Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

71
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RHINITIS ALERGI KELOMPOK 1 Anastasya Donadear (220110080001) Sarah R.F. (220110080013) Ayu Agustina (220110080025) Nina Irmayani (220110080037) Ilma Fahma N.S. (220110080049) Rola Oktorina (220110080061) Fitri Risma hayati (220110080073) Silvia Junianty (220110080097) Wimby Dea Rambadi (220110080109) Dewi Asmalinda (220110080121) Dewi Indriyani Utari (220110080133) Siti Annisa Z.N (220110080145) Anis Supi Tasripyah (220110080157)

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

RHINITIS ALERGI

KELOMPOK 1

Anastasya Donadear (220110080001)

Sarah R.F. (220110080013)

Ayu Agustina (220110080025)

Nina Irmayani (220110080037)

Ilma Fahma N.S. (220110080049)

Rola Oktorina (220110080061)

Fitri Risma hayati (220110080073)

Silvia Junianty (220110080097)

Wimby Dea Rambadi (220110080109)

Dewi Asmalinda (220110080121)

Dewi Indriyani Utari (220110080133)

Siti Annisa Z.N (220110080145)

Anis Supi Tasripyah (220110080157)

UNIVERSITAS PADJADJAAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

JATINANGOR, APRIL 2009

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah

memberikan karunianya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan

pada Pasien dengan Rhinitis Alergi” ini dapat diselesaikan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah respirasi

pada khususnya, dan untuk memberikan pengetahuan kepada calon perawat

tentang penyakit rhinitis.

Dalam pembuatan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Irman Soemantri, S.Kp, M.kep, selaku koordinator mata kuliah

respiratory yang telah memberikan kasus yang memicu kami untuk

mencari informasi lebih banyak demi terselesaikannya pembuatan

makalah ini.

2. Restuning Widiasih, S.Kp. M. Kep. Sp. Mat, selaku fasilitator kami

yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.

3. Teman – teman SGD Kelompok 1, yang telah bekerja sama dalam

pembuatan makalah ini.

Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan

dalam penulisan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik-Nya semata. Kami

harap para pembaca berkenan kiranya menyampaikan kritik, usul, dan saran

kepada saya sehingga karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca kelak.

Jatinangor, April 2009

Penulis

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai masalah kesehatan terus menerus bermunculan di Indonesia.

Akan tetapi, pemerintah belum cukup mengatasi masalah kesehatan tersebut.

Seluruh bidang pelayanan kesehatan sampai saat ini sedang mengalami

perubahan dan tidak satu pun perubahan yang berjalan lebih cepat disbanding

masalah kesehatan yang terus menerus bertambah, termasuk di bidang

keperawatan.

Hal ini memberikan suatu tantangan yang sangat menyenangkan dan nyata

bagi perawat dan mahasiswa keperawatan dalam mengahdapi masalah tersebut.

Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan perawatan ini membutuhkan

perencanaan dan pencatatan yang dengan jelas mengidentifikasi masalah-

masalah dan inetrvensi-intervensi, juga perencanaa perawatan kesehatan jangka

pendek dan panjang untuk individu dan keluarga.

Salah satu masalah kesehatan yang sering muncul saat ini berhubungan

dengan pernafasan. Begitu banyak masalah yang muncul, utamanya karena

masalah lingkunagn yang tercemar polusi, gaya hidup masyarakat yang tidak

sehat, dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

Beberapa penyakit yang sering terjadi adalah TBC, pneumonia, berbagai

penyakit akergi karena udara, dan asma yang sering terjadi di usia kanak-kanak.

Dari masalah kesehatan tersebut, calon tenaga kesehatan, harus terus

mengkaji berbagai penyakit yang muncul untuk dapat membuat asuhan

keperawatan yang sesuai dan tepat agar masalah kesehatan secara bertahap

dapat teratasi dan derajat kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan.

B. Identifikasi kasus

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Adapun kasus pemicu dalam masalah ini adalah sebagai berikut :

Pasien A 13 tahun datang ke rumah sakit dengan diantar orang tuanya

dengan keluhan bersin yang terus menerus, rinorhea, nyeri kepala di daerah

frontal, adanya rasa gatal di hidung dan mata, lakrimasi. Orang tuanya

menyatakan bahwa hal tersebut seringkali timbul pada musim kemarau ketika

banyak debu di jalanan, pasien pun mengalami penurunan berat badan akibat

adanya anoreksia. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan : tekanan datah (100/60

nnHg), RR = 30x/m irregular, secret encer.

Pertanyaan :

1. Jelaskan oleh anda anatomi dan fisiologi pernafasan bagian atas

sesuai dengan kasus

2. Jelaskan pengaturan pernafasan dan mekanisme bersin

3. Jelaskan tentang diferensial diagnosis kasus di atas (rhinitis,

sinusitis, faringitis, tosilitis, dan laringitis)

4. Jelaskan konsep penyakit kasus di atas

5. Proses keperawatan

a. Pengkajian apa saja yang dapat dilakukan dan dihasilkan sesuai

kasus diatas

b. Pemeriksaan fisik

c. Diagnosa keperawatan dan Rencana tindakan untuk kasus

tersebut

6. Jelaskan aspek pendidikan kesehatan yang akan diberikan sesuai

kasus di atas

Dalam makalah ini kelompok kami membahas sebuah kasus mengenai

masalah gangguan pernafasan. Setelah membaca dan mengkaji kasus tersebut

dari gejala dan tanda-tanda yang dialami pasien, kami menyepakati bahwa

pasien A 13 tahun tersebut menderita penyakit rhinitis, yaitu penyakit inflamasi

atau kelainan pada hidung akibat adanya alergi.

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Kami menentukan diagnosa keperawatan lalu merancang intervensi, dan

program pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kasus tersebut.

C. Tujuan

Maksud pembuatan makalah ini adalah agar kami, sebagai mahasiswa

mampu melakukan identifikasi mengenai kasus yang telah kami sepakati,

dalam hal ini kasus pasien A 13 tahun yang menderita penyakit rhinitis,

merancang rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, dan evaluasi pada kasus tersebut.

Selain untuk mampu merancang asuhan keperawatan yang tepat, dalam

pembuatan makalah ini kami mampu untuk merancang program pendidikan

kesehatan yang yang terkait dengan kasus tersebut dan mengaplikasikan hasil-

hasil penelitian yang terkait dengan kasus pada masalah sistem respirasi.

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi sistem pernapasan atas

1. Rongga Hidung (Cavum Nasi)

Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian

internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian

luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung.

Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke

bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi

atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara

transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior.

a. Bagian – bagian rongga hidung

1) Terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara

2) Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar

karena strukturnya yang berlapis

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

3) Sel silia yang berperan untuk melemparkan benda asing ke luar

dalam usaha untuk membersihkan jalan napas Vestibulum yang

dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

4) Dalam rongga hidung

5) Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan

menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang

sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi

menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding

lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat

banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di

sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi

permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring

oleh gerakan silia.

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-

paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan

serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung

bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi

terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan

pertambahan usia.

b. Fungsi hidung

1) Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga

hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi),

penghangatan, dan pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh

membran mukosa pada rongga hidung yang sangat kaya akan

pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan mukus

cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx.

Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang sangat

kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari

rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu

suatu area penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa.

2) Epithellium olfactory pada bagian medial rongga hidung

memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi bau.

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

3) Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-

suara fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi.

2. Faring

Faring adalah pipa berotot berukuran 12,5 cm yang berjalan dari dasar

tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian

tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).

Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang sfenoidalis dan

sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian

belakang, faring dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan

penghubung, sementara dinding depannya tidak sempurna dan

berhubungan dengan hidung, mulut, dan laring.

a. Faring dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu :

1) Nasofaring

Nasofaring adalah faring yang terletak di belakang hidung diatas

palatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan

limfoid yang disebut tonsil faringeal/adenoid. Jaringan ini kadang –

kadang membesar dan menutupi faring serta menyebabkan pernapasan

mulut pada anak – anak. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral

nasofaring dan melalui lubang tersebut udara dibawa ke bagian tengah

telinga. Nasofaring dilapisi oleh membran mukosa bersilia yang

merupakan lanjutan dari membran yang melapisi bagian hidung

2) Orofaring

Orofaring dilapisi oleh jaringan epitel berjenjang. Orofaring terletak di

belakang mulut di bawah palatum lunak, dimana dinding lateralnya saling

berhubungan. Diantara lipatan dinding ini ada yang disebut arkus palato-

glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil

palatum. Orofaring merupakan bagian dari sitem pernafasan dan sitem

pencernaan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menelan dan bernafasa

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

secara bersamaan. Saat menelan, pernapasan berhenti sebentar dan

orofaring terpisah sempurna dari nasofaring dengan terangkatnya palatum.

3) Laringofaring

Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang

merupakan gerbang untuk sistem respirstorik selanjutnya. Merupakan

posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi

menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang,

oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.

b. Terdapat lapisan-lapisan, yaitu :

1) Epitel Mukosa Respiratoria Yaitu epitel berderet silindris

dengan 2 tipe :

a) Dengan sel goblet. Sel-sel yang akan mensekresi

mucus/lendir yang akan menangkap bahan-bahan kotoran dari

luar

b) Sel-sel yang bercilia. Silia akan bergerak untuk mendorong

mucus keluar. Epitelnya tinggi dan bersilindris. Pembuluh

Darah Berfungsi untuk menghangatkan.

2) Lamina Propia

Terdiri dari jaringan ikat kendor yang mengandung kelenjar dan

banyak sabut-sabut elastis.

3) Tunika sub-Mukosa

Sekretnya ada yang kental ( mucous ) dan ada yang serous

(cair). Fungsinya : untuk melembabkan udara. Mengandung

jaringan ikat kendor yang mempunyai banyak jaringan limfoid,

yaitu :

a) Tonsillae Pharyngica, letaknya di belakang nasopharynx.

b) Tonsilla Palatina, terletak di perbatasan rongga mulut dan

oropharynx kiri kanan.

c) Tonsillae Lingialis, terletak pada akar lidah.

d) Tonsillae Tubaria, terletak di sekitar muara Tuba Eusthacii.

3. Laring

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ).

Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian

depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam

cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat

cartilago cricoid. Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea,

terletak pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai

6. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.

Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan

memudahkan batuk.

a. Bagian - bagian laring

1) Kartilago tidak berpasangan

a) Kartilago Tiroid (Jakun) terletak di bagian proksinal kelenjar

tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada

laki-laki akibat hormone yang di sekresi saat pubertas.

b) Kartilago Krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih

tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.

c) Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian

anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis

menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan

cairan.

2) Kartilago berpasangan

a) Kartilago Aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago

krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan

berpasangan dari epithelium skuamosa bertingkat.

b) Kartilago Kornikulata melekat pada bagian ujung kartilagi

aritenoid. Kartilago Kuneiform berupa batang=batang kecil yang

membantu menopang jaringan lunak.

c) Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring

d) Pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular(pita suara

semu)yang tidak berfungsi saat produksi suara.

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

e) Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada

kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid.

Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis.

a. Mekanisme kerja glottis

1). Saat bernapas, pita suara terabduksi(tertarik membuka)oleh otot

laring, dan glotis berbentuk triangular.

2). Saat menelan, pita suara teraduksi(tertarik menutup), dan glottis

membentuk celah sempit.

3). Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran

pembukaan glottis dan derajat ketegangan pita suara yang

diperlukan untuk produksi suara.

b).Fungsi spesifik laring

1). Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk

mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam

tracheobroncial

2). Laring sebagai katup selama batuk

4. Trakea

Trakea merupakan suatu saluran rigid yang memililiki panjang 11-12 cm

dengan diameter sekitar 2,5 cm. Terdapat pada bagian oesephagus yang

terentang mulai dari cartilago cricoid masuk ke dalam rongga thorax. Tuba

ini merentang dari laring pada area vertebra serviks ke enam sampai area

vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama.

Tersusun dari 16 – 20 cincin tulang rawan berbentuk huruf “C” yang

terbuka pada bagian belakangnya. Didalamnya mengandung pseudostratified

ciliated columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan

mukus. Terdapat juga cilia yang memicu terjadinya refleks

batuk/bersin.Trakea mengalami percabangan pada carina membentuk

bronchus kiri dan kanan.

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

B. Fisiologi saluran pernapasan atas

1. Proses Ventilasi

Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar

paru- paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang

elastis dan pernapasan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah

diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik yang keluar dari medulla

spinalis pada vertebra servical keempat.

Perpindahan O2 di atmosfer ke alveoli,dari alveoli CO2 kembali ke

atmosfer.

a. Faktor yang mempengaruhi proses oksigenasi dalam sel adalah :

1) Tekanan O2 atmosfer

2) Jalan nafas

3) Daya kembang toraks dan paru

4) Pusat nafas (Medula oblongata) yaitu kemampuan untuk

merangsang CO2 dalam darah

2. Proses Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi

yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan

terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi

oleh ketebalan membran.

Peningkatan ketebalan membrane merintangi proses kecepatan difusi

karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu lebih lama untuk

melewati membran tersebut.

Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit maka darah permukaan

menjadi berkurang O2 alveoli berpindah ke kapiler paru, CO2 kapiler paru

berpindah ke alveoli.

b. Faktor yang mempengaruhi difusi :

1) Luas permukaan paru

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

2) Tebal membrane respirasi

3) Jumlah eryth/kadar Hb

4) Perbedaan tekanan dan konsentrasi gas

5) Waktu difusi

6) Afinitas gas

Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah

yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat

oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-

sel jaringan tubuh.

Hemoglobin yang terdapat

dalam butir darah merah atau

eritrosit ini tersusun oleh

senyawa hemin atau hematin

yang mengandung unsur besi

dan globin yang berupa

protein.

Gbr. .Pertukaran O2 dan CO2 antara alveolus

dan

Pembuluh darah yang menyelubungi

Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-

kan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini : Hb4 + O2 4 Hb O2

Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P

O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi

oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh

tekanan O2 dalam udara inspirasi.

Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan

O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri

sistemik yang tekanan O2 nya 104 mmhg menuju ke jaringan tubuh yang

tekanan O2 nya 0 - 40 mmhg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari

jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di

jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang

hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang

tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke

paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mmHg dapat

mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka

hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan

demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per

100 mm3 darah.

3. Proses Transportasi

Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler jaringan

tubuh. Oksigen ditransfer dari paru- paru alveoli dan kapiler jaringan tubuh.

Oksigen ditransfer dari paru- paru ke darah dan karbon dioksida ditransfer dari

darah ke alveoli untuk dikeluarkan sebagai produk sampah. Pada tingkat

jaringan, oksigen ditransfer dari darah ke jaringan, dan karbon dioksida

ditransfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan.

Transfer ini bergantung pada proses difusi.

4. Transpor O2

Sistem transportasi oksigen terdiri dari sistem paru dan sistem

kardiovaskular. Proses pengantaran ini tergantung pada jumlah oksigen yang

masuk ke paru-paru (ventilasi), aliran darah ke paru-paru dan jaringan

(perfusi), kecepatan difusi dan kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah

untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam

plasma, jumlah hemoglobin dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan

dengan oksigen (Ahrens, 1990).

Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya

sekitar 3%. Sebagian besar oksigen ditransportasi oleh hemoglobin.

Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen dan karbon dioksida.

Molekul hemoglobin dicampur dengan oksigen untuk membentuk oksi

hemoglobin. Pembentukan oksi hemoglobin dengan mudah berbalik

(reversibel), sehingga memungkinkan hemoglobin dan oksigen berpisah,

membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen ini bisa masuk ke dalam

jaringan.

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

5. Pengangkutan O2

Pertukaran gas antara O2 dengan CO2 terjadi di dalam alveolus dan

jaringan tubuh, melalui proses difusi. Oksigen yang sampai di alveolus akan

berdifusi menembus selaput alveolus dan berikatan dengan haemoglobin (Hb)

dalam darah yang disebut deoksigenasi dan menghasilkan senyawa

oksihemoglobin (HbO).

Sekitar 97% oksigen dalam bentuk senyawa oksihemoglobin, hanya 2 –

3% yang larut dalam plasma darah akan dibawa oleh darah ke seluruh jaringan

tubuh, dan selanjutnya akan terjadi pelepasan oksigen secara difusi dari darah

ke jaringan tubuh.

6. Transpor CO2

Karbon dioksida berdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dengan

cepat di hidrasi menjadi asam karbonat(H2CO3) akibat adanya anhidrasi

karbonat. Asam karbonat kemudian berpisah menjadi ion hydrogen(H+)dan

ion bikarbonat (HCO3-). Ion hydrogen di bulfor oleh hemoglobin dan HCO3-

berdifusi dalam plasma.

Selain itu beberapa karbon dioksida yang ada dalam sel darah merah

bereaksi dengan kelompok asam amino membentuk senyawa karbamino.

Reaksi ini dapat bereaksi dengan cepat tanpa adanya enzim. Hemoglobin yang

berkurang (deoksihemoglobin) dapat bersenyawa dengan karbon dioksida

dengan lebih mudah daripada oksihemoglobin. Dengan demikian darah vena

mentrasportasi sebagian besar karbon dioksida.

a. Cara pngangkutan CO2

1) Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam

karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).

2) Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino

hemoglobin (23% dari seluruh CO2).

3) Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3)

melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2).

Reaksinya adalah sebagai berikut: CO2 + H2O Þ H2CO3 Þ H+ +

HCO-3

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya

gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat

disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi

garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.

C. Pengaturan pernafasan dan mekanisme bersin

1. Pengaturan pernafasan

a. Tiga pusat pengendalian atau pengaturan pernapasan

normal yaitu:

1) Pusat Respirasi

Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah

kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat

ekspirasi.

2) Pusat Apneustik

Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik

terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat

pneumotakis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila

pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi

apneustik.

3) Pusat Pneumotaksis

Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus

menghambat pusat apneustik secara periodik. Pada hiperpnea,

pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.

Sendi dan otot kemoreseptor perifer

Hembusan dada

Nervus Frenikus

Serebrum

Pons

Medula oblongata

Kemoreseptor sentral

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Diafragma

Pengaruh aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan secara non kimia.

Secara kimia, pengaturan dipengaruhi oleh penurunan tekanan oksigen darah

arteri dan peningkatan tekanan CO2 atau konsentrasi hidrogen darah arteri.

Kondisi tersebut akan meningkatkan tingkat aktivitas pusat respirasi.

Perubahan yang berlawanan mempunyai efek penghambatan terhadap tingkat

aktivitas respirasi. Secara nonkimia, pengaturan aktivitas pernapasan secara

non kimia lainnya adalah suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu

tubuh dapat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal.

2. Mekanisme Bersin

Bersin terjadi lewat hidung dan mulut. Udara tersebut keluar sebagai

respon yang dilakukan oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya

bakteri dan kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung. Di dalam tubuh

mempunyai sistem penolakan terhadap sesuatu yang tidak seharusnya berada

dalam tubuh seperti kehadiran bakteri, kuman, dll. Antibodi mengidentifikasi

bahwa barang yang masuk tersebut membahayakan sistem tubuh maka

terjadilah bersin. Secara refleks maka otot-otot yang ada di muka menegang,

dan jantung akan berhenti berdenyut atau berhenti berdetak untuk sekejap,

selama bersin tersebut. Setelah bersin selesai, jantung akan kembali lagi

berdenyut.

Hidung dan Mulut membran hidung Antibodi (mendeteksi

adanya bakteri)

Bersin

D. Diferensial diagnosis kasus di atas (rhinitis, sinusitis, faringitis, tosilitis,

dan laringitis)

1. Rhinitis

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamansi yang disebabkan oleh reaksi

alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersinsetitasi dengan allergen

yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan

ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Piqruet,1986).

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) adalah

kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa gatal dan

tersumbat setelah mukosa terpapar allergen yang diperantai oleh Ig E.

a. Penyebab timbulnya rhinitis

1) Rinitis alergi musiman (Hay Fever) umumnya disebabkan

kontak dengan allergen dari luar rumah seperti benang sari

dari tumbuhanyang menggunakan angin untuk

penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

2) Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering

berada di rumah misalnya kutu debu rumah, debu perabot

rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang

menyengat.

b. Gejala – gejala

1) Bersin berulang-ulang sering kali pagi dan malam hari

(umumnya bersin lebih dari 6 kali).

2) Hidung mengeluarkan secret cair seperti air (runny nose). Itu

sebabnya penderita tidak bisa terlepas dari tisue atau sapu

tangan.

3) Terasa cairan menetes ke belakang hidung (post nasal drip)

karena hidung tersumbat.

4) Pada keadaan lanjut dapat menyebabkan gejala hidung

tersumbat serta batuk parah.

5) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga

dan tenggorok.

6) Badan menjadi lemah dan tak bersemangat

7) Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang

dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara

berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,

bersin-bersin dan hidung meler.

8) Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi

(bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi;

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur.

Jarang terjadi konjungtivitis.

9) Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan,

menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat.

10) Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan

tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan

pendengaran, terutama pada anak-anak.

11) Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan

polip hidung.

c. Patofisiologi dan etoilogi rhinitis alergi

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua

tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.

1) Dua fase reaksi alergi

a) Immediate Phase Allergic Reaction. Berlangsung sejak

kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.

b) Late Phase Allergic Reaction. Reaksi yang berlangsung

pada  dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam

setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

2) Berdasarkan cara msuknya allergen dibagi atas :

a) Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara

pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel

dari bulu binatang serta jamur

b) Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa

makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang

c) Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau

tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

d) Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan

kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau

perhiasan

d. Pengobatan

1). Terapi yang paling ideal adalah menghindari atau

meminimalkan kontak dengan allergen. Misalnya menghindari

penyebab terjadinya reaksi rinitis alergi. Contohnya menjaga

kebersihan rumah dan menghindari memakai alat atau bahan yang

mudah menyimpan debu misalnya karpet..

2). Simtomatis

(a). Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-

1,yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1

sel target.

(b). Operatif

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior).

3). Imunoterapi

(a). Desensitisasi dan hiposensitisasi

Pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan

gejala yang berat dan sudah berlangsung lama.

(b). Netralisasi

Dilakukan untuk alergi makanan.Pada netralisasi,tubuh

tidak membentuk “blocking antibody”.

Komplikasi rhinitis alergi yang sering adalah

1. Polip hidung

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis paranasal

2. Sinusitis

a. Definisi

Yang dimaksud dengan sinusitis adalah radang (proses inflamasi)

mukosa sinus paranasal (Mangunkusumo & Rifki, 2006) . Sinus paranasal

merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk

rongga di dalam tulang. bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu.

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Ada 4 pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,

sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid. Sesuai dengan anatomi

sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,

sinusistis etmoid, sinusitis frontal, sinusitis sfenoid.

b. Patofisiologi

Bila terjadi edema di kompleks osiometal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi

di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang

diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media

yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan terus terjadi,

akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh

bakteri anaerob. Selanjutnya bisa terjadi perubahan jaringan menjadi

hipertrofi, polipoid, dan kista.

1) Faktor predisposisi atau yang memperberat sinusitis adalah sebagai

berikut:

a) Obstruksi ostium sinus

Secara Fungsional di bagi menjadi 2 yaitu Inflamasi (Infeksi,

misalnya virus dan noninfeksi, misalnya rhinitis alergika) dan

Noninflamasi (Rhinitis medikamentosa dan Rhinitis pada

kehamilan).

Secara Mekanik dibagi menjadi 3 yaitu Polip atau tumor

hidung, benda asing, dan deviasi septum hidung atau hipertrofi

adenoid.

b) Gangguan pertahanan imun

Terbagi menjadi gangguan primer (defisiensi antibody dan

disfungsi netrofil) dan gangguan sekunder (kerusakan vaskular,

misalnya diabetes dan latrogenik, misalnya kemoterapi).

c) Klien mukus abnormal. Terbagi atas gangguan fungsi silia dan

mukus abnormal (fibrosis kistik)

c. Klasifikasi

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Secara klinis sinusitis dapat sikategorikan sebagai sinusitis akut apabila

gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis

subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan; dan sinusitis

kronis apabila lebih dari 3 bulan.

Apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sinusitis akut

bila terdapat tanda-tanda radang akut; subakut bila tanda akut sudah reda

dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible; kronis bila

perubahan histologik mukosa sudah irreversible, misalnya sudah berubah

menjadi jaringan granulasi atau polipoid.

1) Sinusitis akut

Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks

ostiometal oleh infeksi, obstruksi, alergi, atau infeksi gigi.

a) Penyebabnya

(1) Rinitis akut;

(2) Infeksi faring, misalnya faringitis, adenoiditis, tonsillitis

akut;

(3) Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2

(dentogen);

(4) Berenang dan menyelam;

(5) Trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus

paranasal; dan

(6) Barotrauma, dapat menyebabkan nekrosis mukosa.

b) Gejala yang bisa timbul

(1) Gejala subjektif

Dapat dibagi menjadi dua, yaitu gejala sistemik dan gejala

lokal. Gejala sistemik seperti demam dan rasa lesu. Gejala lokal

pada hidung terdapat ingus yang kental dan berbau dan

dirasakan mengalir ke nasofaring, hidung tersumbat, nyeri di

daerah sinus yang terkena, kadang-kadang dirasakan juga di

tempat lain karena nyeri alih (referred pain).

(2) Gejala objektif

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak

pembengkakan di daerah muka. Pada rinoskopi anterior tampak

mukosa konka hiperemis, turbinat hidung membengkak dan

kemerahan. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di

nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit

akan menjadi suram dan gelap.

c) Pengobatan

Pasien dengan sinusitis akut akan mengalami perbaikan

simtomatik jika demam dan nyeri dikendalikan dengan analgetik,

antipiretik, atau seringkali dengan narkotika. Dapat juga dilakukan

terapi medikamentosa berupa antibiotika (dari golongan penisilin)

selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Diberikan

juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung untuk

memperlancar drainase sinus.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang dilakukan, kecuali

bila telah terjadi komplikasi ke daerah orbita atau intrakranial; atau

bila ada nyeri hebat karena ada sekret yang tertahan sumbatan.

2) Sinusitis Subakut

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya saja tanda-tanda

radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.

Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius

atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen pada

nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit

suram atau gelap.

a) Pengobatan

Untuk terapinya, mula-mula diberikan medikamentosa, bila

perlu dibantu dengan tindakan seperti diatermi dengan sinar

gelombang pendek (ultra short wave diathermy), sebanyak 5-6 kali

pada dearah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus, atau

pencucian sinus. Obat yang diberikan berupa antibiotika

berspektrum luas, atau yang sesuai dengan tes resistensi kuman,

selama 10-14 hari, analgetika, antihistamin, dan mukolitik. Dapat

diberikan juga obat-obat simtomastis berupa dekongestan lokal

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

(obat tetes hidung) untuk memperlancar drainase. Obat tetes hidung

hanya boleh diberikan selama 5-10 hari karena jika terlalu lama

dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa.

3) Sinusitis kronis

Berbeda dari sinusitis sebelumnya, sinusitis kronis lebih sulit

disembuhkan hanya dengan pengobatan medikamentosa, harus dicari

faktor penyebab dan faktor predisposisinya.

Awalnya, silia mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya

perubahan mukosa hidung. Perubahan ini dapat disebabkan oleh

polusi bahan kimia, alergi, atau defisiensi imunologik. Perubahan

mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi

menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna.

Infeksi kemudian akan menyebabkan edema konka sehingga

drainase sekret terganggu dan dapat menyebabkan silia rusak dan

seterusnya.

a) Gejala yang mungkin timbul:

(1) Gejala subjekif

Sangat bervariasi dari yang ringan sampai berat, terdiri

dari:

(a) gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung

dan sekret pasca nasal (post nasal drip);

obstruksi mekanik

silia rusak

polusi bahan kimia

perubahan mukosa

infeksi kronis

gangguan drainase

pengobatan infeksi akut yang tak sempurna

alergi dan defisiensi imunologik

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

(b) gejala faring, rasa tidak nyaman dan gatal di

tenggorokan;

(c) gejala telinga, pendengaran terganggu;

(d) adanya nyeri atau sakit kepala;

(e) gejala mata;

(f) gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang

terdapat komplikasi di paru-paru berupa bronkitis atau

asma bronkial atau bronkietas, sehingga terjadi

penyakit sinobronkitis; dan

(g) gejala saluran cerna.

(2) Gejala objektif

Tidak ditemukan adanya pembengkakan wajah. Pada

rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari

meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior

tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

Mikroba yang ikut berperan menyebabkan infeksi adalah

kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenzae, dan kuman

anaerob Peptostreptokokus dan Fusobakterium.

b) Pengobatan

Pada sinusitis kronis perlu diberikan terapi antibiotika untuk

mengatasi infeksi dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotika

diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu. Selain itu, dapat juga

dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di

daerah sinus yang sakit. Tindakan lain yang dapat diberikan adalah

melakukan pembersihan sekret dari sinus yang sakit atau tindakan

lain yang dapat membantu memperbaiki drainase sekret.

3. Faringitis

a. Definisi

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Faringitis adalah suatu radangan pada tenggorokkan (faring) yang

biasanya disebut juga dengan radang tenggorokkan.

b. Penyebab

Faringitis disebabkan oleh virus maupun bakteri, kebanyakan oleh

virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus,

mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah

streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria

gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae.

c. Gejala dan tanda

Gejala faringitis yang ditimbulkan oleh bakteri maupun virus pada

umumnya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir

yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup

oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah. selain itu

disertai demam dan pembesaran kelenjar getah bening di leher dan peningkatan

jumlah sel darah putih.

d. Jenis faringitis

Faringitis Virus Faringitis Bakteri

Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan

Sering ditemukan nanah di tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam

Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat

Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang

Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar

Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif

Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri

Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium

e. Pengobatan

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri

(analgetik) seperti asetaminofen, obat hisap atau berkumur dengan larutan

garam hangat. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja

yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma Reye.

Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Penting

bagi penderita untuk meminum obat antibiotik sampai habis sesuai anjuran

dokter, agar tidak terjadi resistensi pada kuman penyebab faringitis.

Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya demam

rematik), jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika

penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan

erythromycin atau antibiotik lainnya.

4. Tonsilitis

a. Klasifikasi tonsillitis

1) Tonsillitis akut

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A

STREPTOKOKUS Βhemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian

dan Streptokokus piogenes. Hemofilusvinfluenzae merupakan penyebab

tonsillitis akut supiratif. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan

tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbantuk detritus. Detritus ini merupakan

kumpulan leukosit, bakteri yg mati dan epitel yang terlepas. Secara

klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak

kuning.

Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis

folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk

alur-alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris.

a) Gejala dan tanda

Nyeri tenggorokan dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu

tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu

makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan tampak

tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbenuk

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

folikel, lacuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar

submandibula membengkak dan nyeri tekan.

b) Pengobatan

Terapi. Antibiotika spectrum lebar atau sulfonamide, antipiretik

dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

c) Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut.

Komplikasi tonsillitis akut lainnya adalah abses peritonsil, abses

parafaring, sepsis, bronchitis, nepritis akut, miokarditis serta atritis.

2) Tonsillitis membranosa

a) Tonsillitis difteri

Penyebab tonsillitis difteri ialah kuman Coryne bacterium

diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran

nafas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tonsillitis difteri

sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan

frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa

masih mungkin menderita penyakit ini.

(1) Gejala dan tanda

(a) Gejala umum, kenaikan suhu tubuh biasanya

subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,

nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.

(b) Gejala lokal, tonsil membengkak ditutupi bercak

putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu

membentuk membrane semu. Bila infeksinya brjalan terus,

lelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian

besarnyasehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)

atau disebut juga Burgemeester’s hals.

(c) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh

kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan

Page 29: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

tubuh yang pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

decompensation cordis, mengenai saraf cranial

menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot

pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.

(2) Diagnosis

Berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat

langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membrane

semu dan didapatkan kuman Coryne bacterium diphteriae.

(3) Terapi

(a) Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa

menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000

unit tergaantung dari umur dan beratnya penyakit.

(b) Antibiotika Penisilin atu Eritromisin 25-50 mg per kg

berat badan dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.

(c) Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari.

(d) Antipiretik untuk simtomatis.

(e) Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.

Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3

minggu.

(4) Komplikasi

(a) Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane

semu menjalar ke laring dan menyebabkan gejala

sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul

komplikasi ini.

(b) Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau

dekompensasio cordis.

(c) Kelumpuhan otot platum mole, otot mata untuk

akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga

Page 30: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan

kelumpuhan otot=otot pernapasan.

(d) Albuminoria sebagai akibat komplikasi ke ginjal

b) Tonsillitis septik

Penyebabnya adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat

dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi.

c) Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Penyebabnya adalah kurangnya hygiene mulut, defisiensi

vitamin C serta kuman spirilum dan basil fusi form.

(1) Gejala

Demam sampai 39˚ ̊̌̊�̊̌̊ C, nyeri kepala, badan lemah dan

kadang-kadang terdapat ganguan pencernaan. Rasa nteri di

mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.

(2) Pemeriksaan

Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane

putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta

prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar

sub mandibula membesar.

(3) Terapi

(a) Memperbaiki hygiene mulut.

(b) Antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu.

(c) Vitamin C dan vitamin B kompleks.

d) Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina

agranulositosis san infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil

yang tertutup membrane semu. Kadang-kadang terdapat pendarahan

Page 31: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

di selaput lender mulut dan faring dan pembesaran lelenjar

submandibula.

(1) Leukemia akut

Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di

mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak

bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membrane semu

tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorokan.

(2) Angina agranulositosis

Akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa dan

arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan

faring dan disekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga

dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.

(3) Infeksi mononucleosis

Terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher ketiak dan

regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit

mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah

kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah

merah domba (reaksi Paul Bunnel)

3) Tonsillitis kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan

yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang

tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi

kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram

negative.

a) Patologi

Karena proses rdang berulang yang timbul maka selain epitel

mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan

Page 32: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti

ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga

menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulakan perlekatan

dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini

disertai pembesaran kelenjar limfa submandibula.

b) Gejala dan tanda

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisis oleh

detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok

dirasakan kering dan napas berbau.

c) Terapi

Terapi local ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur

atau obat isap.

d) Komplikasi

Dapat menimbulakan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa

rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatium.

Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat

timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridoksilitis,

dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Tonsiloktemi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau

kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

(1) Indikasi tonsilektomi

(a) Sumbatan

1. Hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas

2. Sleep apnea

3. Gangguan menelan

4. Gangguan berbicara

5. Cor pulmonale

Page 33: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

(b) Infeksi

1. Infeksi telinga telah berulang

2. Rhinitis dan sinusitis yang kronis

3. Peritonsiler abses

4. Abses kelenjar limfa leher berulang

5. Tonsillitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang

menetap

6. Tonsillitis kronis dengan napas bau

7. Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ tubuh lainnya.

(2) Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas

5. Laringitis

a. Definisi

Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi karena banyak

sebab. Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak

menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan

polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas.

Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya

mengenai pita suara.

b. Patofisiologi

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri

mungkin sekunder. Laringitis biasanyan disertai rinitis atau nasofaring.

Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan

suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.

Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini

terjadi seiring

Dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus

yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan

Page 34: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan

iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk

memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas.

Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa

menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada

laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran

mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan

suhu tubuh.

c. Tanda – tanda

Laringitis akut ditandai Dengan suara serak atau tidak dapat

mengeluarkan suara sama sekali (afonia) dan batuk berat. Laringitis kronis

ditandai Dengan suara serak yang persisten. Laringitis kronis mungkin

sebagai komplikasi dari sinusitis kronis dan bronchitis kronis.

E. Konsep Penyakit rhinitis alergi

1. Definisi

Rinitis alergi adalah penyait imflamasi yang disebabkan oleh reaksi

alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan

allergen yang sama,serta dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi

paparan ulangan denagn allergen spesifik tersebut(Von pirquet 1986).

2. Tanda dan gejala

Bersin-bersin,rinore,rasa gatal,tersumbat,nyaeri kepala,tekanan

pasial,kongesti.

3. Macam – macam rhinitis

a). Rinitis berdasarkan sifat berlangsungnya

b). Rinitis alergi musiman;penyebabnya tepung sari,dan spora

jamur.timbulnya periodik sesuai denagn musim,pada waktu konsentrasi

alergen terbanyak di udara.

c). Rinitis alergi sepanjang tahun; penyebab yang paling sering adalah

alergen inhalan dan alergen ingestan.

Page 35: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

4. Rinitis berdasarkan sifat berlangsungnya (WHO)

a). Intermiten(kadang-kadang);bila gejala kurang dari empat

hari/minggu atau kuarang dari empat minggu.

b). Persisten(menetap);bila gejala lebih dari empat hari/minggu atau

lebih dari empat minggu.

5. Rrinitis berdasarkan berat-ringan nya

a). Ringan. Bila tidak ditemukan gangguan tidur,gangguan aktifitas

harian,bersantai,berolahraga,belajar,bekerja dll.

b). Sedang atau berat;bila terdapat satu atau lebih dari gangguan

tersebut.

6. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :

a). Alergen inhalan. Alergen inhalan adalah alergen yang masuk

bersama udara pernapasan, misal debu rumah, tungau, serpihan epitel,

bulu binatang, jamur.

b). Alergen ingstan ; yang masuk ke saluran cerna,berupa

makanan.misalnya susu,telur,coklat,udang,ikan.

c). Alergen injertan ;yang masuk melalui tusukan atau

suntikan,misalnya penisilin dan sengatan lebah.

d). Alergen kontaktan;yang masuk melalui kontak kulit atau jeringan

mukosa. Misalnya bahan kosmetik,perhiasan.

7. Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan statu penyakit imflamasi yang di awali denag

tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi.

8. Reaksi alergi

1. reaksi alergi fase cepat(immediate phase allergic reaction)

Berlasung sejak kontak langsung denagan alergen sampai satu jam

setelahnya.

Alergen

Page 36: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

makrofag/monosit

melepas sitokinin(IL1)

pragmen pendek peptida

mengaktifkan Th0

komplek peptida MHC klsII Th1danTh2

IL3,IL4,IL5,IL13

Sel T helper(Th0)

diikat sel limfosit B

menhasilkan IgE

masuk ke jaringan diikat o/reseptor IgE

mastosit/basofil jd aktif

histamin & prostaglandin

merangsang ujung hipersekresi+permeabilitas

saraf vidianus kel.mukosa

gatal,bersin,rinorea

2. alergi fase lambat (late phase allergic reaction)

Ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel imflamasi

(eosinofil, limfosit, netrofil, basofil, mastosit), peningkatan sitokinin (IL3,

IL4, IL5) dan GMCSF dan ICAM1.

Page 37: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

a. Ada tiga reaksi :

1). Respon primer (non spesifik) .Terjadi proses eliminasi dan

fagositosis antigen(Ag).bila tidak berhasil seluruhnya

dihilangkan,reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2). Respon sekunder(spesifik). Mempunyai tiga kemungkinan ialah

sistem imunitas selular atau humoral atau keduanya

dibangkitkan.bila berhasil dieliminasi maka reaksi selesai,tapi jika

Efek dari sistem imunologik maka berlanjut ke tahap tersier.

3). Respon tersier. Dapat bersifat sementara/menetap tergantung

dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

b. Diagnosa rinitis alergi ditegakan berdasarkan :

1). Anamnesis. Anamnesis sangat penting,karena sering kali

serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.hampir 50% diagnosis

dapat ditegakkan dari anamnesisi saja.

2). Pemeriksaan rinoskopi anterior. Pada rinoskopi anterior tampak

mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya

sekret encer yang banyak.

3). Pemeriksaan neso endoskopi

4). Pemeriksaan sitologi hidung. Ditemukan eosinofil dalam jumlah

banyak menunjukan kemungkinan alergi inhalan.

5). Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

6). Uji kulit, alergen penyebab dapat dicari secara invivo.

c. Komplikasi-komplikasi rinitis alergi yang sering terjadi:

1). Polip hidung

2). Otitis media yang sering residif,terutama pada anak-anak

3). Sinusitis paranasal

F. Proses keperawatan

1). Pengkajian yang dapat dilakukan

Riwayat kesehatan anak mengikuti garis besar yang sama seperti riwayat

kesehatan pada orang dewasa, dengan tambahan tertentu yang disajikan.

a). Identifikasi data

Tempat tanggal lahir, nama kecil, nama depan orang tua, usia

Page 38: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

b). Keluhan utama. Keluhan-keluhan ini merupakan pokok masalah dari

anak, orang tua, guru, di sekolah atau dari orang lain.

c). Riwayat penyakit saat ini. Bagaimana setiap anggota keluarga

merespon terhadap adanya gejala-gejala yang dialami oleh anak

d). Riwayat kesehatan dahulu

e). Riwayat kesehatan keluarga

(1). Riwayat kelahiran

(a). Prenatal – kesehatan ibu, pengobatan, penggunaan alcohol

atau obat terlarang, perdarahan vagina, penambahan berat badan,

lamanya kehamilan

(b). Natal – sifat persalinan dan kelahiran, berat badan lahir

(c). Neonatal – upaya resusitasi, sianosis, ikterik, infeksi.

(2). Riwayat pemberian makan

(a). Menyusui : Frekuansi dan lamanya menyusui, kesulitan yang

ditemukan

(b). Pemberian makanan tambahan : jenis, jumlah, frekuensi,

muntah kolik, diare, suplemen vitamin, zat besi, dan florida,

(c). Pemberian makanan padat : Kebiasaan makan – kesuakaan

atau ketidaksukaan, jenis dan jumlah makanan yang dimakan;

sikap dan respon orang tua

(3). Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

(a). Pertumbuhan fisik – berat badan, tinggi badan, dan lingkar

kepala saat lahir dan usia 1, 2, 5, dan 10 tahun.

(b). Perkembangan – usia anak ketika dapat mengangkat kepala,

berbalik, mundur, duduk, berjalan, dan berbicara.

(c). Perkembangan sosial – pola tidur siang dan malam hari, toilet

training, masalah-masalah wicara, perilaku kebiasaa, masalah-

masalah disiplin, performa sekolah, hubungan dengan orangtua,

saudara sekandun, dan teman sebaya.

f). Status kesehatan terakhir

1). Alergi, perhatian khusus pada alergi-alergi yang diamali saat masa kanak-

kanak

2). Imunisasi, termasuk tanggal diberikan dan reaksi-reaksi yang timbul

Page 39: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

3). Uji skrining, uji penglihatan, pendengaran, kolesterol, tuberkolosis,

golongan darah, penyakit sel sabit, dan kelaian metabolisme sejak lahir

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan dengan kasus yang ada, pasien A 13 tahun dengan keluhan

bersin yang terus menerus, rhinorea, nyeri kepala di daerah frontal, adanya rasa

gatal di hidung dan mata, lakrimasi. Pasien tersebut mengalami hal yang demikian

Page 40: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

saat musim kemarau ketika banyak debu dijalanan dan ia juga mengalami

penurunan berat badan yang disebabkan adanya anoreksia. .

Sehingga kami menyimpulkan bahwa pasien A mengalami rhinitis alergi.

Karena ia mengalami bersin yang terus – menerus, sekretnya pun encer,

mengalami sakit kepala. Selain itu timbul rasa gatal pada hidung dan mata yang

disebabkan oleh H1 yang dirangsang oleh histamin sehingga timbulah rasa gatal

tersebut.

Berikut di bawah ini adalah Rencana Asuhan Keperawatan terkait dengan

kasus rhinitis.

Pengkajian

a. Penelurusan data subjektif dan objektif

Data objektif :

Tekanan Darah ( 100/60 mmHg )

Respiratory Rate 30x/menit irregular

Sekret encer

Data subjektif :

Bersin, rhinorea

Nyeri kepala bagian frontal

Gatal di hidung mata, lakrimasi

b. Identifikasi Data

Nama : Saudara A

TTL : -

Nama kecil : -

Nama Orang tua : -

c. Keluhan utama

Bersin terus-menerus, rhinorea, nyeri kepala di daerah frontal, adanya rasa

gatal di hidung dan mata, lakrimasi

d. Riwayat Kesehatan masa lalu

1. Riwayat kelahiran : -

2. Riwayat pemberian makan : -

3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : -

e. Riwayat kesehatan sekarang : Rhinitis

Page 41: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

f. Status kesehatan terakhir

1. Alergi : -

2. Imunisasi : -

3. Uji skrining : -

g. Data-data tambahan yangperlu dikaji

1. Riwayat Keluarga : -

2. Riwayat Psikososial, meliputi :

3. Situasi Rumah dan Orang terdekat : -

4. Kehidupan sehari-hari :

5. Agama : -

6. Su :

a) Pemeriksaan fisik

(1) Pemeriksaan hidung luar

Rinoskopi anterior (inspeksi)

Pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai speculum

hidung. Di belakang vestibulum dapat dilihat bagian dalam hidung. Hal

– hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior ialah :

(a) Mukosa. Dalam keadaan normal mukosa bewarna merah muda.

Pada raddang bewarna merah, sedangkan pada alergi akan

tampak pucat / kebiru – biruan (livid).

(b) Septum (palpasi). Biasanya terletak ditengah dan lurus.

Diperhatikan apakah terdapat defiasi, Krista, spina, perforasi,

hematoma, abses, dan lain – lain.

(c) Konka. Diperhatikan apakah konka besarnya normal (eutrofi),

hipertrofi, hipotrofi atau atrofi

(d) Sekret. Bila ditemukan sekret di dalam rongga hidung, harus

diperhatikan banyaknya, sifatnya (serus, mukoid, mukokurulen,

kurulen, atau bercampur darah) dan lokalisasinya (meatus

inferior), medius (superior). Adanya sekret yang encer dan

banyak.

(e) Massa. Massa yang sering ditemukan dalam rongga hidung

adalah polip dan tumor. Pada anak dapat ditemukan benda

asing.

Page 42: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

(2) Rinoskopi Posterior (inspeksi). Adalah pemeriksaan rongga hidung

dari belakang, dengan menggunakan kaca nasofaring. Dengan

mengubah – ubah posisi kaca, kita dapat melihat koana, ujung

posterior septum, ujung posterior konka, sekret yang mengalir dari

hidung ke nasofaring (post nasal drip), torus tubarius, ostium tuba

dan fosa rosenmuller.

(3) Pemeriksaan sitologi hidung. Ditemukannya eosinofil dalam

jumlah banyak menunjukan kemungkinan alergi inhalan. Jika

basofil (5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan

jika ditemukan sel PMN menunjukan adanya infeksi bakteri.

(4) Perkusi dengan cara periksa nyeri tekan sinusitis

(5) Periksa indra penghidu.

G. Aspek pendidikan kesehatan yang akan diberikan sesuai kasus diatas

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Pentingnya menjaga lingkungan demi terjaminnya kesehatan

Page 43: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Tujuan institusional :

Terciptanya keluarga yang lebih mengutamakan kebersihan lingkungan.

Tujuan instruksional umum:

Terciptanya keluarga yang lebih mengutamakan kebersihan lingkungan agar

terhindar dari penyakit.

Tujuan instruksional khusus:

1. Peserta didik mengetahui pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

2. Peserta didik mengetahui cara mencuci tangan yang baik dan benar untuk

mencegah penyebaran kuman penyakit

3. Peserta dapat menerapkan pelaksanaan mencuci tangan yang baik dan

benar dalam kehidupan sehari – hari.

4. Peserta didik mampu menerapkan pembuangan sampah pada tempatnya

guna menjaga kebersihan lingkungan sekitar

Know

Peserta didik diharapkan mengetahui pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan untuk mencegah tumbuh kembangnya kuman penyakit.

Peserta didik diharapkan mengetahui cara mencuci tangan yang baik dan

benar untuk mencegah penyebaran kuman penyakit.

Do

Diharapkan peserta didik mau menerapkan materi tentang pentingnya

menjaga kebersihan lingkungan dalam bentuk nyata

Melakukan cuci tangan setelah membuang sputum.

Show

Page 44: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Diharapkan peserta didik memperhatikan penyuluhan dengan seksama.

Peserta didik diharapkan dapat menunjukan antusiasme ketika diberikan

materi penyuluhan

Peserta didik diharapkan dapat mengajukan pertanyaan setelah diberikan

penyuluhan

H. Penelitian terkait

Akupuntur dan rhinitis

Efek dari terapi akupuntur yang diterapkan kepada pasien dengan usia 15 –

45 tahun yang kedua kelompok umur tersebut mengalami penyakit rhinitis alergi.

Terapi akupuntur ini telah dibandingkan dengan terapi antihistamin konvensional.

tanda – tanda yang menunjukan kemajuan dan penemuan laboratorium

membuktikan bahwa kedua terapi ini baik untuk pasien rhinitis. Namun, terapi

akupuntur lebih baik dan memiliki efek yang panjang.

Subyek dari pemeriksaan psikosomatik ini adalah pasien dengan vasomotor

rhinitis (28) dan pollenosis (23) dan keduanya diberikan akupuntur atau

phonostimulation khusus. Akupunktur dilakukan setelah metode klasik dalam

phonostimulation kepada 22 orang pasien dari 29 orang. Hasil evaluasi yang

berdasarkan tes laryngological dan appraisals dianjurkan kepada pasien yang

memiliki masalah – masalah khusus. Kondisi Pollenosis tidak dapat berubah

dengan perawatan. Pada vasomotor rhinitis, factor – factor psikis sangatlah

penting. Diawal perawatan, Beberapa pasien biasanya menunjukan peningkatan

sedangkan beberapa penderita tidak menunjukan perubahan.efek ini mungkin

dapat menjadi saran untuk penelitian ini.

Tujuan proyek uji coba ini adalah untuk mengevaluasi efek langsung dari

akupunktur dibandingkan dengan kontrol placebo dua (sham akupunktur dan

paling transcutaneous stimulasi listrik saraf) dalam perawatan pasien nonallergic

rhinitis. Ketiga perawatan ini diberikan sama rata untuk pasien yang sama selama

beberapa minggu.

Page 45: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Ternyata Akupunktur menunjukkan peningkatan dalam ketahanan saluran

udara dalam hidung setelah perawatan pada 9 dari 13 pasien, sham akupunktur

pada 2 dari 9 pasien , dan tiruan aliran listrik di syaraf stimulasi pada 3 dari 10

pasien. Panduan pembelajaran ini mengemukakan sejumlah isu yang berhubungan

dengan efek dari akupunktur pada rhinitis nonalergi yang harus diatasi oleh

sebuah studi yang melibatkan lebih banyak pasien yang di urutkan secara acak

dalam pengobatan dan perawatan kontrol placebo dua dievaluasi dalam kaitannya

dengan kredibilitas mereka.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1) Kesimpulan

Page 46: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Setelah mengkaji kondisi pasien dan mempelajari macam – macam penyakit

saluran atas pernafasan, kami dapat menyimpulkan bahwa penyakit – penyakit

tersebut memiliki gejala yang hampir mirip, namun tetap terdapat perbedaan dari

masing – masing penyakit.

Pada penyakit rhinitis dapat ditemukan adanya sekret yang cair, sakit kepala,

bersin yang terus – menerus. Sedangkan pada penyakit yang lain (faringitis,

laringitis, tonsillitis, dan sinusitis), gejala – gejala tersebut tidak sepenuhnya

muncul, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien tersebut mengalami

penyakit rhinitis alergi.

Rhinitis alergi dapat muncul jika lingkungan tempat tinggal kita tidak besih,

sehingga dapat menimbulkan alergi pada hal – hal tertentu. Dengan menjaga

lingkungan, kita dapat terhindar dan meminimalisir timbulnya penyakit.

2) Saran

Kami menyarankan kepada masyarakat agar menjaga kebersihan

lingkungannya agar terhindar dari penyakit pernafasan. Selain itu, sebaiknya

sebelum makan kita mencuci tangan terlebih dahulu untuk membunuh kuman dan

penyakit sehingga memutuskan rantai penyebaran penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.2008. konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.Jakarta:Salemba

Medika.

Page 47: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi

Cherniack. 1997. Terapi mutakhir penyakit saluran pernapasan. Jakarta: Binarupa

Aksara.

Gleadle, J.2003. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga

Soepardi & Iskandar. 2006. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok

kepala leher edisi ke lima. Jakarta: Gaya Baru

Soepardi, E.A.2006.Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT edisi kelima.Jakarta:FKUI

Watson, Roger.2002. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta :EGC

Doenges, M.E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan {endokumentasian P rawatan Pasien.Jakarta : EGC

http://arbaa-fivone.blogspot.com/2009/02/rinitis.html

.

http://www.dkk-bpp.com/index.php?

option=com_content&task=view&id=125&Itemid=47

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/laringitis/

http://www.internethealthlibrary.com/Health-problems/Rhinitis%20-

%20researchAltTherapies.htm