B 5 Pleno DA 24 April 2013

118
Konsep: Kelainan akibat reaksi hipersensitivitas: Dermatitis atopik

Transcript of B 5 Pleno DA 24 April 2013

Page 1: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Konsep: Kelainan akibat reaksi

hipersensitivitas: Dermatitis atopik

Page 2: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Istilah

Out of place atau strange disease istilah atopi diungkapkan Coca dan Cooke 1923 dari kata atopos (Yunani) (Paller,A.S., 2006; Leung, D.Y.M., 2008)

Entry point bahwa dermatitis atopik adalah entry point dari penyakit alergi berikutnya (Paller,A.S., 2006).

Page 3: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Kriteria major (harus terdapat 3

Kriteria minor (tiga atau lebih)

History of flexural dermatitisOnset under the age of 2 yearsPresence of an itchy rashPersonal history of asthmaHistory of dry skinVisible flexural dermatitis

Dry skinlchthyosisPalmar hyperlinearityKeratosis pilarisType I allergy and increased serum IgEHand and foot dermatitisCheilitisNipple eczemaIncreasedpresenceof Staphylococcus aureus and Herpes simplexPerifollicular keratosisPityriasis albaEarly age of onsetRecurrent conjunctivitisDennie-Morgan infraorbital foldKeratoconusCataractOrbital darkeningFacial pallor/facial erythemaAnterior neck foldsItch when sweatingIntolerance to wool and lipid solventsPerifollicular accentuationFood intoleranceCourse influenced by environmental n emotional factorWhite dermographism or delayed blanch

Page 4: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Bagaimana hubungan usia dengan lesi yang berulang?

Manifestasi lesi akut gatal, papula eritema dengan ekskoriasi dan esksudasi serosa.

Manifestasi lesi kronis likenifikasi akibat perubahan jaringan dan plak, dan kering.

Manifestasi lainnya dg ciri kulit kering, pucat, kadar lipid epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat, jari tangan teraba dingin.

Gejala utama DA gatal yang hilang timbul (terutama malam hari) akibatnya penderita akan menggaruk akan menyebabkan timbul lesi kulit berupa papula, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta (Paller, A.S., 2006).

Page 5: B 5 Pleno DA 24 April 2013

.. Bagaimana hubungan usia dengan lesi yang berulang?

Manifestasi klinis umumnya timbul sebelum bayi berumur 6 bulan jarang di bawah usia 8 minggu.

DA dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa.

Terdapat kesan bahwa makin lama dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan dermatitis tersebut menetap sampai dewasa sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik sukar diramalkan (Paller, A.S., 2006; Hanifin, J.M., 2003).

Page 6: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Bagaimana hubungan asma, rinitis alergika dengan dermaittis atopik?

DA mendahului perkembangan asma & rhinitis alergi, yang menunjukkan bahwa DA adalah “entry point” dari penyakit alergi berikutnya.

Dalam penelitian yang menguji hubungan dermatitis atopik pada bayi sensitisasi terhadap aeroallergen dan terdapatnya penyakit alergi saluran napas 70% dari bayi yang mengalami DA pada 2 bulan pertama sejak lahir di kemudian hari tersensitisasi oleh aeroalergen dlm usia 5 tahun.

Tingkat sensitisasi aeroalergen meningkat sampai 80% pada anak yang kedua orangtuanya mempunyai riwayat positif DA (Eichenfield, 2003).

Page 7: B 5 Pleno DA 24 April 2013

..bagaimana hubungan asma, rinitis alergika dengan dermaittis atopik?

Anak dengan DA menetap mengalami asma yg lebih buruk drpd anak yg mengalami asma namun tidak mengalami DA.

Evaluasi selama 10 th pasien asma tanpa DA menunjukkan bahwa 41% dlm keadaan baik, 52% mengalami asma ringan,5% mengalami asma berat.

Sebaliknya, diantara pasien asma dgn DA, 34%

dalam keadaan baik, 54% mengalami asma ringan, dan 11% mengalami asma berat atau meninggal karena penyakit tersebut. (Eichenfield et.al, 2003).

Page 8: B 5 Pleno DA 24 April 2013

...bagaimana hubungan asma, rinitis alergika dengan dermaittis atopik?

Dapat dinyatakan bahwa sensitisasi alergen melalui kulit pada pasien dgn DA juga menimbulkan respon sistemik alergi yang kuat ditandai kenaikan IgE, eosinofil, makrofag, dan sel T.

Penanda biologi dari aktivasi leukosit telah terbukti berhubungan dengan keparahan DA dan juga berperan dalam alergi respiratorik pada individu yang secara genetis mempunyai predisposisi alergi (Eichenfield et.al, 2003).

Jadi terdapat bukti kuat bahwa DA adalah faktor risiko untuk terjadinya asma pada masa anak-anak, derajat keparahan, dan juga persistensinya.

Mekanisme yang mempengaruhi asma kemungkinan besar berhubungan dengan produksi awal IgE dan alergen-alergen yang disebabkan oleh reaktivitas IgE (Eichenfield, 2003).

Page 9: B 5 Pleno DA 24 April 2013

definisi

DA adalah keadaaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal, berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi (DA, rhinitis alergi, asma bronkial) keluarga penderita (Sularsito dan Djuanda, 2007; Wolff dkk, 2008).

Page 10: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Epidemiologi.

Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Bila salah satu orang tua menderita atopi

lebih dari separuh jlh anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat mjd 80% jika kedua orang tua penderita atopi (Hanifin, J.M.,2003).

Page 11: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Etiopatogenesis.

Berbagai faktor berpengaruh faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik. Namun konsep dasar patogenesis dermatitis atopik adalah mekanisme imunologik, dibuktikan oleh peningkatan kadar IgE dan eosinofil

(Bieber, T.,2008; Leung, D.Y.M., 2008)

Page 12: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 13: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Imunopatogenesis

Etiologi maupun mekanisme belum diketahui dengan pasti demikian pula dengan rasa gatal.

Tanpa rasa gatal diagnosis dermatitis atopik tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut epidermal.

Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara (Leung, D.Y.M., 2008):

Imunologis

1.Imunitas bawaan (innate)

2.Imunitas didapat (adaptive)

Page 14: B 5 Pleno DA 24 April 2013

....Imunopatogenesis

B. Non Imunologis

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal

antara lain dengan adanya faktor genetik yaitu gejala kulit penderita dermatitis atopik yang cenderung kering (xerosis).

Kekeringan ini diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun.

Kulit dlm keadaan demikian nilai ambang rasa gatal menurun sehingga dengan ransangan yang ringan seperti iritasi wol, ransangan mekanik akan menyebabkan rasa gatal.

Page 15: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Patofisiologi Gatal

Rasa gatal diterima oleh akhiran saraf yang tidak spesifik pada pertemuan lapisan dermis dengan epidermis yi reseptor gatal yang tidak bermielin. 

Selanjutnya serabut saraf menghantarkan rasa gatal memasuki cornu dorsalis pada substansia grisea pada medula spinalis,yang bersinaps pada neuron sekunder yang menyilang ke tractus spinothalamicus kontralateral dan kemudian menuju thalamus. Kemudian neuron tersier menghantarkan sensasi gatal ke persepsi yang dirasakan secara sadar di cortex cerebri (Barnes, K.C., 2010).

Page 16: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Patofisiologi Gatal

Terdapat dua tipe sensasi gatal, yaitu sensasi gatal lokal dan sensasi gatal difus.

Sensasi lokal bersifat spontan, terjadi dlm waktu singkat setelah stimulus hilang, dan disampaikan oleh serabut delta ‘A’, yang bermyelin dan cepat menghantarkan stimulus.

Sensasi difus melibatkan sekeliling area tertentu, dan tidak spontan, melainkan terangsang oleh sentuhan ringan stimulus kecil (Barnes, K.C., 2010):

Page 17: B 5 Pleno DA 24 April 2013

...Patofisiologi Gatal

Sensasi gatal diklasifikasikan: (Leung, D.Y.M., 2008; Barnes, K.C., 2010):

1.  Prurioreseptif ( kutaneus, misalnya scabies),

2.  Neuropatik (adanya lesi di jalur aferen saraf, contoh neuritis perifer, tumor otak),

3.  Neurogenik (karena mediator yang bersifat sentral yang tidak merusak system saraf pusat, contohnya peptide opioid pada kolestasis), dan

4. Psikogenik.

Mediator kimia terlibat

Histamine, produk peptida dari protease, takikinin, peptida opioid dan naloxone, prostaglandin dan eikosanoid yang terkait, platelet activating factor (PAF), sitokin.

Page 18: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 19: B 5 Pleno DA 24 April 2013

klasifikasi

Page 20: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Etiologi

Page 21: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Genetik

Terdapatnya atopi pada orangtua, terutama dermatitis atopik, berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat keparahan dermatitis atopik pada fase anak,

Terdapat 2 kromosom yang berkaitan erat dengan DA yaitu kromosom 1q21 dan kromosom 17q25, meski masih paradoksal karena psoriasis juga terkait dengan kromosom yang sama walaupun sajian klinis keduanya berbeda dan kedua kromosom tersebut tidak terkait dengan penyakit atopi lainnya.

Juga ditemukan peran kromosom 5q31-33 yang menyandi gen sitokin Th2.

Page 22: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor pemicu Tungau debu rumah

penderita dermatitis atopik setelah menghirup tungau debu rumah akan mengalami eksaserbasi ditempat lesi lama dan timbul pula lesi baru.

Makanan

Makanan dapat berperan dalam dermatitis atopik pada anak kecil tetapi tidak pada penderita dermatitits atopik yang lebih tua

Stress emosi

Stress emosi tidak menyebabkan dermatitis atopik, namun sering menjadi faktor pencetus kekambuhan penyakit.

Hormonal

sepertiga penderita dermatitis atopik menunjukan eksaserbasi pada waktu premenstrual. Kehamilan dapat mencetuskan dermatitis atopik terutama pada trimester 1 dan 2

Page 23: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Patogenesis respon imun pada kulit

Page 24: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Respon sistemik

Page 25: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 26: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Sawar kulit

Page 27: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Transepidermal. Perlemahan fungsi barier kulit

tersebut pada dematitis atopik menyebabkan peningkatan absorpsi antigen, yang berkontribusi terhadap hipereaktivitas kulit pada dematitis atopik.

Ceramide merupakan molekul penahan air pada ruang ekstraseluler.

Page 28: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Fungsi epidermis sebagai barier proteksi kulit. (Sumber: Jansen., 2005)

Page 29: B 5 Pleno DA 24 April 2013

(inside-outside insenssible/ water loss),

Fungsi barier ini cenderung menjaga apa yang seharusnya ada di luar, ya di luar, dan apa yang seharusnya ada di dalam, ya di dalam

Membatasi air yang hilang dari tubuh serta mencegah masuknya zat-zat kimia dan agen infeksius dari epidermis yang berada di bawahnya

Page 30: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Filaggrin,  filament-associated protein 

Mutasi gen pemengatur produksi filagrin dapat mempengaruhi fungsinya

DA banyak mengalami mutasi gen filagrin & kebocoran ("leaky skin") 

kehilangan cairan (water loss) dg kerawanan timbulnya iritasi kulit ok alergen lingkungan.

(Palmer, 2006 dan Barne, 2010).

Page 31: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Mediator yg menginduksi pruritus padadermatitis atopik

Asetilkolin yang meningkat pada pasien DA merupakan neurotransmitter utama yang mengaktivasi kelenjar keringat.

Hal tersebut dapat menerangkan terjadinya pruritus generalisata saat dan setelah berkeringat.

Page 32: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Tabel 1. Beberapa mediator yang menginduksi gatal

MediatorProvokasi/

induksi gatal pada kulit

Mekanisme

Histamin + Berikatan pada reseptor histamin pada serabut saraf sensorik.

Neuropeptida- Substance P- Asetilkolin

+ +

-Degranulasi sel mas, konsentrasi meningkat pada , lesi kulit. I

-Sensitisasi 1 sentral (?)

Triptase + Berikatan pada protease activated receptor 2 (PAR-2) serabut saraf L sensorik. 1

Sitokin: interleukin 2

+ Kemungkinan F melepaskan 1 berbagai I mediator. I

Neurotrofin 4 + Tidak diketahui

Eosinofil + Melepaskan mediator, misalnya-PAF, leukotrien, 1 histamin, ; proteinase

PAF + Melepaskan histamine

Leukotrien + Tidak diketahui

Page 33: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor lingkungan

Superantigen stafilokokus yang disekresi di permukaan kulit

dapat berpenetrasi di daerah inflamasi dan merangsang

makrofag epidermal atau sel Langerhans untuk memproduksi

IL-1, TNF, dan IL-12. Semua mekanisme tersebut

meningkatkan inflamasi pada DA dengan kemungkinan

peningkatan kolonisasi stafilokokus. Demikian pula jenis toksin

atau protein stafilokokus yang lain dapat menginduksi

inflamasi kulit melalui sekresi TNF-a oleh keratinosit atau efek

sitotoksik langsung pada keratinosit.1

Page 34: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor pencetus DA garukan, alergen dan infeksi

Page 35: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor lingkungan

Mendukung teori hygiene hypothesis,

Malassezia furfur

Staphylococcus aureus

Varicella zoster

parasit

Page 36: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Gambaran klinis

Page 37: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 38: B 5 Pleno DA 24 April 2013

diagnosis minimal 3 kriteria mayor dan 3

kriteria minor

Page 39: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Kriteria major (harus terdapat 3

Kriteria minor (tiga atau lebih)

History of flexural dermatitisOnset under the age of 2 yearsPresence of an itchy rashPersonal history of asthmaHistory of dry skinVisible flexural dermatitis

Dry skinlchthyosisPalmar hyperlinearityKeratosis pilarisType I allergy and increased serum IgEHand and foot dermatitisCheilitisNipple eczemaIncreasedpresenceof Staphylococcus aureus and Herpes simplexPerifollicular keratosisPityriasis albaEarly age of onsetRecurrent conjunctivitisDennie-Morgan infraorbital foldKeratoconusCataractOrbital darkeningFacial pallor/facial erythemaAnterior neck foldsItch when sweatingIntolerance to wool and lipid solventsPerifollicular accentuationFood intoleranceCourse influenced by environmental n emotional factorWhite dermographism or delayed blanch

Page 40: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Sistem skoring derajat haifin-rajka

Kondisi Skor

1. luas penyakit a. Pada anak- Kurang dari 9% luas tubuh- 9-36% luas tubuh- Lebih dari 36% luas tubuhb. Fase infantil- Kurang dari 18% luas tubuh- 18-54% luas tubuh

- Lebih dari 54% luas tubuh

=1=2=3=1=2

=3

2. kekambuhan- Lebih dari 3 bulan remisi / tahun- Kurang dari 3 bulan remisi / tahun

- Lebih dari 54% luas tubuh

=1=2

=3

3. intensitas- Gatal ringan, kadang-kadang mengganggu tidurmalam hari- Gatal sedang, sering mengganggu tidur malamhari(tidak terus-menerus)- Gatal hebat, mengganggu tidur sepanjang malam

(terus-menerus)

=1

=2

=3

Page 41: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Kriteria william untuk dermatitis atopik

I Harus ada:Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil

IIDitambah 3 atau lebih tanda berikut1. Riwayat perubahan kulit/ kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagiananterior dorsum pedis atau seputar leher ( termasuk kedua pipi padaanak < 10 tahun )2. Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak <4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun4. Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral padaanak < 4 tahun )5. Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4

tahun )

Page 42: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Diagnosis banding Dermatitis Seboroik Dermatitis Kontak Dermatitis Numularis Scabies Iktiosis Psoriasis Dematitis Herpetiformis Sindrom Sezary Penyakit Letterer-Siwe.

Pada bayi, Dermatitis atopik dapat pula didiagnosis banding dengan:

Sindrom Wiskott-Aldrich Sindrom Hiper Ige.

Page 43: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Pemeriksaan Penunjang

Uji kulit White dermografisme, Puncture, prick test, Uji eliminasi dan provokasi

Page 44: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 45: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 46: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin: darah tepi, urin, tinja, eosinofil count. Serologi (IgE spesifik dan non)

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal

Page 47: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Island in your face

Eksema hipopigmentasi skuama halus UV pigmen(-) penebalan str.korneum gangguan melanisasi sel epidermis

Page 48: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Kultur SDA + oliv oil

Page 49: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Gambaran darah tepi

Beberapa tanda kelainan darah tepi dapat diamati pada pasien dermatitis atopik, termasuk peningkatan kadar IgE, eosinofil, aktivasi kronik makrofag dengan peningkatan sekresi GM-CSF, prostaglandin E2 (PGE2), dan IL-10,

Peningkatan jumlah sel Th2 yang mensekresi IL-4 dan IL-5,

penurunan jumlah sel Th1 yang mensekresi IFN-y, serta peningkatan pele pasan histamin oleh basofil. Peningkatan kadar IgE serum disertai eosinofilia menggambarkan kelainan ekspresi sitokin yang diproduksi oleh sel Th2, antara lain peningkatan kadar IL-4, IL-5, IL-13 dan penurunan ekspresi IFN-y.

Peningkatan kadar serum protein kation eosinofil dan E-selectin terlarut sejalan dengan aktivitas penyakit

Page 50: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Tatalaksana

Yang utama adalah edukasi serta menghindari kekambuhan (menghindari factor pencetus).

Disamping itu agar pengelolaan berhasil baik, penderita perlu dijadikan partner dalam penenangan pengobatan (“co-therapist”).

Cara pemberian terapi adakalanya perlu didemonstrasikan (cara pemakaian “ointment” atau pembalutan/kompres).

Page 51: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Tatalaksana

Pada terapi eksternal perlu diperhatikan lesi bervariasi mulai dari dermatitis yang basah sampai likenifikasi.

Keberhasilan tergantung pada pemilihan vehikulum yang tepat. Pada lesi radang yang berat digunakan krim hidrofolik atau kompres basah (Soebono,2000 dan Leung 2004).

Page 52: B 5 Pleno DA 24 April 2013

tatalaksana khususPengobatan topikal Hidrasi kulit Kortikosteroid topikal  Imunomodulator topikal

Pengobatan sistemik Kortikosteroid (Hanya dipakai untuk mengendalikan Dermatitis

atopik eksaserbasi akut) Antihistamin Anti infeksi Siklosporin Terapi sinar (phototherapy) (Dipakai untuk Dermatitis atopik yang

berat) Probiotik

Page 53: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Edukasi lainnya 1. Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,

astringen, pemutih, dll)

2. Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban

tinggi.

3. Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak

keringat.

4. Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat

mencetuskan Dermatitis atopik.

5. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen

infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan

berbulu.

6. Menghindarkan stres emosi.

7. Mengobati rasa gatal.

Page 54: B 5 Pleno DA 24 April 2013

prognosisFaktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :

Dermatitis atopik yang luas pada anak.

Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.

Riwayat Dermatitis atopik pada orang tua atau saudaranya.

Awitan (onset) Dermatitis atopik pada usia muda.

Kadar IgE serum sangat tinggi.

Diperkirakan 30 – 35% penderita Dermatitis atopik infantil akan

berkembang menjadi asma bronkiale.

Penderita Dermatitis atopik mempunyai resiko tinggi untuk

mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan

Page 55: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 56: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 57: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Imunopatogenesis DA

Sel T merupakan pemain pertama dalam orkestra respons imun spesifik yang berperan terhadap alergen asing. Peningkatan jumlah limfosit T terlihat pada semua individu atopik bila dibandingkan dengan individu nonatopik.

Pada dermatitis atopik terdapat peningkatan jumlah populasi sel T CD4+ dan CD8+. Juga terlihat peningkatan umum aktivasi sel T pada individu alergik, baik di lesi maupun secara sistemik. Terdapat 2 jenis respons imun yang berperan pada kejadian dermatitis atopik dan keduanya saling terkait.1

Page 58: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Imunitas bawaan (innate) Sistem imunitas innate (bawaan) dapat segera bereaksi terhadap

berbagai macam kolonisasi mikroba atau alergen atau iritan, serta berperan terhadap awitan mekanisme imunitas adaptive (didapat). Sel epitel kulit yang merupakan sel yang membatasi tubuh dengan lingkungan, berperan pada mekanisme pertahanan pertama pada sistem imunitas innate. Sel tersebut dilengkapi dengan sarana untuk pengenalan, disebut sebagai pattern recognition reseptor (PRR), misalnya reseptor toll-like (TLR).

Dikenal lebih dari 10 macam TLR pada manusia, dapat berikatan secara spesifik dengan dinding sel bakteri, jamur, atau DNA-RNA virus. Toll like receptor dapat berikatan dengan berbagai struktur mikroba karena adanya molekul permukaan pathogen-associated molecular pattern (PAMP). Terikatnya produk mikroba pada permukaan sel epitel akan menyebabkan aktivitas selular dengan mengeluarkan molekul dengan aktivitas anti-mikroba, disebut sebagai anti-microbial peptide (AMP). Pada dermatitis atopik, AMP jumlahnya kurang sehingga menyebabkan pasien dermatitis atopik mudah terinfeksi herpes.1-5

Page 59: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Imunitas didapat (acquired) Reran sel T dan konsep T helper-1 (Th1)/T helper-2 (Th2) merupakan hal penting pada DA. Ketidakseimbangan Th2 sistemik disertai eosinofilia diterima sebagai patogenesis atopi.5 Sitokin yang diproduksi sel Th2, misalnya interleukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13 dapat dideteksi pada fase akut penyakit, baik pada lesi kulit maupun nonlesi. lnterleukin-4 dan IL-13 terkait dengan inflamasi dan memicu ekspresi molekul adesi di sel endotel. lnterleukin-5 terkait dengan keberadaan eosinofil. Eosinofilia sistemik dan peningkatan eosinophilic cationic protein (ECP) terjadi sesuai dengan aktivitas penyakit dermatitis atopik. Pada dermatitis atopik fase kronik terjadi peningkatan kadar interferon (IFN)-v, IL-12, IL-5, dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF) yang merupakan karakteristik dominasi sel Th1/Th0.

Kronisitas dermatitis atopik dipengaruhi produksi sitokin oleh sel Th1, yaitu IL-12 dan IL-18, juga IL-11 dan transforming growth factor (TGF)-pl Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi bifasik, dimulai dengan fase akut terkait dengan sel Th2, dilanjutkan dengan fase kronik terkait dengan selTM. 1-5

Page 60: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Sel dendritikSel dendritik merupakan sel penyaji antigen yang profesional dan selanjutnya menyajikannya kepada sel T pada respons imun primer dan sekunder. Ada 2 tipe sel dendritik dermatitis atopik, yaitu sel mieloid dendritik (mDC) dan sel plasmasitoid dendritik (pDC). Pada lesi dermatitis atopik keduanya ditemukan, tetapi pDC lebih sedikit dibandingkan dengan mDC. Pada kulit yang mengalami inflamasi terdapat sel inflamasi dendritik epidermal (inflammatory dendritic epidermal cell -IDEC). Sel Langerhans dan IDEC termasuk mDC dan mengekspresikan reseptor IgE berafinitas tinggi (FceRI) pada lesi dermatitis atopik.1,2 Sel Langerhans dan IDEC berperan sentral pada penyajian antigen ke sel Th1/Th2. Reseptor pada sel Langerhans ditemukan pada kulit normal pada saat eksaserbasi penyakit atopi lain, misalnya asma bronkial atau rinitis alergik, sedangkan FceRI IDEC ditemukan pada lesi. Sel Langerhans berperan aktif pada perkembangan sel T menjadi sel Th2, sedangkan rangsangan FceRI pada IDEC akan memicu ke arah respons sel Th1 dan mengeluarkan petanda proinflamasi yang memicu respons imun alergik.1-3 Plasmasitoid dendritik mengekspresikan FceRI secara alami dan meningkat pada dermatitis atopik, penting untuk penanggulangan infeksi virus dengan cara mengeluarkan interferon.1,4

Page 61: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Sel Th0 dapat berkembang menjadi sel Th1 atau sel Th2 dan rangkaian reaksi selanjutnya bergantung pada berbagai faktor, termasuk lingkungan, sitokin setempat, latar belakang genetik pejamu, faktor farmakologik, dan petanda tambahan terkait dengan aktivasi sel T.5

Pada saat pajanan alergen lingkungan sitokin berperan penting pada perubahan sel T helper menjadi sel Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh IL-12 yang diproduksi makrofag dan sel dendritik. Interleukin-4 menghambat produksi IFN-y dan menekan diferensiasi ke arah sel Th1. Pada kulit nonlesi dan lesi akut sel T mengekspresikan peningkatan jumlah IL-4, IL-5, dan IL-13, namun sedikit IFN-y. Lingkungan sitokin tersebut cenderung memicu perkembangan ke arah sel Th2 dan mengurangi produksi sel Thl5

Faktor genetik juga berpengaruh pada diferensiasi sel T helper. Perbedaan genetik pada aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi predisposisi terjadinya dermatitis atopik.

Faktor farmakologis juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel T helper. Leukosit pasien dermatitis atopik mempunyai peningkatan aktivitas enzim cyclic adenosine monophosphate (c/\MP)-phosphodiesterase (PDE). Hal tersebut mempengaruhi peningkatan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T pada DA.

Page 62: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Ekspresi sitokin dengan pola bifasik pada lesi dermatitis atopik

Pola ekspresi lokal sitokin berperan penting pada terjadinya inflamasi di jaringan setempat. Pada dermatitis atopik pola tersebut bergantung pada umur lesi kulit. Pada inflamasi akut terutama terlihat ekspresi sitokin IL-4 dan IL-13, sedangkan pada lesi kronik terutama terlihat ekspresi IL-5 dan IFN-y. lnterleukin-12 berperan pada perkembangan sel Th-1 dan pada lesi kronik ekspresinya pada eosinofil dan makrofag memicu perubahan ke arah Th-1.

Dapat ditambahkan, IL-16 memicu diferensiasi sel T CD4+ ke arah lesi akut dan GM-CSF meningkatkan ketahanan hidup sel eosinofil dan makrofag pada lesi kronik.

Page 63: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Ekspresi sitokin dengan pola bifasik pada lesi dermatitis atopik

Peningkatan ekspresi IL-4 dapat diamati 24 jam setelah terpajan alergen, setelah itu akan terjadi penurunan ekspresi tersebut. Sedangkan ekspresi IFN-v tidak ditemukan dalam 24 jam setelah terpajan alergen, namun terlihat ekspresi berlebihan 48-72 jam setelah terpajan alergen. Hasil tersebut sesuai dengan temuan sel Th2 spesifik pada masa awal reaksi uji tempel, sedangkan pola utama sitokin sel Th1 atau Th0 didapati setelah 48 jam. Ekspresi IFN-y pada uji tempel atopi didahului eskpresi puncak IL-12, membuktikan peran IL-12 pada perkembangan respons Th1. Peningkatan ekspresi IL-12 bersamaan dengan infiltrasi makrofag dan eosinofil, sel yang mengekspresikan IL-12. Hal tersebut menggambarkan bahwa fase awal dermatitis atopik dipicu oleh alergen yang mengaktifkan sel Th2, sedangkan pada respons inflamasi kronik didominasi oleh respons sel Th1 yang dipicu pula oleh keberadaan makrofag dan eosinofil yang mengekspresikan IL-12.1,6

Page 64: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Respons sel Th2 terhadap kulit dermatitis atopik

Rinitis alergik dan asma bronkial terjadi pada 80% anak dengan dermatitis atopik dan pada banyak pasien DA terjadi perburukan bila mengalami alergi saluran napas. Hal tersebut sesuai konsep bahwa ekspresi klinis penyakit alergi ditentukan sebagian oleh sensitisasi alergen di jaringan lokal dan respons imun di kulit dibandingkan dengan mukosa saluran napas. Karena penyakit alergi terkait respons inflamasi yang spesifik pada organ, maka sel T akan bermigrasi ke berbagai jaringan. Sel T yang bermigrasi tersebut, disebut sebagai sel J-homing, terutama diatur oleh interaksi antara reseptor sel T-homing dengan antigen permukaan sel endotel vaskular yang pada manusia disebut cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA) dan pasangan reseptornya, yaitu E-selectin.

Ekspresi sel T yang dipicu oleh CLA diatur oleh berbagai sitokin. Transforming growth factor (TGF)(3, IL-12 dan IL-6 meningkatkan ekspresi CLA, tetapi tidak IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-7, dan IFN-y.

Page 65: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik

Imunoglobulin E berperan pada infiltrat sel inflamasi dermatitis atopik melalui berbagai mekanisme termasuk reaksi bifasik, presentasi alergen oleh sel Langerhans penyandang IgE, aktivasi makrofag penyandang IgE yang dipicu alergen, dan autoreaktivitas IgE terhadap protein manusia.

Kelainan klinis dipicu oleh alergen terkait respons bifasik dan bergantung pada IgE. Sel mas penyandang IgE yang sesuai dengan alergen pemicu akan mengeluarkan berbagai mediator ke jaringan setempat dalam waktu 15-60 menit pasca pajanan. Hal tersebut menyebabkan pruritus dan eritema akut. Tiga sampai 4 jam kemudian, setelah reaksi akut menghilang akan terjadi reaksi lambat (late phase reaction-LPR). Reaksi ditandai dengan ekspresi molekul adhesi pada endotel kapiler, diikuti infiltrasi eosinofil, neutrofil, dan infiltrat mononuklear sekitar 24 - 48 jam setelah awitan LPR. Infiltrat tersebut menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA untuk IL-3, IL-4, IL-5, dan GM-CSF, sehingga timbul dugaan bahwa infiltrat terdiri atas sel Th2.

Page 66: B 5 Pleno DA 24 April 2013

...Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik

Permukaan sel Langerhans dan makrofag yang menginfiltrasi lesi dermatitis atopik menyandang IgE. Terdapat 2 macam reseptor IgE, yaitu reseptor berafinitas tinggi dan yang berafinitas rendah.5

Reseptor IgE pada sel Langerhans berafinitas tinggi, sedangkan reseptor IgE pada makrofag berafinitas rendah. Penelitian menemukan bahwa autoreaktivitas terhadap IgE merupakan faktor yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik. Sebagian besar pasien DA mempunyai antibodi IgE yang bersirkulasi terhadap protein manusia. Respons imun IgE diawali oleh alergen lingkungan dan inflamasi dipertahankan oleh alergen endogen manusia tersebut.

Page 67: B 5 Pleno DA 24 April 2013

....Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik

Pruritus akut pada DA dipicu oleh pelepasan berbagai macam mediator ke kulit setelah terpajan alergen, meski perkembangan lesi eksematosa bergantung pada trauma kulit akibat garukan.6 Akan terjadi proses inflamasi sebagai akibat keratinosit mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi, antara lain IL-1, TNF-a, IL-4, dan CC kemokin yang mampu mengarahkan limfosit, eosinofil, dan makrofag ke tempat terjadinya inflamasi. Pada tahap ini sel residen dan sel yang menginfiltrasi akan mengeluarkan sitokin dan mediator yang akan mempertahankan inflamasi. Dermatitis atopik merupakan hasil kombinasi antara berbagai mekanisme selular spesifik maupun nonspesifik yang bertugas memicu dan mem pertahankan inflamasi.5,7

Page 68: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Gambaran darah tepi

Beberapa tanda kelainan darah tepi dapat diamati pada pasien dermatitis atopik, termasuk peningkatan kadar IgE, eosinofil, aktivasi kronik makrofag dengan peningkatan sekresi GM-CSF, prostaglandin E2 (PGE2), dan IL-10, peningkatan jumlah sel Th2 yang mensekresi IL-4 dan IL-5, penurunan jumlah sel Th1 yang mensekresi IFN-y, serta peningkatan pele pasan histamin oleh basofil. Peningkatan kadar IgE serum disertai eosinofilia menggambarkan kelainan ekspresi sitokin yang diproduksi oleh sel Th2, antara lain peningkatan kadar IL-4, IL-5, IL-13 dan penurunan ekspresi IFN-y. Peningkatan kadar serum protein kation eosinofil dan E-selectin terlarut sejalan dengan aktivitas penyakit

Page 69: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Genetik

Terdapatnya atopi pada orangtua, terutama dermatitis atopik, berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat keparahan dermatitis atopik pada fase anak,1 sedangkan manifestasi atopi lainnya tidak terlalu berpengaruh. Terdapat 2 kromosom yang berkaitan erat dengan dermatitis atopik, yaitu kromosom 1q21 dan kromosom 17q25, meski masih paradoksal karena psoriasis juga terkait dengan kromosom yang sama walaupun sajian klinis keduanya berbeda dan kedua kromosom tersebut tidak terkait dengan penyakit atopi lainnya. Juga ditemukan peran kromosom 5q31-33 yang menyandi gen sitokin Th2.1,4,8,9

Page 70: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Patofisiologis pruritus pada dermatitis atopik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah persarafan kulit pasien DA mengalami perubahan; serabut saraf sensorik meningkat tetapi serabut saraf otonom adrenergik menurun. Ini menunjukkan perbedaan peran antara. serabut saraf aferen dan otonom dalam patofisiologi pruritus.

Ujung-ujung saraf bebas serabut saraf sensorik dalam keadaan tereksitasi karena selubung sel Schwan-nya berkurang. Produksi nerve growth factor (NGF) oleh keratinosit basal meningkat di dalam darah dan kulit pasien DA. Substance P (SP) dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga meningkat di dalam darah pasien DA. Nerve growth factor ini diperlukan untuk perkembangan dan fungsi neuron sentral maupun perifer. Peningkatan NGF berkontribusi dalam perubahan nosiseptif, menyebabkan diameter serabut saraf membesar, menstimulasi proliferasi serabut saraf, dan menginduksi elongasi dan penetrasi C fiber ke dalam epidermis sehingga densitas serabut saraf intraepidermal meningkat. Kandungan neuropeptida juga meningkat dalam serabut saraf yang hiperplastik dengan akson yang membesar.27-30

Page 71: B 5 Pleno DA 24 April 2013

....Patofisiologis pruritus pada dermatitis atopik

Berbeda dengan serabut saraf sensorik, saraf otonom hanya merupakan serabut saraf kulit yang; minoritas. Tetapi observasi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa neurotransmitter asetilkolin, katekolamin, dan VIP yang dikeluarkan oleh saraf simpatik dan parasimpatik berperan selama proses inflamasi kulit. Namun, peran serabut saraf otonom dengan reseptornya dalam patofisiologi pruritus masih belum jelas.28

Peningkatan imunoreaktivitas neuropeptida, yaitu calcitonin gene related peptide (CGRP) dan SP bersamaan dengan perubahan struktur saraf (jumlah dan morfologi) menunjukkan bahwa serabut saraf perifer berperan dalam patofisiologi pruritus pada DA.27

Page 72: B 5 Pleno DA 24 April 2013

....Patofisiologis pruritus pada dermatitis atopik

Fungsi sawar epidermal yang melemah serta keringnya kulit pasien DA memudahkan iritan, alergen, dan bahan pruritogenik berpenetrasi ke dalam kulit. Perubahan dalam struktur serabut sarafi sensorik beserta mediatornya pada pasien DA menunjukkan penurunan ambang rangsang terhadap stimulus pruritogenik, menyebabkan semakin mudahnya terjadi sensasi gatal akibat proses inflamasi.27,31

Intensitas gatal pada DA sangat berhubungan dengan faktor mental.3(31)

Dengan keterangan tersebut di atas, maka gatal pada DA (menurut klasifikasi Twycross dkk, 2003) dapat dimasukkan dalam kategori gatal pruri-toseptif, neurogenik, dan psikogenik.31,32

Page 73: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Fungsi epidermis sebagai barier proteksi kulit. (Sumber: Jansen., 2005)

Page 74: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Transepidermal. Perlemahan fungsi barier kulit

tersebut pada dematitis atopik menyebabkan peningkatan absorpsi antigen, yang berkontribusi terhadap hipereaktivitas kulit pada dematitis atopik. Ceramide merupakan molekul penahan air pada ruang ekstraseluler.

Page 75: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Gangguan barier kulit---kerusakan epidermis (Sumber: Jansen., 2005).

Page 76: B 5 Pleno DA 24 April 2013

(inside-outside insenssible/ water loss),

Fungsi barier ini cenderung menjaga apa yang seharusnya ada di luar, ya di luar, dan apa yang seharusnya ada di dalam, ya di dalam

Membatasi air yang hilang dari tubuh serta mencegah masuknya zat-zat kimia dan agen infeksius dari epidermis yang berada di bawahnya

Page 77: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Filaggrin,  filament-associated protein 

Mutasi gen pemengatur produksi filagrin dapat mempengaruhi fungsinya

DA banyak mengalami mutasi gen filagrin & kebocoran ("leaky skin") 

kehilangan cairan (water loss) dg kerawanan timbulnya iritasi kulit ok alergen lingkungan.

(Palmer, 2006 dan Barne, 2010).

Page 78: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Mediator yg menginduksi pruritus padadermatitis atopik

Rasa gatal dicetuskan oleh berbagai mediator kimiawi yang mengikat reseptor khusus pada ujung saraf bebas. Penelitian menunjukkan bahwa histamin bukan merupakan mediator pruritus utama pada DA. Ini terbukti dengan seringnya pemberian antihistamin yang tidak efektif pada terapi DA. Beberapa mediator lain, misalnya platelet activating factor (PAF), leukotrien, neuropeptida, neurotransmitter, sitokin, protease, dan derivat arakidonat terbukti berperan dalam menginduksi pruritus pada DA. Asetilkolin yang meningkat pada pasien DA merupakan neurotransmitter utama yang mengaktivasi kelenjar keringat. Hal tersebut dapat menerangkan terjadinya pruritus generalisata saat dan setelah berkeringat.27'28

Page 79: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Tabel 1. Beberapa mediator yang menginduksi gatal

MediatorProvokasi/

induksi gatal pada kulit

Mekanisme

Histamin + Berikatan pada reseptor histamin pada serabut saraf sensorik.

Neuropeptida- Substance P- Asetilkolin

+ +

-Degranulasi sel mas, konsentrasi meningkat pada , lesi kulit. I

-Sensitisasi 1 sentral (?)

Triptase + Berikatan pada protease activated receptor 2 (PAR-2) serabut saraf L sensorik. 1

Sitokin: interleukin 2

+ Kemungkinan F melepaskan 1 berbagai I mediator. I

Neurotrofin 4 + Tidak diketahui

Eosinofil + Melepaskan mediator, misalnya-PAF, leukotrien, 1 histamin, ; proteinase

PAF + Melepaskan histamine

Leukotrien + Tidak diketahui

Page 80: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor pencetus prurituspada dermatitis atopik

Kulit pasien DA menunjukkan kecenderungan lebih mudah timbul gatal walaupun provokasi minimal karena terjadinya penurunan ambang rangsang dan pemanjangan durasi gatal terhadap stimulasi pruritus dibandingkan dengan kulit individu sehat. Berikut dikemukakan berbagai faktor yang dapat men-cetuskan pruritus pada DA.27,28

Page 81: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor pencetus pruritus DA Contoh

Faktor pencetus endogen Keringat (faktor pencetus tersering pada DA)

XerosisMikrovaskularisasi kulitStres emosional

Iritan eksogen GarukanSuhu hangat, air panasSerat wolPelarut lemak (sabun, detergen)

Aeroalergen dan alergenKontak

DisinfektanTungau debuHewan berbuluSerbuk sariJamurHuman dander

Agen mikroba Infeksi virusStaphylococcus aureusPityrosporum yeast, Candida, dermatofita

Makanan Makanan pedas dan panasMinuman panasMinuman beralkohol

Page 82: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Diagnosis

DIAGNOSIS, DIAGNOSIS BANDING, DAN KOMPLIKASI Sampai saat ini belum didapatka gambaran klinis maupun

hasil pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk DA. Diagnosis ditegakkan berdasarkan identifikasi morfologi yang sering terdapat pada DA dan ditunjang oleh adanya riwayat penyakit DA. Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis DA, antara lain kriteria Hanifin Rajka dan kriteria Williams. Masing-masing kriteria memiliki keunggulan dalam ketepatan dan kecepatan.

Uji kulit terhadap berbagai alergen dan pengu-kuran kadar IgE RAST bukan merupakan peme riksaan untuk menegakkan diagnosis DA, melainkan untuk membuktikan adanya hipersensitivitas terhadap bahan alergen tertentu.1,2

 

 

Page 83: B 5 Pleno DA 24 April 2013

diagnosis

Kriteria William merupakan kriteria diagnosis yang lebih sederhana, praktis, dan cepat, karena tidak memasukkan beberapa kriteria minor Hanifin Rajka yang hanya didapatkan pada kurang dari 50% pasien DA, sehingga sering digunakan dalam penelitian di lapangan (studi epidemiologi), seperti terlihat pada tabel 4. Kriteria William lebih spesifik, sedangkan kriteria Hanifin-Rajka lebih sensitif.1,2

Page 84: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Inflamasi kulit persisten pada lesi kronik dapat disebabkan oleh peningkatan ekspresi IL-5 dan GM-CSF pada kulit yang menyebabkan meningkatnya tingkat bertahan hidup eosinofil dan makrofag monosit dan juga sel Langerhans

Page 85: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Komplikasi

Kepekaan terhadap infeksi jamur dipengaruhi oleh adanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban, dan maserasi. Selain itu, faktor individu, dan lingkungan sehari-hari juga berperan penting untuk timbulnya komplikasi ini, misalnya kaus kaki serta olahragawan.

Pytrirosporum ovate akhir-akhir ini juga dianggap meningkat pada kulit pasien DA. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa mekanisme imunologis yang berperan adalah melalui induksi IgE oleh Malassezia dan reaksi imunologis yang diperantarai sel T.1,5,6

Page 86: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Dematitis atopik dan Malassezia furfur

Gueho, 1987: 4 spesies Mlz pada DA kultur media leemingsugita., 2000: 7 spesies MLZ pada

DA kultur media Dixon + nested PCR

assayFaergemann, 2002: 9 spesies kultur media SDAKaneko,2008: 10 spesies

Page 87: B 5 Pleno DA 24 April 2013

DA and MLZ Skin prick test untuk hipersensitivitas tipe

I. Clemmensen dan HJorth 171 subyek positip eksema aktif.Skin pacth test

Ketokonazol dalam penatalaksanaan penderita dewasa DA positif terhadap Malassezia . Waerstad dan Hjorth

Antigenik kultur & biologimolekuler (spesies)

Page 88: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Komplikasi

Infeksi virus Erupsi Kaposi’s varicelliform adalah komplikasi

lain DA, disebabkan oleh virus herpes simpleks atau vaccinia. Kelainan ini dikenal sebagai eksim herpetikum atau eksim vaksinatum, Perkembangan erupsi vesikular yang meningkat pada orang dengan atopi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya erupsi variseliform Kaposi.1,5,6

Page 89: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Komplikasi

Eritroderma Komplikasi ini terjadi pada 4-14% kasus DA.

Keadaan tersebut dapat terjadi akibat efek withdrawal pemakaian kortikosteroid sistemik pada kasus DA berat. Komplikasi ini cenderung dapat mengancam hidup pasien bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis, hipotermia, dan hipo-albuminemia.1'5'6

Page 90: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Komplikasi

Infeksi sekunder akibat bakteri Infeksi sekunder bakterial adalah komplikasi yang

paling sering pada DA. Biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Streptococci B-hemolytic, studi lain mengungkapkan Staphylococcus merupakan 93% penyebab infeksi sekunder pada lesi dermatitis atopik, 76% pada kulit normal, dan 79% terdapat dari nares anterior. Pioderma yang berhubungan dengan DA biasanya terdapat lesi berupa eritema dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak, dan jerawat kecil pada ujungnya.1,5,6

Page 91: B 5 Pleno DA 24 April 2013

dikarenakan peningkatan ekspresi gen sitokin profibrotik, IL-11.

Gambar 2.Remodeling kulit pada dematitis atopik, (Sumber: Leung, 2000).

Pewarnaan Van Gieson (pembesaran asli ×400) dari dematitis atopik akut (A) dan dematitis atopik kronis (B) menunjukkan fibrosis ekstensif pada lesi dematitis atopik yang kronis dibandingkan dengan yang akut.

Page 92: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Daftar pustaka

William HC. Atopic Dermatitis. N Engl J Med 2005 ; 352: 2314-24

Yosipovitch G, Dawn AG, Greaves MW. Pathophysiology., and clinical aspects of pruritus. Dalam: Freeberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors, Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th edition. ,- x New York. McGraw-Hill 2008. h.902-11.

28. Yosipovitch G. Dry skin and impairment of barrier function associated with itch - new insights. International J of Cosmetic Science, 2004; 26:1-7.

Page 93: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Jadi, tidak hanya penurunan paparan mikroba di lingkungan, tetapi juga perlemahan pengenalan molekular dari molekul mikroba, dapat meningkatkan respon Th2.

Page 94: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Faktor yang perpengaruh terhadap eritema/flares pada dematitis atopik

Flare/ erythema pemicu inflamasi antara lain iritan dan alergen. Faktor tersebut memicu goresan/scraching dan membuat terjadinya cascade inflamasi yang diawali dengan pelepasan sitokin proinflamasi dari keratinosit atopik.

Stres juga dapat memicu perubahan imunologis dan digabungkan dengan goresan akan memicu eksaserbasi dari dematitis atopik .

Page 95: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 96: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Dermatitis Atopik Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang berkaitan

dengan hiperaktivitas kulit terhadap faktor lingkungan dan sering merupakan tahap awal untuk terjadinya atopi yang pada

akhirnya menyebabkan asma dan rhinitis alergi

(Leung dan Scheider, 2008).

Page 97: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Dermatitis Atopik

EritemPapula Vesikel

KrustaSkuam

a

Pruritus

Gejala

(Beiber, 2008).

Page 98: B 5 Pleno DA 24 April 2013

GenetikPolymorfism

kromosom Iq21,17q2570% kembar monozigote

Pajanan AlergenJamur-bakteri-virus

Alergi (hipersensitivas)

IgEAtopic march

Kolonisasi MalasseziaSkin prick test

Pacth testIgE total & spesifik

Antigenik ptot 67kDaAlergen recomb Malf-9

42132

Kolonisasi mikro organisme lain

Iritan

Iklim

Karakteristik kulit DA(kulit kering)

Defek imunitas selular dan sitokin

Faktor psikis

DermatitisAtopik

Skin barrier fcCerramide

Page 99: B 5 Pleno DA 24 April 2013

IMUNOPATOGENESIS DA

Pemaparan pertama, alergen terpapar pada kulit ditangkap oleh sel APC dipresentasikan pada sel T mengalami differensiasi menjadi Th-2 karena mensekresi IL-4 aktivasi sel B menjadi sel plasma menghasilkan IgE IgE berikatan dengan sel mast dan basofil

(Bieber, 2008).

Page 100: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 101: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 102: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Fungsi barier ini cenderung menjaga apa yang seharusnya ada di luar, ya di luar, dan apa yang seharusnya ada di dalam, ya di dalam

Membatasi air yang hilang dari tubuh serta mencegah masuknya zat-zat kimia dan agen infeksius dari epidermis yang berada di bawahnya

Page 103: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Filaggrin,  filament-associated protein  Mutasi gen pemengatur produksi filagrin dapat mempengaruhi fungsinya

DA banyak mengalami mutasi gen filagrin & kebocoran ("leaky skin") 

kehilangan cairan (water loss) dg kerawanan timbulnya iritasi kulit ok alergen lingkungan.

(Palmer, 2006 dan Barne, 2010).

Page 104: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 105: B 5 Pleno DA 24 April 2013

GEJALA KLINIS

Gejala Klinis DA dibedakan menjadi 3 kelompok usia (Paller dkk, 2006):

Page 106: B 5 Pleno DA 24 April 2013

b. 2-12 tahunMerupakan lanjutan dari fase bayi.

Tempat lesi di daerah lipat lutut, lipat siku, sekitar mulut, sekitar leher, pergelangan tangan dan kaki. Tetapi sangat jarang mengenai daerah wajah (Tada, 2002).

c. > 12 tahunPenebalan kulit pada umumnya

ditemukan di daerah belakang lutut, fleksural siku, serta tengkuk leher, badan bagian atas, dan dorsum pedis (Fleischer, 2008).

Page 107: B 5 Pleno DA 24 April 2013

II Harus ada : Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil

II Ditambah 3 atau lebih tanda berikut: Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa poplitea,

bagian anterior dorsum pedis, atau seputar leher (termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun).

Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi pada anak < 4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga)

Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun Dermatitis fleksural (pipi, dahi, & paha bag lateral pd anak

< 4 th) Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak

< 4 th)

Kriteria Diagnosis William

Page 108: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Sawar Kulit

Gambar gangguan fungsi sawar kulit akibat gangguan endogen dan eksogen yang menyebabkan terjadinya inlamasi kulit pada dermatitis atopik.

Kajian Imunologi

Page 109: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 110: B 5 Pleno DA 24 April 2013

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang lain: Uji kulit White dermografisme, Puncture, prick test, Uji eliminasi dan provokasi dan pemerksaan serologi

Pemeriksaan laboratorium rutin: darah tepi, urin, tinja, eosinofil total, untuk menilai ada tidaknya infeksi.

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina untuk enyingkirkan adanya infeksi fokal.

Page 111: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 112: B 5 Pleno DA 24 April 2013

   

   

   

Page 113: B 5 Pleno DA 24 April 2013
Page 114: B 5 Pleno DA 24 April 2013

WholeBlood

RBCLysis buffer

Mixedincubate 10 ‘

Centrifuge 30”

Discard supernatant

Lysis bufferRNAaseIncubate 370C15’

isopropanol

Centrifuge

Wash withethanol 70%Centrifuge

Dry DNA pelletsDissolve with TE buffer

DNA Isolation Method

Discard

Leucocyte

DNA pellets

+ Amonium asetat

Page 115: B 5 Pleno DA 24 April 2013

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)(Karl B. Mullis)

PRINSIP: ~ Proses Replikasi DNA - Templat DNA- Primer ( 20 - 25 nukleotida)- Enzim polimerase (Taq Polimerase)- Substrat (dNTP)

Perbedaan : Pada PCR pemisahan DNA dengan pengaruh fisik (suhu tinggi)

Pada Proses Replikasi memerlukan enzim helikase

Teknik Amplifikasi sekuen DNA yang spesifik sehingga dapat dianalisis lebih lanjut

Page 116: B 5 Pleno DA 24 April 2013

3 TAHAP PENTING DALAM PROSES PCR:

1. DenaturasiTerjadi penguraian rantai ganda DNA menjadi rantai tunggal dengan bantuan suhu tinggi (90-940C)

2. AnneallingTerjadi penempelan primer pada templat.Diperlukan suhu yang sesuai dengan primer yang dipakai(3-50C dibawah melting temperatur;Tm)Tm = 4(G+C) + 2(A+T)

3. EkstensiTerjadi proses pemanjangan untaian nukleotida membentuk fragmen berupa komplemen dari DNA templatSuhu yang digunakan 720C merupakan suhu optimal untuk enzim Taq polimerase

Page 117: B 5 Pleno DA 24 April 2013

T h e f o l l o w i n g f i g u r e s s h o w t h e P C R r e s u l t s .

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6

F i g u r e 1 . D N A e l e c t r o p h o r e s i s - t h a l a s s e m i a h o m o z i g o t I V S 1 n t 5 a n d h e t e r o z i g o t I V S 1 n t 5L a n e 1 a n d 1 6 : M a r k e r X 1 7 4 H a e I I IL a n e 2 , 4 , 6 , 8 , 1 0 , 1 2 , 1 4 : S a m p l e w i t h p r i m e r I V S 1 n t 5 N o r m a lJ a l u r 3 , 5 , 7 , 9 , 1 1 , 1 3 , 1 5 : S a m p l e w i t h p r i m e r I V S 1 n t 5 M u t a n t

1 2 3 4 5 6 7

F i g u r e 2 . D N A e l e c t r o p h o r e s i s - t h a l a s s e m i a h o m o z i g o t , h e t e r o z i g o t , a n d n o r m a l I V S 1 n t 1

L a n e 1 : M a r k e r X 1 7 4 H a e I I I L a n e 2 , 4 , 6 : S a m p l e w i t h p r i m e r I V S 1 n t 1 n o r m a l

L a n e 3 , 5 , 7 : S a m p l e w i t h p r i m e r I V S 1 n t 1 m u t a n t

2 8 6 p bp b

4 5 4 p b4 5 4 p b2 8 1 p b

Page 118: B 5 Pleno DA 24 April 2013