Audit Investigasi Bpk Atas Kasus Bank Century

download Audit Investigasi Bpk Atas Kasus Bank Century

of 15

Transcript of Audit Investigasi Bpk Atas Kasus Bank Century

  • AUDIT INVESTIGASI BPK ATAS KASUS BANK CENTURY

  • Ringkasan Laporan Hasil Audit Investigasi BPK

    Gambaran UmumBank Century (BC) adalah hasil merger tiga bank, yaitu Bank Pikko,Bank Danpac,dan Bank CIC pada bulan Desember 2004.Sejak 29 Desember 2005,BC dinyatakan berada dalam pengawasan intensifoleh BI karena permasalahan terkait SSB dan perkreditan yang berpotensi menimbulkan kesulitan keuangan, serta membahayakan kelangsungan usaha bank

  • 6 November 2008,BI menetapkan BC sebagai bank dalam pengawasan khusus dengan posisi rasio kewajiban penyediaan modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) saat itu 2,35%.Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dihadapinya, pada 14, 17, dan 18 November 2008 BC menerima FPJP dari BI dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp689 miliar. Setelah menerima FPJP, kondisi BC terus memburuk yang ditandai dengan menurunnya CAR per 31 Oktober 2008 menjadi negatif 3,53%. Sehingga, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20 November 2008,BI menetapkan BC sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik.KSSK menetapkan, (1) PT Bank Century Tbk sebagai Bank Gagal yang Berdampak Sistemik sesuai dengan Surat Gubernur BI No lO/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008; dan (2) Penanganan bank gagal sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama kepada LPS untuk dilakukan penanganan sesuai dengan Undang-Undang (UU) No 24 Tahun 2004 tentang LPS.

  • Temuan PemeriksaanBPK mengelompokkan temuan pemeriksaan menjadi lima yaitu, (1) Proses merger dan pengawasan BC oleh BI. (2) Pemberian FPJP. (3) Penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganan nya oleh LPS. (4) Penggunaan dana FPJP dan PMS. (5) Praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham, dan pihakpihak terkait dalam pengelolaan BC yang merugikan BC.

  • Mengenai proses merger dan pengawasan Bank Century oleh BI.

    1. Dalam proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank CIC dan Bank Pikko menjadi Bank Century, BI bersikap tidak tegas dan tidak prudent dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri.2. BI tidak bertindak tegas dalam pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century selama 2005 sampai 2008. Seperti BI tidak menempatkan Bank Century sebagai bank dalam pengawasan khusus meskipun CAR bank Century telah negatif 132,5%. BI memberikan keringanan sanksi denda atas pelanggaran posisi devisa netto atau PDN sebesar 50% atau Rp 11 miliar dan BI tidak mengenakan sanksi pidana atas pelanggaran BMPK.

  • Pemberian FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek)

    BI patut diduga melakukan perubahan persyarakatan CAR dalam PBI agar Bank Century bisa mendapatkan FPJP. Pada saat pemberian FPJP, CAR Bank Century negatif 3,53%. Hal ini melanggar ketentuan PBI nomor 10/30/PBI/2008.Selain itu, nilai jaminan FPJP yang diperjanjikan hanya sebesar 83% sehingga melanggar ketentuan PBI no 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bahwa jaminan dalam bentuk aset kredit minimal 150% dari plafon FPJP.

  • Penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh LPS1. A. BI tidak memberika informasi sepenuhnya, lengkap dan mutakhir pada saat menyampaikan bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik kepada KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan). 1.B. BI dan KSSK tidak memiliki kriteria yang terukur dalam menetapkan dampak sistemik Bank Century tetapi penetapannya lebih pada judgement .

  • 2. Dari semua ketentuan yang ada menunjukkan bahwa pada saat penyerahan Bank Century dari komite koordinasi kepada LPS tanggal 21 November 2008 itu kelembaggan komite koordinasi yang beranggotakan Menkeu sebagai ketua, Gubernur BI sebagai anggota dan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota belum pernah dibentuk berdasarkan UU.

  • 3.A Keputusan KSSK tentang penetapan Bank Century sebagai bank gagal dan berdampak sistemik tanpa menyebutkan biaya penanganan yang harus dikeluarkan oleh LPS. 3.B. Penyaluran PMS (penyerrtaan modal sementara) sebesar Rp 6,7 triliun dilakukan melalui 4 tahap. Keempat tahap tersebut tambahan PMS yang tahap II sebesar Rp 2,2 triliun tidak dibahas dengan Komite Koordinasi. 3.C. Berdasarkan dokumen notulensi rapat paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008, penjelasan Ketua DPR periode 2004-2009, surat Ketua DPR RI kepada Ketua BPK pada tanggal 1 September 2009 perihal permintaan audit investigasi dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap Bank CEntury serta berdasarkan laporan Komisi XI DPR mengenai pembahasan laporan kemajuan pemeriksaan investigasi kasus Bank Century dalam rapat paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR menyatakan bahwa Perpu No 4 tahun 2008 tentang JPSK ditolak oleh DPR. Penyertaan Modal Sementara kepada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun, dari jumlah tersebut diantaranya sebesar Rp 2,8 triliun disalurkan setelah tanggal 18 Desember 2008.

  • Penggunaan Dana FPJP dan PMS

    Penarikan dana dari pihak terkait dalam periode Bank Century ditempatkan dalam pengawasan khusus yakni pada 6 November 2008 sampai 11 Agustus 2009 sebesar ekuivalen Rp 938,65 miliar melanggar ketentuan PBI no 6 /9/PBI 2004 tentang tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bankBank Century telah mengalami kerugian karena mengganti deposito milik salah satu nasabah Bank Century yang dipinjamkan atau digelapkan sebesar US$ 18 juta dengan dana yang berasal dari PMS.

  • Praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Bank Century yang merugikan Bank Century.Dalam penanganan Bank Century, LPS telah mengeluarkan biaya penanganan untuk penyertaan modal sementara sebesar Rp 6,7 triliun yang digunakan untuk menutupi kerugian Bank Century. Dari jumlah tersebut sebesar RP 5,86 triliun merupakan kerugian Bank Century akibat adanya praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh pengurus bank, pemegang saham maupun pihak terkait Bank Century.

  • ANALISISBPK sebagai supreme audit atas keuangan Negara telah memberikan audit opini wajar tanpa pengecualian 2 tahun berturut-turut terhadap Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Mendadak di tahun ketiga BPK mengatakan bahwa patut diduga adanya penyimpangan dalam pengambilan keputusan. Dengan jumlah bail out yang besarnya Rp 6,7 triliun ditambah kata-kata patut diduga adanya pelanggaran tindak pidana dalam laporan investigasi khusus BPK atas BI dan LPS, maka wajar bila stake holders berharap ketidak wajaran itu seharusnya dapat dideteksi dan dicantumkan dalam opini audit tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian opini audit menjadi wajar dengan pengecualian. Opini seperti itu berarti opini dengan qualifikasi (qualified opinion).

  • Sebagai seorang professional diharapkan selalu menyiapkan langkah alternatif berjaga-jaga seandainya putusannya ternyata salah, sehingga organisasi tidak terlalu dirugikan (fall back position). Seandainya hal itu karena satu dan lain hal tidak dimungkinkan, maka dia harus menyiapkan langkah langkah agar kerugian yang lebih besar bisa dicegah (damage control) setelah sadar bahwa telah terjadi kesalahan. Yang pasti bukan dengan mencoba berdalih atau mengalihkan pokok pembicaraan atau menyalahkan orang yang bertanya apalagi kalau hal ini dilakukan dengan sadar dan dengan niat menutup-nutupi kesalahan yan telah terjadi. Sikap ini bukanlah sikap kesatria yang seharusnya diperlihatkan oleh seorang professional. Oleh karena itu dalam kasus bank Century seharusnya auditor mencoba menggali adakah fall back position yang disiapkan oleh pemerintah seandainya keputusan mem bail out gagal atau salah. Kemudian adakah kebijakan damage control yang disiapkan oleh pemerintah dan karena kerugian belum terjadi, maka komentar yang bisa diberikan paling-paling hanya menjabarkan bahwa pemerintah lalai mempersiapkan langkah penyelamatan seandainya kebijakan gagal total. Tapi memberikan penilaian mengenai kemungkinan telah terjadi pelanggaran pidana menurut saya berada di luar kewenangan auditor.

  • Masalah lain yang juga merupakan pilar dan karenanya mutlak perlu harus ada pada pelaksanaan auditing akan tetapi tidak pernah dilihat dan dibahas orang adalah independency.Pemisahan fungsi ini penting untuk menjaga agar tercipta apa yang disebut sebagai good governance.Pilar ketiga yang tidak pernah disingung-singgung orang adalah apa yang dikenal dalam auditing sebagai due professional care (kehati-hatian profesional yang wajib dilaksanakan). Orang sering salah duga mengenai profesi auditing. Dalam melaksanakan tugasnya auditor hendaknya tidak menimbulkan gejolak apalagi memperuncing pertentangan yang mungkin saja terjadi ketika dia mendapatkan temuan. Oleh karenanya sejak awal objective itu harus ditentukan, kemudian berdasarkan tinjauan analisis (analytical review) audit programpun disusun.

  • Due professional care menjadi semakin penting ketika auditor mendapat tugas khusus atau lebih dikenal sebagai special audit investigation karena pada umumnya penugasan seperti ini, lahir ketika ada dua pihak yang saling berhadapan dan masing-masing tentunya ingin mempertahankan posisinya atau ada dugaan bahwa telah terjadi pelanggaran. Perlu diingat, bahwa auditor bukanlah litigator, oleh karenanya, tugas menjadikan dia sebagai pelaksana special audit investigaion tidak serta merta menjadikan dia sebagai litigator itu sebabnya dalam memorandum pendekatan audit harus jelas mengatakan kebutuhan ahli litigator kalau memang dibutuhkan. Kalau semua itu dilaksanakan tentunya tidak ada penolakan atas termuan yang diajukan oleh auditor seperti yang kita lihat dalam dengar pendapat mantan Gubernur BI dan Menkeu.