ATKI LAPORAN
-
Upload
imelda-gisela-prima-paskhalien -
Category
Documents
-
view
119 -
download
5
description
Transcript of ATKI LAPORAN
1
1. PENDAHULUAN1.1. Tanggal Praktikum dan Acara
Pada hari Senin tanggal 31 Mei 2012 kelompok C mengadakan pratikum kimia pangan
dengan tema “ Anallisa Tingkat Kesegaran Ikan ”. Kegiatan ini dimulai jam pukul 15.00
di laboratium ilmu pangan. Sebelum praktikum dilakukan preparasi terhadap ikan
tongkol terlebih dahulu dengan metode pengasapan. Asisten dosen memberikan kuis
tertulis terlebih dulu, kemudian melakukan pratikum secara bersama-sama. Percobaan
ini dibagi dalam 5 tahap yaitu persiapan, percobaan I, percobaan II, percobaan III, dan
percobaan IV. Yaitu abalisa tingkat kesegaran ikan secara sensorik, analisa tingkat
kesegaran ikan secara kimiawi menggunakan cara TVA dan TVN, penentuan kadar air
dan pengukuran pH. Setelah selesai para pratikan mencuci alat-alat laboratium,
kemudian memeriksa kelengkapan alat-alat laboratium. Kegiatan pratikum berakhir
pukul 18.00 .
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesegaran ikan dilihat dari
segi sensori dan kimia, untuk mengetahui pengaruh proses penyimpanan pada kondisi
yang berbeda terhadap tingakat kesegaran, dan untuk mengethui TVN,TVA, kadar air
dan pH pada ikan segar dan ikan yang sudah mengalami proses penyimpanan pada
kondisi yang berbeda.
2
2. MATERI DAN METODE2.1. Materi
2.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, telenan, timbangan
analitik, mortar, alu, gelas piasa, pipet volume, pompa pilleus, gelas ukur, pengaduk,
kertas saring, erlenmeyer, labu distilasi kjeldahl, pipet tetes, corong, buret, statif, cawan
porselen, penjepit, oven, desikator, pH meter, refrigerator, freezer, distilator,
termometer, label, serbet.
2.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan tongkol. Ikan yang
dipakai sebagai sampel adalah ikan yang masih segar dan ikan yang telah diasapi,
masing-masing sebanyak 1 ekor/ perlakuan (berat kurang lebih 25o gram per ekor).
Bahan pendukung lainnya adalah garam, larutan asap cair 1%, larutan TCA 5%, larutan
NaOH 2M, larutan HCl 0,01 M, indikator phenol red, larutan NaOH 0,01 M, larutan
formaldehid 16% dan aquades.
2.2. Metode
2.2.1 Analisa tingkat kesegaran secara sensorik
Ikan segar atau busuk diamati secara sensorik Pengamatan ini meliputi kenampakan
secara umum (mata, pupil, insang), kenampakan daging (daging, tulang punggung,
sirip, darah, ginjal), bau dan tekstur. Untuk menentukan nilai / score yang didapatkan,
hasil pengamatan dibandingkan dengan table yang telah ada. Nilai / score yang
diperoleh dicatat di dalam hasil pengamatan.
2.2.2. Analisa tingkat kesegaran secara kimia
Sampel daging ikan yang sudah dihaluskan diambil sebanyak 10 gram dan dimasukkan
ke dalam bekker glass. Sample ditambahkan larutan TCA 5% sebanyak 30 ml kemudian
dicampur hingga homogen. Ekstrak TCA dipisahkan dengan cara penyaringan atau
sentrifuge. Ekstrak TCA yang didapat diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
alat destilasi Kjeldahl semimikro kemudian ditambahkan denagn 5 ml NaOH 2 M.
Proses destilasi dilakukan, dimana destilat akan ditangkap oleh 15 ml HCl 0,01 M
3
standar. Ke dalam destilat ditambahkan beberapa tetes merah fenol, lalu dititrasi dengan
NaOH 0,01 M standar sampai tercapai titik akhir titrasi. Larutan hasil titrasi
ditambahkan dengan 1 ml formaldehid 16% untuk setiap 10 ml campuran. Larutan
dikocok dan setelah itu dititrasi kembali dengan menggunakan NaOH 0,01 M standar
sampai tercapai titik akhir titrasi. Nilai titik akhir titrasi pertama dan kedua yang
diperoleh dicatat di dalam hasil pengamatan. TVN dan TVA dari ikan segar maupun
ikan busuk dihitung dengan menggunakan rumus:
TVN = (14 (30+w ) x (15−V 1 )x 0 , 01
5 )x100m
TVA = (14 (30+w ) xV 2 x0 ,01
5 ) x100
m
Dimana :
V1 = Voluma NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi I
V2 = Volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi II
m = Berat sample (gram)
w = Jumlah air dalam bahan
Nilai TVN dan TVA yang di dapat dicatat di dalam hasil pengamatan.
2.2.3. Penentuan kadar air
Sampel yang telah ditumbuk hingga halus ditimbang sebanyak 3 gram dan diletakkan
diatas cawan porselen yang telah diketahui berat konstannya. Sampel dikeringkan dalam
oven pada suhu 100 – 1050C selama 24 jam. Sampel yang telah dioven, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan.
Kadar air dalam bahan ditentukan dengan menggunakan rumus:
Kadar air (wet basis) =
w1−w2
w1
x 100 %
Dimana:
w1 = berat sample awal (sebelum dikeringkan)
w2 = berat sample akhir (sesudah dikeringkan)
Nilai yang di dapat dicatat di dalam hasil pengamatan.
4
3. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Tabel Analisa Tingkat Kesegaran Ikan Secara Sensori
Kel Perlakuan ParameterSkor ikan segar Skor ikan asap
Hari ke-0
Hari ke1
Hari ke-0
Hari ke-1
1 Refrigerator
Penampakan umum 5 4 4 4Tekstur Daging 5 4 2 2Tekstur 5 4 4 4Bau 5 4 4 4
2 Refrigerator
Penampakan umum 4 3 3 3Tekstur Daging 2 2 0 0Tekstur 5 5 0 0Bau 5 4 4 4
3 Refrigerator
Penampakan umum 4 3 3 3Tekstur Daging 5 4 2 2Tekstur 5 3 5 4Bau 5 4 4 4
4 Freezer
Penampakan umum 5 4 3 2Tekstur Daging 2 4 0 0Tekstur 5 0 0 0Bau 5 4 4 4
5Freezer
Penampakan umum 5 4 3 3Tekstur Daging 5 4 2 0Tekstur 4 0 0 0Bau 5 4 4 4
Dapat dilihat dari tabel bahwa semakin hari skor sensori pada ikan berkurang pada
penampakan umum, tekstur daging, tekstur dan bau. Pada penampakan umum, tekstur
daging, tekstur, bau kelompok C1 bernilai 5; pada penampakan umum, tekstur daging,
tekstur, bau kelompok C2 bernilai 4, 2, 5, 5; pada penampakan umum, tekstur daging,
tekstur, bau kelompok C3 bernilai 4, 5, 5, 5; pada penampakan umum, tekstur daging,
tekstur, bau kelompok C4 bernilai 5, 2, 5, 5; pada penampakan umum, tekstur daging,
tekstur, bau kelompok C5 bernilai 5,5,4,5. Kemudian nilai tersebut menurun setelah
hari ke 1. Begitu juga pula untuk ikan yang diasapkan.
5
Tabel 2. Tabel Tingkat Kesegaran Ikan Secara Kimia
Kel Perlakuan Ikan
Perlakuan Suhu (oC)
TVN TVAHari ke 0 Hari ke 1 Hari ke 0 Hari ke 1
1 SegarAsap
Refrigerator 136,35132,30
11,76108,86
35,6618,90
5,8822,68
2 SegarAsap
Refrigerator 151,92100,10
149,57145,36
5,1326,07
10,3110,24
3 SegarAsap
Refrigerator 104,55114,63
71,2876,52
18,8122,08
10,4815,30
4 SegarAsap
Freezer 125,1398,85
79,37153,53
31,2837,46
18,312,08
5 SegarAsap
Freezer 155,3790,31
153,1185,78
7,3022,85
4,1725,23
TVN pada ikan segar dan asap mengalami penurunan nilai pada hari ke-1, kecuali ikan
asap pada kelompok C2 dalam refrigerator mengalami peningkatan dimana nilai 100,10
menjadi 145,36 begitu pula ikan asap kelompok C4 dalam freezer dimana nilai 98,85
menjadi 153,53. Pada TVA hari ke-0 ikan segar dan ikan asap mengalami penurunan
nilai pada hari ke-1, kecuali ikan asap C1 hari ke-0 adalah 18,9 dan pada hari ke-1
menjadi 22,68; begitu pula pada ikan segar kelompok C2 bernilai 5,13 menjadi 10,31.
Tabel 3. Tabel Analisa pH
Kel Perlakuan Ikan Perlakuan Suhu (oC) pHHari ke 0 Hari ke 1
1 SegarAsap
Refrigerator 5,925,85
5,155,73
2 SegarAsap
Refrigerator 6,045,89
6,226,01
3 SegarAsap
Refrigerator 5,966,05
6,036,07
4 SegarAsap
Freezer 5,825,99
5,976,00
5 SegarAsap
Freezer 6,285,64
6,025,99
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok C1 pada hari ke-0 dan ke-1 mengalami
penurunan pH berbeda dengan kelompok C2, C3, C4, C5 dimana mengalami
peningkatan pH.
Tabel 4. Analisa Kadar Air (Wet Basis)
6
Kel Perlakuan Ikan Perlakuan Suhu (oC) Kadar Air (%)Hari ke 0 Hari ke 1
1 SegarAsap
96 74,6775,00
120,00105,00
2 SegarAsap
96 66,6772,33
68,3365,67
3 SegarAsap
96 73,3375,67
74,3364,33
4 SegarAsap
96 72,3371,67
63,3373,00
5 SegarAsap
96 72,3388,67
72,0060,33
Pada hari ke-0 kadar air pada ikan segar dan asap C1 adalah 74,67; 75,00; kadar air
pada kelompok C2 ikan segar dan asap adalah 66,67; 72,33; kadar air ikan segar dan
asap kelompok C3 73,33; 75,67; kadar air ikan segar dan asap kelompok C4 72,33;
71,67 dan kelompok C5 pada ikan segar dan asap adalah 72,33 dan 88,67. Pada
kelompok C1 kadar air mengalami peningkatan kadar air, ikan segar C2 mengalami
peningkatan tetapi pada ikan asap mengalami penurunan bgitu pula dengan C3.C4 pada
ikan segar mengalami penurunan kadar air dan ikan asap mengalami peningkatan kadar
air berbeda dengan C5 dimana ikan segar dan asap mengalami penurunan kadar air.
7
4. PEMBAHASAN
Tubuh ikan mempunyai kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral sehingga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun
mikroorganisme lain. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat
(tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Autolisis adalah proses
penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan
sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan yang mati melewati fase rigor mortis.
Hasil pencernaan ini menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan
media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Daging ikan banyak
mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat mudah mengalami proses
oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil
olahan maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan antioksidan (Afrianto
&Liviawaty, 1989).
Kesegaran ikan sangat menentukan kualitas ikan. Kesegaran merupakan kriteria utama
dan terpenting dalam penentuan kualitas ikan. Kesegaran ikan dipengaruhi oleh
penanganan, proses, dan distribusi dari pasar ikan ke penjual ikan. Kesegaran ikan
merupakan salah satu parameter ikan yang tidak mudah ditentukan atau diukur. Setelah
ikan mati, enzim masih aktif dan reaksi kimia masih terus berlangsung tetapi
keseimbangan reaksi telah termodifikasi. Adapun yang dimaksud ikan segar adalah ikan
yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun
teksturnya (Botta & Shahidi, 1994).
Kesegaran merupakan kriteria terpenting dalam penentuan kualitas ikan sebab ikan
termasuk bahan makanan yang bersifat perishable sehingga untuk dapat dikonsumsi
dengan layak harus berupa ikan segar sebagai bahan bakunya (sebelum mengalami
proses pengolahan lebih lanjut). Kesegaran ikan dinilai dari kenampakan dan baunya
(Herschdoerfer, 1986).
Mutu ikan sebagian besar ditentukan berdasarkan penampilan, keseragaman, tidak
adanya cacat, dan penyimpangan. Jadi, memiliki karakter yang baik dan normal
terutama pada tekstur, flavor, serta bau. Karena susunan struktur dagingnya yang sangat
8
halus, maka ikan sangat cepat menjadi busuk. Ikan merupakan produk bahan pangan
yang mudah sekali mengalami kerusakan baik bau, warna, tekstur, dan bau asam serta
memiliki daya simpan yang terbatas (Winarno, 1993).
Ada beberapa jenis metode untuk menganalisa tingkat kesegaran ikan yaitu :
1. Metode sensoris
Merupakan metode yang sering digunakan untuk analisa kesegaran ikan. Metode ini
dapat diterapkan pada tiap jenis ikan tanpa memerlukan fasilitas laboratorium dan cepat.
Kekurangan dari metode ini adalah sulit untuk menstandarisasi pandangan orang yang
bersifat relatif. Prinsip dari uji ini adalah bila ikan membusuk akan menunjukkan
perubahan dari penampakan, tekstur, bau dan rasanya. Skala dimulai dari angka 0
sampai 10. angka 10 menunjukkan angka terbaik untuk uji kesegaran ikan, sedangkan
angka 0 adalah untuk uji yang terburuk, tetapi biasanya digunakan angka dari 5 sampai
dengan 0. (Aitken et al., 1982).
Tabel skor terhadap ikan mentah menurut Aitken et al. (1982) dan Herschdoefer (1986):
a. Penampakan secara umum
Skor Penampakan secara umum
5 Mata segar, pupil hitam cembung, insang merah terang, tidak ada lendir/bakteri.
4 Mata datar, pupil agak keabuan, insang mulai berubah warna.
3 Mata agak tenggelam, pupil abu-abu, kornea agak terang, perubahan warna pada
insang dan berlendir, beberapa warnanya berubah menjadi putih.
2 Mata tenggelam, pupil putih susu, kornea buram, warna memudar dan berlendir
karena aktivitas mikroba.
0 Mata sangat tenggelam, tutup kepala berkerut dengan luka akibat serangan
bakteri ditandai dengan warna kuning-coklat.
9
b. Kenampakan daging
Skor Kenampakan daging dan sirip perut
5 Daging tembus cahaya kebiru-biruan, tidak kemerah-merahan sepanjang tulang
punggung, sirip tidak berubah warna, darah ginjal berwarna merah.
4 Penampakan berlilin, tidak kemerah-merahan sepanjang tulang punggung,
kehilangan warna kemerahan pada ginjal, perubahan warna pada sirip perut3
2 Buram, kemerah-merahan sepanjang tulang punggung, darah ginjal kecoklatan,
perubahan warna pada sirip perut
0 Daging buram, perubahan warna sepanjang tulang punggung merah atau coklat
tua, darah ginjal berwarna coklat tua, perubahan warna pada sirip perut
c. Bau
Skor Bau
5 Bau laut segar
4 Bau netral, bau bawang, bau lada
3 Bau roti, bau yeast
2 Bau asam laktat, bau susu asam, atau minyak / asam lemak
0 Bau seperti kol busuk, bau amoniak, bau hidrogen sulfida, bau busuk
d. Tekstur
Skor Tekstur
5 Kuat, elastis terhadap sentuhan tangan
4 Daging lembut, daerah sekitar ekor berpasir
10
3
2 Daging agak lembut, berpasir, dan sisik mudah rontok atau lepas
0 Daging sangat lunak, lembek, tidak elastis dan berpasir, serta daging mudah
lepas dari tulang punggungnya
2. Metode non sensori
Kebanyakan metode non sensori yang digunakan untuk mengukur kesegaran didasarkan
pada prinsip kimia dan fisika saja. Metode non – sensori dibedakan atas:
a. Metode mikrobiologi menggunakan cara dengan mengukur jumlah mikrobia, yang
merupakan faktor penyebab kebusukan ikan. Namun tidak semua mikroba
merupakan penyebab kebusukan ikan, sehingga terkadang metode ini kurang akurat.
b. Metode kimia bertujuan mnentukan kadar amina terutama trimetil amin dan
hipoxantin pada ikan. Metode kimia tidak menunjukan kesegaran ikan secara
langsung tetapi menghubungkan konsentrasi bahan kimia yang terbentuk selama
proses penyimpanan. Metode kimia pada ikan dilakukan dengan mengekstrak ikan
yang mengandung zat volati dibuat dalam keadaan alkali, kemudian zat volatil ini
didestilasi, dan dinetralisasi dengan asam. Jumlah asam yang digunakan
mengindikasikan jumlah amonia, trimetil amin, dan dimetilamin yang nilainya
dipengaruhi jenis spesies dan derajat pembusukan. Uji TVB (total bases volatil)
menunjukkan jumlah mg nitrogen dalam 100 gram daging ikan, dan uji TVB ini
tidak dapat membandingkan kesegaran ikan yang berbeda spesiesnya. Semakin lama
waktu penyimpanan, kadar TVB pada ikan akan semakin meningkat karena adanya
pembusukkan pada ikan.
c. Metode fisik adalah dengan mengukur kerusakan serat otot dan kulit pada ikan
dengan menggunakan alat (Aitken et al., 1982).
Pada percobaan kali ini kita melakukan penentuan kesegaran ikan baik secara sensoris
maupun kimiawi. Kualitas baik tidaknya suatu ikan ditentukan oleh kesegaran ikan.
Ikan yang segar adalah ikan yang memiliki sifat sama dengan ikan yang hidup, dimana
rupa, bau, rasa, dan tekstur dari ikan yang segar sama dengan ikan yang masih hidup.
(Botta & Shahidi,1994). Tetapi kesegaran ikan bukanlah sifat yang mudah diukur, dan
11
biasanya apabila ikan tersebut sudah tidak segar lagi maka akan diikuti dengan proses
pembusukan yang merupakan kombinasi perlakuan dari proses mikrobiolgi, kimia, dan
fisika. Untuk menentukan kesegaran ikan dapat dilakukan dengan 2 cara/ metode yaitu
metode sensoris dan metode non sensoris (Aitken et al.,1982). Metode sensoris
mempunyai kelebihan dimana metode ini dapat dengan mudah diterapkan pada setiap
jenis ikan, tidak memakai fasilitas laboraturium, dan cepat. Tetapi kelemahan dari
metode ini adalah sulitnya membuat standar yang sama pada setiap orang karena
pandangan tiap orang berbeda-beda. (relatif). (Aitken et al.,1982). Pada penentuan
kesegaran ikan secara sensoris dapat dilihat pada kenampakan dan baunya. Pada
kenampakan yang diukur adalah kenampakan secara umum, kenampakan daging dan
teksturnya. Selain itu penampilan, keadaan mata, dan kulit juga dilihat untuk
menentukan kesegaran ikan secara sensoris. (Herschdoerfer,1986). Sedangkan analisa
non sensoris dilakukan secara kimiawi. Analisa secara kimia ini digunakan untuk
menentukan kadar trimetil amin dan hipoxantin pada ikan. Analisa ini tidak dapat
langsung menunjukkan kesegaran ikan tetapi menghubungkan konsentrasi bahan kimia
yang terbentuk selama proses penyimpanan. Faktor kimia yang diuji di sini adalah
TVA, TVN dan kadar air. Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu dapat
merusak sampel dan membutuhkan peralatan laboraturium yang lengkap. (Aitken et
al.,1982).
Dapat dilihat dari tabel analisa tingkat kesegaran ikan secara sensorik bahwa semakin
hari skor sensori pada ikan berkurang pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur
dan bau. Pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur, bau kelompok C1 bernilai 5;
pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur, bau kelompok C2 bernilai 4, 2, 5, 5;
pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur, bau kelompok C3 bernilai 4, 5, 5, 5;
pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur, bau kelompok C4 bernilai 5, 2, 5, 5;
pada penampakan umum, tekstur daging, tekstur, bau kelompok C5 bernilai 5,5,4,5.
Kemudian nilai tersebut menurun setelah hari ke 1. Begitu juga pula untuk ikan yang
diasapkan. Ikan dengan kualitas yang baik atau masih segar mempunyai ciri - ciri fisik
yang serupa dengan ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya (Botta &
Shahidi, 1994). Dalam metode analisa sensorik setiap penurunan kualitas ikan diberi
skor menurun mulai dari point 5 hingga 1. Ikan dengan tingkat kesegaran tinggi
12
memiliki skor 5 sedangkan ikan dengan yang memiliki kualitas yang sangat rendah
(busuk) mendapatkan score 1.
Pada analisa tingkat kesegaran ikan yang dilakukan pada percobaan, diterapkan
berbagai perlakuan seperti pendinginan, penempatan pada suhu ruang dengan keadaan
terbuka, penempatan pada suhu ruang dalam kantong plastik bening, penempatan pada
suhu ruang dalam kantong plastik hitam dan penempatan pada suhu freezer. Setelah
diamati pada hari ke 1 semua ikan menunjukkan kebusukan atau penurunan tingkat
kesegarannya. Menurut Syarief & Halid (1991), penyebab sifat mudah rusak dari ikan
adalah tingginya pH daging ikan (pH 6,4-6,6), karena rendahnya cadangan glikogen
dalam daging ikan. Pada saat penangkapan, ikan selalu bergerak-gerak sehingga
cadangan glikogen menurun. Kecepatan penurunan mutu ikan sangat ditentukan oleh
faktor dari dalam yaitu jenis kelamin, ukuran, jenis ikan, keadaan lapar/kenyang, dan
aktivitas enzim serta faktor luar yaitu kondisi lingkungan, perlakuan fisik, dan jumlah
jasad renik. Tanpa perlakuan pendinginan, ikan basah akan busuk setelah 3-10 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan penampakan ikan tongkol segar pada hari ke 0 adalah
sebagian besar dengan skor 5 yaitu untuk penampakan secara umum, daging dan sirip
perut, bau dan teksturnya. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut masih segar yaitu
mata segar, pupil hitam cembung, insang merah terang, tidak ada lendir, daging tembus
cahaya kebiru-biruan, sirip tidak berubah warna, darah ginjal berwarna merah, bau laut
segar, kuat, elastis terhadap sentuhan tangan. Hal ini sesuai teori menurut Winarno
(1993), pada ikan segar bila dagingnya ditekan dengan jari tidak akan meninggalkan
bekas. Sedangkan skor untuk ikan tongkol yaitu penampakan secara umum = 2, dan 4.
Hal ini berarti ikan banyar tersebut sudah melewati fase kesegarannya. Menurut Botta &
Shahidi (1994), bau, tekstur, kenampakan daging maupun kenampakan secara umum
merupakan pedoman untuk menentukan kesegaran ikan.
Karena adanya perlakuan kondisi penyimpanan yang berbeda-beda. Pada ikan asap
yang disimpan dengan suhu refrigerator (kelompok C2) mempunyai penampakan
umum mata agak tenggelam, pupil abu-abu, kornea agak terang, perubahan warna pada
insang, berlendir, beberapa warna berubah menjadi putih. Kemudian untuk penampakan
13
dagingnya daging buram, perubahan warna sepanjang tulang punggung merah atau
coklat tua, darah ginjal coklat tua, perubahan warna pada sirip perut. Selain itu
mempunyai bau netral, bau bawang, bau lada, dan tekstur daging lembut dan daerah
sekitar ekor berpasir. Sedangkan untuk ikan asap yang disimpan pada suhu freezer
(kelompok C4), mempunyai penampakan umum mata tenggelam, pupil putih susu,
kornea buram, warna memudar dan berlendir karena aktivitas mikroba. Kenampakan
daging buram, perubahan warna sepanjang tulang punggung merah atau coklat tua,
darah ginjal bewarna coklat tua, perubahan warna pada sirip perut. Bau netral, bau
bawang, bau lada. Tekstur daging sangat lunak, lembek, tidak elastis dan berpasir, serta
daging mudah lepas dari tulang punggungnya (Aitken et al., 1982 ; Herschdoefer,
1986). Dari uraian di atas terlihat bahwa ikan yang disimpan pada suhu freezer
mempunyai penampakan yang relatif mirip dengan ikan yang disimpan pada suhu
refrigerator, dimana penyimpanan dengan suhu refrigerator cenderung mempunyai
penampakan yang lebih bagus. Hal ini sebenarnya tidaklah sesuai, seharusnya ikan yang
disimpan pada suhu freezer lebih tahan lama dan mempunyai kenampakan yang lebih
baik dibandingkan dengan ikan yang disimpan pada suhu refrigerator. Dimana dengan
adanya suhu pendinginan akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan
menginaktivasi enzim pengurai pada daging ikan. Kesalahan ini disebabkan karena
tingkat kesegaran awal ikan yang digunakan oleh kedua kelompok sudah berbeda,
dimana ikan yang digunakan oleh kelompok yang disimpan pada suhu freezer sudah
cenderung tidak segar lagi. Selain itu kesalahan juga dapat terjadi karena pemberian
skor diberikan oleh orang yang berbeda-beda, dimana masing-masing orang mempunyai
kepekaan penginderaan yang berbeda-beda.
Berdasarkan dari hasil analisa banyak faktor yang mempengaruhi umur simpan dari
ikan. Sesuai dengan hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa umur simpan dari
ikan sangatlah pendek. Karena di dalam ikan mengandung komponen-komponen yang
dapat digunakan sebagai substrat mikroorganisme dan enzim untuk terus beraktifitas
walaupun ikan tersebut sudah mati (Simpson, 1998). Menurut Simpson (1998) reaksi
autolisis merupakan reaksi utama yang menyebabkan penurunan mutu dari ikan segar
yang meliputi proteolisis, glikolisis, pemecahan asam nukleat, dan oksidasi lipid.
14
Pada percobaan ini, juga dilakukan pengukuran kadar air, mula-mula daging ikan
dihaluskan terlebih dahulu. Penghalusan daging ikan bertujuan untuk memperluas
kontak dengan pereaksi serta efisiensi pereaksi dan waktu pereaksi sehingga pemanasan
dapat berlangsung dengan baik, dan mendapatkan hasil yang optimal (Arpah, 1993).
Proses penghalusan daging ini penting dilakukan karena menurut Winarno (1993),
pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat
dari seluruh permukaan bahan tersebut, dan uap air yang dikeluarkan dari seluruh
permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah
luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara. Prinsip
dari percobaan ini adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan,
dimana kadar air tersebut dapat diketahui dengan menghitung selisih dari penimbangan
berat basah dengan penimbangan sampel sampai berat konstan setelah sample
dikeringkan, yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji et al., 1989).
Pada hari ke-0 kadar air pada ikan segar dan asap C1 adalah 74,67; 75,00; kadar air
pada kelompok C2 ikan segar dan asap adalah 66,67; 72,33; kadar air ikan segar dan
asap kelompok C3 73,33; 75,67; kadar air ikan segar dan asap kelompok C4 72,33;
71,67 dan kelompok C5 pada ikan segar dan asap adalah 72,33 dan 88,67. Pada
kelompok C1 kadar air mengalami peningkatan kadar air, ikan segar C2 mengalami
peningkatan tetapi pada ikan asap mengalami penurunan bgitu pula dengan C3.
Kelompok C4 pada ikan segar mengalami penurunan kadar air dan ikan asap mengalami
peningkatan kadar air berbeda dengan C5 dimana ikan segar dan asap mengalami
penurunan kadar air. Seharusnya semua kelompok mengalami penurunan kadar air,
karena terlihat bahwa terjadi penurunan kadar air seiring dengan semakin meningkatnya
tingkat pembusukan daging ikan. Hal ini sesuai dengan teori Ilyas (1983), yang
mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat sangat erat oleh senyawa
koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah bebas oleh tekanan berat. Kekuatan
penahan air pada daging itu adalah maksimum pada ikan yang segar, sedangkan ikan
mulai membusuk kekuatan itu jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas. Dengan
mudah bebesanya cairan maka kandungan air dalam daging mengalami penurunan.
15
Percobaan yang terakhir yaitu uji pH ikan. Secara umum, keseluruhan jenis ikan yang
dianalisa dalam praktikum mengalami peningkatan pH setelah mengalami proses
penyimpanan baik pada suhu ruang terbuka dan tertutup, maupun pada suhu freezer dan
refrigerator. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa setelah ikan mati akan mengalami
peningkatan pH karena banyak asam-asam lemak yang dirombak oleh enzim maupun
mikroorganisme. Jumlah pembusukan tergantung dari alkali alami, suhu distilasi, dan
tulang ikan atau jumlah ekstrak protein bebas yang digunakan(Aitken et al., 1982).
Pada tabel analisa pH, dapat dilihat bahwa kelompok C1 pada hari ke-0 dan ke-1
mengalami penurunan pH dan ikan segar kelompok C5 pada freezer mengalami
penurunan Ph. Berbeda kelompok C2, C3, C4, C5 dimana mengalami peningkatan pH.
Selama ikan hidup, ATP yang terbentuk akan digunakan sebagai sumber energi untuk
melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Setelah ikan mati, tidak terjadi
aliran oksigen di dalam jaringan peredaran darah, karena aktivitas jantung dan kontrol
otak telah berhenti. Akibatnya, tidak terjadi reaksi glikogenolisis yang menghasilkan
ATP. Terhentinya aliran oksigen ke dalam jaringan peredaran darah, menyebabkan
terjadinya reaksi anaerob yang memanfaatkan ATP, dan glikogen yang telah terbentuk
selama ikan masih hidup, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh
menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya).
Kondisi inilah yang disebut dengan rigor mortis (Hadiwiyoto, 1993).
Metode lain dalam pengukuran tingkat kesegaran ikan yang lain adalah analisis secara
kimia. Kekurangan dari metode ini adalah merusak sampel yang digunakan, serta
membutuhkan peralatan laboratorium yang lengkap. Dalam percobaan dengan metode
kimia ini untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan dilakukan penghitungan nilai TVA
dan TVN. TVA merupakan Total Volatile Amine sedangkan TVN merupakan Total
Volatile Nitrogen. Prinsip penentuan nilai TVA dan TVN ini adalah berdasarkan
kondisi pembusukan ikan, di mana ikan pada saat pembusukan mengandung beberapa
senyawa basa volatil, seperti dimetilamin dan trimetilamin (ikan yang sudah busuk
berbau ammoniak). Jadi pengukuran bau busuk ini dapat digunakan sebagai indeks
kesegaran ikan. Metode kimia dilakukan dengan membuat sampel dari otot ikan/
ekstraknya, lalu dikondisikan alkali, didestilasi, dikumpulkan, dan dinetralisasi dengan
16
asam (Botta & Shadidi, 1994). Dari sini dapat diketahui bahwa TVB merupakan
pengukuran jumlah nitrogen dan amin yang terbentuk dari pembusukan ikan, sehingga
Total Volatile Nitrogen dan Total Volatile Amine termasuk dalam Total Volatile Bases.
Cara menguji TVN dan TVA adalah sampel daging ikan yang sudah dihaluskan diambil
sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam bekker glass. Penghalusan sampel
dilakukan agar semua sampel menjadi homogen dan memperlebar luas permukaan
sampel sehingga dapat didestilasi secara optimum. Sample ditambahkan larutan TCA
5% sebanyak 30 ml kemudian dicampur hingga homogen. Ekstrak TCA dipisahkan
dengan cara penyaringan atau sentrifuge. Penambahan TCA untuk mendenaturasi
protein, sedangkan proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan filtrat dengan
padatan yang mengendap. Ekstrak TCA yang didapat diambil sebanyak 5 ml dan
dimasukkan ke dalam alat destilasi Kjeldahl semimikro kemudian ditambahkan denagn
5 ml NaOH 2 M. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk mengkondisikan campuran
menjadi basa dan memecah garam amonium menjadi amonia. Proses destilasi
dilakukan, dimana destilat akan ditangkap oleh 15 ml HCl 0,01 M standar. Ke dalam
destilat ditambahkan beberapa tetes merah fenol, lalu dititrasi dengan NaOH 0,01 M
standar sampai tercapai titik akhir titrasi. Larutan hasil titrasi ditambahkan dengan 1 ml
formaldehid 16% untuk setiap 10 ml campuran. Penambahan formaldehid ini berfungsi
sebagai indikator dalam proses titrasi Larutan dikocok dan setelah itu dititrasi kembali
dengan menggunakan NaOH 0,01 M standar sampai tercapai titik akhir titrasi. Nilai titik
akhir titrasi pertama dan kedua yang diperoleh dicatat di dalam hasil pengamatan. TVN
dan TVA dari ikan segar maupun ikan busuk dihitung dengan menggunakan rumus:
TVN = (14 (30+w ) x (15−V 1 )x 0 , 01
5 )x100m
TVA = (14 (30+w ) xV 2 x0 ,01
5 ) x100
m
Dimana :
V1 = Voluma NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi I
V2 = Volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi II
m = Berat sample (gram)
w = Jumlah air dalam bahan
17
Nilai TVN dan TVA yang di dapat dicatat di dalam hasil pengamatan.
TVN pada ikan segar dan asap mengalami penurunan nilai pada hari ke-1, kecuali ikan
asap pada kelompok C2 dalam refrigerator mengalami peningkatan dimana nilai 100,10
menjadi 145,36 begitu pula ikan asap kelompok C4 dalam freezer dimana nilai 98,85
menjadi 153,53. Pada TVA hari ke-0 ikan segar dan ikan asap mengalami penurunan
nilai pada hari ke-1, kecuali ikan asap C1 hari ke-0 adalah 18,9 dan pada hari ke-1
menjadi 22,68; begitu pula pada ikan segar kelompok C2 bernilai 5,13 menjadi 10,31.
Dari data di atas terlihat pada kelompok mengalami penurunan nilai TVA setelah
penyimpanan selama 1 hari, hanya kelompok C1,C2 saja yang mengalami peningkatan
nilai TVA dan itupun hanya dalam tingkat kenaikan yang relatif kecil. Hal ini tidaklah
sesuai seharusnya semakin lama waktu penyimpanan ikan, semakin busuk ikan dan
semakin tinggi angka TVA yang terbentuk. Karena semakin busuk ikan maka jumlah
bakteri yang memecah trimetylamine oksida (TMAO) menjadi trimetilamin (TMA)
semakin banyak dan semakin banyak pula trimetilamin yang terbentuk. Kesalahan ini
mungkin disebabkan karena prosesnya hanya dalam waktu yang singkat, yaitu hanya
selama 2 hari. Menurut Herschdoefer (1986), selama beberapa hari TMA tidak
meningkat, kemudian konsentrasi TMA meningkat beberapa hari kemudian, karena itu
metode ini tidak sesuai untuk penyimpanan kurang dari 6 hari. Selain itu kesalahan ini
juga disebabkan karena kesalahan saat menentukan titik akhir titrasi (TAT). Dimana
titik akhir titrasi jika semakin busuk ikan akan semakin cepat tercapai, ditandai dengan
timbulnya warna merah muda pucat. Namun warna merah muda pucat ini sangat mudah
hilang sehingga seringkali praktikan tidak menyadari bahwa titik akhir tititrasi telah
tercapai, sehingga menyebabkan kesalahan perhitungan nilai TVA.
Dari data tersebut terlihat bahwa setelah penyimpanan ikan selama 1 hari, terjadi
peningkatan nilai TVN pada C2 dan C4. Hal sesuai dengan teori dimana pada ikan
busuk terjadi penguraian nitrogen yang terkandung dalam ikan menjadi asam amino,
amonia, dimetilamin, dan trimetilamin. Menurut Botta & Shadidi (1994), ikan pada saat
pembusukan mengandung beberapa senyawa basa volatil, seperti dimetilamin dan
trimetilamin (ikan yang sudah busuk berbau ammoniak). Campuran amonia,
18
dimetilamin, dan trimetilamin merupakan total volatil basa (Aitken et al., 1982).
Peningkatan jumlah TVB ini menunjukkan adanya sifat ikan yang semakin busuk.
Menurut Herschdoerfer (1986), laju TVB semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya aktivitas bakteri yang berperan dalam proses pembusukan ikan. Semakin
tinggi nilai TVB semakin rendah indeks kesegaran ikan karena semakin banyak
nitrogen yang dihasilkan dalam proses pembusukan.
5. KESIMPULAN
Analisa tingkat kesegaran ikan yang dapat dilakukan melaui dua metode, yaitu
secara sensorik dan secara non sensorik
19
Ikan segar memiliki score tingkat kesegaran yang relatif lebih tinggi daripada ikan
busuk
Ikan dengan kualitas yang baik atau masih segar mempunyai ciri - ciri fisik yang
serupa dengan ikan hidup
Semakin busuk ikan maka pHnya semakin tinggi
Kelemahan dari metode non sensori adalah sangat sulit untuk menstandarisasinya
dan hasilnya sangat subjektif
Kandungan TVN ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kebusukan baik antara
jenis ikan segar dan busuk
Larutan asam standar HCl berfungsi menangkap amonia yang dibebaskan
Penambahan TCA berfungsi untuk memberikan suasana asam sehingga terjadi
proses destruksi
Semakin rendah kadar air ikan maka ikan semakin busuk karena kehilangan
kemampuan mengikat air akibat denaturasi protein
Ikan busuk adalah ikan yang telah mengalami perubahan warna, rasa, tekstur dan
bau akibat proses autolisa
Proses pendinginan dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim
sehingga dapat menghambat proses pembusukan
Kerusakan pada ikan dipenaruhi oleh pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim, suhu,
kadar air, udara, dan lama penyimpanan
Semarang, 14 Juni 2012
Praktikan : Asisten Dosen :
Gisela Prima Paskhalien Della Hardiana
10.70.0095
6. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. & E. Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
20
Aitken, A.; I. M. Mackie.; J. H. Merrit & M. L. Windsor. (1982). Fish Handling and
Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.
Arpah, M. (1993). Pengawetan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.
Botta, J. R. & F. Shahidi. (1994). Seafoods : Chemistry, Processing Technology and
Quality. Blackie Academic and Proffesional. Glasgow.
Hadiwiyoto, S. (1993). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.
Herschdoerfer, S. M. (1986). Quality Control in The Food Industry. Academic Press.
Ilyas, S. (1983). Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan : Teknik Pendinginan Ikan. Jilid
1. CV Paripurna. Jakarta.
Simpson, K. B. (1998). High Pressure Processing of Fresh Seafoods : Process-Induced
Chemical Changes in Food. Plenum Press. New York.
Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
Syarief, R & H. Halid. (1991). Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta.
Winarno, F. G. (1993). Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
7. LAMPIRAN
7.1. Perhitungan
7.1.1. Analisa Kadar Air
21
Kadar air = W1 - W2W3
× 100 %
W1 : berat bahan awal + cawan (sebelum dikeringkan)W2 : berat bahan akhir + cawan (setelah dikeringkan)W3 : berat bahan awal
7.1.1.1. Kelompok C1
7.1.1.1.1. Hari ke 0
Ikan Segar
Kadar air = 4 3,44 – 4 1,203
× 100 %
Kadar air = 74,67 %
Ikan Asap
Kadar air = 42,21 – 39,963
× 100 %
Kadar air = 75 %
7.1.1.1.2. Hari ke 1
Ikan Segar
Kadar air = 45,24 – 41,643
× 100 %
Kadar air = 120,00 %
Ikan Asap
Kadar air = 45,88 – 42,733
× 100 %
Kadar air = 105,00 %
7.1.1.2. Kelompok C2
7.1.1.2.1. Hari ke 0
Ikan Segar
Kadar air = 44,30 – 42,303
× 100 %
22
Kadar air = 66,67 %
Ikan Asap
Kadar air = 43,26 – 41,093
× 100 %
Kadar air = 72,33 %
7.1.1.2.2. Hari ke 1
Ikan Segar
Kadar air = 43,16 – 41,113
× 100 %
Kadar air = 68,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 43,85 – 41,883
× 100 %
Kadar air = 65,67 %
7.1.1.3. Kelompok C3
7.1.1.3.1. Hari ke 0
Ikan Segar
Kadar air = 45,15 – 42,953
× 100 %
Kadar air = 73,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 39,92 – 37,653
× 100 %
Kadar air = 75,67 %
7.1.1.3.2. Hari ke 1
Ikan Segar
Kadar air = 29,2 – 26,973
× 100 %
23
Kadar air = 74,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 21,0 – 19,073
× 100 %
Kadar air = 64,33 %
7.1.1.4. Kelompok C4
7.1.1.4.1. Hari ke 0
Ikan Segar
Kadar air = 46,13 – 43,963
× 100 %
Kadar air = 72,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 21,34 – 19,193
× 100 %
Kadar air = 71,67 %
7.1.1.4.2. Hari ke 1
Ikan Segar
Kadar air = 45,79 – 43,893
× 100 %
Kadar air = 63,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 42,20 – 40,013
× 100 %
Kadar air = 73,00 %
7.1.1.5. Kelompok C5
7.1.1.5.1. Hari ke 0
Ikan Segar
24
Kadar air = 43,95 – 41,783
× 100 %
Kadar air = 72,33 %
Ikan Asap
Kadar air = 29,00 – 26,343
× 100 %
Kadar air = 88,67 %
7.1.1.5.2. Hari ke 1
Ikan Segar
Kadar air = 35,47 – 33,313
× 100 %
Kadar air = 72,00 %
Ikan Asap
Kadar air = 44,76 – 42,953
× 100 %
Kadar air = 60,33 %
7.1.2. TVN
TVN = [14 (15 + w ) × (15 - V1) × 0,01
5 ] × 100m
V1 : volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi IV2 : volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi IIm : berat sampel (g)w : berat air dalam 5 g sampel
7.1.2.1. Kelompok C1
7.1.2.1.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,73 ) × (15 – 2 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 136,35
25
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,75 ) × (15 – 2,4 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 132,30
7.1.2.1.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 6 ) × (15 – 14 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 11,76
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 5,25 ) × (15 – 5,4 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 108,86
7.1.2.2. Kelompok C2
7.1.2.2.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,33 ) × (15 – 0,2 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 151,92
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,62 ) × (15 – 5,4 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 100,10
7.1.2.2.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,42 ) × (15 – 0,5 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 149,57
26
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,28 ) × (15 – 0,8 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 145,36
7.1.2.3. Kelompok C3
7.1.2.3.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,67 ) × (15 – 5 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 104,55
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,78 ) × (15 – 4,1 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 114,63
7.1.2.3.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,72 ) × (15 – 8,2 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 71,28
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,22 ) × (15 – 7,5 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 76,52
7.1.2.4. Kelompok C4
7.1.2.4.1. Hari ke 0
Ikan Segar
27
TVN = [14 (15 + 3,62 ) × (15 – 3 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 125,13
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,58 ) × (15 – 5,5 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 98,85
7.1.2.4.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,17 ) × (15 – 7,2 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 79,37
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,65 ) × (15 – 0,3 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 153,53
7.1.2.5. Kelompok C5
7.1.2.5.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,62 ) × (15 – 0,1 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 155,37
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 4,43 ) × (15 – 6,7 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 90,31
7.1.2.5.2. Hari ke 1
28
Ikan Segar
TVN = [14 (15 + 3,6 ) × (15 – 0,3 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 153,11
Ikan Asap
TVN = [14 (15 + 3,02 ) × (15 – 6,5 ) × 0,015 ] ×
1005
TVN = 85,78
7.1.3. TVA
TVA = [14 (15 + w ) × V2 × 0,01
5 ] × 100m
V1 : volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi IV2 : volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi IIm : berat sampel (g)w : berat air dalam 5 g sampel
7.1.3.1. Kelompok C1
7.1.3.1.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,73 ) × 3,4 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 35,66
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,75 ) × 1,8 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 18,90
7.1.3.1.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 6 ) × 0,5 × 0,015 ] ×
1005
29
TVA = 5,88
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 5,25 ) × 2 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 22,68
7.1.3.2. Kelompok C2
7.1.3.2.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,33 ) × 0,5 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 5,13
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,62 ) × 2,5 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 26,07
7.1.3.2.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,42 ) × 1 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 10,31
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,28 ) × 1 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 10,24
7.1.3.3. Kelompok C3
7.1.3.3.1. Hari ke 0
Ikan Segar
30
TVA = [14 (15 + 3,67 ) × 1,8 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 18,81
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,78 ) × 2,1 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 22,08
7.1.3.3.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,72 ) × 1 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 10,48
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,22 ) × 1,5 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 15,30
7.1.3.4. Kelompok C4
7.1.3.4.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3 ,62 ) × 3 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 31,28
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,58 ) × 3,6 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 37,46
7.1.3.4.2. Hari ke 1
31
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,17 ) × 1,8 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 18,31
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,65 ) × 0,2 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 2,08
7.1.3.5. Kelompok C5
7.1.3.5.1. Hari ke 0
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,62 ) × 0,7 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 7,30
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 4,43 ) × 2,1 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 22,85
7.1.3.5.2. Hari ke 1
Ikan Segar
TVA = [14 (15 + 3,6 ) × 0,4 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 4,17
Ikan Asap
TVA = [14 (15 + 3,02 ) × 2,5 × 0,015 ] ×
1005
TVA = 25,23
32
7.2. Foto
7.2.1. Ikan Tongkol Hari ke 0
7.2.1.1. Ikan Segar
Kelompok C1 Kelompok C2
Kelompok C3 Kelompok C4
Kelompok C5
33
7.2.2. Ikan Tongkol Hari ke 1
7.2.2.1. Ikan Segar
Kelompok C1 Kelompok C2
Kelompok C3 Kelompok C4
Kelompok C5
7.2.2.2. Ikan Asap
Kelompok C1 Kelompok C2
Kelompok C3 Kelompok C4
Kelompok C5
34
7.3. Lapora Sementara