ASUHAN KEPERAWATAN GBS.doc

19
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GBS (Guillain Barre Syndrome) A. PENGERTIAN GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf. B. ETIOLOGI Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN GBS.doc

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GBS (Guillain Barre Syndrome)

A. PENGERTIAN

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.B. ETIOLOGI

Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun. Penyebab yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni. Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :

- Peradangan saluran napas bagian atas

- Vaksinasi

- Diare

- Kelelahan

- Peradangan masa nifas

- Tindakan bedah

- Demam yang tidak terlalu tinggiC. TANDA DAN GEJALA

Sulit dideteksi pada awal kejadian Gejala berupa flu, demam, headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah.

Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :

Paraestasia (rasa baal, kesemutan)

Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata, mimik wajah, bicara, dllGangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)

Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis) Gangguan frekuensi jantung

Ganggua irama jantung

Gangguan tekanan darah

Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh

Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.D. PATOFISIOLOGITidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.

Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan. Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.

Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.E. Komplikasi1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic2. Tetraparese oleh karena penyebab lain3. Hipokalemia4. Miastenia Gravis5. adhoc commite of GBS6. Tick Paralysis7. Kelumpuhan otot pernafasan8. DekubitusF.Penatalaksanaan

a.TerapiSindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama.

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan:o Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance

0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.o Obat sitotoksikPemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:o 6 merkaptopurin (6-MP)o Azathioprineo cyclophosphamidEfek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.b. Perawatan

Perawatan umum ditujukan pada kandung seni (bladder), traktus digestivus (Bowel), pernapasan (breathing), badan dan kulit (Body and Skin care), mata dan, mulut, makanan (nutrition and fluid balance)Bila ada tanda-tanda kelumpuhan otot pernapasan harus secepatnya dirujuk/dikonsulkan kebagian anesthesia bila PO2 menurun dan PCO2 meningkat atau vital kapasitas < 15 1/menit. Apakah memerlukan respirator untuk mengetahui dengan cepat gangguan otot pernapasan, yang terdapat dua bentuk ialah sentral dan perifer. Yang sentral tidak ada dyspne, tetapi kelainan ritme : cheyne-stoke.ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien

Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan status.2. Keluhan utama

Keluhan yang sering adalah berhubungan dengan kelumpuhan atau kelemahan otot baik kelemahan secara fisik umum maupun lokalis seperti melemahnya otot-otot pernapasan.

3. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan, semakin memburuknya kondisi/kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit. Keluhan yang sering ditemukan adalah gagal napas, melemahnya otot pernapasan, disfagia, kelemahan otot ekstremitas atas dan bawah, dan kelainan kardiovaskuler.

4. Riwayat penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, Infeksi GI, dan tindakan bedah saraf.

5. Riwayat Psikososial

Pengkajian psikologis klien GBS meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.B. Pemeriksaan Fisik 1. B1 (Breathing) Kesulitan bernafas atau sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital atau paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret, melemahnya otot-otot perbapasan, bunyi napas Ronchi.

2. B2 (Bleeding) Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi, wajah kemerahan.3. B3 (Brain) Kesadaran klien Composmentis, Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.

4. B4 (Bladder) Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

5. B5 ( Bowel) Mual, muntah, kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.

6. B6 (Bone) Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera/injuri fraktur tulang, hemiplegi, paraplegi.C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, dan

kontraktilitas

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan makanan

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular dan penurunan kekuatan ototD. Intervensi Keperawatan1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasanTujuan/kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distress pernapasan, dan pola napas efektif

Intervensi Mandiri

1. Pantau frekuensi, kedalaman daln kesimetrisan pernapasan. Catat peningkatan kerja napas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.

R/ : peningkatan distres pernapasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi mekanik

2. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon

R/ : penurunan sensasi sering kali (walau tidak selalu ) mengarah pada kelemahan

motorik

3. Catat adanya kelelahan pernapasan selama berbicara kalau pasien masih dapat berbicara.

R/ : merupakan inikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernapasan/menurunnya kapasitas paru

4. Auskultasi bunyi napas, cata tidak adanya bunyi atau suara tambahan seperti ronchi

R/ : peningkatan resistensi jalan napas dan atau akumulasi sekret akan megganggu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi pernapasan (seperti pneumonia)

5. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakan pasien pada posisi duduk bersandar

R/ : meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernapasan dan membatasi terjadinya resiko aspirasi secretKolaborasi

6. Lakukan pemantaan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur

R/ : menentukan keefektifan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan untuk/keefektifan dari intervensi7. Lakukan tinjau ulang terhadap foto rontgen

R/ : adanya perubahan merupakan indikasi dari kongesti paru dan atau atelektasis

8. Berikan obat ata bantu dengan tindakan pembersihan pernapasan, seperti latihan pernapasan, perkusi dada, fibrasi, dan drainase postural

R/ : memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis dengan memobilisai secret

danmeningkatkan ekspansi alveoili paru.2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, dan kontraktilitasTujuan : penurunan curah jantung tidak terjadi

Kriteria Hasil:

1. TD normal

2. Tidak menunjukkan tanda disritmia

3. Curah jantung meningkat

Intervensi:Mandiri 1. Observasi TTV klien.

Rasional : mengetahui tekanan darah klien dan sebagai data dasar untuk proses

intervensi

2. Catat adanya suara murmur jantung

Rasional : menunjukkan adanya gangguan aliran darah dalam jantung

3. Pantau kualitas nadi, frekuensi denyut dan irama jantung.

Rasional : perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.Kolaborasi4. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional : untuk meningkatkan saturasi oksigen dalam darah.3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makananTujuan/kriteria hasil :Mendomensterasikan berat badan stabil, normalisasi nilai- nilai laboratorium dan tidak tanda malnutrisi

IntervensiMandiri

1. kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk pada keadaan teratur

R/ : kelemahan otot dan refleks yang hiperaktif/ hipoaktif dapat mengindikasikan kebutuhan akan metode makan alternatif, seperti melalui selang NG dan sebagainya

2. auskultasi bising usus, e4valuasi adanya distensi abdomen

R/ : perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis/imobilisasi

3. catat masukan kalori setiap hari

R/ : mengidentifikasi kekurangan makanan dan keutuhannya

4. catat makanan yang di sukai/ tidak disukai oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang di kehendakinya. Berikan makanan setengah padat/cair

R/ :meningkatkan rasa kontrol dan mungkin juga dapat meningkatkan usaha untuk makan. Makanan lunak/ setengah padat mkmenurunkan resiko terjadinya aspirasi

5. anjurkan untuk makan sendiri jika memunkinkan

R/ : derajat hilangnya kontrol motorik mempengaruhi kemampuan untuk makan sendiri

6. timbang berat badan setiap hari

R/ : mengkaji keefektifan aturan diet Kolaborasi

7. berikan diet tinggi kalori atau protein nabati

R/ : makanan suplementasi dapat meningkatkan pemasukan nutrisi.

8. pasang /pertahankan selang NG.

R/ dapat di berikan jika pasien tidak mampu untuk menelan( jika refleks menelan mengalami gangguan untuk pemasukan makanan, kalori , elektrolit dan mineral.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular dan penurunan kekuatan ototTujuan : kemampuan mobilitas pasien meningkat

Kriteria Hasil:

1. Dekubitus tidak terjadi

2. Pasien mampu melakukan mobilitas fisik

Intervensi:Mandiri 1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik.

Rasional : mengetahui tingkat kemampuan mobilitas fisik klien

2. Dekatkan segala kebutuhan yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan kebutuhan sahari-hari

Rasional : membantu mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.

3. Hindarkan faktor yang dapat menyebabkan trauma pada klien saat melakukan mobilisasi

Rasional : mencegah timbulnya trauma pada klien.

4. Ajarkan latiahan rentang gerak aktif maupun pasif

Rasional : membantu meningkatkan kemampuan mobilitas klien.Kolaborasi 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.

Rasional : mencegah terjadinya kontraktur dalam latihan rentang gerak.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GBS (Guillain Barre Syndrome)

Kelompok 9 :1. M. Rusfath Rizal

2. Edianti Komala E.F.D

3. Eka Darma S.

4. Rinny FauziahPROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN/II B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH SAMARINDATAHUN AJARAN

2013/2014