attachment_1432341508220_isi

25
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu) merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran, senyawa tersebut dikenal sebagai obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko dari penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing) (Syarif et al., 2012). Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi tersebut dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu: farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik yaitu pengaruh obat terhadap sel hidup, organ, atau makhluk hidup, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi. Sedangkan farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup (Neal, 2006). Farmakokinetik atau kinetika obat mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat. Obat 3

description

jhkl

Transcript of attachment_1432341508220_isi

Page 1: attachment_1432341508220_isi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakologi (farmakon = obat, logos = ilmu) merupakan ilmu yang

mempelajari tentang pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses

kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran, senyawa tersebut

dikenal sebagai obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari

manfaat dan risiko dari penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi

merupakan seni menimbang (the art of weighing) (Syarif et al., 2012).

Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang

berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi tersebut dapat dibagi

menjadi 2 jenis yaitu: farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik

yaitu pengaruh obat terhadap sel hidup, organ, atau makhluk hidup, secara

keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi.

Sedangkan farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada

suatu makhluk hidup (Neal, 2006).

Farmakokinetik atau kinetika obat mencakup 4 proses, yakni proses

absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Metabolisme

atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan

proses eliminasi obat. Obat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang

digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan,

atau menimbulkan suatu kondisi tertentu. Obat yang dimetabolisme nantinya

akan menghasilkan sisa metabolit yang akan diekskresikan melalui ginjal,

empedu dan jalur lain seperti melalui keringat, air mata, air liur dan lainnya

(Syarif dkk., 2012).

Oleh karena itu, pada praktikum kali ini, kami akan membuktikan

prinsip-prinsip farmakokinetik dalam tubuh, bahwa obat yang telah diberikan

secara enteral nantinya akan diabsorpsi, didistribusi dan dimetabolisme di

dalam tubuh dan akan menghasilkan sisa metabolit yang diekskresikan

melalui urin.

3

Page 2: attachment_1432341508220_isi

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti praktikum farmakologi ini mahasiswa

diharapkan mampu mengerti dan menerapkan prinsip–prinsip

farmakokinetik obat di dalam tubuh sehingga memahami proses perjalanan

obat dari tempat pemberiannya hingga ke sistem sirkulasi, sampai

akhirnya diekskresikan ke luar tubuh.

2. Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa akan dapat:

a. Menjelaskan perjalanan obat atau nasib obat di dalam tubuh.

b. Memberikan obat secara enteral yaitu dengan bantuan sonde.

c. Menjelaskan regulasi dan ekskresi obat dari dalam tubuh.

d. Menentukan berbagai parameter yang mempengaruhi farmakokinetika.

e. Menentukan kadar obat yang diberikan pada tubuh.

C. Manfaat Praktikum

Setelah melakukan praktikum ini, manfaat yang dapat diperoleh oleh

mahasiswa antara lain:

a. Mahasiswa dapat mengetahui farmakokinetik obat atau perjalanan obat di

dalam tubuh.

b. Mahasiswa dapat mengetahui teknik pemberian obat secara enteral, yaitu

dengan bantuan sonde.

c. Mahasiswa dapat mengetahui regulasi dan ekskresi obat di dalam tubuh.

d. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai parameter yang mempengaruhi

farmakokinetika.

e. Mahasiswa dapat mengetahui kadar obat yang diberikan pada tubuh.

4

Page 3: attachment_1432341508220_isi

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Farmakologi (pharmacology) berasal dari bahasa Yunani,

yaitu pharmacon adalah obat dan logos adalah ilmu. Obat adalah setiap zat

kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup pada tingkat molekular.

Farmakologi sendiri dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari interaksi obat dengan konstituen (unsur pokok) tubuh untuk

menghasilkan efek terapi (therapeutic).

Banyak definisi tentang farmakologi yang dirumuskan oleh para ahli,

antara lain: Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap bahan-

bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia,

khususnya melalui pengikatan molekul-molekul regulator yang mengaktifkan

atau menghambat proses-proses tubuh yang normal (Katzung, 2011). Ilmu

yang mempelajari mengenai obat, mencakup sejarah, sumber, sifat kimia dan

fisik, komponen, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorpsi,

distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat (Farmakologi dan

Terapi UI, 2009).  Farmakologi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari kinetika dari penyerapan

obat, pendistribusian dan eliminasinya di dalam tubuh (misal melalui

ekskresi dan metabolisme). Pembelajaran farmakokinetik melibatkan

pendekatan eksperimental dan teoritikal (Shargel, 2005).

b. Farmakodinamik ialah salah satu subdisiplin farmakologi yang

mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme

kerjanya (Gunawan, 2007).

B. Absorpsi

Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul

obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati

sawar biologik. Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya

menentukan efektivitas obat . Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di

jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada

5

Page 4: attachment_1432341508220_isi

umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak

sebagai membran lipid semipermeabel. Sebelum obat diabsorpsi, terlebih

dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya

melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat

per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui

membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului

oleh pembebasan obat dari bentuk sediaannya. Secara ringkas proses

biofarmasetik digambarkan dalam gambar 1 (Joenoes, 2010).

Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi,

jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat

sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut

penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam

saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2010).

Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam

sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :

a. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya

b. Obat dalam bentuk larutan

c. Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2008).

Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh

dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi).

Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka

disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas

obat secara keseluruhan (Joenoes, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat

a. Ukuran partikel obat

Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas

permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel,

bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2010).

b. Pengaruh daya larut obat

Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:

1) Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat

2) Sifat fisik: modifikasi fisik obat

6

Page 5: attachment_1432341508220_isi

3) Prosedur dan teknik pembuatan obat

4) Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes,

2010).

c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.

1) Temperatur

2) pKa dan derajat ionisasi obat.

Mekanisme Lintas Membran

Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi,

meliputi mekanisme pasif dan aktif (Syukri, 2008).

a. Difusi pasif melalui pori

Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air

dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran

seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 Å dan

hanya dapat dilalui oleh senyawa dengan bobot molekul yang kecil yaitu

lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400

jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2008).

b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran

Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen

penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan

konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga

mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan

untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick

(Syukri, 2008).

Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul seperti

polaritas dan ukuran molekul merupakan hambatan penembusan

transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Difusi pasif

dengan cara melarut pada lemak penyusun membran dapat dilihat pada

gambar 3:

c. Tranpor aktif

Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan

transmembran yang sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor

aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat

7

Page 6: attachment_1432341508220_isi

dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks

tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada

permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya

(Syukri, 2008).

Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan

adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok

molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul

berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul

berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran

yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor

ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat

(ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2008).

d.  Difusi terfasilitasi

Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan

suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan

kompetitif). Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif,

tetapi pada transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan

tanpa pembebasan energi (Syukri, 2008).

e.  Pinositosis

Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh

molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut.

Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati

membran (Syukri, 2008).

f. Transpor oleh pasangan ion

Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan

membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH

fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral

(pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian

memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran

(Syukri, 2008).

8

Page 7: attachment_1432341508220_isi

C. Distribusi

Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui

sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga

ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase

berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi

segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik

misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua

jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di

atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru

mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang

interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu

melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah

larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam

otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus

membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.

Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat

bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat

dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar

obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan

berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein (Joyce,

2005).

D. Metabolisme

Metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang

terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat

diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang

larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,

pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat

berperan dalam mengakhiri kerja obat.(Ganiswarna, 2001)

Reaksi metabolisme atau biotransformasi obat dapat dibagi menjadi

dua fase, yaitu reaksi fungsionalisasl sebagai fase 1 dan reaksi bloslnfesls

(konjugasi) sebagai fase 2. Sistem enzim yang terlibat dalam proses

9

Page 8: attachment_1432341508220_isi

blotransformasi obat kebanyakan berada di hati, walaupun tiap jaringan yang

diperiksa juga memilki aktivitas metabolisme. (Brunton, 2011).

Reaksi Fase I

Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang

lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus

fungsional (misalnya –OH, -NH2, -SH) (Neal,2005). Reksi fase I bertujuan

untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan

tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reksi

oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed

Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama

yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen

oksidase terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam

retikulum endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi

oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem (suatu

hem protein ) dengan protoperfirin IX sebagai gugus prostatic.

Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain:

1. Reaksi Oksidasi

Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi

pada berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-

masing struktur kimianya, Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu

oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab

terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom

P450.

2. Reaksi Reduksi

Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi

terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat),

kadang-kadang pada karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami

metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun

non mikrosomal

3. Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)

Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah

hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik

10

Page 9: attachment_1432341508220_isi

mikrosomal dan nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang

mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis

dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim. Esterase

non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan.

Reaksi Fase II

Reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi. Konjugat ini dihasilkan oleh

reaksi fase I. konjugat adalah molekul-molekul polar yang mudah

diekskesikan dan biasanya bersifat inaktif. Pembentukan konjugat melibatkan

intermediate energy tinggi dan enzim-enzim transfer yang spesifik. Beberapa

enzim terletak dalam sitosol, sehingga reaksi ini terjadi di sitosol. Nutrisi

memegang peranan penting dalam konjugasi obat.

Reaksi fase II memiliki substrat endogen berupa asam glukuronat, asam

sulfat, asam asetat, atau asam amino. Hasil dari reaksi ini yaitu sangat polar.

Reaksi fase II yang terpenting adalah glukoronidasi melalui enzim UDP-

glukoronil transferas (UGT), yang terjadi dalam mikrosom hati dan jaringan

ekstrahepatik lainnya. Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau

inhibisi enzim metabolism, terutama enzim CYP. Peningkatan sintesis enzim

metabolism pada tingkat transkripsi menyebabkan terjadinya peningkatan

kecepatan metabolism obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan,

sehingga diperlukan peningkatan dosis obat (toleransi farmakokinetik).

Inhibisi enzim metabolism yaitu hambatan yang terjadi secara langsung

sehingga berakibat peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim

yang dihambat juga dan terjadi secara langsung. Diperlukan penurunan dosis

obat agar mencegah terjadinya toksisitas. Hambatan bersifat kompetitif

karena merupakan substrat dari enzim yang sama. Namun ada juga yang

bersifat nonkompetitif yaitu dengan ikatan yang irreversible.

E. Ekskresi

Obat, setelah digunakan oleh tubuh akan dikeluarkan dari tubuh melalui

organ ekresi dalam bentuk metabolit hasil dari biotransformasi atau seperti

bentuk asalnya. Obat dalam bentuk polar diekskresikan lebih cepat dibanding

11

Page 10: attachment_1432341508220_isi

dengan obat dengan kelarutan lemak yang tinggi, kecuali pada eksresi melalui

paru-paru. ( Suyatna, 2007)

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat dapat

diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuk atau metabolit hasil dari

biotransformasi. Fungsi ginjal akan matang pada usia 6-12 bulan, namun

menurut 1% per tahun saat dewasa. Ekskresi pada ginjal dapat melalui 3

proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresi tubulus aktif, dan reabsorbsi tubulus

pasif. ( Suyatna, 2007)

Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua

zat yang lebih kecil dari albumin melaui celah antarsel endotelnya. Filtrasi

glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yaitu plasma munis protein. Semua obat

bebas akan keluar sementara obat yang terikat protein tetap di dalam darah.

Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksumal terjadi melalui

transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug- resistance

protein) yang terdapat di membrane sel epitel dengan selektivitas berbeda,

yakni MRP untuk anion organic dan konjugat (mis. Penisilin, probenesid,

glukoronat, sulfat dan konyugat glutation), dan P-gp untuk kation organic dan

zat netral (mis. Kuinidin, digoksin). Dengan demikian terjadi kompetisi

antara asam-asam organic maupun antara basa-basa organik untuk disekresi.

Ini dimanfaatkan dalam pengobatan gonorea denga derivate penisilin.

Ampisilin dosis tunggal diberikan bersama probenesid untuk memperpanjang

kerjanya sehingga probenesid akan menghambat sekresi aktif ampisilin di

tubulus ginjal karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama,

MRP. (Sulistia, 2007)

Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat

yang larut lemak. Derajat ionisasi yang bergantung pada pH larutan

dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan obat asam

atau obat basa. Obat asam dan obat basa yang relatif kuat terionisasi

sempurna pada pH ekstrim urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi paksa.

Hanya obat asam (pKa antara 3,0 dan 7,5) dan obat basa ( pKa antara 6-12 )

yang dapat dipengaruhi oleh pH urin.Bila urin lebih basa, asam lemah

terionisasi lebih banyak sehingga reabsorpsinya berkurang, akibatnya

12

Page 11: attachment_1432341508220_isi

ekskresinya meningkat. Namun, jika urin lebih asam, ekskresi asam lemah

berkurang. Prnsip ini digunakan untuk mengobati kerucanan obat yang

ekskresinya dapat dipercepat dengan pembasaan atau pengasaman urin,

misalnya salisila, fenobarbital. Pada tubulus distal terdapat protein transporter

yang berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari lumen tubulus kembali ke dalam

darah. (Sulistia, 2007)

Ekskresi untuk obat yang lain yaitu melalui empedu ke dalam usus dan

keluar berasama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di

membrane kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit

ke dalam empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk aion organic

dan konyugat (glukuroat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organic,

steroid, kolesterol, dan garam empedu. P-gp dan MRP juga terdapat di

membrane sel usus., sehngga sekresi langsung obat dan metabolit dari darah

ke lumen usus juga terjadi. Siklus enterohepatik dapat memperpanjang efek

obat, misalnya estrogen dalam kotraseptif oral. (Sulistia, 2007)

Ekskresi melalui organ lainnya yaitu seperti melalui paru terutama untuk

eliminasi gas anestetik umum. Selain itu, ekskresi juga dapat melalui berbagai

cairan yang dikeluarkan oleh tubuh seperti ASI, saliva, keringat, dan air mata.

Ekskresi ini tergantung pada difusi pasif dari bentuk nonion yan glarut lemak

melalui sel epitel kelenjar, dan pada p H. Selain itu, ekskresi melalui rambut

dan kulit mempunyai kepentingan forensik.

13

Page 12: attachment_1432341508220_isi

III. METODE PEMERIKSAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Papan lilin

b. Spuit tuberkulin

c. Spuit 3 cc

d. Jarum steril

e. Beaker glass 1000cc

f. Kapas

g. Sondase

2. Bahan

A Na phobarbital

B. Cara Kerja

1. Amatilah 1 ekor tikus putih dan timbang berat badannya

2. Fiksasi tikus putih pada papan lilin untuk memudahkan pemberian obat

3. Berikan 30mg/kgBB Na Phonebarbital dengan cara sondase/IM/IV/IP/SC

4. Masukkan ke dalam beaker glass.

5. Amati dan catatlah dari awal pemberian , timbul gejala,dan lamanya gejala

a. Aktivasi spontan dengan respon stimulin yang masih normal

b. Aktivasi spontan menghilang dengan gerak gerakan yang tak

terkoordinasi terhadap stimulin tersebut

c. Tak ada respon terhadap stimulin tetapi masih dapat berdiri

d. Usaha untuk dapat berdiri dilakukan tetapi tidak berhasil

e. Tidak bergerak sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri

6. Amati selama 30 menit setiap 5 menit.

14

Page 13: attachment_1432341508220_isi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Reaksi:

Zat yang dicampurkan Perubahan yang terjadi

KI 1%(1ml) + amilum 1% (1ml) Tidak berubah warna (bening)

KI 1%(1ml) + amilum 1% (1ml) + NaOH2 10% (2-3 tetes) + HCl 1N (2-3 tetes)

Warna berubah menjadi hitam

Pada percobaan farmakokinetik kali ini dapat terlihat perubahan warna

menjadi lebih gelap pada reaksi II (kontrol positif). Sedangkan pada reaksi I

(kontrol negatif) tidak ditemukan danya perubahan warna.

B. Pembahasan

1. Sekilas Teori ‘Farmakokinetik’

Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam  tubuh

atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup empat proses,

yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi

(E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau

bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian

ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian

obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan

lain-lain. Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi

sistemik ke jaringan dan cairan tubuh. Metabolisme/biotransformasi obat

adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut

air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Ekskresi obat artinya

eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Obat juga dapat dibuang melalui

paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan

taraktusintestinal. (Gunawan, 2009).

15

Page 14: attachment_1432341508220_isi

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses

farmakokinetik terdiri dari empat proses. Dengan urutan sebagai berikut:

absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi.

2. Pembahasan hasil

Pada praktikum yang telah kami lakukan pada materi

farmakokinetik dengan cara mengamati perubahan warna urin pada tikus

putih (Rattus norvegicus) sesuai dengan teori. Hasilnya menunjukan gejala

dan tanda-tanda yang sesuai teorinya. Pada hitungan beberapa menit

dengan dosis reaksi yang berupa kontrol negatif dan kontrol poitif, tikus

putih (Rattus norvegicus) menunjukan respon yang baik terhadap

pemberian reaksi tersebut.

Namun ada beberapa hal yang tidak dapat berjalan dengan baik

sesuai dengan teorinya ketika praktikum berlangsung. Hal-hal tersebut

dikarenakan oleh probandus yakni tikus putih (Rattus norvegicus) non-

kooperatif. Melalui cara pemberian reaksi dengan menggunakan alat sonde

lambung, membuat tikus putih (Rattus norvegicus) tidak nyaman. Pada

awalnya tikus mengalami stres ketika diambil, ditunjukan dengan

banyaknya kotoran yang dikeluarkan oleh tikus putih (Rattus norvegicus).

Sehingga saat obat akan mulai diberikan, tikus mulai memberontak dan

sulit untuk diatur. Hal ini membuat proses pemberian reaksi kontrol

negatif dan kontrol positif menjadi terhambat dan tidak maksimal sesuai

dengan teori yang telah diberikan.

16

Page 15: attachment_1432341508220_isi

V. KESIMPULAN

1. Farmakokinetik obat meliputi empat proses, yaitu absorbsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi.

2. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi obat diantaranya

adalah kemampuan difusi obat dalam melintasi membrane sel yang dituju,

konsentrasi obat, sirkulasi pada tempat absorbs, bentuk sediaan obat, cara

pemakaian obat, serta peningkatan metabolism seseorang ( seperti pada saat

berkativitas maupun tidur).

3. Proses distribusi merupakan proses penyebaran obat ke jaringan dan ke

reseptor untuk menjalankan terapi melalui sirkulasi sistemik. Sebagian obat

akan terikat protein plasma dalam darah dan menjadi tidak aktif dan sebagian

lainnya merupakan obat bebas yang dapat bekerja secara langsung.

4. Proses metabolisme adalah proses merombak obat supaya menjadi lebih polar

dan mudah diekskresi. Proses ini meliputi reaksi fase I (oksidasi, reduksi, dan

hidrolisis) dan II (konjugasi). Hati merupakan organ utama dalam proses

metabolisme obat.

5. Proses ekskresi adalah proses mengeluarkan obat yang merupakan benda

asing. Ginjal adalah organ utama dalam proses ini, karena sebagian besar obat

akan dikeluarkan bersama urin, namun terdapat juga melalu kulit melalu air

keringat dan melalui pembuangan saat bernapas.

17