Ayah Mengapa

download Ayah Mengapa

of 30

Transcript of Ayah Mengapa

Ayah, Mengapa Aku Berbeda ( Edisi Novel 1 ) KELAHIRANKU Saat aku terlahir di dunia ini, ayahku pernah bercerita kalau ia mendengar suara tangisku yang begitu kencang. Suster dan dokter yang ikut membantu proses kelahiranku begitu bingung karena tidak bisa membuatku terdiam. Mungkin, aku tidak pernah mengerti mengapa aku terus menangis dan tidak bisa dihentikan oleh siapapun selain saat suster kemudian meminta ayahku yang sedang berada diruang tunggu untuk melihatku. Saat ayah menyentuh jari pertamanya pada wajahku yang lahir prematur, ia menangis dan aku yang awalnya menangis kencang terdiam. Ia langsung mengangkat tubuhku yang disambut sukacita oleh suster-suster yang sejak tadi pusing karena suara tangisku. Ayah mengendongku dengan lembut sambil berkata, Mulai saat ini hanya kamulah yang paling berharga dalam hidup ayah.. Ya, aku adalah anak yang paling berharga baginya. Kelahiranku adalah sebuah dua sisi yang cukup membuat ayah begitu tertekan. Ibu mengalami pendarahan hebat dan hanya ada sedikit pilihan baginya. Aku yang mati atau ibu yang harus merelakan nyawanya. Tapi ibu memilih untuk melahirkanku kebanding harus mengarborsi bayi yang ada di kandungannya selama 7 bulan. Ia melupakan semua saran dokter demi aku. Sang janin kecil yang terus membuat nyawanya terancam. Ayah mencintaiku dan juga ibuku. Tapi ia tidak ingin membuat ibu bersedih, disamping genggaman tangannya, ia melihat ibu menghembuskan nafas terakhirnya diikuti oleh suara tangisku yang terdengar memilukan. Oh Tuhan, aku tidak pernah mengerti mengapa aku adalah beban bagi hidup ibuku. Kalau saja aku mengerti aku hidup untuk menyusahkan ibuku, mungkin aku tidak akan memilih untuk terus hidup. Tapi semua itu adalah rencana Tuhan yang tidak bisa dihindari. Seperti takdir yang mempertemukan ibu dan ayahku. Mereka menikah dan menjadi keluarga kecil bahagia. Harapan kedua orang tuaku hanya satu, ingin hidup bersama hingga waktu memisahkan mereka. Tapi perpisahan terjadi begitu singkat setelah pernikahan 2 tahun itu dan pertemuan kelahiran aku dan ayah adalah saat-saat terindah bagi ayah. Ayah yang juga menjadi ibu bagi diriku. Suster kemudian bertanya kepada ayah ketika melihatku mulai terdiam. Anak ini ingin diberikan nama apa pak? Tanya suster itu pada ayah. Angel.. berikan nama dia Angel.. kata ayah.

Angel, nama yang ayah berikan kepadaku untuk mengenang ibu yang juga bernama Angel. Mereka memiliki rahasia mengapa aku diberikan nama itu dan aku hanya akan tau disaat usiaku nanti besar. Setelah aku tenang, ayah kembali memberikan aku kepada suster yang langsung memberikan aku perawatan intensif. Karena aku lahir prematur, aku harus dirawat untuk waktu yang cukup lama hingga aku bisa keluar dari rumah sakit. Ayah yang bingung, kemudian meminta ibunya untuk membantu aku. Nenekku yang berasal dari Kota kemudian datang dan ikut bersama-sama dengan ayah untuk merawatku. Ayah belajar banyak untuk menjadi seorang ibu bagiku. Nenek dengan tekun melatihnya. Ia mengajarinya banyak hal dengan teliti. Ayah belajar bagaimana untuk menganti popoku, bagaimana untuk membuatku mandi dengan benar lalu membuat susu yang baik bagiku. Karena tidak ada ASI dari ibu, ayah harus menambah beberapa vitamin tambahan yang diberikan dokter agar aku dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna. Bersama kedua malaikat itu, aku pun tumbuh dengan berjalannya waktu. Mereka berdua bergantian menjagaku, bila ayah harus bekerja, nenek dengan siaga menjagaku begitu sebaliknya bila nenek sedang beristirahat, ayah akan menjagaku dengan sungguh-sungguh agar tidak menangis dan menganggu istirahat nenek. Aku tidak tau betapa aku adalah bayi yang menyebalkan karena ayah bilang saat aku kecil, aku selalu buang air kecil setiap popok baru terpasang.Aku juga tidak pernah mau mendengarkan semua nyanyian yang ayah berikan padaku ketika ia membuatku mencoba tidur. Sampai akhirnya ketika usiaku menginjak 3 tahun. Ayah mulai merasa aneh dengan sikapku yang selalu tidak peduli terhadap panggilannya. Ia memberikan aku banyak mainan boneka dan aku sangat suka bermain dengan boneka-boneka yang ayah bawakan setiap ia pulang kerja. Disaat aku bermain boneka, ayah memandangku. Sedangkan nenek sedang membuatku aku bubur untuk makan malamku. Angel .. teriak ayah padaku yang sedang asyik bermain boneka sapi kartun lucu. Ia kemudian mendekatiku, lalu membelakangi tubuhku, ia mengunakan dua tangannya diatas kepalaku. Sambil menepuk keduanya dengan kencang tepat di belakang kepalaku. Ayah melakukannya berulangulang hingga ia berhenti dan menarik nafas panjang. Nenek melihat tingkah ayah dan bertanya. Sedang apa kamu Martin? nama ayahku. Ibu, aku merasa Angel tidak bisa mendengar apa yang aku lakukan, bahkan ia tidak bisa merespon tepukan tangan tepat di belakangnya. Bila ia bisa mendengar.. harusnya ia akan terkejut..tapi ia diam saja.

Nenek meletakan bubur di mangkok tangannya diatas meja. Ibu juga merasa ada yang tidak beres, bagaimana kalau kita coba bawa ke dokter. Mungkin mereka bisa menemukan jawabannya.. Baiklah bu. Aku akan mandi setelah ibu kita pergi.. Sesungguhnya perasaan cemas aku tidak bisa merespon dan mendengar apapun yang ayah perintahkan sudah sejak lama ayah simpan. Tapi ia mencoba berpikir positif hingga akhirnya hari ini ia benar-benar harus mencoba mencari tau apa yang terjadi padaku. Setelah aku menikmati semangkok bubur dan merasa kenyang aku tertidur dan ketika terbangun, aku sudah ada di rumah sakit dengan dokter yang sedang memeriksa telingaku dengan sentel kecil berwarna putih yang cukup aneh bagiku. Dokter perempuan itu tersenyum padaku lalu aku langsung diajak oleh nenekku untuk jalan-jalan disekitar ruangan rumah sakit. Ayah berbicara dengan dokter Intan yang adalah spesialis telinga. Bagaimana Dok, dengan kondisi Angel, mengapa dia tidak bisa merespon panggilan dan perintah? Dengan sangat menyesal saya harus mengatakan kalau anak bapak adalah seorang tunarungu.. Tunarungu.. bagaimana bisa? Melihat catatan kelahiran dan kesehatannya, anak bapak yang lahir secara prematur memiliki banyak hal yang bisa terjadi, tunarungu adalah salah satu yang bisa terjadi pada setiap anak-anak yang terlahir secara prematur. Ayah terdiam. Bapak tidak perlu bersedih ataupun panik, saat ini sudah banyak pendidikan dan orang yang hidup dengan kondisi yang sama dengan anak bapak tapi bisa memiliki masa depan yang baik. Bila sejak dini kita mendidik dan mengajarinya, kelak anak itu akan tumbuh seperti anak-anak normal lainnya.. Tapi keadaan ini sangat membuat saya sedih, kasihan anak itu, ia tidak menyadari keadaanya, apa yang harus saya lakukan untuk memberitahunya. Bagaimana caranya ia tau apa yang harus saya jelaskan sedangkan dia sendiri tidak bisa mendengar dan bahkan mengerti apa yang saya katakan. Begini saja, saya memiliki seorang kenalan yang sudah berpengalaman untuk mendidik dan bagaimana caranya menjadi orang tua tunarungu, mungkin ia akan membantu bapak dalam masalah ini.

Dengan wajah sedih ayah menerima tawaran dokter itu pada kenalannya. Ia keluar dari ruangan dokter dan aku bersama nenek langsung mendekatinya. Nenek bertanya kepada ayah yang tampak murung. Bagaimana hasilnya, Tin? Angel positif tunarungu, Bu.. Nenek ingin menangis ketika mendengarkan kalimat itu keluar dari mulut ayah tapi ia tidak ingin membuat ayah lebih bersedih. Disaat seperti ini, hanya dialah orang yang bisa menghibur dan menguatkan hati ayah untuk terus bersemangat membesarkanku. Ayah memang bukanlah seorang ibu, tapi ia memiliki ibu yang berpengalaman merawatnya hingga besar seorang diri tanpa ayahnya. Kakek meninggal saat ayah berusia 3 tahun karena kecelakaan dan apa yang terjadi pada ayah saat ini, seperti halnya pernah terjadi pada nenek. *** KISAH CINTA ORANGTUAKU Mengapa aku terlahir cacat? Mungkin hanya Tuhan yang maha tau untuk menjawabnya. Bagaimanapun keadaanku dan apapun keadaanku. Inilah jalan yang harus aku jalanin.Ayah mungkin sejak awal sudah menyadari apa yang akan terjadi padaku ketika dulu sebelum aku terlahir ia mendapatkan peringatan keras dari dokter untuk melarang kelahiranku. Tapi ia juga paham, ibu yang berhati mulia seperti istrinya tidak akan pernah tega melakukan apayang dokter sarankan walau kematian adalah ancaman terbesar baginya. Ibu dan ayah, sejak dulu memang sudah harus melalui penderitaan cinta untuk bersatu. Ibuku tiga tahun lebih tua dari ayah, ia adalah seorang putri dari orang tua yang sukses dan kaya.Ayahku hanya seorang anak yang terlahir dari ibu tunggal yang bekerja sebagai pembuat kue. Mereka dipertemukan oleh sebuah takdir disaat ayah yang mendapatkan beasiswa belajar musik di sekolah belajar musik terkenal karena melihat bakat ayah yang cukup tinggi bermain piano. Sedangkan ibu adalah seorang senior di sekolah musik itu. Ibu terkesan dengan ayah yang begitu mahir bermain piano. Ia secara tak sengaja mendengar permainan piano ayah saat hendak ingin masuk ke kelasnya. Bukannya masuk ke kelasnya sendiri ia malah terduduk di kursi kelas ayah. Saat ayah selesai bermain piano, ibu memberikan tepuk tangan meriah pada ayah. Ayah yang saat itu berusia 14 tahun hanya tersipu malu melihat ibu yang cantik memuji permainannya. Sejak saat itu mereka pun berkenalan dengan malu-malu ayah mengenalkan dirinya pada ibu yang sudah menjadi gadis remaja dewasa karena 3 tahun lebih tua darinya. Angel.. kata ibu sambil pergi meninggalkan ayah.

Ayah mungkin melihat ibu sebagai cinta monyet pertamanya tapi ketika ia mulai mencoba mencari tau tentang ibu, hatinya langsung ciut ketika melihat ibu setiap hari pulang pergi ke tempat sekolah musik dengan supir dan mobil mewah. Ia tidak punya nyari mendekati ibu dengan hanya bermodalkan sepeda butut peninggalan ayahnya. Dan ia pun tidak pernah mencoba untuk mendekati ibu karena ia sudah sadar sejak awal, gadis secantik ibu hanya ada dalam dongeng mimpi bila mau padanya. Beberapa waktu kemudian, tanpa sengaja ayah melihat ibu yang menangis di tangga sekolah musik. Saat itu ia hendak naik ke lantai atas dan berpas-pasan dengan ibu yang menangis. Ayah mencoba lewat dan ibu memintanya berhenti sambil berkata. Memangnya kamu tidak bisa apa menghibur seorang gadis yang menangis, jangan hanya Cuma lewat dan diam saja dong.. kata ibu. Maaf, aku takut membuatmu marah, karena itu tidak ingin mengganggumu.. Kan kami bisa Tanya kenapa aku nangis? Gimana sih.. pinta ibudan ayah hanya bingung. Tuh kan bingung, ayo Tanya kepada aku nangis?? teriak ibu dan ayah mengikuti dengan gugup. Kenapa kamu menangis Angel.. Ketika mendengarkan pertanyaan itu ibu malah berteriak semakin kencang dan menangis, banyak orang yang mendengar tangisan ibu langsung mendekat dan berpikir bahwa ayah membuat ibu menangis. Ayah yang tampak bodoh disudutkan dengan kondisi itu apalagi supir ibu langsung membawa ibu pergi begitu saja. Sejak saat itu ayah merasa menjadi terdakwa dan memutuskan untuk tidak sekolah musik lagi karena tidak ingin menjadi orok-orokan teman-teman sekelasnya. Nenek bingung dengan ayah yang tidak lagi sekolah musik, padahal ia sangat berharap mendapatkan beasiswa itu sejak lama. Kamu tidak sekolah musik lagi, Tin? Tanya nenek. Males bu, anak-anak orang kaya pada sombong, belajar di rumah juga sama aja. Toh itu piano tetap bisa jalan kan walau gak perlu belajar tambahan lagi.. Ya terserah kamu saja, yang penting kamu jangan lupa sekolah kamu yang utama, sekolah musik itu kan Cuma tambah saja.. Menghabiskan waktu di rumah, ayah ikut membantu itu menjaga toko rotinya.Tanpa ia sangka, Angel muncul di tokonya untuk membeli kue. Ia terkejut melihat ayah yang sudah lama ia cari dan ini adalah pertemuan yang sudah ia nantikan.

ternyata kamu kerja disini ya..? Enggak kok, ini toko roti ibuku.. Oo.. begitu. Martin, itu kan nama kamu! Tanya ibu. Iya Martin Kenapa kamu gak sekolah musik lagi.. Gapapa, aku lagi pengen bantu ibuku saja, kebetulan karyawan lagi pulang kampung..! Jadi bukan karena kejadian saat itu kan.. Tanya Angel sekedar untuk mengingatkan kejadian tangisnya yang menjadi heboh di sekolah musik. Bu.. Bukan.. ucap ayah gugup. Baiklah kalau begitu, aku beli sepuluh roti isi coklat. Tolong dibungkus.. Ayah dengan cepat mengemas roti pesanan ibu dan beberapa saat kemudian sekantung roti penuh pada ibu. Sambil memberikan uang ibu berkata. Aku minta maaf ya atas kejadian kemarin, aku sedang ada masalah pribadi saja. Kapan-kapan kalau kamu ada waktu, aku akan jelaskan.. ucap ibu. Gapapa, dengan senang hati aku akan mendengarkan ceritamu.. kata ayah tersipu malu. ibu pun pergi dari toko dan ayah hanya terdiam bingung. Hatinya senang ketika gadis cantik itu meminta waktunya untuk mendengar ceritanya. Tiba-tiba ibu kembali lagi dan sambil berkata. Hai, besok di sekolah musik aku akan tampil. Kamu datang ya.. jam 2 siang.. kata ibu kemudian pergi begitu saja. Ayah benar-benar seperti mabuk kepayang dengan permintaan ibu. Hatinya begitu senang hingga membuat nenek harus mengetuk kepalannya dengan sendok adonan hingga tersadar dari lamunan. Ibu aku mau lanjutin sekolah musik lagi.. teriak ayah. Lah, tadi katanya bosen gimana sih!! Sudah jangan aneh-aneh, mandi sana.. biar ibu yang jaga sekarang..

Iya tadi bosen, sekarang sudah enggak, besok aku sekolah lagi. Kata ayah sambil pergi ke dalam ruangan kamarnya sambil menutup kepalanya dengan bantal. **** Keesokan harinya, ayah benar-benar menepati janjinya untuk melihat penampilan ibu di sekolah musik. Saat itu banyak murid yang tampil sebagai uji kelayakan naik kelas atau level. Ayah tidak terlambat saat ia datang dan ibu sedang berada diatas panggung. Banyak penonton yang begitu terhanyut oleh alunan musik piano klasik yang ibu mainkan. sesekali ibu menolehkan wajahnya ke arah penonton dan berharap ayah ada disana dan akhirnya setelah beberapa kali menoleh ia menemukan ayah yang sedang berdiri karena tidak kebagian kursi. Setelah musik selesai tepuk tangan ayah terdengar paling nyaring diantara yang lain. Ibu tertawa kecil melihat ayah yang memuji penampilannya. Sejak saat itu keduanya pun menjadi dekat, ibu dan ayah selalu menghabiskan waktu mereka di sekolah musik bersama.Itulah cinta monyet pertama ayah dan ibu, walau mereka tidak pernah menyatakan cinta dan mengatakan mereka berpacaran. Keduanya selalu dekat dan saling menghabiskan waktu bermain musik piano sebagai bentuk jalinan cinta mereka. Cinta ibu dan ayah tidak selamanya berjalan baik. Empat bulan setelah masa-masa indah itu. Ibu harus melanjutkan pendidikannya ke Amerika Serikat yang disambut ayah dengan penuh kesedihan. Memang jarak cinta dan usia sangat berpangaruh dengan hubungan mereka, ibu yang lulus dari bangku sekolah menengah akhir harus melanjutkan kuliah sedangkan ayah baru saja masuk ke sekolah menengah akhir. Sehingga banyak hal yang akhirnya membuat mereka sulit bersama. Ayah begitu berat melepaskan ibu dan disaat terakhir pertemuan mereka, mereka menghabiskan waktu dengan bermain piano bersama. Diantara suara alunan piano mereka pun bicara dengan hati yang terluka. Kalau aku pergi dari sini, apa kamu akan tetap sekolah piano disini? Tanya ibu. Tidak, aku akan kembali bantu ibu dan fokus pada sekolah umumku.. Kenapa, kamu kan suka piano dan sekolah disini kan tidak pungut biaya untuk kamu..? Tidak ada kamu disini itu hanya membuatku sulit untuk melupakan kenangan kita.. kata ayah dengan wajah sedih. Aku mungkin tidak akan kembali.. kata ibu. Kenapa kamu tidak kembali, padahal aku berjanji untuk menunggu kamu sampai kembali..

Semua tergantung ayahku. Ia yang memutuskan, kalaupun harus kembali itu harus setelah aku selesai kuliah, memangnya kamu sanggup apa? Menunggu sekian tahun.. Aku pasti sanggup.. Ibu hanya tersenyum, ia sedikit lebih dewasa untuk menahan tangis disamping ayah. Dan itulah saatsaat terakhir mereka bersama. Bersama dalam sebuah ruangan piano dan bermain piano bersama. Ibu pun pergi melanjutkan pendidikan kuliahnya di Amerika, ayah memutuskan keluar dari sekolah musik dan fokus pada sekolah pendidikan umumnya. Di hatinya Cuma ada satu hal, ia akan terus menunggu dan menunggu ibu hingga kembali walau tidak akan pernah tau kapan itu terjadi. 5 tahun kemudian.. Ibu kembali dan usianya sudah 23 tahun. Ia mungkin sudah melupakan ayah untuk waktu yang lama dan ayah telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 20 tahun. Ia baru saja lulus kuliah dan bekerja pada perusahaan dimana ayah ibu adalah pemiliknya. Mereka bertemu saat itu tidak sengaja mampir ke kantor ayahnya. Saat itu di sebuah sebuah lift, ibu dan ayah saling berpandangan. Ayah tidak akan pernah lupa wajah ibu yang cantik dan begitu pula ibu. Keduanya salah tingkah tapi bahagia dengan pertemuan itu dan keduanya sepakat untuk melanjutkan pertemuan itu dengan makan malam. Ayah tidak pernah tau kalau perusahaan keuangan yang ia tempati adalah milik ibu. Ia pun tak menyadari kalau ibu akan bekerja ditempat yang sama. Keduanya semakin dekat dan ayah menepati janjinya kepada ibu. Ia tidak pernah memiliki seorang kekasih pun setelah berpisah dengan ibu, berlainan dengan ibu yang sudah memiliki beberapa kekasih dan itu ditunjukkan kepada ayah lewat foto-foto saat ia bersaman mantan kekasihnya di Amerika. Ayah tidak peduli dengan semua itu, baginya saat ini ia sudah bisa bertemu dengan ibu dan kembali dengan hati yang penuh mencintainya. Ibu pun luluh dan kembali melihat ayah sebagai sosok pria sejati yang layak mendampingi hidupnya. Sayang seribu sayang, kisah cinta ibu dan ayah akhirnya sampai ke telinga ayah ibu. Ayah ibu marah karena tidak sudi melihat ibu berpacaran dengan karyawan rendahannya, ia malu dan gensi dengan hubungan tersebut. Tanpa sebab, ayah ibu memecat ayah dan itu membuat ibu sangat marah. Ibu pun menyadari bahwa hubungannya telah diketahui ayah. Ia protes kepada ayah. Kenapa ayah tidak bisa memisahkan masalah pribadi dan perkerjaan, jangan sewenang-wenang memecat Martin, ia tidak memiliki kesalahan dan bekreja dengan baik untuk perusahan kita. Ia memang bekerja dengan baik tapi menghancurkan impian ayah dengan baik juga terhadap kamu.

Angel sudah besar ayah, Angel tau apa yang pantas Angel lakukan.. Pantas, menurutmu pantas berpacaran dengan seorang karyawan rendahan dan seluruh karyawan disini mempergunjing ayahmu.. dimana letak urat malumu.. memangnya kamu sudah tidak laku sehingga harus pacaran dengan orang rendahan seperti itu. Martin pria yang baik dan tidak serendah yang ayah pikirkan.. kalau Martin ayah pecat, mulai hari ini, Angel pun angkat kaki dari perusahaan ini. Sejak saat itu hubungan ibu dan ayahnya menjadi berantakan. Ibu sadar, ayah pasti tau mengapa ia dipecat dari perusahaan. Dengan berbesar hati ia menerima semua keputusan perusahaan dan tidak masalah baginya karena ia bisa bekerja pada perusahaan lain. Hubungan cinta itu terus berjalan tanpa sepengetahuan siapapun hingga 2 tahun kemudian, ibu dan ayah memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini ke arah yang serius ketika ibu berusia 25 tahun. Ayah melamar ibu di depan keluarganya dan langsung mendapatkan hujatan. Melihat tindakan nekad itu, kedua orang tua ibu memutuskan untuk membawa ibu ke Amerika dan membuat cinta ibu dan ayah terpisah. Awalnya semua berjalan dengan baik tapi ibu disaat-saat terakhir berhasil melarikan diri, ia kabur ke rumah ayah dibawah hujan yang besar. Disamping nenek, ibu memohon untuk tinggal bersama ayah. Nenek yang tidak tega dan lebih berpikir luas akhirnya mengizinkan keduanya tinggal bersama. Cepat atau lambat, orang tua ibu akan mencarinya, keduanya pun memutuskan untuk kabur ke kampung halaman ayah di Semarang. Disana mereka hidup bersama dan akhirnya merayakan pernikahan secara resmi dibawa sedikit saksi-saksi yang dapat membuat sah pernikahan mereka. Ibu kembali dengan surat nikahnya dihadapan orang tuanya bersama ayah. Dengan wajah penuh emosi, sejak saat itu. Ayah dari ibu berkata. Mulai saat ini, kamu bukanlah anak ibu, pergi dari rumah ini.. Dengan tangis ibu pergi meninggalkan rumah dan kemewahan miliknya. Sebelum ia pergi, adik kandung satu-satunya memberikan sedikit uang yang ibu dan ayah tolak. Adik ibu memaksa dan berharap uang ini bisa digunakan untuk masa depan keluarga kecil ini karena setelah ini, mungkin mereka tidak akan pernah berharap uang ini bisa digunakan untuk masa depan keluarga kecil ini karena setelah ini, mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi karena keluarga besar ibu memutuskan untuk selamanya menetap di Amerika dan meninggalkan semuanya. Simpanan uang yang diberikan adik ibu akhirnya dijadikan modal ibu dan ayah membangun sebuah keluarga di Semarang kampung ayah. Ibu membuat kursus musik secara pribadi dan ayah berkerja di

kantor keuangan. 1 tahun kemudian ibu mulai mengandungku, keluarga kecil itu begitu bahagia melengkapi kehidupan barunya, ibu memutuskan untuk berhenti mengajar les piano dan fokus pada bayi kecil yang kelak menjadi aku di masa depan. Sebulan aku dalam kandungan, ibu mulai tampak telihat aneh. Ia sering merasa sakit dan tubuhnya melemah. Ayah mulai cemas karena ibu tidak seperti ibu hamil lainnya, apalagi nenek juga melihat keanehan karena semakin besar usia kandungan ibu, ia semakin terlihat tidak sehat. Ayah membawa ibu ke dokter dan inilah hal yang paling memilukan terjadi dalam kehidupan mereka. Tanpa mereka sadari, ada hal lain dalam hidup mereka yang tidak bisa disatukan. Ayah memiliki darah yang bertolak belakang dengan ibu, ayah memiliki rhesus darah positif sedangkan ibu memiliki darah rhesus negatif. Dalam dunia kedokteran kedua darah tersebut tidak diperbolehkan untuk bersama. Pernikahan yang terjadi tanpa pernah melihat apa yang membedakan mereka akhirnya menjadi masalah bagi ibu. Ibu mengandung aku yang memiliki rhesus darah positif milik ayah dan itu membuat tubuh ibu menolak kandungan ibu. Dan akibat perbedaaan itu, usia kandungan yang semakin besar akan membuat tubuh ibu semakin menderita. Dokter menyarankan ibu untuk mengugurkan kandungan, tapi ibu menolak keras rencana itu, bagi ibu, aku adalah segalanya dalam hidup. Ayah tidak bisa melakukan apapun dan tidak juga menyarankan ibu untuk mengugurkan aku karena ia tau, ibu begitu mencintai aku dan tidak akan pernah mau melakukan tindakan kejam itu. Tindakan ibu yang tegas akhirnya hanya bisa membuat dokter mengikuti kehendaknya tapi ia mengingatkan ibu bahwa ibu akan kapan saja mengalami kondisi maut bila aku dipertahankan Dengan bertahan diatas kesakitan dan maut yang kapan saja menjemput ibu percaya bahwa Tuhan menciptakan aku dalam hidupnya dengan penuh tujuan. Akhirnya setelah masa-masa penuh derita itu, saat usia kandungan bayi mencapai 7 Bulan, ibu tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri. Ayah membawanya ke Dokter untuk dirawat di unit gawat darurat. Saat itu dokter memutuskan untuk mempercepat proses kelahiranku karena kondisi ibu yang sangat kritis bila aku terus bertahan. Dengan tanpa pernah melihatku saat matanya terbuka, ibu meninggal tanpa pernah sadarkan diri disaat aku benar-benar berhasil di selamatkan oleh dokter. Ayah hanya bisa termenung sedih melihat kepergian ibu yang begitu mendadak. Tapi ia selalu teringat janjinya pada ibu disaat ibu memutuskan untuk bertahan dengan aku didalam tubuhnya. Anak ini walau orang lain mengatakan tidak pantas untuk dilahirkan, bagiku ia adalah malaikat yang hidup dihatiku, Martin. Kelak ketika ia lahir, berikanlah nama Angel padanya. Karena dokter bilang anak ini berjenis kelamin perempuan.. Kenapa kamu berkata begitu?

Karena aku takut kamu lupa untuk memberikan nama ini. Jadi aku ingatkan.. Tak disangkat ayah, itulah pesan terakhir ibu untuk ayah sebelum ia meninggal. Ayah hanya bisa menangis dan berusaha tegar untuk kedua kalinya ia harus ibu tinggalkan. Dan kini aku mengerti mengapa aku menangis begitu kencang saat aku terlahir ke dunia ini. Karena aku menangis untuk memanggil ibu yang telah pergi untuk mengorbankan jiwanya padaku. Aku menangis karena aku ikut bersedih tidak pernah melihatnya seperti ia tidak pernah bisa melihatku ketika terlahir yah Mengapa Aku Berbeda? (Edisi Novel 2) AKU BERBEDA Aku mungkin tidak akan pernah menyadari kalau aku berbeda dengan orang-orang yang ada disampingku. Semuanya mulai kupahami, saat aku sadari aku ternyata berbeda, aku tidaklah sama dengan anak-anak lain yang kulihat ketika berjalan bersama nenek di halaman rumahku, mereka dapat berbicara dengan mulutnya dan mendengar apa yang sulit kupahami. Aku tidak mengerti apa itu yang disebut dengan pendengaran, alat indra yang satu ini tidak pernah ada dalam hidupku. Aku memiliki telinga dan fisikku tumbuh dengan baik disaat usiaku 5 tahun tapi itu hanya tampak dari luar, sesungguhnya aku tidak pernah bisa mendengar apapun selain suara hatiku sendiri.Ayah yang sesungguhnya mulai menyadari aku cacat, tidak pernah mau mengatakan kalau aku adalah seorang gadis cacat. Ia dan nenek memperlakukanku selayaknya anak gadis yang normal. 2 tahun sebelumnya, setelah mendapatkan informasi dari Dokter Intan tentang pelatih tunarungu. Ayah langsung menghubungin pelatih itu yang adalah seorang ibu yang tampak sudah tua, ia datang setiap hari kerumahku untuk memberikan pelajaran kepada ayah dan nenek bagaimana untuk berkomunikasi padaku. Ayah dengan keras belajar pada ibu baik hati yang kupanggil Bibi Anggun. Yang aku tau, ia memiliki seorang anak yang juga tunarungu, ia memiliki ikatan batin yang sama dengan orang tua yang memiliki kondisi yang sama sehingga baginya menjadi pelatih orang tua tunarungu adalah cara baginya untuk membantu secara sosial. Setiap hari setelah pulang kerja, ayah belajar pada bibi Anggun. Nenek juga ikut serta, sedangkan aku malah asyik bermain boneka tanpa menyadari kelak akupun akan mempelajari bahasa tangan dari ayah. Ayah dengan cepat mengerti sedikit demi sedikit hal-hal yang harus ia ajarkan padaku, ia tidak mengajarkan aku secara keras, tapi ia menggunakan sedikit permainan. Jadi apabila ia ingin mengatakan padaku bahwa ini adalah sebuah kelinci, ia akan menunjukkan dengan tangannya lalu memperagakan padaku. Aku yang saat itu masih kecil mengikuti saja apa yang ayah ajarkan, walau sulit dan terkadang aku malah asyik bersama bonekaku, akhirnya lama-kelamaan aku terbiasa untuk mengerti maksud ayah. Aku mulai mengerti bagaimana caranya untuk meminta minum pada nenek, ingin bermain atau bahkan ke toilet agar tidak buang air kecil di celanaku. 2 tahun adalah masa-masa yang sangat sulit bagi ayah, karena ia

menghabiskan banyak waktunya padaku dengan setulus hati dan tanpa lelah. Setelah umurku cukup, ayah memasukkanku pada sekolah luar biasa dimana aku merasa sangat nyaman dan bertemu dengan orang-orang yang sama denganku. Aku memiliki banyak teman sepermainan yang mengerti apa yang hendak aku katakan lewat bahasa tanganku. Di sekolah ini, aku setiap harinya menghabiskan waktu selama 5 jam dari pagi hingga siang hari sampai nenek menjemputku untuk pulang, sedangkan di pagi hari ayah yang bertugas mengantarkan aku lalu melanjutkan pergi ke kantornya. Aku memiliki banyak guru-guru yang baik hati dan sabar untuk mengajari kami anak-anak tunarungu dengan sepenuh hati. Sahabat-sahabat kecilku saat itu semuanya sangat baik, ada Lina yang umurnya setahun lebih tua dariku atau bahkan Andri yang umurnya sudah 10 tahun tapi masih perlu belajar banyak. Aku selalu ingin bersama teman-temanku, rasanya ketika pulang dari sekolah, duniaku sudah berubah, aku tidak punya teman untuk berbagi cerita selain nenek yang terkadang sibuk dengan pesanan roti tetangga-tetangga yang menyukai rotinya. Pernah suatu ketika, aku mencoba untuk keluar dari rumahku seorang diri ketika nenek sedang asyik membuat roti dan pintu terbuka lebar. Aku selalu mengingat jalan menuju sekolahku dan berpikir untuk sekali-sekali berjalan ke sekitar taman komplek. Disana banyak mainan-mainan yang disediakan untuk anak-anak bermain. Ada sekolam pasir, ayunan dan kincir angin kecil yang sesungguhnya membuatku begitu ingin mencobanya. Saat aku tiba di taman, ada sekumpulan anak yang sedang bermain dan perawat yang menjaga tak jauh dari mereka. Aku mendekat dan langsung mencoba ayunan yang kosong, tanpa aku sadari ada seorang anak laki-laki menunggu giliran padaku, ia terus berteriak dan aku hanya terus mengayun tanpa henti. Karena kesal ia pun menahan tali pengikat ayunan dan aku memperhatikannya. Dia berteriak padaku. Gantian dong, ini kan mainan bersama.. Aku tidak mengerti apa yang ia katakan jadi kuteruskan bermain, ia menangis dan merasa aku terlalu egois sehingga anak-anak lain berkumpul.Semua melihatku seperti aneh dan aku merasa seperti seekor harimau diatas panggung sirkus. Aku berhenti dan memperhatikan mereka. Semua saling bicara dan aku hanya terdiam seperti merasa ada penolakan padaku. inikan anak cacat yang tinggal di samping komplek.. kata seorang anak perempuan yang tinggal tak jauh dariku. O.. jadi dia cacat. Sudah cacat jahat lagi tidak mau gentian main, kasihan Hendra nangis gara-gara anak cacat ini, kita laporin suster yuk.. ujar salah satu anak laki-laki lain dan aku menyadari yang

menangis itu bernama Hendra. Perawat yang mereka sebut suster itu mendekatiku, aku menjadi ketakutan, semua berteriak bahwa aku jahat seolah aku ini maling, walau aku tidak mengerti apa yang mereka katakan tapi tatapan mereka tidak menyukaiku, aku pun berjalan meninggalkan tempat itu sebelum perawat itu datang padaku. Mereka terus berteriak menghinaku dan perawat mereka hanya terdiam. anak cacat- jangan kembali, anak cacat jangan kembali.. teriak mereka berulang-ulang. Aku menoleh ke belakang, saat itu hatiku sedih. Andai saja aku mengerti apa yang mereka katakan? Mungkin aku akan lebih bersedih. Aku pulang dan melihat nenek begitu cemas menungguiku, Ia menarik tanganku masuk ke rumah dan bertanya padaku lewat bahasa tangan. kamu darimana Angel, nenek cemas mencari kamu? Nenek, mengapa aku tidak bisa mengerti apa yang anak-anak lain bicarakan? Kenapa mereka mengusirku dan menunjukkan wajah yang tidak baik padaku? anak-anak mana? anak-anak di taman komplek.. ujarku bersedih. jadi kamu habis darisana? Untuk apa? aku hanya ingin bermain ayunan, tapi mereka tidak suka padaku.. Nenek lalu menarik tanganku dan membawaku ke taman tempat tadi aku bermain, nenek lalu berteriak diantaran anak-anak lain. Siapa yang melarang cucuku bermain di taman ini.? Semua terdiam dan berhenti bermain mendengar suara nenek yang cukup terlihat marah dari wajahnya. Seorang perawat mendekati nenek dan mencoba menjelaskan. Kenapa nek? Siapa yang melarang cucuku untuk bermain disini.. Akhirnya suster itu menjelaskan kepada nenek, anak-anak lain tampak ketakutan dan sebagian pergi meninggalkan taman, aku melihat mereka pergi dan langsung mendekati ayunan. Saat itu aku langsung duduk dan mengayun diriku sendiri. Nenek sepertinya mulai menyadari persoalan dan terlihat lebih

tenang dari sebelumnya setelah perawat itu menjelaskan beberapa hal. Setelah perawat itu pergi, nenek mendekatiku. Ia terlihat begitu murung, perlahan ia membantuku untuk mendorong ayunan. Aku tersenyum padanya dan berkata untuk lebih cepat. Nenek dengan senang hati melakukan apa yang aku inginkan. Aku tertawa kegilangan karena akhirnya bisa menikmati ayunan kencang dan merasakan angin yang menyentuh tubuhku dan membuat rambutku berterbangan. Nenek berhenti mengayun dan melepas kacamatanya, air mata terjatuh dan ia menghapus dengan perlahan. Ayunan berhanti dan aku menoleh ke arah nenek di belakangku. aku melihat nenek menangis, kuhentikan ayunan dan mendekatinya. Kenapa nenek menangis.. tanyaku. tidak apa-apa.. sudah puas mainnya? Sudah, ayah kapan pulang? tanyaku. Nenek menundukkan badannya lalu mengatakan padaku. Angel, lain kali kalau kamu ingin bermain kemanapun, ajaklah nenek.. nenek akan dengan senang hati menemani kamu.. iya.. Aku yang masih kecil tidak akan pernah menyadari mengapa nenek berkata demikian tapi sesungguhnya nenek hanya bersedih di dalam hatinya. Ia sadar, bahwa cucunya yang tunarungu, memiliki dunia yang berbeda dengan anak-anak lain yang melihatku dengan aneh. Ia cemas melihat masa depanku di dunia ini, ia cemas untuk membayangkan bagaimana aku nanti hidup di dalam kehidupan bermasyarakat. Usiannya yang sudah sepuh, memiliki sedikit waktu untuk menjagaku. Saat aku tiba dirumah, ia mengatakan padaku. Angel, belajarlah dengan benar di sekolah. Karena dengan itulah kamu nantinya akan bisa mengerti bagaimana bicara dan berkomunikasi dengan orang lain.. memangnya kenapa, nek? Karena itulah cara kamu untuk belajar tentang bermain, memiliki teman dan meminta pertolongan pada orang lain? Aku kan sudah punya teman di sekolah, mereka mengerti apa yang aku katakan dan semua tampak normal.?

Nenek mungkin tidak ingin melanjutkan pembicaraan lebih dalam dan ia hanya memintaku untuk belajar lebih giat. Di hatinya, ia ingin berkata bahwa aku berbeda dengan orang lain yang normal. Satu-satunya cara aku dapat hidup bermasyarakat adalah dengan belajar untuk mengerti bagaimana aku dapat hidup di dunia ini dengan keadaanku yang tidak sempurna. Tapi ia mengurungkan niat itu karena sadar, aku masih terlalu kecil untuk mengerti arti kehidupan keras ini. Nenekku yang baik hati, ia adalah malaikat yang selalu siap melindunginku walau harus menyadari usianya telah senja. *** Di sekolahku, aku mulai mempelajari bagaimana berhitung, membaca dan memperhatikan mimik mulut untuk manangkap maksud apa yang hendak dibicarakan. Aku berpikir itulah kehidupan normal yang aku jalanin dan merasa bahwa seisi kelasku juga sama dengan kondisiku, jadi aku menikmati semuanya dengan waktu.Saat mengambil rapot kelas setiap semester, aku selalu mendapatkan rangking satu dan itu membuat ayah cukup senang. Saat pengambilan rapot walikelasku berkata kepada ayah. Angel terlalu pandai untuk sekolah di tempat seperti ini, apakah bapak berpikir untuk menyekolahkannya di sekolah yang umum dan normal? Tapi dia masih terlalu kecil dan saya tidak yakin. Kami para guru sepakat untuk mengatakan bahwa kemampuan pendidikan Angel setara dengan anak kelas 6 SD di sekolah normal. Ia pandai berhitung, menulis dan menangkap apa yang kami bicarakan lewat mulut dan tampak seperti anak normal lainnya. Mungkin kesulitannya hanya tidak dapat bicara tapi semua itu bukanlah masalah. Lalu apa saran ibu, Semua pelajaran telah ia serap dengan baik, walau usianya saat ini baru 8 tahun tapi ia sudah belajar untuk anak kelas 13 tahun seusianya, mungkin lebih baik ia di sekolahkan di tempat yang normal. Saya yakin Angel bahkan bisa lebih pintar dari anak-anak normal lainnya. Akan kami pikirkan, karena sulit untuk membayangkan Angel sekolah umum, saya takut ia tidak siap dan tidak bisa diterima.. Bapak tidak perlu persemis begitu, sekarang kami guru-guru akan fokus untuk mengajarkan Angel untuk bahasa mulut sehingga ia dapat dengan cepat sekolah di tempat normal. Yang terpenting sekarang kita menyiapkan dia untuk ke depannya. Banyak kok anak-anak seperti Angel yang akhirnya

memutuskan untuk sekolah di tempat umum dan selama ini tidak ada masalah? Ayah hanya terdiam kemudian kami pulang ke rumah. Ketika makan malam, ayah dan nenek berdiskusi dan sepertinya nenek sedikit tidak setuju dengan pendapat ayah. Ia lebih berharap aku sekolah di tempat yang lama karena ia tidak ingin aku terluka oleh anak-anak normal lain seperti ia melihatku ketika di taman dulu. Ketika malam saatnya tidur, ayah mengantarkan aku hingga ke ranjang, lalu mengajakku untuk bicara sebelum tidur. Angel, apakah kamu merasa diri kamu berbeda dengan anak-anak lain? Tanya ayah tampak serius. TIdak jawabku. Angel, apakah kamu tau, bahwa kamu adalah seorang tunarungu? Tunarungu, bukannya semua teman-temanku juga tunarungu. Tidak semua anak-anak yang kamu tau itu adalah tunarungu, kamu berbeda Angel, kamu tidak dapat mendengar dan kamu hanya sedikit dari anak-anak lain yang bisa mendengar. Bisa kamu pahami? Aku terdiam dan seperti tampak tidak mengerti. Baiklah, kalau begitu kamu tidur sana.. kata ayah menyerah dan hendak pergi. Aku meraih tangannya sambil berkata. Ayah, yang aku tau tentang diriku, aku hanya ingin bersamamu. Itu saja cukup. Aku tau, aku tidak mendengar dan tidak mengerti apa itu mendengar, tapi aku merasa cukup dengan keadaanku saat ini. Aku bahagia memiliki teman-teman yang bisa bermain bersamaku. Tidak sulit buat aku bicara dengan mereka.. tapi kelak kamu harus mencoba untuk hidup dengan lingkungan berbeda. Karena kamu akan terus tumbuh menjadi besar.. Hm.. teman-temanku juga akan tumbuh dewasa dan sama dengan kondisiku. Kamu memangnya tidak ingin punya teman yang bisa mendengar..? Aku terdiam dan belum pernah terpikir olehku memiliki teman yang bisa mendengar, aku malah berpikir bisa mendengar adalah sesuatu yang aneh. Aku tidak pernah berpikir tentang itu..

baiklah, lupakan pertanyaan ayah hari ini, lekas tidur dan besok kamu kan harus sekolah. Ayah tidak ingin kamu terlambat bangun. Ok! ok.. kataku. Selamat malam ayah.. ucapku dan ayah tersenyum. Sejak malam itu, aku mulai berpikir tentang sebuah pertanyaan dari ayah. Apakah aku bisa memiliki teman lain selain teman-temankuyang tunarungu, apa rasanya memiliki teman yang bisa mendengar?. Bagiku melihat orang lain bicara adalah sesuatu yang aneh, duniaku hanya ada satu cara untuk berkomunikasi yaitu lewat bahasa tangan. Ayah sungguh membuatku bingung dan berpikir tanpa henti dengan pertanyaan-pertanyannya. *** Nenek meninggalkan kami Saat aku berulang tahun ke 9. Ayah memberikan sebuah televisi untuk rumah kami. Selama ini ayah tidak pernah mengunakan televisi karena ia bukanlah orang yang menyukai tontonan. Tapi ia memberikan sebagai hadiah ulangtahunku sekaligus membuatku terbiasa untuk membaca dan melihat mimik pembicaraan di layar televisi. Aku menyukai hadiah baruku itu, setiap pulang sekolah aku selalu menonton film kartun dan terkadang bersama nenek melihat sinetron yang selalu ada di jam-jam santai. Tapi ada yang aneh ketika aku terlalu asyik melihat televisi, saat itu aku sedang duduk dilantai menonton televisi dan nenek duduk diatas sofa. Ia menutup matanya, saat itu aku merasa haus dan ingin meminta nenek mengambilkan aku segelas air dingin. Aku memanggil nenek seperti biasanya dengan menyentuh tangannya, tapi ia hanya terdiam. Aku jadi bingung, kudorong perlahan tubuhnya dan ia terjatuh dari posisi duduknya. Aku menjadi panik, nenek tidak seperti biasanya terlihat lemah seperti ini. Ia tidak merespon panggilanku, perasaan hatiku tidak enak. Perlahan nenek seperti terbangun dari tidurnya, ia tampak merintih dan wajahnya seperti menahan sakit. Ia seperti memintaku untuk meminta tolong dengan mencoba menggerakan tangannya memintaku untuk memanggil orang lain, saat itu aku sadar ada yang tidak beres dengan nenek. Ayah tidak ada dirumah dan ia akan pada sore nanti, itu akan sangat masih lama, aku berlari ke depan rumahku dan kebingungan untuk meminta tolong tetanggaku. Aku menangis dan tidak ada seorang pun di depan komplek, tentangga yang tinggal disebelahku tampak kosong dengan pintu rumah terkunci, akhirnya aku berlari ke jalanan yang lebih luas dan menghentikan seorang ibu yang sedang berjalan. Aku menarik tangannya, ia terkejut melihatku menangis, ia tidak paham apa yang hendak kukatakan bahwa aku membutuhkan pertolongannya. Karena aku terus menangis ia ikut panik.

Ada apa nak, kenapa menangis dan bertingkah aneh seperti ini? Tanya ibu itu dan aku hanya terus menangis menarik tangannya. Kenapa menarik tangan tante, ada apa. Tante sedang sibuk.. Banyak orang yang mendekat karena mendengar tangisk. ada apa bu, kenapa? Tanya seorang bapak. Anak ini menangis dan saya tidak tau apa maunya, ia menarik tangan saya.. Sepertinya mereka tidak ada yang mengerti maksudku, akhirnya aku menarik bapak itu dan yang lain mengikuti hingga mendekati rumahku, mereka terus bertanya-tanya ada apa denganku yang terus menangis hingga akhirnya sampailah mereka melihat nenekku yang sedang menahan sakit. Akhirnay mereka paham bahwa aku meminta tolong mereka untuk membantu nenekku. Ibu yang tadi bingung langsung memanggil ambulan dan beberapa yang lain mencoba membantu nenekku. Sesaat kemudian ambulan tiba, tetangga lain mencoba menghubungi ayahku. Mereka membawaku serta dalam mobil hingga ke rumah sakit, sepanjang perjalanan aku melihat perawat itu mencoba memberikan nafas buatan kepada nenek, nenek memandangku dan tampak tidak ingin jauh dariku, aku meraih tangannya sambil menangis. Saat itu aku takut kehilangan, perasaan dalam hatiku mengatakan nenek akan meninggalkanku. Aku terus menangis terisak-isak hingga tiba di rumah sakit, nenek langsung dimasukkan ke dalam ruang unit gawat darurat. Beberapa dari mereka menemaniku dan hanya mencoba menggunakan cara apapun untuk menenangkanku tapi kesulitan. Seorang pria yang lebih tenang kemudian mencoba mengajakku bicara. aku tau, kamu tidak bisa menyampaikan apa yang ingin kamu katakan, tapi percayalah nenekmu saat ini sedang berada dalam perawatan dokter, semua akan baik baik saja. Ujar bapak itu dan aku akhirnya sedikit tenang. Tetanggaku juga mendekat, ia mengatakan bahwa ayah akan datang dalam beberapa saat. Aku menunduk menangis disamping sambil menunggu saat-saat ayah datang. Aku ketakutan seorang diri karena merasa tidak ada yang mengerti aku. Ayahku datang beberapa saat kemudian dan aku langsung memeluknya, ia menggendongku dan membelai rambutku. Aku menangis dipelukannya. Sambil mencoba menenangkanku ia mendengarkan penjelasan dari beberapa tetanggaku yang mengetahui apa yang telah terjadi. Dua jam berlalu dan aku mulai tenang.Ayah terus menggendongku dan aku merasa manja. ayah, apakah nenek akan baik-baik saja..

tentu saja, nenek orang yang kuat, ia akan baik-baik saja.. aku takut.. kita percayakan semua kepada Tuhan, berdoalah.. Orang-orang yang tadinya datang bersamaku satu persatu mulai pulang dan meninggalkan kami berdua. Dokter keluar dari ruang unit gawat darurat. Ayah mendekatinya sambil membawa tubuhku yang berat dipelukannya. Aku menoleh dan mencoba memahami bahasa mulut dari dokter itu. Ibu anda terjankit serangan jantung, kondisinya sudah tidak bisa diselamatkan lagi.. maafkan kami.. Ibu saya. Sudah.. anda boleh masuk untuk melihat.. Aku bisa memahami sedikit kalimat keterputusaan dari dokter itu dan terlihat dari wajahnya. Aku dan ayah langsung menuju ruangan dan melihat nenek dalam keadaan sangat menyedihkan, ia bernafas dengan bantuan oksigen tambahan. Ayah mencoba memanggilnya dan nenek membuka mata, aku turun dari gendongan ayah dan ikut memegang erat tangan nenek. Ia membelaiku dan saat itu ia berpesan kepada ayah dengan perlahan. Maafkan ibu, jagalah Angel.. kata nenek menangis. Ayah tertunduk air matanya terjatuh tepat di samping tanganku. ibu.. aku tidak sanggup hidup tanpamu, kumohon bertahanlah.. Jangan menangis Martin, ibu akan bertemu dengan ayah kamu. Jadilah ayah yang baik untuk anakmu. ibu..: ayah menangis.. Kesedihan ayah tanpa kusadari membuatku ikut menangis. Nenek mengangkat tangannya dan membelai kepalaku. Ia tersenyum padaku, aku memanggil nenek dengan tanganku, Nenek.. jangan pergi.. ayo cepat sembuh. Ia mengangkat tangannya mendekati bagian dadaku dan menyentuhnya, ia bermaksud mengatakan padaku bahwa ia selalu ada di hatiku. Saat itu matanya terpejam. Itulah terakhir kali aku melihatnya

dalam hidupku. Nenek pergi untuk selamannya, ayah menangis dan dokter pun sesungguhnya telah menyadari keadaan itu sehingga pertolongan apapun tidak akan menyelamatkan nenek. Kami kehilangan satu bagian keluarga kami yang bahagia. Tidak ada hal lain yang membuat kami bisa bahagia selain nenek ada disamping hidup kami. Nenek meninggal dengan penuh harapan padaku, aku tau, ia adalah ibu kedua dalam hidupku selama ini. Begitu berat bagi kami untuk melepas abu sisa-sisa kehidupan nenek di laut jawa. Aku menangis dan ayah memintaku untuk menaburkan abu itu ke laut. nenek tetaplah hidup di hatiku.. ucapku dalam hati. Aku sadar, jalan yang harus aku lalui bersama ayah masih panjang. Terlalu banyak kenangan yang tak terlupakan selama ini bersama nenek. 9 tahun lamanya ia hidup diantara kami. Beberapa minggu setelah meninggalnya nenek, ayah memutuskan untuk mengambil keputusan pindah ke kota Jakarta. Ia menjual rumah dan mengajakku untuk hidup dalam keadaan yang baru, kehidupan dimana ia pernah ada disana dan tumbuh besar di rumah mereka.Aku tidak mengerti bahwa itulah saat-saat terakhirku di kota Semarang. Saat-saat terakhirku untuk meninggalkan sahabat-sahabat sekolahku, guru-guru yang mengasihiku.Aku sempat menolak untuk naik mobil yang akan membawa kami, ketika menyadari bahwa kami akan pindah untuk selamanya. Ayah memperhatikan sikapku dengan sedikit marah. ayo naik Angel.. Ayah, aku tidak ingin meninggalkan rumah ini, rumah ini adalah hidupku.. Hidupmu baru akan dimulai anakku.. di tempat yang baru dimana kamu akan benar-benar mengerti arti kehidupan.. Aku menangis dan memandang untuk terakhir kalinya rumah kenangan masa kecilku, menuju perjalanan panjang tanpa lelah ke sebuah kota yang penuh harapan. Jakarta. Ayah Mengapa Aku Berbeda? (Edisi Novel 3) Setelah menempuh 13 jam perjalanan dari Semarang menuju Jakarta, akhirnya sore itu mobil yang mengantar semua perabotan kami tiba di rumah baru. Sesungguhnya rumah ini bukan rumah baru, tapi rumah peninggalan masa kecil ayah dan nenek. Karena harus merawatku di Semarang, Nenek terpaksa menitipkan rumah ini kepada pegawainya dengan biaya perawatan. Rumah yang juga terdapat sebuah toko roti ini tetap rapi dan terjaga oleh pegawai nenek. Ketika kami datang, mereka menyambut kami dan aku sedikit gugup memperhatikan rumah baru dan asing ini.

Ayah mengantarkanku hingga ke lantai 2 dimana tempat itu adalah kamarnya ketika kecil, aku meletakan boneka kesayanganku di atas ranjang dan memandang sekeliling kamar yang bercat putih dan rapi. Ini kamar ayah dulu waktu kecil, sekarang jadi kamar kamu.. bagaimana? Suka? Aku terdiam dan memandang jendela yang menghadap jalan raya, terdapat sebuah meja belajar yang menghalangiku untuk melihat sehingga terpaksa aku menaikan sedikit tubuhku. Ayah menyentuh pundakku dan aku meliriknya. Angel, kamu masih tidak bisa menerima kepindahan ini.? Aku hanya sedih harus kehilangan teman-teman dan guru-guru di Semarang.. Tapi disini kamu akan mendapatkan teman baru juga kan? Aku tidak yakin.. Ayah hanya menghela nafas, masih banyak perkerjaan yang harus ia lakukan dibawah, rumah ini nantinya hanya akan kami tinggali berdua, kamar ayah ada di lantai bawah yang juga menjadi ruangan kamar nenek dulu. Aku tidak tau apa rencana ayah dengan tempat dan suasana baru ini, yang pasti aku merasa tidak nyaman. Karena masih merasa lelah, akhirnya aku merebahkan tubuhku di atas ranjang kasur empuk milik ayah dan tanpa sadar sudah tertidur lelap beberapa saat kemudian. Saat aku terbangun, cahaya matahari telah lenyap dari kamarku, jendela kamarku terlihat gelap. Aku berjalan menuruni tangga dan menuju dapur, terlihat ayah sedang sibuk membuat sesuatu di atas meja. Sambil menghentak-hentakan tangannya, butiran putih sagu bertebangan hingga mengenai wajahnya sehingga terlihat agar brebotan. Ayah melihatku. Sudah bangun ya.. kamu lapar? Sedikit, ayah sedang apa? tanyaku. ayah sedang mencoba membuat roti, tadi tanpa sengaja ayah menemukan buku resep nenek di kamar saat hendak merapikan pakaian.. Memangnya dulu nenek pandai membuat roti ya, tapi dia tidak pernah cerita padaku. Bukan hanya nenek, ayah pun sejak kecil sudah pandai membuat roti. Hanya karena terlalu sibuk, akhirnya ayah tidak pernah lagi menyentuhnya..

Ayah tampak selesai membuat adonan dari campuran terigu yang dicampuri sagu lalu memotongnya dengan lembut hingga membentuk kotak kecil. Ia menamburkan lagi sedikit sagu sebelum memasukkannya ke dalam oven.Aku memperhatikannya dengan takjub hingga melupakan rasa kesalku karena harus tinggal di rumah baru ini. Sebentar lagi kue ini akan jadi.. kalau kamu masih bisa tahan lapar kamu, kamu boleh mencobanya, tapi kalau sudah tidak tahan.. kita bisa pergi makan di luar bagaimana? aku masih bisa tahan. Tenang saja ayah.. kalau begitu ayah ingin mandi dulu, kamu tunggu saja di ruang tamu. Disana ada televisi. Di Jakarta lebih banyak tayangan anak-anak yang kamu suka, coba saja sana.. Aku jadi heran, apa bedanya tayangan di Semarang dan di Jakarta. Karena ayah harus mandi, kuturuti sarannya. Di ruang tamu, aku melihat banyak sekali foto-foto nenek dan sosok kakek yang asing bagiku. Itu membuatku merasa rindu dengan nenek yang selalu menemaniku untuk nonton tv di waktu-waktu santai seperti saat ini. Televisi di ruang tamu dibawa dari Semarang sehingga aku hanya cukup menekan tombol channel kesukaanku. Beberapa saat kemudian aku baru menyadari, ternyata ayah benar, di Jakarta ada lebih dua kali lipat jumlah tayangan kebanding di Semarang. Aku terlalu asyik dengan tayangan kartun dan tak menyadari ayah telah duduk disampingku dengan sebuah roti diatas piring.Aku melirik roti kotak berwarna putih lembut. Ayah menyarankan aku untuk mencobanya. Ini isi coklat, cobalah.. tawar ayah. Aku mencobanya dan memang terasa sangat lembut dan manis di mulutku. Bagaimana? Enak? Lezat sekali, ayah memang pandai ya? Apalagi nenek pasti akan lebih lezat membuatnya.. Tentu saja nenek kamu sangat pandai, karena dari toko roti yang ada di depan inilah ayah dapat bertahan hidup hingga sampai saat ini.. Lalu kenapa ayah tidak mencoba untuk membuat roti dan melakukan hal yang sama dengan nenek.. Ayah terdiam. Ia melihatku sambil menghela nafas. Aku menunggu jawabannya.

Mungkin akan ayah pikirkan, tapi yang terpenting saat ini, ayah besok harus mencarikan sekolah untuk kamu dan mengajari kamu bagaimana kamu tinggal dilingkungan ini sehingga tidak tersesat.. Oo, begitu.. Bisakah kamu sekali ini saja mendengarkan ayah untuk bisa menerima tempat baru ini, kamu harus tau Angel, ayah melakukan semua ini untuk masa depan kamu. Untuk kehidupan baru kita dan mempersiapkan diri kamu ke dunia yang benar-benar kelak akan kamu jalanin.. ujar ayah dengan wajah memohon padaku. Baiklah,, aku menyerah, aku akan mendengarkan semua saran ayah. Aku akan mencoba untuk beradaptasi dan tinggal di tempat baru ini dengan sebaik mungkin.. Itu baru anak ayah.. Kami pun menghabiskan malam itu dengan beberapa potong roti hingga tak sadar perut kami sangat kenyang dan untuk malam ini, aku tidur bersama ayah di kamar nenek. Terima kasih ayah untuk pengorbananmu padaku.Aku sunggu menyesal telah membuat suasana rumah baru kami terasa sangat tidak nyaman karena sikapku. Padahal kalau dipikir-pikir, ayah memang benar, semua ini ia lakukan untuk masa depanku. *** Keesokan harinya. Aku dan ayah berangkat pergi untuk mencari sekolah baruku, ayah mencari sekolah yang tak jauh dari rumah sehingga tidak menyulitkan aku untuk pergi dan pulang. Ayah ingin aku mandiri sehingga kami harus berjalan kaki hingga kakiku terasa lelah. Sekolah pertama yang kami kunjungin cukup besar dan aku rasa terlalu besar kebanding sekolahku dulu di semarang yang memang khusus untuk anak-anak cacat sehingga tidak banyak kelas. Aku terkesima dengan besarnya gedung sekolah berlantai tiga itu. Setiap aku berjalan terlihat beberapa anak-anak yang sedang belajar di kelasnya. Ayah dan aku langsung menghadap kepala sekolah. Ia seorang ibu paruh baya. Ayah menyerahkan sebuah map yang berisi data-data pendidikanku di sekolah dulu, ketika melihat lembaran setiap kertas nilaiku, ibu itu melihatku. Anak anda..? Iya anak saya tunarungu, tapi dia memiliki nilai-nilai yang baik.. Apa dia bisa memahami apa yang kita bicarakan..

tentu saja, ibu bisa bicara dengannya, walau ia sulit untuk membalas, ia bisa mengunakan bahasa tangannya.. Ibu kepala sekolah melihatku, wajahnya yang sudah berkerut dengan kacamata tampak memperhatikanku yang terlihat gugup. Siapa namamu.? Aku terdiam. Hanya membalas dengan bahasa tangan. kamu memahami apa yang ibu bicarakan? Aku menangguk dan menjawab ya. Setelah menilaiku, ia langsung bicara dengan ayah. Ayah tampak berharap aku bisa diterima di sekolah ini. Ibu itu lalu menyerahkan map ayah kembali, dan ayah tampak terkejut. mohon maaf, pak. Bukan maksud kami tidak ingin menerima anak bapak, tapi rasanya akan sangat sulit bagi anak bapak untuk berkomunikasi dengan guru-guru pembimbing, ini akan menjadi pembicaraan sepihak.. mungkin bapak bisa mencoba di sekolah lain.. Tapi anak saya hanya tidak bisa mendengar, dia bisa memahami. Bisakah ibu membantunya untuk diterima di sekolah ini. Maaf pak, tapi sekolah kami memiliki aturan untuk tidak menerima anak-anak.. seperti.. ibu itu terdiam anak cacat seperti anak saya,. Maksud ibu.. Ibu itu terdiam dan ayah tampak kecewa, aku sedikit memahami apa yang mereka bicarakan. Ibu, anak saya memang cacat, tapi anak saya memiliki kemampuan yang sesungguhnya tidak berbeda dengan anak-anak lain. Bila ini adalah keputusan sekolah ibu, saya akan menerima.. terima kasih.. Ayah berdiri dan menarik tanganku hingga ke luar ruangan. Aku bingung dan hanya mengikuti apa yang ayah lakukan, sampai di depan pintu gerbang sekolah. Aku terhenti dan ayah memperhatikan aku yang sedang melihat calon sekolah baruku. ayah, kenapa kita pulang, katanya aku akan sekolah disini, aku suka sekolah ini, besar dan bagus..

Ayah menunduk lalu berlutut mengikuti tinggi badanku. Angel, kamu tidak akan sekolah disini.. kamu akan sekolah di tempat lain, sekolah ini sekolah ini kenapa? tanyaku dan ayah berat untuk mengatakannya. sekolah ini tidak lagi menerima anak baru, karena sudah terlalu banyak, kita coba sekolah lain, tapi sebelum itu kita pulang dulu ya.. aku gak mau, aku mau sekolah disini.. sekolah sini bagus.. ayo pulang, ayah harus pulang karena ingin melakukan sesuatu.. Aku menangis, rasanya ayah memaksa aku untuk tidak mempercayainya. Tidak mungkin begitu besar sekolah ini tidak dapat menerimaku yang hanya seorang diri. Ayah terus menarik paksa tanganku dan aku tetap bertahan sambil memegang pintu gerbang sekolah. Dan ibu kepala sekolah tidak sengaja melewati kami, ia sepertinya mengerti kalau aku tidak ingin pergi dari sekolah ini. Ia berjalan perlahan dan mendengar ayah terus memaksaku untuk pulang. Hatinya tertegun melihat keinginanku bersekolah disini, ia pun luluh dan mendekati kami. bapak.. teriak ibu itu. Ayah dan aku melihatnya . bisa saya pinjam kembali map anak bapak.. Ayah langsung menyerahkannya. besok bapak bisa membawa anak bapak kembali ke sekolah sini dan menyelesaikan beberapa biaya adminitrasi.. Maksud ibu.? Ayah terkejut. Ibu itu lalu membelai kepalaku dan berkata dengan wajah tersenyum. saya rasa larangan sekolah ini menolak anak cacat telah saya hapuskan setelah melihat begitu kuatnya niat angel untuk sekolah disini.. Ayah begitu bergembira sambil mengucapkan terima kasih, ia menyuruhku untuk mencium tangan ibu kepala sekolah. Ayah berkata padaku bahwa aku bisa sekolah disini, aku gembira dan memeluk ayah, setelah itu kami berpamitan untuk pulang. Ayah benar-benar gembira karena aku diterima di sekolah ini,

ia mulai berpikir cara yang terbaik untuk membuatku bisa berkomunikasi dengan guru ataupun temanteman baruku kelak. Tiba-tiba terpikir olehnya untuk memberikan aku sebuah buku kecil yang ujungnya dapat aku sobek kapan saja. Di kedua ujung buku itu terdapat sebuah tali yang tersambung dengan pulpen kecil lalu bisa aku gantung di leherku seperti sebuah kalung. untuk apa ini ayah? begini caranya.. Aku harus mendengarkan baik-baik apa yang orang lain sampaikan padaku dan untuk menjawabnya aku cukup menuliskannya. Terlihat sangat rumit tapi ayah mengatakan padaku bahwa dengan inilah aku bisa menjadi orang yang tidak akan kesulitan untuk meminta tolong ataupun bicara dengan orang lain. Aku mendengarkan apa yang ayah katakan dan menanam dalam-dalam semuanya sehingga tanpa sadar ketika ayah bertanya padaku, aku malah menuliskan apa yang ingin aku katakan lewat tulisan. Ayah hanya tersenyum lalu menyuruhku untuk tidur. Sebelum tidur aku sudah tak sabar membayangkan bagaimana nanti aku bisa bersekolah di tempat baruku itu. Sementara untuk mempersiapkan sekolahku, ayah membeli beberapa sepatu, seragam sekolah dan buku-buku pelajaran baru. Menurut ayah, nantinya aku akan duduk di kelas 5 sekolah dasar. Usiaku sudah 9 tahun memang itulah tingkatan yang layak untuk sesusiaku. Ayah juga menyuramkan sendiri tulisan namaku di seragam sekolahku yang bertulisan nama ANGEL. Sebuah nama yang dibaca oleh siapa saja ketika melihatku. *** Dengan sedikit gugup, aku berjalan dari rumah hingga menuju sekolahku. Rasanya aku dan ayah membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk tiba di sekolah baruku. Ayah mengingatkan aku untuk selalu menghafal dalam-dalam jalan menuju sekolahku agar aku nantinya bisa berangkat sekolah sendiri tanpa perlu diantarnya. Aku tiba di sekolah dan terlihat banyak anak-anak yang bersama orang tuanya saling bergandengan tangan memasuki sekolah. Pemandangan seperti ini tidak pernah kulihat di sekolah lamaku. Sekolah ini memiliki tiga gedung bertingkat dan hanya untuk anak-anak sekolah dasar sehingga ketika lulus mereka harus langsung pindah sekolah baru untuk tingkatan lebih tinggi. Aku dan ayah berjalan ke ruangan kepala sekolah yang ada di lantai dasar, disana berdiri seorang guru perempuan muda yang mengenakan dirinya sebagai wali kelasku. Ia bernama ibu Dwi. Ia menyapaku dengan hangat, setelah itu kami berdua meninggalkan ayah dan ibu kepala sekolah yang akan membicarakan beberapa hal yang harus ayah pahami tentang peraturan sekolah.

Ibu dwi mengajakku menuju kelasku di lantai dua. aku begitu gugup, rasanya aku tidak perlu bilang kepada ibu Dwi kalau aku seorang tunarungu karena ia sudah mendapatkan infomarsi itu dari ibu kepala sekolah. Ibu guru memasuki kelas lalu anak-anak berdiri memberikan salam. Aku berjalan perlahan mengikutinya hingga kami berdua berdiri di depan kelas. Aku memandang semua teman-teman baruku, sepertinya jumlah mereka lebih dari 30 orang yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan. Anak-anak sekalian, ini teman baru kalian di kelas ini. Namanya Angel. Ia seorang tunarungu, tunarungu itu artinya ia tidak dapat mendengar seperti kalian. Tapi jangan khawatir karena Angel bisa memahami apa yang kalian bicarakan. Ayo beli salam.. Mereka semua saling berpandangan ketika tau aku ini seorang tunarungu dan mungkin sebagian dari mereka baru pertama kali mendengar kalimat itu di telinga mereka. Selamat datang Angel.. teriak anak-anak dan aku tersenyum. Angel kamu duduk dengan Hendra ya.. yang ada dibaris depan kanan.. Aku memperhatikan teman sebangku baruku, ia berkacamata dan sedikit gemuk. Aku duduk disampingnya sambil melemparkan senyum, ia terlihat gugup dan membenarkan kacamatanya yang seperti terlalu rendah. Semua orang melihatku dan ibu Dwi langsung memulai pelajaran bahasa Indonesia yang adalah salah satu mata pelajaran yang ia ajarkan nanti. Aku mencoba menikmati suasana kelas yang baru. Aku akan memiliki 30 teman-teman baru yang telah kuhitung dengan teliti. Dari tampak kejauhan sebelah kiriku seorang perempuan tampak melihatku dengan aneh. Ia duduk bersama seorang temannya, ia melototku ketika aku menatapnya. Matanya menunjukkan seperti tidak bersahabat padaku. Aku tidak pernah tau namanya dan mencoba melupakan sejenak apa yang kurasakan. Tetangga baruku juga anak yang pendiam sehingga aku tidak mau menganggunya bicara, aku mencatat apa yang guru tulis di papan tulis dan semua perintanya aku lakukan. Beberapa saat kemudian anak-anak seperti berberes-beres buku mereka, ternyata pelajaran ibu dwi telah selesai. Ibu dwi mendekatiku. Angel, sekarang saatnya istirahatpergilah bersama teman-teman baru kamu untuk ke ruangan sarapan. Kamu sudah membawa bekal kan? Aku jadi ingat ayah membuatkan bekal pagi-pagi padaku dan memang itu adalah syarat sekolah ini disetiap harinya. Aku tidak tau bahwa ini jam istirahat makan pagi karena tidak bisa mendengar suara bel yang sebenarnya cukup kencang andai aku seorang gadis normal untuk mendengarnya. ayah sudah membuatkannya. Tulisku di kertas dan memberikannya kepada ibu.

Baiklah selamat menikmati makan pagimu. ibu, ayahku mana? tulisku ulang. ayah kamu sudah pulang, dia pasti akan menjemputmu nanti ketika kamu setelah jam sekolah selesai, sekarang kamu pergilah ke ruangan makan pagi bersama Hendra.. Hendra sepertinya sudah tak sabar untuk menikmati makan paginya, aku mengikutinya dari belakang. Aku berharap ada yang mau menemaniku di kelas ini tapi mereka semua terlalu sibuk dengan kelompok masing-masing.Ruangan makan terdapat di lantai tiga dan disana terdapat susu pagi gratis dan beberapa lembat roti selai kacang yang diberikan sebagai makanan tambahan untuk anak-anak di sekolah ini. aku dan hendra mengantri di belakang barisan untuk mengambil susu dan roti selai kacang. Setelah mendapatkan giliran, aku mengikuti hendra yang tidak sama sekali keberatan untuk memenamiku. Ia tersenyum padaku sambil melahap rotinya, lalu aku menuliskan kertas kepada Hendra. Hendra, maaf merepotkan. Dimana letak toilet.. Hendra lalu berkata. Kamu coba keluar dari ruangan ini lalu belok kiri nanti akan terlihat tulisan toilet.. ujarnya. Aku tersenyum dan meninggalkan bekal dari rumah, susu dan roti itu dimeja bersama Hendra. Aku mencoba mencari toilet dan merasa lega setelah menemukannya, sejak tadi aku tidak lagi bisa menahan untuk membuang air kecil. Ketika selesai aku kembali ke ruangan sarapan dan ketika aku melihat Hendra, aku terkejut karena melihat semua sarapan dan bekalku tampak berantakan. Hendra melihatku dan sepertinya ia tampak ketakutan. Mengapa sarapanku jadi begini? tulisku kepada Hendra. Ketika aku hendak menyerahkannya kertas itu ditarik oleh seorang perempuan yang muncul secara tibatiba, ia membaca kertas itu bersama dua orang temannya. Begini caranya dia berkomunikasi dengan orang normal.. kata dia. Ia melihatku dengan tatapan tajam. Aku tidak sengaja menjatuhkan bekal pagimu. Maafkan ketidaksengajaaku. katanya. Aku terdiam dan memberikan senyuman.

kamu tidak ingin menuliskan apa yang ingin kamu katakana padaku? ujar perempuan itu. Aku menurutinya dan menuliskan maksudku. Tidak apa-apa, baiklah kalau tidak membuatku marah, perkenalkan namaku Agnes. Aku adalah teman sekelasmu. Semoga kamu menikmati sekolah barumu ini.. wahai anak tunarungu.. Kalimat terakhirnya membuatku merasa sangat sedih. Aku mencoba untuk melempar senyum dan ia pun pergi meninggalkan aku dengan tertawa bersama teman-temannya. Hendra melihatku. Ia tidak keberatan untuk memberikan aku sepotong sisa roti miliknya. Maafkan aku Angel, aku tidak menjaga makanan kamu dengan baik, makanlah bagianku.. Tidak perlu, aku bisa ambil lagi.. tulisku Tapi sudah habis.. kata Hendra dan menyakinkan aku untuk melihat ke arah antrian tadi yang memang telah kosong tanpa tumpukan roti dan susu. Iya ya. Tapi aku tidak lapar, kamu makan saja.. Ayolah makan.. paksa Hendra Aku pun menurutinya, rasanya aku mendapatkan sahabat yang sangat baik hari ini. hendra tidak mungkin menceritakan kebenaran sesungguhnya kalau agnes datang kepada meja kami yang memang sejak awal telah memperhatikan kami. Ia mendatangi hendra dan mengancamnya untuk diam sembari mengacak-ngacak makanan di meja yang adalah miliku. Dengan tertawa ia meninggalkan Hendra dan selanjutnya terjadilah pertemuan aku dengan Agnes. Setelah makan bersama, kami kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran matematika. Aku menyukai pelajaran matematika dan sejak kecil memang menyukai hitung menghitung. Guru yang mengajarkan kami seorang pria bernama pak Agus. Aku tidak perlu lagi menceritakan kepadanya tentang kondisiku karena rasanya seluruh guru disini sudah paham dengan kondisiku, itu ia tunjukkan ketika langsung menemuiku untuk mengenalakn dirinya secara khusus padaku. Ia bahkan sempat bertanya padaku ketika kelas usai. Apakah kamu kesulitan mengikuti pelajaran bapak? Tidak pak, terima kasih tulisku padanya.

Kelas telah berakhir dan semua murid di kelas berlarian keluar untuk mencari orang tua masing-masing yanag akan menjemput anak-anaknya, aku pun melakukan yang sama, mencari ayahku. Ketika melihat ayahku sudah berdiri di depan gerbang,aku langsung mendekatinya, ia membelai kepalaku dan bertanya padaku. Bagaimana kelas hari ini angel baik ayah. Kami pun pulang meninggalkan gedung sekolah, aku sempat berpas-pasan dengan ibu Hendra yang ternyata sangat mirpi dengan Hendra. Sedikit gemuk dan berkacamata pula. ayahku sempat berbicara dengan ibunya. Hari ini adalah hari terindah dalam hidupku. Hendra adalah sahabatku yang normal dan ia menjadi harapan bagiku bahwa kelak mungkin aku akan memiliki teman-teman yang normal lain yang bisa menerima kondisiku Sebagai gadis tunarungu..