asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

39
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini. I. 2. Permasalahan Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan kasus abses otak? I. 3. Tujuan Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah: 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II). 2. Tujuan Khusus

description

lansia adalah seorang yang sudah tua yang memerukan kasian sayang dari keluarga

Transcript of asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Page 1: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES OTAK

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan

otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan

oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis.

Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-

komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental,

paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena

itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

I. 2. Permasalahan

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini

adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada sistem

persarafan dengan kasus abses otak?

I. 3. Tujuan

Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:

1.  Tujuan Umum

Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan

Medikal Bedah II (KMB II).

2.  Tujuan Khusus

a.  Memperoleh gambaran mengenai abses otak.

b.  Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.

I. 4. Manfaat

Manfaat dari penyusunan asuhan keperawatan ini, yaitu:

1.  Kegunaan Ilmiah

a.  Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa

b.  Sebagai salah satu tugas akademik

Page 2: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

2.  Kegunaan Praktis

Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan

pada klien dengan abses otak

BAB II

KONSEP MEDIS

II. 1. Pengertian

Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak;

terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh

penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular.

Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah

cerebrum 75% dan cerebellum 25%.

II. 2. Etiologi

Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:

1.  Bakteri

Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus

anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli

dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan

otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis

penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan

Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering

merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik

umumnya oleh Streptococcus anaerob.

2.  Jamur

Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides

dan spesies Candida dan Aspergillus.

3.  Parasit

Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat

menimbulkan AO secara hematogen.

4.  Komplikasi dari infeksi lain

Page 3: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis )hampir setengah dari

jumlah penyebab abses otak serta Komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru

(bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi

dan kulit.

II. 3. Patofisiologi

Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:

1.  Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran

infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak

dengan melalui tulang atau pembuluh darah.

2.  Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru,

bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.

3.  Komplikasi dari meningitis purulenta.

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi

leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari

atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.

Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak

dan bisa timbul meningitis.

AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di

sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung

seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran

hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan

substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi

pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada

penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan

darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia

ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat

yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan

terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka

bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke

dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada

umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah

multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak

Page 4: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,

kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa

minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu

rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.

Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang

progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara

beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi

perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :

1.  stadium serebritis dini

2.  stadium serebritis lanjut

3.  stadium pembentukan kapsul dini

4.  stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke

arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang

berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO

lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi

secara hematogen.

II. 4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM

menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik,

adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain

tergantung dari lokasi abses.

Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi

Lobus frontalis1.   Kulit kepala lunak/lembut

2.   Nyeri kepala yang terlokalisir di

frontal

3.   Letargi, apatis, disorientasi

4.   Hemiparesis /paralisis

5.   Kontralateral

Sinus paranasal

Page 5: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

6.   Demam tinggi

7.   Kejang

Lobus

temporal

1.   Dispagia

2.   Gangguan lapang pandang

3.   Distonia

4.   Paralisis saraf III dan IV

5.   Paralisis fasial kontralateral

cerebellum 1.   Ataxia ipsilateral

2.   Nystagmus

3.   Dystonia

4.   Kaku kuduk positif

5.   Nyeri kepala pada suboccipital

6.   Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Infeksi pada

telinga tengah

II. 5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus

abses otak, yaitu:

1.  X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.

2.  CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.

3.  MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi

perubahan ukuran.

4.  Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.

5.  Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat

(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).

II. 6. Penatalaksanaan

Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:

1.  Penatalaksaan Umum

a.  Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.

b.  Terapi peningktan TIK

c.   Support fungsi tanda vital

d.  fisioterapi

2.  Pembedahan

3.  Pengobatan

Page 6: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

a.  Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.

b.  Glococorticosteroid: Dexamethasone

c.   Anticonvulsants: Oilantin.

II. 7. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak

adalah:

1.  Gangguan mental

2.  Paralisis,

3.  Kejang

4.  Defisit neurologis fokal

5.  Hidrosephalus

6.  Herniasi

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

III. 1. Pengkajian

1.  Identitas klien dan psikososial

a.  usia,

b.  Jenis kelamin

c.   Pendidikan

d.  Alamat

e.  Pekerjaan

f.    Agama

g.  Suku bangsa

h.  Reran keluarga

i.    Penampilan sebelum sakit

j.    Mekanisme koping

k.   Tempat tinggal yang kumuh

Page 7: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

2.  Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

3.  Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal .

4.  Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,

mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung

(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

5.  Pemeriksaan fisik

a.  Tingkat kesadaran

b.  Nyeri kepala

c.   Nystagmus

d.  Ptosis

e.  Gangguan pendengaran dan penglihatan

f.    Peningkatan sushu tubuh

g.  Paralisis/kelemahan otot

h.  Perubahan pola napas

i.    Kejang

j.    Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

k.   Kaku kuduk

l.    Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif

6.  Pola fungsi kesehatan

a.  Aktivitas/istirahat

Gejala: malaise

Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.

b.  Sirkulasi

Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada

vasomotor).

c.   Eliminasi

Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi

d.  Nutrisi

Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).

Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.

e.  Higiene

Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)

Page 8: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

f.    Neurosensori

Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan

Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil

keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum

lokal.

g.  Nyeri /kenyamanan

Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku.

Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.

h.  Pernapasan

Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai

koma) dan gelisah.

i.    Keamanan

Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses

gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada

tengkorak/cedera kepala.

Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid

atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi.

III. 2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:

1.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,

peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Ditandai dengan :

Data Subjektif (DS):

a.  Klien mengatakan nyeri kepala

b.  Klien mengatakan merasa mual

c.   Klien mengatakan merasa lemah

d.  Klien mengatakan bahwa pandangannya kabur

Data Objektif (DO):

a.  Perubahan kesadaran

b.  Perubahan tanda vital

c.   Perubahan pola napas, bradikardia

d.  Nyeri kepala

Page 9: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

e.  Muntah

f.    Kelemahan motorik

g.  Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIII

h.  Refleks patologis

i.    Perubahan nilai ACD

j.    Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses

2.  Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan

status mental.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.

Data Objektif (DO):

a.  Penurunan kesadaran

b.  Aktivitas kejang

c.   Perubahan status mental

3.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan lemah.

Data Objektif (DO):

a.  Paralisis, parese, hemiplegia, tremor

b.  Kekuatan otot kurang

c.   Kontraktur, atropi.

4.  Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan demam dan rasa haus.

Data Objektif (DO):

a.  Suhu tubuh diatas 38o C.

b.  Perubahan tanda vital

c.   Kulit kering

d.  Peningkatan leukosit

5.  Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan

cairan.

Page 10: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah

Data Objektif (DO):

a.  Suhu tubuh di atas 38oC.

b.  Turgor kulit kurang

c.   Mukosa mulut kering

d.  Urine pekat

e.  Perubahan nilai elektrolit

6.  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.

Data Objektif (DO):

a.  Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan

b.  Diet makan

c.   Penurunan BB

d.  Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.

e.  Hb dan Albumin kurang dari normal

f.    Tekanan darah kurang dari normal.

7.  Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Ditandai dengan:

Data Subjektif (DS):

Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.

Data Objektif (DO):

a.  Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri

b.  Kaku kuduk positif

III. 3. Intervensi

Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:

1.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,

peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Kriteria hasil:

a.  Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi

Page 11: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

b.  Tanda vital dalam batas normal

c.   Tidak terjadi defisit neurologi

Intervensi:

a.  Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan

motorik, nyri kepala, kaku kuduk.

R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan

peningkatan TIK.

b.  Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.

R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan

TIK.

c.   Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan,

muntah, menahan napas.

R/ : Menhindari peningktan TIK.

d.  Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.

R/ : mengurangi peningkatan TIK.

e.  Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari

fleksi leher.

R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.

f.    Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan

faktor penyebab.

2.  Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan

status mental.

Kriteria hasil:

a.  Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi

b.  Kejang tidak terjadi

c.   Injuri tidak terjadi

Intervensi:

a.  Kaji status neurologi setiap 2 jam.

R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.

b.  Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur,

kesiapan suction, spatel, oksigen.

R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.

c.   Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.

Page 12: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.

d.  Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.

R/ : Mengetahui respon post kejang.

e.  Orientasikan pasien ke lingkungan.

R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.

f.    Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.

R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.

3.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Kriteria hasil:

a.  Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.

b.  Integritas kulit utuh.

c.   Tidak terjadi atropi.

d.  Tidak terjadi kontraktur.

Intervensi:

a.  Kaji kemampuan mobilisasi.

R/ : Hemiparese mungkin dapat terjadi.

b.  Alih posisi pasien setiap 2 jam.

R/ : Menghindari kerusakan kulit.

c.   Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.

R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.

d.  Lakukan ROM pasive.

R/ : Menghindari kontraktur dan atropi.

e.  Monitor tromboemboli, konstipasi.

R/ : Komplikasi immobilitas.

f.    Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.

R/ : Perencanaan yang penting lebih lanjut.

4.  Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Kriteria Hasil:

a.  Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.

b.  Tanda vital normal.

c.   Turgor kulit baik.

d.  Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:

a.  Monitor suhu setiap 2 jam.

Page 13: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

R/ : Mengetahui suhu tubuh.

b.  Monitor tanda vital.

R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan

darah.

c.   Monitor tanda-tanda dehidrasi.

R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.

d.  Berikan obat anti pireksia.

R/ : Mengurangi suhu tubuh.

e.  Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.

R/ : Mencegah dehidrasi.

f.    Lakukan kompres dingin dan hangat.

R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.

g.  Monitor tanda-tanda kejang.

R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.

5.  Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan

cairan.

Kriteria Hasil :

a.  Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.

b.  Tanda vital normal.

c.   Turgor kulit baik.

d.  Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:

a.  Ukur tanda vital setiap 4 jam.

R/ : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital

seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.

b.  Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.

R/ : Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.

c.   Observasi tanda-tanda dehidrasi.

R/ : Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.

d.  Catat intake dan output cairan.

R/ : Mengetahui keseimbangan cairan.

e.  Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.

R/ : Mengurangi distensi gaster.

f.    Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.

Page 14: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

R/ : Peningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit

bertambah.

g.  Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.

R/ : Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan

dehidrasi.

h.  Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.

R/ : Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.

6.  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Kriteria hasil:

a.  Nafsu makan pasien baik.

b.  Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan RS.

c.   Terjadi peningkatan BB secara bertahap.

d.  Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada.

e.  Hb dan albumin dalam batas normal.

f.    Tanda vital normal.

Intervensi:

a.  Kaji makanan kesukaan pasien.

R/ : Meningkatkan selera makan pasien.

b.  Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

R/ : Menhindari mual dan muntah.

c.   Hindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.

R/ : Posisi berbaring saat makanan dalam lambung penuh dapat mengakibatkan

refluks dan tidak nyaman.

d.  Timbang BB 3 hari sekali secara periodik.

R/ : Penuruna BB berarti kebutuhan makanan kurang.

e.  Berikan antiemetik 1 jam sebelum makan.

R/ : Menekan rasa mual dan muntah.

f.    Kurangi minum sebelum makan.

R/ : Minum yang banyak sebelum makan mengurangi intake makanan.

g.  Hindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau,

kebersihan tempat makan, suara gaduh.

R/ : Meningkatkan selera makan.

h.  Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.

Page 15: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

R/ : Meningkatkan selera makan.

i.    Lakukan perawatan mulut.

R/ : Meningkatkan nafsu makan.

j.    Monitor kadar Hb dan albumin.

R/ : Mengetahui status nutrisi.

7.  Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Kriteria hasil:

a.  Nyeri berkurang atau tidak terjadi

b.  Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa nyeri

c.   Tanda vital dalam batas normal.

Intervensi

a.  Kaji tingkat nyeri pasien.

R/ : Mengetahui derajat nyeri pasien.

b.  Kaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.

R/ : Mengetahui penanganan yang efektif.

c.   Lakukan perubahan posisi.

R/ : Meningkatkan rasa nyaman.

d.  Jaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.

R/ : Meningkatkan rasa nyaman.

e.  Lakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.

R/ : Meningkatkan relaksasi.

f.    Berikan obat analgetik sesuai program.

R/ : Mengurangi nyeri.

III. 4. Implementasi

Implementasi atau tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan

intervensi pada pasien abses otak, yaitu:

1.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan,

peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Implementasi:

a.  Memonitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks,

kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.

b.  Memonitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.

Page 16: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

c.   Mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan,

muntah, menahan napas.

d.  Memberikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.

e.  Meninggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari

fleksi leher.

g.  Mengkolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

2.  Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan

status mental.

Implementasi:

a.  Mengkaji status neurologi setiap 2 jam.

b.  Mempertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur,

kesiapan suction, spatel, oksigen.

c.   Mencatat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.

d.  Mengkaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.

e.  Mengorientasikan pasien ke lingkungan.

f.    Mengkolaborasi dalam pemberian obat anti kejang.

3.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.

Implementasi:

a.  Mengkaji kemampuan mobilisasi.

b.  Mengalih posisi pasien setiap 2 jam.

c.   Melakukan masage bagian tubuh yang tertekan.

d.  Melakukan ROM pasive.

e.  Memonitor tromboemboli, konstipasi.

f.    Mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi jika diperlukan.

4.  Hipertermia berhubungan dengan infeksi

Implementasi:

a.  Memonitor suhu setiap 2 jam.

b.  Memonitor tanda vital.

c.   Memonitor tanda-tanda dehidrasi.

d.  Memberikan obat anti pireksia.

e.  Memberikan minum yang cukup 2000 cc/hari.

f.    Melakukan kompres dingin dan hangat.

g.  Memonitor tanda-tanda kejang.

Page 17: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

5.  Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan

cairan.

Implementasi:

a.  Mengukur tanda vital setiap 4 jam.

b.  Memonitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.

c.   Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.

d.  Mencatat intake dan output cairan.

e.  Memberikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.

f.    Mempertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.

g.  Mengkolaborasi dalam pemberian cairan intravena.

h.  Mempertahankan dan monitor tekanan vena setral.

6.  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.

Implementasi:

a.  Mengkaji makanan kesukaan pasien.

b.  Memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.

c.   Menhindari berbaring kurang 1 jam setelah makan.

d.  Menimbang BB 3 hari sekali secara periodik.

e.  Memberikan antiemetik 1 jam sebelum makan.

f.    Mengurangi minum sebelum makan.

g.  Menghindari keadaan yang dapat menggangu selera makan: lingkungan kotor, bau,

kebersihan tempat makan, suara gaduh.

h.  Menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan hygiene, menarik.

i.    Melakukan perawatan mulut.

j.    Memonitor kadar Hb dan albumin.

7.  Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

Implementasi:

a.  Mengkaji tingkat nyeri pasien.

b.  Mengkaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri.

c.   Melakukan perubahan posisi.

d.  Menjaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising.

e.  Melakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat.

f.    Memberikan obat analgetik sesuai program.

Page 18: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

III. 5. Evaluasi

Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi

yang direncanakan, yaitu:

1.  Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.

a.  Menunjukkan peningkatan kesadaran

b.  Pandangan bagus

c.   Menurunnya kelemahan motorik

d.  Tanda vital dalam batas normal

e.  Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi

f.    Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.

2.  Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri

a.  Menunjukkan peningkatan kesadaran

b.  Tidak terjadi kejang

c.   Peningkatan satus mental

3.  Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami

a.  Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal

b.  Menunjukkan integritas kulit yang utuh

c.   Tidak terjadinya atropi

d.  Tidak terjadinya kontraktur.

e.  Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.

f.    Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.

g.  Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.

h.  Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.

4.  Mencapai penurunan suhu tubuh

a.  Menunjukkan tanda vital yang normal

b.  Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat

c.   Menunjukkan suhu tubuh normal

d.  Menunjukkan turgor kulit yang baik

5.  Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi

a.  Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.

b.  Mentaati program medikasi

c.   Menujukkan nafsu makan yang baik

d.  Menunjukkan intake makanan yang baik.

e.  Menunjukkan peningkatan berat badan.

Page 19: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

BAB IV

PENUTUP

IV. 1. Kesimpulan

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan

otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan

oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis.

Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-

komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental,

paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini

dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan

serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan

cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.

IV. 2. Saran

Page 20: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada

penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi

prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya

penanganan yang serius terhadap kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University

Press.

Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.

Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

http://woalexcont.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-abses-otak.html

Selasa, 18 Desember 2012

ASKEP STROKE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAWAT DARURAT DENGAN STROKE

A. DEFINISI

Page 21: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischamia attack=TIA).

Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.

Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak. (Hudak dan Gallo, 1997)

Stroke digunakan untuk menamakan sindrome hemiparese atau hemiparalisis akibat lesi vascular, yang secara tiba tiba daerah otak tidak menerima darah karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut tersumbat, putus atau pecah.

B. ETIOLOGI 1. Infark otak(80%)a. Emboli1) Emboli kardiogenika) Fibrilasi atrium atau aritmia lainb) Trombus mural ventrikek kiric) Penyakit katup mitral atau aortad) Endokarditis2) Emboli paradoksal (foramen ovale paten)3. Emboli arkus aortab. Aterotrombotik(penyakit pembuluh darah sedang-besar)1) Penyakit ekstrakarniala) Arteri karotis internab) Arteri vertebralis2) Penyakit intrakarniala) Arteri karotis internab) Arteri serebri mediac) Arteri basilarisd) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)2. Pendarahan intraserebral (15%)a. Hipertensifb. Malformasi arteri-venac. Angiopati amiloid3. Pendarahan subaraknoid (5%)4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau pendarahan)a. Trombosis dinus durab. Diseksi arteri karotis atau vertebralisc. Vaskulitis sistem saraf pusat

Page 22: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)e. Migrenf. Kondisi hiperkoagulasig. Penyalah gunaan obat (kokain atau amfetamin)h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukimia)i. Miksoma atrium

C. PATOFISIOLOGI

Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat

Page 23: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. mendadak, nyeri kepala.2. Paraesthesia, paresis,Plegia sebagian badan.3. Dysphagia4. Aphasia5. Gangguan penglihatan6. Perubahan kemampuan kognitif

E. FAKTOR RESIKO

Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau strok, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homo sistinuria.

Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia, dan dispidemia.

F. STROKE AKUT DI UNIT GAWAT DARURAT

Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukan betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena 'jendela terapi' dari strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat ,emegang peranan besar dalam menentukan dasil akhir pengobatan. Hal yang harus di lakukan adalah:1. Stabilitasi pasien dengan tindakan ABC2. Pertimbangkan intubasi bil a kesadaranstupor atau koma tau gagal napas3. Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dalam air dan salin 0,45%, karena dapat memperhebar edema otak4. Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung5. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut6. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rongen toraks7. Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dengan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum dan kreatinin), .asa protrombin, dan masa tromboplastin parsial8. Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut:jadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksilogi9. Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis10. CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia. Bila tidak ada,dengan skor Siriraj untuk

Page 24: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

menentukan jenis stroke.

G. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.3. Kekakuan atau flaksiditas leher.4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.7. Kemampuan untuk bicara8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.

2. PENATALAKSANAAN

a. Phase Akut: Pertahankan fungsi vital: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop Pencegahan peningkatan TIK Mengurangi edema cerebral dengan diuretikb. Post phase akut Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik Program fisiotherapi Penangan masalah psikososialc. Pertolongan Pertama Pada Pasien StrokePertolongan Pertama Pada Stroke (Dengan cara mengeluarkan darah pada setiap ujung jari tangan dan ujung daun telinga). Ada satu cara terbaik untuk memberikan pertolongan pertama kepada orang yang mendapat serangan STROKE. Cara ini selain dapat menyelamatkan nyawa si penderita, juga tidak menimbulkan efek sampingan apapun. Pertolongan pertama ini dijamin merupakan pertolongan GAWAT DARURAT yang dapat berhasil 100%.Sebagaimana diketahui, orang yang mendapat serangan STROKE, seluruh darah di tubuh akan mengalir sangat kencang menuju pembuluh darah di otak. Apabila kegiatan pertolongan diberikan terlambatsedikit saja, maka pembuluh darah pada otak tidak akan kuat menahan aliran darah yang mengalir dengan deras dan akan segera pecah sedikit demi sedikit.Dalam menghadapi keadaan demikian jangan sampai panik tetapi harus tenang. Sipenderita harus tetap berada ditempat semula dimana ia terjatuh (mis: dikamar mandi, kamar tidur, atau dimana saja). JANGAN DIPINDAHKAN !!! sebab dengan memindahkan si penderita dari tempat semula akan mempercepat perpecahan pembuluh darah halus di otak.

Page 25: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Penderita harus dibantu mengambil posisi duduk yang baik agar tidak terjatuh lagi, dan pada saat itu pengeluaran darah dapat dilakukan. Yang terbaik ialah menggunakan JARUM SUNTIK, namun apabila tidak ada, maka JARUM JAHIT / JARUM PENTUL / PENITI dapat dipakai dengan terlebih dahulu disterilkan dulu dengan cara dibakar diatas api. Segera setelah jarum steril, lakukan PENUSUKAN pada 10 UJUNG JARI TANGAN. Titik penusukan kira-kira 1cm dari ujung kuku. Setiap jari cukup ditusuk 1 kali saja dengan harapan setiap jari mengeluarkan 1 tetes darah. Pengeluaran darah juga dapat dibantu dengan cara dipencet apabila darah ternyata tidak keluar dari ujung jari. Dalam jangka waktu kira-kira 10 menit, si penderita akan segera sadar kembali.Bila mulut sipenderita tampak mencong / tidak normal, maka KEDUA DAUN TELINGA sipenderita HARUS DITARIK-TARIK sampai berwarna Kemerah-merahan. Setelah itu lakukanlah 2 KALI PENUSUKAN pada masing-masing UJUNG BAWAH DAUN TELINGA sehingga darah keluar sebanyak 2 tetes dari setiap ujung daun telinga. Dengan demikian dalam beberapa menit bentuk mulut sipenderita akan kembali normal.Setelah keadaan sipenderita pulih dan tidak ada kelainan yang berarti, maka bawalah sipenderita dengan hati-hati ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.3. PATHWAYS

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrolb. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otakc. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisikd. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otake. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanikf. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

5. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penuruna n kekuatan otot NOC : Ambulasi/ROM normal dipertahankan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jamKH:o Sendi tidak kakuo Tidak terjadi atropi otot NIC :1.Terapi latihanMobilitas sendio Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.o Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihano Gunakan pakaian yang longgaro Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan

Page 26: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

o Encourage ROM aktifo Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga.o Ubah posisi klien tiap 2 jam.o Kaji perkembangan/kemajuan latihan2. Self care Assistanceo Monitor kemandirian klieno bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting.o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien. Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi

Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d perdarahan otak, oedem o NOC: perfusi jaringan cerebral. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam perfusi jaringan adekuat dengan indikator :o Perfusi jaringan yang adekuat didasarkan pada tekanan nadi perifer, kehangatan kulit, urine output yang adekuat dan tidak ada gangguan pada respirasi NIC : Perawatan sirkulasiPeningkatan perfusi jaringan otak

Aktifitas :1. Monitor status neurologik2. monitor status respitasi3. monitor bunyi jantung4. letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi netral5. kelola obat sesuai order6. berikan Oksigen sesuai indikasi 1. mengetahui kecenderungan tk kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan SSP2. Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan/peningkatan TIK3. Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak.4. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase & meningkatkan sirkulasi5. Pencegahan/pengobatan penurunan TIK

Page 27: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

6. Menurunkan hipoksia

3. Resiko infeksi b.d penurunan pertahan primer NOC : Risk Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien tidak mengalami infeksiKH:o Klien bebas dari tanda-tanda infeksio Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi NIC : Cegah infeksi1. Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala infeksi, seperti kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu4. Catat dan laporkan nilai laboratorium 5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun 1. Onset infeksi dengan system imun diaktivasi & tanda infeksi muncul2. Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda & sering merupakan satu-satunya tanda3. Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat4. Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien & pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh5. Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme6. Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein4. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik NOC : Self Care Assistance( mandi, berpakaian, makan, toileting.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diriKH:-Klien terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri NIC : Self Care1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan.2. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam

Page 28: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

setelah makan3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian4. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering 1. Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien2. Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi

3. Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri4. Untuk meningkatkan nafsu makan5. Resiko kerusakan intagritas kulit b.d faktor mekanik NOC: mempertahankan integritas kulitSetelah dilakukan perawatan 5 x 24 jam integritas kulit tetap adekuat dengan indikator :Tidak terjadi kerusakan kulit ditandai dengan tidak adanya kemerahan, luka dekubitus NIC: Berikan manajemen tekanan1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari dan tempatkan kasur yang sesuai2. Monitor kulit adanya area kemerahan/pecah23. monitor area yang tertekan4. berikan masage pada punggung/daerah yang tertekan serta berikan pelembab pad area yang pecah25. monitor status nutrisi 1. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi resiko gatal-gatal lajutan kerusakan integritas kulità2. Menandakan gejala awal 3. Area yang tertekan biasanya sirkulasinya kurang optimal shg menjadi pencetus lecet4. Memperlancar sirkulasi5. Status nutrisi baik dapat membantu mencegah keruakan integritas kulit.

6 Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan NOC : Pengetahuan klien meningkatKH:-Klien dan keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan NIC : Pendidikan kesehatan1. Mengkaji kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar2. Mengkaji pengetahuan dan ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit dan pengaruhnya terhadap keinginan belajar3. Berikan materi yang paling penting pada klien4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama dan perhatikan kemampuan klien untuk belajar dan mendukung perubahan perilaku yang diperlukan5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi dan menyebutkan kembali materi yang diajarkan Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan

Page 29: asuan keperawatan lansia pada gangguan mental dan psikologis

Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasiInformasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplekDukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku

http://promkesnurjannah.blogspot.com/2012/12/askep-stroke.html