autis.docx
-
Upload
herdiko-shalatin -
Category
Documents
-
view
33 -
download
1
Transcript of autis.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
hambatan dalam bidang bahasa, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan sensori.
Anak-anak autis cenderung mengalami kesulitan mengekspresikan diri, bertanya
jawab sesuai konteks, adanya perilaku stereotype, obsesi pada benda yang tidak
wajar, tidak dapat bermain dengan anak lain dan lebih senang menyendiri. Anak
autis seringkali mengalami masalah dalam merespon stimulus berupa pandangan,
suara, tekstur, bau yang dirasakan sebagai hal menyakitkan di telinga, kulit
maupun penciuman. Anak-anak autis terkadang sangat sensitif terhadap stimulus,
tetapi sebagian justru kurang peka dengan stimulus yang ada hingga seperti tidak
mendengar suara dan tidak merasakan sentuhan bahkan luka di kulit (1,2).
Autis terjadi di belahan dunia manapun. Peningkatan jumlah anak autis
sangat dramatis. Rasio anak autis di Amerika Serikat adalah 1:150, mengingat 14
tahun sebelumnya rasio hanya 1:10.000. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari
Amerika Utara, Eropa Barat, dan Jepang, jumlah anak penyandang autis di
seluruh dunia diperkirakan berjumlah 35 juta pada tahun 2007. Jumlah pasien
penyandang autis di Indonesia yang ditangani dokter ataupun psikolog meningkat,
walaupun belum ada data statistik pasti. Pada tahun 1980-an, dalam setahun hanya
mendapat tiga sampai empat pasien autis. Namun, saat ini dapat menangani tiga
atau empat pasien baru dalam sehari (2,3).
1
Anak-anak autis sering gagal dalam memperoleh atensi dan minat yang
rendah dalam interaksi sosial, kondisi tersebut merupakan ciri khas anak autis.
Penanganan anak autis memerlukan usaha lebih serius dan secara global, lintas
sektor, dan lintas negara. Media dan industry komunikasi berperan penting dalam
melakukan sosialisasi. Pemerintah mempunyai peran penting dalam memberikan
dukungan dan sumber daya yang diperlukan, kalangan akademik dibutuhkan
untuk dapat menemukan sebab dan mencari penanganan lebih baik, meskipun
peningkatan anak autis ternyata tidak sejalan dengan jumlah para ahli yang
menanganinya (2,4).
Snoezelen atau 'controlled multisensory stimulation' adalah terapi
stimulasi multisensori (visual, auditori, taktil, pembauan) yang digunakan untuk
anak-anak dengan hambatan mental, autisma, dementia, cedera otak, dan
hambatan tumbuh kembang lainnya. Snoezelen awalnya dikembangkan di
Belanda pada 1970-an, kamar snoezelen telah didirikan di lembaga-lembaga di
seluruh dunia dan terutama umum di Jerman, dimana lebih dari 1200 ada. The
"snoezelen" panjang (diucapkan/snuzələ (n)/) adalah sebuah kata baru terbentuk
dari "snuffelen" Belanda (untuk mencari, untuk mengeksplorasi) dan "doezelen"
(untuk tidur, untuk tidur sebentar). Terapi ini dirancang spesial untuk memberi
stimuli pada berbagai indera dengan menggunakan efek lampu, warna, suara,
musik, bau, dan lain-lain. Idealnya, snoezelen adalah terapi non-direktif dan dapat
dipentaskan untuk menyediakan pengalaman multi-sensori atau fokus sensorik
tunggal, cukup dengan menyesuaikan pencahayaan, suasana, suara, dan tekstur
dengan kebutuhan spesifik dari klien pada saat digunakan. Tidak ada fokus formal
2
pada hasil terapi - fokusnya adalah untuk membantu pengguna untuk memperoleh
kenikmatan maksimal dari kegiatan di mana mereka dan enabler yang
terlibat. Ruang terapi snoezelen menyediakan suasana yang ramah,
menyenangkan, rekreasional bagi anak dengan hambatan tumbuh kembang
khusus. Lingkungan terapi snoezelen haruslah aman dan tidak mengancam. Anak
dan orang dewasa yang menjalani terapi ini menikmati stimulasi yang lembut dari
panca inderanya. Mereka mengalami kontrol diri yang lebih baik, peningkatan
rasa percaya diri, dan penurunan tekanan/stress (5,6).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN AUTIS
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’ yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan
‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan
sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri. Pengertian
ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada
orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak
membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka. Autis pertama
kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang psikiatris
Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki
ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan
individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga
perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri (4,7).
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil
gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam
kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang
mempengaruhi banyak fungsifungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining) dan perasaan (feeling). Autis jugs dapat dinyatakan sebagai suatu
4
kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu
analisis ‘microsociological’ tentang logika pemikiran mereka dan interaksi
dengan yang lain, orang autis memiliki kekurangan pada ‘cretive induction’ atau
membuat penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis-premis
khusus (minor) menuju kesimpulan umum, sementara deduksi, yaitu bergerak
pada kesimpulan khusus dari premis-premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan
premis-premis umum pada kesimpulan khusus, kuat (4,7).
DSM IV (Diagnpstic Statistical Manual yang dikembangkan oleh para
psikiater dari Amerika) mendefinisikan anak autis sebagai berikut (4,7):
1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c, meliputi
sekurang-kurangnya: satu item dari kelompok a, sekurang-kurangnya satu
item dari kelompok b, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling
sedikit dua diantara berikut:
1) Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku non verbal
seperti, kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya
yang mengatur interaksi sosial.
2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.
3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan
secara spontan dengan orang lain (seperti; kurang tampak adanya perilaku
memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).
5
4) Ketidakampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal
balik.
b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling
sedikit satu dari yang berikut:
1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan
disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-cara
komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya).
2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai
pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain.
3) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulang-ulang atau bahasa yang
aneh (idiosyncantric).
4) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara
spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap
perkembangan mentalnya.
c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut:
1) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan
stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.
2) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus,
atau yang tidak memiliki manfaat.
3) Perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti: memukul-
mukulkan atau menggerakgerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukan
jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya).
6
4) Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object).
2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal.
3. Sebaiknya tidak dikelompokkan ke dalam Rett Disorder, Childhood
Integrative Disorder, atu Asperger Syndrom.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak
yang mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang
mempengaruhi banyak fungsi-fungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining) dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum umur tiga tahun dengan
dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan
terobsesi pada satu kegiatan atau obyek yang mana mereka memerlukan layanan
pedidikan khusus untuk mengembangkan potensinya (4,1).
B. PERILAKU ANAK AUTIS
1. Perilaku Sosial
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan
berinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada
anak-anak autis baru-baru ini muncul Anak-anak autis yang nonverbal telah
diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan
masalah umum dalam bergaul dengan orang lain secara sosial. Ekspresi sosial
mereka terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit,
menangis atau tertawa yang sedalam-dalamnya. Anak-anak autis tidak menyukai
perubahan sosial atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila
7
dunia mereka tetap sama. Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah
marah, contoh: mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah
yang berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah
dari semula (4,8,9).
Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya
sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping)
mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang
tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti
menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang
diri sendiri (self-stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari
kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda. Perilaku ini lebih sering lagi
terjadi pada saat anak autis ditinggal sendiri atau sedang sendirian daripada waktu
dia sibuk dengan tugas-tugas yang harus dikerjakannya, dan berkurang setelah
anak belajar untuk berkomunikasi (4,8,9).
2. Prilaku Komunikasi
Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan untuk
merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu alasan
menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abtrak. Pemahaman
bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi pendengaran yang
baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan penerjemahan (interpreting) dan
penggunaan bahasa dalam konteks sosial, secara pisik (physical) dan konteks
linguistik. Pragmatis dan komunikasi berhubungan erat, untuk menjadi seorang
komunikator yang berhasil seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang
8
bahasa yang dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia
dan dimensi dunia yang bukan manusia (4,8,9).
Komunikasi lebih daripada kemampuan untuk bicara atau kemampuan
untuk merangkai kata-kata dalam urutan yang tepat. Komunikasi adalah
kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa yang diinginkan oleh
individu, menjelaskan tentang suatu kejadian kepada orang lain, untuk
menggambarkan tindakan dan untuk mengakui keberadaan atau kehadiran orang
lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi dapat
dijalin melalui gerakan tubuh, melalui tanda isarat atau dengan menunjukkan
gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung komunikasi menyatakan suatu
situasi sosial antara dua individu atau lebih (4,8,9).
Dalam komunikasi orang yang membawa pesan disebut pemrakarsa
(initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut penerima pesan.
Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk memenuhi
kemampuan (competent) dalam keterampilan pragmatis anak harus mengetahui
dan memahami kedua peran tersebut, sebagai premrakarsa dan sebagai penerima
pesan. Banyak anak autis yang memiliki kesulitan dalam pragmatis. Untuk peran
pemrakarsa dalam berkomunikasi, anak autistik memiliki kesulitan dalam
memulai percakapan atau pembicaraan. Ketika berbicara, mereka cenderung
meminta orang dewasa untuk mengambilkan mainan, makanan atau minuman,
mereka jarang menyampaikan tindakan yang komunikatif seperti menjawab orang
lain, mengomentari sesuatu, mengungkapan perasaan atau menggunakan etika
sosial seperti pengucapan terimakasih, atau meminta maaf (4,8,9).
9
Anak-anak autis yang non verbal sering menjadi penerima informasi dan
merespon pada orang tua dan guru mereka meminta dengan perlakuan (deal) yang
konsisten. Contoh orang dewasa bertanya:”Kamu mau makan apa?”. Dan anak
mungkin menjawab dengan memperlihatkan gambar kue atau dengan
menggambar kue atau bahkan mungkin dengan kata-kata. Ini sutu peningkatan
komunikasi karena anak mengakui orang dewasa sebagai teman dalam
meningkatkan komunikasi dan memahami permintaan guru yang ditujukan
padanya. Dalam permintaan ini anak sebagai penerima dan penjawab permintaan
itu (4,8,9).
Ada beberapa perilaku yang diperlukan dan harus dimiliki oleh seorang
anak autis yang nonverbal agar menjadi seorang komunikator yang berhasil yaitu
pemahaman sebab akibat, keinginan berkomunikasi, dengan siapa dia
berkomunikasi, ada sesuatu untuk dikomunikasikan dan makna dari komunikasi.
Di dalam komunikasi apabila seorang anak tidak memahami sebab, dia akan
mengalami kesulitan dalam meminta seseorang untuk melakukan sesuatu atau
membantunya untuk mengambil benda di tempat penyimpanan (rak) yang paling
tinggi. Tanpa penalaran sebab akibat anak tidak dapat meminta suatu tindakan
atau benda dari orang lain. Memiliki keinginan untuk berkomunikasi dengan
orang lain merupakan tugas yang sulit untuk anak-anak yang nonverbal, selama
satu dari tantangan utama mereka adalah ketidakmampuan untuk berhubungan
dengan orang lain dalam cara yang diharapkan. Mereka tidak mengakui atau
memperlihatkan ketertarikan pada orang lain. Alasan utama dari pernyataan ini
karena miskinnya hubungan sebab akibat yang telah dibicarakan di atas. Jika
10
seorang anak tidak memahami bahwa seseorang dapat membantunya atau anak
tidak memahami bahwa tindakan akan mengakibatkannya mendapatkan sesuatu
(4,8,9).
Sering kali guru berperan sebagai pemrakarsa dalam meningkatkan
komunikasi dengan anak autis dan anak biasanya jadi responder. Anak harus
belajar menunggu dengan sabar supaya guru menunjukkannya dan dia akan
menerima yang dinginkannya. Anak perlu kesempatan untuk meminta benda
dengan bebas atau mengawali percakapan. Jika anak autis tidak memiliki sesuatu
untuk dibicarakan dia akan tetap tidak berkomunikasi (noncomunicatif). Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prilaku komunikasi anak autistic
yang menghambat interaksinya dengan orang lain, dapat ditunjukkan dengan
perilaku yang nampak seperti: mengabaikan orang lain (tidak merespon apabila
diajak berbicara), tidak dapat mengekspresikan emosi secara tepat (tidak tertawa
melihat yang lucu, tidak memperlihatkan perasaan senang, takut, atau sakit, dalam
mimik mukanya), terobsesi dengan kesamaan (kaku), tidak mampu
mengungkapkan keinginannya secara verbal atau mengkompensasikannya dalam
gerakan, sulit untuk memulai percakapan atau pembicaraan, jarang melakukan
tindakan yang komunikatif, jarang menggunakan kata-kata yang menunjukkan
etika sosial, atau mengungkapkan perasaan atau mengomentari sesuatu, echolalia
(membeo), nada bicara monoton, salah menggunakan kata ganti orang (4,8,9).
11
C. FAKTOR PENYEBAB
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah
tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X
karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile)
yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4.
Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X
terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu
tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi
penderita maupun pembawa sifat (carrier) (7,10).
2. Ganguan pada Sistem Saraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan
pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah
pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di
otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang
pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang
abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan
sel purkinye mati. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan
motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika
sirkuit ini rusak atau terganggu, maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari
12
sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku (4,7,11).
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap
makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum,
daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi (4,7).
4. Kemungkinan Lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak
seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan
otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang
tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau
anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak
menderita autism (4,7).
D. HAMBATAN-HAMBATAN ANAK AUTIS
Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh anak autis yaitu: Anak autis
memiliki hambatan kualitatif dalam interaksi sosial artinya bahwa anak autistik
memiliki hambatan dalam kualitas berinteraksi dengan individu di sekitar
lingkungannya, seperti anak-anak autis sering terlihat menarik diri, acuh tak acuh,
lebih senang bermain sendiri, menunjukkan perilaku yang tidak hangat, tidak ada
kontak mata dengan orang lain dan bagi mereka yang keterlekatannya terhadap
13
orang tua tinggi, anak akan merasa cemas apabila ditinggalkan oleh orang tuanya
(4,7,12).
Sekitar 50 persen anak autis yang mengalami keterlambatan dalam
berbicara dan berbahasa. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami
pembicaran orang lain yang ditujukan pada mereka, kesulitan dalam memahami
arti kata-kata dan apabila berbicara tidak pada konteks yang tepat. Sering
mengulang kata-kata tanpa bermaksud untuk berkomunikasi, dan sering salah
dalam menggunakan kata ganti orang, contohnya menggunakan kata saya untuk
orang lain dan menggunakan kata kamu untuk diri sendiri (4,12,14).
Mereka tidak mengkompensasikan ketidakmampuannya dalam berbicara
dengan bahasa yang lain, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu tidak
meminta dengan bahasa lisan atau menunjuk dengan gerakan tubuh, tetapi mereka
menarik tangan orang tuanya untuk mengambil obyek yang diinginkannya.
Mereka juga sukar mengatur volume suaranya, kurang dapat menggunakan bahasa
tubuh untuk berkomunikasi, seperti: menggeleng, mengangguk, melambaikan
tangan dan lain sebagainya. Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka
cenderung untuk menyenangi lingkungan yang rutin dan menolak perubahan
lingkungan, minat mereka terbatas artinya mereka apabila menyukai suatu
perbuatan maka akan terus menerus mengulang perbuatan itu. anak autistik juga
menyenangi keteraturan yang berlebihan (4,12,14).
Dua kelompok besar yang menjadi masalah pada anak autis yaitu
(4,15,16):
a. Masalah dalam memahami lingkungan (Problem in understanding the world)
14
1) Respon terhadap suara yang tidak biasa (unusually responses to sounds).
Anak autis seperti orang tuli karena mereka cenderung mengabaikan suara
yang sangat keras dan tidak tergerak sekalipun ada yang menjatuhkan
benda di sampingnya. Anak autis dapat juga sangat tertarik pada beberapa
suara benda seperti suara bel, tetapi ada anak autis yang sangat tergangu
oleh suara-suara tertentu, sehingga ia akan menutup telinganya.
2) Sulit dalam memahami pembicaraan (Dificulties in understanding speech).
Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraan memiliki makna,
tidak dapat mengikuti instruksi verbal, mendengar peringatan atau paham
apabila dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak
autis yang mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan.
3) Kesulitan ketika bercakap-cakap (Difiltuties when talking). Beberpa anak
autis tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan
sedikit kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan
orang lain, mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata
sambung, tidak dapat menggunakan kata-kata secara fleksibel atau
mengungkapkan ide.
4) Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (Poor pronunciation and
voice control). Beberapa anak autis memiliki kesulitan dalam
membedakan suara tertentu yang mereka dengar. Mereka kebingungan
dengan kata-kata yang hampir sama, memiliki kesulitan untuk
mengucapkan kata-kata yang sulit. Mereka biasanya memiliki kesulitan
dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara.
15
5) Masalah dalam memahami benda yang dilihat (Problems in understanding
things that are seen). Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya
yang sangat terang, seperti cahaya lampu kamera (blitz), anak autis
mengenali orang atau benda dengan gambaran mereka yang umum tanpa
melihat detil yang tampak.
6) Masalah dalam pemahaman gerak isarat (problem in understanding
gesturs). Anak autis memiliki masalah dalam menggunakan bahasa
komunikasi; seperti gerakan isarat, gerakan tubuh, ekspresi wajah.
7) Indra peraba, perasa dan pembau (The senses of touch, taste and smell).
Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa
dan pembau mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin
dan sakit.
8) Gerakan tubuh yang tidak biasa (Unusually bodily movement). Ada
gerakan-gerakan yang dilakukan anak autis yang tidak biasa dilakukan
oleh anak-anak yang normal seperti mengepak-ngepakan tangannya,
meloncat-loncat, dan menyeringai.
9) Kekakuan dalam gerakan-gerakan terlatih (clumsiness in skilled
movements). Beberapa anak autis, ketika berjalan nampak anggun, mampu
memanjat dan seimbang seperti kucing, namun yang lainnya lebih kaku
dan berjalan seperti memiliki bebrapa kesulitan dalam keseimbangan dan
biasanya mereka tidak menikmati memanjat. Mereka sangat kurang dalam
koordinasi dalam berjalan dan berlari atau sebaliknya.
16
b. Masalah gangguan perilaku dan emosi (Dificult behaviour and emotional
problems)
1) Sikap menyendiri dan menarik diri (Aloofness and withdrawal). Banyak
anak autis yang berprilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis
tidak merespon ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada
orang yang berbicara padanya, ekspresi mukanya kosong.
2) Menentang perubahan (Resistance to change). Banyak anak autis yang
menuntut pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki
rutinitas mereka sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk,
atau menempatkan objek dalam garis yang panjang.
3) Ketakutan khusus (Special fears). Anak-anak autis tidak menyadari
bahaya yang sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami
kemungkinan konsekuensinya.
4) Prilaku yang memalukan secara sosial (Socially embarrassing behaviour).
Pemahaman anak autis terhadap kata-kata terbatas dan secara umum tidak
matang, mereka sering berperilaku dalam cara yang kurang dapat diterima
secara sosial. anak-anak autis tidak malu untuk berteriak di tempat umum
atau berteriak dengan keras di senjang jalan.
5) Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play). Banyak anak autis
bermain dengan air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak
dapat bermain pura-pura. Anak-anak autis kurang dalam bahasa dan
imajinasi, mereka tidak dapat bersama-sama dalam permainan denga anak-
anak yang lain.
17
E. TERAPI SNOEZELEN
Kebutuhan dasar bagi anak autis adalah sensori dan hampir sebagian besar
anak autis mengalami gangguan sensori serta tidak terintegrasi. Pengorganisasian
informasi melalui sensori-sensori berupa sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan
gravitasinya, penciuman, pengecapan, penglihatanm dan pendengaran sangat
berguna untuk menghasilkan respons yang bermakna. Indera memberikan
informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan sekitar. Informasi mengalir ke otak
dari semua bagian tubuh (4,7).
Otak mengatur semua sensasi-sensasi untuk bergerak, belajar, dan
berperilaku secara normal. Otak juga menempatkan, menyortir, dan
mengendalikan sensasi-sensasi ketika sensasi mengalir secara teratur maka otak
dapat menggunakan sensasi tersebut untuk membentuk persepsi, perilaku dan
belajar. Namun, jika sensasi mengalir tidak teratur maka hidup pun menjadi
berantakan. Sensasi merupakan aliran dari impuls-impuls listrik. Biokimia juga
terlibat dalam memproduksi impuls. Impuls-impuls ini terintegrasi supaya
mempunyai makna. Integrasi adalah apa yang mengubah sensasi menjadi persepsi.
Otak mengintegrasikan impuls-impuls sensori menjadi bentuk bermakna sehingga
mampu mempersepsikan tubuh, orang lain dan benda-benda sekitar (4,7,11).
Sensori integrasi dimulai di dalam rahim saat otak janin merasakan
gerakan-gerakan tubuh ibu. Pertumbuhan sensori integrasi tampak saat usia satu
tahun untuk merangkak dan berdiri. Sensori integrasi masa kanak-kanak atau
masa bermain lebih banyak berperan mengatur sensasi dari tubuh dan gravitasi,
penglihatan dan pendengaran. Setiap anak yang dilahirkan memiliki kapasitas
18
sensori integrasi yang sama, tetapi harus dikembangkan dengan cara
menginteraksikan tubuh dan otak melalui aktivitas fisik semasa kanak-kanak
(4,7,17).
Snoezelen adalah sebuah aktivitas yang dirancang mempengaruhi sistem
saraf pusat (SSP) melalui pemberian stimuli yang cukup pada sistem sensori
primer seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, dan pembau, dan
juga pada sistem sensori internal seperti vestibular dan proprioseptif dalam rangka
mencapai maksud relaksasi atau aktivasi seseorang dengan tujuan memperbaiki
kualitas hidup. Kata Snoezelen berasal dari dua kata Belanda yaitu Snuffelen (to
sniff) dan doe zelen (to doze). Kedua kata ini digabungkan menjadi Snoezelen
yang memiliki definisi seperti di atas. Kata snuffelen (to sniff), berarti mencium
bau atau bermakna aktif dan dinamis. Kata doezelen (to doze) berarti tidur
sebentar atau tiduran bermakna nyaman atau rileks (5,18).
Sebuah penelitian pada era 1950an dan 1960an tentang percobaan
peniadaan stimulasi sensori akan menyebabkan perkembangan otak tidak normal.
Hal pertama yang terjadi adalah halusinasi yang menutupi kekurangan sensori
input. Selanjutnya, jika tetap tidak ada stimulasi yang cukup. Maka dapat terjadi
abnormalitas otak dan gangguan perilaku. Pada tahun era 60an, seorang psikolog
di AS membuat ruang dengan peralatan-peralatan stimulasi yang diberi nama
“sensory cafeteria” beberapa sentra perawatan anak dengan cacat mental berat
mulai menggunakan metode ini sekitar 1966, tetapi ide ini mulai ditinggalkan di
AS. Pada tahun 1970an ide ini dikembangkan di Eropa khususnya di Belanda.
Nama Snoezelen mulai dikembangkan di sebuah institut untuk orang dengan
19
gangguan mental di Tilburg, Belanda. Sejak 1975, metode ini dikembangkan di
Belanda oleh dua orang ahli yaitu Jan Hulsegge dan Ad Verheul (5,6,19).
Snoezelen memiliki beberapa fungsi, diantaranya (5,6,19):
a. Snoezelen dapat digunakan sebagai relaksasi. Pada awal dikembangkannya,
Snoezelen digunakan untuk relaksasi pada orang dengan severe mental and
physical handicapped.
b. Snoezelen dapat berfungsi sebagai leisure environment pada beberapa anak
yang berhasil atau melakukan aktivitas selama sesi terapi, Snoezelen dapat
diberikan sebagai reward. Pada beberapa anak yang tidak dapat menikmati
mainan-mainan biasa, maka Snoezelen dapat diberikan untuk media bermain.
c. Snoezelen daoat sebagai terapi. Anak-anak yang cenderung hipoaktif akan
difasilitasi untuk mau aktif berusaha. Pada anak-anak defisit atensi dan
konsentrasi akan ditarik perhatiannya pada suatu jenis stimulasi supaya focus
dan diarahkan untuk melakukan aktivitas.
d. Snoezelen berfungsi memberikan pengalaman sensori pada anak-anak dengan
defisit sensori tentu saja mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi sensori
sehingga tidak ada atau kurang memiliki pengalaman sensori. Dengan
Snoezelen diharapkan anak-anak mendapatkan pengalaman terhadap berbagai
jenis sensori.
Ada bermacam tujuan yang dapat dicapai dengan melakukan Snoezelen
diantaranya anak dapat menikmati permainan, akitivitas atau dirinya sendiri.
Kondisi rileks secara mental dan fisik dapat dirasakan anak dan dapat
meningkatkan kesadarannya. Anak juga mampu berinisiatif melakukan aktivitas
20
dan mendapatkan rasa percaya diri. Keeratan hubungan antara anak dan terapis
juga dapat tercipta. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda
sehingga tujuan Snoezelen harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
anak. Beberapa fasilitas yang perlu disediakan fasilitas dalam menunjang sesi
Snoezelen, yaitu (19,20):
a. Menyediakan lingkungan aman dan tenang.
b. Menciptakan suasan rileks dan nyaman, misalnya musik lembut dan lampu
redup.
c. Menyediakan peralatan yang menstimulasi, missal mainan dengan warna
mencolok, lampu disko.
d. Menyediakan suasana yang tidak banyak batasan atau aturan sehingga anak
mampu berekplorasi dengan bebas.
e. Memberikan kepercayaan dan respek terhadap anak. Jika anda seorang terapis
maka kepercayaan dan respek antara hak anda dan sebaliknya dapat dibangun
selama sesi Snoezelen. Hal ini akan memberikan efek positif pada sesi terapi.
Tujuan Snoezelen dapat tercapai secara optimum dengan memperhatikan
beberapa hal selama sesi Snoezelen diantaranya sikap dasar yang benar di mana
anak yang akan melakukan aktivitas, mengobservasi dan memberikan arahan
bukan memaksa, memberikan bimbingan yang tepat dengan terapis bersikap
respek dan membesarkan hati atau semangat anak, suasana yang cocok dengan
kebutuhan anak. Hasil maksimal juga dapat tercapai dengan memberikan stimuli
sesuai dengan kondisi anak, durasi aktivitas Snoezelen tergantung reaksi anak
21
dalam ruangan, anak diperbolehkan mengulang aktivitas dengan objek yang sama
dan anak memiliki cukup waktu mengidentifikasi stimuli yang berbeda (19,20).
Ruang Snoezelen adalah ruang yang dirancang khusus untuk melakukan
aktivitas Snoezelen dengan peralatan-peralatan stimulasi sesuai dengan jenis
stimulasi yang ingin dibuat. Aktivitas Snoezelen bahkan dapat dilakukan di luar
ruangan atau di rumah, juga diberikan dalam aplikasi sehari-hari. Beberapa jenis
ruang Snoezelen, yaitu ruang relaksasi atau ruang gelap, ruang aktivitas atau
ruang adventure, ruang putih atau white room, ruang alamiah atau ruang natural.
Penggunaan ruang Snoezelen ini dapat di pusat rehabilitasi, klinik anak, sekolah,
rumah sakit bahkan rumah (19,20).
Gambar 2.1 Ruang Gelap
Gambar 2.2 Ruang Adventure
22
Gambar 2.3 Ruang Putih
Sebuah penelitian tentang efek Snoezelen pada anak autis menghasilkan
bahwa Snoezelen mampu menurunkan perilaku stimulasi diri. Metode Snoezelen
diharapkan mampu meningkatkan atensi visual melalui proses stimuli (20).
Gambar 2.4 Proses Stimuli
Proses stimuli diartikan sebagai input yang berarti menerima stimuli dari
lingkungan fisik, sosial dan buadaya sedangkan through put berarti proses stimuli
oleh reseptor dan CNS (Central Nervous System) dengan pengertian penerimaan, 23
interpretasi dan pemahaman dari stimuli yang masuk. Out put berarti reaksi yan
muncul dengan adanya penerimaan dan pengolahan stimuli seperti reaksi behavior
dan performa. Feed back berarti rangsangan balik dari out put yang diterima
reseptor sebagai input baru untuk dipelajari dan mungkin akan menghasilkan out
put baru juga (21,22,23).
Stimulai selama treatment menimbulkan respon adaptif yang merupakan
respon terhadap sensori yang berguna dan bertujuan. Anak melihat lampu
kemudian menggapai, memegang ataupun melihat kea rah sumber cahaya di mana
semua perilaku tersebut merupakan respon adaptif. Bentuk respon adaptif
membantu otak untuk berkembang dan mengatur sendiri. Orang kebanyakan
melihat aktivitas ini seperti bermain, bagaimanapun juga bermain terdiri dari
respon-respon adaptif yang membuat sensori terintegrasi (21,22,23).
Penglihatan tergantung pada terang dan gelap, bentuk dan sudut, warna
dan bayangan akan menyediakan stimulasi dan kesenangan/pleasure. Dalam hal
ini tidak dibutuhkan gambar untuk pemahaman, kecuali untuk program learning.
Warna dasar yang bergantian dirasa akan cukup bagus (21,22,23).
Stimuli Visual
Kombinasi pencahayaan dan image visual yang ditampilkan akan menghasilkan
efek yang bervariasi untuk membantu terciptanya sensasi warm dan cool.
Sehingga anak-anak dengan kebutuhan khusus tersebut mampu interest,
pleasurable relaxation dan terstimuli (19,20).
24
Gambar 2.5 Warna
Warna dibagi menjadi menjadi 2 (19,20):
Warm color adalah : merah, orange, dan kuning.
Cool color adalah hijau, biru dan warna-warna lembut.
Biru
Menurunkan heartbeat, tension, dan frekuensi nafas sampai 20 persen.
Untuk relaksasi dan meditasi.
25
Hijau
Rasa damai, tenang, dan sejuk
Menurunkan stress hormone dalam darah
Menurunkan tensi otot
Merah
Warna excited, meningkatkan aktivitas otak dan tonus otot
Memberikan rasa hangat
Orange
Efeknya sama dengan merah tetapi lebih ringan, aktivasi, energis dan sedikit
menurunkan efek depresi.
Kuning
Efeknya sama dengan merah dan orange tapi paling ringan, warna stabil
meningkatkan well performance dan konsentrasi. Ada penelitian bahwa ayam
lebih banyak bertelur di bawah lampu kuning.
26
Gambar 2.6 Alat-alat Snoezelen
Untuk pendengaran, pitch dan tone, rhythm dan silence sangatlah penting.
Musik untuk relaksasi adalah suatu hal yang menyenangkan tapi pelan/slow,
rhythms yang simpel, dibutuhkan kemampuan intelektual yang rendah sehingga
anak-anak special need lebih rileks (19,20,22).
Hearing Stimuli
Soft music : rasa hangat, nyaman, aman dan relaks
Cheerfull music : riang, provokasi gerak aktif dan dinamis
27
Music bergantung pula pada ritme, harmoni, dinamisasi, keras-lembutnya
(19,20,22)
Untuk sentuhan, menyediakan permukaan yang berbeda untuk menstimuli
sensor touch adalah penting. Kasar, lembut, basah, kering, hangat, dan dingin
sangatlah perlu. Kontak badan antara terapis dan anak sangatlah diperlukan.
Meskipun terapis tidak berbicara, tetapi sentuhan akan menjadi suatu bentuk
kontak antara terapis dan anak. Dengan sentuhan terapis akan menunjukkan
terapis menunjukkan rasa peduli pada mereka dan anak merasa aman dengan cara
mendekap (19,20,22).
Untuk penghidu, hal ini sangat berdaya cukup kuat pada hasil snoezelen
meskipun kadang merupakan sensor yang jarang digunakan. Bau mampu
menciptakan memori yang sangat kuat (19,20,22).
Smell Stimuli
Untuk oversensitif terhadap stimuli (19,20,22):
Papermint : mudah bernafas dalam
Mawar : menekan rasa takut dan memberi positive experience
Patchouli (sejenis minyak tumbuh- tumbuhan) : memperbaiki sikap cuek,
dan memudahkan untuk dikontrol.
Kamelia : menenangkan
Gambar 2.7 Oversensitive Smell Stimuli
28
Untuk undersensitive stimuli (19,20,22):
Lavender : menangkan dan mempertahankan attention
Thyme : restore balance
Eucalyptus : meningkatkan kesiagaan
Melati : mencegah perubahan dari undersensitive ke oversensitive dan
sebaliknya
Basilika (kemangi/selasih) : memperbaiki rasa percaya diri
Gambar 2.8 Undersensitive Smell Stimuli
Gambar 2.9 Aroma Terapi
Metode Snoezelen memiliki aktivitas berbeda dengan terapi. Proses terapi,
terapis memberikan instruksi pada anak utnuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
Namun, aktivitas Snoezelen memberi kesempatan pada anak untuk melakukan
29
BAB III
PENUTUP
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif, atau kualitatif pada
komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal
balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik
dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.
Sebuah penelitian tentang efek Snoezelen pada anak autis menghasilkan
bahwa Snoezelen mampu menurunkan perilaku stimulasi diri. Metode Snoezelen
diharapkan mampu meningkatkan atensi visual melalui proses stimuli.
Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk
mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada system sensori primer
seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta system sensori internal seperti
vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau
aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi multisensories. Terapi ini di berikan
pada anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik, misalnya anak yang
mengalami keterlambatan berjalan.
31