Axis
-
Upload
faris-naufal -
Category
Documents
-
view
236 -
download
4
description
Transcript of Axis
Aksiologisme[sunting | sunting sumber]Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai, disebut juga Etika Aksiologis.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:
Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika).Altruisme[sunting | sunting sumber]Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Lawan dari altruisme adalah egoisme.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
Konsep ini telah ada sejak lama dalam sejarah pemikiran filsafat dan etika, dan akhir-akhir ini menjadi topik dalam psikologi (terutama psikologi evolusioner), sosiologi, biologi, dan etologi. Gagasan altruisme dari satu bidang dapat memberikan dampak bagi bidang lain, tapi metoda dan pusat perhatian dari bidang-bidang ini menghasilkan perspektif-perspektif berbeda terhadap altruisme. Berbagai penelitian terhadap altruisme tercetus terutama saat pembunuhan Kitty Genovese tahun 1964,[1] yang ditikam selama setengah jam, dengan beberapa saksi pasif yang menahan diri tidak menolongnya.
Istilah "altruisme" juga dapat merujuk pada suatu doktrin etis yang mengklaim bahwa individu-individu secara moral berkewajiban untuk dimanfaatkan bagi orang lain.Anarkisme[sunting | sunting sumber]Anarkisme berasal dari kata dasar "anarki" dengan imbuhan -isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) atau anarchie (Belanda/Jerman/Prancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/anarchein. Ini merupakan kata bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein (pemerintah/kekuasaan
atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas - secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti "tanpa pemerintahan" atau "pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya". Bentuk kata "anarkis" berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.
Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal:Anomianisme[sunting | sunting sumber]Manusia disamping menjual kebolehan, manusia sebenarnya membutuhkan tata tertib, peraturan, hukum dalam kehidupan bersama maupun berbisnis. Tetapi hukum tidak hadir.oleh Emile Durkheim situasi ini disebut sebagai anomia (a berarti tidak. Nomos berarti hukum) manusia yang bermasyarakat tanpa aturan, menganut paham anomianisme.
Anomianisme adalah paham atau sikap yang tidak mengindahkan aturan, karen adipengaruhi oleh kumpulan pribadi yang tidak memiliki prinsip, pegangan dan arah hidup.Autentisisme[sunting | sunting sumber]Autentisisme : Sikap Autentik Adalah Asli, Sejati, Benar. Karena Autentensisme memiliki akar kata authentikos yang berarti asli, tidak palsu, sejati, tidak campuran, benar, dapat dipercaya.
Asrti sikap autentik, autentisme, memang jelas ditampakkan oleh perilaku bayi, akan tetapi, autentisme sejati bukan sekadar menyatakan hal apa adanya, orang autentik tidak berlidung dibawah status, jabatan, keturunan, tetapi tampil dari keadaan dan kekuatan sendiri. Oleh karena mereka hidup menurut prinsip etis. Dan untuk menjadi autentik dan penganut autentisme sejati orang perlu memahami pandangan hidup yang mlatarbelakangi gerakan “ menajdi autetik” itu.Autisme[sunting | sunting sumber]Autisme adalah keadaan atau pendirian hidup yang terlalu menekankan dan berpegang pada keunikan dan kekuasaan diri. Autism berasala dari kata Yunani autos yang berarti” diri sendiri” oleh diri sendiri. Autisme juga dapat merupakan keadaan atau pendirian/ sikap hidup diman orang terserap oleh gagasan, pemikiran, pendirian, kehendak, dan gaya hidup sendiri.
Behaviorisme[sunting | sunting sumber]Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme -termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan— dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwafisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).Desisionisme[sunting | sunting sumber]Desisionisme (Dezisionismus) adalah pandangan dalam filsafat hukum bahwa setiap hukum berdasarkan pada keputusan-keputusan, yakni keputusan-keputusan yang pada analisis terakhir tidak dapat dikategorikan ke dalam norma-norma hukum kodrat maupun norma-norma hukum positif. Dengan kata lain, keputusan itu “tanpa dasar”, “tanpa metadiskursus”, “tanpa makna asali” dst. Keputusan itu sendirilah “dasar terakhir” dari setiap hukum positif. Keputusan selalu merupakan sebuah “lompatan” (Sprung) yang pada akhirnya tak lain daripada sesuatu yang arbiter(Willkuer). Alasan desisionisme: selalu ada kesenjangan antara norma-norma umum (misalnya hukum kodrat) dan kenyataan konkret, sehingga tanpa keputusan hakim hukum tetap tidak efektif.Deskriptivisme[sunting | sunting sumber]Deskriptivesme merupakan bentuk konvesionalisme yang berlebihan. Yang merupakan antonym dari preskriptivisme yang adalah pandangan etis yang berpendirian bahwa arti kata etis ditentukan oleh sifat-sifatnya, dan berdasarkan sifat-sifat itu arti kata etis ditetapkan penerapannya.Determinisme[sunting | sunting sumber]Determinisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi karena suatu kausa atau berbagai kausa, dan semuanya itu tidak mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, kecuali jika terjadi perbedaan di dalam kausa-kausanya.
Determinisme bermakna bahwa manusia terpaksa dan tidak memiliki kebebasan dalam seluruh aktifitas dan perbuatannya. Para teolog Asy’ariah (penganut paham Determinisme), sekaitan dengan aktifitas dan perbuatan manusia, berpandangan bahwa manusia terpaksa dalam setiap perbuatannya dan sama sekali tidak memiliki kehendak, ikhitiar dan kebebasan. Mereka menyandarkan seluruh perbuatan manusia itu kepada Tuhan. Karena itu, menurut mereka, manusia laksana benda-benda dan bebatuan yang dilemparkan dari atas jatuh ke bawah dan lintasan gerakan dari atas ke bawah ini dilalui tanpa adanya kebebasan yang dimilikinya dan lintasan tersebut dilalui secara paksa.Developmentalisme[sunting | sunting sumber]Developmentalisme adalah kemistri ideologis antara kepentingan negara industri maju dan kepentingan elite politik negara dunia ketiga. Istilah ini tepat untuk menggambarkan
realitas obyektif haluan ekonomi negara dunia ketiga ketimbang neoliberalisme, yang lebih kompleks pengertiannya. Neoliberalisme juga mencerminkan kepentingan sepihak negara industri maju, khususnya Amerika Serikat, dalam mempertahankan hegemoni ekonominya.
Mula-mula developmentalisme adalah salah satu teori pembangunan, yang berkembang menjadi ideologi. Demikian tinjauan ulang Tony Smith, pada 1985, setelah teori pembangunan internasional diketahui keberhasilan dan kegagalannya. Ideologi ini timbul dan berkembang menurut versi negara industri maju dan negara dunia ketiga
Developmentalisme merupakan kelanjutan program pemulihan ekonomi dunia ketiga. Motif utamanya adalah membendung pengaruh komunisme di negara dunia ketiga yang cenderung memilih bentuk lain sosialisme. Asumsinya, sumber penyebaran komunisme adalah kemiskinanDiletantisme[sunting | sunting sumber]Dilentantisme merupakan partisipiun present dari kata italia dilettare, yang berarti senang, karena itu dilentante berarti pengagum atau pencinta seni. Ada juga arti yang lain yang berbau negatf yaitu orang yang berpengertian dangkal di bidang ilmu atau seniEdemonisme[sunting | sunting sumber]Eudemonisme, Pada Kata ‘eudemonisme’ berasal dari kata yunani ‘eudaimonia’ yang secara harafiah berarti : mempunyai roh pengawal (demon) yang baik, artinya mujur dan beruntung. Kata ini menggambarkan perasaan senang terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan, sebagai akibat pengetahuan mengenai penyelarasan diri. Orang yang telah mencapai tingkatan ‘eudemonia’ mempunyai keinsyafan akan kepuasan yang sempurna tidak hanya jasmani, melainkan juga secara rohani. Pemahaman ini terjelma dalam sistem2 yang telah lanjut perkembangannya, namun juga sebagai keyakinan bahwa manusia hidup di dunia untuk berbahagia. Mereka mencari tujuan hidup pada keadaan2 yang terdapat dalam dirinya sendiri, yang tidak ia kuasai atau hanya sebagian kecil yang dikuasainya.Egoisme[sunting | sunting sumber]Istilah "egoisme" berasal dari bahasa Yunani yakni ego yang berarti "Diri" atau "Saya", dan -isme, yang digunakan untuk menunjukkan filsafat. Dengan demikian, istilah ini etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme.
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois”Eksistensialisme[sunting | sunting sumber]Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiEmosionisme[sunting | sunting sumber]Emosionime berasal dari bahasa inggris emotion, yang berarti keterangsangan, ketrgugahan, t ketergeloraan perasaan. Emosi mencakup segala gejolak dan gelora perasaan beserta perubahan fisiologi badani yang menyertainya. Emosi dapat bersifat positif dan juga negatif.Emotivisme[sunting | sunting sumber]Emontivisme berasal dari bahasa inggris emotive yang berarti berkaitan dengan emosi, kan emmengungkapkan atau membangkitkan emosi. Menerut emotivis fungsi mengungkapkan emosi dan sikap pembicara dan membangkitkannya dalam diri para pendengarnya merupakan unsure utama dalam keseluruhan penilaian etis.Entusiasme[sunting | sunting sumber]Entusiasisme dari bahasa Yunani en berarti dalam dan Teos yang berarti Tuhan. Jadi kata ini menunjuk pada dampak kehadiran Tuhan pada kaum mistik, seniman, filsuf, dukun. Sebagai aliran dalam etika, entusiasme merupakan pemikiran yang berpendapat bahwa untuk menyampaikan penyerahan dan petunjuk-Nya Tuhan member secara langsung ilham, inspirasi, atau perintah pada orang-orang tertentu.Environmentalisme[sunting | sunting sumber]Environmentalisme adalah gerakan sosial yang dimotori kaum penyelamat lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dalam segala cara, tanpa kekerasan, mulai dari aksi jalanan , lobi politik hingga pendidikan publik – untuk melindungi kekayaan alam dan ekosistem.
Kaum environmentalis peduli pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada prodk-produk makanan. Gerakan Environmentalisme yang terjadi saat ini telah bermertamorfosa menjadi Gerakan Antikorporasi dan Gerakan anti globalisasi. Mengapa??? karena Penguasa dan perusak lingkungan terbesar di dunia adalah perusahaan perusahaan transnasional.Epikianisme[sunting | sunting sumber]Epikianisme berasal dari kata Yunani epiekeia yang berarti masuk akal, layak, mungkin. Epikeia terdiri dari positif dan negative, jika negative yakni sikap untuk membebaskan diri
dari beban hokum, dengan menghindarinya. Sementara positif bukanlah usaha untuk mematikan atau mengabaikan hokum, tetapi untuk menjaga keutuhan makna dan kesejatian dalam pelaksanaannya.Epikurianisme[sunting | sunting sumber]Epikuarianisme berasal dari seorang filsuf Yunani yang bernama epikurus. Epikuarisme sebagai suat aliran pemikirn etis yang menetapkan nilai tertinggi yaitu kesenangan secara teoritis sebagai metode penalaran epikuarianisme sudah konsisten: ada tujuan ada prinsip, dan ada tindakan yang perlu diambil dan dihindari secara praksis mendoakan kesenangan iderawi. Formalisme
Formalisme adalah doktrin atau praktik penekunan yang seksama terhadap bentuk yang bercorak atau bentuk-bentuk eksternal lain.[1] Corak-corak elemen formal adalah garis, bentuk, warna dan sebagainya, yang dapat dikombinasikan untuk memproduksi keseluruhan gaya dan efek. Formalisme tumbuh dari estetika "seni untuk kepentingan seni" (Art for Art’s Sake) pada abad ke-19, aktivitas arstistik sebagai akhir dalam tubuhnya sendiri. Para pengikut dari formalisme murni memandang karya seni dengan bebasnya berdasarkan konteks, fungsi dan isinya.Mereka merespon terhadap elemen formal dan efek estetikanya.Hedonisme[sunting | sunting sumber]Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan penganut paham inilah muncul Nudisme (gaya hidup bertelanjang). Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati".Humanisme[sunting | sunting sumber]Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi berakar dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan yang dihasilkan umat manusia.
Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan agama setempat.Individualisme[sunting | sunting sumber]Individualisme merupakan satu falsafah yang mempunyai pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri. Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi. Mereka menentang campur tangan luaran dari masyarakat, negara dan sebarang badan atau kumpulan ke atas pilihan peribadi mereka. Oleh itu, individualisme menentang segala pendapat yang meletakkan matlamat sesuatu kumpulan sebagai lebih penting dari matlamat seseorang individu yang dengan sendiri adalah asas kepada mana-mana badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di tentang termasuklah holisme, kolektivisme dan statisme, antara lain. Falsafah ini juga kurang senang segala standard moral yang dikenakan ke atas seseorang kerana peraturan-peraturan itu menghalang kebebasan seseorang.Konsekuensilisme[sunting | sunting sumber]Konsep konsekuensialisme dapat dikatakan sebagai salah satu teori etika yang bercorak teleologis. Artinya, teori tersebut menaruh perhatian pada kesesuaian dari perbuatan-perbuatan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pelaku dan dengan nilai-nilai yang diinginkannya. Kriteria kebenaran moral suatu perbuatan harus diambil berdasarkan pertimbangan tentang kebaikan-kebaikan non-moral atau pra-moral yang harus dicapai serta nilai-nilai non-moral atau pra-moral yang sesuai dan harus dihormati. Menurut Konsekuensialisme, kriteria kebenaran moral suatu tindakan tertentu ditentukan semata-mata berdasarkan perhitungan konsekuensi-konsekuensi yang sudah dapat dilihat sebelumnya dari tindakan tersebut. Artinya, orang harus atau tidak harus melakukan suatu tindakan bergantung pada konsekuensi-konsekuensi tindakan tersebut. Jika konsekuensi-konsekuensi dalam keseluruhan tindakan itu buruk, tindakan tersebut tidak harus dilakukan. Jika konsekuensi-konsekuensi tindakan itu baik, tindakan itu harus atau setidaknya boleh dilakukan. Dengan kata lain, perhitungan konsekuensi suatu tindakan sangat menentukan dalam penilaian moral tindakan tersebut.Liberalisme[sunting | sunting sumber]Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.[1]
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. [2] Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.[2]Dalam masyarakat modern,
liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.Moralisme[sunting | sunting sumber]Moralisme adalah suatu ajaran yang menggambarkan bahwa anda dapat diterima (oleh Allah, dunia, orang lain, diri anda sendiri) karena anda layak untuk diterima (Seorang penganut moralisme tidak harus beragama, tetapi seringkali mereka beragama juga).Nihilisme[sunting | sunting sumber]Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.Optimisme[sunting | sunting sumber]Optimisme merupakan sikap yang dapat memberi semangat pada diri sendiri atau pada orang lain. Menjadi seseorang yang optimis dan berpandangan positif dalam hidup dapat meningkatkan nilai kehidupan. Menjadi optimis bukan berarti menunggu hal-hal untuk terjadi dengan sendirinya dan bukan juga dengan mengharapkan sesuatu yang baik akan jatuh ke tangan kita tanpa melakukan apa-apa ... Namun ini berarti percaya bahwa yang terbaik akan terjadi, dan pada saat yang sama membuat keputusan, melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang diambil dan mewujudkannya. Ini merupakan proses yang membangun kepercayaan diri sendiri untuk meraih mimpi-mimpi.Otomatisme[sunting | sunting sumber]Otomatisme adalah suatu tehknik penciptaan kreatif yang menempatkan diri pada ledakan bawah sadar yang didasarkan pada kesadaran.
Dalam Otomatisme, segala hal dalam kesadaran direnggut dan diledakkan oleh bawah sadar untuk kemudian dikembalikan lagi pada kesadaran.Perfeksionisme[sunting | sunting sumber]Perfeksionisme adalah keyakinan bahwa seseorang harus menjadi sempurna, mencapai kondisi terbaik pada aspek fisik ataupun non-materi. Perfeksionis adalah orang yang memiliki pandangan perfeksionisme.
Pada bentuknya sebagai penyakit, perfeksionisme dapat menyebabkan seseorang memiliki perhatian berlebih terhadap detil suatu hal dan bersifat obsesif-kompulsif , sensitif terhadap kritik, cemas berkepanjangan, keras kepala, berpikir sempit dan suka menunda. Hal-hal yang dapat menghambat keberhasilan dalam hal apapun. Orang yang potensial namun perfeksionis akan terhambat kemampuannya. Hasrat menciptakan produk, website atau konten terbaik adalah hal yang perlu, namun seorang perfeksionis akan menemukan banyak rintangan yang sama sekali tidak perlu.
Masalah perfeksionis adalah tindakannya yang cenderung suka menunda-nunda dan akhirnya capek sendiri. Obsesinya akan kesempurnaan menjadi beban pikiran dan meletihkan perasaannya. Orang perfeksionis akan cepat kehabisan energi karena terus cemas tentang bagaimana menyempurnakan website-nya atau berpikir seandainya dulu saya begini atau begitu.Permisivisme[sunting | sunting sumber]Permisivisme merupakan paham yang berasal dari sekulerisme yang memiliki pengertian bahwa dalam kehidupan diperbolehkan mendapatkan segala sesuatu berdasarkan "apa yang bisa dan tidak bisa".Pragmatisme[sunting | sunting sumber]Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti tindakan.
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide ini merupa¬kan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini.Prekskriptivisme[sunting | sunting sumber]Para preskriptivis cenderung didapati di kalangan pendidik bahasa dan wartawan, dan bukannya dalam lingkungan ahli linguistik akademik pada dirinya. Mereka mempunyai tanggapan-tanggapan yang jelas tentang apa yang betul dan apa yang salah, dan mungkin mempertanggungjawabkan diri untuk memastikan bahawa generasi yang berikut akan menggunakan jenis bahasa yang paling mungkin akan menyebabkan "kejayaan"; jenis bahasa itu seringnya merupakan akrolek sesuatu bahasa yang tertentu.Realisme[sunting | sunting sumber]Realisme adalah aliran filsafat yang memandang realitas sebagai dualitas. Aliran realisme memandang dunia ini mempunyai hakikat realitas yang terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Hal ini berbeda dengan filsafat aliran idealisme yang bersifat monistis yang memandang hakikat dunia pada dunia spiritual semata. Dan juga berbeda dari aliran materialisme yang memandang hakikat kenyataan adalah kenyatan yang bersifat fisik semata. Realisme membagi realistas menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan yang kedua adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.Sensasionisme[sunting | sunting sumber]Akar kata sensation, yakni “sense”, sebenarnya sudah cukup menggambarkan apa yang disebut berita sensasi, yaitu berita yang isinya dan terutama cara mengemukakannya bertujuan untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan dan emosi manusia.
Dengan demikian, berita sensasional harus hebat, memberikan keheranan, kekaguman, ketakjuban, atau kengerian. Pendeknya, harus dapat meluapkan berbagai macam perasaan.
Sensasionalisme sebagai “a manner of being extremely controversial, loud, attention-grabbing, or otherwise sensationalistic”. Dapat diartikan sebagai cara untuk menimbulkan kontroversi, mencolok, memancing perhatian, atau menimbulkan sensasi. Hal ini senada dengan pengertian “sensasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam kamus terbitan Balai Pustaka tersebut, “sensasi” menunjukkan arti: 1. yang membuat perasaan terharu (rusuh, gempar, dsb); 2. yang merusuhkan, menggemparkan; dan 3. yang merangsang emosi. Sementara “sensasional” diartikan sesuatu (termasuk dalam hal ini berita) yang bersifat merangsang perasaan (emosi, dsb) atau bersifat menggemparkan.Utilitarianisme[sunting | sunting sumber]Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan2 ketat moralitas yang tidak mencerminkan perubahan2 radikal di zamannya.Verbalisme[sunting | sunting sumber]Voluntarisme adalah modal sosial yang sangat berharga yang harus terus dipupuk di dalam masyarakat. Modal sosial suatu masyarakat berakar pada kohesi sosial dan keinginan untuk melakukan tindakan atau investasi sosial bagi komunitasnyaZelotisme[sunting | sunting sumber]kata ini berakar kata Yunani Zelos, yang berarti "hasrat", keinginan, minat besar untuk meraih, mencapai, mendapatkan, atau merebut sesuatu. dari kata Zelos berkembang kata Zelotes, yang berarti orang yang mempunyai hasrat, selain itu juga ada kata yang berkemnag dari kata Zelotes, yakni kata Zelotisme, yang berarti" aliran, paham, pendirian atau keyakinan yang mendasarkan diri pada hasrat, keinginan, minat besar untuk mencapai sesuatu.
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
MAKALAH ETIKA KOMUNIKASIBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kata etika berasal dari kata ethos
(bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu
subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Dalam etika juga terdapat aliran-aliran
atau juga disebut dengan isme. Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa isme
dalam etika. 2. Rumusan Masalah Adapun makalah ini berupaya membahas beberapa
pokok bahasan, yaitu; Apa-apa saja isme dalam etika? 3. Tujuan Bahasan Adapun
tujuan penulis dalam menuliskan makalah ini yaitu agar pembaca mengerti dan tahu
akan isme-isme dalam etika, tidak hanya satu atau dua, akan tetapi banyak. BAB
II BEBERAPA ISME DALAM ETIKA Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani)
yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam etika pun terdapat
aliran-aliran (isme). Isme-isme dalam etika tersebut, yaitu: 1. Aksiologisme
Aksio berasal dari kata Yunani axios yang berarti bernilai, berharga dan logos
yang berarti gagasan, pikiran atau kata yang mengungkapkan gagasan dan pikiran
itu. Aksiologisme adalah sistem etika yang menilai baik buruknya perbuatan dari
segi bernilai dan tak bernilainya maka disebut juga Etika aksiologis,
axiological ethics. Dalam praktek bernilainya perbuatan ditetapkan berdasarakan
tujuan, maksud, dan motif orang yang melakukannya. Dalam bahasa yunani kata
untuk tujuan maksud adalah telos. Oleh karena itu etika aksiologis juga disebut
etika teologis, teological. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Max Scheler, salah seorang
tokoh aksiologisme seorang filsuf Jerman. Max Scheler menulis sebuah buku yang
paling penting tentang etika nilai ini, yang berjudul Formalisme dalam Etika dan
Etika Nilai Material. Ia membagi empat aspek nilai : • Nilai pertama adalah
nilai tentang tidak nikmat atau nikmat dan nilai ini berhubungan dengan
kenikmatan yang didapat dari kenikmatan indrawi. • Nilai kedua adalah nilai
vital yang berhubungan dengan kondisi kesehatan manusia juga menyangkut
kebesaran hati dan keberaniannya • Nilai ketiga dinamakan nilai rohani yang
berhubungan dengan sikap kita terhadap keadilan dan estetika. • Nilai keempat,
Schler menyebutnya nilai objek absolut yang berhubungan dengan sesuatu yang
dianggap kudus. Jenis-jenis Nilai: Nilai Budaya, Nilai Sosial, Nilai Religius,
Nilai Moral, Nilai Intrinsik. 2. Altruisme Para pakar moral dan pemikir etika
menemukan bahwa dalam hubungan antarmanusia ada benih sikap hidup dan perilaku
yang baik. Benih sikap itu mereka namai altruisme. Akar kata altruisme adalah
kata Latin alter. Menurut kamus, alter berarti lain. Altruisme adalah pandangan
dan sikap hidup yang menaruh perhatian pada kebaikan, kesejahteraan, dan
kebahagian orang lain. Dari sikap itu lahirlah hidup dan tindakan dan perbuatan
yang memperhitungkan unsur kepentingan dan kebaikan orang lain. Altruisme adalah
lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Lawan dari altruisme
adalah egoisme. Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan
kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang
lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran,
sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu
tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau
konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan
altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni
memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan. 3. Anarkisme Anarkisme
bersal dari kata Yunani yang berarti tidak.’tanpa, bukan’, dan anarkon yang
berarti ’penguasa, raja, pemimpin’. Anarkisme adalah teori politik yang
bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik,
ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki,
ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem
sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis
melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah
kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Sebagai
pandangan dan pendiri etis, anarkisme tidak selruhnya salah. Sadar tidak sadar,
memang ada usaha penguasa untuk menciptakan nilai, membuat norma dan hukum, dan
merumuskan kriteria etis, bukan seluruhnya demi kebaikan orang, baik sebagai
pribadi maupun sebagai kelompok, tetapi demi kepentingan, kebaikan, dan
keuntungan diri. Namun dari penyelewengan itu tidak dapat dibuat kesimpulan
bahwa nilai, norma, dan kriteria etis itu tidak ada, sebagaimana pendirian kaum
anarkis etis. 4. Anomianisme Manusia disamping menjual kebolehan, manusia
sebenarnya membutuhkan tata tertib, peraturan, hukum dalam kehidupan bersama
maupun berbisnis. Tetapi hukum tidak hadir.oleh Emile Durkheim situasi ini
disebut sebagai anomia (a berarti tidak. Nomos berarti hukum) manusia yang
bermasyarakat tanpa aturan, menganut paham anomianisme. Anomianisme adalah paham
atau sikap yang tidak mengindahkan aturan, karen adipengaruhi oleh kumpulan
pribadi yang tidak memiliki prinsip, pegangan dan arah hidup. 5. Autentisisme
Sikap Autentik Adalah asli, sejati, benar. Karena Autentensisme memiliki akar
kata authentikos yang berarti asli, tidak palsu, sejati, tidak campuran, benar,
dapat dipercaya. Arti sikap autentik, autentisme, memang jelas ditampakkan oleh
perilaku bayi. Akan tetapi, autentisme sejati bukan sekedar menyatakan hal apa
adanya, orang autentik tidak berlindung dibawah status, jabatan, keturunan,
tetapi tampil dari keadaan dan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, mereka hidup
menurut prinsip etis. Dan untuk menjadi autentik dan penganut autentisme sejati
orang perlu memahami pandangan hidup yang mlatarbelakangi gerakan “ menajdi
autetik” itu. 6. Autisme Autisme adalah keadaan atau pendirian hidup yang
terlalu menekankan dan berpegang pada keunikan dan kekuasaan diri. Autism
berasala dari kata Yunani autos yang berarti” diri sendiri” oleh diri sendiri.
Autisme juga dapat merupakan keadaan atau pendirian/ sikap hidup diman orang
terserap oleh gagasan, pemikiran, pendirian, kehendak, dan gaya hidup sendiri.
7. Behaviorisme Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif
Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa
semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat
dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku
demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwafisiologis
internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa
semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan
antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses
yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan). 8. Deontologisme
Deontologisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa baik buruknya tindakan
tidak di ukur dari akibat yang di timbulkan, tetapi berdasarkan sifat tertentu
dari hasil yang dicapainya. Misalnya : Tindakan bisnis dinilai baik bukan krn
mendatangkan keuntungan pada pelaku bisnis, tetapi sejalan dg kewajiban si
pelaku bisnis dalam memberikan pelayanan prima kepada semua konsumen.(nilai
tindakan iotu bukan ditentukan oleh akibat baik yg diperoleh si pelaku bisnis.
Etika deontologi yaitu menekankan pentingnya motivasi, kemauan baik dan watak yg
kuat dari para pelaku. 9. Desisionisme Desisionisme (Dezisionismus) adalah
pandangan dalam filsafat hukum bahwa setiap hukum berdasarkan pada keputusan-
keputusan, yakni keputusan-keputusan yang pada analisis terakhir tidak dapat
dikategorikan ke dalam norma-norma hukum kodrat maupun norma-norma hukum
positif. Dengan kata lain, keputusan itu “tanpa dasar”, “tanpa metadiskursus”,
“tanpa makna asali” dst. Keputusan itu sendirilah “dasar terakhir” dari setiap
hukum positif. Keputusan selalu merupakan sebuah “lompatan” (Sprung) yang pada
akhirnya tak lain daripada sesuatu yang arbiter(Willkuer). Alasan desisionisme:
selalu ada kesenjangan antara norma-norma umum (misalnya hukum kodrat) dan
kenyataan konkret, sehingga tanpa keputusan hakim hukum tetap tidak efektif. 10.
Deskriptivisme Deskriptivesme merupakan bentuk konvesionalisme yang berlebihan.
Yang merupakan antonym dari preskriptivisme yang adalah pandangan etis yang
berpendirian bahwa arti kata etis ditentukan oleh sifat-sifatnya, dan
berdasarkan sifat-sifat itu arti kata etis ditetapkan penerapannya. 11.
Determinisme Determinisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi
karena suatu kausa atau berbagai kausa, dan semuanya itu tidak mungkin terjadi
dalam bentuk yang berbeda, kecuali jika terjadi perbedaan di dalam kausa-
kausanya. Determinisme bermakna bahwa manusia terpaksa dan tidak memiliki
kebebasan dalam seluruh aktifitas dan perbuatannya. Penganut awal pemikiran
determinisme ini adalah demokritos yang percaya bahwa sebab-akibat menjadi
penjelasan bagi semua kejadian. Determinisme bermakna bahwa manusia terpaksa dan
tidak memiliki kebebasan dalam seluruh aktifitas dan perbuatannya. Para teolog
Asy’ariah (penganut paham Determinisme), sekaitan dengan aktifitas dan perbuatan
manusia, berpandangan bahwa manusia terpaksa dalam setiap perbuatannya dan sama
sekali tidak memiliki kehendak, ikhitiar dan kebebasan. Mereka menyandarkan
seluruh perbuatan manusia itu kepada Tuhan. Karena itu, menurut mereka, manusia
laksana benda-benda dan bebatuan yang dilemparkan dari atas jatuh ke bawah dan
lintasan gerakan dari atas ke bawah ini dilalui tanpa adanya kebebasan yang
dimilikinya dan lintasan tersebut dilalui secara paksa. 12. Developmentalisme
Developmentalisme adalah kemistri ideologis antara kepentingan negara industri
maju dan kepentingan elite politik negara dunia ketiga. Istilah ini tepat untuk
menggambarkan realitas obyektif haluan ekonomi negara dunia ketiga ketimbang
neoliberalisme, yang lebih kompleks pengertiannya. Neoliberalisme juga
mencerminkan kepentingan sepihak negara industri maju, khususnya Amerika
Serikat, dalam mempertahankan hegemoni ekonominya. Mula-mula developmentalisme
adalah salah satu teori pembangunan, yang berkembang menjadi ideologi. Demikian
tinjauan ulang Tony Smith, pada 1985, setelah teori pembangunan internasional
diketahui keberhasilan dan kegagalannya. Ideologi ini timbul dan berkembang
menurut versi negara industri maju dan negara dunia ketiga. Developmentalisme
merupakan kelanjutan program pemulihan ekonomi dunia ketiga. Motif utamanya
adalah membendung pengaruh komunisme di negara dunia ketiga yang cenderung
memilih bentuk lain sosialisme. Asumsinya, sumber penyebaran komunisme adalah
kemiskinan 13. Dilentantisme Dilentantisme merupakan partisipiun present dari
kata italia dilettare, yang berarti senang, karena itu dilentante berarti
pengagum atau pencinta seni. Ada juga arti yang lain yang berbau negatf yaitu
orang yang berpengertian dangkal di bidang ilmu atau seni 14. Eudemonisme
Eudemonisme, Pada Kata ‘eudemonisme’ berasal dari kata yunani ‘eudaimonia’ yang
secara harafiah berarti : mempunyai roh pengawal (demon) yang baik, artinya
mujur dan beruntung. Kata ini menggambarkan perasaan senang terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan, sebagai akibat pengetahuan mengenai
penyelarasan diri. Orang yang telah mencapai tingkatan ‘eudemonia’ mempunyai
keinsyafan akan kepuasan yang sempurna tidak hanya jasmani, melainkan juga
secara rohani. Pemahaman ini terjelma dalam sistem2 yang telah lanjut
perkembangannya, namun juga sebagai keyakinan bahwa manusia hidup di dunia untuk
berbahagia. Mereka mencari tujuan hidup pada keadaan2 yang terdapat dalam
dirinya sendiri, yang tidak ia kuasai atau hanya sebagian kecil yang
dikuasainya. 15. Egoisme Istilah "egoisme" berasal dari bahasa Yunani yakni ego
yang berarti "Diri" atau "Saya", dan -isme, yang digunakan untuk menunjukkan
filsafat. Dengan demikian, istilah ini etimologis berhubungan sangat erat dengan
egoisme. Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan
diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain,
termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah
lainnya adalah "egois”. 16. Eksistensialisme Eksistensialisme adalah aliran
filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana
yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana
yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat
relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang
menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam
filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan
keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan.
Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal
kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai
dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah
bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendi. 17.
Emosionisme Emosionime berasal dari bahasa inggris emotion, yang berarti
keterangsangan, ketergugahan, ketergeloraan perasaan. Emosi mencakup segala
gejolak dan gelora perasaan beserta perubahan fisiologi badani yang
menyertainya. Emosi dapat bersifat positif dan juga negatif. 18. Emotivisme
Emontivisme berasal dari bahasa inggris emotive yang berarti berkaitan dengan
emosi, kan emmengungkapkan atau membangkitkan emosi. Menerut emotivis fungsi
mengungkapkan emosi dan sikap pembicara dan membangkitkannya dalam diri para
pendengarnya merupakan unsure utama dalam keseluruhan penilaian etis. 19.
Entusiasme Entusiasisme dari bahasa Yunani en berarti dalam dan Teos yang
berarti Tuhan. Jadi kata ini menunjuk pada dampak kehadiran Tuhan pada kaum
mistik, seniman, filsuf, dukun. Sebagai aliran dalam etika, entusiasme merupakan
pemikiran yang berpendapat bahwa untuk menyampaikan penyerahan dan petunjuk-Nya
Tuhan member secara langsung ilham, inspirasi, atau perintah pada orang-orang
tertentu. 20. Environmentalisme Environmentalisme adalah gerakan sosial yang
dimotori kaum penyelamat lingkungan hidup. Gerakan ini berusaha dalam segala
cara, tanpa kekerasan, mulai dari aksi jalanan, lobi politik hingga pendidikan
publik untuk melindungi kekayaan alam dan ekosistem. Kaum environmentalis peduli
pada isu-isu pencemaran air dan udara, kepunahan spesies, gaya hidup rakus
energi, ancaman perubahan iklim dan rekayasa genetika pada prodk-produk makanan.
Gerakan Environmentalisme yang terjadi saat ini telah bermertamorfosa menjadi
Gerakan Antikorporasi dan Gerakan anti globalisasi. Mengapa??? karena Penguasa
dan perusak lingkungan terbesar di dunia adalah perusahaan perusahaan
transnasional. 21. Epiekianisme Epikianisme berasal dari kata Yunani epiekeia
yang berarti masuk akal, layak, mungkin. Epikeia terdiri dari positif dan
negative, jika negative yakni sikap untuk membebaskan diri dari beban hokum,
dengan menghindarinya. Sementara positif bukanlah usaha untuk mematikan atau
mengabaikan hokum, tetapi untuk menjaga keutuhan makna dan kesejatian dalam
pelaksanaannya. 22. Epikurianisme Epikuarianisme berasal dari seorang filsuf
Yunani yang bernama epikurus. Epikuarisme sebagai suat aliran pemikirn etis yang
menetapkan nilai tertinggi yaitu kesenangan secara teoritis sebagai metode
penalaran epikuarianisme sudah konsisten: ada tujuan ada prinsip, dan ada
tindakan yang perlu diambil dan dihindari secara praksis mendoakan kesenangan
iderawi. 23. Empirisme Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. 24.
Formalisme Formalisme adalah doktrin atau praktik penekunan yang seksama
terhadap bentuk yang bercorak atau bentuk-bentuk eksternal lain. Corak-corak
elemen formal adalah garis, bentuk, warna dan sebagainya, yang dapat
dikombinasikan untuk memproduksi keseluruhan gaya dan efek. Formalisme tumbuh
dari estetika "seni untuk kepentingan seni" (Art for Art’s Sake) di abad ke-19,
aktivitas arstistik sebagai akhir dalam tubuhnya sendiri. Para pengikut dari
formalisme murni memandang karya seni dengan bebasnya berdasarkan konteks,
fungsi dan isinya.Mereka merespon terhadap elemen formal dan efek estetikanya.
25. Hedonisme Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan
dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini,
bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah
itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini
hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya.
di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya
demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan penganut paham inilah
muncul Nudisme (gaya hidup bertelanjang). Pandangan mereka terangkum dalam
pandangan Epikuris yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah
nafsumu, karena besok engkau akan mati". 26. Humanisme Humanisme adalah istilah
umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan
keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.
Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas
hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem
beretika tradisonal yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu.
Humanisme modern dibagi kepada dua aliran. Humanisme keagamaan/religi berakar
dari tradisi Renaisans-Pencerahan dan diikuti banyak seniman, umat Kristen garis
tengah, dan para cendekiawan dalam kesenian bebas. Pandangan mereka biasanya
terfokus pada martabat dan kebudiluhuran dari keberhasilan serta kemungkinan
yang dihasilkan umat manusia. Humanisme sekular mencerminkan bangkitnya
globalisme, teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme sekular juga
percaya pada martabat dan nilai seseorang dan kemampuan untuk memperoleh
kesadaran diri melalui logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini
menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas perlunya sebuah filsafat umum
yang tidak dibatasi perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan
agama setempat. 27. Intuisionisme Intuisi berarti ilham, bisikan kalbu. Paham
ini berpendapat bahwa penilaian atas baik-buruk, susila dan tidak susila itu
dapat diketahui dengan cara intuisi yg merupakan suatu pertimbangan rasa yg
timbul dari bisikan kalbu/semacam ilham. Dari segi ilmiah, cara ini sulit dapat
dijabarkan, sebab sifatnya seperti spekulatif. 28. Individualisme Individualisme
merupakan satu falsafah yang mempunyai pandangan moral, politik atau sosial yang
menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan
sendiri. Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi.
Mereka menentang campur tangan luaran dari masyarakat, negara dan sebarang badan
atau kumpulan ke atas pilihan peribadi mereka. Oleh itu, individualisme
menentang segala pendapat yang meletakkan matlamat sesuatu kumpulan sebagai
lebih penting dari matlamat seseorang individu yang dengan sendiri adalah asas
kepada mana-mana badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di tentang termasuklah
holisme, kolektivisme dan statisme, antara lain. Falsafah ini juga kurang senang
segala standard moral yang dikenakan ke atas seseorang kerana peraturan-
peraturan itu menghalang kebebasan seseorang. 29. Idealisme Aliran idealisme
dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang yang berkebangsaan Jerman.
Pokok-pokok pandangan idealisme adalah sebagai berikut. a. Wujud yang paling
dalam dari kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seorang berbuat baik pada
prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atas dasar kemauan
sendiri dan rasa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela orang lain, perbuatan
baik itu dilakukan juga, karena adanya rasa kewajiban yang bersemi dalam rohani
manusia. b. Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah “kemauan”
yang melahirkan tindakan konkret dan menjadi poko disini adalah “kemauan baik”.
c. Dari kemauan yang baik itulah melahirkan kemuliaan-kemuliaan untuk
menyempurnakan rasa kewajiban. Menurut aliran ini “kemauan” merupakan faktor
terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata. Oleh karena itu, “kemauan
yang baik” menjadi dasar pokok dalam idealisme. Menurut Kant, untuk dapat
terealisasinya tindakan dari kemauan yang baik, kemauan ---perlu dihubungkan
dengan sesuatu hal yang baik. Kemauan perlu dihubungkan melalui perasaan
kewajiban. Jadi, ada kemauan yang baik, disertai dengan perasaan kewajiban
menjalankan sesuatu tindakan, maka terwujudlah tindakan yang baik. Perbuatan
manusia harus berdasarkan prinsip kerohanianyang tinggi, bukan berdasarkan pada
causalitas verbal yang tampak. Perbuatan yang baik berdasarkan atas kemauan
sendiri, rasa wajib, bukan karena anjuran orang atau menginginkan pujian orang.
Jadi, faktor yang mempengaruhi perbuatan manusia adalah kemauan, rasa kewajiban
dan tujuan. 30. Kustomisme Kustomisme merupakan pandangan hidup yang terlalu
berpegang pada adat, sesuai dengan kata Inggrisnya, custom. Orang-orang yang
menganut paham ini disebut kustomistis. Menurut pendirian kustomistis, perbuatan
yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan adat. Perangkat untuk menilai
perilaku ada pada adat. Orang yang baik adalah orang yang dalam hidupnya
berperilaku sebagaimana ditetapkan oleh adat. Adat merupakan pedoman dan
pegangan hidup dalam masyarakat, dalam hidup pribadi, dalam kerja, dalam
pergaulan antara warga, dan dalam menghadapi segala persoalan dan permasalahan
dalam hidup. Singkatnya, kustomisme adalah pandangan dan sikap hidup yang
menjunjung tinggi adat dan menggunakannya sebagai pegangan, pedoman dan
pengarahan hidupdalam segala perilaku, tindakan dan perbuatan. Setiap
masyarakat, bangsa, negara memiliki adat tersendiri. Adat berupa perilaku,
tindakan, perbuatan yang biasa diambil sewaktu menanggapi peristiwa, hubungan
antar manusia dan situasi hidup. Adat merupakan pengendapan atau kristalisasi
segala nilai yang ada dalam masyarakat, bangsa, negara. Di dalamnya tercakup
nilai-nilai tradisional, etis, moral, keagamaan. Dalam kerangka hidup
masyarakat, bangsa dan negara, adat merupakan wadah yang menampung nilai-nilai
masyarakat dan sekaligus wahana untuk meneruskan nilai-nilai itu dari satu
angkatan ke angkatan berikutnya. 31. Konsekuensilisme Konsep konsekuensialisme
dapat dikatakan sebagai salah satu teori etika yang bercorak teleologis.
Artinya, teori tersebut menaruh perhatian pada kesesuaian dari perbuatan-
perbuatan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pelaku dan dengan nilai-nilai
yang diinginkannya. Kriteria kebenaran moral suatu perbuatan harus diambil
berdasarkan pertimbangan tentang kebaikan-kebaikan non-moral atau pra-moral yang
harus dicapai serta nilai-nilai non-moral atau pra-moral yang sesuai dan harus
dihormati. Menurut Konsekuensialisme, kriteria kebenaran moral suatu tindakan
tertentu ditentukan semata-mata berdasarkan perhitungan konsekuensi-konsekuensi
yang sudah dapat dilihat sebelumnya dari tindakan tersebut. Artinya, orang harus
atau tidak harus melakukan suatu tindakan bergantung pada konsekuensi-
konsekuensi tindakan tersebut. Jika konsekuensi-konsekuensi dalam keseluruhan
tindakan itu buruk, tindakan tersebut tidak harus dilakukan. Jika konsekuensi-
konsekuensi tindakan itu baik, tindakan itu harus atau setidaknya boleh
dilakukan. Dengan kata lain, perhitungan konsekuensi suatu tindakan sangat
menentukan dalam penilaian moral tindakan tersebut. 32. Laksisme Laksisme
berasal dari akar kata Latin laxus, yang berarti longgar, tidak ketat, kendor,
bebas. Berdasarkan asal katanya tersebut, maka laksisme merupakan pendirian yang
menyimpang dalam pelaksanaan norma, kaidah, atau peraturan etis. Menurut
macamnya, ada laksisme lunak dan laksisme keras. Sebagai aliran lunak, laksisme
berpendirian bahwa prinsip dan norma etis itu ada dan harus dilaksanakan. Namun
demikian, cara pelaksanaannya tidak dipaksakan, melainkan hanya sedapat,
semampu, dan sesampainya saja. Sebagai aliran keras, laksisme berpendapat bahwa
berbuat apapun tidak berdosa, asal belum ada kesepakatan tentang prinsip dan
norma untuk menetapkan baik jahatnya perbuatan itu. Laksisme sendiri memiliki
beberapa jenis. Laksisme lunak tidak mempersoalkan prinsip-prinsip dan norma
etis. Prinsip etis harus dipegang, norma harus ditaati. Namun demikian, setia
berppegang dan menaati prinsip dan norma etis itu tidak tanpa tuntutan dan
pengorbanan. Sebagai contoh, laksisme lunak mengakui dan menerima prinsip dan
norma, korupsi itu dilarang. Namun, pada kenyataannya penganut paham ini akan
membolehkan asal tak ketahuan dan jumlahnya tidak keterlaluan. Bolehlah sedikit
bermain-main, asal dapat ditutup-tutupi dan teman-teman juga kebagian. Pada
intinya, segala sesuatu diperbolehkan asal tidak merugikan kelluarga, tidak
terlalu mencolok, tahu batas, dan yang penting lagi tidak diketahui umum. 33.
Liberalisme Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai
politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat
yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. 34.
Moralisme Moralisme adalah suatu ajaran yang menggambarkan bahwa anda dapat
diterima (oleh Allah, dunia, orang lain, diri anda sendiri) karena anda layak
untuk diterima (Seorang penganut moralisme tidak harus beragama, tetapi
seringkali mereka beragama juga). 35. Nihilisme Nihilisme adalah sebuah
pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme
mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki
suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak
ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan
etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti,
dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain. 36. Optimisme
Optimisme merupakan sikap yang dapat memberi semangat pada diri sendiri atau
pada orang lain. Menjadi seseorang yang optimis dan berpandangan positif dalam
hidup dapat meningkatkan nilai kehidupan. Menjadi optimis bukan berarti menunggu
hal-hal untuk terjadi dengan sendirinya dan bukan juga dengan mengharapkan
sesuatu yang baik akan jatuh ke tangan kita tanpa melakukan apa-apa. Namun ini
berarti percaya bahwa yang terbaik akan terjadi, dan pada saat yang sama membuat
keputusan, melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang diambil dan
mewujudkannya. Ini merupakan proses yang membangun kepercayaan diri sendiri
untuk meraih mimpi-mimpi. 37. Otomatisme Otomatisme adalah suatu tehknik
penciptaan kreatif yang menempatkan diri pada ledakan bawah sadar yang
didasarkan pada kesadaran. Dalam Otomatisme, segala hal dalam kesadaran
direnggut dan diledakkan oleh bawah sadar untuk kemudian dikembalikan lagi pada
kesadaran. 38. Otoritarianisme Istilah otoritarianisme berasal dari bahasa
Inggris, authoritarian. Kata authoritarian sendiri berasal dari bahasa Inggris
authority, yang sebetulnya merupakan turunan dari kata Latin auctoritas. Kata
ini berarti pengaruh, kuasa, wibawa, otoritas. Oleh otoritas itu, orang dapat
memengaruhi pendapat, pemikiran, gagasan, dan perilaku orang, baik secara
perorangan maupun kelompok. Otoritarianisme adalah paham atau pendirian yang
berpegang pada otoritas, kekuasaan dan kewibawaan, yang meliputi cara hidup dan
bertindak. Otoritarianisme adalah bentuk organisasi sosial yang ditandai dengan
penyerahan kekuasaan. Ini kontras dengan individualisme dan demokrasi. Dalam
politik, suatu pemerintahan otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik
terkonsentrasi pada suatu pemimpin. Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai
paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan
kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat
kebebasan individu. 39. Perfeksionisme Perfeksionisme adalah keyakinan bahwa
seseorang harus menjadi sempurna, mencapai kondisi terbaik pada aspek fisik
ataupun non-materi. Perfeksionis adalah orang yang memiliki pandangan
perfeksionisme. Pada bentuknya sebagai penyakit, perfeksionisme dapat
menyebabkan seseorang memiliki perhatian berlebih terhadap detil suatu hal dan
bersifat obsesif-kompulsif , sensitif terhadap kritik, cemas berkepanjangan,
keras kepala, berpikir sempit dan suka menunda. Hal-hal yang dapat menghambat
keberhasilan dalam hal apapun. Orang yang potensial namun perfeksionis akan
terhambat kemampuannya. Hasrat menciptakan produk, website atau konten terbaik
adalah hal yang perlu, namun seorang perfeksionis akan menemukan banyak
rintangan yang sama sekali tidak perlu. Masalah perfeksionis adalah tindakannya
yang cenderung suka menunda-nunda dan akhirnya capek sendiri. Obsesinya akan
kesempurnaan menjadi beban pikiran dan meletihkan perasaannya. Orang
perfeksionis akan cepat kehabisan energi karena terus cemas tentang bagaimana
menyempurnakan website-nya atau berpikir seandainya dulu saya begini atau
begitu. 40. Permisivisme Permisivisme merupakan paham yang berasal dari
sekulerisme yang memiliki pengertian bahwa dalam kehidupan diperbolehkan
mendapatkan segala sesuatu berdasarkan "apa yang bisa dan tidak bisa". 41.
Pragmatisme Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar
tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada
berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam kehidupannya. Ide ini merupa¬kan budaya dan tradisi berpikir
Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya
intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini.
Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti perbuatan
( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham.
Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran
itu menuruti tindakan. 42. Prekskriptivisme Preskriptivisme adalah pandangan
etis yang menyatakan bahwa etika tidak terbatas pada arti deskriptif atau
penguraiannya saja, melainkan mencakup juga arti preskriptif. Preskriptif
berasal dari kata dalam bahasa Latin prescribere yang artinya menyuruh,
memerintah, menulis sebelumnya. Para preskriptivis cenderung didapati di
kalangan pendidik bahasa dan wartawan, dan bukannya dalam lingkungan ahli
linguistik akademik pada dirinya. Mereka mempunyai tanggapan-tanggapan yang
jelas tentang apa yang betul dan apa yang salah, dan mungkin
mempertanggungjawabkan diri untuk memastikan bahawa generasi yang berikut akan
menggunakan jenis bahasa yang paling mungkin akan menyebabkan "kejayaan"; jenis
bahasa itu seringnya merupakan akrolek sesuatu bahasa yang tertentu. 43.
Pesimisme Pesimisme adalah paham yang menganggap bahwa segala sesuatu yang ada
pada dasarnya adalah buruk atau jahat. Kata pesimisme berasal dari bahasa Latin
pessimus yang artinya terburuk. Penganut paham ini akan melihat bahwa hidup
selalu berisi kejahatan, sekalipun secara nyata selalu ada kebaikan dan
kejahatan. Dengan demikian, gambaran hidup yang ditampilkan adalah suram dan
tiada harapan. Perasaan sedih, kemurungan, putus asa, absurditas, sakit, dan
kematian, dipandang sebagai bersifat dasariah. Salah seorang filsuf yang
memegang paham ini adalah Schopenhauer. Ada beberapa jenis pesimisme: 1.
Pesimisme kultural, yang memandang bahwa pada akhirnya setiap kebudayaan akan
hilang dan hal itu tak dapat terhindari. Pemikiran dari Troeltsch dapat
dikategorikan ke dalam jenis ini. 2. Pesimisme tragis, yang merupakan sikap yang
mencoba mengafirmasi dunia dan kehidupan sekalipun segala sesuatu tak berarti.
Pandangan ini misalnya dikemukakan oleh Nietzsche. 44. Realisme Realisme adalah
aliran filsafat yang memandang realitas sebagai dualitas. Aliran realisme
memandang dunia ini mempunyai hakikat realitas yang terdiri dari dunia fisik dan
dunia rohani. Hal ini berbeda dengan filsafat aliran idealisme yang bersifat
monistis yang memandang hakikat dunia pada dunia spiritual semata. Dan juga
berbeda dari aliran materialisme yang memandang hakikat kenyataan adalah
kenyatan yang bersifat fisik semata. Realisme membagi realistas menjadi dua
bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan yang kedua
adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.
45. Relativisme Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti
nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme
berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah
perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya.
Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan
yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan
budaya masyarakatnya. 46. Sensasionisme Akar kata sensation, yakni “sense”,
sebenarnya sudah cukup menggambarkan apa yang disebut berita sensasi, yaitu
berita yang isinya dan terutama cara mengemukakannya bertujuan untuk menarik
perhatian, membangkitkan perasaan dan emosi manusia. Dengan demikian, berita
sensasional harus hebat, memberikan keheranan, kekaguman, ketakjuban, atau
kengerian. Pendeknya, harus dapat meluapkan berbagai macam perasaan. 47.
Sosialisme Aliran sosialisme berpendapat bahwa masyarakat yang menentukan baik-
buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya. Lebih jelas lagi, apa yang
lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu, itu baiklah. Aliran sosialisme ini
banyak mengandung kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan karena tidak
umum. Kerap kali suatu adat kebiasaan dalam satu masyarakat dianggap baik,
sedangkan dalam dan barat, bahkan antara suku-suku di tanah air kita, tidak
mengatakan adat-istiadat mana yang baik atau yang tidak baik. Penegasan bahwa
adat-istiadat sukar dijadikan ukuran umum, karena tidak umumnya itu. 48.
Tradisionalisme Tradisionalisme adalah ajaran yang mementingkan tradisi yang
diterima dari generasi-generasi sebelumnya sebagai pegangan hidup. Tradisi dapat
berasal dari praktek hidup yang sudah berjalan lama, ini disebut tradisi
kultural. Dapat pula berasal dari keyakinan keagamaan yang berpangkal pada
wahyu, ini disebut tradisi keagamaan. Tradisionalisme berasal dari kata Latin,
tradere yang artinya menyerahkan, memberikan, meninggalkan. Dari kata ini
terbentuk kata benda traditio yang berarti penyerahan, pemberian, peninggalan,
warisan tradisi. Kata traditio inilah yang menjadi asal istilah tradisionalisme.
49. Taoisme Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina.
Taoisme (Tionghoa: atau ) juga dikenal dengan Daoisme, diprakarsai oleh Laozi
(pinyin:Lǎozǐ) sejak akhir Zaman Chunqiu yang hidup pada 604-517 sM atau abad
ke-6 sebelum Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi yang berdasarkan Daode Jing
(pinyin:Dàodé Jīng). Pengikut Laozi yang terkenal adalah Zhuangzi yang merupakan
tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi. Selain aliran filsafat, Taoisme juga
muncul dalam bentuk agama rakyat, yang mulai berkembang 2 abad setelah
perkembangan filsafat Taoisme. Tokoh sentral dari Taoisme adalah Lao Tzu. 50.
Teologi / Religiosisme Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan
buruknya perbuatan manusia didasarkan atas ajaran tuhan. Perbuatan itu
diperintahkan atau dilarang olehNya. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan
itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang Tuhan itulah perbuatan
buruk. Perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan instruksi Tuhan dan
perbuatan yang tidak baik adalah yang berlawanan dengan instruksi Tuhan. Masing-
masing agama mempunyai kategori baik dan buruk sendiri-sendiri dan dapat pula
aliran-aliran sesuatu agama berlainan dalam ukuran baik dan buruk. Perbedaan itu
disebabkan berlainan pendapat dalam menginterprestasi dalil-dalil agama. Dosa
berlaku dalam amal dan bukan di dalam fitrah kejadian manusia, demikian menurut
islam. Menurut Kristen, dosa berlaku di dalam amal dan di dalam fitrah kejadian
manusia sebagai dosa waris. Dosa waris ini telah ditebus oleh Yesus Kristus dan
manusia wajib mengikuti ajaran Yesus sebagai juru selamat. 51. Utiliarianisme
Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk
menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi
pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan-aturan ketat
moralitas yang tidak mencerminkan perubahan-perubahan radikal di zamannya. 52.
Universalisme Universalisme adalah posisi meta-etika bahwa beberapa sistem
etika, atau sebuah etika universal, berlaku secara universal, tanpa memandang
budaya, ras, seks, agama, kebangsaan, orientasi seks, atau faktor pembeda
lainnya. Sikap manusia yang satu terhadap manusia yang lain bermacam-macam. Ada
yang indiferentistis alias acuh tak acuh. Ada yang diskriminatif, membeda-
bedakan orang atas dasar status dan jabatan sosial, kekayaan, warna kulit, ras,
dan agama. Ada yang partikularistis, memandang diri istimewa, khusus, dibanding
dengan manusia lain, cenderung superioristis, menganggap diri lebih tinggi dari
manusia lain. Namun demikian, ada juga yang universalistis, memandang semua
orang sama martabat dan kedudukannya. Dari sinilah lahir paham universalistis,
universalisme. Dalam bahasa Latin ditemukan kata universum yang berarti "alam
semesta dunia". Dari kata itu, dibentuk kata sifatnya, yaitu "universalis", yang
artinya umum, mencakup semua, menyeluruh.Dalam bahasa Inggris, kata Latin
universalis menjadi universal. Kata ini dapat berarti konsep umum yang dapat
diterapkan pada sisi mana pun. Dari kata universalis dan universal itulah
istilah universalisme berasal. 53. Verbalisme Verbalisme berasal dari kata
Latin, verbum yang berarti perkataan atau ucapan. Verbalisme dapat sekadar
berarti sebagai ungkapan verbal (verbal expression), entah istilah untuk
menyebut sesuatu, atau pengungkapan lewat kata-kata untuk mengungkapkan gagasan
dan menyatakan pengertian. Verbalisme juga dapat dipergunakan untuk menyebut
tulisan atau uraian yang mempergunakan terlalu banyak kata, sedang isinya
terlalu sedikit, tanpa isi atau terlalu sedikit, atau sama sekali tak menyentuh
topik yang sedang dibicarakan, alias omong kosong. Akan tetapi, verbalisme juga
merupakan pendirian. Verbalisme lalu menjadi sikap yang lebih menjunjung tinggi
kata daripada kenyataan yang diungkapkan, istilah daripada permasalahan yang ada
di belakangnya, dan rumusan daripada kebenaran yang dikandungnya. Dengan sikap
itu, penganut verbalisme memperlakukan kata lebih penting daripada kenyataan
yang diungkapkan. Secara umum verbalisme dapat menjadikan kata, ungkapan,
ucapan, sebagai hal atau entitas yang berdiri sendiri. Dalam dan dengan anggapan
itu, orang sudah dianggap baik, loyal, terhormat, hanya karena kata-katanya yang
bernada sedap, mendukung dan menyanjung, tanpa menyelidiki bagaimana perilaku
yang sesungguhnya. Sebaliknya orang seringkali dianggap jahat dan pengacau,
hanya karena ucapan-ucapannya yang terus terang, berbeda dengan yang lazim dan
kritis, meskipun perbuatan nyatanya sungguh membawa kebaikan bagi banyak orang.
54. Voluntarisme Voluntarisme adalah modal sosial yang sangat berharga yang
harus terus dipupuk di dalam masyarakat. Modal sosial suatu masyarakat berakar
pada kohesi sosial dan keinginan untuk melakukan tindakan atau investasi sosial
bagi komunitasnya. Istilah ini berasal dari bahasa Latin voluntas yang artinya
'kehendak'. F. Toennies adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah
ini pada tahun 1883. Ketika itu, Tonnies sedang melakukan kajian atas pemikiran
Spinoza. Menurutnya, voluntarisme bertolak belakang dengan rasionalisme yang
sedang berkembang saat itu 55. Zelotisme Zelotisme berasal dari akar kata
Yunani, zelos yang berarti hasrat, keinginan, minat besar untuk meraih,
mencapai, mendapatkan, atau merebut sesuatu. Zelos berkembang menjadi zelotes,
yang berarti orang yang memiliki hasrat, keinginan, minat besar untuk meraih dan
mencapai sesuatu. Ada berbagai hal yang mau dicapai, sesuai dengan isi hasrat,
keinginan, dan minat orang yang mau mencapainya. Karena itu, bentuknya dapat
terbentang mulai dari hal yang memenuhi kebutuhan tingkat pertama sampai
kebutuhan tingkat kelima, menurut hierarkhi kebutuhan Abraham Maslow: dari soal
makan, minum, seks, sampai realisasi dan pengembangan diri. Dari kata zelotes,
berkembanglah istilah zelotisme, yang berarti aliran, paham, pendirian, atau
keyakinan yang mendasarkan diri pada hasrat, keinginan, minat besar untuk
mencapai sesuatu. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Ada banyak aliran-aliran dalam
etika dan setiap aliran-aliran (isme-isme) tersebut memiliki pandangan masing-
masing. Ada yang sama dan ada pula ketiksamaan dalam aliran-aliran (isme-isme)
tersebut. Beberapa isme tersebut yaitu sebagai berikut: Aksiologisme, Altruisme,
Anarkisme, Anomianisme, Autentisisme, Autisme, Behaviorisme, Deontologisme,
Desisionisme, Deskriptivisme, Determinisme, Developmentalisme, Dilentantisme,
Eudemonisme, Egoisme, Eksistensialisme, Emosionisme, Emotivisme, Entusiasme,
Environmentalisme, Epiekianisme, Epikurianisme, Empirisme, Formalisme,
Hedonisme, Humanisme, Intuisionisme, Individualisme, Idealisme, Kustomisme,
Konsekuensilisme, Laksisme, Liberalisme, Moralisme, Nihilisme, Optimisme,
Otomatisme, Otoritarianisme, Perfeksionisme, Permisivisme, Pragmatisme,
Prekskriptivisme, Pesimisme, Realisme, Relativisme, Sensasionisme, Sosialisme,
Tradisionalisme, Taoisme, Teologi / Religiosisme, Utiliarianisme, Universalisme,
Verbalisme, Voluntaris, Zelotisme. 2. Saran-Saran Adapun sarn yang dapat penuis
uraikan yaitu: 1. Agar lebih memperbanyak referensi yang dimiliki. 2. Pahami apa
yang telah pembaca baca. 3. Dan lebih sering berdiskusi dengan teman-teman.
ETIKA PENDIDIKAN 21.04 rokhmatun No comments
RESUM ETIKA PENDIDIKAN
Etika menurut Franz Magnis Suseno (1989) adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang leih mendasar dan kritis. Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis, tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika bisa memiliki banyak arti dan tentu saja arti tersebut saling erkaitan, yaitu : etika bisa dijelaskan sebagai cara pandang manusia atau sekelompok manusia terhadap dua hal yaitu aik dan buruk; etika merupakan ilmu dalam mempertimbangkan perbuatan manusia, sehingga bisa dinilai baik atau buruknya; etika adalah ilmu untuk mengkaji berbagai norma yang ada dalam masyarakat; dan etika merupakan pegangan nilai yang universal atau umum bagi suatu masyarakat. Pada dasarnya etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu: a) ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, b) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau perilaku menggambarkan nilai etis dan moralitas, c) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tika adalah niilai-nilai atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.Etika : ilmu yang mencari orientasiSalah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental adalah orientasi. Sebelum kita dapat melakukan sesuatu apapun kita harus mencari orientasi dulu. Kita harus tahu dimana kita berada, dan kearah mana kita harus bergerak untuk memulai tujuan kita. Tanpa orientasi kita tidak tidak tahu arah dan merasa terancam. Etika juga bisa membantu kita untuk mencari orientasi, dengan Tujuan agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap beragai pihak yang menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap.Etika dan ajaran moralSumber langsung ajaran moral bagi kita adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, pemuka masyarakat dan agama, adapun sumber dasar ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-ideologi tertentu.Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama. Jadi etika kurang dan lebih dari ajaran moral. Kurang karena etika tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak. Wewenang itu di klaim oleh berbagai pihak yang memberikan ajaran moral. Lebih, karena etika berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup menurut norma – norma tertentu.Guna etikaSetiap orang perlu bermoralitas, tetapi tidak setiap orang perlu beretika, karena etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Ada empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakin perlu :• Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang moralitas. Setiap hari kita bertemu orang – orang dari suku, daerah, dan agama yang berbeda – beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi.• Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan itu terjadi di bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi.• Ketiga, tidak mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideologi – ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi – ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing emosi.• Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak menentukan dasar
kemaantapan mereka dalam iman keercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
Metode etikaAda suatu cara pendekatan yang dituntut dalam semua semua aliran yang pantas disebut etika, ialah pendekatan kritis. Etika paada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapat – pendapat moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat – pendapat moral dikemukakan pertanggungjawaban. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.
Etika pendidikanUndang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai cita-cita luhur tersebut, pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha dalam peningkatan kualitas pendidikan yang tentu saja sebagian dari peningkatan kualitas itu sudah kita rasakan bersama namun masih kurang optimal.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia, pola serta metode yang dijalankan umumnya menganut serta mengadopsi akar budaya bangsa kita yakni mengedepankan output anak didik yang sopan santun, pintar, berkhlak yang disebut juga etika. Tapi kenyataannya kita dihadapkan pada pergeseran nilai yang menggamarkan adanya pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai yang dianut oleh generasi sebelumnya dengan generasi penerusnya.
SUMBER :Magnis Suseno, Frans. 1987. “Etika Dasar”. Yogyakarta: Kanisius
anusia Pembelajar
A. Manusia Pembelajar Dan Karakternya
Istilah “Manusia Pembelajar” terbentuk dari Dua kata, yaitu manusia dan pembelajar. Kedua kata tersebut jika berdiri sendiri-sendiri memiliki arti yang berbeda atau jika digabungkan memiliki arti dan makna yang lain. Manusiamerupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali akal dan pikiran. Akal dan pikiran itulah nanti yang menuntun manusia dalam melakukan sesuatu serta mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk. STA dalam Alfian 1985:143mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang menciptakan kebudayaan dan hidup sepanjang sejarah dalam berbagai-bagai kebudayaan yang selalu mengalami perubahan. Sementara itu kata pembelajar berasal dari kata dasar “ajar” yang dibubuhan imbuhan -pe dan -be. Imbuhan -pe merupakan penegasan makna dari kata dasar ajar (yang telah ditambahkan imbuhan –be/ belajar) yang berarti gemar/suka/rajin jika digabung dengan kata manusia. Beberapa hal yang berkaitan dengan
pengertian Belajar yaitu suatu proses yang berkesinambungan yang berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, hasil belajar ditunjukan dengan tingkah laku, dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu motivasi, emosional, sikap, dan yang lainnya. Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai, nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik.
Jadi, manusia pembelajar merupakan mereka yang memahami akan arti dan hakikat hidupnya. Mengapa? Karena ini adalah dasar dari segalanya, sebelum ia mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya bahkan pribadinya sendiri, maka pemahaman akan hakikat hidup manusia menjadi sebuah kebutuhan sejati, karena mereka menjadi lebih tahu serta memiliki objektifitas dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki untuk menjadi pribadi yang ideal.
Potensi yang ada haruslah dikembangkan secara seimbang (balance) sehingga tidak tumpang tindih satu sama lain. Karena 3 potensi dasar tersebut, yaitu moral, intelektual, dan fisik merupakan sebuah kesatuan utuh yang perlu dikembangkan. Sehingga efeknya mereka mampu berfikir, memahami dan melaksanakan apa yang diinginkannya dengan fokus yang nantinya akan berbuah pada bingkai yang positif.
Pada dasarnya setiap manusia yang diciptakan Tuhan berbeda-beda bentuknya, karakter, kegemaran, bahkan pemikirannya sekalipun. Secara psikologis tipe manusia pembelajar ini umumnya mereka memiliki karakter atau sifat dan sikap yang tidak cepat berputus asa atau pantang menyerah. Hal tu terjadi karena keinginan untuk belajar yang tumbuh dalam hati tipe manusia ini sangat kuat dan tidak mudah digoyahkaan. Selain itu, mereka (manusia pembelajar) selalu berusaha untuk mencapai tujuannya walaupun ada rintangan yang menghalanginya. Contohnya saja seperti mau belajar tanpa memandang tempat, waktu, bahkan siapa yang mengajar/sekecil apapun hal yang bisa dipelajarinya. Yang ia tahu hanyalah ia harus terus belajar agar menjadi manusia yang ideal. Jadi, tidak mengherankan jika tipe manusia pembelajar ini memiliki pandangan akan kehidupan dan tujuan hidup yang ingin dicapainya. Oleh karena itu keberadaan manusia sebagai pencipta kebudayaan seperti mengembangkan diri menjadi manusia pembelajar tak terlepas dari kemampuan atau daya yang dimiliki seperti akal, intelegensia dan intuisi, perasaan dan emosi, kemauan, fantasi, dan perilaku.
Mahasiswa merupakan salah satu contoh dari manusia pembelajar. Status mahasiswa yang hari ini kita miliki bersama- sebagai seorang yang sedang mengalami proses pendidikan formal adalah bagian kecil (part of) manusia pembelajar. Bukan sekedar mengejar prestasi akademis semata, karena kita (mahasiswa) memiliki peran penting dalam menentukan nasib bangsa nantinya. Mahasiswa adalah orang-orang yang dituntut untuk membawa angin segar perubahan, menjaga nilai-nilai postif yang ada di masyarakat, dan tentunya menjadi stok yang selalu siap untuk dimanfaakan bangsanya.
B. Apa Tujuan dan Alasan Belajar “Si Manusia Pembelajar” ?
Tujuan merupakan arah yang menentukan langkah yang ingin atau akan ditempuh individu atau kelompok agar dapat memperoleh keadaan/ situasi yang diinginkan. Dalam pencapaian tujuan biasanya tidak sedikit usaha yang dibutuhkan hingga tak jarang pengorbanan harus mejadi taruhan untuk mencapai hasil yang maksimal (tujuan).
Demikian juga yang terjadi pada sosok manusia pembelajar, bukan tidak beralasan mengapa ia (manusia pembelajar) melakukan kegiatan belajar. Alasan itulah yang menuntunnya agar sampai pada tujuannya. Tujuan yang ingin dicapai oleh manusia pembelajar cukup bervariasi, setiap tujuan yang ingin dicapai oleh manusia pembelajar terselip unsur kepentingan atau bisa kita sebut manfaat yang akan diperoleh jika tujuan tersebut tercapai dengan baik. Contohnya sebagai berikut :
Contoh Peristiwa
Saya akan belajar sungguh-sungguh agar bisa menjadi lulusan terbaikObjek usaha yang dilakukan tujuan
Contoh pada kalimat di atas saling berkesinambungan. Jika tujuan telah berhasil dicapai dengan baik, maka ada frekuensi keberhasilan si objek di masa mendatang yaitu kemungkinan besar memiliki peluang bekerja dan sukses (manfaat dari tercapainya tujuan dengan baik).
Tujuan dan Alasan Belajar Si Manusia Pembelajar
Pada umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh manusia pembelajar ialah memperoleh manfaat. Manfaat yang diperoleh akan berbeda-beda bentuk dan hasilnya, biasanya sesuai dengan pembelajaran apa yang dilakukannya dan seberapa besar tingkat kesulitannya. Manfaat yang diperoleh tidak semua bentuknya nyata (kasatmata/terlihat/materi) namun ada juga manfaat yang bentuknya abstrak tetapi dapat dirasakan hasilnya. Berikut beberapa contoh tujuan si manusia pembelajar :
1. Pengembangan & perbaikan diri;2. Menambah ilmu, wawasan, dan informasi;3. Tuntutan profesi (pekerjaan);4. Kepuasan batin (kebutuhan);5. Rasa ingin tahu dan mencoba-coba;6. Meningkatkan Practice/image;7. Mengikuti perkembangan peradaban.
C. Kebiasaan dan Cara Belajar “Si Manusia Pembelajar”
Kebiasaan dan cara belajar manusia berbeda-beda. Semuanya berpulang pada cara pandang/pola pikir bahkan kecerdasan intelektuan/potensi/bakat yang dimilikinya. Teori kecerdasan pada manusia telah menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kebiasaan dan cara belajar itu. Tak heran kebiasaan belajar yang dilakukan berkaitan dengan cara belajar yang dipilih oleh individu tersebut.
Kebiasaan dan cara belajar yang dipilih haruslah membuat manusia pembelajar merasa nyaman. Perasaan nyaman akan memberikan suasana belajar menjadi menyenangkan sehingga akan membuahkan hasil yang positif.
Howard Gardner mengidentifikasi ada 8 delapan macam kecerdasan manusia dalam memahami dunia nyata, kemudian di tambahkan lagi dengan pakar lain sehingga menjadi 10 kecerdasan yaitu verbal, logika, visual, gerak tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis, spiritual, dan eksistensial.
Contoh cara belajar yang berkaitan dengan kecerdasan1. Individu yang memiliki kecerdasan verbal
Individu ini memiliki kecerdasan dalam berbahasa, sehingga ia senang dengan pembelajaran yang melibatkan kecerdasan ini. Kebiasaan yang disenanginya dalam belajar menjadi sebuah cara belajar yang ia sukai. Ekspresi dari kecerdasan ini seperti bercerita, membaca, tata bahasa, dan lainnya.
2. Individu yang memiliki kecerdasan interpersonalIndividu ini belajar dengan cara bekerjasama dan berkomunikasi baik verbal atau non verbal dengan orang lain. Misalnya dalam belajar ia membutuhkan panduan dari guru les, atau orang lainnya yag dianggap mampu membantu.
D. Faktor Pendorong Kuatnya Niat Belajar
Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal dipengaruhi oleh niat. Jika niat yang ada dalam diri seseorang tidak kuat, maka hal itu secara sadar ataupun tidak sadar akan mempengaruhi usaha yang dilakukannya (manusia) dalam proses pencapaian tujuan yang di inginkannya. Niat kerap kali diartikan sebagai kemauan/keinginan hati. Tak heran jika niat itu pada umumnya cukup berpengaruh pada kondisi batin terkecil (hati nurani) seseorang. Walaupun keberadaan niat itu dipengaruhi oleh hati nurani manusia tetapi kondisi sekitar (lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, dll ) juga cukup mempengaruhi kuatnya niat yang ada dalam diri seseorang. Artinya, niat bisa saja dalam sekejap menjadi sangat kuat, kemudian usaha yang dilakukan dalam proses pencapaian tujuan menjadi maksimal, ataupun sebaliknya. Hal itu tentu saja berimbang dengan kondisi manusia sebagai pelaku usaha dalam pencapaian tujuan yang diinginkannya. Kondisi yang dimaksud seperti kesehatan fisik atau keadaan batin manusia yang berbeda setiap waktu. Berikut, ada Dua faktor pendorong kuatnya niat yang disimpulkan oleh penulis (Kelompok 9) :
Faktor Internal
Faktor internal yang mendorong kuatnya niat seseorang khususya dalam belajar merupakan faktor pendorong yang bersumber dari dalam (intern) diri manusia itu sendiri. Mengapa dikatakan bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri ?
Seperti yang kita ketahui, manusia dibekali akal dan pikiran oleh tuhan untuk berpikir dan melakukan hal-hal lainnya yang baik dan berguna baginya ataupun lingkungannya. Jauh di dalam lubuk hati setiap manusia ada hal yang tidak bisa berbohong atau dibohongi namun hanya manusia itu sendirilah yang mengetahuinya, yakni, hati nurani/hati kecil. Seburuk-buruknya manusia, pasti ada sisi baik lain yang dimilikinya walaupun hanya sebuah niat/keinginan dalam dirinya yang tak terungkap atau tak ada Satu orangpun yang tahu.
Jika niat yang terdapat pada diri manusia dalam belajar sangat kuat, maka hal lainnya (eksternal) akan berfungsi sebagai faktor pendukung keberhasilan manusia itu dalam belajar. Oleh sebab itu keberadaan niat dalam diri seseorang akan semakin kuat jika didukung oleh lingkungannya. Dukungan yang kuat akan menambah kamauan bahkan semangat juang yang tinggi dalam melakukan sesuatu seperti proses pembelajaran yang dijalaninya.Contohnya :Jika seseorang menyukai dan mahir dalam bidang kesenian, maka kemahirannya dalam bidang seni itu merupakan salah satu bakat/potensi yang dimilikinya. Ketika ia bercita-cita untuk menjadi seorang seniman ternama yang ingin meneruskan bakat kakeknya, cita-cita itulah merupakan cikal bakal tumbuhnya niat yang kuat dalam dirinya. Artinya dia secara tidak langsung akan mengembangkan kemahirannya dalam bidang kesenian itu (usaha yang dilakukannya akibat niat yang kuat dalam dirinya).
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mendorong kuatnya niat seseorang khususya dalam belajar sudah sedikit disinggung pada pembahasan di atas. Faktor pendorong eksternal ini merupakan dorongan yang bersumber dari luar diri manusia. Contohnya seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, dll. Lingkungan tersebut (eksternal) juga cukup mempengaruhi kuatnya niat yang ada dalam diri seseorang. Artinya, niat bisa saja dalam sekejap menjadi sangat kuat, kemudian usaha yang dilakukan dalam proses pencapaian tujuan menjadi maksimal. Terkadang ada sebagian orang yang membutuhkan rangsangan dari luar dahulu (dukungan ekternal) untuk memicu kuatnya niat internal atau sebaliknya. Pada hakikatnya semua itu berpulang kembali pada individu tersebut, karena cara pandang, pola pikir, jenis kepentingan, masalah, bahkan kehidupan setiap orang berbeda-beda.
E. Kesimpulan
Pada dasarnya setiap manusia yang diciptakan Tuhan berbeda-beda bentuknya, karakter, kegemaran, bahkan pemikirannya sekalipun. Tuhan telah menyiapkan sejuta rencana, namun sebagai manusia, kita dituntut untuk selalu berusaha membuat jalan hidup kita menjadi baik.
Sebagai makhluk sosial penting bagi kita untuk memahami arti dan hakikat hidup kita. Karena ini adalah dasar dari segalanya, sebelum kita mengembangkan potensi dan pribadi yang kita miliki. Maka pemahaman akan hakikat hidup manusia menjadi sebuah kebutuhan sejati, karena mereka menjadi lebih tahu untuk apa kita hidup dan apa tujuan kehidupan yang kita jalani. serta memiliki objektifitas dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki untuk menjadi pribadi yang ideal.
Begitupulalah yang terjadi pada tipe manusia pembelajar. Ada sejuta alasan dibalik kehidupan yang dinginkannya. Jadi, sangatlah penting bagi kita semua (tidak memandang gender, umur dan keadaan apapun) untuk menjadi manusia pembelajar. Yang harus kita sadari dan kita lihat dengan positif adalah jangan pernah menjadi manusia yang puas dengan apa yang Anda miliki. Teruslah berusaha menggali, mengasah, hingga mengembangan pribadi Anda (wawasan, pengalaman, mental, ilmu, sikap, dsb.) untuk menuju pribadi yang lebih ideal. Walaupun pengorbanan akan menjadi taruhannya tetapi manusia pembelajar meyakini bahwa akan ada konsekuensi baik yang pasti akan diterima kelak.
F. Saran
Ada satu sisi yang menjadi perhatian penting dari penulis (Kelompok 9), yaitu dari jenis manusia pembelajar dengan tujuan kepuasan batin/akademik dengan pendorong niat intern .
Kemungkin yang harus diwaspadai ketika Anda mencoba menuju pribadi demikian (Manusia Pembelajar dengan tujuannya adalah kepuasan batin/akademik), jangan sampai melupakan lingkungan sosial Anda karena kesibukan Anda dalam belajar. Hal itu bisa saja akan berdampak pada sikap yang Anda miliki. Misalnya susah bersosialisasi dengan lingkungan dan cenderung bersifat individualisme.
G. Refrensi
1. Internet2. Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta