Asuhan Keperawatan Keratitis

37
KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS KERATITIS TUGAS PERSEPSI SENSORI DOSEN PEMBIMBING Ns. WELLY, S.Kep Oleh AFRILAWATI RISNA FITRIANI VINCENSIUS ROLIS LA’IA 1

description

Konsep Dasar Penyakit Keratitis dan Asuhan Keperawatan Teoritisnya

Transcript of Asuhan Keperawatan Keratitis

Page 1: Asuhan Keperawatan Keratitis

KONSEP DASAR PENYAKIT

DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

KERATITIS

TUGAS PERSEPSI SENSORI

DOSEN PEMBIMBING

Ns. WELLY, S.Kep

Oleh

AFRILAWATI

RISNA FITRIANI

VINCENSIUS ROLIS LA’IA

S-1 KEPERAWATAN IA

STIKes RANAH MINANG PADANG

2013

1

Page 2: Asuhan Keperawatan Keratitis

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin, puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Pemberi atas berkat dan limpahan rahmat-Nya, Penulis dapat

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Manusia boleh berencana, tapi

Tuhan berkehendak. Penulis yakin dan sadar bahwa tanpa bimbingan tangan dan

penyertaan-Nya, karya tulis ini tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dosen pembimbing serta teman-teman yang telah memberikan sarannya

kepada Penulis. ‘Tak ada gading yang tak retak’. Karya tulis ini juga masih jauh

dari kesempurnaan, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi sempurnanya karya tulis ini.

Padang, 1 Juni 2014

Penulis

2

Page 3: Asuhan Keperawatan Keratitis

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL.............................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...........................................................................4

B. Rumusan Masalah....................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian Keratitis.................................................................................5

B. Etiologi Keratitis.....................................................................................5

C. Klasifikasi Keratitis.................................................................................6

D. Manifestasi Klinis Keratitis.....................................................................7

E. Anatomi Fisiologi Kornea.......................................................................8

F. Patofisiologi Keratitis............................................................................13

G. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................15

H. Penatalaksanaan.....................................................................................16

II. Konsep Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian.............................................................................................20

B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................22

C. Rencana Tindakan Keperawatan...........................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

3

Page 4: Asuhan Keperawatan Keratitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang

menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi

pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat

menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan

infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat

menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat

menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005).

Frekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh

kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar

antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun

1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki

dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.

Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,

pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa kontak yang buruk,  penggunaan

lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan

tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak

baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

(Diunggah dari http://lanugojaya.blogspot.com/2012/09/keratitis.html, 1 Juni

2014).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar penyakit keratitis

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi kornea mata

3. Bagaimana patofisiologi dan web of cause terjadinya keratitis

4. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis keratitis

4

Page 5: Asuhan Keperawatan Keratitis

BAB II

LANDASAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian Keratitis

Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, herpes

simplek, alergi, kekurangan vit. A. Keratitis adalah peradangan pada kornea,

keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan. Keratitis Mikrobial

adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme

bakteri, virus, jamur/parasit, serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu

masuk bakteri. Keratitis pemajanan adalah infeksi pada kornea yang terjadi

akibat kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh

kelopak mata. Kekeringan mata dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi

dan infeksi sekunder. (Brunner and Suddarth, 2001)

Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang

menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat

terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat

menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan

infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat

menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat

menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005)

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang

pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.

(http://berita19.wordpress.com/2010/02/03/infeksi-pada-mata-keratitis/)

B. Etiologi Keratitis

Adapun etiologi dari keratitis adalah:1. Bakteri

5

Page 6: Asuhan Keperawatan Keratitis

a. Staphylococcus

b. Streptococcus

c. Pseudomonas

d. Pseudococcus

2. Virus

a. Virus herpes simpleks

b. Virus herpes zoster

3. Jamur

a. Candida

b. Aspergillus

4. Hipersensitif: Toksin/alergen

5. Gangguan nervus trigeminus

6. Idiopatik

C. Klasifikasi Keratitis

Berdasarkan etiologi atau penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis mikrobakterial

Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus,

jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri.

Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme

pertahanan sistemis ataupun lokal.

2. Keratitis bakterial

Keratitis akibat dari infeksi stafilokokkus, berbentuk seperti keratitis

pungtata, terutama dibagian bawah kornea

3. Keratitis dendritik herpetik

Keratitis dendritik yang disebabkan virus herpes simpleks akan

memberi gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan bentuk

seperti ranting pohon yang bercabang – cabang dengan memberikan uji

fluoresin positif nyata pada tempat percabanagn.

4. Keratitits herpes zooster

6

Page 7: Asuhan Keperawatan Keratitis

Merupakan manifestasi klinis dari infeksi virus herpes zooster pada

cabang saraf trigeminus,

5. Keratitis pungtata epitelial

Keratitits dengan infiltrat halus pada kornea, selain disebabkan oleh

virus keratitits pungtata juga disebabakan oleh obat seperti neomicin dan

gentamisin.

6. Keratitits disformis

Merupakan keratitits dengan bentuk seperti cakram didalam stroma

permukaan kornea, keratitis ini disebabkan oleh infeksi atau sesudah

infeksi virus herpes simpleks

7. Keratitis pemajanan

Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan

dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan

kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea

dapat diebabakan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf kranial

VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi. 

a. Keratitis lagoftalmos

Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat

terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada

penderita koma dimana mata tidak terdapat reflek mengedip.

b. Keratitis neuroparalitik

Terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang

mengakibatkan gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea

c. Keratokonjungtivitis sika

Terjadi akibat kekeringan pada bagian permukaan kornea.

D. Manifestasi Klinis Keratitis

Adapun tanda dan gejala yang tampak adalah:

1. Inflamasi bola mata yang jelas

2. Terasa benda asing di mata

3. Cairan mokopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun

7

Page 8: Asuhan Keperawatan Keratitis

4. Ulserasi epitel

5. Hipopion (terkumpulnya nanah dalam kamera anterior)

6. Dapat terjadi perforasi kornea

7. Ekstrusi iris dan endoftalmitis

8. Fotofobia

9. Mata berair

10. Kehilangan penglihatan bila tidak terkontrol

(Brunner dan Suddarth, 2001)

Selain itu, tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat

di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea atau hanya di

sebagiannya saja.

E. Anatomi Fisiologi Kornea

1. Anatomi Kornea

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,

berukuran 11- 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki

indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara

dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.

Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus

humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai

tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea

adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf

terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan

konjungtiva ( AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal

550 µm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6

mm ( Riordan-Eva, 2010).

Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk,

merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus

cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan dan terdiri atas :

8

Page 9: Asuhan Keperawatan Keratitis

a. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5

lapis sel epitel tidak bertanduk yang  saling tumpang tindih; sel

poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05

mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata

merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal

sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan  sel basal  di sampingnya 

dan sel poligonal  di  depannya  melalui desmosom dan makula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan

glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal

yang  melekat erat  kepadanya.  Bila  terjadi  gangguan  akan 

mengakibatkan  erosi  rekuren. Sedangkan  epitel  berasal  dari 

ektoderem  permukaan.  Epitel  memiliki  daya regenerasi (Ilyas,

2005).

b. Membran bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah

membran basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang 

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian

depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi (Ilyas,

2005).

c. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.

Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel

fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin

yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan

terlihat anyaman yang  teratur sedang di bagian perifer serat kolagen

ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma

kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen

9

Page 10: Asuhan Keperawatan Keratitis

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma (Ilyas, 2005).

d. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas

belakang stroma kornea yang  dihasilkan oleh endotel. Bersifat

sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan

mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup

dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada

membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses

patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang

lain (Ilyas, 2005).

e. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk

heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran

descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous

humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel  karena  tidak 

mempunyai  daya  regenerasi,  sebaliknya  endotel mengkompensasi

sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan

memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi

dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan

sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan

(edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan)

akan terjadi.  Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan

endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan

ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat

kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan

kekeruhan pada kornea (Ilyas, 2005).

2. Histologi

Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan,

yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan

lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010).

10

Page 11: Asuhan Keperawatan Keratitis

Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa

lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran

limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea

(substansi propia). Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel

yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan

bercabang (Eroschenko, 2003).

Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan

epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran

Descemet merupakan membran basal epitel kornea (Eroschenko, 2003)

dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali (Hollwich,

1993).

3. Perdarahan dan Persarafan

Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus,

humor aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari

cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus

(Riordan-Eva, 2010). Saraf trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi

terhadap nyeri bila kornea disentuh (Hollwich, 1993).

4. Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela”

yang dilalui  berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya

disebabkan oleh strukturnya  yang uniform, avaskuler dan deturgesensi.

Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,

dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh

fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel

jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada

endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel.

Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya

sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan

edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel

telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal

menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang

11

Page 12: Asuhan Keperawatan Keratitis

mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea

superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi (Vaughan,

2009).

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-

lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui

stroma yang utuh. Karenanya agar dapat  melalui  kornea, obat harus 

larut-lemak  dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien

terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali

kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah

terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus,

amuba, dan jamur (Vaughan, 2009).

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui

cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,

sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.

Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.

Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu

pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan

sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan

yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil (Vaughan, 2009).

12

Page 13: Asuhan Keperawatan Keratitis

F. Patofisiologi Keratitis

Karena kornea bersifat avaskuler, maka mekanisme pertahanan pada

waktu peradangan tidak segera berlangsung, seperti pada jaringan lain yang

mengandung banyak vaskularisasi. Maka  badan  kornea, wandering

cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja

sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah

yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya

baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas

dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan

timbulah ulkus kornea (Vaughan, 2009).

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada

kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra

(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.

Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan

fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan

fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada

pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea,

minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,

yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan

fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi

mata kecuali pada ulkus bakteri purulen (Vaughan, 2009).

Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan

berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan,

terutama kalau letaknya di pusat (Vaughan, 2009).

13

Page 14: Asuhan Keperawatan Keratitis

Web of cause Keratitis

14

Bakteri Virus Jamur Gangguan Nervus Trigeminus

Idiopatik

KERATITIS

Reaksi Inflamasi pada mata

Timbul infiltrat di kornea

Kerusakan jaringan epitel

Adanya gesekan kornea dengan palpebra

Masalah Keperawatan:Gangguan persepsi sensori: Penglihatan

Masalah Keperawatan:Nyeri

Masalah Keperawatan:Resiko tinggi cedera

Masalah Keperawatan:Intoleransi Aktivitas

Gangguan refraksi cahaya

Penurunan ketajaman penglihatan

Page 15: Asuhan Keperawatan Keratitis

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui

fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat

dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun secara manual

yaitu menggunakan jari tangan.

2. Pemulasan fluorescein

Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram

maupun giemsa.

3. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea

4. Pemeriksaan schirmer.

5. Kultur bakteri atau fungi

6. Uji dry eye

Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian

terhadap lapis film air mata ( tear film ), danau air mata ( teak lake ),

dilakukan uji break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi

fisiologik film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam

keadaan normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea

lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik

menunjukkan film air mata tidak stabil.

7. Menentukan bakteri yang menyerang mata.

8. Ofthalmoskop

Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat

yang pacat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan

peripapilar.

9. Keratometri ( pegukuran kornea )

Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea,

tear lake juga dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan kearah lateral

bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang

terisi air mata.

15

Page 16: Asuhan Keperawatan Keratitis

10. Tonometri digital palpasi

Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak

dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea

ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan pengalaman

pemeriksa karena terdapat factor subjektif, tekanan dapat dibandingkan

dengan tahahan lentur telapak tangan dengan tahanan bola mata bagian

superior.

 

H. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab

keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi

pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi

komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa

hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi:

rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya

infiltrat.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan

debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk

pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar

epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk

mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis

dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan

virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan

cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan

sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin

atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin,

penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan

tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga

diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya

infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu:

16

Page 17: Asuhan Keperawatan Keratitis

natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang  dapat

membantu epitelisasi dapat diberikan. 

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini

sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa

nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata

buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang

mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas

oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak

kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini

bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

terbentuknya  jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan

subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid

dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang

infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus

terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu

lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan

berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah

kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri

juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan

kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan

untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah

menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan

juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih

aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak

ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan

gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea

bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang

mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter

iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar

17

Page 18: Asuhan Keperawatan Keratitis

sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu

atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat

dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi

pada keratitis tertentu misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah

30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan

normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga

memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering.

Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin,

efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali

setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan

efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit

dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil

pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat

ditambahkan lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila

tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu

dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada

sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak

perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada

pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat

berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga

sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari

ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis

vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas,

dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat

atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena

dapat memperberat lesi yang telah ada.

Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur

sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya

18

Page 19: Asuhan Keperawatan Keratitis

dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap

atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

19

Page 20: Asuhan Keperawatan Keratitis

II. Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian

1. Data Demografi

Dikaji identitas klien serta penanggung jawabnya, meliputi: nama

klien, nomor MR, tanggal lahir, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan,

dsb.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya, akan tampak tanda dan gejala berikut, visus

menurun (gangguan penglihatan), mata terasa sakit, lakrimasi,

mata bengkak merah, fotofobia.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami penyakit mata,

seperti konjungtivitis, herpes, atau mungkin pernah mengalami

trauma. Selain itu perlu dikaji juga penyakit-penyakit keturunan,

seperti DM, Hepatitis, dsb.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu dikaji penyakit-penyakit keturunan yang mungkin

dialami oleh keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Kesadaran: Compos Mentis

Selain itu perlu dinilai tanda-tanda vital klien.

b. Rambut dan Kepala

I: Dinilai keadaan kepala dan rambut klien, ada lesi atau tidak,

warna rambut, kekuatan dan warna rambut serta distribusinya,

kebersihan kepala.

P: Diraba adakah pembengkakan di kepala atau tidak

20

Page 21: Asuhan Keperawatan Keratitis

c. Telinga

I: Dilihat keadaan telinga, liang telinga adakah serumen atau tidak,

keadaan membran timpani. Selain itu, dinilai fungsi pendengaran.

d. Mata

Hiperemi pada konjungtiva.

Adanya flikten/infiltrat pada kornea

Adanya lakrimasi, blefarospasme

Mata tampak merah dan bengkak

e. Hidung

Dikaji keadaan telinga, adakah pembesaran atau tidak, keadaan

liang hidung, keadaan septum nasi dan juga fungsi penciumannya.

f. Mulut

Dinilai keadaan mukosa bibir, bau mulut, keadaan gigi, lidah,

keadaan tonsil, serta fungsi pengecapan.

g. Leher

Perlu dinilai adakah pembesaraan kelenjar tiroid, kelenjar getah

bening, juga keadaan tekanan vena jugularis.

h. Thoraks

Paru-paru

I: Dinilai keadaan umum dada, simetris atau tidak.

Pergerakannya sama atau tidak, ekspansi paru maksimum

atau tidak.

P: Dinilai focal fremitusnya, sama atau tidak kiri dan kanan

P: Dinilai bunyi lapang paru

A: Dinilai bunyi nafas di seluruh lapang paru

Kardiovaskuler

I: Dinilai keadaan ictus cordis, terlihat atau tidak

P: Diraba letak ictus cordis dan letaknya

P: Dinilai batas-batas jantung

A: Dinilai bunyi jantung sistole dan diastolenya.

i. Abdomen

I: Dinilai keadaan abdomen, ada ascites atau tidak, lesi.

21

Page 22: Asuhan Keperawatan Keratitis

A: Dinilai bising usus

P: Dinilai kualitas nyeri tekan dan nyeri lepas

P: Dinilai bunyi abdomen

j. Genito Urinaria

Perlu dikaji keadaan genitalia klien, terpasang kateter atau tidak,

ada pembesaran atau tidak.

k. Ekstremitas

Dilihat keadaan ekstremitas, lengkap atau tidak, ada udema atau

tidak.

l. Persarafan

Dinilai keadaan GCS klien, kekuatan ototnya dan fungsi sarafnya

m. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Dikaji pemenuhan kebutuhan dasar klien pada saat sehat dan sakit.

n. Data Penunjang

Dikaji data-data tambahan, seperti data laboratorium, rontgen dan

data-data penunjang lainnya.

B. Diagnosa Keperawatan Teoritis1. Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d adanya inflamasi pada

kornea2. Nyeri b.d proses inflamasi; iritasi atau infeksi pada mata3. Resiko tinggi cedera b.d penurunan ketajaman penglihatan4. Intoleransi aktivitas b.d penurunan ketajaman penglihatan

22

Page 23: Asuhan Keperawatan Keratitis

C. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

NOC Intervensi dan Aktivitas

1. Gangguan persepsi sensori: Penglihatan

a. Vision Compensation Behaviour Penglihatan meningkat

a. Eye Care Monitor adanya kemerahan

dan adanya eksudat Tentukan derajat penurunan

penglihatan atau tes tajam penglihatan

Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh matanya

Monitor refleks kornea Anjurkan pasien untuk

menggunakan kacamata katarak

Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan.

Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan.

2. Nyeri a. Pain Level Nyeri berkurang Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

Mampu mengontrol nyeri

b. Comfort level Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang\ Tanda vital dalam rentang

normal

a. Pain Management Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhuruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri Ajarkan tentang teknik non

farmakologib. Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

Cek riwayat alergi Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik

23

Page 24: Asuhan Keperawatan Keratitis

pertama kali3. Resiko Cedera a. Risk Kontrol

Klien terbebas dari cedera Klien mampumenjelaskan

cara/metode untukmencegah injury/cedera

Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal

a. Environment Management (Manajemen lingkungan) Sediakan lingkungan yang

aman untuk pasien Menghindarkan lingkungan

yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)

Memasang side rail tempat tidur

Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

24

Page 25: Asuhan Keperawatan Keratitis

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Media Aesculapius FKUI: Jakarta.

Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus. Cermin Dunia Kedokteran No.122; 36-38. Available at : http//cermin Dunia Kedokteran2.mht

Susetio B. 1993. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata dalam Cermin dunia kedokteran.; Available from : http//www.kalbe.co.id-files-cdk-files-cdk_087_mata.html

25