ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R · PDF filekematian pneumonia pada balita masih...
Transcript of ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R · PDF filekematian pneumonia pada balita masih...
i
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R UMUR 15
BULAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
(ISPA) RINGAN DI PUSKESMAS TAWANGSARI
KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir
Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun oleh :
MEGA HARMADIYANTI
B09 031
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “Asuhan Kebidanan Balita Sakit pada Anak R
Umur 15 Bulan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Ringan di
Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun
untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan Prodi DIII
Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai
pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Dheny Rohmatika, S.SiT, selaku Ketua Prodi DIII Kebidanan Kusuma
Husada Surakarta
3. Ibu Annisaul Khoiriyah, S.ST, selaku dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada
penulis.
4. Kepala Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo, yang telah bersedia
memberikan ijin pada penulis dalam pengambilan data.
5. Seluruh dosen dan staff Prodi DIII Kebidanan STIKes Kusuma Husada
Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan.
v
6. Anak Ibnu Ridwan Choiri dan keluarga, selaku responden yang telah bersedia
memberikan izin pada penulis sebagai subjek dalam Karya Tulis Ilmiah.
7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian
selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 28 Agustus 2012
Penulis
vi
Prodi D III Kebidanan Kusuma Husada Surakarta
Karya Tulis Ilmiah, 28 Agustus 2012
Nama : Mega Harmadiyanti
NIM : B09 031
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R DENGAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
RINGAN DI PUSKESMAS TAWANGSARI
KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN 2012
xi + 72 halaman + 9 lampiran
INTISARI
Latar Belakang: Angka kematian balita (AKB) masih tinggi yaitu menurut SDKI
tahun 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. ISPA merupakan salah satu
penyebab angka kesakitan dan kematian pada balita di negara berkembang.
Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. ISPA masih merupakan masalah
kesehatan yang cukup penting karna menyebabkan kematian yang cukup tinggi
yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Tujuan: Tujuan asuhan kebidanan pada balita dengan ISPA ringan adalah mampu
melakukan pengkajian pada balita dengan ISPA dengan menerapkan manajemen
kebidanan menurut Varney, menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus di
lapangan, memberikan alternatif pada balita dengan ISPA ringan.
Metodologi: Jenis studi yang digunakan adalah deskriptif, studi kasus dilakukan
di Puskesmas Tawangsari Sukoharjo pada balita dengan ISPA ringan dan
dilaksanakan tanggal 6 juli - 13 juli. Adapun teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik.
Hasil Studi Kasus: Asuhan kebidanan pada anak dengan ISPA ringan dilakukan
secara berkesinambungan untuk memantau adanya tanda-tanda komplikasi.
Asuhan kebidanan yang dilakukan meliputi pemenuhan kebutuhan makan,
istirahat, kebersihan lingkungan dengan pemberian obat-obatan secara mandiri
yaitu chlorpheniramine (CTM 2 tablet 4 mg), Dexamethasone 2 tablet 0,5 mg, Vit
C 2 tablet 25 mg, Glyceryl Guaiacolate (GG 2 tablet 100 mg) dibentuk puyer 10
bungkus, siminum 3x1/ hari. Dalam memberikan asuhan kebidanan ini diperlukan
dukungan dari keluarga khususnya ibu agar bersedia melaksanakan anjuran
petugas kesehatan. Setelah dilakukan perawatan selama 7 hari keadaan umum
anak baik, sudah tidak pilek, nafsu makan baik, sudah tidak batuk.
Kesimpulan: Dari kasus ini masalah pada anak dengan ISPA ringan dapat diatasi
dan komplikasi yang sering terjadi dapat dihindari setelah diberikan asuhan
kebidanan dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut Varney. Pada
pelaksanaan asuhan kebidanan ini terjadi kesenjangan antara teori dan praktik, di
lahan klinik pada pengkajian data di pemeriksaan sistematis dimana kepala, leher,
genetalia anus tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan waktu.
Kata kunci : Asuhan Kebidanan, Balita, ISPA
Kepustakaan : 28 Literatur (2002 s/d 2012)
vii
MOTTO
v Hidup adalah suatu perjuangan yang di dalamnya banyak rintangan untuk
menuju kesuatu kesuksesan (penulis).
v Sesungguhnya setiap kesulitan itu pasti disertai dengan kemudahan
(QS. Al-insyiroh : 6 ).
v Jadikan setiap yang kita lakukan adalah ibadah dan lakukan itu semua
dengan ikhlas untuk mencapai Ridho-Nya (penulis).
v Dengan senyum, maka semua pekerjaan yang berat akan menjadi lebih
ringan maka lakukan semua hal dengan tersenyum (penulis).
PERSEMBAHAN
Dengan segala rendah hati, Karya Tulis
Ilmiah ini
Penulis persembahkan kepada :
v Ayah dan bunda tercinta terimakasih atas
doa restunya dan cinta kasihnya selama
ini.
v Adikku tercinta yang selalu memberikan
semangat setiap langkahku.
v Teman-teman yang telah berpartisipasi
dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.
v Almamater tercinta.
viii
CURICULUM VITAE
Nama : Mega Harmadiyanti
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta,18 Oktober 1991
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kracaan Rt 04/11, Semin, Semin, Gunung Kidul,
Yogyakarta
Riwayat Pendidikan
1. SD N 09 Pagi, Jakarta Selatan LULUS TAHUN 2003
2. SMP N 01 Semin, Gunung Kidul LULUS TAHUN 2006
3. SMA N 01 Semin, Gunung Kidul LULUS TAHUN 2009
4. Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Angkatan 2009-2010
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
INTISARI..................................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................................. vii
CURICULUM VITAE................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 4
E. Keaslian Penelitian ................................................................. 5
F. Sistematika Penelitian ............................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis ............................................................................ 8
1. Balita ................................................................................ 8
2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ...................................... 10
x
B. Teori Manajemen Kebidanan ................................................. 25
1. Pengertian Manajemen Kebidanan................................... 25
2. Proses Manajemen Kebidanan menurut Varney .............. 25
C. Landasan Hukum ................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Studi Kasus ................................................................... 42
B. Lokasi Studi Kasus ................................................................. 42
C. Subyek Studi Kasus ............................................................... 42
D. Waktu Studi Kasus ................................................................. 42
E. Instrumen Studi Kasus ........................................................... 42
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 43
G. Alat-alat yang Dibutuhkan ..................................................... 46
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan kasus........................................................................ 47
B. Pembahasan............................................................................ 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 70
B. Saran...................................................................................... . 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3. Surat Balasan Studi Pendahuluan
Lampiran 4. Surat Ijin Penggunaan Lahan
Lampiran 5. Surat Balasan Penggunaan Lahan
Lampiran 6. Surat Permohonan Responden
Lampiran 7. Informed Consent
Lampiran 8. Format Asuhan Kebidanan Balita Sakit
Lampiran 9. Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka tersebut menunjukkan penurunan yang lambat dibandingkan pada
AKB pada tahun 2002, yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup (Syafei, 2010).
Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih
diakibatkan oleh gizi buruk, pneumonia dan diare. Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab dari kematian pada balita di
negara berkembang. ISPA mengakibatkan sekitar 20%-30% kematian anak
balita dan diperkirakan 10%-20% per tahun balita yang meninggal karena
pneumonia, yang merupakan infeksi lanjut dari ISPA. ISPA juga merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan.
Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-30%
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
disebabkan oleh ISPA. Menurut WHO, kriteria untuk menentukan bahwa
kematian pneumonia pada balita masih merupakan masalah di suatu wilayah
atau negara adalah apabila angka kematian balita berada di atas 20%
(Maryunani, 2010).
ISPA merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara. ISPA adalah
suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di negara
2
berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu. Banyak dari
penderita ISPA perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.
Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. ISPA masih merupakan
masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan
balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi
(Maryunani, 2010).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo, pada periode Pebruari 2011 sampai dengan periode
Pebruari 2012 didapatkan data sebanyak 3.738 jumlah kunjungan balita.
Berdasarkan data tersebut 1.594 balita (42,64%) balita dinyatakan sehat,
1.469 balita (39,30%) menderita ISPA ringan, 395 balita (10,57%) menderita
demam, 250 balita (6,69%) menderita diare dan 30 balita (0,80%) menderita
gangguan ISPA berat.
Berdasarkan data tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang kasus ISPA dengan judul “Asuhan Kebidanan Balita Sakit
Pada Anak R dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Ringan di
Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah sebagai
berikut:” Bagaimanakah penerapan asuhan kebidanan balita sakit pada Anak
3
R dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Ringan di Puskesmas
Tawangsari Sukoharjo?”.
C. Tujuan Studi Kasus
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini meliputi tujuan umum
dan tujuan khusus, yaitu:
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mempelajari, memahami dan menerapkan asuhan
kebidanan pada balita sakit dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ringan.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu:
a. Melaksanakan pengkajian data balita sakit pada anak R umur 15
bulan dengan ISPA ringan.
b. Menginterpretasikan data meliputi diagnosa kebidanan, masalah,
kebutuhan pada kasus balita sakit pada anak R umur 15 bulan
dengan ISPA ringan.
c. Menentukan diagnosa/masalah potensial balita sakit pada anak R
umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera balita sakit pada
anak R 15 bulan dengan ISPA ringan.
e. Merencanakan asuhan kebidanan balita sakit pada anak R umur 15
bulan dengan ISPA ringan.
4
f. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan anak balita sakit pada
anak R umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
g. Mengevaluasi efektifitas asuhan kebidanan balita sakit pada anak R
umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
h. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik dalam
pelaksanaan asuhan kebidanan balita sakit pada anak R umur 15
bulan dengan ISPA ringan.
i. Mendokumentasikan hasil asuhan kebidanan balita sakit pada anak R
umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
j. Memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan
anak R umur 15 bulan dengan ISPA ringan.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Diri Sendiri
Untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari pendidikan dan
memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian.
2. Bagi Profesi
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi bidan
dalam asuhan kebidanan pada balita sakit dengan ISPA ringan.
3. Bagi Institusi
a. Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan
penyempurnaan penanganan kasus balita sakit dengan ISPA ringan.
5
b. Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bacaan tambahan untuk
memperluas wawasan bagi generasi atau mahasiswa mendatang.
E. Keaslian Studi Kasus
Studi kasus tentang anak dengan ISPA pernah dilakukan oleh:
1. Handayani (2004), dari Akademi Kebidanan Kusuma Husada dengan
judul “Asuhan Kebidanan Pada An.R dengan ISPA Ringan di Puskesmas
Gajahan Pasar Kliwon Surakarta”. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian Studi Kasus dengan analisis data deskriptif.
Hasil studi kasus tersebut telah menggunakan manajemen asuhan
kebidanan dengan tujuh langkah varney dalam mengatasi ISPA ringan
pada anak. Dalam mengatasi masalah asuhan yang diberikan dengan cara
memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit ISPA dan pemberian
terapi obat Paracetamol 3 x 0,1 mg/hari, CTM 3 x 0,8 mg/hari, GG 3 x 20
mg/hari diberikan 3 x 1 bungkus per hari. Setelah diberikan asuhan
selama tujuh hari didapatkan hasil bahwa sekarang anak tidak rewel,
batuk, pilek, nafsu makan baik dan anak sudah dalam keadaan sehat.
2. Hastari (2009), dari Akademi Kebidanan Kusuma Husada dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada An.Z dengan ISPA Sedang di RSUD Kota
Surakarta”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi Kasus
dengan analisis data deskriptif.
Hasil studi kasus tersebut telah menggunakan manajemen asuhan
kebidanan dengan tujuh langkah varney dalam mengatasi ISPA pada
6
anak. Dalam mengatasi masalah asuhan yang diberikan dengan cara
memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit ISPA dan pemberian
terapi dengan diberi puyer 10 bungkus diberikan 3 x 1 per hari yang
berisi : Codixen dosis 3 x 250 mg, Paracetamol dosis 3 x 100 mg, CTM
dosis 3 x 25 mg, Gliseril Guaicolat dosis 3 x 50 mg, Ambroxol dosis 3 x
100 mg. Setelah diberikan asuhan selama tujuh hari didapatkan hasil
bahwa sekarang anak tidak rewel, batuk, pilek, nafsu makan baik dan
anak sudah dalam keadaan sehat.
Perbedaan studi kasus tersebut dengan studi kasus yang akan
dilakukan oleh penulis terletak pada tempat dan pasien/subyek yang
diambil kasusnya. Persamaan studi kasus tersebut dengan studi yang
dilakukan oleh penulis terletak pada kasus yang diambil yaitu sama-sama
balita sakit dengan (ISPA).
F. Sistematika Penulisan
Gambaran sistematis Karya Tulis Ilmiah adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan gambaran tentang karya tulis secara keseluruhan terdiri
dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan studi kasus,
manfaat studi kasus, keaslian studi kasus, sistematika penulisan
sehingga pembaca dapat memperoleh informasi secara ringkas dari
karya tulis ini.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menyajikan teori medis dari masalah yang diteliti yaitu
teori tentang balita dengan ISPA teori manajemen kebidanan dan
landasan hukum.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menyajikan jenis studi, lokasi studi kasus, subjek studi
kasus, waktu studi kasus, instrumen studi kasus, teknik
pengumpulan data dan alat-alat yang dibutuhkan.
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang beberapa kesenjangan teori dan praktek yang
penulis temukan sewaktu pengambilan kasus di Puskesmas
Tawangsari Sukoharjo dengan pendekatan manajemen kebidanan
menurut Varney.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan
inti pembahasan asuhan kebidanan pada anak dengan ISPA. Saran
merupakan alternatif pemecahan masalah hendaknya bersifat
realitis dan operasional yang artinya saran itu pun dapat
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Balita
a. Definisi
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima
tahun (Muaris, 2006).
Menurut Sutomo & Anggraeni (2010), balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun).
b. Tahapan Tumbuh Kembang Balita
Pertumbuhan fisik anak relatif lebih lambat dibandingkan
dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih
cepat. Perhatian anak terhadap lingkungan menjadi lebih besar
dibanding dengan masa sebelumnya di mana lebih banyak berinteraksi
dengan keluarganya. Anak lebih banyak menyelidiki benda di
sekitarnya dan meniru apa yang diperbuat oleh orang lain dan anak
bersifat egosentris, yaitu sifat keakuan yang kuat sehingga segala
sesuatu yang disukainya dianggap sebagai miliknya. Pada masa ini,
anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga
tegas, sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Jika orang tua
9
mengenal kebutuhan anak, maka anak berkembang perasaan
otonominya sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan
rangsangan lingkungan (Nursalam dkk, 2008).
c. Kebutuhan Dasar Untuk Tumbuh Kembang
Tumbuh dan kembang seorang anak secara optimal
dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis, herediter, dan
konstitusi dengan faktor lingkungan. Agar faktor lingkungan
memberikan pengaruh yang positif bagi tumbuh kembang anak, maka
diperlukan pemenuhan atas kebutuhan dasar tertentu. Kebutuhan dasar
ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu asuh (kebutuhan fisik), asih
(kebutuhan emosi dan kasih sayang), dan asah (stimulasi).
1) Kebutuhan asuh (fisik)
Yang termasuk kebutuhan asuh adalah:
a) Nutrisi yang mencukupi dan seimbang.
b) Perawatan kesehatan dasar (imunisasi, kontrol ke Puskesmas/
Posyandu secara berkala, diperiksakan segera bila sakit).
c) Pakaian ( bersih dan nyaman).
d) Perumahan yang layak (sehat, cukup ventilasi, serta terjaga
kebersihan dan kerapiannya).
e) Higiene diri dan lingkungan.
f) Kesegaran jasmani (olah raga dan rekreasi).
10
2) Kebutuhan asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang)
Yang termasuk kebutuhan asih adalah :
a) Kasih sayang orang tua
b) Rasa aman
c) Harga diri (setiap anak ingin diakui keberadaan dan
keinginannya).
d) Dukungan /dorongan
e) Mandiri
f) Rasa memiliki
g) Kebutuhan akan sukses, mendapat kesempatan, dan
pengalaman.
3) Kebutuhan asah (stimulasi)
Stimulasi adalah perangsangan dari lingkungan luar anak,
yang berupa latihan atau bermain. Anak yang banyak mendapatkan
stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibandingkan
dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi. Stimulasi ini
sudah dapat dilakukan sejak masa pranatal dan setelah lahir
dengan cara menetekkan bayi pada ibunya sedini mungkin
(Nursalam dkk, 2008).
2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
a. Definisi
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute
11
Respiratory Infection (ARI), yaitu penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai
dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran
pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga
telinga tengah dan pleura (Mansyur, 2009).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit
yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik di negara berkembang
maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka
perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-
penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (Mansyur, 2009).
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah suatu
kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. ISPA dapat
ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran
pernafasannya (Maryunani, 2010).
b. Etiologi
Menurut Maryunani (2010), ISPA disebabkan oleh lebih dari
300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri penyebab ISPA antara lain
dari Genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Hemofillus,
Bordetalla, dan Korinobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain
golongan Mikosovirus Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus. Jamur penyebab ISPA antara lain
12
Aspergillus sp, Candidia albicans, Histoplasma capsulatum,
Coccidiodes immitis, Cyrptococcus neoformans.
Selain itu ISPA juga dapat disebabkan oleh asap kendaraan
bermotor, bahan bakar minyak/BBM biasanya minyak tanah.
c. Patofisiologi
Menurut Nurrijal (2009), perjalanan klinis penyakit ISPA
dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus
sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat
pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa saluran pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang
banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada
tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
13
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti Streptococcus pneumonia, Haemophylus
influenza dan Staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat
dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
14
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
d. Tanda dan Gejala
Menurut Nurrijal (2009), adapun pembagian tanda dan gejala
ISPA sebagai berikut :
1) ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
1) Batuk
2) Pilek
3) Dengan atau tanpa demam
4) Tenggorokan merah
2) ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala
berikut:
1) Pernafasan cepat.
2) Wheezing (nafas berbunyi ngik).
3) Sakit/keluar cairan dari telinga.
15
4) Bercak kemerahan (campak)
3) ISPA berat
Meliputi gejala ISPA sedang / ringan ditambah satu atau lebih
gejala berikut:
1) Tarikan dinding dada ke dalam sewaktu inspirasi (retraksi).
2) Kesadaran menurun (somnolen).
3) Bibir / kulit pucat kebiruan (sianosis).
4) Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
e. Diagnosa
Menurut Sinanmbela (2010), dalam pelaksanaan program P2
ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus
merupakan penegakan diagnosa, sedangkan penentuan klasifikasi
bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosa. Jika
seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan
pneumoni maka diagnosa penyakitnya adalah: batuk pilek biasa
(common cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-
pneumonia lainnya.
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh
Program P2 ISPA, diagnosa pneumonia pada balita didasarkan pada
adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi
napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast breathing)
ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit
16
atau lebih pada usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih
pada anak usia 1 tahun - <5 tahun.
Diagnosa pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5
tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan diagnosa pneumonia berat
ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi pernapasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat
pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing).
f. Faktor Resiko Terjadi ISPA
ISPA dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor Lingkungan
a) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar
untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak
mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan
terjadinya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah,
bersatu dalam kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita
bermain, sehingga dapat memudahkan terjadinya ISPA
(Maryunani, 2010).
b) Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau
pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami
17
maupun secara mekanis. Jadi jika di dalam rumah tidak
terdapat ventilasi maka udara bersih tidak dapat masuk dan
udara ruangan dari bau-bauan, asap atau debu tetap berada di
dalam ruangan sehingga memudahkan terjadinya Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Maryunani, 2010).
c) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian rumah menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati
luas rumah 8m². Melalui kriteria tersebut diharapkan dapat
mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas,
karena tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah, sehingga akan memudahkan terjadinya
ISPA (Maryunani, 2010).
2) Faktor Individu Anak
a) Berat badan lahir
Berat badan lahir menunjukan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai resiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan
lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran
karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
18
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama
pneumonia (Maryunani, 2010).
b) Status gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah
terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi nomal.
Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.
Jika keadaan gizinya buruk, tubuh tidak mempunyai cukup
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi, jadi
anak lebih mudah terserang ISPA (Mayunani, 2010).
c) Vitamin A
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan
dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan antibodi,
niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap
bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka waktu yang
tidak singkat (Maryunani, 2010).
d) Status Imunisasi
Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA
yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak, maka cakupan
peningkatan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang
meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila
19
menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan
pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Melalui
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian
pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah
(Maryunani, 2010).
3) Faktor Perilaku
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan
lainya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau
beberapa anggota keluarga memiliki masalah kesehatan, maka
akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA
sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada
sehari-hari didalam masyarakat/keluarga.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas
bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita
sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA
tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.
(Maryunani, 2010).
20
g. Perawatan Balita ISPA
Menurut Rasmaliah (2004), beberapa hal yang perlu
dikerjakan untuk mengatasi anak yang menderita ISPA yaitu :
1) Mengatasi panas (demam)
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, dicelupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Pemberian makanan
Memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-
lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu
tetap diteruskan.
3) Pemberian minuman
Mengusahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah
sakit yang diderita.
4) Istirahat cukup
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut
yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan
demam.
5) Jika pilek, membersihkan hidung yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang
lebih parah.
21
6) Menjaga kebersihan perorangan
7) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap.
8) Pencegahan penyebaran infeksi
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit ISPA pada anak, yaitu memberikan
imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik dan mencegah anak berhubungan
dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup
hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
h. Penanganan ISPA
Penanganan terhadap ISPA disesuaikan dengan
tingkatannya antara lain:
1) Penanganan ISPA berat
Penderita ISPA berat harus dirawat di Rumah Sakit dan
yang dilakukan adalah diberikan antibiotik parenteral dan
oksigen (Rasmaliah, 2004).
2) Penanganan ISPA sedang
Penanganan ISPA sedang harus mendapatkan
pertolongan dari petugas kesehatan (perawat atau bidan). Yang
harus dilakukan adalah diberi obat antibiotik kotrimoksasol
peroral.
22
Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau
ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain
(Rasmaliah, 2004).
3) Penanganan ISPA ringan
Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dapat
dilakukan di rumah. Jika anak menderita ISPA ringan maka
yang harus dilakukan adalah:
a) Tanpa pemberian obat antibiotik, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional (jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari) atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin (Bunyamin, 2012)
b) Bila demam diberikan obat penurun panas. Untuk anak
yang di bawah umur 6 tahun menggunakan paracetamol,
Ibuprofen atau Asetosal. Apabila obat dalam bentuk sirup
dengan dosis 1 sendok teh (120 mg/1 sendok teh) 3 – 4 kali
sehari maksimal pemberian 5x/24 jam, apabila obat dalam
bentuk tablet diberikan 10-15 mg/kg BB (3-4x/hari atau
antara 4-6 jam sekali) atau dengan kompres (Nasir, 2009).
23
i. Komplikasi
Penyakit ISPA sebenarnya merupakan self limited disease,
yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman
lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal,
penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1) Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena
pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala
umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri
dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis dan
maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto
rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala
malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak
besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala
hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen
dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan
mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa
sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan
memberikan antibiotik (Ngastiyah, 2005).
24
2) Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan
infeksi dapat menembus langsung ke daerah telinga tengah dan
menyebabkan Otitis Media Akut (OMA). Gejala OMA pada
anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi
(hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam
(Ngastiyah, 2005).
Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala
digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi
juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya
bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui
gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare. Karena
bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada
telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan
sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu
dikonsultasikan ke bagian THT. Biasanya bayi dilakukan
parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika
keadaan tidak membaik. Parasentesis (penusukan selaput
telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah
sendiri dan terjadi Otitis Media Perforata (OMP)
(Ngastiyah, 2005).
25
3) Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring ke arah
bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi komplikasi
jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Ngastiyah, 2005).
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
teori ilmiah, penemuan keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang
logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari 7 langkah yaitu
pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, penyusunan
rencana, pelaksanaan rencana asuhan secara efisien dan aman kemudian
evaluasi (Varney, 2004).
2. Proses manajemen kebidanan menurut Varney
Menurut Varney (2004), proses manajemen kebidanan terdiri dari:
a. Pengkajian data
Dalam tahap ini data/fakta yang dikumpulkan adalah data
obyektif dan/atau data subyektf dari pasien (Wildan & Hidayat, 2008).
26
Pengkajian balita dengan ISPA ringan antara lain :
1) Data subyektif (Anamnesa)
Anamnesa diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada
pasien/klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan
(Wildan & Hidayat, 2008). Pengkajian pada anamnesa meliputi :
a) Identitas
Identitas adalah data yang didapat dari pasien
sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
Menurut Matondang (2007), identitas terdiri dari:
(1) Nama
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa
benar-benar anak yang dimaksud, nama harus jelas dan
lengkap.
(2) Umur
Usia yang diperlukan untuk menginterpretasi
apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut normal sesuai
umurnya.
(3) Jenis kelamin
Jenis kelamin sangat diperlukan selain untuk
identitas juga untuk penilaian data pemeriksaan klinis.
27
(4) Nama orang tua
Nama ayah, ibu atau wali pasien harus dituliskan
dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat
banyak sekali nama yang sama.
(5) Alamat
Kejelasan alamat keluarga amat diperlukan agar
sewaktu-waktu dapat dihubungi, misalnya bila pasien
menjadi sangat gawat atau perlu tindakan operasi segera
atau perlu pemberian obat yang tak tersedia di rumah sakit
dan lain sebagainya.
(6) Umur, pendidikan dan pekerjaan
Selain sebagai tambahan identitas, informasi tentang
pendidikan dan pekerjaan orang tua baik ayah maupun ibu,
dapat menggambarkan keakuratan data yang diperoleh serta
dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis.
b) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat (Matondang, 2003). Pada
anak dengan ISPA ringan bisa berupa batuk, pilek, dengan atau
tanpa demam, tenggorokan merah (Nurrijal 2009).
28
c) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Riwayat imunisasi
Status imunisasi klien dinyatakan khususnya
imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Hal-
hal tersebut, selain diperlukan untuk mengetahui status
perlindungan pediatrik yang diperoleh, juga membantu
diagnosis (Matondang, 2007).
(2) Riwayat kesehatan keluarga/menurun
Riwayat ini dikaji untuk memperoleh gambaran
keadaan sosial ekonomi budaya dan kesehatan keluarga
pasien. Berbagai penyakit bawaan/keturunan seperti
terdapat riwayat hipertensi, riwayat kembar, dan
penyakit seperti TBC, Hepatitis, Jantung dan lain-lain
(Matondang, 2007).
(3) Riwayat Penyakit Yang Lalu
Riwayat ini dikaji untuk mengetahui riwayat
penyakit yang lalu pada anak (Matondang, 2007).
d) Riwayat Sosial
Riwayat ini dikaji untuk memperoleh gambaran
keadaan sosial anak yang meliputi yang mengasuh,
hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, lingkungan rumah (Matondang, 2007)
29
e) Pola kebiasaan sehari-hari meliputi :
(1) Nutrisi
Dikaji tentang nafsu makan, frekuensi makan, jenis
makanan yang di konsumsi dan jenis minuman yang
dikonsumsi sehari-hari (Matondang, 2007).
Pada umumnya pasien ISPA cenderung nafsu
makannya berkurang (Maryunani, 2010).
(2) Pola Istirahat/tidur
Dikaji tentang lama bayi tidur siang, malam, serta
keadaan bayi (tenang/gelisah) (Matondang, 2007).
Pada umumnya pasien ISPA pola istirahat
berkurang karena anak sering rewel dan gelisah
(Ngastiyah, 2005).
(3) Pola Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui berapa kali anak BAB dan
BAK dalam sehari, apakah ada gangguan atau tidak
(Surasmi, 2002).
Pada umumnya pasien ISPA pola eliminasinya tidak
ada gangguan (Ngastiyah, 2005).
2) Pemeriksaan fisik (Data Obyektif)
Pengkajian pada pemeriksaan fisik meliputi:
a) Status Generalis
30
(1) Keadaan umum
Tingkat kesadaran baik gerakan yang ekstrim dan
ketergantungan otot (Matondang, 2007).
Pada umumnya pasien ISPA ringan keadaan umum baik
namun gerakan anak biasanya kurang aktif
(Maryunani, 2010).
(2) Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai Composmentis,
apatis, somnolen, koma (Matondang, 2003).
Pada umumnya pasien ISPA ringan tingkat kesadaran
dinyatakan composmentis (Ngastiyah, 2005).
(3) Vital sign
Penilaian vital sign meliputi, suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah. Pada umumnya pasien ISPA suhu tubuhnya
mengalami peningkatan di atas 37,5oC, nadi cepat di atas
120 kali/menit, tekanan darah menurun, respirasinya cepat ±
di atas 40 kali/menit (Ngastiyah, 2005).
(4) Berat badan
Anak yang menderita ISPA biasanya mengalami tidak
nafsu makan sehingga terjadi penurunan berat badan
(Ngastiyah, 2005).
31
(5) Tinggi badan
Tinggi badan relatif normal sesuai dengan usia anak tidak
mengalami perubahan (Ngastiyah, 2005).
(6) Lingkar kepala
Pemeriksaan lingkar kepala dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan otak (Ngastiyah, 2005).
(7) Lingkar dada
Pemeriksaan lingkar dada dilakukan untuk mengetahui
keterlambatan pertumbuhan (Ngastiyah, 2005).
b) Pemeriksaan Sistematis
(1) Kulit
Pemeriksaan meliputi warna dan pigmentasi kulit,
kelembapan, palpasi pada kulit untuk menentukan suhu,
turgor kulit, oedem, infeksi terhadap adanya jaringan
parut/keloid (Maryunani, 2010).
(2) Kepala
Pemeriksaan meliputi rambut (warna, bentuk, kebersihan)
kepala ada kelainan atau tidak (Maryunani, 2010).
(3) Muka
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk muka,
kesimetrisan, pembengkakan, pucat atau tidak pucat
(Maryunani, 2010). Anak yang menderita ISPA biasanya
muka terlihat pucat (Ngastiyah, 2005)
32
(4) Hidung
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi adakah nafas cuping
hidung, kotoran yang menyumbat jalan nafas, ada
benjolan/tidak, adakah secret (Maryunani, 2010). Anak
yang menderita ISPA ringan biasanya ada secret yang
keluar dari hidung, tidak ada nafas cuping hidung
(Ngastiyah, 2005).
(5) Mata
Pemeriksaan meliputi simetris/tidak, pembengkakan,
konjungtiva normal merah muda, sklera normal putih bersih
(Maryunani, 2010).
(6) Telinga
Meliputi bentuk, pengeluaran, higiene terhadap telinga luar,
palpasi terhadap nyeri tekan (Maryunani, 2010).
(7) Mulut
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi periksa bibir terhadap
warna (pucat, kemerahan, pecah-pecah), simetris,
pembengkakan gusi, lidah, gigi caries atau tidak, stomatitis
atau tidak, gusi berdarah atau tidak, tenggorokan merah
atau tidak (Maryunani, 2010). Anak yang menderita ISPA
biasanya bibir terlihat pucat, dan tenggorokan pucat
(Ngastiyah, 2005).
33
(8) Leher
Pemeriksaan meliputi ada pembesaran kelenjar limfe atau
tidak, ada tumor atau tidak, ada pembesaran kelenjar tyroid
atau tidak (Maryunani, 2010).
(9) Dada
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi mengi dan batuk,
adakah tarikan dinding dada (Maryunani, 2010). Pada kasus
ISPA ringan umumnya tidak ada mengi, tarikan dinding ke
dalam (retraksi).
(10) Perut
pemeriksaan meliputi nyeri tekan, warna dan keadaan kulit
abdomen, kembung atau tidak (Maryunani, 2010).
(11) Genitalia
Pemeriksaan meliputi, jika laki-laki dapat diperiksa dengan
cara memperhatikan ukuran, bentuk penis dan apakah testis
sudah turun ke skrotum, jika perempuan apakah labia
mayora sudah menutupi labia minora dan adanya epispadia
(terbelahnya mons pubis dan klitoris serta uretra membuka
di bagian dorsal) (Maryunani, 2010).
(12) Anus
Pemeriksaan anus lebih baik dilakukan dengan
menempatkan anak lebih tinggi dari abdomennya atau
letakkan anak pada posisi tengkurap. Kaji adanya tonus/
34
kekuatan sfingter ani untuk mengetahui adanya refleks anal
(Maryunani, 2010).
(13) Ekstremitas
Pemerikasaan meliputi kelengkapan, kelainan dan
mobilitas (Priharjo, 2007).
c) Pemeriksaan tingkat perkembangan
Status perkembangan pasien perlu dikaji secara rinci
untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan. Pada balita
perlu ditanyakan beberapa patokan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, sosial personal dan bahasa adaptif
(Matondang, 2007).
b. Interpretasi Data
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara
benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhan pasien. Masalah atau
diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi yang
benar terhadap data dasar. Selain itu, sudah terpikirkan perencanaan
yang dibutuhkan terhadap masalah (Wildan & Hidayat, 2008).
Terdiri dari :
1) Diagnosa kebidanan, merupakan diagnosa yang ditegakkan bidan
sesuai dengan lingkup praktik kebidanan dan dalam tanggung
jawab maupun tanggung gugat bidan (Estiwidani, 2008).
Contoh :
An. X Umur......tahun dengan ISPA ringan
35
Diagnosa diatas ditegakkan berdasarkan data dasar yang meliputi
Data Subyektif dan Data Obyektif. Data Subyektif adalah data
yang menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesa (Estiwidani, 2008) dan Data Obyektif
adalah data yang terdiri dari pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
Contoh data subyektif:
a) Ibu mengatakan umur bayi …… tahun.
b) Ibu mengatakan anaknya batuk, pilek dan demam
(Nurrijal, 2009).
Contoh data obyektif :
a) Tanda-tanda vital, yaitu suhu tubuhnya di atas 37,5 ̊ c, nadi
cepat diatas 120 x/menit, respirasi cepat diatas 40 x/menit
(Ngastiyah, 2005).
b) Ditemukan secret (pilek) di hidung (Ngastiyah, 2005)
c) Gerak kurang aktif dan rewel, muka pucat, nafas terengah-
engah, tenggorokan merah (Maryunani, 2010).
2) Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman
klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau menyertai
diagnosa (Varney, 2004). Masalah yang umumnya muncul pada
balita dengan ISPA ringan umumnya anak batuk, pilek, demam,
susah tidur, rewel dan nafsu makan kurang (WHO, 2003).
36
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal dalam diagnosa dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisa yang dibutuhkan klien
dan belum teridentifikasi dalam melakukan analisa data
(Varney, 2004). Berdasarkan masalah, maka kebutuhan yang
dipenuhi pada kasus ISPA ringan menurut WHO (2003) adalah
sebagai berikut :
a) Beritahu ibu agar anaknya istirahat cukup.
b) Beri suport pada ibu untuk bersabar dan selalu menenangkan
anaknya.
c) Beritahu ibu untuk memenuhi gizi pada anaknya.
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
c. Diagnosa Potensial
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial yang lain berdasarkan beberapa masalah dan
diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan dilakukan proses
pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan
segera (Wildan & Hidayat, 2008).
Diagnosa yang muncul adalah potensial terjadinya ISPA
sedang (WHO, 2003).
37
d. Antisipasi
Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah
ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,
kolaborasi atau melakukan rujukan (Wildan & Hidayat, 2008).
Antisipasi muncul jika diagnosa potensial muncul kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan segera (WHO, 2003).
Langkah yang perlu dilaksanakan antara lain :
1) Pemberian cairan tergantung keadaan pasien.
2) Pemberian makanan
3) Pemberian terapi secara mandiri untuk obat demam, dan batuk.
e. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan yang mencakup tujuan dan
langkah-langkah yang akan dilakukan bidan dalam melakukan
intervensi dalam rangka memecahkan masalah termasuk rencana
evaluasi (Wildan & Hidayat, 2008).
Berdasarkan hasil tersebut, maka langkah perencanaan pada
kasus ini adalah sebagai berikut:
1) Berikan terapi obat batuk
Tanpa pemberian obat antibiotik, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional (jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari) atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
38
merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin
(Bunyamin, 2012)
2) Berikan terapi obat penurun panas
Bila demam diberikan obat penurun panas. Untuk anak
yang di bawah umur 6 tahun menggunakan paracetamol, Ibuprofen
atau Asetosal. Apabila obat dalam bentuk sirup dengan dosis 1
sendok teh (120 mg/1 sendok teh) 3 – 4 kali sehari maksimal
pemberian 5x/24 jam, apabila obat dalam bentuk tablet diberikan
10-15 mg/kg BB (3-4x/hari atau antara 4-6 jam sekali) atau dengan
kompres (Nasir, 2009).
3) Anjurkan keluarga/ibu untuk memberikan kompres agar panasnya
turun (Rasmaliah, 2004).
4) Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk memberikan nutrisi yang cukup
pada anaknya (Rasmaliah, 2004).
5) Anjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan (Rasmaliah, 2004).
6) Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk membersihkan hidung jika anak
pilek (Rasmaliah, 2004).
7) Anjurkan pada anak untuk istirahat yang cukup (Rasmaliah, 2004).
8) Beritahu cara pencegahan infeksi (Rasmaliah, 2004).
f. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan rencana asuhan kebidanan, bidan harus
bertindak sesuai rencana yang sudah ditentukan. Pencatatan dalam
39
pelaksanaan juga termasuk penanganan kasus-kasus yang memerlukan
tindakan di luar wewenang bidan sehingga perlu dilakukan kegiatan
kolaborasi atau rujukan. Selain itu, pengawasan dan monitor kemajuan
kesehatan pasien juga perlu dicatat (Wildan & Hidayat, 2008).
Pelaksanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
oleh pasien dan tim (mandiri, kolaborasi, rujukan) kesehatan serta
keluarga klien. Jika bidan tidak melaksanakan sendiri, ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaan tersebut.
g. Evaluasi
Dalam evaluasi kegiatan yang perlu dilaksanakan adalah
mencatat proses manajemen kebidanan. Evaluasi diperoleh dari
tindakan pengukuran antara keberhasilan dan rencana. Evaluasi juga
dilakukan dengan membandingkan keberhasilan dengan langkah-
langkah manajemen lainnya. Hasil evaluasi dapat dijadikan
identifikasi/analisis masalah selanjutnya bila diperlukan
(Wildan & Hidayat, 2008).
Evaluasi yang akan dicapai :
1) Ibu telah memberikan perawatan di rumah (Nurrijal, 2009).
2) Demam telah diobati dengan Paracetamol, Ibuprofen atau Asetosal
(Nasir, 2009).
3) Batuk telah diobati dengan obat tradisional (jeruk nipis ½ sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh) atau obat
40
batuk Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin (Bunyamin,
2012).
4) Anak/balita sudah dalam kondisi sehat
Evaluasi diikuti dengan catatan perkembangan dengan metode
SOAP yaitu :
S : Subyektif
Meliputi langkah pertama dari Varney, yaitu data yang
merupakan segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien.
O : Obyektif
Meliputi langkah pertama dari Varney, yaitu data yang
diobservasikan dari hasil pemeriksaan oleh bidan/tenaga
kesehatan lain.
A : Assesment/Analisa
Meliputi langkah kedua, ketiga dan keempat dari Varney, yaitu
kesimpulan dari data obyektif dan subyektif.
P : Plan/Perencanaan
Meliputi langkah kelima, keenam, dan ketujuh dari Varney,
yaitu merupakan rencana yang akan dilakukan berdasarkan
analisis pelaksanaan dan evaluasinya.
C. Landasan Hukum
Arah dan kebijakan tatalaksana ISPA berdasarkan KEPMENKES
No.1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002 adalah: Pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA ditujukan pada kelompok usia balita, yaitu bayi (0 - kurang 1
41
tahun) dan anak balita (1 - kurang 5 tahun) dengan fokus penanggulangan
pada penyakit pneumonia. Pemilihan kelompok ini target populasi program
didasarkan pada kenyataan bahwa angka mortalitas dan angka morbiditas
ISPA pada kelompok umur balita di Indonesia masih tinggi.
Pelayanan kesehatan anak, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 yang meliputi :
1. Ruang lingkup:
a. Pelayanan bayi baru lahir
b. Pelayanan bayi
c. Pelayanan anak balita
d. Pelayanan anak pra sekolah
2. Kewenangan:
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan
perawatan tali pusat.
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir.
Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
c. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah.
d. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah.
e. Pemberian konseling dan penyuluhan.
f. Pemberian surat keterangan kelahiran.
g. Pemberian surat keterangan kematian.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Studi
Karya Tulis ilmiah ini merupakan jenis laporan studi kasus dengan
metode deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan suatu fenomena yang ada di masyarakat
(Notoatmodjo, 2010).
B. Lokasi Studi Kasus
Lokasi pengambilan kasus ini dilaksanakan di Puskesmas Tawangsari,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
C. Subyek Studi Kasus
Subyek pengambilan kasus ini adalah balita Anak R umur 15 bulan
dengan ISPA ringan.
D. Waktu Studi Kasus
Pada kasus ini pengambilan data dimulai pada tanggal 6 Juli sampai
13 Juli 2012.
E. Instrumen Studi Kasus
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah dengan
format asuhan kebidanan pada balita sakit menurut Hellen Varney meliputi
pengkajian, interpretasi data, diagnose potensial, antisipasi tindakan segera,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
43
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah:
1. Data Primer
Adalah data yang diambil secara langsung dari obyek/obyek penelitian
oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2007).
Data primer diperoleh dengan cara:
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan head to toe (dari
kepala sampai kaki), untuk memberikan panduan dalam mengkaji
setiap area tubuh, dengan tujuan untuk meminimalkan pengabaian
tahapan pemeriksaan (Maryunani, 2010)
Beberapa teknik yang digunakan dalam pengkajian/pemeriksaan fisik
adalah sebagai berikut :
1) Inspeksi
Suatu proses yang dilakukan dengan menggunakan
pengamatan/observasi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pengamatan pada kulit (warna dan pigmentasi kulit), kepala
(rambut (warna, bentuk, kebersihan) kepala ada kelainan atau
tidak), muka (pucat atau tidak), hidung ( adakah nafas cuping
hidung dan adakah secret), mata (simetris/tidak, pembengkakan,
konjungtiva normal merah muda, sklera normal putih bersih),
telinga (pengeluaran dan kebersihan telinga), mulut (pada bibir
warna pucat, kemerahan, pucat dan pada tenggorokan kemerahan),
dada ( adakah tarikan dinding dada kedalam), perut (warna dan
keadaan kulit abdomen, kembung atau tidak), genetalia (jika laki-
44
laki dapat diperiksa dengan cara memperhatikan ukuran, bentuk
penis dan apakah testis sudah turun ke skrotum, jika perempuan
apakah labia mayora sudah menutupi labia minora dan adanya
epispadia (terbelahnya mons pubis dan klitoris serta uretra
membuka di bagian dorsal), ekstremitas (kelengkapan, kelainan
dan mobilitas).
2) Palpasi
Suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan
jari-jari dan tangan untuk meraba adanya normalitas atau
abnormalitas. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi palpasi pada
kulit (untuk menentukan suhu, turgor kulit, oedem, infeksi
terhadap adanya jaringan parut/keloid), kepala (ada kelainan atau
tidak, ada benjolan/tidak), muka (ada pembengkakan/tidak),
hidung (ada benjolan/tidak), mata (pembengkakan/tidak), telinga
(adakah nyeri tekan), leher (pembesaran kelenjar limfe atau tidak,
ada tumor atau tidak, ada pembesaran kelenjar tyroid atau tidak)
dan perut (nyeritekan, kembung atau tidak), anus (kaji adanya
tonus/ kekuatan sfingterani untuk mengetahui adanya refleks anal),
ekstremitas (oedem).
3) Auskultasi
Suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan
alat, seperti stetoskop. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
auskultasi pada dada ( adakah stridor/ nafas seperti mengorok
sewaktu istirahat, wheezing/ nafas berbunyi ngik).
45
b. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini
memberikan hasil secara langsung (Hidayat, 2007).
Wawancara dilakukan pada orang tua balita An. X dengan
ISPA ringan.
c. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden.
Penelitian ini mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti
(Hidayat, 2007). Data diperoleh dari data primer melalui observasi
dan pengamatan secara langsung pada pasien. Pengamatan yang
dilakukan meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda – tanda vital,
BB/TB, LK/LLA , pemeriksaan sistematis (kulit, kepala, muka,
telinga, mata hidung, mulut, leher, dada, perut, genetalia, anus, dan
ekstermitas).
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002).
Cara mendapatkan data sekunder yaitu dengan studi kepustakaan yaitu
bahan-bahan pustakan yang sangat penting dalam menunjang latar
belakang suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Studi kepustakaan ini
46
diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan penyakit ISPA yaitu
buku-buku referensi tahun 2002 – 2012.
G. Alat-alat yang dibutuhkan
1. Format asuhan kebidanan
2. Termometer
3. Stetoskop
4. Jam tangan
5. Senter
6. Metline
7. Timbangan
8. Pengukur tinggi badan
47
BAB IV
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
Ruang : Periksa
Tanggal : 6 Juli 2012
1. PENGKAJIAN
Tanggal : 6 Juli 2012 pukul : 08.50 WIB
a. Identitas
1) Identitas Anak
a) Nama : An. R
b) Umur : 15 bulan
c) Jenis kelamin : Laki-laki
d) Anak ke : 3
e) Alamat : Cemetuk 3/x Lorog, Tawangsari, Sukoharjo
2) Identitas Ibu Identitas Ayah
a) Nama : Ny. S Nama : Tn. S
b) Umur : 32 tahun Umur : 40 tahun
c) Agama : Islam Agama : Islam
d) Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
e) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
f) Alamat : Cemetuk 3/x Lorog, Tawangsari,Sukoharjo
48
b. Anamnesa (Data Subyektif)
1) Alasan datang ke puskesmas : Ibu mengatakan ingin memeriksakan
anaknya yang sejak kemarin batuk, pilek dan ibu juga mengatakan
anaknya belum diberi obat apapun.
2) Riwayat kesehatan
a) Imunisasi
Ibu mengatakan :
(1) BCG : Tanggal 1 Mei 2011
(2) DPT 1 : Tanggal 1 Juni 2011
(3) DPT 2 : Tanggal 1 Juli 2011
(4) DPT 3 : Tanggal 7 Agustus 2011
(5) Polio 1 : Tanggal 1 Mei 2011
(6) Polio 2 : Tanggal 1 Juni 2011
(7) Polio 3 : Tanggal 1 Juli 2011
(8) Polio 4 : Tanggal 7 Agustus 2011
(9) Hepatitis B 1 : Tanggal 1 Juni 2011
(10) Hepatitis B 2 : Tanggal 1 Juli 2011
(11) Hepatitis B 3 : Tanggal 7 Agustus 2011
(12) Campak : Tanggal 8 Januari 2012
(13) Imunisasi yang lain : Tidak ada
b) Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan sebelumnya, anaknya belum pernah menderita
penyakit apapun yang menyebabkan harus dibawa ke rumah
sakit.
49
c) Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan bahwa anaknya sekarang sedang menderita
batuk, pilek, sejak kemarin.
d) Riwayat penyakit keluarga/menurun
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun keluarga suaminya
tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun seperti
DM, Jantung, Asma dan tidak ada yang menderita penyakit
menular seperti hepatitis, TBC.
3) Riwayat sosial
a) Yang mengasuh
Ibu mengatakan mengasuh anaknya dengan suami.
b) Hubungan dengan anggota keluarga
Ibu mengatakan hubungan dengan anggota keluarga baik dan
harmonis.
c) Hubungan dengan teman sebaya
Ibu mengatakan anak senang bermain-main dengan teman
sebayanya.
d) Lingkungan rumah
Ibu mengatakan lingkungan rumah aman, rapi dan bersih, letak
rumah berdekatan dengan rumah yang lain, jumlah anggota
keluarga 5 orang.
50
4) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
Sebelum sakit:
(1) Makanan yang disukai
Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara lain
nasi, sayur, lauk, buah, ASI, roti/biskuit.
(2) Makanan yang tidak disukai : tidak ada
(3) Pola makan yang digunakan :
(a) Pagi : Ibu mengatakan anaknya makan pagi
pukul 07.00 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, jenis minuman : air putih,
ASI.
(b) Siang : Ibu mengatakan anaknya makan siang
pukul 11.30 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, buah (pisang, pepaya), jenis
minuman : air putih, ASI.
(c) Malam : Ibu mengatakan anaknya makan malam
pukul 18.00 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, jenis minuman : air putih,
ASI.
Selama sakit:
(1) Makanan yang disukai
Ibu mengatakan makanan yang disukai anaknya antara lain
nasi, sayur, lauk, buah, ASI, roti/biskuit.
51
(2) Makanan yang tidak disukai : tidak ada
(3) Pola makan yang digunakan :
(a) Pagi : Ibu mengatakan anaknya makan pagi
pukul 07.00 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, jenis minuman : air putih,
ASI.
(b) Siang : Ibu mengatakan anaknya makan siang
pukul 11.30 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, buah (pisang, pepaya), jenis
minuman : air putih, ASI.
(c) Malam : Ibu mengatakan anaknya makan malam
pukul 18.00 WIB, jenis makanan : nasi,
sayur, lauk, jenis minuman : air putih,
ASI.
b) Istirahat / tidur
(1) Tidur siang
(a) Sebelum sakit : Ibu mengatakan setiap hari anaknya
tidur siang mulai jam 11.30 WIB ± 2-3
jam /hari.
(b) Selama sakit : Ibu mengatakan selama sakit pola
istirahat anaknya tidak ada perbedaan
dengan sebelum sakit, anak tidur siang
mulai jam 11.30 WIB ± 2-3 jam/hari.
52
(2) Tidur malam
(a) Sebelum sakit : Ibu mengatakan tidur lamanya ± 10-11
jam, kadang terbangun untuk minum
dan kadang ngompol.
(b) Selama sakit : Ibu mengatakan tidur lamanya ± 10
jam sering terbangun karena batuk.
c) Mandi
Sebelum sakit:
(1) Pagi : Ibu mengatakan anak mandi pukul
08.00 WIB
(2) Malam : Ibu mengatakan anak mandi pukul
16.00 WIB
Selama sakit:
(1) Pagi : Ibu mengatakan anak mandi pukul
08.00 WIB
(2) Malam : Ibu mengatakan anak mandi pukul
16.00 WIB
d) Aktivitas
Ibu mengatakan sehari-hari anak bermain dengan teman
sebayanya dengan pengawasan ibu/ayah.
53
e) Eliminasi
Sebelum sakit:
(1) BAK : Ibu mengatakan ± 5 – 6 x/hari, warna kuning
jernih.
(2) BAB : Ibu mengatakan ± 1 – 2 x/hari, warna kuning,
konsistensi lunak.
Selama sakit:
(1) BAK : Ibu mengatakan ± 5 – 6 x/hari, warna kuning
jernih.
(2) BAB : Ibu mengatakan ± 1 – 2 x/hari, warna kuning,
konsistensi lunak.
c. Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)
Tanggal : 6 Juli 2012 pukul : 08.55 WIB
1) Status Generalis
a) Keadaan umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) TTV : S : 36,3o C R : 33x /menit
N: 110x /menit
d) BB/TB : 8400 gram/ 86 cm
e) LK/LLA : 45 cm/15 cm
2) Pemeriksaan Sistematis
a) Kulit : Bersih, lembut, turgor baik.
54
b) Muka : Simetris kanan dan kiri, tidak ada oedema, tidak
pucat.
c) Mata : Simetris kanan kiri, conjungtiva merah muda,
sklera putih dan bersih.
d) Telinga : Kanan dan kiri simetris, bersih, tidak ada
kotoran dan tidak ada cairan yang keluar.
e) Hidung : Hidung simetris, terdapat cairan/lendir berwarna
jernih dan encer, kulit hidung bagian luar
tampak kemerahan.
f) Mulut : Bibir berwarna merah muda, lidah bersih, tidak
ada stomatitis, gusi tidak bengkak/berdarah,
tenggorokan kemerahan, tumbuh gigi seri
sebanyak 4 buah bagian atas 2 buah bagian
bawah.
g) Dada : Tidak ada tarikan dinding dada saat bernafas,
tampak simetris, tidak ada bunyi stridor dan
tidak ada bunyi weezing.
h) Perut : Tidak ada nyeri tekan dan tidak kembung.
i) Ekstremitas : Dapat bergerak aktif/bebas,simetris kanan dan
kiri, jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada
kelainan.
3) Pemeriksaan tingkat perkembangan
a) Perkembangan motorik kasar : Berjalan
55
b) Perkembangan motorik halus : Mencoret-coret
c) Perkembangan bahasa
(1) Mengerti dan melakukan perintah sederhana atau larangan
dari orang lain.
(2) Mengulang bunyi yang didengarnya
(3) Dapat mengatakan 5-10 kata
d) Perkembangan tingkah laku sosial
Memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu yang besar terhadap
hal-hal yang ada disekitarnya
4) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
b) Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan
2. INTERPRETASI DATA
Tanggal : 6 Juli 2012 pukul : 09.00 WIB
a. Diagnosa kebidanan
An. R umur 15 bulan dengan ISPA ringan
Data Dasar
Data Subyektif :
1) Anak lahir tanggal 5 April 2011
2) Ibu mengatakan anaknya berumur 15 bulan
3) Ibu mengatakan anaknya batuk dan pilek sejak satu hari yang lalu
dan anak agak rewel
56
Data Obyektif :
1) Keadaan umum : baik
2) Kesadaran : composmentis
3) TTV
S : 36,3 °C
N : 110 x/menit
R : 33 x/menit
4) BB/TB : 8400 gram/86 cm
5) LK/LLA : 45 cm/ 15 cm
a) Telinga : Kanan dan kiri simetris, bersih tidak ada serumen
dan tidak ada cairan yang keluar.
b) Hidung : Hidung simetris, terdapat cairan/lendir berwarna
jernih dan encer, kulit hidung bagian luar tampak
kemerahan.
c) Mulut : Bibir berwarna merah muda, lidah bersih, gusi tidak
bengkak/berdarah, tenggorokan merah.
d) Dada : Tidak ada tarikan dinding dada saat bernafas,
tampak simetris, tidak ada bunyi stridor dan tidak
ada bunyi weezing.
b. Masalah
Anak batuk pilek dan rewel
57
c. Kebutuhan
1) Beritahu ibu agar anaknya istirahat cukup.
2) Anjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan rasa nyaman pada
anaknya.
3. DIAGNOSA POTENSIAL
ISPA Sedang
4. ANTISIPASI / TINDAKAN SEGERA
Memberikan terapi secara mandiri berupa obat batuk dan pilek
1) Chlorpheniramine (CTM) 2 tablet 4 mg
2) Dexamethasone 2 tablet 0,5 mg
3) Vit. C 2 tablet 25 mg
4) Glyceryl Guaiacolate (GG) 2 tablet 100 mg
Dibentuk puyer 10 bungkus, diminum 3 x 1/hari
Jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap
5. PERENCANAAN
a. Beritahu ibu tentang keadaan anaknya.
b. Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang
seimbang pada anaknya.
c. Anjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
58
d. Anjurkan pada keluarga/ ibu untuk membersihkan hidung jika anak
pilek.
e. Anjurkan ibu untuk membawa anaknya kontrol ulang jika terjadi tanda
bahaya pada anak.
6. PELAKSANAAN
Tanggal : 6 Juli 2012 pukul : 09.05 WIB
a. Memberitahu pada ibu tentang penyakit anaknya, bahwa anaknya
mengalami ISPA ringan.
b. Menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang
seimbang pada anaknya, yaitu menu yang mengandung karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral.
c. Menganjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
d. Menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk membersihkan hidung jika
anak pilek agar mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah.
e. Menganjurkan ibu pada anak untuk istirahat yang cukup.
f. Menganjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan rasa nyaman pada
anaknya.
g. Memberikan terapi obat
Chlorpheniramine (CTM) 2 tablet 4 mg
Dexamethasone 2 tablet 0,5 mg
59
Vit. C 2 tablet 25 mg
Glyceryl Guaiacolate (GG) 2 tablet 100 mg
Dibentuk puyer 10 bungkus, diminum 3 x 1/hari
Jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap.
h. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang jika terjadi tanda bahaya pada
anak, seperti : anak tidak mau minum/menyusu, anak selalu
memuntahkan semua yang telah dimakan dan anak mengalami kejang.
7. EVALUASI
Tanggal : 6 Juli 2012 pukul : 09.30 WIB
a. Ibu sudah mengerti tentang penyakit anaknya
b. Ibu bersedia untuk memberikan nutrisi yang cukup pada anaknya.
c. Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan perorangan anaknya dan
lingkungan.
d. Ibu bersedia untuk membersihkan hidung anaknya.
e. Ibu bersedia melakukan anjuran bidan agar anaknya istirahat cukup.
f. Terapi sudah di berikan, ibu bersedia untuk memberikan/meminumkan
obat pada anaknya.
g. Ibu bersedia untuk kontrol ulang bila terjadi tanda bahaya pada anak.
60
DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal : 7 juli 2012 pukul : 09.00 WIB
S :
1. Ibu mengatakan anaknya masih batuk dan pilek
2. Ibu mengatakan anaknya masih sedikit rewel
3. Ibu mengatakan sudah meminumkan obat pada anaknya
O :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV
S : 36,2°C R : 33 x/menit
N : 110 x/menit
4. Hidung masih ada lendir yang keluar
5. Dada tidak ada bunyi stridor/mengi,tidak ada tarikan dinding dada
kedalam
A : An R umur 15 bulan dengan ISPA Ringan perawatan hari ke- 2
P : Tanggal : 7 Juli 2012 pukul : 09.10 WIB
1. Menganjurkan pada ibu untuk meneruskan pemberian obat pada anak
2. Menganjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan rasa nyaman
pada anaknya.
3. Melakukan follow up pada tanggal 9 Juli 2012 dengan kunjungan
rumah
61
E : Tanggal : 7 Juli 2012 pukul : 09.20 WIB
1. Ibu bersedia meneruskan pemberian obat pada anaknya
2. Ibu bersedia menenangkan/memberikan rasa nyaman pada
anaknya.
3. Follow up dilakukan 2 hari yang akan datang pada tanggal 9
Juli 2012.
DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal : 9 Juli 2012 pukul : 14.30 WIB
S :
1. Ibu mengatakan anaknya masih batuk, pilek tetapi anak sudah tidak
rewel
2. Ibu mengatakan sudah meminumkan obat pada anaknya
O :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV
S : 36,1 °C R : 32 x/menit
N : 110 x/menit
4. Hidung masih ada lendir yang keluar, tapi hanya kadang-kadang
5. Dada tidak ada bunyi stridor/mengi,tidak ada tarikan dinding dada
kedalam
A : An R umur 15 bulan dengan ISPA ringan perawatan hari ke- 4
62
P : Tanggal : 9 Juli 2012 pukul : 14.40 WIB
1. Menganjurkan pada ibu untuk meneruskan pemberian sisa obat pada
anak dan menghentikan jika obat habis.
2. Melakukan follow up pada tanggal 11 Juli 2012 dengan kunjungan
rumah
E : Tanggal : 9 Juli 2012 pukul : 14.50 WIB
1. Ibu bersedia meneruskan pemberian obat pada anaknya
2. Follow up dilakukan 2 hari yang akan datang pada tanggal 11
Juli 2012
DATA PERKEMBANGAN III
Tanggal :11 Juli 2012 pukul : 09.05 WIB
S :
1. Ibu mengatakan anaknya sudah tidak batuk, pilek kadang-kadang,
tidak rewel, nafsu makan baik
2. Ibu mengatakan obatnya sudah habis
O :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV
S : 36,1 °C N : 111x/menit R:32x/menit
4. Hidung bersih tidak ada lendir yang keluar
5. Dada tidak ada bunyi stridor/mengi,tidak ada tarikan dinding dada
63
A : An R umur 15 bulan dengan ISPA ringan perawatan hari ke- 6
P : Tanggal 11 Juli 2012 pukul: 09.15 WIB
1. Menganjurkan pada ibu untuk membersihkan hidung anaknya jika ada
lendir yang keluar, agar mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah.
2. Menganjurkan pada ibu untuk segera kontrol bila tidak kunjung
sembuh setelah obat habis atau terjadi tanda-tanda bahaya pada anak.
3. Melakukan follow up pada tanggal 13 Juli 2011 dengan kunjungan
rumah
E : Tanggal : 11 Juli 2012 pukul : 09.25 WIB
1. Ibu bersedia untuk membersihkan hidung anaknya
2. Ibu bersedia segera kontrol jika tidak kunjung sembuh/terjadi
tanda-tanda bahaya.
3. Follow up dilakukan pada 2 hari yang akan datang pada tanggal
13 Juli 2012
DATA PERKEMBANGAN IV
Tanggal : 13 Juli 2012 pukul : 15.00 WIB
S :
Ibu mengatakan anaknya sudah tidak sakit, tidak batuk, tidak pilek dan
nafsu makan baik.
64
O :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV
S : 36,2 °C N : 110x/menit R:32x/menit
4. Hidung tidak ada lendir yang keluar
5. Anak terlihat lebih aktif
A : An R umur 15 bulan dengan riwayat ISPA ringan
P : Tanggal : 13 Juli 2012 pukul: 15.10 WIB
1. Menganjurkan pada ibu untuk tetap mempertahankan anak pada
kondisi yang sehat
2. Menganjurkan pada ibu untuk rutin membawa ke posyandu untuk
memantau tumbuh kembang anak
E : Tanggal : 13 Juli 2012 pukul :15.20 WIB
1. Ibu bersedia mempertahankan anaknya dalam kondisi yang
sehat
2. Ibu bersedia untuk rutin membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan dan posyandu untuk memantau tumbuh kembang
anak.
B. Pembahasan
Pada sub bab ini akan dibahas tentang kasus yang penulis ambil yaitu
balita sakit pada An R umur 15 bulan dengan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) Ringan dibandingkan dengan berbagai teori yang ada. Pelaksanaan
65
studi kasus ini menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney yang
terdiri dari tujuh langkah yaitu Pengkajian, Interpretasi data, Diagnosa
potensial, Tindakan segera/ Antisipasi, Perencanaan, Pelaksanaan dan
Evaluasi.
1. Pengkajian Data
Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif dan obyektif yang
penulis peroleh pada kasus An R umur 15 bulan terdapat di antaranya data
subyektif yang meliputi identitas, keluhan, dan pola kebiasaan sehari-hari.
Diketahui bahwa anak batuk, pilek sejak satu hari yang lalu dan anak agak
rewel. Data obyektif yang dikaji meliputi status generalis (keadaan umum
baik, kesadaran composmentis, TTV meliputi suhu 36,3°C, nadi 110
x/menit, respirasi 33 x/menit, berat badan 8400 gram/tinggi badan 86 cm,
lingkar kepala 45 cm/lingkar lengan 15 cm), pemeriksaan sistematis (
telinga (kanan dan kiri simetris, bersih tidak ada serumen dan tidak ada
cairan yang keluar), hidung (simetris, terdapat cairan/lendir berwarna
jernih dan encer, kulit hidung bagian luar tampak kemerahan), mulut (bibir
berwarna merah muda, lidah bersih, gusi tidak bengkak/berdarah,
tenggorokan merah), dada (tidak ada tarikan dinding dada saat bernafas,
tampak simetris, tidak ada bunyi stridor dan tidak ada bunyi weezing).
Menurut Wildan & Hidayat (2008) pengkajian balita dengan ISPA
ringan antara lain data subyektif yang meliputi identitas, keluhan utama
(pada anak dengan ISPA ringan bisa berupa berupa batuk, pilek, dengan
atau tanpa demam, tenggorokan merah (Nurrijal 2009), pada umumnya
66
pasien ISPA cenderung nafsu makannya berkurang, pada umumnya pasien
ISPA pola istirahat berkurang karena anak sering rewel dan gelisah, pada
umumnya pasien ISPA pola eliminasinya tidak ada gangguan. Data
obyektif yang dikaji meliputi status generalis yaitu KU, kesadaran, TTV,
BB/PB, LK/LD. Pada umumnya pasien ISPA ringan keadaan umumnya
baik namun gerakan anak biasanya kurang aktif, pada umumnya pasien
ISPA tanda-tanda vital nya seperti suhu tubuhnya mengalami peningkatan
di atas 37,5ºc, nadi cepat diatas 120 x/menit, tekanan darah menurun,
respirasinya cepat diatas 40 x/menit) dan pemeriksaan sistematis yang
dilakukan meliputi kulit, kepala, muka, hidung, mata, telinga, mulut, leher,
dada, perut, genetalia, anus dan ekstermitas. Pada umumnya pasien ISPA
muka biasanya terlihat pucat, tidak ada pembengkakan dan simetris. Pada
hidung umumnya tidak ada nafas cuping hidung dan ada secret yang
keluar. Pada telinga umumnya tidak ada pengeluaran cairan dan palpasi
tidak ada nyeri tekan. Pada mulut umumnya bibir pucat dan tenggorokan
merah. Pada dada umumnya tidak ada mengi dan tidak ada tarikan dinding
dada kedalam. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dengan
kasus, di mana pemeriksaan sitematis yang meliputi kepala, leher,
genetalia dan anus pada kasus/praktek di lahan tidak dilakukan
dikarenakan keterbatasan waktu.
2. Interpretasi Data
Pada kasus ini hasil pemeriksaan didapatkan An R batuk, pilek,
tenggorokan merah dan rewel . Diagnosa kebidanan yang ditetapkan
67
adalah balita sakit An R umur 15 bulan dengan (ISPA) ringan, menurut
WHO (2003) Diagnosa kebidanan ISPA ringan terdiri dari tanda-tanda
yang meliputi jika demam suhu tubuh diatas 37,5 °C, ditemukan secret
(pilek) di hidung, dan gerakan kurang aktif, rewel, muka pucat, nafas
terengah-engah dan tenggorokan merah. Sedangkan masalah yang timbul
adalah batuk, pilek dan rewel. Kebutuhannya yaitu beritahu ibu agar
anaknya istirahat cukup dan anjurkan ibu untuk menenangkan/memberikan
rasa nyaman pada anaknya.
Pada langkah interpretasi data ini dilakukan identifikasi yang benar
terhadap diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan (Varney, 2004).
Diagnosa : Seorang balita sakit An .X Umur......tahun dengan ISPA ringan
(Estiwidani, 2008). Masalah yang umumnya muncul pada balita sakit
dengan ISPA ringan adalah anak batuk, pilek, demam, susah tidur, rewel
dan nafsu makan kurang (WHO, 2003). Kebutuhan pada balita sakit
dengan ISPA ringan antara lain beritahu ibu agar anaknya istirahat cukup,
beri suport pada ibu untuk bersabar dan selalu menenangkan anaknya,
beritahu ibu untuk memenuhi gizi pada anaknya, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi (WHO, 2003). Pada langkah ini tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktek.
3. Diagnosa Potensial
Pada kasus An R diagnosa potensial yang ditetapkan yaitu ISPA
sedang. Menurut WHO (2003), diagnosa potensial yang terjadi pada balita
68
dengan ISPA ringan akan terjadi ISPA sedang. Pada langkah ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek.
Pada kasus ini, An R tidak mengalami ISPA sedang karena adanya
antisipasi yang baik dari tim medis. Pada langkah ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan praktek.
4. Antisipasi/Tindakan segera
Pada langkah ini dilakukan tindakan mandiri oleh bidan yaitu
pemberian terapi CTM 2 tablet 25 mg, Dexamethasone 2 tablet 25 mg,
Vit. C 2 tablet 25 mg, GG 2 tablet 50 mg, dibentuk puyer 10 bungkus,
diminum 3 x 1/hari. Selain obat tersebut, juga diberikan terapi berupa
Jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap.
Menurut WHO (2003), tindakan antisipasi pada balita sakit dengan
ISPA ringan yaitu pemberian cairan tergantung keadaan pasien, pemberian
makanan, kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi obat demam,
dan batuk. Pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktek dalam pemberian terapi. Walaupun tidak dilakukan kolaborasi
tetapi ISPA ringan pada balita sakit dapat teratasi dan tidak menimbulkan
masalah.
5. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada kasus An R yaitu beritahu ibu
tentang penyakit anaknya, anjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap
memberikan nutrisi yang seimbang pada anaknya, anjurkan pada ibu untuk
menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, anjurkan pada keluarga/
69
ibu untuk membersihkan hidung jika anak pilek, anjurkan ibu untuk
membawa anaknya kontrol ulang jika terjadi tanda bahaya pada anak.
Menurut Rasmaliah (2004), langkah penanganan pada kasus ISPA
ringan adalah pengompresan, pemberian nutrisi, anjuran penjagaan
kebersihan perorangan dan lingkungan, istirahat cukup serta pencegahan
infeksi. Pada kasus tidak dilakukan pengompresan karena anak tidak
panas. Penanganan pada An R sudah diberikan sesuai kebutuhan. Pada
langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek.
6. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang dilakukan pada An R yaitu disesuaikan dengan
perencanaan, yaitu memberitahu ibu tentang penyakit anaknya,
menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk tetap memberikan nutrisi yang
seimbang pada anaknya, menganjurkan pada ibu agar anaknya istirahat
cukup, menganjurkan pada ibu untuk menenangkan/memberikan rasa
nyaman pada anaknya, menganjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan
perorangan dan lingkungan, menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk
membersihkan hidung jika anak pilek, memberikan terapi obat batuk, pilek
dan menganjurkan ibu untuk membawa anaknya kontrol ulang jika terjadi
tanda bahaya pada anak.
Pelaksanaan asuhan pada balita sakit dengan ISPA ringan adalah
disesuaikan dengan rencana tindakan (Wildan & Hidayat, 2008).
Pelaksanaan yang dilakukan pada balita sakit dengan ISPA ringan adalah
menganjurkan keluarga/ibu untuk memberikan kompres agar panasnya
70
turun, menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk memberikan nutrisi yang
cukup pada anaknya, menganjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan
perorangan dan lingkungan, menganjurkan pada keluarga/ ibu untuk
membersihkan hidung jika anak pilek, menganjurkan pada anak untuk
istirahat yang cukup, memberitahu cara pencegahan infeksi, memberikan
terapi obat batuk tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur
denga kecap atau madu ½ sendok teh dan obat panas paracetamol,
Ibuprofen, Asetosal (Nasir, 2009). Pada langkah ini tidak ditemukan
adanya kesenjangan antara teori dan praktek.
7. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan dilakukan evaluasi sehingga asuhan
yang diberikan kepada An R dapat menyeluruh dan masalah dapat
teratasi. Asuhan pada hari pertama semua bisa terlaksana dengan baik
tanpa ada hambatan dilanjutkan dengan observasi perkembangan kondisi
balita yang dilakukan di rumah pada tanggal 7 Juli-13 Juli 2012
diperoleh kondisi balita yang berangsur membaik ditandai dengan
keadaan umum baik, nafsu makan baik, tidak batuk, tidak pilek. An R
tidak mengalami komplikasi ataupun yang berkelanjutan.
Pada langkah ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori
dan praktek.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan yang diberikan pada anak dengan ISPA ringan
dengan menerapkan manajemen kebidanan tujuh langkah Varney dapat
diambil kesimpulan :
1. Pengkajian data didapatkan balita An R diklasifikasikan sebagai balita
sakit ISPA ringan, dengan tanda dan gejala meliputi batuk, pilek, dengan
tanpa demam dan tenggorokan merah.
2. Interpretasi data didapatkan diagnosa kebidanan pada An. R umur 15
bulan berupa ISPA ringan. Masalah yang muncul pada An. R adalah
batuk, pilek, dan rewel. Kebutuhan yang diperlukan adalah beritahu ibu
agar anaknya istirahat cukup dan anjurkan ibu untuk menenangkan/
memberikan rasa nyaman pada anaknya.
3. Diagnosa potensial yang ditetapkan yaitu ISPA sedang, tetapi karena
adanya penanganan yang intensif maka diagnosa potensial tersebut tidak
terjadi.
4. Upaya antisipasi yaitu pemberian terapi secara mandiri oleh bidan untuk
obat pilek dan obat batuk.
5. Perencanaan tindakan telah sesuai teori yaitu perawatan di rumah yang
berupa pemberian nutrisi, anjuran penjagaan kebersihan perorangan dan
lingkungan, istirahat cukup serta pencegahan infeksi.
72
6. Pelaksanaan dapat dilakukan dengan baik sesuai rencana yang telah
disusun karena adanya dukungan keluarga.
7. Evaluasi dilakukan selama tujuh hari untuk mengetahui perkembangan
balita, dengan hasil keadaan umum baik dan pasien dinyatakan sembuh
ditandai dengan keadaan umum baik, nafsu makan baik, tidak batuk dan
tidak pilek.
8. Pada pelaksanaan asuhan kebidanan ini terjadi kesenjangan antara teori
dan praktik, di lahan klinik pada pengkajian data di pemeriksaan sistematis
dimana kepala, leher, genetalia anus tidak dilakukan dikarenakan
keterbatasan waktu.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan
masukan berupa:
1. Ibu/masyarakat
Ibu dan keluarga diharapkan dapat mengenali tanda-tanda gejala ISPA
supaya keluarga dapat mengantisipasi sehingga tidak terjadi komplikasi
lebih lanjut.
2. Bagi Profesi
Diharapkan bidan untuk lebih meningkatkan pemberian penyuluhan
tentang perawatan balita sakit dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) agar balita terhindar dari masalah yang potensial terjadi.
3. Bagi Institusi
73
a. Rumah sakit
Diharapkan agar rumah sakit untuk tetap menjaga dan meningkatkan
mutu pelayanan dalam memberikan asuhan yang optimal pada balita
sakit dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Ringan.
b. Pendidikan
Diharapkan agar lebih melengkapi/menambah referensi tentang ISPA
ringan.