Attendance lea meeting 17 march 2014

26
PEMBERANTASAN KORUPSI & PENEGAKAN HUKUM: ANALISIS REFORMASI & KONSTITUSIONALITAS DR. Bambang Widjojanto, Pertemuan Forum Anti Korupsi 2014, Jakarta, 9-12 Juni 2014

Transcript of Attendance lea meeting 17 march 2014

Page 1: Attendance lea meeting 17 march 2014

PEMBERANTASAN KORUPSI & PENEGAKAN HUKUM:

ANALISIS REFORMASI & KONSTITUSIONALITAS

DR. Bambang Widjojanto,

Pertemuan Forum Anti Korupsi 2014, Jakarta, 9-12 Juni 2014

Page 2: Attendance lea meeting 17 march 2014

PENDAHULUAN

• Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat; • Dalam Negara Hukum perlu dijamin adanya independency

dari judiciary dan law enforcement agencies. • Lembaga judisial dan penegakan hukum ditujukan untuk

memastikan agar hak-hak dasar rakyat yang diatur di dalam dalam konstitusi dijamin pelaksanaannya.

• Salah satu sukses dalam pemberantasan korupsi dilakukan lembaga penegakan hukum dengan mengintegrasikan kebijakan penindakan, pencegahan dan pelibatan partisipasi publik;

• Asumsinya pemberantasan korupsi tidak mungkin dilaklukan nir penegakan hukum;

• Faktanya ada cukup banyak kasus penegak hukum bermasalah, tantangan utama mewujudkan Negara hukum yang demokratis membangun proses penegakan hukum yang “bebas & bersih” dr korupsi

Page 3: Attendance lea meeting 17 march 2014

KILAS BALIK REFORMASI, ANTI KORUPSI & PENEGAKAN HUKUM

6 (ENAM) TUNTUTAN RAKYAT DI AWAL REFORMASI

1. Penegakan Supremasi Hukum;

2. Pemberantasan KKN;

3. Mengadili Soeharto dan para kroninya;

4. Amandemen Konstitusi;

5. Pencabutan Dwifungsi ABRI;

6. Pemberian Otonomi Daerah seluas-luasnya;

Page 4: Attendance lea meeting 17 march 2014

QUO VADIS REFORMASI?

DULU, Kekuasaan berpusat dan berpucuk pada titah

dan interes seseorang dan para punggawanya;

DULU, Kekuasaan itu digunakan

untuk : menafsirkan konstitusi sesuai kepentingannya, mendelegitmasi hukum

sehingga menjadi insuperioritas dan

membangun justifikasi atas tindakan penyalahgunaan

kewenangan atau KKN;

BAGAIMANA REFORMASI?

Page 5: Attendance lea meeting 17 march 2014

Terjadi juga tindak kriminalisasi, banalisasi dan penyebaran ketakutan dengan menggunakan aparat koersif; BAGAIMANA SEKARANG?

Kala itu terjadi proses, yaitu: personalisasi, adanya tindak “penyeragaman & penundukan” kepentingan melalui proses “dominasi dan hegemonisasi”;

Page 6: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan …….

• DULU, Hukum adalah instrumen dari penguasa dan kekuasaan untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan dari tindakan penyalahgunaan kewenangan.

• DULU, hukum dalam segenap aspeknya digunakan oleh “kekuasaan eksekutif untuk mengontrol kewenangan yudikatif sekaligus otoritas legislatif”;

• BAGAIMANA SEKARANG?

Page 7: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan ……. • KKN adalah konsekwensi lebih lanjut dari 2 (dua) hal, yaitu: power tends to corrupt serta ketiadaan supremasi hukum;

• Apakah saat ini, pembiakan atau “reproduksi penyalahgunaan kekuasaan,dan penyelewengan hukum; serta pasar gelap ketidakadilan” masih marak terjadi ?;

• Apakah kini, penegak hukum masih menjadi broker pegadaian karena mengadaikan keadilan, pengadilan menjadi tempat transaksi ketidakadilan; dan lembaga pemasyarakatan menjadi tempat paling aman untuk melakukan kejahatan;

Page 8: Attendance lea meeting 17 march 2014

LEGITIMASI EKSISTENSI REFORMASI

• Reformasi adalah titik balik utk memastikan:

– Terjadinya supremasi hukum;

– Pemberantasan korupsi dilakukan secara konsisten dan tanpa pandang bulu, khususnya pada kekuasaan;

– Perubahan konstitusi untuk membatasi kekuasaan presiden dan menjadikan parlemen agar tidak menjadi rubber stamp;

– Mengontrol alat kekuasaan agar tidak mengalami instrumentasi dan korporatisme;

Page 9: Attendance lea meeting 17 march 2014

Reformasi dimaksudkan untuk

mengubah karakter kekuasaan menjadi demokratis; serta mengontrol kekuasaan agar tidak

Koruptif, Kolusif dan Nepotistik.

Page 10: Attendance lea meeting 17 march 2014

DASAR KONSTITUSIONALITAS PEMBERANTASAN KORUPSI

• Indonesia adalah negara hukum dimana kedaulatan ditangan rakyat dilaksanakan menurut UUD.

• Indonesia disebut sebagai Negara Hukum yang Demokratis (Pasal 28I ayat {5}) sehingga hukum harus berpijak dan berpucuk pada daulat rakyat;

• Negara Hukum sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara sehingga “Penegakan Hukum harus menjadi mission driven dan tidak boleh terjebak menjadi sekedar rule-driven”.

• Pada konteks itu penegakan hukum harus menjadi alat untuk menciptakan kesejahteraan & keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Page 11: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan …..

• Korupsi bukan sekedar legal problem tapi sesungguhnya constitutional problem.

• Konstitusi secara tegas merumuskan dan menjamin pelaksanaan hak-hak dasar rakyat yang juga disebut sebagai HAM;

• Kekuasaan tidak boleh menyalahgunakan kewenangannya untuk mengingkari/ mengabaikan hak-hak dasar rakyat.

• Judiciary and law enforcement agencies ditujukan untuk menjamin pelaksanaan hak dasar rakyat.

• Untuk itu meniadakan atau meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan diperlukan independency and accountability dari lembaga judisial dan lembaga penegakan hukum.

Page 12: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan …..

• Amandemen UUD 1945 merumuskan lebih rinci HAM dalam Bab XA dan menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dalam menegakan hukum & keadilan.

• Ketetapan MPR yg ditetapkan sebelum amandeman konstitusi menjadi dasar rasionalitas pembentukan lembaga penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

• Dalam Diktum Menimbang Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 dikemukakan: – Telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab

pada Presiden yg mengakibatkan tidak berfungsinya lembaga Tertinggi/ Tinggi negara serta tdk berkembangnya partisipasi kontrol rakyat pd sendi kehidupan bernegara;

– Telah terjadi praktek usaha yg lebih menguntungkan sekelompok tertentu yg menyuburkan KKN yg melibatkan pejabat negara dan pengusaha;

– Telah rusaknya sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspeknya;

Page 13: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan ……

• Dalam KETETAPAN MPR No. XI/MPR/1998 juga dikemukakan:

• Pasal 2 ayat (2) menyatakan: – “untuk menjalankan fungsi dan tugasnya …

penyelenggaran negara harus jujur, adil … terpercaya …mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme”

• Pasal 4 menyatakan: – “upaya pemberantasan korupsi, kolusi & nepotisme

harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara … termasuk mantan Presiden Suharto …”

Page 14: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan ……

• Dalam KETETAPAN MPR No. VIII/MPR/2001 dikemukakan kritik yang cukup tajam pasca penetapan TAP MPR No. XI/MPR/1998;

• Dalam diktum menimbang TAP MPR No. VIII/MPR /2001 dikemukakan beberapa hal sebagai berikut: – “ … sejak tahun 1998 masalah pemberantasan dan

pencegahan KKN … tetapi belum menunjukan arah perubahan dan hasil sebagaimana yang diharapkan”

– “…terdapat desakan kuat masyarakat … perlu terwujudnya beberapa langkah nyata …”

– “… pembaruan komitmen dan dan kemauan politik untuk memberantas KKN memerlukan langkah-langkah percepatan”

Page 15: Attendance lea meeting 17 march 2014

Lanjutan …..

Pasal 2 pada Angka 5 dan 6 Penetapan MPR No. VIII/MPR/2001 menyatakan:

– “5. Merevisi semua peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan korupsi sehingga sinkron dan konsisten satu dan lainnya”

– “6. Membentuk Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk pencegahan korupsi yang muatannya meliputi:

• a. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

• b. LPSK; c. Kejahatan Terorganisir … f. Kejahatan Pencucian Uang …”

Page 16: Attendance lea meeting 17 march 2014

TANTANGAN STRATEGIK PENEGAK HUKUM DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

• Tipikor adalah kejahatan terorganisir dan

bersifat transnational;

• Modus operandinya terus berkembang;

• Pelaku kejahatan tidak hanya punya otoritas, tetapi juga memiliki jaringan politik dengan kapital tak

terbatas;

• Segenap upaya pemberantasan korupsi selalu menimbulkan fight back;

• Penegak hukum selalu tertinggal dalam memahami perkembangan anatomi & modus korupsi secara utuh;

Page 17: Attendance lea meeting 17 march 2014

ANALISIS TANTANGAN

“Corruptor Fight Back” Kecanggihan Modus Operandi

Politisasi Penanganan kasus Revisi UU Tipikor & KPK;

Dekonstruksi Kinerja

Page 18: Attendance lea meeting 17 march 2014

“Corruptor Fight Back”

Proses dekonstruksi korupsi selalu menimbulkan “perlawanan”; “Perlawanan” itu bisa berasal dari “gangs of corruptor”, “beneficiaries” “gate keeper” dan jaringan politiknya;

Koruptor memiliki dana “tak terbatas”, jaringan “mafioso” yg solid, akses pd Kekuasaan dan media yg “luas”; Kekuatan uang dan kekuasaannya potensial “menaklukan” lembaga penegakan hukum;

Page 19: Attendance lea meeting 17 march 2014

Kecanggihan Modus Operandi

Kejahatan selalu bermetamorfose dan melakukan proses reproduksi;

Konsolidasi kejahatan juga kian solid dan canggih yg

menggabungkan, uang, kekuasaan, jaringan sumber daya lainnya;

Teknologi kerap digunakan

untuk “covering” kejahatan;

Koruptor melakukan”pengkaderan”, “penanaman orang”, infiltrasi,

dan proses hegemoni;

Page 20: Attendance lea meeting 17 march 2014

Politisasi Penanganan Kasus

Penanganan perkara “ditarik”

masuk sebagai bagian dari “pertarungan” politik antara anggota dan partai tertentu

Kasus-kasus yg menyangkut anggota dewan dianggap

sebagai upaya “pembusukan Partai dimaksud

Penegak hukum “ditekan” untuk

menangani kasus tertentu yang menyangkut

kelompok partai tertentu

Page 21: Attendance lea meeting 17 march 2014

Revisi UU TIPIKOR, KUHP, KUHAP & KPK

• UU KPK telah dijadikan prioritas untuk direvisi tetapi tidak pernah diketahui dasar rasionalitasnya;

• Revisi UU KUHP dan UU KUHAP secara langsung dapat mendeligitimasi keberadaan dan kewenangan Penegak Hukum: – Pada KUHAP kewenangan penyelidikan ditiadakan

penyelidikan adalah tahapan yg paling krusial dlm penanganan kasus korupsi di KPK;

– UU KPK bersama UU Narkotika, Terorisme dan TPPU dimasukkan dalam kodifikasi Revisi KUHP menghilangkan sifat extra ordinary crime; dan pasal2 yg khas karena diberi sanksi yg tegas menjadi kehilangan legalitasnya (tidak ada pasal merugikan keuangan/ perekonomian negara, mengembalikan KN meniadakan PMH, pasal percobaan dan perbantuan tdk dihukum tegas seperti UU Tipikor)

Page 22: Attendance lea meeting 17 march 2014

Dekonstruksi Kinerja

Keberhasilan Penegakan Hukum hanya

diukur dari jumlah kasus yang ditangani, tidak pada efek

deterent, kualitas penanganan dan jumlah kerugian Negara

yang berhasil dikembalikan

Perumusan program & strategi pemberantasan korupsi

acapkali dituduh “tebang pilih” dan menjadi alat kepentingan kelompok

kepentingan kekuasaan;

Penegak hukum dianggap tidak profesional, tidak bisa menangani

kasus korupsi besar dan dianggap “lambat” dalam menjalankan

kewenangannya

Page 23: Attendance lea meeting 17 march 2014

REKRUITMEN /SELEKSI

PENGEMBANGAN KOMPETENSI

PENILAIAN KINERJA

SISTEM MERITOKRASI

PENGATURAN PERSIAPAN PENSIUN

PENANGANAN INTERNAL PENEGAK HUKUM

Page 24: Attendance lea meeting 17 march 2014

PERLU PERHATIAN & DUKUNGAN PEMERINTAH

PENGAWASAN PROSES

PENEGAKAN HUKUM

PENINGKATAN CITRA POSITIP BERDASAR

KAPASITAS DAN KOMPETENSI

AKUNTABILITAS PROSES

PENEGAKAN HUKUM

Page 25: Attendance lea meeting 17 march 2014

PENGELOLAAN OPINI PUBLIK APGAKUM (KOMPAS)

Page 26: Attendance lea meeting 17 march 2014