Aves Ragunan Baru
-
Upload
anon208692706 -
Category
Documents
-
view
258 -
download
15
description
Transcript of Aves Ragunan Baru
Aves Ragunan
Angsa Hitam
Klasifikasi:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Genus :Cygnus
Spesies :C. atratus
Deskripsi/ Karakter morfologi:
Tipe paruh dan ukurannya:
Paruh lebar dan memiliki ujung yang membulat, berwarna merah dengan garis
putih diujungnya. Paruh ini digunakan untuk menyaring tanaman, biji dan hewan-
hewan kecil dari lumpur dan air.
Bentuk kaki dan susunan jarinya:
Kaki berwarna abu-abu dan berselaput. Jari-jari depan saja yang bersambung
dengan selaput renang.
Bentuk ekor:
Bentuk ekor pointed.
Ukuran tubuh:
Burung dewasa berukuran besar, dengan panjang mencapai +130cm.
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Seluruh bulu-bulunya berwarna hitam dengan perkecualian bulu sayap yang
terdapat warna putih dan mempunyai pelumas bulu. Iris mata berwarna hitam.
Angsa Hitam mempunyai leher yang sangat panjang dan membentuk huruf” S “.
Burung betina serupa dan berukuran lebih kecil dari burung jantan. Anak angsa
mempunyai bulu berwarna abu-abu. Kakinya berbentuk sebagai kaki perenang,
dengan paruh berwarna merah. Mempunyai lamella yang merupakan tambahan zat
tanduk yang berguna untuk menyaring lumpur pada kedua sisi paruhnya.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Hampir semua Angsa Hitam adalah monogami spesies. Kedua induk bersama-
sama membesarkan anak angsa dan bersarang di tengah-tengah danau yang
dangkal.
Habitat:
Rawa, payau, mangrove, tambak, kolam, sungai. Dapat sampai jauh ke
pedalaman.
Suara:
Pakan:
Tumbuh-tumbuhan dan invertebrata.
Kebiasaan:
Angsa Hitam tidak bermigrasi dan menetap di tempat dimana mereka menetas.
Penyebaran global:
Andaman, Sunda besar, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa
Tenggara.
Perilaku angsa hitam di ragunan:
Perilaku angsa hitam yang diamati di ragunan dimulai dari pukul 09.09 sampai
pukul 09.20. Pada pukul 09.09 angsa bersuara di darat. Pukul 09.10 angsa makan
di darat. Pukul 09.13 menggoyangkan ekor. Pukul 09.15 angsa kembali ke air dan
berenang. Pukul -9.18 Angsa makan di air dan menyelamkan kepala. Pukul 09.22
angsa makan di darat dan minum di air. Makanan yang dimakan berasal dari
pengelola kebun binatang ragunan yaitu: toge, sawi, kangkung, pur dan jagung.
Pada pukul 09.24 angsa menelisik bulu di air. Pada pukul 09.28 angsa berenang
sambil menggoyangkan ekornya.
Pelikan
Klasifikasi:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Pelecaniformes
Familia : Pelecanidae
Genus : P e l e c a n u s
Spesies : Pelecanus conspicillum
Deskripsi/Karakter morfologi:
Tipe paruh:
Paruh berwarna merah jambu, besar dan lurus, dilengkapi dengan kait pada
ujungnya yang berwarna kuning dan kantong besar. Paruh bagian bawah berfungsi
untuk menyimpan makanan.
Bentuk kaki dan susunan jarinya:
Kaki berselaput penuh. Jari-jari berselaput renang penuh pada selaput jarinya.
Bentuk ekor:
Bentuk ekor rounded.
Ukuran tubuh:
Burung air yang sangat besar +(150 cm), mempunyai berat badan berkisar antara
4,5-11 kg, dengan rentangan sayap 2,75 m.
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Burung ini biasanya putih atau sebagian besar putih. Sayap dan ekor sebagian
berwarna hitam. Pada bagaian dada putih,punggung hitam, tungging hitam, tunggir
putih. Selama musim mengeram warna kulit yang sulah, paruh, kantung,
tenggorok, dan kaki menjadi lebih jelas. Ciri lainnya iris cokelat pucat, kulit muka
tidak berbulu dan paruh berwarna merah jambu, kaki cokelat. Mempunyai kelenjar
minyak. Perbedaan morfologi antara jantan dan betina tidak jelas, sehingga agak
sukar membedakan pelikan jantan dengan pelikan betina.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Seekor pelikan mampu bertelur sebanyak 4 butir, telur berwarna putih dan
berukuran besar. Telur-telur itu akan menetas setelah dierami selam 30 hari.
Pengeraman dan pemeliharaan dilakukan oleh induk jantan dan betina secara baik,
yaitu secara bergantian.
Habitat:
Pelikan suka hidup berkelompok dan berenang di danau, rawa-rawa, sungai,
muara, teluk, dan lautan.
Suara:
Umumnya tidak bersuara, tetapi dapat mengeluarkan erangan dari tenggorokan.
Pakan:
Di alam burung pelikan memakan ikan dan cara menangkapnya dengan cara
menyendokan paruhnya kedalam air yang terdapat ikan. Seekor pelikan dalam satu
hari mampu memakan ikan seberat 6 kg.
Kebiasaan:
Burung pelikan merupakan burung yang hidup sosial, berkelompok dalam jumlah
50 sampai 40.000 berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain di daratan.
Burung ini suka berenang di air, pakan utamanya adalah ikan, sambil berenang
pelikan menangkap ikan dengan mudah, karena paruhnya yang bekerja serupa jala
penangkap ikan. Paruhnya yang menyerupai kantung tidak seperti jala yang
berlobang tapi sangat lentur dan mudah melar. Pada saat makan, paruh bagian
bawah akan memelar.
Penyebaran global:
Berbiak di India barat daya, Sri Langka, Burma, dan Cina tenggara. Juga
diperkirakan di Asia tenggara dan Filipina. Bermigrasi ke selatan.
Penyebaran lokal dan status:
Rentan (Collar dkk 1994.) Pada musim dingin ke Sumatera utara. Tercatat di
Sumatera selatan, kemungkinan berbiak disana. Pada abad yang lalu, Spenser St
John pernah menemukan burung (yang kemungkinan besar adalah jenis ini) di P.
Blambangan, lepas pantai Sabah. Hanya sedikit catatan dari Jawa.
Perilaku pelikan di ragunan:
Perilaku pelikan yang diamati diragunan dimulai dari pukul 08.28 sampai pukul
09.01. Kami mengamati pada pukul 08.28 burung bergerak di air, meminum air,
mencari makan, kemudian karena sepertinya tidak mendapatkan makanan burung
pelikan ingin menelan botol minuman namun tidak bisa. Burung pelikan melakukan
hal itu berkali-kali hingga dia merasa botol itu bukanlah makanannya. Pukul 08.35
pelikan naik kedarat dan membersihkan bulunya. Pukul 08.40 pelikan mengibaskan
sayap kemudian membersihkan bulu kembali, kemudian kembali ke air untuk
mencari makan. Pada saat makan, parh pelikan membesar, terutama paruh bagian
bawah. Pukul 08.48 pelikan naik kedarat untuk berjemur dan menelisik bulu. Pukul
08.50 pelikan mengeluarkan kotoran dari duburnya. Kemudian pada pukul 09.00
pelikan menelisik bulu dan mengibaskan sayapnya sambil berlari.
Jalak Bali
Klasifikasi:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Sturnidae
Genus : Leucopsar
Spesies : L. rothschildi
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang,
dengan panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Jalak Bali memiliki ciri-ciri
khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor
dan sayapnya yang berwarna hitam. Bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu,
berwarna birucerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Burung jantan dan betina
serupa.
Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali. Burung
ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan
sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-
undang.
Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan
menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama
yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912.
Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu burung yang
paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya
habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi
burung ini cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah
hal ini sampai terjadi, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan
program penangkaran jalak Bali.
Jalak Bali dinilai statusnya sebagai kritis di dalam IUCN Red List serta didaftarkan
dalamCITES Appendix I.
Merak Hijau
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus :Pavo
Spesies :Pavo muticus
Merak Hijau atau kerap disebut Merak Jawa, nama ilmiahnya Pavo muticus adalah salah
satu burung dari tiga spesies merak. Seperti burung-burung lainnya yang ditemukan di
sukuPhasianidae, Merak Hijau mempunyai bulu yang indah. Bulu-bulunya berwarna hijau
keemasan. Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai
300cm, dengan penutup ekor yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul
tegak. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang
mengilap, berwarna hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor.
Populasi Merak Hijau tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di Republik Rakyat
Cina, Indocina dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya Merak Hijau ditemukan juga
di India,Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang telah punah di sana. Walaupun berukuran
sangat besar, Merak Hijau adalah burung yang pandai terbang.
Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung betina.
Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata. Burung
betina menetaskan tiga sampai enam telur.
Pakan burung Merak Hijau terdiri dari aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan,
aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing dan kadalkecil.
Namun karena banyaknya habitat hutanyang hilang dan penangkapan liar yang terus
berlanjut, serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terpencar, Merak Hijau
dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan
dalam CITES Appendix II.
Elang Ular-Bido
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Accipitriformes
Famili : Accipitridae
Genus :Spilonis
Spesies :S. cheela
Elang-ular bido adalah sejenis elang besar yang menyebar luas di Asia, mulai
dari India di barat, Nepal, Srilanka, terus ke timur hingga Cina, ke selatan melintasi Asia
Tenggara,Semenanjung Malaya, kepulauan Sunda Besar, hingga ke Palawan di Filipina.
Elang ini merupakan anggota suku Accipitridae.
[sunting]Pengenalan
Dikenal juga sebagai Crested Serpent Eagle atau CSE oleh sebagian pecinta burung
pemangsa (BOP). Elang ini berwarna hitam dengan garis putih di ujung belakang sayap,
terlihat di saat terbang seperti garis yang tebal. Sangat berisik, suara panggilan seperti
""Kiiiik"" panjang dan diakhiri dengan penekanan nada. Sayap menekuk ke atas
(sepertielang jawa) dan ke depan, membentuk huruf C yang terlihat membusur. Ciri khas
lainnya adalah kulit kuning tanpa bulu di sekitar mata hingga paruh. Ada yang mengatakan
bahwa kulit kaki dari elang ini mempunyai kekebalan terhadap bisa ular, karena itulah
elang ini di sebut elang ular karena mempunyai kekebalan terhadap bisa ular.
Makanan utama dari elang ular adalah Ular-ular kecil, burung-burung kecil sampai ke
mamalia kecil seperti tikus atau kelinci yang mempunyai ukuran yang kecil.
Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir
belakang sayap. Berwarna gelap, sayap sangat lebar membulat, ekor pendek.
Dewasa: Bagian atas coklat abu-abu gelap. Bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh dan
lambung berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam
pada ekor. Jambul pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Remaja: Mirip dewasa,
tetapi lebih coklat dan lebih banyak warna putih pada bulu. Iris berwarna kuning, paruh
coklat abu-abu, kaki kuning.
Kebiasaan
Hidup berpasang-pasangan. Sangat ribut, melayang-layang di atas wilayah sambil
mengeluarkan suara. Pada musim berbiak, pasangan menunjukkan gaya terbang
akrobatik.
Habitatnya adalah hutan, tepi hutan, perkebunan, sub-urban. Tersebar sampai ketinggian
1.900 m dpl. Bido memangsa ular dan reptilpada umumnya, katak, serta mamalia kecil.
Berbiak sepanjang waktu, sarangnya terbuat dari tumpukan ranting berlapis daun di hutan
yang rapat. Telur berwarna putih suram, bercak kemerahan, berjumlah 1-2 butir.
Elang Jawa
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Falconiformes
Famili : Accipitridae
Genus :Nisaetus
Spesies :Nisaetus bartelsi
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Nisaetus bartelsi adalah salah satu spesies elangberukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia
Identifikasi
Elang jawa (remaja), di Ragunan
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-
70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4
bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak
keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan
kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan
keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah,
ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang
pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat
melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu
perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor
kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi
bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh)
kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah
tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.[2]
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk
terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap,
serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga
suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya
ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.[3]
[sunting]Penyebaran, ekologi dan konservasi
Elang Jawa, Kebun Binatang Bandung
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon)
hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya
kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan
pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di
separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada
wilayah berlereng. [4]
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran
rendahmaupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai
seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan
atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari
lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaanhutan
primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan
sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan
hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam
hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan
pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung
sejenis walik,punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai
sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-
ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah.
Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia
excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus),tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima
wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan,
ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.[3]
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah
agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah
individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor.[5] Populasi yang kecil ini menghadapi
ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan
eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutanmenjadi lahan pertanian telah
menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.[6] Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu
orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena
kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada
gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan
tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke
dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). [7] Demikian pula, Pemerintah
Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.[8]
[sunting]Catatan taksonomis
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820,
tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung
Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir
abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir
Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch,
mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus
kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924,
Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi,
untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang
gunung Spizaetus nipalensis.[3]
Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis
bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan
peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi
Kakatua Hering
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Famili : Psittrichasiidae
Genus :Psittrichas
Spesies :P. fulgidus
Parrot Pesquet (Psittrichas fulgidus) juga dikenali sebagai Parrot Heringadalah satu-satunya anggota dari puak Psittrichadini. Ia berasal dari kawasan hutan hujan dan berbukit di New Guinea..
Description
Female profile showing vulturine features - taken at Cincinnati Zoo
Parrot Pesquet merupakan sejenisparrot bersaiz besar dengan panjang keseluruhan
kira-kira 46 cm (18 in) dan berat 680–800 g (24–28 oz). Bulunya berwarna hitam,
dengan warna hitam-kekelabuan pada bahagian dada, bahagian atas ekor merah
dan sayap manakala warna merah pada perut. Burung jantan dewasa memiliki titik
merah pada bahagian belakang mata, yang mana tidak didapati pada burung betina.[1] Dibandingkan dengan kebanyakan parrot lain, burung ini memiliki saiz kepala
yang kecil, sebahagian disebabkan oleh kulit mukanya yang licin tidak berbulu dan
paruh bercangkuk yang panjang. Penampilannya seolah-olah seperti burung
hering yang mana membawa kepada nama timangannya.
Behaviour
Pesquet's Parrot is a highly specialised frugivore, feeding almost exclusively on a
few species of figs. Flowers and nectar have also been reported. At least in parts of its
range, it is seasonally nomadic in response to the availability of fruits. The bare part of the
head is presumably an adaption to avoid feather-matting from sticky fruits. Little is known
about its breeding habits in the wild, but the two eggs are laid in a nest in a large, hollow
tree. It is typically seen in pairs or groups up to 20 individuals. In flight it alternates
between rapid flapping and short glides.
[edit]Status
The feathers of Pesquet's Parrot are highly prized. This combined with high prices
inaviculture has resulted in over hunting. Habitat loss also presents an on-going problem.
For these reasons, it is evaluated as Vulnerable on the IUCN Red List of Threatened
Species. The Pesquet's Parrot is listed on Appendix II of CITES.
1. Itik benjut
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anserivormes
Famili : Anatidae
Genus :Anas
Spesies :A. gibberifrons
Deskripsi/ karakter morfologi:
Tipe paruh dan ukuran:
Paruh lebar, berwarna abu-abu kebiruan dengan bercak kuning dekat ujungya, dan
memiliki ujung yang membulat. Tipe paruh ini digunakan untuk menyaring
tanaman, biji dan hewan-hewan kecil dari lumpur dan air.
Bentuk kaki dan susunan jari:
Bentuk kaki berselaput. Kaki dan tungkai abu-abu.
Bentuk ekor:
Bentuk ekor pointed.
Ukuran tubuh:
Berukuran agak kecil + (42 cm)
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Tubuh berwarna cokelat abu-abu. Mahkota cokelat gelap kemerahan. Muka dan
leher kekuningan, kadang-kadang hampir putih. Iris cokelat-merah. Bagian sisi dan
punggung cokelat kemerahan, sayap berspekulum kehitaman berbaur hijau-biru
mengkilap. Sewaktu terbang, bulu ketiak putih dan terlihat bercak putih didepan
speculum. Jantan: sedikit lebih besar daripada betina, ada tonjolan lubang pada
dahi.
Perlaku reproduksi dan bersarang:
Sarang berupa tumpukan bulu halus, pada permukaan tanah atau lubang pohon.
Telur berwarna krem, jumlah 8-10 butir. Berbiak bulan April-Agustus, November.
Habitat:
Rawa, payau, mangrove, tambak, kolam, sungai. Dapat sampai jauh ke
pedalaman.
Suara:
Jantan “pip” jelas; betina seperti tawa terkekeh (sering pada waktu malam).
Pakan
Tumbuhan dan invertebrata.
Kebiasaan:
Ditemukan berpasangan atau dalam kelompok kecil di daerah rawa mangrove,
rawa payau, kolam dan sungai. Sering sampai jauh ke pedalaman.
Penyebaran global:
Andaman, Sulawesi, Sunda besar dan Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal dan status:
Biasa terdapat di Sumatera selatan, tetapi tidak ada catatan perkembangbiakan.
Baru-baru ini tercatat di Kalimantan selatan dan Kalimantan timur. Tampaknya,
merupakan itik yang paling umum terdapat di Jawa dan Bali.
Catatan:
A. gracilis dari Australia dulu dimasukkan kedalam jenis ini. Pernah tercatat di
Maluku bahkan dapat mencapai Sunda Besar (tetapi tidak mempunyai tonjolan
pada dahi).
2. Flamingo Eropa
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Infrakelas : Neognathae
Ordo : Phoenicopteriformes
Famili : Phoenicopteridae
Genus : Phoenicopterus
Spesies : Phoenicopterus ruberroseus
Deskripsi/ Karakter Morfologi:
Tipe Paruh dan ukurannya:
Paruh berbentuk membelok, berwarna merah muda dan ujungnya hitam.
Bentuk kaki dan susunan jarinya:
Kaki jenjang, berbentuk selaput dan berwarna merah muda.
Bentuk ekor:
Bulu ekor berwarna merah muda dengan bentuk pointed.
Ukuran tubuh:
Ukuran tubuh + (100cm )
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Bulu sayap, bulu dada dan kepala berwarna putih-merah muda. Burung ini memiliki
leher seperti angsa. Flamingo muda keluar dari telur dengan warna abu-abu,
namun flamingo dewasa memiliki warna bervariasi dari merah muda hingga merah
cerah karena bakteri akuatik dan beta karoten yang terkandung dalam makanan
mereka. Flamingo yang makan cukup memiliki warna yang lebih cerah dan menarik
sehingga mudah dalam menarik pasangannya.Sedangkan flamingo pucat atau
putih umumnya tidak sehat dan malnutrisi. Flamingo yang ditangkarkan umumnya
memiliki warna merah muda pucat karena asupan beta karoten yang didapatkan
tidak sebanyak yang didapatkan kerabat mereka di alam liar. Hal inilah yang
mengubah perilaku pengurus kebun binatang untuk memberi makan udang kepada
flamingo seperti di alam liar.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Habitat:
Hidup di daerah yang beriklim panas.
Pakan:
Sari buah, wortel, tomat, dedak dan ikan-ikan kecil.
Kebiasaan:
Flamingo seringkali berdiri dengan satu kaki. Alasan mengenai hal ini tidaklah
banyak diketahui. Ada yang mengatakan bahwa flamingo memiliki kemampuan
untuk membuat setengah bagian tubuhnya berada dalam keadaan tidur dengan
posisi sedemikian rupa, namun hal ini belum cukup terbukti. Ada yang mengatakan
bahwa posisi berdiri dengan satu kaki untuk menjaga agar kaki tidak basah,
dengan maksud mengkonservasi energi. Karena berdiri di atas perairan, flamingo
menggunakan kaki berjaring mereka yang juga digunakan untuk mengaduk lumpur
demi mencari makanan.
Penyebaran global:
Eropa
Penyebaran lokal dan status:
3. Bangau tongtong
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Ciconiiformes
Famili : Ciconiidae
Genus :Leptoptilos
Spesies :L. javanicus
Deskripsi/Karakter morfologi :
Tipe paruh dan ukuran:
Paruh besar berwarna merah muda.
Bentuk kaki dan susunan jari:
Berjari 4, tiga didepan 1 di belakang dan tidak dihubungkan oleh selaput.
Bentuk ekor:
Ekor berwarna hitam dan berbentuk notched
Ukuran tubuh:
Burung ini mempunyai tubuh yang sangat besar, panjangnya mencapai 110 cm,
dengan tungkai panjang, leher panjang, dan paruh besar.
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Bulu umumnya berwarna hitam dan putih. Iris mata berwarna hitam. Sayap,
punggung dan ekor berwarna hitam, tubuh bagian bawah dan kalung leher
berwarna putih, kepala botak, tenggorokan berwarna merah jambu dengan bulu
kapas putih halus pada mahkota. Leher dan muka berwarna kuning kaki berwarna
coklat kehijauan sampai berwarna hitam.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Burung bangau tong-tong membuat sarang di pohon yang tinggi, di tepi pantai,
tambak. Burung bangau tong-tong kadang suka bersarang dengan elang.
Sarang bangau tong-tong tersusun dari ranting-ranting berisi 3-5 butir telur. Telur
berwarna putih sebesar telur itik. Telur dierami oleh induk jantan dan betina
bergantian selama 34 hari.
Habitat:
Sawah, padang rumput terbuka yang terbakar atau kebanjiran, gosong lumpur dan
mangrove.
Suara:
Bangau ini termasuk burung pendiam, tidak banyak bersuara, selain desisan di
sarang, kepakan sayap dan paruh.
Pakan:
Di habitat aslinya burung bangau tong-tong terutama memakan hewan air tawar,
serangga besar, katak, tikus, kerang, siput dan ikan.
Kebiasaan:
Di alam burung ini sering keliaran terbang sendiri atau berkelompok. Bangau
memiliki kemampuan adaptasi untuk mengarungi air yang dangkal dan rawa-rawa
dengan jari kaki yang berselaput. Kebiasaan hidupnya sendiri atau berpasang-
pasangan. Jika diganggu maka paruhnya akan berderak-derak.
Penyebaran global:
Tersebar di India, Cina Selatan, Asia Tenggara dan Sunda Besar.
Penyebaran lokal dan status:
Rentan (Collar dkk. 1994). Tidak jarang di Sumatera timur. Di Sumatera selatan
dilaporkan adanya kelompok ini antara 40-50 ekor. Di Kalimantan, agak jarang dan
terdapat setempat, tetapi sarangnya tercatat di Kalimantan tengah bagian selatan.
Di Jawa dan Bali pernah umum, tetapi sekarang jarang terdapat di daerah terbuka.
6. Blekok sawah
Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Ciconiiformes
Famili : Ardeidae
Genus : Ardeola
Species : Ardeola speciosa
Deskripsi/ Karakter morfologi:
Tipe paruh:
Paruh berwarna kuning, ujung paruh hitam dan berbentuk meruncing.
Bentuk kaki dan susunan jari:
Jarinya 4 tidak dihubungkan oleh selaput. Tiga di depan dan 1 dibelakang (tipe kaki
burung pejalan di air).
Bentuk ekor:
Bentuk ekor rounded.
Ukuran tubuh:
Tubuh berukuran kecil +(45 cm).
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Bersayap putih, cokelat bercoret-coret. Pada waktu berbiak: kepala dan dada
kuning tua, punggung nyaris hitam, tubuh bagian atas lainnya cokelat becoret-
coret, tubuh bagian bawah putih, ketika terbang sayap terlihat sangat kontras
dengan punggung yang gelap / hitam. Tak berbiak dan remaja: Coklat bercoret-
coret. Iris kuning, paruh kuning, ujung paruh hitam, kaki hijau buram.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Berbiak : Desember- Mei, Januari-Agustus
Habitat:
Sawah, rawa, daerah berair,tambak dan mangrove
Suara:
”krak” jika ada yang mengganggu
Pakan:
Ikan belanak, ikan mujair, udang, ulat, dan laba-laba.
Kebiasaan:
Sendirian atau dalam kelompok tersebar, berdiri diam-diam dengan tubuh pada
posisi rendah dan kepala ditarik kembali sambil menunggu mangsa. Setiap sore
terbang dengan kepakan sayap perlahan-lahan, berpasangan atau bertigaan,
beramai-ramai menuju tempat istirahat.
Penyebaran global:
Semenanjung Malaysa, Indocina, Sunda Besar, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali
dan Sulawesi.
Penyebaran lokal dan status:
Tercatat di Sumatera selatan sebagai pengunjung tidak berbiak dari Jawa. Berbiak
di Kalimantan tenggara, tetapi jarang mengunjungi Kalimantan bagian utara. Di
jawa dan Bali masih agak umum dijumpai di daerah rawa dan tawar. Bersarang
dengan dengan koloni burung air lain.
7. Kowak malam kelabu
Klasifikasi:
Ker ajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Ciconiiformes
Famili : Ardeidae
Genus : Nyticorax
Spesies : N. Nyticorax
Deskripsi/ Karakter morfologi:
Tipe paruh:
Paruh agak panjang dan runcing, berwarna hitam.
Bentuk kaki:
Burung kowak malam kelabu mempunyai jumlah jari 4. Tiga di depan dan 1
dibelakang (tipe kaki burung pejalan di air).
Bentuk ekor:
Bentuk ekor rounded.
Ukuran tubuh:
Tubuh berukuran sedang +(61 cm).
Topografi dan tanda-tanda pada tubuh:
Berkepala besar, bertubuh kekar, berwarna hitam dan putih. Dewasa: mahkota
hitam, leher dan dada putih, dua bulu panjang tipis terjuntai dari tengkuk yang
putih, punggung hitam, sayap dan ekor abu-abu. Betina lebih kecil dari pada jantan.
Selama waktu berbiak: kaki dan kekang menjadi merah. Remaja: tubuh cokelat
bercoretan dan berbintik-bintik, harus ditangkap terlebih dahulu jika ingin
membedakannya dengan remaja Kowak-malam merah. Iris kuning (remaja) atau
merah terang (dewasa), paruh hitam (dewasa;merah), kaki kuning kotor.
Posisi terbang:
Gaya terbang mirip kalong.
Perilaku reproduksi dan bersarang:
Bersarang dalam koloni bersama burung air lain. Kadang bersama Kowak-malam
merah. Sarang dari tumpukan ranting yang tidak rapi, tersembunyi pada tajuk
pohon diatas air. Pada musim kawin sampai bertelur, burung ini mempunyai dua
bulu putih hiasan yang memanjang dari belakang kepalanya hingga mencapai
mantelnya. Telur berwarna biru hijau pucat, jumlah 2-4 butir. Berbiak bulan
Desember-April, Februari-Juli.
Habitat:
Sawah, tambak, rawa, padang rumput, dan tepi sungai.
Suara:
”Wok” atau ”kowak” yang parau sewaktu terbang, dan uakan sserak jika terganggu.
Pakan:
ikan, katak, serangga air, ular kecil, tikus kecil
Kebiasaan:
Bersifat nokturnal. Keluar mencari makan pada senja hari, terbang berputar-putar
sambil bersuara. Pada siang hari burung ini beristirahat, bertengger sambil
berkumpul dalam kelompok, di dahan-dahan atau di sela dedaunan pohon yang
rimbun. Biasanya tidak jauh dari air.
Petang hari burung-burung itu mulai beterbangan di sekitar tempatnya beristirahat,
dan di waktu magrib berkelompok-kelompok terbang meninggalkan
peristirahatannya menuju tempatnya masing-masing untuk mencari makanan.
Kelompok burung itu terbang dalam gelap sambil mengeluarkan bunyi-bunyi
panggilannya yang khas, yang terdengar sampai jauh. Pagi-pagi buta kelompok itu
akan kembali, juga sambil berbunyi-bunyi saling memanggil.
Penyebaran global:
Seluruh dunia.
Penyebaran lokal dan status:
Pengunjung di luar waktu berbiak ke Sumatera dan Kalimantan bagaian utara.
Penetap di Kalimantan dan Jawa.