Awal Sebuah Persahabatan

22
Awalku Mengenal Rohis Dag-dig-dug rasanya… Apa ya? Apa nih? Berpuluh-puluh mata menatapnya. Melotot. Hampir tidak berkedip. Menunggu sesuatu yang keluar dari mulutnya. Kecil, sepele bahkan. Tapi sangat menentukan. Sebuah pertanyaan. “Ugh.. kenapa lama sekali. Memang apa sih pertanyaannya?” Gerutu salah seorang peserta. Dia akhwat. Semangatnya sepertinya mulai mendidih. Dia dan kelompoknya belum juga bisa berangkat. “Surat apakah yang pada ayat terakhirnya menyebutkan dua nama nabi sekaligus?” Cliing…inilah pertanyaan selanjutnya dari sosok yang telah dipelototi sejak tadi. Tiba-tiba suasana surau lengang. Mungkin seisi surau sedang berpikir. Akhirnya ada yang angkat tangan. Akhwat dari kelompok Khadijah yang tadi sempat menggerutu tidak sabaran, kini meski sedikit ragu tapi mencoba menjawab. “Surat Al-A’la.” Benar ndak,ya? Dia belum hafal surat itu. Tapi ayat terakhirnya dia hafal. Shuhufi ibraahiima wa muusa. Harap-harap cemas. Semoga benar…

description

cerita

Transcript of Awal Sebuah Persahabatan

Awalku Mengenal RohisDag-dig-dug rasanya Apa ya? Apa nih?

Berpuluh-puluh mata menatapnya. Melotot. Hampir tidak berkedip. Menunggu sesuatu yang keluar dari mulutnya. Kecil, sepele bahkan. Tapi sangat menentukan. Sebuah pertanyaan.

Ugh.. kenapa lama sekali. Memang apa sih pertanyaannya? Gerutu salah seorang peserta. Dia akhwat. Semangatnya sepertinya mulai mendidih. Dia dan kelompoknya belum juga bisa berangkat.

Surat apakah yang pada ayat terakhirnya menyebutkan dua nama nabi sekaligus? Cliinginilah pertanyaan selanjutnya dari sosok yang telah dipelototi sejak tadi.

Tiba-tiba suasana surau lengang. Mungkin seisi surau sedang berpikir. Akhirnya ada yang angkat tangan. Akhwat dari kelompok Khadijah yang tadi sempat menggerutu tidak sabaran, kini meski sedikit ragu tapi mencoba menjawab.

Surat Al-Ala. Benar ndak,ya? Dia belum hafal surat itu. Tapi ayat terakhirnya dia hafal. Shuhufi ibraahiima wa muusa. Harap-harap cemas. Semoga benar

Semua menanti keputusan. Benar atau salah. Sosok yang jadi pusat tatapan ini tidak juga menjawab. Dia seorang ikhwan.

Aduh.. sepertinya jawabanku salah. Kenapa wajah Kak Anto begitu? Dia menduga-duga dari raut wajah ikhwan tadi. Sepertinya dia yang paling tegang.

Setelah beberapa detik, Kelompokmu boleh berangkat, ucap Kak Anto memecah ketegangan. Dia bangga sekali bisa membuat seisi surau semakin penasaran. Dia berhasil.Akhirnya senyum pun mengembang dari seluruh anggota kelompok Khadijah. Dan dia yang paling bahagia. Betapa tidak? Sejak tadi dia dan kelompoknya belum juga mampu menjawab pertanyaan dari Kak Anto. Sementara beberapa kelompok lain telah beranjak meninggalkan mushala sejak tadi. Hanya tersisa empat kelompok di sana. Setelah ini dia tidak lagi harus penasaran menanti pertanyaan dari ikhwan itu. Aku bebas!!!

Ada satu hal lagi yang tidak boleh tidak alias wajib bagi seluruh peserta. Yaitu menunjukkan yel-yel terbaiknya. Dengan wajah isin-isin tujuh akhwat di kelompok ini pun unjuk gigi.

Kelompok Khadijah tebarkan salam.

Assalamualaikum

Bergabung di Rohis Smansa Ceria.

Cerdas Riang Berakhlak Mulia

Dengan tekad kuat penuh semangat

Berjihad di jalan Allah

Yang tak pernah lelah dan putus asa

Kibarkan panji-panji Islam

Takbir pun menggema dari pita suara sekelompok akhwat ini. Ahhmeski malu-malu tapi mereka tetap semangat. Terus semangat, Ukhti!!!*****

Lihatlah! Ikhwan-akhwat calon angggota baru itu digiring menuju pos-pos tantangan. Layaknya bebek yang digiring sang empunya. Bedanya kalau bebek jalannya beraturan. Isobaris. Tidak seperti mereka. Tapi wajar karena mereka belum belajar materi isobaris. Kan baru saja masuk.

Sesuai dengan namanya, di pos-pos itu ada tantangan yang harus dilalui oleh seluruh peserta. Mereka wajib ikhtiar di sana. Mulai dari tebak kata, lalu tebak gaya. Mereka semua begitu antusias. Buktinya sampai ada yang merebah di tanah demi mendengar teman-teman kelompoknya berseru,Mayit. Mirip sekali.Selanjutnya seluruh peserta wajib turun ke sungai. Berbagai pemandangan pun terjadi di sana. Paling banyak pemandangan seperti orang kebanjiran. Yang ikhwan melinting celana panjangnya dan yang akhwat menyincing androknya.

Biarkan basah! Daripada kalian harus buka aurat, basah lebih baik. Seru salah seorang akhwat. Dia pengawas di pos. Kakak kelas. Namanya Farah.Di sini kakak akan jelaskan bagaimana aturan mainnya. Bagi yang berbuat curang maka akan dikenai hukuman, terang Farah lugas.Junjung sportifitas!!! seru Kak Galang. Dengan gaya kekonyolannya. Mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi lalu menekuk tangan kiri dan menariknya ke belakang serta membelah kakinya. Maksudnya melebarkannya. Ya, seperti itu.

Setiap kelompok kali ini harus kompak mengumpulkan segenggam air dari ujung ke ujung. Tidak mudah. Berulangkali air habis sebelum sempat dikumpulkan ke dalam gelas yang ada di ujung. Tapi tak menyurutkan semangat para calon anggota baru ini. Mereka seakan tak rela jika sedetikpun beralalu tanpa hasil. Karena kegigihan dan semangat yang mendidih mereka berhasil mengumpulkan setitik air demi air ke dalam gelas di ujung sana. Yang paling banyaklah yang menang. Pemenang akan terus bertanding hingga final. Gelak tawa pun pecah. Percikan air itu sepertinya setuju. Ada kehangatan di sana. Kehangatan sebuah keluarga baru. Bedanya tanpa pernikahan.*****

Sebelum ishoma, kakak ingin uji semangat kalian. Sekarang waktunya kalian adu yel-yel. Siap?? Anto mencoba membakar semangat adik-adik barunya yang nampak mulai kuyu. Kelelahan.Dengan gelagapan semuanya serentak menjawab,Allahuakbar!!!

Begitulah kesepakatan awal. Ketika komandan bertanya, Siap? maka semua harus serentak menjawab dengan takbir dan mengepalakan tangan ke atas. Agar tumbuhan turut bertakbir. Agar burung-burung turut bertakbir. Agar angin turut bertakbir. Agar langit kian kokoh oleh gema takbirnya. Allahuakbar!!!Sontak dalam hitungan satu-dua-tiga setiap kelompok membuka mulut. Mengeluarkan segenap suara yang masih tersisa-karena di setiap pos harus menunjukkan yel-yelnya. Gemuruh suara mereka yang bertumbukan di udara membuat suasana menjadi riuh. Saling ngotot. Ekspresi mereka sangat beragam. Membuat pecah gelak tawa. Suasana kian hangat. Bahkan sepertinya sederet pohon bambu yang mengelilingi mereka berkeringat. Ya, saking hangatnya.*****

Allahuakbar! Allahuakbar!

Allahuakbar! Allahuakbar!

Suara adzan dari salah seorang ikhwan menyusup di tengah bilik-bilik bambu. Lalu melengang bersama angin. Mengagungkan nama-Nya di atas bukit yang tak begitu tinggi-tempat mereka menutup serangkaian acara hari ini.

Silih berganti seluruh anggota yang tidak berhalangan sholat mengambil wudhu di sumur warga terdekat. Sebagian yang telah berwudhu menyiapkan tempat sholat. Menggelar karpet hijau lalu merapikannya. Tak lama setelah sebagian besar anggota berkumpul, iqomah dikumandangkan. Imam-seorang ikhwan kelas XII yang dipanggil Kak Arka-mengambil posisi terdepan lalu berseru, Rapikan shaf kalian! Makmum segera merapikan shaf shalat. Mata kaki kiri seorang jamaah saling bertemu dengan mata kaki kanan jamaah lainnya. Begitupun pundaknya, saling bersentuhan. Agar tidak ada yang saling berselisih. Agar musuh-musuh Allah menjadi gentar. Lari kalang-kabut. Begitulah sunnah Sang Kekasih Allah, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang harus dipegang oleh umatnya yang mengaku mencintainya.*****

Aww.Erssrshhh.. Aduh! Salah seorang akhwat-Kak Nila-jadi korban. Ada apa? Oh Yaa Allah Tunggulah! Kak Ana bergegas mengaduk isi tasnya. Mencari-cari sebuah kotak. Dia butuh isi kotak itu segera.

Sementara kak Ana sedang sibuk merogoh tasnya, yang lain mendekat. Mencari tau apa yang sedang terjadi. Penasaran.Ada apa ini? Kak Anti bertanya cemas.

Aduh!! Sakiit kak Nila terus mengaduh dan menangis. Ia begitu kesakitan.

Yaa Allah, Nila. Kenapa bisa begini? Kak Anti semakin cemas saat tahu keadaannya.Tenang. Lukanya ndak dalem, kok. Kak Ana meyakinkan sembari mengobati.Akhwat-akhwat sedang sibuk mengurus Kak Nila hingga tak tahu ada hal lain yang juga di luar dugaan telah terjadi dan tengah diperbincangkan oleh ikhwan-ikhwan itu.

Apa? Kalau begitu biar aku yang urus! Wajah Kak Paja memerah karena marah. Ia berdiri hendak pergi ke tempat itu. Tapi langkahnya dicegat.

Jangan! Kamu nggak boleh pergi kalau kondisimu begini. Jangan kamu yang pergi! kak Anto melarangnya keras. Dia tahu betul temannya yang satu ini. Kalau sudah emosi, tak pandang siapa yang ia hadapi.

Kalau begitu biar aku saja yang ke kantor polisi. Kamu Paja, tetap di sini. Anto, lanjutkan acaranya. Semoga urusannya akan segera selesai sebelum acara hari ini berakhir, tegas kak Arka.

Akhwat yang menjadi ketua kelompok Khadijah itu mengamati ketegangan pada perbincangan ikhwan-ikhwan itu. Apa? Kantor polisi? Ada apa? Ternyata Kak Ari salah ambil motor. Mestinya Vega-ZR tapi yang dibawa Vega-R. Ia semakin tak mengerti. Di tengah hiruk-pikuk akibat kejadian ini sederet pertanyaan muncul di kepalanya. Tapi ia takkan mengerti jawabannya. Kecuali setelah semua terjadi.

Yaa Rabb Kenapa bertubi-tubi masalah menghampiri kami hari ini? Kenapa bisa salah ambil motor sampai harus berurusan dengan polisi? Kenapa pula pisau kecil ini harus memakan korban? Ada apa sebenarnya?

*****

Acara yang ketiga: Pelantikan anggota Rohis Smansa Ceria Tahun 2012/2013. Kepada ketua keputraan dan ketua keputrian terpilih dimohon maju ke depan, ucap pembawa acara setelah menyimak dengan seksama lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Acara tetap dilanjutkan meski dua peristiwa kurang baik telah terjadi di tengah acara ini.Atmo dan Ahya-ketua keputraan dan keputrian terpilih-maju memenuhi perintah pembawa acara. Mereka berdua mewakili anggota-anggota yang lain. Sebagai simbolik. Oh..ternyata akhwat yang sempat nggerundel tidak sabaran itu namanya Ahya. Ketua dan wakil ketua Rohis yang baru terpilih-Kak Anto dan Kak Anti-memasangkan pin kebesaran Rohis kepada Atmo dan Ahya. Bersamaan dengan itu maka resmilah peserta pelantikan hari ini menjadi anggota Rohis Smansa Ceria. Bahkan bukan sekadar anggota, tapi sekali lagi sebuah keluarga.***** Sampahnya di bawa. Nanti biar di buang di jalan, Kak Anto menyerahkan kardus penuh sampah kepada Dini. Dini dan Ahya pulang bersama. Mereka searah. Pagi tadi pun mereka berangkat bersama. Seperti saat berangkat, Dini meminta Ahya yang menyetir motornya. Ia ingin di belakang. Dibonceng. Tapi ada yang hilang. Atau mungkin belum ketemu.

Loh di mana helmku? Perasaan tadi tak taruh di atas spion motor. Tanya Dini sedikit cemas juga bingung. Ia meneliti tiap helm di motor-motor lain. Tapi nihil. Tidak ada.

Mungkin terbawa teman-teman yang di depan tadi, Nu menengahi kecemasan Dini.

Mungkin benar kata Nu, Din. Ahya menambahkan.

Yasudah, sudah sore. Nanti saja kita cek di sekolah. Siapa tahu memang terbawa yang lain. Kak Anto memutus percakapan. Dini dan Ahya pun segera melaju. Tanpa helm. Ikhwannya hanya ada Kak Anto dan Kak Rey. Yang lain sudah di depan.

Motor Dini dan Ahya melaju dengan kecepatan sedang. Mereka bercakap-cakap ringan sepanjang jalan. Hingga sampailah pada tikungan yang cukup tajam. Motor Dini dan Ahya pun tetap melaju dengan kecepatan sedang. Menikung dengan kalemnya. Tapi hati Dini agak was-was. Dia perhatikan ada motor di belakangnya yang sepertinya kurang kontrol. Dan ternyata was-wasnya terjawab.Brukkkkggh!!! Zssszzzrrttt Suara tabrakan benda keras. Motor. Ada motor yang jatuh. Persis di tengah jalan raya yang mulus itu. Tapi di mana penumpangnya? Dan itu motor milik siapa?

Yaa Allah aku belum shalat ashar, gumamnya dalam hati persis di saat tubuhnya menyusur di aspal. Itu hal pertama yang ia ingat. Lalu, Dini. Di mana dia? Motornya? Ia tak terlalu peduli dengan kondisinya. Ahya terus memanggil Dini sementara ia dipapah ke pinggir jalan oleh seseorang. Ia begitu lemas. Namun airmatanya justru semangat. Terus mengalir tanpa ia sadari.Sementara jauh di depan Dini jatuh terduduk. Ia terpental hingga berada jauh di depan. Motor ada di tengah jalan dan Ahya terseret ke seberang kanan.

Ahya Di mana kamu? Ibu.Amat. Amat.Kak Paja Semua dia panggil. Tapi kini matanya membelalak. Ada mobil dari arah depan. Sontak ia berdiri dan masih sempat lari menjauh. Beruntung hormon adrenalinnya berpacu. Kalau tidak, entahlah bagaimana kelanjutan ceritanya.

Tak lama selang kejadian ini, Kak Anto dan Kak Rey datang. Mereka memang berada tidak jauh di belakang Dini dan Ahya. Kak Rey berusaha menenangkan Dini yang terus merengek, Motorku.Di mana motorku Bahkan sampai-sampai Dini tak merasakan sakit di tulang ekornya itu karena memikirkan motornya.

Ia terus mencemaskan motornya. Yaseperti yang ada dalam benak Ahya. Ahya tahu betul. Kalau ada apa-apa dengan motor Dini, pastilah orangtuanya akan memarahinya habis-habisan. Dini dibawa oleh Kak Rey dan Kak Paja yang belum lama datang ke sekolah. Itu karena Dini tidak mau dibawa ambulans-yang karena kuasa Allah bisa lewat tepat saat kejadian itu-ke rumah sakit terdekat. Sementara Ahya dibantu orang-orang sekitar masuk ke mobil ambulans dengan ditemani Kak Anto.

Dini di mana, kak? Dini di mana? Gimana kondisinya? Ahya terus menanyakan keberadaan Dini. Dan bertanya-tanya kenapa Dini tidak dibawa bersamanya ke rumah sakit? Ahyasudah, sudah. Dini ndak papa. Kamu yang tenang. Istighfar. Mana yang luka? Kak Anto mencoba menenangkan dan mengecek luka Ahya di tangannya. Telapak tangan Ahya tergores aspal. Tanpa sadar ia memegang pergelangan tangan Ahya yang dibalut sarung lengan tipis. Mengecek luka.

Menyadarinya, Ahya spontan melepaskan tangannya dari pegangan Kak Anto. Kak Anto tersadar. Ia tidak bermaksud apa-apa. Ia menunduk, beristighfar. Merasa bersalah. Ahya menatap ke belakang. Menatap aspal yang hitam kebiru-biruan. Suasana pun kini hening. Tinggal derum mobil cat putih ini yang tersisa.*****

Dini masih belum bisa tenang. Masih shock . Beberapa rekan Paskibra yang sebang latihan sore itu ikut membantu. Mengipas-ipas sembari menenangkan. Tak lama berselang, Kak Arka datang. Baru saja pulang dari kantor polisi setelah sempat alot menjelaskan tentang ketidaksengajaan ini. Dini di sini. Ahya di mana? Tanya Kak Arka kepada Nu, salah satu akhwat yang mengerti kejadian itu.Di rumah sakit, Kak. Jawab Nu singkat.

Sama siapa? Pertanyaannya belum tamat.

Eeesama Kak Anto. Jawab Nu agak terbata-bata.

Cuma berdua? Kenapa kamu gak nemenin Ahya di sana? Kak Arka kaget. Kali ini nada pertanyaannya naik satu level. Lebih tinggi.

Mmaaf, Kak. Nu agak kecewa. Tapi Kak Arka benar. Mestinya dia berada di rumah sakit.

Dini berulangkali pingsan. Ketika sadar ia mengeluh kesakitan di bagian tulang duduknya. Pasti karena posisi jatuh tadi yang membuat tulang duduknya menghantam aspal yang kejam itu. Ia pun dipaksa untuk dibawa ke rumah sakit. Kali ini wajib. Dini tidak boleh menolak. Ia dibopong Kak Paja lalu di bawa ke rumah sakit. Semua yang berada di sana juga ikut ke rumah sakit. Tinggal Amat-nama yang sempat dipanggil-panggil oleh Dini. Amat kecelik. Ia sudah berlari sekencang dia mampu demi mengetahui kondisi Dini, tapi sesampainya di sekolah ternyata Dini tidak ada. Amat pun memutar haluan menuju ke rumah sakit dengan tetap berlari meski tenaganya tinggal separuh.

*****

Perawat sedang dengan teliti mengobati luka luar Ahya. Cukup banyak. Di bagian telapak tangan, lengan, kaki, dan kepala. Baju yang ia kenakan robek, pun dengan jilbabnya. Bolong. Namun Ahya masih sangat bersyukur karena dia telah mengenakan jilbab dobel. Mungkin jika dia belum bergaya jilbab seperti itu, saat itu luka di kepalanya cukup parah. Kuasa Allah yang telah memberikan pelita bagi hidupnya.

Persis saat perawat hampir menyelesaikan tugasnya mengobati luka Ahya, Dini dan rekan-rekan lain yang ada di sekolah sampai di ruangan Ahya. Dini masih setengah sadar. Belum benar-benar sadar. Ahya senang sekaligus sedih. Senang karena Dini dibawa ke rumah sakit bersamanya tetapi dia juga sedih karena kondisi Dini yang tidak sebaik dia. Dini memang tidak terluka di bagian tubuh luarnya, namun sepertinya ada masalah yang serius dengan tubuh bagian dalam,tepatnya tulang duduknya.

Ahya memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidurnya. Dia tidak tega melihat dan mendengar keluhan Dini. Di tengah sakit yang dirasakannya dia masih saja memanggil Amat.

Amat.Amat di mana, Ahya? Aku mau ketemu dia.

Sebenarnya Ahya hampir tersenyum mendengar nama yang tak henti-hentinya disebut oleh Dini. Tapi ia sadar kalau sekarang bukan saatnya tersenyum. Ahya berusaha menenangkan Dini. Tenang, Din. Aku coba telepon, ya. Kamu yang tenang. Aku yakin Amat pasti sebentar lagi datang.Amat tidak juga menjawab panggilan Ahya. Berulangkali Ahya mencoba menelepon, tetapi hasilnya nihil. Di mana dia? Apa mungkin sedang di jalan? Tidak berselang lama, Amat tiba di ruangan Ahya dan Dini dengan napas yang kembang-kempis karena lari. Tetapi ia lega, Dini ada. Seisi ruangan itu pun tersenyum. Alhamdulillah, Dini setelah ini pasti ndak akan merengek lagi. Tetapi kedatangan Amat sekarang justru membuat Dini salah tingkah.

NihAmatnya datang. Mau diapain? Kak Paja mencoba menggoda keduanya. Sementara Dini sedang digoda oleh seisi ruanganitu, seorang perawat mendekati Kak Anto dan Kak Paja. Anda siapanya? Tanya perawat memastikan.

Emm saya rekannya. Ada apa, Kak? Apa ada sesuatu? Saya yang bertanggungjawab atas rekan saya itu. Kak Anto yang menjawab pertanyaan perawat itu.Oh kalau begitu ini resep obat. Silakan ditebus di apotek depan.

Baik, Kak.Perawat itu langsung meninggalkan Kak Anto dan Kak Paja.

Aku mau nebus obat dulu di apotek depan. Tolong jaga mereka. Terang Kak Anto kepada Kak Paja.

Ok. Balas Kak Paja singkat.

Apotek yang dituju Kak Anto sangat dekat. Berada di sudut depan sebelah selatan bagian rumah sakit. Sebelahnya ruang lab dan sebelanya lagi mushalla. Setelah mengantri cukup lama, akhirnya sekarang giliran Kak Anto.

Ini resepnya. Sembari menyodorkan secuil kertas yang diberikan perawat tadi.Baiklah, tunggu sebentar. Balas petugas apotek singkat. Setelah semua obat yang tertulis di resep itu lengkap, petugas menyerahkannya ke Kak Anto.

Ini obatnya.

Berapa semuanya, Pak? Tanya Kak Anto. Dalam hati dia sangat berharap agar uang yang dia bawa cukup.

Lima puluh tujuh ribu. Jawab petugas tanpa basa-basi.

Tunggu sebentar. Kak Anto merogoh sakunya. Memastikan dia punya uang sejumlah itu. Saku kanan, saku kiri, saku belakang, sampai saku di baju sudah dia rogoh. Alhamdulillah. Ya Allah terimakasih. Benar-benar pas.Ini, Pak. Terimakasih.

Sama-sama.

Dengan wajah yang sumringah Kak Anto membawa bungkusan obat itu untuk diserahkan ke Ahya. Ahya, ini obatmu. Diminum, ya di rumah.

Terimakasih, Kak. Habis berapa semuanya?

Sudah, ndak usah dipikirkan.

Oh kak Anto serius? Terimakasih banyak, Kak.

Kak Anto hanya membalas dengan senyum. Setelah menyerahkan obat itu, dia pergi ke mushalla. Belum shalat ashar.

Jam berapa sekarang? Tanya Ahya kepada Nu yang sedari tadi menemaninya. Jam setengah lima. Ucap Nu setelah menengok jam yang melingkar di tangannya.Ya Allah aku belum shalat ashar. Aku harus shalat sekarang.Tapi lukamu? Lihat belum kering juga obatnya.

Ndak papa. Tenang.

Nu membantu Ahya menuju mushalla. Kaki Ahya masih sakit tapi sudah kuat untuk berjalan. Sesampainya di mushalla, Ahya agak kesulitan untuk mengambil wudhu. Nu dan Diana membantunya membasuhkan air ke anggota wudhu Ahya. Perlahan mereka membasuhnya. Mereka paham pasti perih sekali rasanya. Lukanya belum tertutup, belum lama diobati tapi harus dibasuh dengan air. Nu dan Diana mendesis karena melihat wajah Ahya yang mengernyit menahan perih. Mereka seperti merasakan bagaimana perih yang dirasakan Ahya.

Ahya begitu terenyuh oleh tingkah sahabat-sahabat barunya yang dengan tulus membantunya untuk berwudhu. Belum pernah dia merasakan kebahagiaan mempunyai teman seperti saat itu. Dia terus bergumam dalam hati. Yaa Allah terimakasih Engkau izinkan aku untuk menunaikan kewajibanku dan Engkau kirimkan mereka untuk membantuku. Terimakasih Yaa AllahUsai berwudhu, Ahya kembali dibantu masuk ke mushalla. Di sana ada Kak Anto dan seorang ikhwan-Arman- yang sedang menunggu Ahya mengenakan mukenanya. Mereka akan berjamaah sore itu.

Assalaamualaikum warahmatullah assalaamualaikum warahmatullah. Ucap Kak Anto sambil menengok ke kanan dan ke kiri. Kak Anto dan Arman bersalaman lalu Arman meninggalkan mushalla. Ahya tidak berlama-lama mengangkat tangannya untuk berdoa. Di mushalla tinggal ia dan Kak Anto. Segera ia melipat mukenanya. Merapikan jilbabnya yang bolong sementara Kak Anto masih terduduk menengadahkan tangannya. Ahya diam-diam mengamati. Sepertinya Kak Anto sangat sedih.

Setelah selesai merapikan mukena dan jilbabnya, Ahya beranjak untuk meninggalkan mushalla. Saat berdiri ia melihat Kak Anto seperti terisak. Ia tak tega melihatnya. Tiba-tiba tangan kanannya mendarat di pundak kiri Kak Anto. Kak Anto menoleh ke arahnya. Bibir Ahya bergerak-gerak mengeluarkan beberapa kata sembari tersenyum. Ahya berusaha menguatkan Kak Anto. Tapi saat itu dia tidak sadar bahwa dia telah lancang menyentuh pundak seorang ikhwan. Belum pernah sebelumnya sejak ia berhijrah dan ia baru menyadarinya setelah meninggalkan mushalla. Yaa Allah kenapa aku melakukan itu? AstaghfirullahNu dan Diana dengan setia menunggu di depan mushalla. Melihat mereka, Ahya semakin luluh. Air matanya tidak bisa lagi ia bendung.

Terimakasih untuk hari ini.

Nu dan Diana tersenyum dan mengusap air yang mengalir di pipi Ahya. Persahabatan baru kini telah terbentuk meski harus melalui serangakaian peristiwa yang tidak terduga.Ternyata di balik pahitnya hari itu, masih tersisa manis di tepinya. Dan manisnya mengalahkan pahit yang menggigit.

Nama

: Herbi Yuliantoro

No. Hp

: 089631522045

Universitas: UGM Yogyakarta

Bukti Pendaftaran menyusul InsyaAllah.