Asty

16

Transcript of Asty

Page 1: Asty
Page 2: Asty

1.macam-macam antihistamin

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek

histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan

saingan).

Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah

ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-

H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu

reseptor-H1 da reseptor-H2.

Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua

kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan

antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam)

Berbagai Jenis Antihistamin

H1-receptor antagonists

Dalam penggunaan umum, antihistamin merujuk hanya untuk antagonis H1, juga

dikenal sebagai antihistamin H1. Telah ditemukan bahwa antihistamin H1-agonis adalah

benar-benar berlawanan dengan reseptor histamin H1.  Secara klinis, H1 antagonis

digunakan untuk mengobati reaksi alergi. Sedasi adalah efek samping yang umum, dan

antagonis H1 tertentu, seperti diphenhydramine dan Doksilamin, juga digunakan untuk

mengobati insomnia. Namun, antihistamin generasi kedua ini tidak melewati penghalang

darah-otak, dan dengan demikian tidak menyebabkan kantuk.

Azelastine

Brompheniramine

Buclizine

Bromodiphenhydramine

Carbinoxamine

Cetirizine

Chlorpromazine (antipsychotic)

Cyclizine

Chlorpheniramine

Chlorodiphenhydramine

Clemastine

Page 3: Asty

Cyproheptadine

Desloratadine

Dexbrompheniramine

Deschlorpheniramine

Dexchlorpheniramine

Dimenhydrinate (most commonly used as an antiemetic)

Dimetindene

Diphenhydramine (Benadryl)

Doxylamine (most commonly used as an OTC sedative)

Ebastine

Embramine

Fexofenadine

Levocetirizine

Loratadine

Meclozine (sering digunakansebagai antiemetik)

Olopatadine

Orphenadrine (sejenis diphenhydramine digunakan terutama sebagai relaksan otot

rangka dan anti-Parkinson)

Phenindamine

Pheniramine

Phenyltoloxamine

Promethazine

Pyrilamine

Quetiapine (antipsychotic)

Rupatadine

Tripelennamine

Triprolidine

H2-receptor antagonists

Antagonis H2, seperti antagonis H1, juga agonis dan antagonis terbalik tidak benar. H2

reseptor histamin, ditemukan terutama di sel parietal dari mukosa lambung, digunakan

untuk mengurangi sekresi asam lambung, mengobati kondisi pencernaan termasuk tukak

lambung dan penyakit gastroesophageal reflux.

Cimetidine

Famotidine

Lafutidine

Page 4: Asty

Nizatidine

Ranitidine

Roxatidine

Experimental: H3- and H4-receptor antagonists

Obat ini baru dalam tahap eksperimental dan belum memiliki penggunaan klinis,

meskipun sejumlah obat ini sedang dalam percobaan manusia. H3-antagonis memiliki

stimulan dan efek nootropic, dan sedang diselidiki untuk pengobatan kondisi seperti

ADHD, penyakit Alzheimer, dan skizofrenia, sedangkan H4-antagonis tampaknya memiliki

peran imunomodulator dan sedang diteliti sebagai obat anti-inflamasi dan analgesik .

H3-receptor antagonists

A-349,821

ABT-239

Ciproxifan

Clobenpropit

Conessine

Thioperamide

H4-receptor antagonists

Thioperamide

JNJ 7777120

VUF-6002

DERIVAT ETANOLAMIN

Difenhidramin : Benadryl Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat,

antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing).

Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat

anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.) Dosis: oral 4 x sehari 25-

50mg, i.v. 10-50mg.

Metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.) Dengan efek antikolinergik dan

sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan Parkinson dan terhadap gejala-

gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika. Dosis: oral 3 x sehari 50mg.

Metildifenhidramin (Neo-Benodin®) Lebih kuat sedikit dari zat induknya.

Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula. Dosis: 3 x sehari 20-40mg

Page 5: Asty

Dimenhidrinat (Dramamine, Searle) Adalah senyawa klorteofilinat dari

difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan dan muntah-muntah

sewaktu hamil. Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg

Klorfenoksamin (Systral, Astra) Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain

digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 x sehari 20-

40mg (klorida), dalam krem 1,5%.

Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil) Adalah derivat piridil dan klor yang

digunakan pada hay fever. Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).

Kiemastin: Tavegyl (Sandos) Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi

dengan substituent siklik (pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya

pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi

permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal).

Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.

DERIVAT ETILENDIAMIN  Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative

yang lebih ringan.

Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba) Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi

tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan untuk mengobati gejala-gejala

alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin

(Antistin-Privine, Ciba). Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).

Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon) kini hanya digunakan sebagai

krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari, sengatan

serangga, dan lain-lain).

Mepirin (Piranisamin) Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan

dalam kombinasi dengan feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada

hay fever. Dosis: 2-3 x sehari 25mg.

Klemizol ( Allercur, Schering) Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan

dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur, Schering) atau dalam

salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).

DERIVAT PROPILAMIN Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.

Feniramin : Avil (Hoechst) Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek

meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan pula dalam obat-obat batuk. Dosis:

oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x

sehari 50mg; krem 1,25%.

Page 6: Asty

Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF) Adalah derivate klor dengan

daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek-

efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk.

Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada bentuk dl

(rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering). Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl,

maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d).

Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck) Adalah derivate brom yang sama kuatnya

dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro juga aktif dan isomer-levo tidak. Juga

digunakan sebagai obat batuk. Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).

Tripolidin : Pro-Actidil Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat,

mulai kerjanya pesat dan bertahan lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard). Dosis:

oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.

DERIVAT PIPERAZIN Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan

piperazin. Pada umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam.

Siklizin : Marzine Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama

digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat

ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama.

Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal®) adalah derivat metilfenii dengan efek

lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2 jam. Khusus digunakan sebagai

anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.

Buklizin (longifene, Syntex) Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-

acting dan mungkin efek antiserotonin. Disamping anti-emetik,juga digunakan sebagai

obat anti pruritus dan untuk menstimulasi nafsu makan. Dosis: oral 1-2 x sehari 25-

50mg.

Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai) Berdaya antiserotonin dan dianjurkan

pada pruritus yang bersifat alergi. Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.

Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF) Derivat cinnamyl dari siklizin ini

disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan

dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-

tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos.

Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak

digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus).

Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.

Page 7: Asty

Flunarizin (Sibelium, Jansen) Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin

lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada

vertigo dan sebagai pencegah migran.

DERIVAT FENOTIAZIN Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan

antikolinergik yang tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek

neuroleptik.

Prometazin: (Phenergan (R.P.)) Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada

reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk

mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan

sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak. Efek

samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu

badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis) Dosis: oral 3 x sehari

25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.

Tiazinamium (Multergan, R.P.) Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik

kuat, dahulu sering digunakan pada terapi pemeliharaan terhadap asma.

Oksomemazin (Doxergan, R.P.) Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja

dan penggunaan sama dengan prometazin, antara lain dalam obat batuk. Dosis: oral 2-3

x sehari 10mg.

Alimemazin (Nedeltran®) Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya

neuroleptik cukup baik. Digunakan sebagai obat untuk menidurkan anak-anak,

adakalanya juga pada psikosis ringan. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.

Fonazin (Dimetiotiazin) Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin

kuat yang dianjurkan pada terapi interval migraine. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.

b.Isotipendil: Andantol (Homburg) Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari

prometazin dengan efek sedatif lebih ringan. Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v.

10mg.

Mequitazin (Mircol, ACP) Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi

heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efek-efek neurologinya lebih ringan. Digunakan

pada hay fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi lainnya. Dosis: oral 2 x sehari 5mg.

Meltidazin (Ticaryl, M.J.) Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek

antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan pada urticaria. Dosis: oral 2 x sehari 8mg.

Page 8: Asty

Farmakokinetik

Absorbsi AH1 berjalan sangat cepat setelah pemberian secara oral menyebabkan

efek sistemik dalam waktu kurang dari 30 menit. Hepar merupakan tempat

metabolisme utama (70-90%), dengan sedikit obat yang diekskresi dalam urin dalam

bentuk yang tidak berubah.

Penggunaan klinis

Antihistamin adalah obat yang paling banyak dipakai sebagai terapi simtomatik untuk

reaksi alergi yang terjadi. Semua jenis antihistamin sangat mirip aktivitas farmakologinya.

Pemilihan antihistamin terutama terhadap efek sampingnya dan bersifat individual. Pada

seorang pasien yang memberikan hasil kurang memuaskan dengan satu jenis antihistamin

dapat ditukar dengan jenis lain, terutama dari subkelas yang berbeda.

Rinitis alergik musiman dan rinitis alergik perenial sangat baik reaksinya

terhadap antihistamin. Hampir      70-90% pasien rinitis alergik musiman mengalami

pengurangan gejala      (bersin, keluar ingus, sumbatan hidung). Hasil yang terbaik

didapat      bilamana antihistamin diberikan sebelum kontak. Walaupun pada rinitis     

vasomotor hasilnya kurang memuaskan tetapi efek antikolinergiknya dapat     

mengurangi gejala pilek.

Urtikaria akut sangat bermanfaat untuk mengurangi ruam dan rasa gatal.

Manfaatnya pada urtikaria kronik kurang dan pada keadaan ini AH1 pilihan adalah

yang berefek sel rendah dan mempunyai masa kerja panjang, misal hidroksizin atau

AH1 nonsedatif lainnya. Pemberiannya cukup sekali sehari sehing meningkatkan

kepatuhan. Apabila gejala belum diatasi dapat dikombinasi dengan AH2, dan kalau

perlu  ditambah simpatomimetik.

Reaksi anafilaksis akut antihistamin H1 digunakan sebagai terapi tambahan

setelah epinefrin. Preparat yang banyak dipakai adalah difenhidramin. Pada serum

sicknessantihistamin berfungsi untuk mengurangi urtikaria tetapi mempunyai efek yang

kecil terhadap artralgia, demam, dan tidak mengurangi lama penyakitnya. Pada

dermatitis kontak dan erupsi obat fikstum, antihistamin oral dapat mengurangi rasa

gatal. Hindari penggunaan antihistamin topikal karena dapat menyebabkan sensititasi.

Antihistamin juga dapat dipakai sebagai terapi tambahan pada reaksi alergi obat dan

reaksi akibat transfusi.

Efek samping

Mengantuk  Antihistamin termasuk dalam golongan obat yang sangat aman

pemakaiannya. Efek samping yang sering terjadi adalah rasa mengantuk dan gangguan

kesadaran yang ringan (somnolen).

Page 9: Asty

Efek antikolinergik  Pada pasien yang sensitif atau kalau diberikan dalam dosis

besar. Eksitasi, kegelisahan, mulut kering, palpitasi dan retensi urin dapat terjadi. Pada

pasien dengan gangguan saraf pusat dapat terjadi kejang.

Diskrasia  Meskipun efek samping ini jarang, tetapi kadang-kadang dapat

menimbulkan diskrasia darah, panas dan neuropati.

Sensitisasi  Pada pemakaian topikal sensitisasi dapat terjadi dan menimbulkan

urtikaria, eksim dan petekie.

Chlorpheniramin maleat

Di Indonesia, Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan

salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk).

Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding

antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat

sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan

sehingga pengguna dapat beristirahat. CTM memiliki indeks terapetik (batas

keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu

sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek

antihistamin dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat (ITB,1991), CTM

merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin

secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu

meniadakan kerja histamin.

Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi

pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi

sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada

gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler

atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin

memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.

CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan

bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi

hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih.

Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin

endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang

membentuk histamin dari histidin.

Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan

gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek

samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa

Page 10: Asty

menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan

tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang

mengendarai kendaraan.

Rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping

dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang

menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.

Mekanisme kerja

Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi dengan histamin untuk suatu reseptor

yang spesifik pada permukaan sel. Hampir semua AH1 mempunyai kemampuan yang

sama dalam memblok histamin. Pemilihan antihistamin terutama adalah berkenaan

dengan efek sampingnya. Antihistamin juga lebih baik sebagai pengobatan profilaksis

daripada untuk mengatasi serangan.

Mula kerja AH1 nonsedatif relatif lebih lambat; afinitas terhadap reseptor AH1 lebih

kuat dan masa kerjanya lebih lama. Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan

preparat dengan masa kerja lama sehingga cukup diberi 1 kali sehari.

Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen dapat menstabilkan sel mast

sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya; juga ada

yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan

penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel endotel. Oleh karena dapat

mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis

AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk

reaksi alergi yang bersifat kronik.

EFEK SAMPING

Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat

serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling

sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau

pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang

memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya

kecelakaan.

Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek

sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi. Efek

samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat,

inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor.

Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang,

mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan

berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.

Page 11: Asty

Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria,

palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek

samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat

antihistamin nonsedatif.

AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat

penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah

dilaporkan terjadi.

Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang

mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat

memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga

dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien

yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia).

Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non

sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

INTOKSIKASI AKUT AH1 Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini

sering terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan

terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri.

Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak. Efek sentral AH1 merupakan efek

yang berbahaya.

PAda anak kecil efek yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi

halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang

disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol.

Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka

dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps

kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa,

manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi

dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

PENGOBATAN INTOLSIKASI Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif

karena tidak ada antidotum spesifik. Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang

ditimbulkan oleh barbiturate. Pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang

berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal napas,

maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada memberikan analeptic

yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi, maka

diberikan thiopental atau diazepam.

Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus

diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran

Page 12: Asty

pada resep, harus digunakan dengan hati-hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan

alcohol, obat penenang atau hipnotik sedative.

2.fenomena kobner terjadi pada penyakit: Psoriasis yg timbul kira2 setelah 3 minggu

Liken planus setlah 6 bulan

Keratosis pilaris

Likhen nitidus

3.penyebab psoriasis

Terdapat beberapa faktor yang berperan sebagai etiologi psoriasis, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.Faktor GenetikSekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluargayang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis adalahsebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis.

Bila orangtua tidak menderitapsoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tuamenderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:

Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersufat nonfamilial

Hal lain yang menyokong adanya factor genetic adalag bahwa psoriasi berkaitan denganHLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe IIberkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27

Page 13: Asty

 Gambar 1. Patogenesis kelainan kulit pada psoriasis

2.Faktor ImunologikDefek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga

jenissel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasismembutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesis psoriasis matang umumnya penuh dengansebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikitsebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebihdidominasis oleh sel linfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis.Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogenmaupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn overtime) lebih cepat, hanya 3−4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.

4.perbedaan psoriasis dan dermatitis seboroik

Page 14: Asty

4Maja Labo Dahu