Audiometri Tht(1)

33
Audiologi Dasar Audiologi Dasar Pembimbing : dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

description

audiometri

Transcript of Audiometri Tht(1)

Page 1: Audiometri Tht(1)

Audiologi Dasar Audiologi Dasar Pembimbing : dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Page 2: Audiometri Tht(1)

Definisi• Audiologi : ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi

pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya• Audiologi dibagi menjadi 2 :• audiologi dasar : pengetahuan mengenai nada murni, bising,

gangguan pendengaran, serta cara memeriksanya• audiologi khusus : diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural

koklea dengan retrokoklea, audiometri objektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak, audiologi industri

• Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada• Audiogram adalah hasil dari pemeriksaan audiometri.

Page 3: Audiometri Tht(1)

Tujuan Pemeriksaan Audiometri• Memeriksa fungsi pendengaran berdasarkan sifat subjektif

atau melihat respon dari pasien langsung secara subjektif • Menentukan jenis ketulian : tuli konduktif, tuli sensorineural,

atau tuli campur• Menentukan derajat ketulian

Page 4: Audiometri Tht(1)

Indikasi Pemeriksaan Audiometri• Adanya penurunan pendengaran• Telinga berbunyi dengung (tinitus)• Rasa penuh di telinga• Riwayat keluar cairan• Riwayat terpajan bising• Riwayat trauma• Riwayat pemakaian obat ototoksik• Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga• Gangguan keseimbangan

Page 5: Audiometri Tht(1)

SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI• Alat audiometer yang baik• Lingkungan pemeriksaan yang tenang• Keterampilan pemeriksa yang cukup handal• Orang yang diperiksa harus kooperatif, dapat mengerti

instruksi, dapat mendengarkan bunyi di telinga, dan sebaiknya bebas pajanan bising sebelumnya minimal 12-14 jam

Page 6: Audiometri Tht(1)

PEMBAGIAN AUDIOMETRI• Audiometri Klinis : jenis audiometri ini bertujuan untuk

menentukan diagnosa suatu gangguan pendengaran.• Audiometri Skrining : jenis audiometri ini bertujuan untuk

mengetahui adanya penurunan fungsi pendengaran sebelum pasien mengeluh adanya gangguan pendengaran. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan untuk skirining dan monitoring karyawan yang terpapar pajanan bising.

Page 7: Audiometri Tht(1)

ALAT – ALAT AUDIOMETRI1. Oksilator : menghasilkan berbagai nada murni2. Amplifier : menaikkan internsitas nada murni hingga dapat terdengar3. Pemutus (interrupter) : menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa

tedengar bunyi lain4. Attenuator : menaikkan dan menurunkan intensitas ke tingkat yang dikehendaki5. Earphone : mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang dapat didengar6. Sumber suara pengganggu (masking) : meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa.

• Narrow band masking noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara putih atau white noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin) yang sudah disaring dari enegi suara yang tidak dibutuhkan untuk menyelubungi bunyi tertentu yang sedang digarap masking yang paling efektif untuk audiometerik nada murni

Page 8: Audiometri Tht(1)

ALAT – ALAT AUDIOMETRI• Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu 125,

250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang digunakan berdasarkan BS EN 60645-1 (IEC 60645-1).

• Alat audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive electro acoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional. Pemeriksaan termasuk pemeriksaan cara pakai, dan penyesuaian bioakustik seharusnya dilakukan tiap hari sebelum digunakan, sesuai standar BS EN ISO 389 series.

Page 9: Audiometri Tht(1)
Page 10: Audiometri Tht(1)

Persiapan Pemeriksaan Audiometri• Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat

panel kontrol ataupun pemeriksanya. Sebagian pemeriksa lebih suka bila dapat melihat profil pasien.

• Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone yang tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Misalnya anting-anting, kacamata, dan topi. Kemudian sebaiknya diperiksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. Perbedaan hantaran udara dan tulang hingga sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat penyempitan liang telinga.

• Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.

• Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.

Page 11: Audiometri Tht(1)

PEMERIKSAAN AUDIOMETRI

Prosedur pemeriksaan di bagi 2 :•AC•BC

Page 12: Audiometri Tht(1)

PEMERIKSAAN AUDIOMETRI (AC)

BUNYI DAUN TELINGA

GENDANG TELINGA

TULANG PENDENGARANKOKLEA

OTAK

SARAF-SARAF PENDENGARAN

Page 13: Audiometri Tht(1)

PROSEDUR PEMERIKSAAN (AC)• Memberikan instruksi dengan jelas kepada klien• Menempatkan Headphone dg benar (Merah: Kanan & Biru:

Kiri)• Lakukan pemeriksaan dari telinga yang lebih baik atau bila tidak

diketahui maka mulai dari telinga kanan terlebih dahulu)• Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz• Berikan intensitas mula 40 dB pada audiometer (jika telinga

klien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang signifikan)• Berikan intensitas mula 60 dB pada audiometer (jika telinga

klien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan)• Ketika klien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10

dB / step sampai tidak ada respon.

Page 14: Audiometri Tht(1)

• Ketika tidak ada respon naikkan intensitas 5 dB / step sampai ada respon.• Intensitas terkecil yang mampu didengar klien ( 2 respon dari 3 atau 4

stimulus ) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, catat hasilnya kedalam audiogram.

• Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz – 4000 Hz – 8000Hz – 250 Hz – 500 Hz.

• Jika diperoleh perbedaan ambang ≥ 20 dB pada frekuensi yang berdekatan (mis : 1000 dengan 2000, atau 1000 dengan 500). Maka perlu dicari ambang pada frekuensi tengah oktaf tersebut. Yaitu 750 Hz, 1500 Hz, 3000 Hz, 6000 Hz.

• Setelah seluruh ambang diperoleh, hubungkan setiap ambang dengan garis sambung, untuik hasil no respon tidak perlu diberi garis hubung.

Page 15: Audiometri Tht(1)

PEMERIKSAAN AUDIOMETRI (BC)

BUNYI

MASTOID

KOKLEA SARAF-SARAF PENDENGARAN OTAK

Page 16: Audiometri Tht(1)

PROSEDUR PEMERIKSAAN (BC)

• Memberikan instruksi dengan jelas kepada klien• Pasangkan bone vibrator ke kepala klien (pastikan klien

nyaman) dan tombol respon ke klien, selama pemeriksaan ciptakanlah suasana yang rileks.

• Setting output bone vibrator dengan audiometer sesuai dengan telinga yang diperiksa (L=Left, R=Right), telinga yang pertama diperiksa adalah telinga yang lebih baik atau bila tidak diketahui maka mulai dari telinga kanan terlebih dahulu)

• Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz• Berikan intensitas mula 30 dB pada audiometer (jika telinga

klien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang signifikan)• Berikan intensitas mula 70 dB pada audiometer (jika telinga

klien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan)

Page 17: Audiometri Tht(1)

• Ketika klien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10 dB / step sampai tidak ada respon.

• Ketika tidak ada respon naikkan intensitas 5 dB / step sampai ada respon.

• Intensitas terkecil yang mampu didengar klien ( 2 respon dari 3 atau 4 stimulus ) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, catat hasilnya kedalam audiogram.

• Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz – 4000 Hz – 250 Hz – 500 Hz.

• Setelah seluruh ambang diperoleh, hubungkan setiap ambang dengan garis putus-putus, untuik hasil no respon tidak perlu diberi garis hubung.

Page 18: Audiometri Tht(1)
Page 19: Audiometri Tht(1)

NOTASI AUDIOGRAM• AC (air conduction) : AC adalah hantaran suara yang melalui

udara, grafik AC ditandai dengan garis lurus penuh. Dan intensitas yang diperiksa antara 250 – 8000 Hz. AC pada telinga kanan diberi symbol O sedangkan pada telinga kiri diberi symbol X.

• BC (bone conduction) : BC adalah hantaran suara yang melalui tulang mastoid, grafik BC ditandai dengan garis putus – putus. Intensitas yang diperiksa antara 500 – 4000 Hz. BC pada telinga kanan diberi symbol <. Sedangkan pada telinga kiri diberi symbol >.

• Untuk telinga kanan, sebaiknya penulisan grafik menggunakan warna Merah, sesuai dengan warna earphone untuk telinga kanan. Sedangkan telinga kiri ditulis dengan menggunakan warna Biru.

Page 20: Audiometri Tht(1)
Page 21: Audiometri Tht(1)

INTEPRETASI AUDIOGRAM• Dari hasil audiogram, dapat ditentukan beberapa hal sebagai berikut yaitu

:• Jenis Ketulian

• TULI KONDUKTIF• TULI SENSORINEURAL• TULI CAMPUR

• Derajat Ketulian : dapat dihitung dengan menghitung AD pada frekuensi 500 – 4000 Hz dijumlahkan lalu dibagi 4 • 0 - 25 dB : normal• >25 – 40 dB : tuli ringan• >40 – 55 dB : tuli sedang• >55 – 70 dB : tuli sedang berat• >70 – 90 dB : tuli berat• > 90 dB : tuli sangat berat

• gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan

Page 22: Audiometri Tht(1)
Page 23: Audiometri Tht(1)

Audiogram normal

Page 24: Audiometri Tht(1)

TULI KONDUKTIF

Tuli Konduktif adalah keadaan dimana pada audiogram ditunjukkan grafik AC berada di bawah garis 25dB dan grafik BC di atas garis 25 db (di bawah batas normal)

Page 25: Audiometri Tht(1)

TULI SENSORINEURAL

Tuli Sensorineural ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi adanya perbedaan antara grafik AC dan BC (gap) tidak melebihi 5 dB atau juga bisa berhimpit

Page 26: Audiometri Tht(1)

TULI CAMPURAN

Tuli Campur ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC juga sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi harus ada gap minimal 10 dB.

Page 27: Audiometri Tht(1)

Follow up• Follow up berguna untuk mengetahui perkembangan

perbaikan pendengaran dan follow up biasanya dilakukan pada pekerja yang sering mengalami pajanan bising berulang.

• Follow up audiogram pada pasien yang bukan pekerja yang sering mengalami pajanan bising dilakukan setiap :• Setiap 3 Bulan - Selama tahun pertama diagnosis• Setiap 6 Bulan - Selama tahun-tahun prasekolah• Setiap Tahun – Selama usia sekolah

Page 28: Audiometri Tht(1)

TES PENALA• Garpu tala : alat yang menghasilkan resonansi suara hanya

pada satu frekuensi saja• tujuan : menegakkan diagnosa dari hasil pemeriksaan

audiometri nada murni agar kita benar-benar yakin terhadap diagnosa tersebut.

• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan kualitatif• Pada umumnya penala yang digunakan dengan frekuensi 512

Hz

Page 29: Audiometri Tht(1)

TES RINNE• Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan

hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa• Caranya: penala digetarkan, tangkainya diletakan di prossesus

mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira – kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut rinne (+) yang artinya normal atau tuli sensorineural. Bila tidak terdengar disebut rinne (-) yang artinya tuli konduktif.

Page 30: Audiometri Tht(1)

TES WEBER• membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan kanan• Caranya: penala digetarkan dan tangkai penala diletakan di

garis tengah kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah – tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala lateralisasi ke telingah yang sakit artinya terdapat tuli konduktif. Apabila bunyi penala lateralisasi ke telinga yang sehat artinya terdapat tuli sensorineural. Apabila bunyi penala terdengar di kedua telinga artinya normal.

Page 31: Audiometri Tht(1)

TES SCHWABACH• Membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa

yang pendengarannya normal• Caranya: penala digetarkan, tangkai penala diletakan pada

prossesus mastoideus sampai tidak berbunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan ke prosessus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi disebut schawabach memendek yang artinya terdapat tuli sensorineural. Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakan pada prosessus mastoideus pemeriksa lebih dahulu. Bila pasien dapat mendengar bunyi disebut schawabach memanjang yang artinya terdapat tuli konduktif. Bila pasien dan pemeriksa kira – kira sama mendengar disebut dengan schawabach sama dengan pemeriksa yang artinya normal.

Page 32: Audiometri Tht(1)

TES BING• Caranya : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai

menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber) atau ditempelkan pada mastoid.

• Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Page 33: Audiometri Tht(1)

TES BERBISIK• pemeriksaan dengan mengucapkan suara yang lirih seperti

berbisik-bisik kepada orang yang diperiksa (orang normal maupun orang dengan gangguan pendengaran).

• Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.

• Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan yang cukup tenang. Dengan panjang minimal 6 meter.

• Nilai normal tes berbisik: 5/6 – 6/6