis kelima terlihat aspek

kondisi kerja memiliki koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0,051 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,231 didalam pengujian digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,231 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel aspek kondisi kerja yang dimoderasi oleh ketidakjelasan peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.

59

Berdasarkan hasil pengujian diatas membuktikan bahwa aspek kondisi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan publik yang dimoderasi oleh ketidakjelasan peran. Hal ini terjadi karena akuntan publik tidak jelas akan peran utama mereka yang disebabkan kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk kelancaran tugas tersebut sehingga mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja akuntan. Hipotesis kelima menyatakan bahwa ketidakjelasan peran tidak dapat memoderasi hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja auditor. Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Blaun dan Scott, 1962 dalam Rahmawati, 2001) dan Amilin (2008) yang menyatakan kondisi kerja seseorang juga dipengaruhi baik dari dalam maupun dari luar yang akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena diasumsikan norma maupun nilai yang ada. Ketidakjelasan peran muncul karena adanya perbedaan kepentingan atau pertentangan akibat adanya tekanan peraturan.

f. Pengaruh aspek penugasan terhadap kepuasan kerja auditor dengan ketidakjelasan peran sebagai variabel moderating (H6) Berdasarkan tabel 4.7 hasil pengujian hipotesis keenam terlihat aspek penugasan memiliki koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0,149 hasil yang diperoleh diperkuat dengan nilai signifikan sebesar 0,011 didalam pengujian

60

digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,011 diatas 0,05 maka keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel aspek penugasan yang dimoderasi oleh ketidakjelasan peran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Berdasarkan hasil pengujian diatas membuktikan bahwa aspek penugasan mempengaruhi kepuasan kerja akuntan publik yang dimoderasi oleh

ketidakjelasan peran. Hal ini menunjukkan bahwa akuntan publik yang memiliki tugas yang banyak cendrung memiliki peluang yang banyak pula untuk memilih tugas yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan memilih tugas yang tepat sehingga akuntan dapat memahami hak hak, hak istimewa dan kewajiban dengan baik dan kepuasan kerja pun tercapai dengan sendirinya. Hipotesis keenam menyimpulkan bahwa ketidakjelasan peran dapat memoderasi hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006) dan (Hadi, 2007), yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor. Namun penelitian ini tidak konsisten dengan penelitin Andreani (2003), terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristk aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi dan tindakan supervisi (aspek kondisi kerja dan aspek penugasan) terhadap kepuasan kerja akuntan publik dengan role stress (konflik peran dan ketidakjelasan peran) sebagai variabel moderating di Kota Padang dan Pekanbaru. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konflik peran tidak dapat memoderasi hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya tidak terjadi interaksi antara komitmen organisasi dengan konflik peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Robbins (2001) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja akuntan publik. 2. Konflik peran tidak dapat memoderasi hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya tidak terjadi interaksi antara aspek kondisi kerja dengan konflik peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Hasil yang diperoleh didalam pengujian hipotesis kedua bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan. Hadi (2008) menemukan bahwa aspek kondisi kerja dengan konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja akuntan publik, semakin bagus kondisi kerja seorang akuntan dalam bekerja akan meningkatkan prestasi kerja akuntan.

62

3. Konflik peran tidak dapat memoderasi hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya tidak terjadi interaksi antara aspek penugasan dengan konflik peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor. 4. Ketidakjelasan peran tidak dapat memoderasi hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya tidak terjadi interaksi antara komitmen organisasi dengan ketidakjelasan peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mowday, Porter, dan Steers (dalam Sri Tresnaningsih, 2003)., yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. 5. Ketidakjelasan peran tidak dapat memoderasi hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya tidak terjadi interaksi antara aspek kondisi kerja dengan ketidakjelasan peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006), yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek kondisi kerja dengan kepuasan kerja auditor. 6. Ketidakjelasan peran dapat memoderasi hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja akuntan publik. Artinya terjadi interaksi antara aspek

63

penugasan dengan ketidakjelasan peran terhadap kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Aranya (dalam Cahyono, 2002) dan Hatmoko (2006) dan (Hadi, 2007), yang menyatakan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh terhadap hubungan antara aspek penugasan dengan kepuasan kerja auditor.

5.2 Keterbatasan Evaluasi atas hasil penelitian ini mempertimbangkan keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini hanya melibatkan KAP yang ada di Padang dan Pekanbaru. 2. Penelitian ini tidak membedakan kepuasan kerja menurut besar kecilnya ukuran KAP. 3. Wilayah penelitian yang relatif saling berjauhan mengakibatkan jumlah responden yang digunakan relatif minimum, yaitu 60 responden, kondisi ini tentu mempengaruhi hasil penelitian. Selain keterbatasan tersebut, masih terdapat banyak keterbatasan lainnya yang tidak disadari oleh peneliti.

5.3 Saran Evaluasi atas hasil penelitian ini harus mempertimbangkan beberapa keterbatasan yang mungkin akan mempengaruhi hasil penelitian, antara lain:1. Ada variabel-variabel lain diluar model yang berpengaruh terhadap variabel

kepuasan kerja akuntan publik. Penelitian selanjutnya disarankan untuk

64

meneliti pengaruh variabel-variabel lain yang belum termasuk dalam model regresi pada penelitian ini seperti variabel motivasi kerja, profesionalisme, dan kinerja akuntan publik, serta memperluas daerah penelitian bila

memungkinkan.2. Auditor diharapkan untuk terus meningkatkan kondisi kerja yang baik dan

menerima tugas secara seksama dari organisasi maupun supervisor, memperluas pemahaman ilmu audit, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama auditor agar terhindar dari stres peran dan menciptakan kepuasan kerja.

65

DAFTAR PUSTAKA

AECC. (1993). Improving the Early Employment Experience of Accountants Issues. Albrecht, W.S., S.W. Brown, & Field, D.R. 1981. Toward Icreased Job Satisfaction of Practicing CPA s. Journal of Accountancy (August): 6162. Amilin & Rosita Dewi. 2008. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Publik Dengan Role Stress Sebagai Variabel Moderating. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Andreani, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan PT.H.M Sampoerna Tbk. Studi Pengembangan SDA Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Ariyanti, Deasy. 2002. Harapan KenyataanDalam Berkarir di Kantor Akuntan Publik. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Volume 4 No 3: 229-250. Basset, G. 1994. The case Against Job Sactisfaction, Business Horizons (May). Ghozali, Ahmad. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Gibson, Ivancevich & Donnely. 1997. Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Gujarati, Damodar. 2005. Ekonometrika Dasar. Cetakan ke-5, Jakarta: Erlangga. Hadi, Syamsul. 2008. Pengaruh Tindakan Supe