Awal Cor Harits

2
Laboratorium Metalurgi Proses Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia LAPORAN AWAL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM NPM / KELOMPOK : 1106016273 / 02 TGL. DIKUMPULKAN : 28 APRIL 2014 TGL. DITERIMA : 28 APRIL 2014 KETERANGAN : I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah melakukan praktikum pada modul ini, diharapkan: 1. Memahami perancangan sistem saluran dan penambah yang sesuai dengan dimensi logam yang akan dicor 2. Memahami cara-cara pembuatan cetakan pasir yang baik yang sesuai dengan rancangan pola yang ada 3. Memahami cara-cara pembuatan inti sesuai dengan bentuk benda cor 4. Memahami tahap-tahap persiapan dapur peleburan 5. Memahami tahap-tahap peleburan logam 6. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir yang telah dibuat 7. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada logam hasil penuangan serta cara-cara pencegahannya 8. Memahami sifat-sifat logam hasil coran sesuai dengan komposisi paduan yang digunakan II. DASAR TEORI II.1. Peleburan Aluminium Aluminium merupakan logam ketiga terbanyak yang terdapat pada permukaan bumi, yaitu sekitar 8%. Berat jenis dari aluminium adalah 2.7 gr/cm 3 , hanya 1/3 berat jenis baja, sehingga merupakan logam yang ringan. Titik lebur (Tm) dari Aluminium adalah 660 o C. Aluminium memiliki koefisien muai 2 kali koefisien muai baja, sedangkan daya hantar panasnya adalah 2.5 kali daya hantar panas bajan- Aluminium merupakan salah satu logam yang paling banyak dan umum digunakan dalam proses pengecoran karena memiliki karakteristik berat yang ringan, konduktifitas termal yang tinggi, tahan terhadap korosi, konduktifitas listrik yang tinggi, serta mudah dicor dengan permukaan akhir yang baik. Selain memiliki karakteristik yang cukup baik, aluminium juga memiliki kelemahan, antara lain : a. Ketika bereaksi dengan udara, aluminium cair akan membentuk dross (pengotor) oksida yang berat jenisnya hampir sama dengan aluminium. Oleh karena itu, logam aluminium cair akan dengan mudah tercampur dengan pengotor (dross) oksida, misalnya Al2O3. b. Sangat mudah mengikat gas hidrogen dalam kondisi cair dengan reaksi: 3H2O + 2 [Al] ---- 6 [H] + (Al2O3) Untuk mengatasinya dapat menggunakan proses degassing atau GBF (Gas Bubble Flotation), contohnya adalah Argon Treatment. c. Rentan mengalami penyusutan (shrinkage) yang cukup tinggi, yaitu 3.5 8.5 % (rata-rata 6 %). Unsur paduan diberikan pada proses pengecoran aluminium dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mampu cor tanpa menghilangkan sifat aslinya. Penambahan paduan yang berbeda akan memberikan sifat yang berbeda-beda pada benda hasil pengecoran. Penambahan unsur Si dapat meningkatkan sifat castability sehingga menghasilkan permukaan benda cor yang baik. Unsur Si juga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya shrinkage. Sedangkan, unsur Mg memberikan efek ketahanan korosi yang baik serta meningkatkan kekuatan dan kekerasan dalam perlakuan panas melalui mekanisme penguatan precipitation hardening. Unsur Mn akan memperkuat aluminium dan unsur Cu menghasilkan produk coran dengan sifat mampu mesin (machinability) yang baik. Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan (coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih, dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium memiliki titik lebur yang rendah. Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan (coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih, dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium memiliki titik lebur yang rendah. Bahan baku dalam peleburan aluminium dapat berupa aluminium batangan dan atau scrap. Bahan baku tersebut harus bersih dan kering pada pengumpanan agar tidak merusak dapur dan memperbaiki hasil coran. Scrap Aluminium dapat dicuci dengan air dan dikeringkan. Return scrap juga diharapkan memiliki komposisi yang sama dengan ingot. Hal ini dimaksudkan agar tidak perlu ada lagi penyesuaian komposisi. Dalam proses peleburan aluminium, terdapat beberapa treatment pada saat peleburan. Treatment itu antara lain melting, alloying, fluxing, degassing, modifikasi dan grain refining. Proses peleburan aluminium pada dapur krusibel memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1. Charging material saat furnace dingin atau panas secara bertahap. 2. Saat mulai pencairan, taburkan cover flux yang bertujuan untuk mencegah gas H2 masuk kedalam aluminium cair. 3. Lakukan treatment pada aluminium cair, modifier atau grain refiner. 4. Taburkan bubuk degasser atau semprot dengan gas inert. 5. Tutup dengan cover flux. Setelah proses peleburan, akan segera dilakukan proses penuangan. Temperatur saat penuangan (pouring) juga harus diperhatikan. Temperatur ruang yang tidak terkontrol dengan baik pada saat aluminium cair kontak dengan atmosfer akan menyebabkan inklusi-inklusi oksida dan porositas yang disebabkan oleh gas terlarut dan cacat lainnya. Proses penuangan logam cair ke cetakan tergantung pada titik beku dan ketebalan produk casting yang akan dibuat. Secara umum temperatur peleburan dibuat 100-150 o C di atas temperatur lebur logam. Sedangkan untuk aluminium, temperature penuangan dilakukan ±25 o C di atas temperatur lebur. Pada peleburan aluminium diperlukan adanya pemberian fluks. Jenis-jenis fluks yang akan digunakan tergantung dari tujuan penggunaannya. Macam-macam fluks adalah sebagai berikut : 1. Cover Flux Digunakan untuk melindungi permukaan logam cair dan meminimalisasi oksidasi serta larutnya gas hidrogen. 2. Cleaning Flux Digunakan untuk membersihkan pengotor oksida dan senyawa intermetalik lain dari logam cair. Fluks jenis ini membutuhkan kontak yang baik dengan logam. Contohnya adalah fluks jenis chlorine yang dapat membersihkan gas hidrogen dari logam cair. 3. Exothermic Flux Fluks jenis ini digunakan untuk mengambil logam dari dross sehingga dihasilkan dross yang kering. Proses ini akan meningkatkan efisiensi dari logam yang digunakan sehingga tidak terbuang. Penaburan cover flux pada aluminium cair tidak menjamin aluminium cair bebas dari udara sehingga perlu dilakukan proses degassing. Proses degassing dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a. Menggunakan tablet (chlorine atau nitrogen) b. Gas bubble flotation (gas nitrogen atau argon) II.2. Pembekuan (Solidification) Apabila material (logam atau bukan logam) dalam kondisi cair diturunkan temperaturnya, maka energi kinetik rata-ratanya turun dan molekul lebih banyak yang bersatu sehingga menyebabkan membekunya material tersebut. Setelah dilakukan peleburan pada dapur lebur dan penuangan aluminium cair ke dalam cetakan, maka proses selanjutnya ialah pembekuan (solidifikasi). Ketika mulai membeku, kristal-kristal mulai tumbuh dalam fasa liquid dan polycrystalline (lebih dari satu kristal) padat terbentuk. Waktu saat kristal mulai tumbuh dikenal dengan nama nukleasi dan titik terjadinya disebut titik nukleasi. Proses solidifikasi ini sangat penting untuk mendapatkan produk tanpa cacat (reject), tidak ada penyusutan (shrinkage) dan menghasilkan butir-butir yang halus sehingga dihasilkan produk cor dengan sifat mekanis yang baik. Pembekuan benda cor dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku. Pada proses ini, inti-inti kristal akan tumbuh. Bagian dalam coran mendingin lebih lambat daripada bagian luarnya sehingga kristal-kristal tumbuh dari mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom (columnar). Gambar 1. Skema Pembekuan Logam II.3.Cacat Pada Hasil Pengecoran Pada proses pengecoran, cacat tidak dapat dihindari seratus persen karena dalam memproduksi benda cor harus melalui banyak proses sehingga banyak faktor yang dapat menyebabkan cacat. Oleh karena itu, cacat hanya bisa diminimalisasi. Cacat pada pengecoran ini dapat ditoleransi apabila tidak mengganggu fungsi benda coran. Berbagai jenis cacat yang dapat terjadi pada coran aluminium ialah sebagai berikut: 1. Shrinkage Shrinkage adalah cacat pengecoran yang terjadi akibat penyusutan pada saat pembekuan dengan bentuk tak beraturan. Cacat ini terjadi pada bagian yang lebih tebal atau pada bagian persimpangan. Penyebab cacat shrinkage antara lain: a. Adanya perbedaan ketebalan pada benda cor b. Adanya bagian tebal yang tidak dapat dialiri logam jjcair secara utuh c. Saluran riser dan penambahnya yang kurang banyak. d. Penambah (riser) terlalu kecil. Gambar 2. Cacat Shrinkage 2. Misrun Misrun adalah cacat yang terjadi karena logam cair tidak mengisi seluruh rongga cetakan sehingga benda cor menjadi tidak lengkap atau ada bagian yang hilang. Penyebab cacat misrun antara lain: a. Ketidakseragaman bagian dari benda cor sehingga mengganggu aliran dari logam cair b. Benda cor terlalu tipis dan temperatur rendah c. Kecepatan tuang terlalu lambat d. Lubang angin pada cetakan kurang e. Penambah yang tidak sempurna f. Ukuran gating system yang tidak sempurna g. Penempatan saluran masuk yang tidak tepat h. Penyebaran saluran masuk yang tidak merata. Gambar 3. Cacat Misrun 3. Porositas Porositas adalah cacat yang terjadi karena adanya gas yang terperangkap dalam logam cair atau cetakan pada waktu penuangan. Akibat dari terjadinya cacat ini adalah timbulnya lubang-lubang pada benda cor. Lubang porositas ini dapat terjadi baik pada permukaan cor, maupun pada bagian dalam benda cor. Porositas dapat disebabkan oleh: a. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan b. Gas terserap dalam logam cair dari cetakan c. Reaksi logam induk dengan uap cair dari cetakan d. Temperatur tuang yang terlalu tinggi. Proses pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah cacat porositas akibat gas antara lain: a. Mengontrol atau mencegah logam cair kontak langsung dengan atmosfer yang terlalu lama b. Memberikan gas inert (nitrogen atau argon) ke dalam cairan logam melalui proses gas bubble flotation c. Perencanaan cetakan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair d. Mengatur pemakaian jumlah resin pada pasir agar sesuai (tidak kurang atau lebih) e. Mengatur sistem ventilasi dari cetakan yang baik

description

tugas

Transcript of Awal Cor Harits

Page 1: Awal Cor Harits

Laboratorium Metalurgi Proses

Departemen Metalurgi dan Material

Fakultas Teknik Universitas Indonesia

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM

NPM / KELOMPOK : 1106016273 / 02

TGL. DIKUMPULKAN : 28 APRIL 2014

TGL. DITERIMA : 28 APRIL 2014

KETERANGAN :

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah melakukan praktikum pada modul ini, diharapkan:

1. Memahami perancangan sistem saluran dan penambah

yang sesuai dengan dimensi logam yang akan dicor

2. Memahami cara-cara pembuatan cetakan pasir yang baik

yang sesuai dengan rancangan pola yang ada

3. Memahami cara-cara pembuatan inti sesuai dengan

bentuk benda cor

4. Memahami tahap-tahap persiapan dapur peleburan

5. Memahami tahap-tahap peleburan logam

6. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan

pasir yang telah dibuat

7. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada

logam hasil penuangan serta cara-cara pencegahannya

8. Memahami sifat-sifat logam hasil coran sesuai dengan

komposisi paduan yang digunakan

II. DASAR TEORI

II.1. Peleburan Aluminium

Aluminium merupakan logam ketiga terbanyak yang

terdapat pada permukaan bumi, yaitu sekitar 8%. Berat jenis

dari aluminium adalah 2.7 gr/cm3, hanya 1/3 berat jenis baja,

sehingga merupakan logam yang ringan. Titik lebur (Tm) dari

Aluminium adalah 660oC. Aluminium memiliki koefisien muai

2 kali koefisien muai baja, sedangkan daya hantar panasnya

adalah 2.5 kali daya hantar panas bajan-

Aluminium merupakan salah satu logam yang paling

banyak dan umum digunakan dalam proses pengecoran karena

memiliki karakteristik berat yang ringan, konduktifitas termal

yang tinggi, tahan terhadap korosi, konduktifitas listrik yang

tinggi, serta mudah dicor dengan permukaan akhir yang baik.

Selain memiliki karakteristik yang cukup baik, aluminium juga

memiliki kelemahan, antara lain :

a. Ketika bereaksi dengan udara, aluminium cair akan

membentuk dross (pengotor) oksida yang berat jenisnya

hampir sama dengan aluminium. Oleh karena itu, logam

aluminium cair akan dengan mudah tercampur dengan

pengotor (dross) oksida, misalnya Al2O3.

b. Sangat mudah mengikat gas hidrogen dalam kondisi cair

dengan reaksi:

3H2O + 2 [Al] ---- 6 [H] + (Al2O3)

Untuk mengatasinya dapat menggunakan proses

degassing atau GBF (Gas Bubble Flotation), contohnya

adalah Argon Treatment.

c. Rentan mengalami penyusutan (shrinkage) yang cukup

tinggi, yaitu 3.5 – 8.5 % (rata-rata 6 %).

Unsur paduan diberikan pada proses pengecoran aluminium

dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mampu cor tanpa

menghilangkan sifat aslinya. Penambahan paduan yang berbeda

akan memberikan sifat yang berbeda-beda pada benda hasil

pengecoran.

Penambahan unsur Si dapat meningkatkan sifat castability

sehingga menghasilkan permukaan benda cor yang baik. Unsur

Si juga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya shrinkage.

Sedangkan, unsur Mg memberikan efek ketahanan korosi yang

baik serta meningkatkan kekuatan dan kekerasan dalam

perlakuan panas melalui mekanisme penguatan precipitation

hardening. Unsur Mn akan memperkuat aluminium dan unsur

Cu menghasilkan produk coran dengan sifat mampu mesin

(machinability) yang baik.

Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur

krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan

dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber

energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel

membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur

induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan

(coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih,

dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi

biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan

temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini

dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium

memiliki titik lebur yang rendah.

Peleburan logam aluminium dapat menggunakan dapur

krusibel maupun dapur induksi. Dapur krusibel biasa digunakan

dalam pengecoran skala kecil. Dapur ini menggunakan sumber

energi berupa minyak, gas, briket atau batu bara. Dapur krusibel

membutuhkan biaya yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan dapur

induksi bekerja dengan menggunakan induksi dari kumparan

(coil) sehingga dapat menghasilkan aluminium cair yang bersih,

dan homogen namun prosesnya lebih mahal. Dapur induksi

biasanya digunakan untuk peleburan logam-logam dengan

temperatur lebur yang tinggi. Sedangkan pada praktikum ini

dapur yang kita gunakan adalah dapur krusibel karena aluminium

memiliki titik lebur yang rendah.

Bahan baku dalam peleburan aluminium dapat berupa

aluminium batangan dan atau scrap. Bahan baku tersebut harus

bersih dan kering pada pengumpanan agar tidak merusak dapur

dan memperbaiki hasil coran. Scrap Aluminium dapat dicuci

dengan air dan dikeringkan. Return scrap juga diharapkan

memiliki komposisi yang sama dengan ingot. Hal ini

dimaksudkan agar tidak perlu ada lagi penyesuaian komposisi.

Dalam proses peleburan aluminium, terdapat beberapa

treatment pada saat peleburan. Treatment itu antara lain melting,

alloying, fluxing, degassing, modifikasi dan grain refining.

Proses peleburan aluminium pada dapur krusibel memiliki

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Charging material saat furnace dingin atau panas secara

bertahap.

2. Saat mulai pencairan, taburkan cover flux yang bertujuan

untuk mencegah gas H2 masuk kedalam aluminium cair.

3. Lakukan treatment pada aluminium cair, modifier atau

grain refiner.

4. Taburkan bubuk degasser atau semprot dengan gas inert.

5. Tutup dengan cover flux.

Setelah proses peleburan, akan segera dilakukan proses

penuangan. Temperatur saat penuangan (pouring) juga harus

diperhatikan. Temperatur ruang yang tidak terkontrol dengan

baik pada saat aluminium cair kontak dengan atmosfer akan

menyebabkan inklusi-inklusi oksida dan porositas yang

disebabkan oleh gas terlarut dan cacat lainnya. Proses penuangan

logam cair ke cetakan tergantung pada titik beku dan ketebalan

produk casting yang akan dibuat. Secara umum temperatur

peleburan dibuat 100-150oC di atas temperatur lebur logam.

Sedangkan untuk aluminium, temperature penuangan dilakukan

±25o C di atas temperatur lebur.

Pada peleburan aluminium diperlukan adanya pemberian

fluks. Jenis-jenis fluks yang akan digunakan tergantung dari

tujuan penggunaannya. Macam-macam fluks adalah sebagai

berikut :

1. Cover Flux

Digunakan untuk melindungi permukaan logam cair dan

meminimalisasi oksidasi serta larutnya gas hidrogen.

2. Cleaning Flux

Digunakan untuk membersihkan pengotor oksida dan

senyawa intermetalik lain dari logam cair. Fluks jenis ini

membutuhkan kontak yang baik dengan logam.

Contohnya adalah fluks jenis chlorine yang dapat

membersihkan gas hidrogen dari logam cair.

3. Exothermic Flux

Fluks jenis ini digunakan untuk mengambil logam dari

dross sehingga dihasilkan dross yang kering. Proses ini

akan meningkatkan efisiensi dari logam yang digunakan

sehingga tidak terbuang.

Penaburan cover flux pada aluminium cair tidak menjamin

aluminium cair bebas dari udara sehingga perlu dilakukan proses

degassing. Proses degassing dapat dilakukan dengan beberapa

cara, antara lain:

a. Menggunakan tablet (chlorine atau nitrogen)

b. Gas bubble flotation (gas nitrogen atau argon)

II.2. Pembekuan (Solidification)

Apabila material (logam atau bukan logam) dalam kondisi

cair diturunkan temperaturnya, maka energi kinetik rata-ratanya

turun dan molekul lebih banyak yang bersatu sehingga

menyebabkan membekunya material tersebut. Setelah dilakukan

peleburan pada dapur lebur dan penuangan aluminium cair ke

dalam cetakan, maka proses selanjutnya ialah pembekuan

(solidifikasi). Ketika mulai membeku, kristal-kristal mulai

tumbuh dalam fasa liquid dan polycrystalline (lebih dari satu

kristal) padat terbentuk. Waktu saat kristal mulai tumbuh dikenal

dengan nama nukleasi dan titik terjadinya disebut titik nukleasi.

Proses solidifikasi ini sangat penting untuk mendapatkan produk

tanpa cacat (reject), tidak ada penyusutan (shrinkage) dan

menghasilkan butir-butir yang halus sehingga dihasilkan produk

cor dengan sifat mekanis yang baik.

Pembekuan benda cor dimulai dari bagian logam yang

bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair

diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan

dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku. Pada proses ini,

inti-inti kristal akan tumbuh. Bagian dalam coran mendingin

lebih lambat daripada bagian luarnya sehingga kristal-kristal

tumbuh dari mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir

kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom

(columnar).

Gambar 1. Skema Pembekuan Logam

II.3. Cacat Pada Hasil Pengecoran

Pada proses pengecoran, cacat tidak dapat dihindari seratus

persen karena dalam memproduksi benda cor harus melalui

banyak proses sehingga banyak faktor yang dapat menyebabkan

cacat. Oleh karena itu, cacat hanya bisa diminimalisasi. Cacat

pada pengecoran ini dapat ditoleransi apabila tidak mengganggu

fungsi benda coran. Berbagai jenis cacat yang dapat terjadi pada

coran aluminium ialah sebagai berikut:

1. Shrinkage Shrinkage adalah cacat pengecoran yang terjadi akibat

penyusutan pada saat pembekuan dengan bentuk tak

beraturan. Cacat ini terjadi pada bagian yang lebih tebal

atau pada bagian persimpangan. Penyebab cacat

shrinkage antara lain:

a. Adanya perbedaan ketebalan pada benda cor

b. Adanya bagian tebal yang tidak dapat dialiri logam

jjcair secara utuh

c. Saluran riser dan penambahnya yang kurang

banyak.

d. Penambah (riser) terlalu kecil.

Gambar 2. Cacat Shrinkage

2. Misrun

Misrun adalah cacat yang terjadi karena logam cair tidak

mengisi seluruh rongga cetakan sehingga benda cor

menjadi tidak lengkap atau ada bagian yang hilang.

Penyebab cacat misrun antara lain:

a. Ketidakseragaman bagian dari benda cor sehingga

mengganggu aliran dari logam cair

b. Benda cor terlalu tipis dan temperatur rendah

c. Kecepatan tuang terlalu lambat

d. Lubang angin pada cetakan kurang

e. Penambah yang tidak sempurna

f. Ukuran gating system yang tidak sempurna

g. Penempatan saluran masuk yang tidak tepat

h. Penyebaran saluran masuk yang tidak merata.

Gambar 3. Cacat Misrun

3. Porositas

Porositas adalah cacat yang terjadi karena adanya gas

yang terperangkap dalam logam cair atau cetakan pada

waktu penuangan. Akibat dari terjadinya cacat ini adalah

timbulnya lubang-lubang pada benda cor. Lubang

porositas ini dapat terjadi baik pada permukaan cor,

maupun pada bagian dalam benda cor. Porositas dapat

disebabkan oleh:

a. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan

b. Gas terserap dalam logam cair dari cetakan

c. Reaksi logam induk dengan uap cair dari cetakan

d. Temperatur tuang yang terlalu tinggi.

Proses pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah

cacat porositas akibat gas antara lain:

a. Mengontrol atau mencegah logam cair kontak

langsung dengan atmosfer yang terlalu lama

b. Memberikan gas inert (nitrogen atau argon) ke

dalam cairan logam melalui proses gas bubble

flotation

c. Perencanaan cetakan yang tidak menyebabkan

turbulen pada aliran logam cair

d. Mengatur pemakaian jumlah resin pada pasir agar

sesuai (tidak kurang atau lebih)

e. Mengatur sistem ventilasi dari cetakan yang baik

Page 2: Awal Cor Harits

Laboratorium Metalurgi Proses

Departemen Metalurgi dan Material

Fakultas Teknik Universitas Indonesia

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM

NPM / KELOMPOK : 1106016273 / 02

TGL. DIKUMPULKAN : 28 APRIL 2014

TGL. DITERIMA : 28 APRIL 2014

KETERANGAN :

4. Cacat Inklusi

Penyebab cacat ini adalah logam cair dari paduan

aluminium yang mudah teroksidasi. Oksida dalam

logam cair atau yang dihasilkan pada waktu

penuangan akan terkumpul sebagai dross. Penyebab

cacat inklusi antara lain:

a. Pemakaian scrap yang terlalu banyak

b. Transfer ladle yang tidak dijaga terhadap

pembentukan oksida

c. Pengaruh kelembaban udara.

Gambar 4. Grafik Pengaruh Inklusi terhadap Fluiditas

II.4 Pembuatan Core

Inti atau core digunakan saat membuat suatu cetakan

yang berongga. Biasanya menggunakan pasir baru ataupun

menggunakan pasir reklamasi (sangat sedikit) yang

kemudian dilapisi dengan resin 2-3 % dan dikeringkan. Hal

ini dapat dilihat dari gambar 5 di bawah ini:

Gambar 5. Skematis Penggunaan Core dalam Pengecoran

III. ALAT DAN BAHAN

III.1. ALAT

1. Dapur induksi 14. Gerinda

2. Dapur krusibel 15. Kuas

3. Ladel 16. Helm

4. Gelas ukur 17. Kacamata

5. Rammer 18. Tools cor

6. Flask 19. Masker

7. Kape 20. Mangkok kecil

8. Cangkul 21. Burner

9. Linggis 22. Timbangan

10. Mixer 23. Baskom

11. Sarung tangan

12. Kompresor

13. Gergaji besi

III.2. BAHAN

1. Pasir silika 8. Logam Al

2. Pasir resin 9. Fluks

3. Bentonit/clay 10. Degasser

4. Air 11. Thermal coating

5. Gula tetes 12. Gas Elpiji

6. Serbuk arang

7. Solar

IV. FLOWCHART

IV.1. Persiapan Cetakan

Start

Periksa

alat

Kondisi baik?

perbaiki

Periksapola

Periksabahan

Timbangpasirmuka

Buatbacksand

Siapkankotak inti

Masukkan

pasirresin

Panaskan kotakinti dalam oven

Keluarkan

inti

Bersihkan

inti

Lapisi

inti

Selesai

tidak

ya

IV.2. Persiapan Dapur

Periksa

dapurKondisi baik?

Perbaiki

Periksa

bahan

bakar

Periksaalat

Periksabahan

baku

Kalibrasitimbang

an

ya

tidak

IV.3. Pembuatan Cetakan

Siapkan

flask

Bagi pasirmuka jadi 2

bagian

Pasir

1

Pasir

2Atur drag Pasang kup

Tutup pola

dengan

pasir muka

Tutup pola

dengan pasir

muka

Padatkan dengan

rammer

Padatkan dengan

rammer

Buatgurat

an

Buat

guratanIsi penuh Isi penuh

Pisahkan

kup dan

drag

Lepas

pola

Buat pouring

basincoating

Panaskan cetakanLetakkan

inti

Pasang

kupdan

drag

IV.4. Peleburan dengan Dapur Krusibel

Pelapisan

ladel

Nyalakan dapursambil

memanaskan batubara

Masukkan kowiyang sudah terisi

umpan ke dalamdapur

Pre-heatingMasukkan umpan

sisa

PemaduanAduk agar

homogen

Super

heating

Matikan

dapur

Degassing dan

Fluxing

Angkat

slag

Panaskan dapurtapping

IV.5. Penuangan Dapur Krusibel

IV.5. Pembongkaran Cetakan

IV.6. Pemeriksaan Benda Cor

Amati bentuk

Timbang benda

cor + gating sistem

Potong gating

sistem

Timbang kembali

tanpa gating

sistem

Hitung yield

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Modul Praktikum Pasir Cetak. 2014. Laboratorium

Metalurgi Proses. Departemen Teknik Metalurgi dan

Material FTUI.

2. Suharno, Bambang. 2014. Diktat Kuliah

Pengecoran Logam 2014. Departemen Metalurgi

dan Mateeial FTUI: Depok.

3. ASM Metals Handbook, Volume: 15 Casting. 1998.

ASM International.