ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Keluarga 1. Definisi Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998 dalam Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin dan Bambang Adi Santoso, 2009, hal 68). Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti dalam Suprajitno, 2004: 1). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan 8

description

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI, untuk lebih jelasnya silahkan kunjungi : http://sharekeperawatan.blogspot.com/2015/10/asuhan-keperawatan-keluarga-klien.html

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di

bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1998 dalam Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin dan

Bambang Adi Santoso, 2009, hal 68).

Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki

atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik

anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti

dalam Suprajitno, 2004: 1).

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga (Marilyn M. Friedmen, 1998 dalam

Nasrul Effendi, 2009, hal 179).

Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau

lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup

dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu

sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan

budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap

8

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

9

anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.

2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menunjukan bagaimana keluarga tersebut

diorganisasikan, cara unit-unit tersebut ditata sebagaimana komponen tersebut

berhubungan satu sama lain. Selain itu, struktur dalam keluarga menggambarkan

bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga tersebut di masyarakat.

a. Ciri-ciri struktur keluarga

Menurut Mubarok, dkk (2006), ciri-ciri struktur keluarga adalah sebagai

berikut :

1) Terorganisasi

Keluarga adalah cerminan sebuah organisasi, dimana setiap anggota

keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga tujuan

keluarga dapat tercapai.Organisasi yang baik ditandai dengan adanya

hubungan yang kuat antara anggota sebagai bentuk saling ketergantungan

dalam mencapai tujuan.

2) Keterbatasan

Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan

tanggung jawabnya masing-masing, sehingga dalam berinteraksi setiap

anggota tidak bisa semena-mena tetapi memiliki keterbatasan yang

dilandaskan pada tanggung jawab masing-masing anggota keluarga.

3) Perbedaan dan kekhususan

Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukan bahwa

masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang

berbeda dan khas seperti halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama

dan peran ibu sebagai anggota keluarga yang merawat anak-anak.

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

10

b. Struktur Peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan.Jadi, pada struktur peran bisa bersifat

formal atau informal.

c. Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,

memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power),

ditiru (referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa

(coercive power), dan affektif power.

d. Struktur Nilai dan Norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengukat anggota

keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang

diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan

masyarakat sekitar keluarga.

3. Peran Keluarga

Berbagai peran formal dalam keluarga (Marilyn M. Friedmen dalam Nasrul

Effendy, 1998) adalah :

a. Peran ayah :

Sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak berperan sebagai pen-

cari nafkah, pendidik,pelindung dan pemberi rasa aman. Juga sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungan.

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

11

b. Peran ibu :

Sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anak berperan untuk mengu-

rus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya, pelin-

dung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota

masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan pula sebagai pencari

nafkah tanbahan keluarga.

c. Peran anak :

Adalah melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

4. Fungsi Keluarga

Terdapat beberapa fungsi keluarga (Marilyn M. Friedmen 1998) sebagai berikut :

a. Fungsi Afektif

Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan keberlangsungan unit

keluarga yang dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikologis

anggota keluarga.Komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi

afektif adalah adanya saling asuh, menerima, menghormati, dan mendukung

antar anggota keluarga, menaruh perhatian, cinta kasih dan kehangatan,

membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Merupakan fungsi yang mengembangkan dan tempay melatih anak

untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain. Anggota keluarga belajar disiplin, norma-norma budaya

dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam lingkup keluarganya

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

12

sendiri.

c. Fungsi Ekonomi

Kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mencakup kebutuhan

makan, pakaian, tempat berlindung yang aman dan nyaman (rumah). Yang

dilakukan keluarga dalam menjalani fungsinya adalah mencari sumber

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mengatur penggunaan

penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk

memenuhi keluarga dimasa yang akan datang seperti pendidikan anak dan

jaminan hari tua.

d. Fungsi Reproduksi

Keluarga memiliki fungsi untuk menjaga kelangsungan generasi dan

juga untuk keberlangsungan masyarakat.Komponen yang dilaksanakan

keluarga dalam melaksanakan fungsinya adalah meneruskan keturunan,

memelihara dan membesarkan anak, memenuhi gizi keluarga, memelihara dan

merawat anggota keluarga.

e. Fungsi Perawatan Keluarga

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga

agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

5. Tahapan Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada

sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota

keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau

kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang

harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Tahap

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

13

perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil.

Menurut Rodgers cit Marilyn M. Friedmen (1998), meskipun setiap keluarga

melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga

mengikuti pola yang sama. Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan

Milller (Marilyn M. Friedman, 1998)

a. Pasangan Baru

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami)

dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan keluarga masing-masing.Meninggalkan keluarga bisa berarti

psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal

dengan orang tuanya. Dua orang yang membentuk keluarga baru

membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup

bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya,

misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.

Tugas perkembangan :

1) Membina hubungan intim dan memuaskan.

2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.

Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami,

keluarga istri dan keluarga sendiri.

b. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama

Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak

berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

14

Tugas perkembangan :

1) Persiapan menjadi orang tua.

2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan

sexsual dan kegiatan.

3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak

berusia 5 tahun.

Tugas perkembangan :

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal,

privasi dan rasa aman.

2) Membantu anak untuk bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga

harus terpenuhi.

4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun

dengan masyarakat.

5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

d. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan

berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga

mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk.Selain aktivitas di

sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri.Dmikian pula orang tua

mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

15

Tugas perkembangan :

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, ter-

masuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan

pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar

sekolah.

e. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.

Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih

besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.

Tugas perkembangan :

1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua.

Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

f. Keluarga dengan anak dewasa

Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat

anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah

anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal

bersama orang tua.

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

16

Tugas perkembangan :

Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

1) Mempertahankan keintiman pasangan.

2) Membantu orang tua memasuki masa tua.

3) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.

4) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

g. Keluarga Usia Pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa

pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan

anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.

Tugas perkembangan :

1) Mempertahankan kesehatan.

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan

anak-anak.

3) Meningkatkan keakraban pasangan.

h. Keluarga Usia Lanjut

Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dan

keduanya meninggal.

Tugas perkembangan :

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik

dan pendapatan.

3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

17

5) Melakukan life review.

6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama kelu-

arga pada tahap ini.

6. Tahapan Keluarga Mandiri

Tingkat kemandirian keluarga menurut DEPKES RI (2006) dalam program

perawatan kesehatan komunitas dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu :

a. Keluarga mandiri tingkat satu (KM-I)

1) Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.

2) Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana

keperawatan.

b. Keluarga mandiri tingkat dua (KM-II)

1) Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.

2) Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana

keperawatan.

3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.

4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.

c. Keluarga mandiri tingkat tiga (KM-III)

1) Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.

2) Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana

keperawatan.

3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.

4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.

5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif.

6) Melaksanakn tindakan pencegahan secara aktif.

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

18

d. Keluarga mandiri tingkat empat (KM-IV)

1) Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.

2) Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana

keperawatan.

3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.

4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.

5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif.

6) Melaksanakn tindakan pencegahan secara aktif.

7) Melakukan tindakan promotif.

7. Keluarga Yang Beresiko Tinggi Terhadap Kesehatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, yang

menjadi prioritas utama adalah keluarga-keluarga yang beresiko tinggi dalam

bidang kesehatan, meliputi :

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah se-

bagai berikut :

1) Tingkat sosial-ekonomi keluarga yang rendah.

2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri.

3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau dengan penyakit ketu-

runan.

b. Keluarga dengan ibu resiko tinggi kebidanan, waktu hamil :

1) Umur ibu (16 tahun atau lebih dari 35 tahun).

2) Menderita kekurangan gizi atau anemia.

3) Menderita hipertensi.

4) Primipara atau multipara.

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

19

5) Riwayat persalinan atau komplikasi.

c. Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena :

1) Lahir prematur atau BBLR.

2) Lahir dengan cacat bawaan.

3) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

4) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau

anaknya.

d. Keluarga mempunyai masalah antara anggota keluarga :

1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.

2) Tidak adanya kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering cek-

cok dan ketegangan.

3) Ada anggota keluarga yang sering sakit.

4) Salah satu orang tua (suami atau istri) meninggal, caria, atau lari mening-

galkan keluarga.

Menurut Suprajitno (2004: 25), perawat yang memberikan asuhan

keperawatan keluarga mempunyai peran dan fungsi :

a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien (keluarga) dengan

menggunakan proses keperawatan.

b. Sebagai advokat klien (keluarga), perawat berfungsi sebagai penghubung antara

klien, membela kepentingan klien dan membantu keluargauntuk memahami

semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan

dengan pendekatan tradisional maupun profesional.

c. Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya

melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

20

medik yang diterima sehingga keluarga dapat menerima tanggung jawab

terhadap hal-hal yang diketahui.

d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi

yang ada, baik materi maupun kemampuan keluarga secara terkoordinasi

sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.

e. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan

keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan

guna memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

f. Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,

bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan keluarga agar menjadi sehat.

g. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan

yang diharapkan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga dan kepuasan

perawat dalam melaksanakan tugas.

8. Tujuan Keperawatan keluarga

Secara umum, tujuan asuhan keperawatan keluarga adalah untuk

meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya secara

mandiri. Selain tujuan umum, asuhan keperawatan keluarga mempunyai tujuan

khusus yang ingin dicapai, yaitu :

a. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal atau mengidentifikasi

masalah kesehatan keluarga.

b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat

untuk mengatasi kesehatan keluarga.

c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan

kesehatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

21

tubuh, dan/atau keluarga yang membutuhkan bantuan, sesuai dengan

kemampuan keluarga.

d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara dan memodifikasi

lingkungan keluarga (fisik, psikis dan sosial sehingga dapat meningkatkan

kesehatan keluarga.

e. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sumber daya yang

ada di masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan

keluarga

9. Hambatan yang sering dihadapi dalam memecahkan masalah kesehatan

keluarga

Effendy (1998: 43) mengatakan bahwa terdapat beberapa hambatan yang

sering dihadapi perawat dalam mamberikan asuhan keperawatan kesehatan

keluarga. Hambatan yang paling besar dihadapi perawat adalah sebagai berikut :

a. Hambatan dari keluarga

1) Pendidikan keluarga yang rendah

2) Keterbatasan sumber-sumber daya keluarga (keuangan, sarana dan

prasarana)

3) Kebiasaan-kebiasaan yang melekat

4) Sosial budaya yang tidak menunjang

b. Hambatan dari perawat

1) Sarana dan prasarana yang tidak menunjang dan mencukupi seperti PHN

kit, transportasi

2) Kondisi alam (geografi yang sulit)

3) Kesulitan dalam berkomunikasi (bahasa)

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

22

4) Keterbatasannya pengetahuan perawat tentang kultur keluarga

10. Prinsip-prinsip perawatan keluarga

Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan

asuhan keperawatan kesehatan keluarga (Effendy, 1998: 44), yaitu :

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai

tujuan utama

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai

peningkatan kesehatan keluarga

d. Dalam mamberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, perawat

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan

kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif

dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif

f. Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga memanfaatkan

sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan

keluarga

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan keperawatan

kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

23

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga

adalah penyuluhan kesehatandan asuhan perawatan dasar atau perawatan di

rumah

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk risiko tinggi.

11. Tugas Keluarga dibidang Kesehatan

Ada lima pokok tugas keluarga yang dijabarkan oleh Marilyn M. Friedman

(1998) yang sampai saat ini masih dipakai dalam asuhan keperawatan keluarga.

Tugas kesehatan keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998) dalam Efendi &

Makhfudli (2009) tersebut adalah :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena

kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana akan habis.

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang

dialami anggota keluarga.Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota

keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua.

Apabila menyadari adanya perubahna keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya,

perubahan apa yang terjadi, dan berapa besar perubahannya. Sejauh mana

keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang

meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang

mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.

b. Membuat keputusan tindakan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai

masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

24

keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat

keputusan. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dikaji oleh perawat,

diantaranya :

1) Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya

masalah.

2) Apakah keluarga merasakan adanya maslah kesehatan.

3) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami.

4) Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit.

5) Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.

6) Apakah keluarga kurang percaya terhadap petugas kesehatan.

7) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam

mengatasi masalah.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit,

keluarga harus mengetahui hal-hal sebgai berikut :

1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan per-

awatannya.

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.

4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertang-

gung jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik, psikososial).

5) Sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat.

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat,

keluarga harus mengetahui hal-hal sebgai berikut :

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

25

1) Sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga.

2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.

3) Pentingnya higiene sanitasi.

4) Upaya pencegahan penyakit.

5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.

6) Kekompakan antar-anggota keluarga.

e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus

mengetahui hal-hal berikut ini :

1) Keberadaaan fasilitas keluarga.

2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan.

3) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan.

4) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.

5) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

B. Konsep Penyakit

1. Definisi Hipertensi

Definisi Hipertensi menurut Mansjoer,dkk (2009) adalah tekanan darah

sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Begitu juga dalam

Brunner and Suddarth (2002). Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan

darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan berdasarkan WHO yang merupakan

standar organisasi kesehatan dunia mendefinisikan hipertensi atau tekanan darah

tinggi dalam Mansjoer (1999) yaitu tekanan darah sistole sama dengan atau diatas

160 mmHg, diastole diatas 90 mmHg.

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

26

Dari ketiga definisi tersebut maka dapat disimpulkan hipertensi merupakan

suatu kondisi dimana tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik >

90 mmHg.

Hipertensi dapat diklasifikasikan menurut tekanan darah, yang berdasarkan

pengklarifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISH (Mansjoer,dkk, 2009).

Tabel 2.1Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISH

KlasifikasiTekanan sistolik

(mmHg)Tekanan Diastolik

(mmHg)Normotensi <140 <90

Hipertensi ringan 140-180 90-105Hipertensi perbatasan 140-160 90-95Hipertensi berat dan

sedang>180 >150

Hipertensi sistolik terisolasi

>140 <90

Hipertensi sitolik perbatasans

140-160 <90

(Mansjoer,dkk,2009)

Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler

merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–

35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi

membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan

mortalitas penyakit kardiovaskular.Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus

dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan

datang.

Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan

berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih

besar terkena

Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola hidup (life style)

yang tidak sehat.Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan

sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan

dengan terjadinya hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula.

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

27

Tabel 2.2Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2007

ProvinsiPrevalensi Hipertensi Cakupan

NakesPU1 95% CI PU2 95% CI PD/O 95% CI

DI Aceh 30,2 29,2-31,2 25,1 24,2-26,1 10,0 9,4-10,6 33,1

Sumatera Utara 26,3 25,4-27,3 23,1 22,1-24,1 5,4 5,0-5,8 20,5

Sumatera Barat 31,2 30,3-32,1 27,4 26,4-28,4 8,4 7,9-9,0 26,9

Riau 34,0 32,4-35,6 29,9 28,3-31,6 8,2 7,4-8,9 24,1

Jambi 29,9 28,6-31,2 26,9 25,6-28,2 5,5 5,1-6,0 18,4

Sumatera Selatan 31,5 30,3-32,8 28,3 27,0-29,5 6,3 5,8-6,7 20,0

Bengkulu 25,1 23,8-26,3 21,0 19,8-22,2 8,3 7,7-9,1 33,1

Lampung 23,7 22,7-24,7 20,1 19,1-21,1 6,8 6,3-7,4 28,7

Bangka Belitung 37,2 35,6-38,9 32,3 30,7-34,0 8,9 8,1-9,7 23,9

Kep. Riau 30,3 24,9-36,3 25,8 20,8-31,4 7,7 6,4-9,1 25,4

DKI Jakarta 28,8 27,5-30,2 23,4 22,0-24,8 9,8 9,1-10,6 34,0

Jawa Barat 29,4 28,8-29,9 25,2 24,6-25,8 9,1 8,8- 9,5 31,0

Jawa Tengah 37,0 36,4-37,6 33,0 32,3-33,6 7,9 7,6- 8,2 21,4

DI Yogyakarta 35,8 34,2-37,5 31,4 29,8-33,1 8,6 7,8- 9,4 24,0

Jawa Timur 37,4 36,9-38,0 33,9 33,3-34,5 7,5 7,2- 7,8 20,1

Banten 27,6 26,2-29,1 23,2 21,8-24,6 8,6 7,8- 9,4 31,2

Bali 29,1 27,7-30,5 26,4 25,0-27,9 5,7 5,1- 6,3 19,6

Nusa Tenggara

Barat32,4 31,0-33,8 29,3 27,8-30,9 6,7 6,0- 7,5 20,7

Nusa Tenggara

Timur28,1 27,1-29,0 26,0 25,0-27,0 5,1 4,7- 5,6 18,1

Kalimantan Barat 29,8 28,4-31,3 25,5 24,1-26,9 8,4 7,7- 9,1 28,2

Kalimantan Tengah 33,6 32,2-35,0 28,5 27,2-29,9 9,7 8,9-10,4 28,9

Kalimantan Selatan 39,6 38,6-40,7 35,0 33,9-36,2 9,5 8,9-10,0 24,0

Kalimantan Timur 31,3 30,2-32,4 26,0 24,9-27,1 9,3 8,7-10,0 29,7

Sulawesi Utara 30,5 28,9-32,1 25,9 24,4-27,5 11,4 10,6-12,3 37,4

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

28

Sulawesi Tengah 36,6 35,2-38,1 33,0 31,4-34,5 8,2 7,6- 8,9 22,4

Sulawesi Selatan 29,0 28,1-30,0 26,7 25,7-27,7 5,9 5,6- 6,3 20,3

Sulawesi Tenggara 31,6 30,3-32,9 29,3 27,9-30,6 7,3 6,6- 8,1 23,1

Gorontalo 31,5 30,0-33,1 26,8 25,3-28,4 10,0 8,9-11,3 31,7

Sulawesi Barat 33,9 31,9-36,1 31,9 29,8-34,0 4,7 4,1- 5,5 13,9

Maluku 29,3 27,7-30,5 27,4 25,8-29,1 4,4 3,8- 5,1 15,0

Maluku Utara 28,4 26,4-30,5 25,8 23,9-27,9 5,2 4,6- 5,8 18,3

Papua Barat 20,1 18,3-22,1 17,6 15,9-19,5 7,1 6,0- 8,4 35,3

Papua 22,3 20,9-23,8 20,7 19,3-22,1 4,2 3,6- 4,8 18,8

Indonesia 32,2 31,9-32,4 28,3 28,1-28,6 7,8 7,7- 8,0 24,2

Keterangan :

PU1: Prevalensi berdasarkan pengukuran dan termasuk kasus yang sedang

minum obat hipertensi

PU2: Prevalensi berdasarkan pengukuran, tanpa kasus yang sedang minum obat

hipertensi

PD/O: Prevalensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum

obat hipertensi

Cakupan Nakes: Proporsi kasus hipertensi yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan

dan/atau minum

Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia

dan di setiap provinsi. Pada tabel dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan

pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah

32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%)

sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional

berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi

tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%).

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

29

Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi

secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan

terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah

24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi

adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah

ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan

Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga

kesehatan hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi

di masyarakat belum terdiagnosis.

C. Dampak Resiko Tinggi Pada Fungsi Keluarga

1. Merepotkan dalam memberikan perawatan, pengaturan diet, mengantar kontrol

dan menambah beban biaya hidup yang terus menerus.

2. Produktifitas menurun, apabila hipertensi mengenai kepala keluarga yang

berperan sebagai pencari nafkah untuk kebutuhan skeluarga, maka akan meng-

hambat kegiatannya sehari-hari untuk kegiatan seperti semula.

3. Psikologi, peran kepala keluarga akan digantikan dengan anggota keluarga yang

lain.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Proses pengkajian merupakan pengumpulan informasi yang

berkesinambungan, dianalisa dan diinterprestasikan serta diidentifikasi secara

mendalam. Sumber data pengkajian diperoleh dari anamnesa (wawancara),

mengamatan (observasi), pemeriksaan fisik anggota keluarga dan data dokumentasi.

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

30

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah kesehatan adalah situasi atau kondisi yang berhubungan dengan tidak

terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga atau anggota keluarga.Sedangkan diagnosa

keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga tentang masalah kesehatan

aktual dan potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai

tujuan asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan kewenangan perawat.

Tahapan dalam diagnosa keperawatan keluarga, antara lain :

a. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, segera dilakukan analisa yaitu dengan

mengkaitkan data dan menghubungkan dengan konsep teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan

keperawatan keluarga.

b. Perumusan Masalah

Langkah setelah dilakukan analisa data adalah merumuskan masalah. Perumusan

masalah dalam keperawatan keluarga dapat diarahkan kepada sasaran kita baik

individu maupun keluarga. Komponen dalam penulisannya terdiri atas problem

(masalah), etiologi (penyebab), dan sign/simptom (tanda dan gejala).

c. Jenis Diagnosa Keperawatan

Adapun jenis diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

1) Aktual : masalah yang nyata yang terjadi saat pengkajian dan didapatkan

tanda dan gejala yang mengarah pada masalah tersebut. Komponen dari

masalah ini terdiri atas PES (Problem, Etiologi, Sign/simptom).

2) Resiko/ancaman : sudah ada data yang terjadi dan menunjang terjadinya

masalah kesaehatan tetapi belum terjadi gangguan.

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

31

3) Potensial : keadaan sejahtera dimana keluarga dalam keadaan sejahtera dapat

ditingkatkan sebagai komponen diagnosa keperawatan : masalah, penyebab,

tanda dan gejala.

d. Prioritas Masalah

Setelah merumuskan masalah, tahap berikutnya adalah menentukan diagnosa

mana yang menjadi diagnosa prioritas.Diagnosa yang menjadi prioritas, dilihat

dari angka yang paling tinggi dilanjutkan sampai angka yang terendah. Untuk

mendapatkan masalah prioritas, terllebih dahulu dilakukan perhitungan dengan

menggunakan skala Baylon dan Maglaya (1978) sebagai berikut :

Skoring :

1) Tentukan skor untuk setiap kriteria.

2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot :

Skor x bobotAngka tertinggi

3) Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria.

4) Skor tertinggi adalah 5 = seluruh.

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

32

TABEL 2.3Skoring Kriteria

NoKriteria Komponen Skor Bobot

1 Sifat Masalah.

Aktual 31Potensia 2

Resiko 1

2

Kemungkinan

masalah dapat

diubah.

Mudah 2

2Sebagian 1

Tidak dapat 0

3Potensial masalah

dapat dicegah.

Tinggi 3

1Cukup 2

Rendah 1

4Menonjoln

ya masalah.

Berat, segera ditangani

2

1Ada masalah, tidak

perlu segera ditangani.

1

Tidak dirasakan ada masalah

0

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan merupakan salah satu tahap dari proses

keperawatan dimulai dari penentuan tujuan (umum/khusus), penetapan standar dan

kriteria serta menentukan perencanaan untuk mengatasi masalah keluarga. Rencana

tindakan ini diarahkan untuk membantu keluarga mengubah pengetahuan menjadi

lebih baik, mengubah sikap yang mendukung perilaku sehat, dan mengubah perilaku

kearah yang lebih baik.

4. Implementasi Keperawatan

Secara sederhana implementasi adalah melaksanakan tindakan keperawatan

yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan

seperti ini, perawat seharusnya tidak boleh bekerja sendiri dan melibatkan keluarga

serta disiplin ilmu lain.

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

33

5. Evaluasi

Eveluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai

tujuan. Terdapat dua jenis evaluasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan

keluarga, yaitu sebagai berikut :

a. Evaluasi Formatif

Evaluasi yang dilakukan sesaat setelah pelaksanaan tindakan keperawatan.

Penulisannya lebih dikenal dengan mengunakan format SOAP.

b. Evaluasi Sumatif

Evaluasi akhir apabila waktu perawatan sudah sesuai dengan perencanaan. Bila

terdapat ketidaksesuaian dalam hasil yang dicapai, keseluruhan proses mulai dari

pengkajian sampai dengan tindakan perlu ditinjau kembali.