(attachment) REMAJA AKHIR

43
UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI GAMBARAN KELEKATAN (attachment) REMAJA AKHIR PUTRI DENGAN IBU (STUDI KASUS) Disusun Oleh Nama : Astrid Wiwik Liliana NPM : 10502034 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Siti Mufattahah, Psi. Diajukan Guna Melengkapi Sebagaian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) DEPOK 2009

Transcript of (attachment) REMAJA AKHIR

Page 1: (attachment) REMAJA AKHIR

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS PSIKOLOGI

GAMBARAN KELEKATAN (attachment) REMAJA AKHIR PUTRI

DENGAN IBU

(STUDI KASUS)

Disusun Oleh

Nama : Astrid Wiwik Liliana

NPM : 10502034

Jurusan : Psikologi

Pembimbing : Siti Mufattahah, Psi.

Diajukan Guna Melengkapi Sebagaian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana

Strata Satu (S1)

DEPOK

2009

Page 2: (attachment) REMAJA AKHIR

ABSTRAKSI Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Agustus 2008 Astrid Wiwik Liliana 10502034 Gambaran Kelekatan (attachment) Remaja Akhir Putri Dengan Ibu Vii + 88 halaman + lampiran; 5 bab

Adanya fenomena yang terjadi di masyarakat, dimana seorang remaja akhir putri yang memiliki kelekatan (attachment) dengan ibunya. Kebutuhan akan kelekatan pada ibu menjadi hal yang penting dalam kehidupan seorang individu,demikian pula pada remaja. Selain itu, kelekatan pada ibu merupakan suatulangkah awal dalam proses perkembangan dan sosialisasi. Hal ini berarti bahwakelekatan anak pada ibu selanjutnya akan dialihkan pada lingkungan sosialnya,karena keluarga merupakan tempat pertama bagi anak belajar bersosialisasi.

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kelekatan (attachment) antara remaja akhir putri dengan ibunya, faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan (attachment) remaja akhir putri terhadap ibunya,dan apa manfaat dan fungsi kelekatan (attachment) antara remaja putri denganibunya. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus dengan subjek penelitianseorang remaja akhir putri yang memiliki kelekatan (attachment) dengan ibunya.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancarabebas terpimpin yang didukung oleh metode observasi langsung.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwasecara umum kelekatan (attachment) pada subjek dengan ibu cenderung cukup baik. Dapat dilihat dari ciri-ciri subjek yang memiliki secure attachment,dimana subjek percaya bahwa orang lain menilai positif tentang dirinya, subjekpercaya bahwa orang masih akan masih mencintai dan menghargainya. Subjekmenilai figur attachment yang adalah ibunya, merupakan sesosok figur yang yang dapat dipercaya, selalu memperhatikan dan menyayangi subjek dimanapun, dankapanpun subjek membutuhkan ibunya. Selain itu di dalam keluarga subjek lebihmudah menjalin hubungan dengan ibunya. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi kelekatan antara subjek dengan ibu

adalah bahwa subjek memiliki kepuasan terhadap ibunya dalam kasih sayang,perhatian yang ditunjukkan ibu kepada subjek. Adanya reaksi atau meresponsetiap tingkah laku yang menunjukkan perhatian disaat subjek sedang membutuhkan dekapan hangat dari ibu, membutuhkan perhatian yang lebih dariibu, maka ibu merespon positif setiap tingkah laku yang ditunjukkan subjekkepada ibunya. Seringnya bertemu dengan subjek, maka subjek akan memberikankelekatannya. Dalam penelitian ini terdapat fungsi kelekatan antara subjekdengan ibunya adalah subjek merasakan kehangatan dan kenyamanan bersamakedua orang tua subjek, terutama dengan ibunya. Disaat subjek sedang dalamkeadaan tertekan atau sedang dalam menghadapi masalah, subjek selalu datang

Page 3: (attachment) REMAJA AKHIR

kepada ibunya untuk meminta perlindungan dan pertolongan yang dibutuhkan subjek.

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diajukan peneliti kepada subjek dapat membina hubungan didalam keluarga menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya, meskipun subjek sangat lekat dengan ibu tetapi ayah sebagai kepala rumah tangga jangan sampai diabaikan, tetap menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan ayah. Hubungan emosional yang terbentuk antara remaja akhir putri dengan ibu nampaknya dipengaruhi oleh komunikasi dan keterbukaan masing-masing dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran. Dengan demikian, diharapkan remaja akhir putri dapat kebih terbuka kepada orang tua, sehingga awal dari hubungan yang lebih baik diantara keduanya Kepada para ibu disarankan untuk menjalin hubungan dengan remaja akhir putri dengan baik, anggaplah mereka seperti seorang sahabat, sehingga seorang anak tidak sungkan-sungkan untuk berbagi cerita dan kasih dengan ibunya Kata kunci : Kelekatan (attachment), Remaja

Page 4: (attachment) REMAJA AKHIR

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan dan syukur-ku sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

senantiasa memberikan izin, berkat, kekuatan, surprise dan penghiburan kepada penulis

selama menyelesaikan skripsi ini. Meskipun penuh perjuangan, banyak rintangan,

halangan, gangguan, air mata tetapi berkatNya ku bisa menyelesaikan skripsi ini.

Adapun maksud dan tujuan penulisan ini untuk memenuhi, melengkapi syarat-

syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu (S1) fakultas Psikologi Universitas

Gunadarma.

Penulisan ini berjudul “Gambaran Kelekatan (attachment) Remaja Akhir

Putri Dengan Ibu”.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik dalam proses penulisan maupun penyelesaian Skripsi ini, antara lain :

1. Ibu Prof. Dr. E. S. Margianti, SE., MM., selaku Rektor Universitas Gunadarma.

2. Bapak Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Gunadarma.

3. Ibu Dona Eka Putri, M.Psi., selaku Ketua Jurusan Fakultas Psikologi Universitas

Gunadarma.

4. Ibu Siti Mufattahah, Psi., selaku Dosen Pembimbing.

5. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Mama yang telah memberikan kasih sayang,

serta semangat yang tak henti-hentinya baik yang bersifat materi maupun non

materi & doa-doa. Selain itu, terima kasih juga kepada adik penulis yang telah

meluangkan waktu untuk membantu (sedikit mengetik) dan menyemangati penulis

& udah jadi TUKANG OJEK kalo g minta anterin fotokopi...Cepetan lo juga harus

cepet SELESAI...

6. Kepada teman-teman kuliah seperjuangan konsul Selly, Indah, Hadian, Novita

(AYO CEPAT KALIAN JUGA PASTI BISA, JANGAN PATAH SEMANGAT).

Andre (BT), kak Yuli, Lili, Alin hei...akhirnya kita Wisuda bareng juga Welcome

To The JCC, Betty (Bet..Bet..akhirnya wisuda juga, penantian panjang nih...& Thx

buat tumpangan motornya si Honda Express, detik-detik terakhir nganterin g ke

rumah Bu Retna..(darurat bos) hehehe...buat saling menyemangatinya thx bro..Bos

Page 5: (attachment) REMAJA AKHIR

bagi kerjaan donk...). Atid ndut, Ririn (Ayo cuy cepet...), Indri (thx udah buat

tenang batin g, dan dorongannya...), Irma, Lulu (Thx untuk spiritnya), dan teman-

teman yang lain yang tidak bisa dituliskan namanya satu persatu terima kasih buat

persahabatannya selama ini (selama 6 tahun di Gundar,,,,,wah males bgt yah bow

kelamaan di Gundar). Akhir kata, penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat

memberikan informasi yang bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. GBU.

Depok, Mei 2009

(Penulis)

Page 6: (attachment) REMAJA AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kelekatan (attachment) adalah ikatan kasih sayang dari seseorang terhadap

pribadi lain yang khusus (Allish, 1998). Pada usia yang sangat dini, ikatan ini adalah

antara bayi dan orang tuanya, dan sebagian besar adalah antara bayi dengan ibunya.

Ikatan antara bayi dan orang tuanya ini merupakan ikatan yang primer, dan ikatan dengan

pribadi yang lain adalah bersifat sekunder. Ikatan ini juga merupakan keterikatan yang

bersifat emosi, dengan kata lain adalah ikatan kasih. Riset menunjukkan bahwa dari usia

yang sangat dini sampai usia dua tahun, perkembangan anak yang normal sangat

dipengaruhi oleh faktor kelekatan ini. Ditemukan juga bahwa hubungan kasih dan

ketergantungan ini merupakan suatu awal kehidupan yang baik. Hal ini akan sangat

mempengaruhi kehidupan seorang anak baik dalam perkembangan kepribadiannya,

maupun perkembangan hubungan sosialnya. Freud juga berpandangan bahwa kelekatan

ini sebagai suatu hal yang penting bagi perkembangan anak

(http//www.geocities.kebutuhan anak.com).

Anak yang mendapatkan kelekatan (attachment) yang cukup, akan merasa aman

(secure) dan lebih positif terhadap kelompoknya, menunjukkan interes yang lebih besar

di dalam mengajak bermain. Anak-anak ini juga lebih bersifat sosial tidak hanya dengan

kelompoknya, tetapi juga dengan kelompok usia lain/intergenerasi. Studi terhadap anak-

anak prasekolah menunjukkan dengan jelas bahwa anak yang mendapatkan "secure

attachment" lebih mampu menjalin relasi dengan anak lain daripada yang mengalami

"insecure atttachment" (Matas dalam Hetherington & Parke, 1999).

Yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah anak juga membutuhkan

keleluasaan untuk bereksplorasi. Padahal kelekatan (attachment) ini menjadikan anak

dekat dengan ibunya. Karena itu, anak juga harus diberikan keseimbangan antara

kelekatan (attachment) dengan eksplorasi. Kelekatan berbeda dengan perlindungan yang

berlebihan terhadap anak. Anak-anak membutuhkan waktu-waktu dimana anak dapat

bermain sendiri. Namun demikian, jikalau pada masa awalnya anak telah mendapatkan

Page 7: (attachment) REMAJA AKHIR

kelekatan yang aman, lebih menunjukkan keseimbangan yang baik antara kelekatan

dengan eksplorasi dari pada anak yang tidak mendapatkan atau yang ambivalen (Elsa,

2000 dalam http//www.kompas-online.kedekatan-anak.com).

Kelekatan (attachment) yang mula-mula juga mempengaruhi perkembangan

kognitif anak. Hal ini sangat berhubungan dengan kebutuhan anak, bahkan sebelum

kebiasaan kelekatan itu dimulai. Walaupun secara sosialisasi kelompok pengaruh

kelekatan ini tidak terlalu jelas secara ilmiah, tetapi anak yang mengalami kelekatan yang

aman (secure attahment) lebih mampu berinteraksi dengan kelompoknya. Dan secara

kepribadian, akan lebih berkembang baik dalam hal-hal yang berpengaruh positif,

kemandirian, empati, dan kemampuan-kemampuan dalam situasi sosial. Dengan

demikian hubungan kelekatan (attachment) ini merupakan dasar penting bagi tingkah

laku selanjutnya (Matas, dalam Hetherington & Parke, 1999).

Sebaliknya anak-anak yang kurang terpenuhi kebutuhan kelekatannya, baik yang

ambivalen atau yang tidak aman, akan cenderung pasif, membutuhkan waktu yang lebih

lama di dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau kelompoknya, dan kurang

nyaman di dalam interaksi sosialnya (Matas, dalam Hetherington & Parke, 1999).

Meneliti mengenai remaja merupakan hal yang menyenangkan dan penelitian

mengenai remaja pun semakin waktu semakin banyak dilakukan. Kehidupan remaja

memang menarik karena dalam masa remaja ada beberapa hal perubahan yang terjadi

yang menuntut perhatian remaja, antara lain terjadinya perubahan fisik, proses pencarian

jati diri, persahabatan di dalam peer group, interaksi dengan keluarga, dan sebagainya.

Dalam pandangan orang dewasa, remaja seringkali menjadi sasaran dari rasa cemas dan

frustasi, bahkan hingga saat ini masa remaja sering di pandang sebagai masa yang

menegangkan dan menyulitkan. (Hurlock, 1991)

Masa remaja merupakan periode dari perubahan yang dramatis terhadap

perubahan relasi kelekatan (attachment). Masa remaja merupakan masa yang menentukan

bagi proses perkembangan dimana interaksi dengan orang tua sudah terbentuk di pikiran

dan tingkah laku sejak masih anak-anak, dimana untuk mempersiapkan mereka

berinteraksi dengan orang lain diluar keluarganya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa para

remaja yang memiliki keluarga yang berfungsi dengan baik tetap menggunakan orang

tuanya sebagai dasar yang aman dimana mereka dapat meneruskan penguasaan mereka

Page 8: (attachment) REMAJA AKHIR

dibidang pendidikan, pekerjaan, dan sosial serta kesempatan-kesempatan lainnya

(Hurlock, 1991).

Keluarga adalah tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam

membentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang berhasil di masyarakat. Dapat

diketahui bahwa keluarga menjadi tempat yang paling penting bagi remaja untuk

pembentukkan sosial dan emosional remaja khususnya kondisi remaja yang sedang

memasuki masa perubahan atau transisi (Gunarsa & Gunarsa, 2004).

Remaja dalam keluarga tentu tidak akan lepas dari masalah, karena remaja pasti

akan berhubungan dengan anggota lain dalam keluarga yang tentunya berbeda-beda

kebutuhannya. Ada masalah akibat hubungan anak-orang tua, masalah karena hubungan

ayah-ibu, masalah dengan saudara, masalah dengan sanak keluarga lain dan masalah-

masalah sosiokultural seperti masalah keuangan. Masalah dalam keluarga juga

dipengaruhi faktor lain seperti masalah seksual, penyalahgunaan obat dan alkohol serta

kenakalan remaja (Sarwono, 2006). Secara umum kebutuhan yang diperlukan remaja

adalah ingin berbagi masalah yang mereka hadapi terutama dengan keluarga (orang tua

dan saudara), ingin lebih dekat dengan keluarga, ingin diperlakukan seperti orang dewasa

dan ingin agar orang-orang dewasa disekelilingnya mengerti apa yang mereka butuhkan

(http://www.depdiknas/kebudayaan.go.id).

Menurut Bowlby (dalam Monks, dkk, 2002) tokoh ibu menjadi sosok yang cukup

sentral dalam relasi antara remaja dan orang tua. Bowlby juga memaparkan bahwa dalam

sebuah keluarga seringkali yang dipersepsikan sebagai keluarga oleh anak-anak adalah

tokoh ibu. Kebanyakan orang mengasosiasikan ibu memiliki kualitas seperti hangat, tidak

mementingkan diri sendiri, menjalankan kewajibannya dengan setia, dan toleran.

Ibu adalah tokoh yang mendidik anak-anaknya, seorang tokoh yang dapat

melakukan apa saja untuk anaknya, yang dapat mengurus serta memenuhi kebutuhan

fisiknya dengan penuh pengertian. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan

dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

bersama anak-anaknya. Ia juga merupakan ibu yang selalu datang bilamana anak

menemui kesulitan, hal ini dapat terlaksana bila ibu memainkan peranannya yang hangat

dan akrab, melaui hubungan yang berkesinambungan dengan anaknya (Gunarsa &

Gunarsa, 2006). Ibu juga memiliki peran dan tanggung jawab penuh meyakinkan bahwa

Page 9: (attachment) REMAJA AKHIR

anak tetap “berada pada jalan yang benar”, sehingga ibu memiliki penekanan pada

pentingnya membawa anak dalam lingkungan yang tepat dan bila remaja gagal hidup di

lingkungan sosial dengan baik atau memiliki masalah perkembangan, maka sumber dari

masalah tersebut adalah terletak pada ibu. Lebih lanjut Santrock (2003) menyatakan

bahwa pada remaja akhir juga mengasosiasikan ibu dengan kualitas yang positif seperti

hangat, tidak mementingkan diri sendiri, memenuhi kewajiban dan toleran, sehingga

remaja akhir memiliki kelekatan (attachment) terhadap ibunya (Santrock, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Madnawidjaya (2001) terhadap 3 remaja putri

berusia 11-21 tahun mengenai “Gambaran Penghayatan Remaja Putri Atas Hubungan

Dengan Orangtua dan Teman Sebaya Terhadap Pembentukkan Identitas Diri”. Dari

penelitian kualitatif tersebut diperoleh hasil, hubungan ibu yang dekat membuat remaja

putri mampu membentuk pertemanan yang cukup akrab dan seimbang dalam arti ibu

dapat dijadikan teman berbagi. Dukungan ibu membuat eksplorasi lebih nyaman dan

bebas. Hubungan orangtua yang dekat khususnya dengan ibu membuat remaja putri lebih

santai menjalani pertemanan dan tidak tertekan bila tidak dengan segera dapat

menyesuaikan diri dalam situasi yang baru.

Kebutuhan akan kelekatan (attachment) pada ibu menjadi hal yang penting dalam

kehidupan seorang individu, demikian pula pada remaja akhir. Kelekatan (attachment)

pada ibu merupakan suatu langkah awal dalam proses perkembangan dan sosialisasi. Hal

ini berarti bahwa kelekatan (attachment) anak pada ibu selanjutnya akan dialihkan pada

lingkungan sosialnya, karena keluarga merupakan tempat pertama bagi anak belajar

bersosialisasi. Sekarang remaja sudah semakin tumbuh dewasa, maka ia akan

memerlukan orang lain bukan hanya keluarganya saja. Ini semua terjadi karena remaja

ingin menunjukkan eksistensinya di masyarakat (http://www.e-psikologi/keluarga.com).

Peneliti menentukan topik tersebut selain berdasarkan penjabaran teori dan

beberapa penelitian yang telah dipaparkan di atas juga karena asumsi pribadi yang

menyatakan bahwa kelekatan (attachment) dengan ibu merupakan hal yang sangat

penting khususnya ketika nanti remaja akan menghadapi kehidupan yang lebih luas,

sehingga pada saat ini peneliti juga memiliki keinginan untuk meneliti mengenai

gambaran kelekatan (attachment) remaja akhir putri dengan ibu, peneliti mengambil

subjek remaja putri karena biasanya remaja putri lebih dekat dengan ibu.

Page 10: (attachment) REMAJA AKHIR

B. Pertanyaan Penelitian

Peneliti ingin mengetahui gambaran pertanyaan penelitian antara lain : 1. Bagaimana gambaran kelekatan (attachment) antara remaja putri dengan ibunya ?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan (attachment) antara remaja

putri dengan ibunya ?

3. Apa saja fungsi dari kelekatan (attachment) antara remaja putri dengan ibunya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kelekatan

(attachment) antara remaja akhir putri dengan ibunya, faktor-faktor yang mempengaruhi

kelekatan (attachment) remaja akhir putri terhadap ibunya, dan apa fungsi kelekatan

(attachment) antara remaja putri dengan ibunya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah wawasan pengetahuan

psikologi, seperti psikologi perkembangan khususnya perkembangan remaja

dan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kelekatan (attachment) remaja

akhir putri dengan ibu.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang keunikan pada masa remaja

dan manfaat kedekatan orang tua khususnya ibu kepada remaja dalam

menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remaja dan acuan konseling untuk

ibu dalam menyelesaikan permasalahan remaja.

Page 11: (attachment) REMAJA AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelekatan (attachment)

Pengertian Kelekatan (attachment)

Kelekatan (attachment) pertama kali dikembangkan oleh Bowlby pada tahun

1958 yang mengatakan bahwa bayi mendemonstrasikan kedekatan mereka kepada

ibunya melalui beberapa tipe perilaku seperti menghisap, mengikuti, menangis, dan

tersenyum (Santrock, 2003).

Ainsworth (dalam Collin, 1996) mengatakan kelekatan (attachment)

merupakan ikatan emosional yang terus menerus ditandai dengan kecenderungan

untuk mencari dan memantapkan kedekatan terhadap tokoh tertentu, khususnya

ketika sedang berada dalam kondisi yang menekan.

Herbert (dalam Mar’at 2006) mengatakan kelekatan (attachment) mengacu

pada ikatan antara dua orang individu atau lebih, sifatnya adalah hubungan psikologis

yang diskriminatif dan spesifik, serta mengikat seseorang dengan orang lain dalam

rentang waktu dan ruang tertentu.

Myers (dalam Mar’at 2006) mengatakan tidak ada tingkah laku sosial yang

lebih mencolok dibanding dengan kekuatan ini, dan perasaan saling cinta antara bayi

dan ibu ini disebut dengan kelekatan (attachment).

Jadi, dari penjelasan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kelekatan (attachment) merupakan suatu ikatan afeksi yang kuat dan bertahan dalam

waktu yang lama terhadap figur tertentu yang ditandai oleh adanya keinginan untuk

mencari dan memelihara kedekatan dengan figur tersebut terutama pada saat-saat

yang menekan untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman.

Model Kelekatan (attachment)

Menurut Bowlby dan Ainsworth (dalam Santrock, 2003), menyebutkan

attachment style terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu secure attachment dan

insecure attachment, individu yang mendapatkan secure attachment adalah percaya

diri, optimis, serta mampu membina hubungan dekat dengan orang lain, sedangkan

Page 12: (attachment) REMAJA AKHIR

individu yang mendapatkan insecure attachment adalah menarik diri, tidak nyaman

dalam sebuah kedekatan, memiliki emosi yang berlebihan, dan sebisa mungkin

mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.

Apabila figur attachment seperti orang tua atau pun pelatih mampu memberikan

secure attachment kepada individu maka untuk seterusnya individu tersebut

cenderung akan mencari mereka setiap kali dirinya mendapat masalah atau berada

dalam situasi tertekan. Hal itu terjadi karena figur attachment-nya tersebut telah

menjadi secure base bagi dirinya (Aisworth, dalam Santrock, 2002).

Perasaan secure dan insecure yang dimiliki seseorang tergantung dari internal

working models of attachment yang dimilikinya (Bowlby dalam Collins & Feeney,

2004). Working models of attachment adalah representasi umum tentang bagaimana

orang terdekatnya akan berespon dan memberikan dukungan setiap kali ia

membutuhkan mereka dan bahwa dirinya sangat mendapat perhatian dan dukungan.

Working models of attachment ini memainkan peran dalam membentuk kognisi,

afeksi, dan perilaku seseorang dalam konteks yang berhubungan dengan attachment

(Collins & Feeney, 2004). Working model dibentuk dari pengalaman masa lalu

individu dengan figur attachment-nya, apakah figur tersebut adalah orang yang

sensitif, selalu ada, konsisten, dapat dipercaya dan sebagainya. Individu yang

mendapat secure attachment akan mengembangkan sebuah working model tentang

dirinya sebagi orang yang dicintai dan memandang orang lain dekat, perhatian, dan

responsif terhadap kebutuhan mereka. Di sisi lain, individu yang mendapat insecure

attachment akan mengembangkan working model tentang dirinya sebagai orang yang

tidak berharga atau tidak kompeten, dan memandang orang lain sebagai menolak atau

tidak responsif terhadap kebutuhan mereka (Collins & Feeney, 2004).

Variasi Kelekatan atau Kualitas Kelekatan (Attachment)

Berdasarkan hasil penelitian esperimen dan observasional, Ainsworth (Davies,

1999) tentang Strange Situation, membagi kualitas attachment menjagi dua bagian

utama yaitu secure dan insecure attachment. Selanjutnya insecure attachment dibagi

lagi menjadi empat tipe, yaitu insecure attached avoidant attachment, securely

attached infant, insecurely attached resinstant infant dan disorganized / disoriented

attached.

Page 13: (attachment) REMAJA AKHIR

a) Insecure Attached Avoidant Attachment (Type A )

Anak menolak kehadiran ibu, menampakkan permusuhan, kurang memiliki

resiliensi ego dan kurang mampu mengekspresikan emosi negatif (Cicchetti dan

Toth,1995). Selain itu anak juga tampak mengacuhkan dan kurang tertarik dengan

kehadiran ibu (Dishion, French dan Patterson,1995).

b) Securely Attached Infant (Type B)

Ibu digunakan sebagai dasar eksplorasi. Anak berada dekat ibu untuk beberapa

saat kemudian melakukan eksplorasi, anak kembali pada ibu ketika ada orang asing,

tapi memberikan senyuman apabila ada ibu didekatnya (Cicchetti dan Toth,1995)

Anak merasa terganggu ketika ibu pergi dan menunjukkan kebahagiaan ketika ibu

kembali.

c) Insecurely Attached Resinstant Infant (Type C)

Menunjukkan keengganan untuk mengeksplorasi lingkungan. Tampak impulsive,

helpless dan kurang kontrol (Cicchetti dan Toth,1995). Beberapa tampak selalu

menempel pada ibu dan bersembunyi dari orang asing. Anak tampak sedih ketika

ditinggal ibu dan sulit untuk tenang kembali meskipun ibu telah kembali. Mampu

mengekspresikan emosi negatif namun dengan reaksi yang berlebihan.

d) Disorganized/ Disoriented Attached (Type D)

Ini merupakan tipe kempat yang dihasilkan dari pengembangan eksperimen yang

dilakukan oleh Main, Hesse dan Solomon (dalam Dishion, Frech dan Patterson, 1995;

Cummings, 2003). Ditemukan pada anak-anak yang mengalami salah pengasuhan

(maltreated) dimana kekacauan emosi terlihat saat episode pertemuan kembali

dengan ibu. Perilaku mereka tampak sangat tidak terorganisasi, mengalami konflik

dalam dirinya serta menunjukkan kedekatan sekaligus penolakan. Adakalanya secara

langsung menunjukkan kekhawatiran dan penolakan yang lebih besar pada ibu

dibandingkan dengan orang asing.

Berdasarkan variasi kelekatan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi

kelompok kelekatan yang aman (secure attachment) yaitu Tipe B dan kelompok

kelekatan yang tidak aman (insecure attachment) yaitu Tipe A, Tipe C dan Tipe D.

Page 14: (attachment) REMAJA AKHIR

Ainsworth (dalam Belsky,1988) menemukan bahwa anak yang memiliki

kelekatan yang tidak aman mengalami masalah dalam hubungan dengan pengasuh

atau figur lekat sebaliknya anak yang memiliki kelekatan aman memiliki pola

hubungan dengan kualitas yang sangat baik. Anak dengan kelekatan insecure

avoidant memiliki ibu yang tidak sensitif terhadap sinyal yang diberikan bayi dalam

berbagai situasi pengasuhan dan situasi bermain. Sedangkan anak dengan kelekatan

insecure resistant memiliki ibu yang tidak menyukai kontak fisik dengan anak dan

memiliki ekspresi emosional yang kurang memadai atau kurang ekspresif, ibu juga

menunjukan sikap yang tidak konsisten. Berbeda dengan anak yang memiliki pola

kelekatan tidak aman, anak yang memiliki kelekatan aman (secure attached)

memiliki ibu yang responsif pada kebutuhan dan sinyal-sinyal yang diberikan bayi

dan mempunyai sikap yang konsisten. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak

yang memiliki kualitas kelekatan yang paling baik adalah anak dengan kelekatan

aman (Tipe B).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa attachment dibedakan dua

bagian utama yaitu secure dan insecure attachment. Selanjutnya insecure attachment

dibagi lagi menjadi empat tipe, yaitu insecure attached avoidant attachment, securely

attached infant, insecurely attached resinstant infant dan disorganized / disoriented

attache.

Ciri-ciri individu yang memiliki secure attachment

Menurut Collins & Feeney (2004) ciri-ciri individu yang memiliki secure

attachment adalah sebagai berikut :

a. Individu yang secure adalah individu yang selalu percaya bahwa dirinya dicintai

dan dihargai oleh orang lain dan mendapat perhatian penuh.

b. Menilai figur attachment sebagai responsif, penuh perhatian dan dapat

dipercaya.

c. Individu merasa nyaman jika dalam sebuah kedekatan atau keintiman.

d. Individu selalu bersikap optimis dan percya diri.

e. Mampu membina hubungan dekat dengan orang lain.

Ada beberapa karakteristik figur attachment yang memiliki secure attachment

dan insecure attachment dengan anak, menurut Ainsworth (dalam Collin, 1996),

Page 15: (attachment) REMAJA AKHIR

menyebutkan bahwa orangtua yang memiliki secure attachment dengan anak

memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Hangat (warm), orangtua menunjukkan antusiasme terhadap anak, hangat, dan

ramah (friendly feelings). Kehangatan yang ditunjukkan oleh orangtua akan

memberikan perasaan nyaman dan santai (relax).

b. Sensitif (sensitive), orangtua mampu menunjukkan pengertian simpatik terhadap

anak, mengerti kebutuhan anak dari sudut pandang anak.

c. Responsif (responsive), orangtua mampu menyikapi kebutuhan anak akan rasa

nyaman, rasa ingin dilindungi, dan selalu memberikan respon terhadap

keinginan anak.

d. Dapat diandalkan (dependable), tempat anak menggantungkan harapan dan

kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman, orangtua dapat diandalkan oleh

anak terutama ketika anak membutuhkan dukungan atau dalam keadaan

tertekan.

Sedangkan menurut Cassidy dan Berlin (dalam Hetherington & Parke, 1999),

menyebutkan bahwa figur attachment yang mengembangkan insecure attachment

dengan anak memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Unavailable dan rejecting, orangtua tidak responsif terhadap kebutuhan anak.

b. Jarang melakukan kontak fisik yang hangat kepada anak.

c. Sering marah, membentak-bentak, dan mudah tersinggung dalam menjalin

komunikasi dengan anak.

d. Tidak konsisten dalam menerapkan perilaku terhadap anak

Kualitas kelekatan (attachment) orang tua yang secure menurut Chiccheti dan

Rizley (dalam Karen, 1994), juga diasosiasikan dengan :

a. Komitmen orangtua, orangtua memiliki komitmen untuk senantiasa beradadi

dekat anak, senantiasa membantu, dan memberikan pertolongan jika

dibutuhkan.

b. Empati, orangtua memiliki kemampuan untuk dapat merasakan apa yang

dirasakan oleh anak terutama jika anak berada dalam situasi tertekan.

Page 16: (attachment) REMAJA AKHIR

c. Kemampuan bekerjasama, orangtua memiliki kemampuan untuk menjalin

kerjasama yang baik dengan anak, dalam kaitannya membantu anak untuk dapat

mengeksplorasi dunianya.

d. Terbuka dalam komunikasi, orangtua terbuka dalam komunikasi, menerima

masukan dari anak, dan dapat memberikan masukan yang positif bagi anak.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelekatan (attachment) pada Remaja

dengan Ibu.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelekatan (attachment)

antara seorang anak dan remaja dengan ibu, menurut Baradja (2005) adalah :

a. Adanya kepuasan anak dan remaja terhadap pemberian objek lekat, misalnya

setiap kali seorang anak membutuhkan sesuatu maka objek lekat mampu dan

siap untuk memenuhinya. Dan objek lekat disini adalah ibu mereka.

b. Terjadi reaksi atau merespon setiap tingkah laku yang menunjukkan perhatian.

Misalnya, saat seorang anak dan remaja bertingkah laku dengan mencari

perhatian pada ibu, maka ibu mereaksi atau meresponnya. Maka anak

memberikan kelekatannya.

c. Seringnya bertemu dengan anak, maka anak akan memberikan kelekatannya.

Misalnya seorang ibu yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah

memudahkan anak untuk berkomunikasi dengan ibu.

Teori kelekatan (attachment) digunakan untuk menjabarkan ikatan afeksi antara

seorang bayi dengan pengasuhannya (caregiver), tetapi konsep kelekatan

(attachment) sekarang telah digunakan untuk meneliti relasi interpersonal yang lebih

luas lagi termasuk di dalamnya relasi hubungan yang intim selama masa remaja dan

dewasa muda (Walker, dalam Santrock, 2003). Interaksi antara remaja dengan ibunya

dapat menghasilkan persepsi remaja terhadap orangtuanya. Ibu menjadi sosok yang

cukup sentral dalam relasi antara remaja dan orang tua (Gunarsa dan Gunarsa, 2004).

Dalam sebuah keluarga seringkali yang di persepsikan sebagai keluarga oleh

anak-anak adalah ibu. Ibu memiliki kualitas yang hangat, toleran, mau berbagi.

Dalam kehidupan remaja putri peran ibu dikatakan dapat mempengaruhi keterampilan

pemecahan masalah sosial anak (social problem-solving skills). Hubungan orang tua

Page 17: (attachment) REMAJA AKHIR

yang dekat khususnya ibu membuat remaja putri memiliki kelekatan (attachment)

dengan ibu (Gunarsa dan Gunarsa, 2004).

Manfaat dan Fungsi Kelekatan (attachment)

Kelekatan (attachment) mamberikan banyak manfaat bagi individu, seperti

menumbuhkan perasaan trust dalam interksi sosial di masa depan dan menumbuhkan

perasaan mampu (Blatt, 1996). Secara umum kelekatan (attachment) memiliki empat

fungsi utama (Davies, 1999), yaitu :

a. Memberikan rasa aman.

Saat individu berada dalam suasana penuh tekanan, kehadiran figur kelekatan

(attachment) dapat memulihkan perasaan individu kembali kepada perasaan

aman.

b. Mengatur keadaan perasaan (regulation of affect and arousal).

Arousal adalah perubahan keadaan subjektif seseorang yang disertai reaksi

fisiologis tertentu. Apabila peningkatan arousal tidak diikuti dengan relief

(pengurangan rasa takut, cemas, atau sakit) maka individu rentan untuk

mengalami stres. Kemampuan figur kelekatan (attachment) untuk membaca

perubahan keadaan individu dapat membantu mengatur arousal dari individu

yang bersangkutan

c. Sebagai saluran ekspresi dan komunikasi.

Kelekatan (attachment) yang terjalin antara individu dengan figur kelekatan

(attachment-nya) dapat berfungsi sebagai wahana untuk berekspresi, berbagai

pengalaman, dan menceritakan perasaan.

d. Sebagai dasar untuk melakukan eksplorasi kepada lingkungan sekitar.

Kelekatan (attachment) dan perilaku eksploratif bekerja secara bersamaan.

Individu yang mendapatkan secure attachment akan memiliki kepercayaan diri

yang tinggi untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya atau pun suasana yang

baru karena individu percaya bahwa figur kelekatannya (attachment) sungguh-

sungguh bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu atas diriya.

Simpson (Langer, 2004) menyebutkan manfaat lain dari kelekatan

(attachment), yaitu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam membina

hubungan dengan orang lain, seperti aspek kepuasan, kedekatan, dan kemampuan

Page 18: (attachment) REMAJA AKHIR

mencintai pasangan. Kelekatan (attachment) sangat membantu individu dalam

menginterpretasi, memahami, dan mengatasi perasaan emosi yang negatif selama

ia berada dalam situasi yang menekan

B. Remaja

Pengertian remaja

Menurut Mar’at (2006) di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan

“adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere” (kata

bendanya adolescentia, yang artinya remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa

atau dalam perkembangan menjadi dewasa.

Mar’at (2006) dan Monks, dkk (2002) menyimpulkan bahwa remaja akhir berusia

antara 18-21 tahun.

Gunarsa & Gunarsa (2006) mengatakan remaja merupakan masa peralihan

antara masa anak dan masa dewasa, masa remaja akhir berusia sekitar 17 tahun 6

bulan-22 tahun.

Santrock (2003) mengungkapkan masa remaja akhir (Late adolescence)

menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karir, pacaran, dan

eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir ketimbang dalam

masa remaja awal.

Menurut Hurlock (1991) remaja artinya tumbuh atau tumbuh mencapai

kematangan, remaja akhir menurut Hurlock pada wanita 17-21 tahun dan pria 17

tahun 6 bulan-21 tahun.

Remaja menurut Mappiare (1982) merupakan masa peralihan dari masa anak-

anak menuju arah kedewasaan. Kalau digolongkan sebagai anak-anak sudah tidak

sesuai lagi, tetapi bila digolongkan dengan orang dewasa juga belum sesuai. Masa

remaja akhir menurut Mappiare berusia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun.

Batasan masa remaja dari berbagai ahli memang sangat bervariasi, masa remaja

adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami

perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Kurun waktu

masa remaja menurut Witherington (dalam Rumini dan Sundari, 2004) late

adolesence berusia antara 15-18 tahun.

Page 19: (attachment) REMAJA AKHIR

Sedangkan, menurut Sarwono (2006) istilah remaja untuk masyarakat Indonesia

sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Walaupun

demikian, sebagai pedoman umum dapat digunakan batasan usia remaja antara 11-24

tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia.

Dari penjelasan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan

masa transisi (secara biologis, sosial, dan ekonomi) dari anak-anak menjadi orang

dewasa.

Ciri-ciri Remaja Akhir

Mapiare (1982) menggambarkan tingkah laku yang menurut pendapatnya akan

selalu terdapat pada remaja :

a. Mulai stabil

Dalam aspek-aspek fisik dan psikis, laki-laki muda dan wanita muda

menunjukkan peningkatan kestabilan emosi. Kesempurnaan pertumbuhan

bentuk jasmani membedakannya dengan awal masa remaja. Pada masa ini

terjadi keseimbangan tubuh dan anggotanya. Begitu pula kestabilan dalam

minat-minatnya, menentukan jabatan, pakaian, pergaulan dengan sesama

ataupun lain jenis. Kestabilannya juga terjadi dalam sikap dan pandangan,

artinya mereka relatif tetap atau mantap dan tidak mudah berubah pendirian

hanya karena di bujuk atau dihasut. Gejala ini mengandung sisi positif.

Dibanding masa-masa sebelumnya, remaja akhir lebih dapat menyesuaikan diri

dalam banyak aspek kehidupannya.

b. Lebih matang menghadapi masalah

Masalah yang dihadapi remaja akhir relatif sama dengan masalah yang dihadapi

remaja awal. Cara menghadapi masalah itulah yang membedakannya. Bila masa

remaja awal menghadapinya dengan sikap bingung, remaja akhir

menghadapinya dengan lebih matang. Kematangan itu ditunjukkan dengan

usaha pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, baik dengan cara sendiri

maupun diskusi dengan teman sebaya mereka. Langkah-langkah pemecahan

masalah itu mengarahkan remaja akhir pada tingkah laku yang lebih dapat

menyesuaikan diri dalam situasi perasaan dan lingkungan sekitar.

c. Perasaan menjadi lebih tenang

Page 20: (attachment) REMAJA AKHIR

Remaja akhir lebih tenang dalam menghadapi masalah-masalahnya dibanding

pada awal remaja. Kalau pada masa remaja awal mereka sering memperlihatkan

kemarahan-kemarahannya, sering sangat sedih dan kecewa, maka pada masa

remaja akhir hal yang demikian tidak lagi sering nampak. Akibat dari keadaan

positip ini, menambah rasa bahagia bagi remaja akhir. Kebahagiaan akan

semakin kuat jika mereka mendapat respek dari orang-orang dewasa, orang tua,

guru, terhadap diri dan usaha-usaha mereka.

Dinamika Gambaran Kelekatan (attachment) Remaja Akhir Putri Dengan

Ibu

Kelekatan (attachment) merupakan suatu ikatan emosi, bukan hanya suatu

tingkah laku, kelekatan (attachment) merupakan hubungan yang berlangsung

dalam jangka waktu yang lama bukan kenikmatan sementara dari pertemanan atau

mencari pendamping atau kenyamanan dari orang lain. Tokoh kelekatan

(attached) biasanya tokoh tersebut merupakan orang yang khusus (Collin, 1996),

lebih lanjut Collin menjelaskan bahwa keberadaan dan nature dari kelekatan

(attachment) diindikasikan dengan tingkah laku kelekatan (attachment). Hal itu

juga termasuk tingkah laku yang dihasilkan dari kedekatan seseorang atau

hubungan dengan individu tertentu atau yang disukai. Anak-anak melakukan

tingkah laku kelekatan (attachment) dengan menangis, tersenyum, memanggil,

menggapai, mendekati, mengikuti dan protes keras ketika ditinggalkan sendirian

atau bersama orang asing. Individu mencari kedekatan atau kontak dengan tokoh

kelekatan (attachment) dan melakukan hal tersebut khususnya ketika berada

dalam tekanan (stres) dan membutuhkan perhatian serta perlindungan (Collin,

1996).

Begitu juga dengan remaja akhir dalam menjalani kehidupan mereka

memperoleh dorongan dan perlindungan dari tokoh kelekatan (attachment) pada

masa kanak-kanaknya, biasanya ibu dan hubungan dengan peer menjadi bagian

yang sangat penting, tetapi kelekatan dengan orang tua tetap menjadi sumber

utama dari rasa aman. Remaja dalam keluarga yang berfungsi dengan baik akan

terus menggunakan orangtuanya terutama ibu sebagai dasar keamanan untuk

mereka mengeksplorasi dunia yang lebih luas seperti pendidikan, pekerjaan, dan

Page 21: (attachment) REMAJA AKHIR

sosial serta kesempatan yang ada. Hubungan yang aman dengan ibu selama masa

remaja memberikan tujuan yaitu membuat remaja merasa nyaman akan dukungan

keluarga untuk mengeksplorasi di luar keluarga, termasuk membentuk relasi baru

dengan peer atau orang dewasa lainnya (Meins, 1997).

Setelah membaca uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibu sebagai

pengasuh utama seorang remaja memegang peranan penting dalam penentuan

status kelekatan remaja, apakah anak akan membentuk kelekatan aman atau

sebaliknya. Status kelekatan ini berhubungan dengan gangguan kelekatan dan

perkembangan remaja di masa selanjutnya.

Penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kelekatan yang terjadi

pada masa remaja akhir, khususnya dihubungkan dengan kelekatannya terhadap

figur ibu, dengan gambaran yang tepat diharapkan mampu memahami dan

memberikan perlakuan yang tepat terhadap remaja.

Page 22: (attachment) REMAJA AKHIR

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

1. Pengertian Studi Kasus

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan

menggunakan studi kasus. Menurut Stake (dalam Basuki, 2006) studi kasus adalah

suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki

sifat kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif

maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok,

bahkan masyarakat luas.

Sukmadinata (2005) mengatakan bahwa studi kasus merupakan metode untuk

menghimpun dan menganalisa data berkenaan dengan studi kasus meskipun tidak

ada masalah, malahan dijadikan kasus karena keunggulan atau keberhasilannya.

Menurut Poerwandari (2001) studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir

dalam suatu konteks yang terbatas meski batas-batas antara fenomena dan konteks

tidak sepenuhnya jelas.

2. Ciri-ciri Studi Kasus

Menurut Basuki (2006) adalah sebagai berikut :

a. Studi kasus bukan suatu metodologi penelitian, tetapi suatu bentuk studi

(penelitian) tentang masalah yang khusus (particular).

b. Sasaran studi kasus dapat bersifat tunggal (ditujukan perorangan/individual)

atau suatu keolompok, misalnya suatu kelas, kelompok profesional, dan lain-

lain.

c. Masalah yang dipelajari atau diteliti dapat bersifat sederhana atau kompleks.

d. Tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang mendalam tentang suatu

kasus, atau dapat dikatakan untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar

erklaren (deskripsi suatu fenomena).

Page 23: (attachment) REMAJA AKHIR

e. Studi kasus tidak bertujuan untuk melakukan generalisasi, walaupun studi dapat

dilakukan terhadap beberapa kasus. Studi yang dilakukan terhadap beberapa

kasus bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, sehingga

pemahaman yang dihasilkan terhadap satu kasus yang dipelajari lebih

mendalam.

3. Terdapat tiga macam tipe studi kasus menurut Basuki (2006), yaitu :

a. Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari secara

mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus

itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest).

b. Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang dipelajari

secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki atau

menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk menyususn teori baru. Hal ini

dapat dikatakan studi kasus instrumental, minat untuk mempelajarinya berada di

luar kasusnya atau minat eksternal (external interest).

c. Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari secara

mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-masing

kasus individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk

mendapatkan karakteristik umum, karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri

yang bervariasi.

4. Kelebihan dan Kelemahan Studi kasus

Kelebihan dan kelemahan studi kasus menurut Heru Basuki (2006), yaitu:

a. Kelebihan studi kasus

1) Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik, dan hal-hal

yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi

kasus mampu mngungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa

adanya atau natural.

2) Studi kasus tidak sekedar mamberi laporan faktual, tetapi juga memberi

nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam

Page 24: (attachment) REMAJA AKHIR

kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian

kuantitatif yang sangat ketat.

b. Kelemahan studi kasus

Dari penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi validitas,

reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik tidak

dapat diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian kuantitatif,

yang bertujuan mencari generalisasi.

B. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, pemberian batasan pada partisipan merupakan suatu

hal penting yang perlu dilakukan berkenaan dengan pengontrolan keakuratan

penelitian (Banister dkk dalam Poerwandari, 2001).

Peneliti menetapkan karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah seorang

seorang remaja akhir putri berusia 22 tahun yang memiliki kelekatan (attachment)

dengan ibunya.

2. Jumlah Subjek Penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001), tidak ada aturan pasti dalam jumlah

subjek yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah subjek sangat

tergantung pada apa yang ingin diketahui oleh peneliti, tujuan penelitian, konteks

saat itu, apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan

sumber daya yang tersedia.

Poerwandari (2001) juga mengatakan bahwa dengan fokus penelitian kaulitatif

pada kedalamaan dan proses, maka penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan

jumlah kasus sedikit. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini jumlah

subjek sebanyak satu orang.

Page 25: (attachment) REMAJA AKHIR

C. Tahap-tahap Penelitian

Tahap persiapan dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Memilih subjek yang representatif dengan populasi penelitian

b. Mempersiapkan instrumen penelitian beserta keabsahan dan keajegannya

c. Membuat rancangan prosedur pengumpulan data

Rancangan prosedur pengumpulan data berisi tentang daftar pertanyaan yang

akan ditanyakan langsung dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan dalam prosedur

pengumpulan data merupakan hal-hal yang relevan dengan masalah penelitian. Selain

daftar pertanyaan, rancangan prosedur pengumpulan data yang dibuat juga berisi

tentang observasi dari perilaku subjek maupun significant order (perilaku yang akan

di observasi meliputi fisik, penampilan, ekspresi, gesture). Hal-hal lainnya yang juga

mencangkup dalam rancangan prosedur pengumpulan data adalah identitas subjek,

waktu, tempat, dsb.

2. Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berencana mengumpulkan data-data maupun

fakta-fakta yang relevan dengan cara mengadakan wawancara, baik secara langsung

dengan subjek penelitian, maupun wawancara dengan significant order. Selain

wawancara, prosedur lainnya yang akan digunakan oleh peneliti dalam proses

pengambilan data adalah observasi. Pengambilan data akan dilakukan langsung di

rumah subjek.

3. Tahap Analasis Data

Pada penelitian ini, analisis yang dilakukan pertama-tama terhadap masing-masing

kasus. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-

hal yang diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokkan tersebut oleh

peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta

kata kuncinya, sehingga peneliti dapat mengangkat pengalaman, permasalahan dan

dinamika yang terjadi pada subjek.

Page 26: (attachment) REMAJA AKHIR

4. Tahap Penulisan Laporan

Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah presentasi data yang didapat

yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan

observasi dengan subjek. Prosesnya dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek

dipahami kembali dengan membacanya berulang-ulang hingga akhirnya penulis

benar-benar mengerti permasalahannya dan kemudian dianalisis, sehingga didapatkan

gambaran mengenai permasalahan dan pengalaman subjek. Selanjutnya dilakukan

interpretasi secara keseluruhan dimana didalamnya tercangkup keseluruhan

kesimpulan dari hasil penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

a. Pengertian Wawancara

Menurut Kartono (dalam Basuki, 2006) wawancara adalah

percakapan yang diarahkan pada suatu percakapan yang diarahkan pada suatu

masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau

lebih berhadap-hadapan secara fisik.

Menurut Kerlinger (dalam Basuki 2006), wawancara (interview)

adalah situasi peran antar pribadi melalui tatap muka (face to face), ketika

seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang

untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian

kepada seseorang yang diwawancara atau responden.

Sedangkan menurut Stewart & Cash, Jr (2000), mengatakan

wawancara adalah proses interaksi komunikasi antara dua bagian, yang

setidaknya salah satunya telah menetapkan dan memiliki tujuan yang sungguh-

sungguh, dan biasanya meliputi menanyakan dan menjawab pertanyaan.

Pelaksanaan wawancara harus dilakukan secara teliti. Artinya,

melaksanakan wawancara secara efektif bukanlah hal yang mudah, baik yang

mewawancarai maupun yang diwawancarai. Agar mencapai sasaranya,

pewawancara perlu melakukan persiapan-persiapan yang matang dengan sedapat

Page 27: (attachment) REMAJA AKHIR

mungkin mempunyai catatan-catatan pertanyaan yang akan diajukan dalam

wawancara (Siagian, 1995).

Dalam wawancara sebagai metode penelitian, terdapat adanya beberapa

tahap (Walgito, 2003), yaitu :

1) Pengantar wawancara

Dalam tahap ini selain untuk tahap perkenalan, juga disampaikan maksud dan

tujuan dari wawancara agar tidak menimbulkan kecurigaan yang diwawancara.

2) Inti wawancara

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memperoleh data yang sebenarnya yang

dibutuhkan dalam penelitian.

3) Penutup wawancara

Pada tahap ini umumnya digunakan untuk merangkum dan untuk melihat kembali

hal-hal yang mungkin terlewat untuk ditanyakan kembali.

Proses wawancara menjadi lebih dari sekedar percakapan atau

sebagaimana disarankan oleh Channel & Khan (dalam Prabowo, 1998) melibatkan

setidaknya lima langkah yang berbeda yaitu :

1) Menciptakan atau menyeleksi skedul wawancara (seperangkat pertanyaan,

pernyataan, gambar-gambar, atau stimulus lainnya yang dapat menimbulkan

respon) dan seperangkat aturan main atau prosedur dalam menggunakan skedul

tersebut.

2) Memimpin jalannya wawancara (yang perlu diingat adalah pengklasifikasian dari

respon dan peristiwa)

3) Merekam respon

4) Kode angka (suatu skala atau cara lain yang dapat digunakan untuk merekam

respon yang sudah diterjemahkan kedalam suatu perangkat dan aturan tertentu)

5) Mengkoding semua respon wawancara

Page 28: (attachment) REMAJA AKHIR

b. Keuntungan dan kerugian Wawancara

Keuntungan dan kerugian wawancara menurut Soehartono (2004), yaitu:

1. Keuntungan wawancara

a) Wawancara dapat mengecek kebenaran jawaban responden dengan

mengajukan pertanyaan pembanding, atau dengan melihat wajah atau

gerak-gerik responden. Yang terakhir ini tidak dapat dilakukan apabila

wawancara dilakukan melalui telepon.

b) Wawancara bisa digunakan pada responden yang tidak biasa membaca

dan menulis.

c) Jika ada pertanyaan yang belum dipahami, pewawancara dapat segera

menjelaskannya.

2. Kerugian wawancara

a) Wawancara memerlukan biaya yang sangat besar untuk perjalanan dan

uang harian pengumpul data.

b) Wawancara hanya dapat menjangkau jumlah responden yang lebih

kecil

c) Kehadiran pewawancara mungkin mengganggu responden.

c. Jenis-jenis Wawancara

Menurut Walgito (2003) ada beberapa macam wawancara, yaitu :

1) Wawancara Bebas

Bentuk wawancara yang dimana interviewee diberi kebebasan dalam

mengemukakan pendapat. Situasi wawancara situasi yang bebas.

2) Wawancara Terarah

Wawancara yang dituntun atau diarahkan oleh interviewer. Interviewer

membacakan pertanyaan-pertanyaan yang pada umumnya sudah disiapkan

dalam bentuk tertulis. Situasinya kurang bebas, kurang alami dan

wawancara berjalan agak kaku.

3) Wawancara Bebas Terpimpin

Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara bebas dan

terarah. Dalam wawancara ini, interviewee dapat memberikan jawaban

Page 29: (attachment) REMAJA AKHIR

dalam situasi bebas, tetapi peneliti juga mengendalikan dan memberikan

arah dari wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara menurut

prosedurnya yaitu wawancara bebas terpimpin. Adapun peneliti menggunakan bentuk

wawancara tersebut untuk memperoleh banyak data dari subjek yang tidak secara sengaja

mengarah tanya jawab pada pokok persoalan.

2. Observasi

a. Pengertian Observasi

Istilah observasi diturunkan dari bahasa Latin yang berarti

“melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi tersebut diarahkan pada

kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut

(Poerwandari, 2001).

Menurut Prabowo (1997) observasi dapat dikatakan sebagai kegiatan

melihat sesuatu diluar dirinya, sehingga sesuatu yang diperoleh melalui observasi

merupakan data overt behavior atau perilaku yang tampak.

Sedangkan menurut Young (dalam Walgito, 2003) observasi merupakan

suatu metode penelitian yang dijalankan secara sistematis dan dengan sengaja

dilakakukan dengan menggunakan alat indera (terutama indera penglihatan, yaitu

mata) sebagai alat untuk menangkap secara langsung kejadian-kejadian sekarang

maupun yang sedang terjadi. Hal ini berarti bahwa observasi tidak dapat

digunakan terhadap kejadian-kejadian pada masa lalu.

Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat

berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks

alamiah (Banister, dkk dalam Poerwandari, 2001). Ditambahkan pula oleh Patton

(dalam Poerwandari, 2001) menegaskan observasi merupakan metode

pengumpulan data esensial dalam penelitian, terutama dalam penelitian kualitatif,

untuk memberikan data yang akurat dan bermanfaat.

Menurut Heru Basuki (2006) observasi bertujuan untuk mendeskripsikan

setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari

Page 30: (attachment) REMAJA AKHIR

perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi

harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak

relevan.

b. Keuntungan dan Kerugian Observasi

Keuntungan dan kerugian observasi dari metode penelitian observasi

(Soehartono, 2004) adalah sebagai berikut :

1) Keuntungan observasi

a) Data yang diperoleh adalah data segar, dalam arti data yang dikumpulkan

dan diperoleh dari subjek pada saat terjadinya tingkah laku.

b) Keabsahan alat ukur dapat diketahui secara langsung. Tingkah laku yang

diharapkan mungkin akan muncul. Karena tingkah laku dapat dilihat,

maka kita dapat segera mengatakan bahwa yang diukur memang sesuatu

yang dimaksudkan untuk diukur.

2) Kerugian observasi.

a) Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka pengamat harus

menunggu dan mengamati sampai tingkah laku yang diharapkan terjadi.

Jika dana yang tersedia cukup besar, pengamat dapat menggunakan video

perekam (video tape). Ini pun harus menggunakan untuk merekam

sejumlah tingkah laku lain sampai muncul tingkah laku yang relevan.

b) Beberapa tingkah laku, seperti tingkah laku kriminal atau yang bersifat

pribadi, sukar atau tidak mungkin diamati bahkan bisa membahayakan jika

diamati. Untuk tingkah laku seperti ini, masih mungkin diperoleh data

melalui wawancara (Atherton & Klemmack dalam Soehartono, 2004).

c. Jenis-jenis Observasi

Menurut Yin (dalam Poerwandari, 2001) jenis-jenis observasi

dibagi 2 yaitu:

1) Observasi Langsung

Observasi biasa dikatakan sebagai pengamatan. Yang dimaksud dengan

observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung

Page 31: (attachment) REMAJA AKHIR

dengan mengunjungi secara langsung tempat subjek berada sehingga

perilaku subjek dan situasi lingkungan tempat subjek berada dapat diamati

secara langsung (Yin dalam Poerwandari, 2001). Pengumpulan data melalui

observasi langsung dapat dilakukan secara formal maupun non formal.

Observasi formal seperti ini biasanya dilakukan antara lain dalam

pertemuan-pertemuan, pekerjaan dalam pabrik, dan situasi kelas.

Sedangkan observasi non formal adalah observasi secara langsung ke tempat

subjek berada dalam kesempatan-kesempatan tertentu saja, seperti

kunjungan bersama dengan cara pengumpulan data yang lain misalnya

wawancara.

2) Obervasi tidak langsung

Observasi tidak langsung adalah mengamati semua aspek yang ingin diamati

seperti tempat subjek tetapi tidak langsung ketempatnya tetapi hanya

melalui data yang diberikan seseorang yang dekat dengan sbjek yang akan

diteliti. Jadi dalam metode observasi tidak langsung ini, peneliti tidak

mengamati secara langsung. Metode observasi tidak langsung ini, kurang

efisien atau kurang baik digunakan karena peneliti tidak langsung dapat

mengetahui seluruh data dari observasi dan membuat data menjadi tidak

akurat.

Menurut Yin (dalam Poerwandari, 2001) berdasarkan

keterlibatan pengamatan dalam kegiatan-kegiatan orang yang diamati, observasi

dapat dibedakan menjadi :

1) Observasi Partisipan

Dalam observasi ini pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh subjek yang diteliti atau diamati

2) Observasi Non Partisipan

Pengamat berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut didalam

kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.

Menurut Yin (dalam Poerwandari, 2001) berdasarkan cara pengamatan

yang dilakukan, observasi juga dibedakan menjadi dua yaitu :

Page 32: (attachment) REMAJA AKHIR

1) Observasi Terstruktur

Observasi ini digunakan apabila peneliti memustkan perhatian pada tingkah

laku tertentu sehingga dapat dibuat pedoman tentang tingkah laku apa saja

yang harus diamati.

2) Observasi Tak Terstruktur

Pengamat tidak membawa catatan tentang tingkah laku apa saja yang secara

khusus akan diamati.

Walgito (2003) juga membedakan observasi berdasarkan situasi yaitu :

1) Free Situation Observation

Observasi ini dijalankan dalam situasi bebas, alami, tidak dibuat-buat atau

ditimbulkan. Observasi ini dilaksanakan dalam situasi yang non-

eksperimental.

2) Manipulated Situation Observation

Observasi ini dilaksanakan dalam situasi eksperimental, dengan sengaja

situasi tersebut dibuat atau ditimbulkan. Observer dengan sengaja

memasukkan variabel-variabel untuk menimbulkan situasi yang

dikehendaki.

3) Partially Controlled Situation Obsevation

Observasi ini merupakan campuran dari observasi dalam situasi alami

dengan observasi dalam situasi yang dibuat atau ditimbulkan.

Berdasarkan jenis-jenis observasi yang disebutkan diatas, maka

peneliti memutuskan untuk menggunakan metode observasi langsung dimana

peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan mengunjungi secara

langsung tempat subjek berada sehingga perilaku subjek dan situasi lingkungan

tempat subjek berada dapat diamati secara langsung.

E. Alat Bantu Penelitian

Alat bantu pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Panduan Wawancara

Dalam melakukan penelitian studi kasus lebih fokus pada instrumen wawancara

berdasarkan tujuan penelitian, dan teori yang ada. Maka dibuat panduan wawancara

Page 33: (attachment) REMAJA AKHIR

yang didasari teori-teori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti menyusun

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan teori tentang gambaran mengenai remaja putri

yang memiliki kelekatan (attachment) dengan ibunya.

2. Panduan Observasi

Penelitian menyusun panduan observasi untuk mengamati perilaku kelekatan

(attachment). Panduan observasi disusun berdasarkan ciri-ciri, faktor-faktor, dan

fungsi dari kelekatan (attachment). Selain itu pada saat wawancara penelitian juga

melakukan observasi dengan memperhatikan aspek-aspek fisik, cara menjawab dan

gerakan tubuh subjek.

3. Alat Perekam (Tape Recorder)

Alat bantu elektronik berupa tape recorder digunakan untuk merekam jawaban yang

diberikan subjek, agar tidak ada satu jawaban yang terlewat oleh peneliti.

4. Alat-alat tulis, seperti pulpen, pensil, dan kertas untuk mencatat observasi.

F. Keakuratan Penelitian

Menurut Yin (1994) keabsahan dan keajegan yang diperlukan untuk penelitian

kualitatif terdapat empat, yaitu keabsahan, konstruk (construct validity), keabsahan

internal (internal validity), keabsahan eksternal (external validity), dan keajegan

(reliability).

1. Keabsahan Konstruk

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur

benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini juga dicapai

dengan proses pengumpulan data yang tepat, salah satunya adalah dengan proses

triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekkan atau

pembanding terhadap data itu. Moleong (2000) membagi teknik triangulasi menjadi

empat macam, yaitu :

a. Triangulasi Data (data triangulation)

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara,

hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang

dianggap memiliki sudut pandang berbeda.

Page 34: (attachment) REMAJA AKHIR

b. Triangulasi Metode (methodological triangulation)

Penggunaan berbagai metode guna membantu dalm pengumpulan data yang

diperlukan dalam penelitian ini, seperti wawancara, observasi.

c. Triangulasi Teori (theory triangulation)

Penggunaan berbagai teori yang berlainan tentang gambaran kelekatan

(attachment) remaja putri dengan ibu, seperti : kelekatan (attachment), remaja.

Semua teori diatas untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah

memenuhi syarat.

d. Triangulasi Pengamat (investigator triangulation)

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data.

Dalam penelitian ini, dosen pembimbing bertindak sebagai pengamat (expert

judgement) yang memberkan masukkan terhadap hasil pengumpulan data.

2. Keabsahan Internal

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan

hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat

dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam

melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi

hasil dari penelitian tersebut. Sehingga walaupun telah dilakukan uji keabsahan

internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.

3. Keabsahan Eksternal

Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada kasus lain walaupun dalam penelitian kualititaf tetap dapat

dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus

tersebut memiliki konteks yang sama.

4. Keajegan

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya

akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama sekali lagi.

Dalam penelitian kualitatif keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya

memperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek

yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain

Page 35: (attachment) REMAJA AKHIR

menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan dan pengolahan

data.

Untuk meningkatkan keajegan, diperlukan protokol penelitian yang jelas,

seperti pedoman wawancara yang memuat pertanyaan yang akan diajukan menjadi jelas

dan terarah. Hal penting lainnya adalah pertanyaan yang diajukan pada subjek harus sama

dengan tujuan bila penelitian ini diulang hasil yang keluar akan sama (Sulistiany, 1999).

Untuk keakuratan penelitian, peneliti menggunakan triangulasi teori yaitu

dengan mengaitkan teori-teori yang telah ada, triangulasi metode, yaitu menggunakan

metode pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi,

dan triangulasi dengan sumber atau data, yaitu hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara dengan subjek.

G. Teknik Analisis Data

Marshall dan Rossman (dalam Nasution, 2003) mengajukan tahapan-tahapan teknik

analisis dan kualitatif yang perlu dilakukan untuk proses analisis data dalam penelitian

ini, yaitu :

1. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam

(indepth interview), dimana data tersebut direkam dengan tape recorder dibantu alat

tulis lainnya. Lalu dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari

bentuk tulisan secara verbatim setelah selesai menemui subjek. Data yang telah

didapat dibaca berulang-ulang, agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah

didapat.

2. Pengelompokkan berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertian yang mendalam terhadap data, perhatian

yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul diluar apa yang ingin

digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara penbeliti menyusun

sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding.

Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali mambaca transkip wawancara dan

melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok

Page 36: (attachment) REMAJA AKHIR

pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian

dikelompokkan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.

Penelitian menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal

yang diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokkan tersebut oleh

peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditentukan tema-tema penting serta

kata kuncinya, sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan

dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori dan pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data

tersebut terhadap asumsi yand dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini,

kategori yang telah di dapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan

teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokkan apakah ada

kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini

tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-

asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti

masuk ke dalam tahap penjelasan. Berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari

kaitan tersebut, penulis perlu mencari alternatif penjelasan tentang kesimpulan yang

telah di dapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif

penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang

menyimpang dari asumsi atau tidak terpikirkan sebelumnya. Pada tahap ini akan

dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini

akan sangat berguna pada bagian kesimpulan, diskusi, dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan analisis data masing-masing subjek yang telah berhasil dikumpulkan,

merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah ada

kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai

adalah presentasi data yang di dapat yaitu : penulisan data-data hasil penelitian

berdasarkan wawancara mendalam dan observasi subjek. Prosesnya dimulai dari

Page 37: (attachment) REMAJA AKHIR

data-data yang telah diperoleh dari tiap subjek dibaca berulang kali sampai penulis

mengerti benar permasalahannya, lalu kemudian dianalisis. Sehingga didapatkan

gambaran mengenai penghayatan pengamalan subjek. Selanjutnya dilakukan

interpretasi secara keseluruhan dimana didalam mencangkup keseluruhan dari

penelitian ini.

Page 38: (attachment) REMAJA AKHIR

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan beberapa hal,

antara lain :

1. Dari hasil penelitian kelekatan (attachment) pada remaja putri dengan ibu,

subjek cenderung cukup baik. Dapat dilihat dari ciri-ciri subjek yang

memiliki secure attachment, dimana subjek percaya bahwa orang lain menilai

positif tentang dirinya, subjek percaya bahwa orang masih akan masih

mencintai dan menghargainya. Subjek menilai figur attachment yang adalah

ibunya, merupakan sesosok figur yang yang dapat dipercaya, selalu

memperhatikan dan menyayangi subjek dimanapun, dan kapanpun subjek

membutuhkan ibunya. Subjek termasuk bukan orang yang menutup diri dalam

pergaulan, hal ini terbukti bahwa subjek bisa menjalin hubungan yang baik

dengan orang lain. Selain itu di dalam keluarga subjek lebih mudah menjalin

hubungan dengan ibunya. Subjek adalah orang yang selalu bersikap optimis

dan percaya diri, hal ini terbukti karena subjek selalu berpikiran positif, selalu

berusaha dan tidak mudah menyerah dalam hal apapun, memiliki rasa percaya

diri dan selalu bersikap optimis. Subjek selalu berusaha dalam menjalin

hubungan dengan sebaik mungkin dengan orang lain, selain itu subjek juga

tidak mudah tergantung pada orang lain.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan antara subjek dengan ibu adalah

bahwa subjek memiliki kepuasan terhadap ibunya dalam kasih sayang,

perhatian yang ditunjukkan ibu kepada subjek. Adanya reaksi atau merespon

setiap tingkah laku yang menunjukkan perhatian disaat subjek sedang

membutuhkan dekapan hangat dari ibu, membutuhkan perhatian yang lebih

dari ibu, maka ibu merespon positif setiap tingkah laku yang ditunjukkan

subjek kepada ibunya. Seringnya bertemu dengan subjek, maka subjek akan

memberikan kelekatannya. Subjek lebih sering bertemu dengan ibu dibanding

ayah, dan subjek lebih sering menghabiskan waktu berdua bersama ibunya,

Page 39: (attachment) REMAJA AKHIR

hal ini yang membuat subjek selalu menunjukkan kelekatannya terhadap

ibunya.

3. Dalam penelitian ini terdapat fungsi kelekatan antara subjek dengan ibunya

adalah subjek merasakan kehangatan dan kenyamanan bersama kedua orang

tua subjek, terutama dengan ibunya. Disaat subjek sedang dalam keadaan

tertekan atau sedang dalam menghadapi masalah, subjek selalu datang kepada

ibunya untuk meminta perlindungan dan pertolongan yang dibutuhkan subjek.

Subjek selalu menjalin komunikasi yang baik dengan kedua orang tua subjek,

meskipun terkadang terjadi kesalahpahaman antara subjek dengan ayahnya.

Subjek selalu mendapatkan perhatian-perhatian dari kedua orang tua subjek,

terutama dalam hal pergaulan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diajukan peneliti adalah :

1. Kepada subjek disarankan untuk dapat membina hubungan didalam keluarga

menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya, meskipun subjek sangat lekat dengan

ibu tetapi ayah sebagai kepala rumah tangga jangan sampai diabaikan, tetap

menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan ayah.

2. Hubungan emosional yang terbentuk antara remaja akhir putri dengan ibu

nampaknya dipengaruhi oleh komunikasi dan keterbukaan masing-masing

dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran. Hal yang terpenting bagi orang tua

yaitu menekankan pada anak bahwa mereka menyayanginya dengan tulus dan

menerima mereka apa adanya. Dengan demikian, diharapkan remaja akhir putri

dapat lebih terbuka kepada orang tua, sehingga awal dari hubungan yang lebih

baik diantara keduanya.

3. Kepada para ibu disarankan untuk menjalin hubungan dengan remaja akhir putri

dengan baik, anggaplah mereka seperti seorang sahabat, sehingga seorang anak

tidak sungkan-sungkan untuk berbagi cerita dan kasih dengan ibunya.

4. Kepada peneliti selanjutnya, terutama yang berminat meneliti lebih lanjut

mengenai gambaran kelekatan (attachment) remaja akhir putri dengan ibu

Page 40: (attachment) REMAJA AKHIR

untuk menambahkan teori-teori, faktor-faktor lainnya yang turut mempengaruhi

kelekatan (attachment) pada remaja dengan ibu.

Page 41: (attachment) REMAJA AKHIR

DAFTAR PUSTAKA

Adiyanti. M.G., (1990). Anak dalam keluarga : Perkembangan kelekatan anak. Jakarta :

PT Bumi Aksara. Ainsworth, M. D. S., Blehar, M. C., Waters, E., & Wall, S. (1978). Patterns of

attachments : a psychological study of the strange situation. Hillsdale, N. J, : Erlbaum.

Ali, M., & Asrori, M.. (2006). Psikologi remaja : Perkembangan peserta didik. Jakarta :

PT Bumi Aksara. Baradja, A. (2005). Psikologi perkembangan : Tahapan-tahapan dan aspek-aspeknya.

Jakarta : Studia Press. Basuki, A. M. H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya.

Jakarta: Gunadarma. Belsky, J. (1988). Infancy, childhood and adollescene : Clinical implication of

attachment. Lawrence Erlbaum Associate. Blatt, S. J. (1996). Representational structures in psychopatology, development and

vulnerabilites in close relationships. New Jersey : Erlbaum. Cicchetti, D. & Linch, M. (1995). Failure in expectable environment and their impact on

individual development : The case of child maltreatment psychopatology. Risk disorder and adaptation. Volume 2. Halaman 32-71. John Willey and Sons Inc.

Cicchetti, D & Toth, S.L., (1995). Developmental psychopatology and disorder of affect :

Developmental psychopatology. Risk disorder and adaptation. Volume 2. Halaman 369-420. John Willey and Sons Inc.

Collin, V. L. (1996). Human attachment. USA : McGraw Hill. Collins, N. L. & Feeney, B. C. (2004). Working models of attachment shape perceptions

of social support : Evidence from experimental and observational studies. Journal of Personality and Social Psychology. Volume 87, 363-383.

Crowell, J. A., Treboux, D., & Waters, E. (2002). Stability of attachment representations:

The trasition to marriage. Journal of Development Psychology. Volume 38, 467-479

Davies, D. (1999). Child development : A practitioner’s guide. New York : The

Guildford Press.

Page 42: (attachment) REMAJA AKHIR

Durkin, K. (1995). Developmental Social Psychology. Massachussets : Blackwell

Publisher Inc Gunarsa, S. D, & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis : Anak, remaja dan

keluarga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Gunarsa, S. D, & Gunarsa, Y. S. D. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja.

Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Hetherington & Parke. (1999). Chid psychology : A cntemporary view point (4th ed).

USA : Mcgraww-Hill College Companies, Inc. Hurlock, E. B. (1991). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Alih Bahasa : Tjandrasa, Med. Meitasari. Jakarta : Erlangga. Karen, R. (1994). Becoming attached. New York : Warner books. Langer, M. (2004). Attachment and perfectionism : A structural equation analysis. The

University of North Carolina. Madnawidjaya, P. (2001). Gambaran penghayatan remaja putri atas hubungan dengan

orang tua dan teman sebaya terhadap pembentukkan identitas diri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Mar’at, S. (2006). DESMITA. Psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya. Meins, E. (1997). Security of attachment and the social development of cognition.

Psychology Press Ltd, UK. Moleong, L. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Monks, F. J. Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2002). Psikologi perkembangan :

Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Mulyana, D. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta : Gadja Mada

University Press.

Page 43: (attachment) REMAJA AKHIR

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga Perkembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Prabowo, H . & Puspitawati, I. (1997). Psikologi pendidikan. Jakarta : Universitas

Gunadarma. Rumini, S & Sundari, S. (2004). Perkembangan anak dan remaja. Jakarta : PT Rineka

Cipta. Santrock, J. W. (2002). Attachment related psychodynamics. attachment and human

development. edisi ke 8. New Jersey : Mcgraw Hill. Santrock, W. J. (2003). Life span development : Perkembangan masa hidup. Jakarta :

Erlangga. Sarwono, W. S. (2006). Psikologi remaja. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Siagian, S. (1995). Teori motivasi kerja dan aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta. Soehartono, I. (2004). Metode penelitian sosial. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, N. S. (2005). Metode penelitian pendidikan bandung. Bandung:

Rosdakarya. Turner, J. S. & Helms, D. B (1995). Life span development (5th ed). Fort Worth :

Harcourt Brace College Publishers. Yin, R. K . (1994). Case study research : Design and methods (2nd edition). California :

SAGE Publications. (Alish/1998/Kebutuhan Anak (Http//:www.geocities/kebutuhan anak.com). (Pitaloka/2002/Remaja Pada Umumnya (Http://www.e-psikologi/keluarga.com). (Setiono/2002/BeberapaPermasalahanRemaja(Http://www.epsikologi.com/konseling/prof

il.htm). (Zaahara/2001/Ibu dalam Keluarga (Http://www.depdiknas/kebudayaan.go.id).