AWAL WAKTU MAGRIB MAKALAHif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/HUDI... ·...

21
AWAL WAKTU MAGRIB MAKALAH Disampailakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Astronomi Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Izzudin, M.Ag. Oleh : HUDI Konsentrasi Ilmu Falak PROGRAM DOKTOR STUDI ISLAM PASCASARJANA UIN WALISONGO SEMARANG 2017

Transcript of AWAL WAKTU MAGRIB MAKALAHif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/HUDI... ·...

AWAL WAKTU MAGRIB

MAKALAH

Disampailakan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Astronomi

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Izzudin, M.Ag.

Oleh :

HUDI

Konsentrasi Ilmu Falak

PROGRAM DOKTOR STUDI ISLAM

PASCASARJANA

UIN WALISONGO SEMARANG

2017

A. Pendahuluan

Ilmu falak atau astronomi adalah suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, gerak, ukuran dan segala

yang berkaitan dengannya. Zubeir Umar Jaelani mendefinisikan astronomi

secara teori sebagai ilmu yang mempelajari benda-benda langit dari segi

gerakannya, posisinya, terbit, proses pergerakannya, ketinggiannya, juga

membahas masa siang dan malam yang masing-masing berkaitan dengan

perhitungan bulan dan tahun, hilal serta gerhana bulan dan Matahari1.

Benda langit yang dijadikan obyek kajian di kalangan umat Islam

adalah Matahari, bulan dan Bumi yang terbatas pada “posisi”. Hal ini

disebabkan karena perintah pelaksanaan ibadah baik waktu maupun cara

dikaitan langsung dengan posisi benda langit2

Gerak semu matahari dipergunakan oleh umat Islam dalam penentuan waktu

sholat, karena perjalanan semu matahari relative tetap. Demikian pula kapan matahari

akan membuat bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang bendanya juga dapat

diperhitungkan untuk tiap-tiap hari sepanjang tahun.3Dalam penentuan jadwal salat,

data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama

ketinggian atau jarak zenit. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari

adalah fajar (morning twilight), terbit, melintasi meridian, terbenam, dan senja (evening

twilight). Dalam hal ini astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan

dalam dalil agama (Al-Qur‟an dan hadits Nabi) menjadi posisi matahari.4

1 Dra. Maskufa, MA., IlmuFalak, (Jakarta: GaungPersada, 2009), 89

2 Dra. Maskufa, MA., IlmuFalak, 89

3Kementerian Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyat,(Dirjen

Bimas Kementerian Agama RI, 2010), 23. 4http://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/19/matahari-dan-penentuan-

jadwal-shalat/ tgl 23 Januari 2013

Ilmu falak kemudian memahami bahwa waktu-waktu salat

yangdidasarkan pada fenomena Matahari tersebut dapat diterjemahkan

dengankedudukan atau posisi Matahari saat-saat membuat atau mewujudkan

keadaan-keadaan yang merupakan petanda bagi awal atau akhir waktu salat5

Posisi matahari dalam peredarannya sangat menentukan nilai besar

sudut waktu yang dibentuk oleh matahari. Pada saat matahari berkulminasi atas

(tengah hari), sudut waktunya = 0o. Ketika matahari turun (bergeser ke Barat

pada sore hari) sudut waktu ini makin besar sampai saat kulminasi bawah =

180° (tengah malam) Selanjutnya ketika matahari berbalik keatas, (bergeser ke

Timur lagi), sudut waktunya menjadi negatif sampai titik kulminasi atas lagi.6[24]

Sedangkan pada saat matahari terbit dan terbenam nilai ketinggian matahari h=

00. Nilai ketinggian matahari ketika berada di bawah ufuk memiliki nilai

negative (-) sedangkan ketika berada diatas ufuk memiliki nilai positif (+).7

B. Pembahasan

1. Dalil Waktu Salat Magrib.

a. Surat Al-Isra„ ayat 78

5Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana

Pustaka, 2004), 87 6Nabhan Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat, 2010

7 Suryadi Siregar, Modul Astronomi Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008

“Dirikanlah salat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap

malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat

Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”

Ahmad Mustafa dalam tafsirnya menyatakan bahwa salat yang

difardhukan kepada-mu setelah tergelincir Matahari sampai dengan

gelapnya malam. Pernyataan ini menjadikan salat empat waktu yaitu

zuhur, Asar, magrib, isya, dan tunaikanlah salat Subuh8

b. Surat Thaha ayat 130

“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan

bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit Matahari

dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-

waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya

kamu merasa senang”

Ada juga ulama yang memahami perintah bertasbih berarti

perintah melaksanakan salat, karena salat mengandung tasbih, pensucian

Allah dan pujiannya. Bila dipahami demikian, maka ayat diatas dapat

dijadikan isyarat tentang waktu-waktu salat yang ditetapkan Allah.

Firman-Nya ”Qobla Thuluu’i al-Syamsyi” sebelum Matahari terbit

mengisyaratkan salat subuh. ”Wa Qobla Ghurub” dan sebelum

terbenamnya adalah salat Asar. Firman Allah اناءالليلpada waktu-waktu

8Ahmad Mustofa Al-Marogi, Tafsir Marogi, (Semarang: Toha Putra, 1986),

155.

malam menunjukkan salat magrib dan Isya sedang واطرف النهار pada

penghujung-penghujung siang adalah salat Zuhur9

c. Surat Ar-Rum ayat 17-18

“Maka bertasbihlah10

kepada Allah di waktu kamu berada di

petang hari dan waktu kamu berada di waktu Subuh, Dan bagi-

Nyalah segala puji di langit dan di Bumi dan di waktu kamu

berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu

Zuhur”

Ulama„ memahami ayat diatas sebagai isyarat tentang waktu-

waktu salat yang dimulai dengan salat Asar dan Magrib yang ditunjukkan

oleh kata توسى yaitu saat Matahari baru saja akan terbenam dan atau saat

sesaat Matahari telah terbenam11

d. Hadis riwayat At-Thirmidzi dan Ahmad dari Jabir bin „Abdullah

جاػي سلن جاء جبسيل ػلي لال أى البي صل هللا ػلي هللا ػ السالم بسا بي ػبد هللا زض

فصل الع فصل الؼصس هفمال ل لن فصل ز حيي شالت الشوس ثن جاء الؼصس فمال لن فصل

جبت ا فصل الوغسب حيي لشوس حيي صاز ظل كل شيئ هثل ثن جاء الوغسب فمال لن فصل

فصل ثن جاء الؼشاء فمال ل فصل الؼشاء حيي غاب الشفك ثن جاء الفجس فمال لن فصل ن فصل

فصل س فمال لن فصل لال سطغ الفجس ثن جاء بؼد الغد للظ س الفجس حيي بسق الفجس الظ

فصل الؼصس حيي صاز ظل كل شئ حيي صاز ظ ل كل شئ هثل ثن جاء الؼصس فمال لن فصل

لال ث وثلي ثن جاء الؼشاء حيي ذب صف الليل أ احدا لن يصل ػ لتا ل ثن جاء الوغسب

9Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, vol 2, 2005), 130

10Maksud bertasbih dalam ayat 17 ialah bersembahyang. Ayat-ayat 17 dan 18

menerangkan tentang waktu sembahyang yang lima. 11

Quraish Shihab, Tafsir Misbah, 30

فصل الفجس الل ا فمال لن فصل فصل الؼشاء حيي جاء حيي أسفس جد ثن لال ها يل فمال لن فصل

لت)زا احود السائ التسهر(بيي لتيي ريي ال

”Dari Jabir bin Abdullah R.A berkata telah datang kepada Nabi

SAW. Jibril a.s lalu berkata kepadanya bangunlah, lalu

bersembahyanglah kemudian Nabi salat Zuhur dikala Matahari

tergelincir. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Asar

lalu berkata, bangunlah lalu sembahyanglah, kemudian Nabi salat

Asar di kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian

ia datang lagi kepadanya di waktu Magrib lalu berkata

bangunlah,kemudian Nabi salat Magrib dikala Matahari

terbenam. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu Isya‟ lalu

berkata : bangunlah dan salatlah kemudian Nabi salat Isya‟ dikala

mega merah telah terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya

di waktu fajar lalu berkata : bangun dan salatlah, kemudian Nabi

salat fajar di kala fajar menyingsing, atau ia berkata: di waktu

fajar besinar. Kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu

Zuhur kemudian ia berkata padanya bangunlah lalu salatlah

kemudian Nabi salat Zuhur dikala bayang-bayang suatu sama

dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya di waktu Asar dan

ia berkata : bangunlah dan salatlah kemudian Nabi salat Asar

dikala bayang-bayang Matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia

datang lagi kepadanya di waktu Magrib dalam waktu yang sama,

tidak bergeser dari waktu yang sudah. Kemudian ia datang lagi di

waktu Isya‟ di kala telah lalu separo malam, atau ia berkata telah

hilang sepertiga malam, kemudian Nabi salat Isya‟. Kemudian ia

datang lagi kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia

berkata bangunlah lalu salatlah, kemudian Nabi salat fajar,

kemudian Jibril berkata saat dua waktu itu adalah waktu salat.”

(HR. Imam Ahmad, Nasai dan Thirmizi)12

e. Hadis riwayat Muslim

12

Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Bairut: Darul Fikr, Jilid

III), 405. Dan juga lihat, Muhammad bin Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar, (Bairut:

Darul Kitab, Jilid I), 435.

بي ػوس أى زسل هللا س إذا شالت الشوس » لال -صل هللا ػلي سلن-ػي ػبد هللا لت الظ

ها لن يحضس الؼصس جل كطل كاى ظل الس لت صالة لت الؼصس ها لن تصفس الشوس

بح لت صالة الص سظ لت صالة الؼشاء إل صف الليل األ فك هي الوغسب ها لن يغب الش

طلع الفجس ها لن تطلغ الشوس

“Waktu Zuhur apabila Matahari tergelincir dan bayang-bayang

seseorang sama dengan tingginya, yaitu selam belum datang

waktu Asar. Waktu Asar selama Matahari belum menguning.

Waktu Magrib selama mega merah belum hilang. Waktu isya

sampai tengah malam. Waktu subuh mulai terbit fajar selama

Matahari belum terbit”.(HR. Muslim)13

Berdasarkan hadis-hadis di atas, maka dapat diketahui

bahwaWaktu salat Magrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai

tibanya waktu salat Isya‟.Dalam ilmu falak saat terbenamnya Matahari

yaitu ketika seluruh bundaran Matahari tak tampak oleh pengamat.

Dalam Bahasa Inggris waktu Magrib biasa disebut dengan Evening Time.

2. Pendapat Ulama’ Tentang Waktu Salat Magrib

Mengenai awal dan berakhirnya waktu salat Magrib dipahami oleh

ahli fiqh terutama Imam Mazhab dengan menafsirkan baik secara tersirat

maupun tersurat teks al-Quran maupun Sunnah. Pendapat Ulama fikih

berkaitan dengan pembahasan waktu salat Magrib:

a. Ulama Hanafiyah sepakat bahwa waktu Magrib dimulai saat terbenam

Matahari dan berakhir saat terbenamnya awan (syafaq), akan tetapi

mereka tidak satu pendapat mengenai berakhirnya waktu Magrib

berkaitan dengan jenis awan (syafaq) apakah yang berwarna merah atau

13

Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad, 282

putih14

. Abu Hanifah berpendapat bahwa syafaq yang dimaksud adalah

yang berwarna putih (muncul setelah awan merah) dengan mendasarkan

pada hadis Nabi: “Akhir waktu Magrib adalah di saat ufuk telah gelap”.

Menurut Abu Hanifah, ufuk akan gelap (tidak terlihat) jika syafaq putih

telah hilang15

.

b. Semua ulama mazhab Maliki sepakat bahwa waktu Magrib dimulai sejak

terbenamnya Matahari (gurub). Terbenam atau gurub di definisikan

ketika seluruh piringan Matahari telah terbenam dan tidak terlihat lagi,

baik dari dataran rendah maupun pegunungan. Akhir waktu Magrib

menurut mazhab Maliki terdapat beberapa pendapat di antaranya yaitu

pertama, berdasarkan salah satu qaul imam Malik ibn Anas yaitu bahwa

lama waktu Magrib akan berakhir sekiranya cukup untuk bersuci,

berpakaian, azan, iqamat, dan melaksanakan salat sebanyak 3 rakaat.

Kedua, pendapat Imam Malik dalam kitab al-Muwatta‟ yang menyatakan

bahwa waktu Magrib berakhir saat hilangnya syafaq (awan) merah,

pendapat ini dinilai yang paling sahih. Ketiga, waktu Magrib berakhir

sekitar lamanya melaksanakan salat 3 rakaat setelah hilangnya syafaq.

c. Ulama mazhab Syafi'i sepakat dalam menentukan permulaan waktu

Magrib yaitu sejak terbenamnya Matahari, berdasarkan sebuah hadis

ketika Jibril menjadi imam salat Nabi, Dalam hadis tersebut diriwayatkan

bahwa dia Jibril pernah salat Magrib dua hari bersama dengan Nabi SAW

ketika Matahari terbenam. Adapun berakhirnya waktu Magrib saat

14

Syamsudin al-Sarakhsi, Kitab al-Mabsut, (Bairut: Daul Kitab al-Ilmi, Juz I,

2001), 146 15

Muhammad ibnu Mahmud al-Barbati, Al-Inayah syah al-Hidayah, (al-

maktabah Syamilah), 360

hilangnya awan merah, menurut qaul qadīm16

. Sedangkan menurut qaul

JadīdSyafi'i, berakhirnya waktu Magrib didefinisikan dengan berjalannya

lama kadar berwudlu, menutup aurat, adzan, iqomah dan lima rokaat.

Maksud dari lima tersebut adalah terdiri dari tiga rakaat magrib dan dua

rakaat salat ba’diyahnya17

.

d. Ulama mazhab Hambali sepakat bahwa waktu magrib dimulai saat

terbenamnya Matahari dan berakhir saat syafaq merah telah hilang18

.

Berdasarkan pandangan beberapa mazhab dapat disimpulkan bahwa

waktu Magrib dimulai sejak Matahari terbenam sampai tiba waktu Isya

(hilangnya syafaq merah atau putih).

3. Data Hisab Awal Waktu Magrib

data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan waktu Magrib

adalah sebagai berikut:

a. Lintangtempat

Lintangtempatadalahjaraksepanjangga

risbujurBumimulaigariskatulistiwasa

mpaiketitikperpotongangarisbujuritu19

16

Abu Zakariyah al-Nawawi, al-Majmu’ syarh al-Muhadzab, (Bairut: Darul

Fikr, t.th), 29. Juga lihat Muhammad ibn Syihabudin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj,

(Bairut: Darul al-Fikr, 2004), 366. 17

Abu Zakariyah al-Nawawi, al-Majmu’ syarh al-Muhadzab, (Bairut: Darul

Fikr, t.th), 29. Juga lihat Muhammad ibn Syihabudin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj,

(Bairut: Darul al-Fikr, 2004), 366. 18

Abu Muhammad Abdullah ibn Qudamah, al-Mugni, (Bairut: Darul Fikr, Juz

I, 1992), 231. 19

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak Cara

PraktisMenghitungWaktuSalatArahKiblatdanAwalAwalBulan, Sidoarjo: Aqoba, 2010,

h. 7

. Dengan istilah lain lintang tempat adalah jarak antara garis lintang 0

derajat yang tepat di garis katulistiwa dengan tempat yang dituju20

.

Lambang lintang tempat adalah φ(baca: fi)21

. Lintang tempat di sebelah

selatan bertanda negatif (-) dan lintang tempat di sebelah utara bertanda

positif (+). Lintang tempat juga disebut latitude dan urd al-balad

22.Istilah yang digunakan Siradj Dahlan adalah malang

23.

b. BujurTempat

BujurTempatyaitu Jarak yang

diukur sepanjang busur

equator dari bujur yang

melalui Greenwich sampai

suatu tempat. Bujur tempat

juga disebut longitude dan

thul al-balad 24

. Sedangkan

Siradj Dahlan menyebutnya

dengan istilah Moedjoer25

.

Nilai bujur berkisar antara 00

s/d 1800. Di sebelah barat kota

Greenwich sampai 180° disebut Bujur Barat (BB) dan sebelah timurnya

sampai 180° disebut Bujur Timur (BT). Bujur barat dan timur

20

Dra. Maskufa, MA., IlmuFalak, 57 21

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak ,7 22

Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005),

49 23

Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005), 134 24

Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, 15 25

Susiknan Azhari, Ensiklopedi, 47

berhempitan di lautan Pasifik, dan Bujur Timur dalam sistem

Penanggalan Masehi dijadikan sebagai Garis batas tanggal. Lambang

Bujur tempat adalah λ (baca: lambda)26

c. KetinggianTempat

KetinggianTempatadalah jarak garis vertical dari titik yang setara dengan

permukaan laut samapi ke tempat itu. Ketinggian tempat dinyatakan

dengan satuan meter. Ketinggian tempat bisa diperoleh dari data

geografis tempat itu sendiri, atau bisa di peroleh dari pengukuran dengan

menggunakan alat yang bernama ALTEMETER, atau JPS.27

d. DeklinasiMatahari

DeklinasiMatahariadalahja

rak di sepanjang lingkaran

Deklinasi mulai dari

equator sampai ketitik

pusat Matahari, dan diberi

tanda lambang δ(baca

delta)28

. Deklinasi

Matahari sering disebut

Apparent Sun Declination

atau dalam bahasa

Arabnya dikenal dengan

istilah mail al-awal.

Deklinasi sebelah utara equator diberi tanda positif (+) dan di sebelah

26

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 9 27

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 24 28

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 11

selatan equator diberi tanda negatif (-). Untuk nilai deklinasi 23° 27°

adalah nilai deklinasi terjauh atau disebut mail al-a‘dhom.

e. Ketinggian Matahari

Ketinggian Matahari adalah jarak

busur sepanjang lingkaran vertikal

dihitung dari ufuk sampai

Matahari29

. Ketinggian disebut

juga irtifa’ yang diberi lambing

huruf “h” (kecil). Ketinggian

positif untuk benda langit yang

berada diatas ufuk, dan yang

negative untuk benda langit yang

berada di bawah ufuk30

.

Ketinggian waktu magrib adalah

Waktu magrib dimulai dengan

ditandai dengan terbenamnya

Matahari, yakni jika bibir piringan

matahari yang sebalah atas telah

berhimpitan dengan ufuk mar‟i.

Pada saat itu titik pusat matahari

berjarak sepanjang semi diameter

yang besarnya diameter matahari

29

Muhyidin Khazin, Ilmu Falak, 80 30

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak,14

rata-rata 32‟, maka jarak dari ufuk ketitik pusat matahari saat itu adalah ½

x 32‟ = 16‟31

.Pada saat piringanmatahariatasterlihatmenempelpadaufuk,

kedudukansebenarnya yang sebanarnya di

bawahnyaufuklagikarenabendalangit yang

beradadibawahufukmengalamirefraksi yang maksimal

34,5‟.Karenaitupiringanatasmatahariketikaterbenamsudahberkedudukan

34,5‟, sedangkantitikpusatnyasudahberkedudukan 34,5‟ + 16‟ = 50,5‟

dibawahufuk32

.Apabilatempat yang

dihitungberadapadaketinggiantempattertentudiataspermukaanlaut,makake

tinggianmataharitersebutmasihperludikoreksidenganmenambahangkan

kerendahanufuk (D‟)33

f. Sudut waktu matahari

Sudut waktu matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari

dihitung dari titik kulminasi atas sampai posisi matahari berada. Atau

sudut pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian

dan lingkaran deklinasi yang meliwati matahari yang dalam ilmu falak

31

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 26 32

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 26 33

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 26

disebut dengan Fadlul Dair dan dilambangkan dengan to.

34Dalam bahasa

astronomi sudut waktu disebut dengan Hour Angle.35

Harga atau nilai

sudut waktu adalah antara 0o sampai

180o. Nilai sudut waktu 0

o adalah

ketika matahari berada di titik

kulminasi atas, sedangkan nilai

sudut waktu 180o adalah ketika

matahari berada di kulminasi bawah.

Apabila matahari berada di sebelah

barat Meridian atau belahan langit

sebelah Barat, maka sudut waktu

bertanda positif (+). Dan apabila matahari berada di sebelah timur

Meridian atau belahan langit sebelah timur, maka sudut waktu bertanda

negative (-).36

g. Waktu setempat dan Waktu daerah

Waktu Setempat adalah waktu yang pertengahan menurut bujur tempat di

suatu tempat, sehingga sebanyak bujur tempat dipermukaan bumi,

sebanyak itu pula waktu pertengahan didapati. Waktu ini disebut Local

Mean Time (LMT). 37

34

Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak, 81 35

Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak, 24 36

Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak, 24 37

Muhyidin Khozin,Ilmu Falak Praktis, 69

Waktu daerah adalah waktu

yang diberlakukan untuk

satu wilayah bujur tempat

(meridian) tertentu,

sehingga dalam satu

wilayah bujur yang

bersangkutan hanya berlaku

satu waktu daerah. Daerah

dalam satu wilayah disebut Daerah Kesatuan Waktu. Dalam merubah

waktu pertengan menjadi waktu daerah diperlukan sebuah koreksi yang

disebut dengan Interpolasi Waktu.dapat dipahami bahwa interpolasi

waktu sebagai selisih waktu antara dua tempat. Indonesia letaknya antara

95⁰ BT sampai 141 BT dibagi menjadi daerah waktu, yaitu 1). Waktu

Indonesia bagian barat (WIB) dengan derajat 105 BT (daerahnya meliputi

Sumatera, Jawa, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah) dan

Waktunta WIB = GMT + 7 Jam. 2) Waktu Indonesia Bagian Tengah

(WITA) dengan derajat 120 BT (daerahnya meliputi Bali, Sulawesi,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTB dan NTT) dan waktunya

WITA = GMT + 8 jam. 3) Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT) dengan

derajat 135 BT (meliputi Maluku dan Papua) dan Waktunya WIT = GMT

+ 9 jam. Pembagian daerah waktu itu berdasarkan keputusan Presiden RI

Nomor 41 Tahun 1987 tanggal 26 Nopember 1987 tentang pembagian

wilayah RI menjadi tiga wilayah waktu.38

38

Dra. Maskufa, MA., IlmuFalak,,45

h. PerataWaktu disebut juga equation of time, ta’dilul al-Waqt, ta’dil al-

Syams,

PerataWaktu adalah selisih antara waktu hakiki dan waktu pertengahan,

dan diberi tanda huruf “e” (kecil).

Jika gerakan matahari cepat, nilai

perta waktu positif (+), dan jika

lambat maka nilai perata waktu

negatip (-)39

.Perata Waktu

disebabkan karena peredaran

matahari berbentuk ellips, sedangkan matahari berada pada salah satu

titik api. Pada saat titik terdekat dengan matahari atau titik Perehelium

perputaran bumi menjadi cepat yang mengakibatkan sehari semalam

kurang dari 24 jam. Pada saat titik ter jauh dengan matahari atau titik

Aphelium menyebabkan perputaran bumi menjadi lambat yang

mengakibatkan sehari semalam lebih dari 24 jam.

4. Perhitungan dan Pengamatan Waktu Magrib

a. Perhitungan

Dalam perhitungan awal Waktu Magrib dengan menggunakan

tanggal 22 Juni 2013 pada tempat di pantai desa Teluk Awur Tahunan

Jepara.

1) Lintang tempat (φ) = -6°36'54,00"

2) Bujur Tempat (λ) = 110°38'54,00"

3) Bujur daerah (λd) = 105°

39

Abd. Salam Nawawi, IlmuFalak, 2

4) Tinggi tempat (tt) = 4 Meter dari permukaan laut

5) Deklinasi Matahari (δ) = 23°25'56,20"

6) Semidiameter Matahari (sd) = 0°15'44,21"

7) Refraksi Matahari (Ref) = 0°34'30"

8) Kerendahan Ufuk (D‟) = 0°03'31,20"

Rumus, D’ = 1,76 x √ tt : 60

1,76 x √4 : 60 = 0°03'31,20"

9) Ketinggian Matahari (h) = -0°53'45,41"

Rumus, h = 0 – ( sd + Ref + D’)

0 – ( 0°15'44,21" + 0°34'30" + 0°03'31,20" ) = -0°53'45,41"

10) Sudut Waktu Matahari (t)= 88° 06' 10,21''

Rumus, cos t = sin h : cos φ: cos δ - tan φ. tan δ

Shif cos ( sin -0°53'45,41" : cos -6°36'54,00" : cos

23°25'56,20" - Tan -6°36'54,00" x tan 23°25'56,20") =

88°06'10,21''

11) Terbenam Matahari Waktu Hakiki (tmH) = 05:52:24,68

Rumus, tmH = t :15

88°06'10,21'' : 15 = 05:52:24,68

12) Perata Waktu (e) = -02 Mnt 03,43 Dtk

13) Selisih waktu Hakiki dan Waktu daerah (sw) = 00: 20: 32,17

Rumus, sw = ( λ - λd ) ÷ 15 + e

(110°38'54,00" – 105 ) : 15 + -0:02:03,43 = 00: 20: 32,17

14) Terbenam Matahari WIB (tmD)= 17:31:52,51

Rumus, tmD = 12 + tmH – sw

12 + 05:52:24,68 - 00: 20: 32,17 = 17:31:52,51

b. Pengamatan

Pengamatan atau observasi terbenam matahari ini dilakukan untuk

memastikan hasil perhitungan awal waktu Magrib diatas yaitu pada pukul

17:31:52,51 WIB. Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu Pahing tanggal

22 Juni 2013 di Pantai desa Teluk Awur kec. Tahunan kab. Jepara.

KOORDINAT SUDUT WAKTU MAGRIB

Pantai Teluk Awur Tahunan Jepara

Gambar posisi Matahari dalam tata koordinat ekuator, diamati dari suatu tempat

pada -6°36'54,00"(Lintang Selatan), 23°25'56,20" (Deklinasi Matahari

utara), h -0°53'45,41" (tinggi Matahari).

Keterangan:

: Lintang Tempat

M-M’ : Deklinasi ()

t : Sudut waktu

EQ : Equator Langit

KLU

S

T

KLS

Q

E

U

B

M’

M

P

Z

N

t

t

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abd. Salam Nawawi, Ilmu Falak Cara Praktis Menghitung Waktu Salat Arah

Kiblat dan Awal Awal Bulan, (Sidoarjo: Aqoba, 2010)

Abu Muhammad Abdullah ibn Qudamah, al-Mugni, (Bairut: Darul Fikr, Juz I,

1992)

Abu Zakariyah al-Nawawi, al-Majmu’ syarh al-Muhadzab, (Bairut: Darul Fikr,

t.th)

Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Bairut: Darul Fikr, Jilid III).

Ahmad Mustofa Al-Marogi, Tafsir Marogi, (Semarang: Toha Putra, 1986)

Dra. Maskufa, MA.,IlmuFalak, (Jakarta: GaungPersada, 2009)

Kementerian Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyat,(Dirjen Bimas

Kementerian Agama RI, 2010)

Muhammad bin Ali al-Syaukani, Nailu al-Authar, (Bairut: Darul Kitab, Jilid I)

Muhammad ibn Syihabudin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, (Bairut: Darul al-

Fikr, 2004)

Muhammad ibnu Mahmud al-Barbati, Al-Inayah syah al-Hidayah, (al-maktabah

Syamilah)

Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana

Pustaka, 2004)

Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005)

Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, vol 2, 2005)

Suryadi Siregar, Modul Astronomi Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008

Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005)

Syamsudin al-Sarakhsi, Kitab al-Mabsut, (Bairut: Daul Kitab al-Ilmi, Juz I,

2001)

Makalah :

Nabhan Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat, 2010

Internet :

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/19/matahari-dan-

penentuan-jadwal-shalat/ tgl 23 Januari 2013