B3R3G.docx

download B3R3G.docx

of 38

Transcript of B3R3G.docx

RESUME SKENARIO 3BLOK 3SEL DAN MOLEKUL

Oleh:Kelompok G

1. Zahrina Amalia Eka 1220101010071. Izzatul Mufidah Mahayyun 1220101010151. Ongky Dyah Anggraini1220101010251. Erdito Muro Suyono 1220101010301. Brenda Desy Romadhon 1220101010361. Yunita Wulansari 1220101010441. Aulia Suri Agung 1220101010521. Nugroho Priyo Utomo1220101010621. Rizka Kartikasari 1220101010631. Della Rahmaniar Amelinda1220101010751. Made Masagung K1220101010781. Maulidah Ayuningtyas1220101010891. Muhtar Ady Kusuma 1220101010911. Putri Erlinda Kusumaningarum122010101098

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER2012SKENERIO 3GENETIKA DAN HEMOPOEISIS

Sepsang calon pengantin datang ke dokter keluarga untuk melakukan konsultasi kesehatan pranikah. Hasil pemeriksaan sebelumnya dinyatakn bahwa kedua pasangan tersebut merupakan carier penyakit thalsemei yang bersifat autosomal-linked. Dokter yang memeriksa sebelumnya hanya menjelaskan bahwa penyakit ini menyebabkan tidak efektifnya eritropoeisi, berkurangnya produksi hemoglobin, dan terjadi hemolisis berlebihan. Kedua pasangan ini bingung apakah mereka bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan atau harus berpisah karena konsekuensi penyakit tersebut. Mereka juga ingin menanyakan informasi yang mereka dengar bahwa kemajun ilmu kedokteran telah menemukan terapi gen untuk pengobatan penyakit ini.

KLARIFIKASI ISTILAH

1. CarrierSeseorang yang memiliki bibit penyakit tapi tidak menunjukkan gejala karena gen yang dibawa resesif sehingga tidak dapat mengekspresikan fenotipe resesif dan dapat mewariskan pada keturunannya2. ThalasemiaPenyakit kelainan darah bawaaan (keturunan) yang menyebabkan sel darah pecah (hemolisis) karena ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein untuk memproduksi hemoglobin. Berasal dari kata talas yang berarti laut karena penyakit ini banyak ditemukan di daerah Mediterania.3. EritropoeisisProses pembentukan sel darah merah (eritrosit) dalam sumsum tulang dengan bantuan hormone eritroprotein.4. Autosomal-linkedKarakteristik fenotipe yang diwariskan melalui autosom orang tua5. HemoglobinProtein kaya zat besi di eritrosit yang berfungsi mengangkut oksigen dan pigmen yang member warna merah pada eritrosit.6. HemolisisKerusakan / penghancuran sel darah merah karena dalam lingkungan hipotonik sehingga terjadi gangguan integritas membrane sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin.7. HemopoisisProses pembentukan darah secara keseluruhan mulai dari pembentukan/produksi, diferensiasi, dan perkembangan yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik.8. Terapi gen Pemberian perlakuan terhadap gen cacat/ rusak yang tidak seharusnya terjadi dengan cara memotong, mengganti, dan melenyapkan gen yang bertanggung jawab terhadap penyakit.9. Konsultasi kesehatanPertukaran pikiran dengan pakar/ ahli yang akanmemberikan nasehat, saran, dan informasi lengkap baik yang positif maupun negative tentang kondisi kesehatan seseorang.10. FarmakogenetikIlmu yang mempelajari tes klinik tentang variasi genetic yang menimbulkan respon terhadap obat.

RUMUSAN MASALAH

1. Dasar-dasar genetika1.1. Hukum Mendel1.2. Penyimpangan Hukum Mendel1.3. Penerapan Hukum Mendel1.4. Genetika Populasi dan Cara penghitungannya1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Gen1.6. Terminologi Hukum Mendel2. Farmakogenetik dan terapi genMacam-macam Terapi GenManfaat terapi GenKendala dan dampak terapi GenFarmakogenetikObat-Obat yang menyebabkan cacat lahir3. Hemopoeisis3.1. Proses Hemopoeisis3.2. Faktor yang Mempengaruhi Hemopoeisis3.3. Macam-macam teori Hemopoeisis3.4. Proses eritopoeisi, granulopoeisi, Limfopoeisis, Trombopoeisis3.5. Pembentukan Hemoglobin3.6. Macam-macam Sel Darah3.7. Kelainan Darah

TUJUAN BELAJAR

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang dasar-dasar genetika.2. Untuk mengetahui dan memahami tentang farmakogenetik dan terapi gen.3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Hemopoeisis.

ANALISIS MASALAH

1. Dasar-dasar genetika1.1. Hukum MendelHukum Mendel I (segregasi bebas)Pada awalnya Mendel melakukan percobaan dengan menyilangkan dua tumbuhan yang berbunga ungu dan berbunga putih. Dia menemukan turunan pertama F1 berwarna ungu saja. Lalu ia menyilangkan lagi keturunjan pertama dari tumbuhan tadi yang memunculkan keturunan kedua F2. Pada tumbuhan F2 ini ia menemukan munculnya kembali warna putih. Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa warna putih sebenarnya tidak hilang tetapi ditutupi oleh warna ungu. Hubungan diantara keduanya disebut ungu dominan terhadap putih dan putih resesif terhadap ungu.

Dalam teori mendel I bagian satu, ia menyebutkan setiap keturunan memiliki alternatif untuk memunculkan ekspresinya dari dua kromosom yang mengandung informasi yang sama (alel)Yang kedua, ia menyebutkan dalam setiap karakter keturunan, ia mewarisi dua salinan dari kedua orang tuanaya, masing-masing satu.Yang ketiga, jika terdapat dua lokus yang berbeda pada alel, gen yang resesif tidak menunjukan ekspresi apapun karena ditutup oleh gen yang dominan.Yang terakhir, teori segregasi, dua alel yang diturunkan akan memisah bebas selama pembentukan gamet keturunan.

Hukum Mendel IIPada persilangan tumbuhan yang memiliki dua ciri yang berbeda, mendel menemukan adanya ciri-ciri yang menggabung pada keturunan kedua dari objek penelitian itu.Dari hasil penelitiannya mendel menyimpulkan peristiwa pada gambar diatas dalam teori kebebasan berpasangan, selama pembentukan gamet, alel bebas berpasangan dengan alel manapun tanpa terikat dengan pasangannya.

1.2. Penyimpangan Hukum Mendel

codominan alel multi alelpolimeri kriptomeriepistasis interaksi gen

1.3. Penerapan Hukum Mendel

Dalam penerapannya, hukum mendel ini dapat diaplikasikan dalam penentuan darah anak berdasarkan sistem ABO. Selain itu, hukum segregasi dan hukum independent assortment juga bisa diterapkan dalam gen manusia.

1.4. Genetika Populasi dan Cara penghitungannya

Genetika Populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi bahan genetik pada ranah populasi. Dari objek bahasannya, genetika populasi dapat dikelompokkan sebagai cabang genetika yang berfokus pada pewarisan genetik.Populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase 3 genotipe tsb akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada.Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe. Jadi, dapat didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau % individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu.

Ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli Fisika Jerman W. Weinberg secara terpisah mengembangkan model matematika yang dapat menerangkan proses pewarisan tanpa mengubah struktur genetika di dalam populasi. Menyatakan bahwa jumlah frekuensi alel di dalam populasi akan tetap seperti frekuensi awal. Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan. Freq(A)=p; freq(a)=q; p+q=1 . Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq(AA)=p2 untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa)=q2 untuk homozigot aa, dan freq(Aa)=2pq untuk heterozigot. Jadi, freq genotip diharapkan pd generasi berikutnya:p2AA + 2pqAa + q2aa = 1

Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:a. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama b. Perkawinan terjadi secara acak c. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.d. Tidak terjadi migrasi e. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Penerapan hukum H-WMenghitung frekuensi gen dan genotip:a. Harus diketahui sifat gen pembawa sifat: dominan, kodominan, letal b. Harus diketahui jumlah gen yg terlibat dlm pengekspresian sifat: gen tunggal, alel ganda c. Harus diketahui pola pewarisan gen tsb: autosomal, kromosom seks

Menghitung frekuensi gen kodomain a. Relatif mudah, krn fenotipe sekaligus menujukkan genotipe b. Tidak perlu mencari frekuensi genotipe heterozigot (heterozigot mempunyai fenotipe tersendiri)

Menghitung frekuensi gen jika ada dominansi a. Harus diketahui terlebih dulu gen mana yg dominan dan gen mana yg resesif b. Terdapat genotipe heterozigot atau carrier

Menghitung frekuensi alel ganda a. Untuk gen dengan 3 alel maka:b. Frekuensi genotipe homozigot= kuadrat dari frekuensi alel pembawa c. Frekuensi genotipe heterozigot= 2x2 alel yg terlibat untuk suatu fenotipe Menghitung frekuensi Gen X-LinkedTrdpt perbedaan juml kromosom X antara pria dan wanita: wanita=2 kromosom X; pria= 1 kromosom X sehingga trdpt perbedaan formula persamaan utk hkm HW.Wanita: p2 + 2pq + q2 = 1Pria : p + q = 1Dlm perhitungan frekuensi gen hrs dibedakan antara populasi wanita dan populasi pria

1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Gen

Faktor-faktor yg mempengaruhi frekuensi gena. Mekanisme pemisah: setiap mekanisme yg dpt menghalangi penukaran gen dlm populasi pd suatu daerah.1. Letak geografis dn topografi: jarak yg berjauhan, adanya samudera yg luas, pegunungan, dll 2. Mekanisme lain misalnya: masuknya gen dr populasi lain. b. Mutasiperubahan genotipe suatu individu secara tiba-tiba dan random. Ex: gen T brmutasi mjd t, maka frekuensi relatif dr kedua alel tsb akan berubah. Bila ini berlangsung berulang kali, maka gen T dpt hilang dari populasi, jika tidak terjadi mutasi kembali (back mutation).c. Selekskeadaan tertentu yg menyebabkan penukaran gen tidak berlangsung scr normal dalam hubungannya antara lingkungan dengan kemampuan reproduksi. Ex: individu dg genotipe aa tdk dpt memperbanyak diri di dlm lingkungan tertentu.d. Random Genetic Drift.Genetic drift merupakan perubahan frekuensi gen dalam populasi. Random Genetic Drift merupakan luas fluktuasi frekuensi gen yg disebabkan oleh tingkah dari kemungkinan perkawinan. Ex: perbandingan genotipe dr keturunan yg tdk selalu sesuai dg teori.

1.6. Terminologi Hukum Mendel

Parental : indukFilius: hasil persilangan parentalGenotipe: sifat tak tampak yang ditentukan oleh pasangan gen dalam individuFenotipe: Sifat yang tampak dari luar / yang dapat diamati dengna panca indraAlel: gen gen yang terletak pada lokus yang bersesuaian di dalam kromosom homologAlel ganda: kondisi dimana pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam genGenotype heterozigot: jika genotype suatu individu terdiri dari pasangan alel yang tak samaGenotipe homozigot: jika genotype suatu individu terdiri dari pasangan alel yang samaIndividu murni: individu dengan dua alel yang sama (dominan / resesif semua)Dominan : gen gen yang bersifat kuat sehingga mampu menutupi pengaruh alelnyaResesif: gen gen yang bersifat lemah sehingga dapat tertutup oleh gen dominan Intermediet: kondisi dimana gen dominan tidak mampu menutupi pengaruh alelnya secara sempurna.Silsilah: alat visual untuk meneliti hubungan suatu penyakit atau sifat diantara anggota keluarga.Genotipe hemizigot: yaitu genotipe Y pada gonosom manusia yang dianggap se-alel dengan kromosom X, tidak mengandung gen yang terpaut pada kromosom X.2. Farmakogenetik dan terapi gen2.1. Macam-macam Terapi Gen

Tahap-tahap untuk memperbaiki gen:a. Memasukkan gen normal untuk mengganti gen yang rusakb. Menghilangkan gen yang rusak melalui metode rekombinasi homolog (suatu sistem penataan ulang rantai DNA)c. Mutasi balik, memperbaiki gen yang rusak lalu mengembalikannya lagi ke dalam tubuhd. Mengatur replikasi dengan memperbaiki replikasinya atau menghentikan replikasi gen yang rusak tersebut.

Metode-metode terapi gen:a. Metode viral dalam memperbaiki gen yang rusak, digunakan vektor, yang biasanya berupa virus, yang berfungsi membawa gen ke dalam tubuh. Misalnya retrovirus, adeno viruse, adeno assosiated virus, herpes virus simple, dll.b. Metode nonviral dengan cara menyuntikkan DNA langsung ke dalam tubuh dengan menggunakan molekul pembawa sintesis yang dapat tersusun oligonukleotida (gabungan antara nukleotida dan molekul lemak) atau diondrimer (makromolekul bercabang yang membentuk bundaran)c. Kompensasi mutasi dengan cara mengganti gen yang rusak dengan gen yang sehatd. Kemoterapi molekul dikenal dengan terapi gen bunuh diri dengan mengirimkan gen pengkode pengirim toksik yang secara selektif dilepaskan ke dalam sele. Potensi kekebalan genetik dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh inang untuk mengenali dan membunuh sel kanker

Transfer gen ke sel somatik dapat dilakukan melalui dua metode yaitu ex vivo atau in vitro. Melalui pendekatan ex vivo, sel diambil dari tubuh pasien, direkayasa secara genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh pasien. Keunggulan metode ini adalah transfer gen menjadi lebih efisien dan sel terekayasa mampu membelah dengan baik dan menghasilkan produk sasaran. Kelemahannya, yaitu memunculkan immunogenisitas sel pada pasien-pasien yang peka, biaya lebih mahal dan sel terekayasa sulit dikontrol. Seluruh uji klinis terapi gen saat ini menggunakan teknik in vivo, yaitu transfer langsung gen target ke tubuh pasien dengan menggunakan pengemban (vektor). Pengemban yang paling sering dipakai untuk mengantarkan gen asing ketubuh pasien adalah Adenovirus. Selain itu dikembangkan juga pengemban-pengemban lain yaitu Retrovirus, Lentivirus, Adeno-associated virus, DNA telanjang (naked DNA), lipida kationik dan partikel DNA terkondensasi. Uji-uji klinis terapi gen yang saat ini sedang berjalan dilakukan terhadap penderita kanker, penyakit monogenik turunan, penyakit infeksi, penyakit kardiovaskular, arthritis reumatoid, serta Cubital Tunnel Syndrome.

2.2. Manfaat terapi Gen

a. Mengobati penyakit warisan yang disebabkan oleh gen yang cacat, seperti hemofilia, kanker, muscular dystrophy, manik-depresi, penyakit alzheimer , jantung penyakit, diabetes, dan banyak lagi. Terapi gen untuk hemofilia:Hemofilia adalah kelainan darah genetik menyebabkan akibat faktor pembekuan darah. Pasien tersebut telah lama diperlakukan dengan menyuntikkan faktor pembekuan yang hilang, tetapi pengobatan ini sangat mahal dan memerlukan suntikan hampir setiap hari. Terapi gen memegang janji besar untuk pasien ini karena substitusi dari gen yang membuat protein yang hilang secara permanen dapat menghapus kebutuhan protein suntikan. Terapi gen untuk kanker:Para peneliti sedang mempelajari beberapa cara untuk mengobati kanker menggunakan terapi gen. Beberapa pendekatan target sel sehat untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan kanker. Pendekatan-pendekatan lain sasaran sel-sel kanker, untuk menghancurkan mereka. Terapi gen untuk muscular dystrophy:Muscular dystrophy adalah kelainan genetik yang ditandai oleh progresif pemborosan dan kelemahan otot. Menurut penelitian baru oleh para peneliti Thomas Rando dan Carmen Bertoni di Stanford University School of Medicine, terapi gen mungkin suatu hari akan berguna untuk merawat distrofi otot.b. Berpotensi besar untuk digunakan dalam penyembuhan penyakit kronis sebagai upaya menyingkirkan efek obat ber-opium yang selama ini biasa dikonsumsi si pasien. Pasien kronis seringkali tak merasa puas dan nyaman dengan perawatan dengan obat-obatan selama ini yang cenderung diiringi efek samping tak tertahankan, seperti mengantuk berlebihan, gangguan mental, dan juga halusinasi, kata Andreas Beutler, seorang asisten profesor kedokteran, hematologi, dan onkologi medis di Mount Sinai School of Medicine, New York.c. Membangun Kekebalan terhadap HIVJurnal ilmiah Science Transnational Medicine melaporkan para peneliti virologi di City of Hope California, berhasil melakukan terapi dengan sel punca yang kebal terhadap virus HIV. Sel punca ini diharapkan dapat membangun jaringan sumsum tulang belakang baru dan sistem pembentukan darah setelah pasiennya mendapat pengobatan chemoterapy.d. Terbukanya kemungkinan bahwa penderita kelainan genetik dapat memproduksi senyawa-senyawa terapeutik yang diperlukannya secara endogen (diproduksi tubuh sendiri). Hal ini tentu lebih murah dibandingkan penyuntikkan senyawa terapeutik secara berkala yang mahal biayanya. Selain itu penderita juga terlepas dari ketergantungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

2.3. Kendala dan dampak terapi Gen

Faktor penghambat terapi gen:a. Waktu hidup gen yang pendekb. Respon kekebalan tubuh terhadap benda asing akan mengurangi aktivitas kerja terapi genc. Virus yang digunakan sebagai vektor dapat menyebabkan peradangan penyakit multigenik yang tidak hanya disebabkan oleh satu gend. Jika gen yang digunakan untuk memperbaiki ditempatkan dalam posisi yang salah, maka dapat menyebabkan tumor atau kanker

Beberapa masalah Terapi gen meliputi:a. Sifat pendek Terapi gen-sebelum Terapi gen bisa menjadi obat yang permanen untuk kondisi, DNA terapeutik yang diperkenalkan ke dalam sel-sel target harus tetap fungsional dan sel-sel yang mengandung DNA terapeutik harus panjang dan stabil. Masalah dengan mengintegrasikan terapeutik DNA dalam genom dan sifat cepat pemisah dari banyak sel mencegah Terapi gen mencapai manfaat jangka panjang. Pasien akan harus menjalani beberapa putaran Terapi gen.b. Respon imun-kapan saja objek asing diperkenalkan ke dalam jaringan manusia, sistem kekebalan tubuh telah berkembang untuk menyerang penyerbu. Risiko merangsang sistem kekebalan dengan cara yang mengurangi efektivitas Terapi gen adalah selalu kemungkinan. Selain itu, meningkatkan sistem kekebalan tubuh menanggapi penyerang yang telah melihat sebelum membuat sulit bagi gen terapi untuk diulang dalam pasien.c. Masalah dengan vektor virus-virus, pembawa pilihan dalam kebanyakan gen terapi studi, menyajikan berbagai potensi masalah kepada pasien-keracunan, respon imun dan inflamasi, dan kontrol gen dan penargetan masalah. Selain itu, selalu ada rasa takut bahwa vektor virus, sekali dalam pasien, mungkin pulih kemampuannya untuk menyebabkan penyakit.d. Multigene gangguan-kondisi atau gangguan yang timbul dari mutasi pada gen tunggal adalah kandidat terbaik untuk terapi gen. Sayangnya, beberapa yang paling umum terjadi gangguan, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit Alzheimer, arthritis dan diabetes, disebabkan oleh efek gabungan variasi dalam banyak gen. Multigene atau multifactorial gangguan seperti ini akan sangat sulit untuk mengobati secara efektif menggunakan terapi gen.e. Kesempatan untuk merangsang tumor (insertional mutagenesis) - jika DNA terintegrasi di tempat yang salah pada genom, misalnya dalam Gen penekan tumor, itu bisa menimbulkan tumor. Ini telah terjadi di uji klinis untuk X-link severe combined immunodeficiency pasien (X-SCID), di mana hematopoietic stem cells adalah transduced dengan transgene perbaikan menggunakan retrovirus, dan ini menyebabkan perkembangan leukemia sel t dalam 3 20 pasien.

2.4. Farmakogenetik

Farmakogenetik adalah cabang ilmu farmaologi klinik yang mempelajari perubahan respons terhadap obat yang disebabkan oleh faktor geentik. Disiplin ini bertujuan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan tersebut, mengetahui sebab-sebabnya pada tingkat molekuler, dan mengembangkan cara-cara sederhana untuk mengenali orang-orangnya, sehingga dosis obat yang sesuai dapat diberikan kepada mereka. Beberapa obat yang menimbulkan perbedaan respons berdasarkan faktor genetic adalah.ObatResponMekanisme Kerja

Isoniazid, hidralazin, prokainamid, sulfametazin, dapson

Asetilator cepat: respon menurun, toksisitas oleh derivat N-asetil meningkat Asetilator lambat: toksisitas tinggi Perbedaan aktivitas enzim N-asetil-transferase

Debrisokulin, metoprolol, lidokain, perheksilin

Hidroksilator ekstensif : respon menurun Hidroksilator lemah: respon meningkat Perbedaan aktivitas salah satu sitokrom P450 hati yang megoksidasi debrisokuin/spartein

S-mefenitoin, diazepam, omeprazol Hidroksilator ekstensif : respon menurun Hidroksilator lemah: respon meningkat Perbedaan aktivitas salah satu sitokrom P450 hati yang mengoksidasi S-mefenitoin

Suksinilkolin

Apnea meningkat

Aktivitas pseudokolinesterase dalam plasma darah menurun

Primakuin, klorokuin, kuinin, kuinidin, sulfa, sulfon, nitrofurantoin, cloramphenicol, aspirin, PAS Hemolisis pada pemberian bersama obat-obat yang bersifat oksidator

Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase

Halotan, suksinilkolin Hipertermia malignant Tidak diketahui

2.5. Obat-Obat yang menyebabkan cacat lahir

Obat yang diminum setelah organ tubuh janin terbentuk sempurna, memiliki peluang yang kecil untuk menyebabkan cacat bawaan yang nyata, tetapi bisa menyebabkan perubahan dalam pertumbuhan dan fungsi organ dan jaringan yang telah terbentuk secara normal.a. Obat anti kankerjaringan janin tumbuh dengan kecepatan tinggi, karena itu sel-selnya yang membelah dengan cepat sangat rentan terhadap obat anti-kanker.banyak obat anti-kanker yang bersifatteratogen, yaitu dapat menyebabkan cacat bawaan seperti:-iugr(intra uterine growth retardation, hambatan pertumbuhan di dalam rahim)- rahang bawah yang kurang berkembang- celah langi-langit mulut- kelainan tulang tengkorak- kelainan tulang belakang- kelainan telinga-clubfoot(kelainan bentuk kaki)- keterbelakangan mental.b. talidomidobat ini sudah tidak diberikan lagi kepada wanita hamil karena bisa menyebabkan cacat bawaan.Talidomid pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 di eropa sebagai obat influenza dan obat penenang.pada tahun 1962, talidomid yang diminum oleh wanita hamil pada saat organ tubuh janinnya sedang terbentuk, ternyata menyebabkan cacat bawaan berupa lengan dan tungkai yang terbentuk secara tidak sempurna, kelainan usus, jantung dan pembuluh darah.c. Pengobatan kulitisotretinoinyang digunakan untuk mengobati jerawat yang berat,psoriasisdan kelainan kulit lainnya bisa menyebabkan cacat bawaan.Yang paling sering terjadi adalah kelainan jantung, telinga yang kecil danhidrosefalus(kepala yang besar). Resiko terjadinya cacat bawaan adalah sebesar 25%.Etretinatjuga bisa menyebabkan cacat bawaan.Obat ini disimpan di dalam lemak dibawah kulit dan dilepaskan secara perlahan, sehingga efeknya masih bertahan sampai 6 bulan atau lebih setelah pemakaian obat dihentikan. Karena itu seorang wanita yang memakai obat ini dan merencanakan untuk hamil, sebaiknya menunggu paling tidak selama 1 tahun setelah pemakaian obat dihentikan.d. hormon seksualHormonandrogenikyang digunakan untuk mengobati berbagai kelainan darah danprogestinsintetis yang diminum pada 12 minggu pertama setelah pembuahan, bisa menyebabkan terjadinyamaskulinisasipada kelamin janin perempuan.Klitoris bisa membesar danlabia minoramenutup.Efek tersebut tidak ditemukan pada pemakaian pil KB karena kandungan progestinnya hanya sedikit.Dietilstilbestrol(des, suatuestrogensintetis) bisa menyebabkan kanker pada anak perempuan yang ibunya memakai obat ini selama hamil.anak perempuan ini di kemudian hari akan:- memiliki kelainan dalam rongga rahim- mengalami gangguan menstruasi- memilikiserviks(leher rahim) yang lemah sehingga bisa mengalami keguguran- memiliki resiko menderita kehamilanektopik- memiliki bayi yang meninggal sesaat sebelum atau sesaat sesudah dilahirkan.jika ibu hamil yang memakai des melahirkan anak laki-laki, maka kelak dia akan memiliki kelainan padapenisnya.e. meclizinmeclizin yang sering digunakan untuk mengatasi mabok perjalanan, mual dan muntah, bisa menyebabkan cacat bawaan pada hewan percobaan. tetapi efek seperti ini belum ditemukan pada manusia.f. obat anti-kejangbeberapa obat anti-kejang yang diminum oleh penderitaepilepsiyang sedang hamil, bisa menyebabkan terjadinya celah langit-langit mulut, kelainan jantung, wajah, tengkorak, tangan dan organ perut pada bayinya. bayi yang dilahirkan juga bisa mengalami keterbelakangan mental.2 obat anti-kejang yang bisa menyebabkan cacat bawaan adalahtrimetadion(resiko sebesar 70%) danasam valproat(resiko sebesar 1%).carbamazepinediduga menyebabkan sejumlah cacat bawaan yang sifatnya ringan. Bayi baru lahir yang selam dalam kandungan terpapar olehphenitoindanphenobarbital, bisa mudah mengalami perdarahan karena obat ini menyebabkan kekurangan vitamin k yang diperlukan dalam proses pembekuan darah.Efek ini bisa dicegah bila selama 1 bulan sebelum persalinan, setiap hari ibunya mengkonsumsi vitamin k atau jika segera setelah lahir diberikan suntikan vitamin k kepada bayinya.Selama hamil, kepada penderita epilepsi diberikan obat anti-kejang dengan dosis yang paling kecil tetapi efektif dan dipantau secara ketat.

Wanita yang menderita epilepsi, meskipun tidak memakai obat anti-kejang selam hamil, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan cacat bawaan. resikonya semakin tinggi jika selama hamil sering terjadi kejang yang berat atau jika terjadi komplikasi kehamilan atau jka berasal dari golongan sosial-ekonomi yang rendah (karena perawatan kesehatannya tidak memadai).g. vaksinvaksin yang terbuat dari virus yang hidup tidak diberikan kepada wanita hamil, kecuali jika sangat mendesak.vaksinrubella(suatu vaksin dengan virus hidup) bisa menyebabkan infeksi padaplasentadan janin.Vaksin virus hidup (misalnya campak, gondongan, polio, cacar air dan demam kuning) dan vaksin lainnya (misalnya kolera, hepatitis a dan b, influensa,plag, rabies, tetanus, difteri dan tifoid) diberikan kepada wanita hamil hanya jika dia memiliki resiko tinggi terinfeksi oleh salah satu mikroorganismenya.h. obat tiroidyodium radioaktif yang diberikan kepada wanita hamil untuk mengobatihipertiroidisme(kelenjar tiroid yang terlalu aktif) bisa melewati plasenta dan menghancurkan kelenjar tiroid janin atau menyebabkanhipotiroidisme(kelenjar tiroid yang kurang aktif) yang berat.propiltiourasildanmetimazol, yang juga digunakan untuk mengatasi hipertiroidisme, bisa melewati plasenta dan menyebabkan kelenjar tiroid janin sangat membesar.i. obat hipoglikemik oralobat hipoglikemik oral digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderitadiabetes, tetapi seringkali gagal mengatasi diabetes pada wanita hamil dan bisa menyebabkan bayi yang baru lahir memiliki kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia). karena itu untuk mengobati diabetes pada wanita hamil lebih baik digunakaninsulin.j. narkotika & obat anti peradangan non-steroidnarkotika dan obat anti peradangan non-steroid (misalnyaaspirin), jika diminum oleh wanita hamil bisa sampai ke janin dalam jumlah yang cukup signifikan.Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotika bisa mengalami kecanduan sebelum dilahirkan dan menunjukkangejala putus obatdalam waktu 6 jam - 8 hari setelah dilahirkan.Mengkonsumsiaspirinatau obat anti peradangan non-steroid lainnya dalam dosis tinggi selama hamil, bisa memperlambat saat persalinan dan juga bisa menyebabkan tertutupnya hubungan antaraaortadanarteri pulmonersebelum lahir.Dalam keadaan normal, hubungan tersebut menutup sesaat setelah bayi lahir. penutupan yang terjadi sebelum bayi lahir akan mendorong darah ke paru-paru yang belum berkembang sehingga memberikan beban yang berlebihan pada sistem peredaran darah janin.

jika digunakan pada akhir kehamilan, obat anti peradangan non-steroid bisa menyebabkan berkurangnya jumlah cairan ketuban.aspirindosis tinggi bisa menyebabkan perdarahan pada ibu maupun bayinya.aspirinatau asam salisilat lainnya bisa menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam darah janin sehingga terjadijaundice(sakit kuning) dan kadang kerusakan otak.

3. Hemopoeisis3.1. Proses Hemopoeisis

Hematopoiesis, proses pembentukan sel darah, postnatal terjadi di red bone marrow (RBM). Pada janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm, hepar, limpa, dan timus, lalu diambil alih oleh RBM di trimester akhir.Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang sangat tervaskularisasi yang terletak pada rongga-rongga mikroskopik diantara traberkula jaringan tulang spons. RBM terutama terdapat pada tulang aksial, pektoral, dan pelvis, dan pada epifisa proksimal dari humerus dan femur. Sekitar 0,005-0,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari mesenkim, yang dinamakan pluripotent stem cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki kapasitas untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain. Pada bayi yang baru lahir, seluruh bone marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi sel darah. Seiring dengan pertumbuhan individu, rata-rata produksi sel darah berkurang; RBM pada rongga medular tulang panjang menjadi tidak aktif dan digantikan oleh yellow bone marrow (YBM) yang merupakan sel-sel lemak. Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat terjadi pendarahan, YBM dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM kearah YBM, dan repopulasi YBM oleh pluripotent stem cells.Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri, berproliferasi, dan berdiferensiasi menjadi sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel darah, makrofag, sel retikular, sel mast, dan adiposit. Sebagian stem cells juga membentuk osteoblast, chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular memproduksi serabut retikular, yang membentuk stroma untuk menunjang sel-sel RBM. Saat sel darah selesai diproduksi di RBM, sel tersebut masuk ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus), kapiler-kapiler yang membesar dan mengelilingi sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel darah tidak membelah setelah meninggalkan RBM.Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells di RBM memproduksi 2 jenis stem cells lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa jenis sel. Sel-sel ini dinamakan myeloid stem cells dan lymphoid stem cells. Sel myeloid memulai perkembangannya di RBM, dan selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah merah, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di RBM dan mengakhiri perkembangannya di jaringan-jaringan limpatik; sel-sel ini akan membentuk limfosit.Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel myelod yang lain dan sel-sel lymphoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Sel-sel progenitor tidak lagi memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendiri, dan sebagai gantinya membentuk elemen darah yang lebih spesifik.Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel prekursor, dikenal juga dengan sebutan blast. Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Sebagai contoh, monoblast berkembang menjadi monosit, myeloblast eosinofilik berkembang menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor dapat dikenali dan dibedakan gambaran mikroskopisnya.

Beberapa hormon yang dinamakan faktor pertumbuhan hematopoietik (hematopoietic growth factors) meregulasi diferensiasi dan proliferasi dari sel progenitor. Eritropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang terletak diantara tubulus-tubulus ginjal (sel intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal ginjal, pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah merah menjadi tidak adekuat. Trombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet (trombosit) dari megakariosit. Beberapa sitokin yang berbeda meregulasi perkembangan berbagai jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein kecil yang diproduksi oleh sel, seperti sel RBM, leukosit, makrofag, fibroblast, dan sel endotel. Sitokin umumnya bekerja sebagai hormon lokal (autokrin atau parakrin), yang menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di RBM dan meregulasi aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan nonspesifik (seperti fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). Dua keluarga penting sitokin yang menstimulasi pembentukan sel darah putih adalah colony-stimulating factors (CSFs) dan interleukin.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Hemopoeisis

Factor- factor yang mempengaruhi hemopoiesis :a. Asam amino : bahan dasar protein dan polipeptida b. Vitamin : tu Vit B12 dan asam folat (sintesa DNA)c. Mineral : tu Fe (sintesa Hb)d. Hipoksia jaringan : merangsang pembentukan eritropoitin oleh ginjal untuk merangsang eritropoisis e. Hormon : androgen, tiroid, kortikosteroid, GH, merangsang eritropoisis. Estrogen menghambat eritropoisis f. Tranfusi : jumlah >>> menekan eritropoisis, sebaliknya kehilangan darah merangsang eritropoisis sampai jumlah darah kembali semula g. Faktor-faktor perangsang hematopoitik

3.3. Macam-macam teori Hemopoeisis

Teori Pembentukan :1. Teori MonofilatikDimana sel darah berasal dari satu sel induk. Dimana sel-sel mesenkim berubah menjadi hemohistioblast Bergranula (hemahitioblast myeloid) : mieloblast, eritroblast, megakarioblast. Tidak bergranula (hemohistioblast limfoid) : limfoblast, monoblast.Neomonofilaktik (monofiletik yang baru); Oleh Dounrey, dimana sel mesenkim Mieloblast, megakarioblast, promegakariosit, limfoblast, pronormobast.

2. PoifilektikMasing-masing sel darah mempunyai induk steam sel yang tertentu dan terpisah satu sama lain. Sel mesenkim itu masing-masing : mieloblast, proeritrosit, eritroblast, megakarioblast, RES (Retikulo Endotelia Sytem)

3. Teori Kombinasi Antara Monofilektik Dan Polifilektika. Duofilektik (oleh Erlich) : Sel Mesenkim mieloblast dan limfoblast b. Triofilektik (Nargali) : Sel Mesenkim mieloblast, pronormoblast, limfoblast.Masing-masing dari ketiga teori di atas, steam sel mengalami regulasi (pengaturan) dengan proliferasi dan deferensiasi menjadi Eritropoietin, Lekopoietein, Trombipoietin.

3.4. Proses eritopoeisi, granulopoeisi, Limfopoeisis, Trombopoeisis

ERITROPOESISEritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi,proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

Sel Seri Eritropoesis

RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

GRANULOPOEISIS

Tidak seperti halnya pada eritropoesis, maka dalam pengontrolan granulopoesis tidak ada zat yang fungsinya dapat disamakan dengan eritropoetin. Mekanisme pengaturan granulopoesis belum sepenuhnya diketahui tetapi secara umum diterima bahwa ada beberapa hal yang diatur dengan cepat, diantaranya mobilisasi sel induk pluripotensial menjadi sel induk myeloid multipotensial, rangsangan untuk proliferasi myeloid dan penglepasan sel dari sumsum tulang secara selektif. Granulosit matang dapat dilepaskan dari cadangan dalam beberapa menit saja, diikuti kemudian oleh peningkatan produksi granolosit.Pada proses biakan sel in vitro dikenal sejumlah zat yang disebut colony stimulating factor (CSF) yang diperlukan untuk pembentukan koloni granulosit-makrofag. CSF diproduksi oleh monosit-makrofag dan limfosit yang disensitisasi, dan dapat juga dihasilkan oleh berbagai jaringan dalam tubuh manusia, termasuk leukosit, jaringan ginjal janin, sumsum tulang, dan plasenta. Walaupun demikian belum dapat dibuktikan apakah CSF ini juga merupakan regulator pembentukan granulosit in vivo.Selain itu diketahui pula bahwa zat-zat hasil degradasi granulosit, mikroorganisme, endotoksin, dan sisa-sisa sel, dapat mempengaruhi kinetik granulosit. Jumlah granulosit dalam sirkulasi meningkat baik relatif maupun absolut, dan sel-sel muda akan muda tampak dalam darah tepi setelah stimulasi yang efektif. Pada stimulasi yang intensif sejumlah besar sel batang, beberapa metamielosit dan kadang-kadang mielosit ditemukan dalam darah tepi. Berikut ini sel seri Granulosit :

MieloblastMieloblast adalah sel termuda diantara seri granulosit. Sel ini memiliki inti bulat yang berwarna biru kemerah-merahan, dengan satu atau lebih anak inti, kromatin inti halus dan tidak menggumpal. Sitoplasma berwarna biru dan sekitar inti menunjukkan warna yang lebih muda. Mieloblast biasanya lebih kecil daripada rubriblast dan sitoplasmanya kurang biru dibandingkan rubriblast. Jumlahnya dalam sumsum tulang normal adalah < 1% dari jumlah sel berinti.

PromielositDalam fase ini sitoplasma seri granulosit telah memperlihatkan granula berwarna biru tua / biru kemerah-merahan. Berbentuk bulat dan tidak teratur. Granula sering tampak menutupi inti. Granula ini terdiri dari lisozom yang mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam, protease dan lisozim. Inti promielosit biasanya bulat dan besar dengan struktur kromatin kasar. Anak inti masih ada tetapi biasanya tidak jelas. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang normal adalah 1-5 %.

MielositPada mielosit granula sudah menunjukkan diferensiasi yaitu telah mengandung laktoferin, lisozim peroksidase dan fosfatase lindi. Inti sel mungkin bulat atau lonjong atau mendatar pada satu sisi, tidak tampak anak inti, sedangkan kromatin menebal. Sitoplasma sel lebih banyak dibandingkan dengan promielosit. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 2-10 %.

MetamielositDalam proses pematangan, inti sel membentuk lekukan sehingga sel berbentuk seperti kacang merah, kromatin menggumpal walaupun tidak terlalu padat. Sitoplasma mengandung granula kecil berwarna kemerah-merahan. Sel ini dalam keadaan normal tetap berada dalam sumsum tulang dengan jumlah 5-15 %.

Neutrofil BatangMetamielosit menjadi batang apabila lekukan pada inti melebihi setengah ukuran inti yang bulat sehingga berbentuk seperti batang yang lengkung. Inti menunjukkan proses degeneratif, kadang-kadang tampak piknotik pada kedua ujung inti. Sitoplasma mengandung granula halus berwarna kemerah-merahan. Selanjutnya sel ini menjadi neutrofil segmen. Dalam sumsum tulang normal sel ini merupakan 10-40 % dari sel berinti.

Monoblast dan PromonositMonoblast dan promonosit dalam keadaan normal sulit dikenal atau dibedakan dari mieloblast dalam sumsum tulang, tetapi pada keadaan abnormal misalnya pada proliferasi berlebihan sel seri ini, monobalst dan promonosit dapat dikenali dari intinya yang memperlihatkan lekukan terlipat atau menyerupai gambaran otak dan sitoplasma dengan pseudopodia.

LIMFOPOESISAda dua organ yang mengendalikan perkembangan limfosit, yaitu kelenjar timus dan jaringan meyerupai jaringan bursa Fabricius yang terdapat dalam berbagai jaringan limfoid, antara lain dalam sumsum tulang. Kelenjar timus mempengaruhi sel pendahulu untuk membentuk limfosit T, sedangkan pembentukan limfosit B dipengaruhi oleh jaringan yang menyerupai jaringan bursa diatas. Diferensiasi mencakup berbagai tahap diantaranya pembentukan petanda permukaan (surface markers) dan perubahan antigen permukaan dan sitoplasmik baik kuantitatif maupun kualitatif serta sifat-sifat fungsional limfosit. Limfosit T berdiferensiasi menjadi limfosit T penolong (T4), limfosit penekan (T8) dan limfosit sitotoksik atau T efektor ; ketiganya berfungsi dalam respons imunologik seluler. Limfosit B mempunyai potensi untuk berubah menjadi sel Plasma yang membentuk Imunoglobulin sehingga dengan demikian limfosit B berperan dalam respons imunologik humoral. Dari sel induk terbentuk juga populasi sel limfosit yang tidak memiliki petanda permukaan, disebut sel pre-B atau sel null.Limfoblast dan ProlimfositLimfoblast memiliki inti bulat berukuran besar dengan satu atau beberapa anak inti, kromatin inti tipis rata dan tidak menggumpal. Sitoplasma sedikit dan berwarna biru. Prolimfosit menunjukkan kromatin lebih kasar tetapi belum menggumpal seperti limfosit. Kadang-kadang sulit membedakan limfoblast dari limfosit dan pada keadaan ragu-ragu dianjurkan untuk menganggap sel itu sebagai limfosit.Sel PlasmaSel Plasma (Plasmosit) mempunyai hubungan erat dengan limfosit. Sel pelopor plasmosit maupun limfosit terdapat dalam jaringan limfoid dan keduanya merupakan unsur penting dalam sistem imun tubuh. Akibat stimulasi antigen, sel limfosit B mengalami transformasi blast dan membentuk sel plasma yang memproduksi imunoglobulin. Plasmosit dalam keadaan normal tidak tampak dalam darah tepi tetapi dijumpai dengan jumlah sekitar 1 % dari sel berinti dalam sumsum tulang. Dalam keadaan normal plasmablast dan proplasmosit tidak dapat dijumpai dalam sumsum tulang tetapi tampak pada keadaan-keadaan tertentu yang disertai proliferasi berlebih dan juga peningkatan produksi imunoglobulin. Ukuran, bentuk dan struktur plasmablast sulit dibedakan dari blast yang lain, tetapi hanya satu cara yang dapat dipakai untuk membedakan plasmosit dari seri blast yang lain, yaitu bentuk inti seperti jari-jari sepeda yang eksentrik dan adanya bagian zona jernih melingkar (halo) disekitar inti.

TROMBOPOESISTrombosit berasal dari megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang. Sudah diketahui bahwa megakariosit ini berasal dari sel induk pluripotensial. Pengaturan produksi Trombosit dilakukan oleh suatu faktor trombopoetik, yaitu sejenis hormon yang analog dengan eritropoetin yang disebut trombopoetin. Trombopoetin telah dapat ditentukan ciri-cirinya dan ternyata bahwa zat ini pada elektroforesis bergerak bersama fraksi albumin dan betaglobulin plasma.Tempat produksi dan biodimanika trombopoetin belum diketahui dengan pasti ; beberapa peneliti menduga bahwa ginjal merupakan salah satu tempat pembentukan hormon ini. Defisiensi trombopoetin ditemukan pada penderita trombositopenia kronik yang mungkin congenital.Produksi Trombosit diatur pula oleh jumlah atau masa Trombosit yang ada. Selain itu faktor-faktor lain seperti limpa dan kadar besi dalam serum juga mungkin berpengaruh pada trombopoesis.Megakarioblast dan PromegakariositMegakarioblast adalah sel besar berukuran 20-45 um, inti besar dengan kromatin halus dan terdapat 1 atau 2 anak inti, sitoplasma biru tidak bergranula. Berbeda dengan Megakarioblast, Promegakariosit mengandung inti yang terbagi menjadi 2 atau 4 lobus, dalam sitoplasma biasanya telah ada granula berwarna biru kemerah-merahan dan sitoplasma tidak terlalu biru. Mungkin tampak tonjolan-tonjolan sitoplasma seperti gelembung. Inti menjadi sangat poliploid mengandung DNA sampai 30 kali banyak dari sel normal. Sitoplasma sel ini homogen dan sangat basofilik.Megakariosit dan MetamegakariositMegakariosit biasanya berukuran lebih besar daripada sel pendahulunya. Merupakan sel raksasa diameter 35 150 mikron, inti dengan berlobus tidak teratur, kromatin kasar,anak inti tidak terlihat dan bersitoplasma banyak. Sitoplasma penuh terisi mitokondria, mengandung sebuah Retikulum Endoplasma Kasar (RE Rough) yang berkembang baik dan sebuah Kompleks Golgi luas. Dalam sitoplasma terdapat banyak granula berwarna biru kemerah-merahan. Dengan matangnya Megakariosit terjadi banyak invaginasi dari membran plasma yang membelah-belah seluruh sitoplasma, membentuk membran dermakasi yang memberi sekat pada tiap tempat. Sistem ini membatasi daerah sitoplasma megakariosit dan beberapa bagian dari sitoplasma yang bergranula itu kemudian melepaskan diri dan membentuk trombosit. Dari satu megakariosit dapat menghasilkan 1000-5000 sel trombosit. Setelah megakariosit melepaskan banyak trombosit dan sitoplasma yang berisi thrombosit habis maka yang tertinggal hanya inti saja dan oleh sistem RES dalam hal ini makrofag akan memfagositosis inti ini untuk dihancurkan dan dicernakan.

Thrombosit (Platelet)Merupakan sel yang berbentuk kepingan berukuran 3-4 mikron, dikeluarkan dari sitoplasma megakariosit dan kemudian memasuki darah perifer sebagai sel pembeku darah. Terdiri dari sitoplasma yang bersifat basofilik yang pucat (hialomer), memiliki granula berupa granula azurofil (granulomer). Dengan pewarnaan Romanowsky akan berwarna merah pucat. Dalam darah tepi berumur pendek, jumlahnya tidak merata, mudah menggumpal dan mudah rusak. Dalam darah tepi orang normal ditemukan 150.000-300.000 sel permm3 darah.

3.5. Pembentukan Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari kompleks senyawa globin-hem. Hemoglobin secara fisiologis ada 2 macam yaitu HbA dan HbF. HbA adalah hemoglobin yang terdapat pada orang dewasa, sebaliknya HbF terdapat pada janin.

Pembentukan Hemoglobin :

2 suksinil ko-A + 2 asam amino glisin Pirol

4 Pirol protoporfirin IX

Protoporfirin IX + Fe 2+ Porfirin/ Heme

Heme + Polipeptida/Globin Rantai Hb // /

2 Rantai + 2 Rantai HbA1

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari berikutnya.Skema di atas menunjukkan tahap dasar kimiawi pemebentukan hemoglobin (Guyton,1997).

3.6. Macam-macam Sel Darah

1. Sel darah merah (eritrosit).Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah.Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.2. Sel darah putih (leukosit)Berdasarkan ada atau tidaknya granula di dalam sitoplasma sel, leukosit dibedakan menjadi 2 tipe.

White blood cell

1) GranulositGranulosit merupakan leukosit yang bergranula. Granulosit berperan dalam membunuh kuman penyakit dan sel asing (termasuk sel kanker), serta memakan sel mati. Berdasarkan jenis granula serta sifat asam dan basasitoplasmanya, granulosit dibedakan lagi menjadi 3 macam sel.a. EosinofilSitoplasma eosinofil mempunyai granula yang halus dan bersifat asam. Pada pewarnaan dengan menggunakan senyawa asam, sitoplasma eosinofil memberikan warna merah. Sel ini mempunyai peran di dalam membunuh kuman atau penyakit dan memakan sel mati.b. BasofilSitoplasma basofil bergranula kasar dan bersifat basa. Basofil berperan membunuh sel asing yang masuk ke dalam tubuh. Basofil ini jumlahnya relatif sedikit.c. NeutrofilSitoplasma neutrofil bergranula halus dan sifatnya netral. Neutrofil lebih aktif di dalam membunuh kuman penyakit dan memakan sel mati daripada eosinofil maupun basofil. Neutrofil jumlahnya paling banyak.2) AgranulositAgranulosit merupakan leukosit yang tidak bergranula. Agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit.a. LimfositMerupakan sel dengan inti berbentuk seperti ginjal atau seperti biji kacang tanah. Limfosit dibedakan menjadi 3.a) Limfosit B: pada saat aktif akan menghasilkan antibodi, yaitu protein untuk melawan sel asing dan bibit penyakit.b) Limfosit T pembunuh (sitotoksik): bertugas membunuh sel asing (antigen) secara langsung.c) Limfosit T helper (CD4+): bertugas mengkoordinasi sel limfosit B untuk menghasilkan antibodi.Pada penderita HIV/AIDS, sel CD4+ ini dimakan oleh virus HIV. Akibatnya, daya tahan pasien menjadi sangat rendah yang dapat berakibat kematian.b. MonositMerupakan sel dengan inti berbentuk menyerupai otak. Peran monosit hampir sama dengan peran granulosit, yaitu membunuh bibit penyakit secara langsung tanpa melalui produksi antibodi, membunuh sel asing (di antaranya sel kanker), dan memakan sel mati.3. Platelet (trombosit).Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih.Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan.Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan.Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah pembekuan.

3.7. Kelainan Daraha. Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive :1. Hemofilia A (hemofilia klasik) akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc)1. Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas)Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom IX serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasiklinis pada laki-laki (pasien, XhY), dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh).Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekitar abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke 19 sejarah modern hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otto (tahun 1803). Sejak itu hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara x-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hokum Mendel diperkenalkan. Selanjutnya Legg pada tahun 1872 berhasil mebedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot dan sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20, hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1940 1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan hemofilia B. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dengan penyakit von Willebrand.Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang sehatlainnya tanpa hambatanPenyebab HemofiliaHemofilia A adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya Faktor VIII pembekuan fungsional dan mewakili 80% kasus hemofilia. Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya pembekuan IX Faktor fungsional. Ini terdiri dari sekitar 20% kasus hemofilia. Hemofilia C adalah gangguan genetik autosom (yakni''tidak''X-linked) melibatkan kurangnya Faktor pembekuan fungsional XI. Hemofilia C tidak sepenuhnya resesif: individu heterozigot juga menunjukkan perdarahan meningkat. Klasifikasi HemofiliaLegg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5 1,5 U/dl (50 150%), sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan < 1%, sedang 1 5% serta ringan 5 30%. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat, sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur.Gejala Dan Tanda KlinisPerdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hematrosis, hematom subkutan / intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intracranial, epistaksis, dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil.Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut : sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pergelangan tangan. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis debandingkan dengan sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.Hematoma intramuskular terjadi pada otot otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan daeah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah trauma.Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

b. ThalasemiaThalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen- dan gen-. Karena ada 2 pasang gen-, maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada keempat gen- maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan gen- lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen- yang hanya terdapat satu pasang. Gangguan pada sintesis rantai- dikenal dengan penyakit thalassemia-, sedangkan gangguan pada sintesis rantai- disebut thalassemia-. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat terjadi, sebagai berikut: 1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau sekuensing. 2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen- atau thalassemia- minor atau carrier thalassemia- menyebabkan kelainan hematologis. 3. Bila terjadi kerusakan 3 gen- yaitu pada penyakit HbH secara klinis termasuk thalassemia intermedia. 4. Pada Hb-Barts hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Barts hydrop fetalis akan mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat. 5. Pada thalassemia- mayor bentuk homozigot (0) dan thalassemia- minor (+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis yang berat. Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin- ataupun- jika terjadi pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut juga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama halnya seperti orang normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb normal pada laki-laki: 13,5 17,5 g/dl dan pada wanita: 12 14 g/dl. Namun demikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah nilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 100 g/dl, MCH: 27 34 g/dl. Pemeriksaan sedimen darah tepi (Blood Film) dijumpai bentuk eritrosit tidak sama besar (anisositosis) dan bervariasi (poikilositosis). Bentuk sel darah merah pada penderita thalassemia berbeda dengan bentuk eritrosit pada orang normal. Permasalahan thalassemia akan muncul jika thalassemia trait kawin sesamanya sehingga 25% dari keturunannya menurunkan thalassemia mayor, 50% kemungkinan anak mereka menderita thalassemia trait dan hanya 25% anak mempunyai darah normal.

4