astronomi fotometri bintang

47
FOTOMETRI BINTANG Kelompok 4: Novi Suci Purwandari(4201412006) Sigit Tri Prasetyo (4201412045) Hani Dika Saputra (4201412 117)

Transcript of astronomi fotometri bintang

FOTOMETRI BINTANG

Kelompok 4:Novi Suci Purwandari (4201412006)Sigit Tri Prasetyo (4201412045)Hani Dika Saputra (4201412 117)

FOTOMETRI BINTANG

• Fotometri pun merupakan bagian dari astrofisika yang

mempelajari kuantitas, kualitas dan arah pancaran

radiasi elektromagnetik dari benda langit.

• Setiap benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan

memancarkan gelombang elektromagnetik

• Pengukuran kuat cahaya bintang disebut Fotometri

Bintang

Fotometri adalah studi tentang penguku-ran intensitas cahaya dari suatu sumber.

Ada dua macam terang bintang: Terang sesungguhnya; seolah-olah kita berada di permu-kaan bintang, sehingga pengamatan kita tidak dipengaruhi jarak.

Terang semu; kita berada di permukaan Bumi, jadi pe-ngamatan kita dipengaruhi jarak.

FLUKS PANCARAN

Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah bintang

adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau energi yang diterima permukaan kolektor

(mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt

per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).

Pancaran Gelombang Elektromagnet dapat dibagi dalam beberapa jenis, bergantung pada panjang gelombangnya () :

1. Pancaran gelombang radio, dengan antara beberapa milimeter sampai 20 meter

2. Pancaran gelombang inframerah, dengan sekitar 7500 Å hingga sekitar 1 mm (1 Å = 1 Angstrom = 10-8 cm)

merah : 6 300 – 7 500 Å merah oranye : 6 000 – 6 300 Å oranye : 5 900 – 6 000 Å kuning : 5 700 – 5 900 Å kuning hijau : 5 500 – 5 700 Å hijau : 5 100 – 5 500 Å hijau biru : 4 800 – 5 100 Å biru : 4 500 – 4 800 Å biru ungu : 4 200 – 4 500 Å ungu : 3 800 – 4 200 Å

3. Pancaran Gelombang Optik atau Pancaran Kasatmata dengan sekitar 3800 Å sampai 7500 Å

Dengan mengamati pancaran gelombang elektromagnet kita dapat mempelajari beberapa hal yaitu,

Arah pancaran.

Kuantitas pancaran.

Kualitas pancaran.

Bintang sebagai Benda HitamBintang sebagai Benda Hitam

Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini bisa dilihat dalam gambar di bawah bahwa distribusi energi bintang kelas O5 dengan Tef = 54 000 K sama dengan distribusi energi benda hitam yang temparaturnya T = 54 000 K.

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85

Panjang Gelombang ( m )

Inte

nsita

s

Black BodyT = 54 000 K

Bintang Kelas O5Tef = 54 000 K

Besarnya fluks energi yang dipancarkan sebuah benda hitam (F) dengan temperatur T Kelvin

adalah :

Dengan : s konstanta Stefan Boltzman : 5,67 x 10^-8 Watt/m2K4)

F = p B(T)

F = s T4

F =L

4 R2

• Sedangkan total energi per waktu / daya yang dipancarkan sebuah benda hitam dengan luas permukaan pemancar A dan temperatur T Kelvin disebut dengan Luminositas. Besarnya luminositas (L) dihitung dengan persamaan :

L = 4 p R2 sTef 4

• Benda hitam memancarkan radiasinya ke segala arah. Kita bisa menganggap pancaran radiasi tersebut menembus permukaan berbentuk bola dengan radius d dengan fluks energi yang sama, yaitu E. Besarnya E :

E =L

4 d 2

Persamaan ini disebut juga hukum kuadrat kebalikan (invers square law) untuk kecerlangan (brightness, E) karena persamaan ini menyatakan bahwa kecerlangan (E) berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (d). Jadi, makin jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.

Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa permukaan seluas 1 cm2 di luar atmosfer bumi menerima energi yang berasal dari matahari sebesar 1,37 x 106 erg/cm2/s. Apabila diketahui jarak Bumi-Matahari adalah 150 juta kilometer, tentukanlah luminositas matahari.

Contoh :

Jawab :

E = 1,37 x 106 erg /cm2/sd = 1,50 x 1013 cm

Konstanta Matahari

E =L

4 d 2

L = 4 d2E

= 4 (1,50 x 1013)2 (1,37 x 106)

= 3,87 x 1033 erg/s

Magnitudo adalah suatu sistem skala ukuran kecerlangan bintang.

Hukum Pogson

1 2 3 4 5 6

• Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok berdasarkan penampakkannya dengan mata telanjang.

• Bintang yang paling terang diberi magnitudo 1• Bintang yang lebih lemah: bintang magnitudo 2.• Sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa

diamati oleh mata telanjang diberi magnitudo 6.

Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali oleh Hipparchus pada abad 2 sebelum

masehi.

• Jadi, semakin terang suatu bintang, semakin kecil magnitudonya.

Ilmuwan John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai

terang bintang bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih terang dibandingkan bintang yang

bermagnitudo 6.

Berdasarkan fakta tersebut, Pogson merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif.

m1 – m2 = – 2,5 log (E1/E2)

dengan :m1 : magnitudo bintang 1m2 : magnitudo bintang 2E1 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 1E2 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 2

• Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan)

Magnitudo Semu

m = -2,5 log E+ tetapan

Magnitudo semuE =

L4 d2

Magnitudo Mutlak• Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya

sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan diamati dari jarak 10 pc

M = -2,5 log E’ + tetapan

magnitudo mutlak

E’ =L

4 102

M = -2,5 log + tetapanL4 102

m = -2,5 log E + tetapan

M = -2,5 log E’ + tetapan

m – M = -2,5 log E/E’ (3.8)

Subtitusikan :

dan :

Sehingga diperoleh:

m – M = -5 + 5 log d (3.9)

modulus jarak d dalam pc

E =L

4d 2

E’ =L

4102

Dari rumusan Pogson kita dapat me-nentukan perbedaan magnitudo mutlak dua buah bintang yang luminositasnya masing-masing L1 dan L2, yaitu:

Untuk bintang ke-1: M1 = -2,5 log + tetapanL1

4102

M2 = -2,5 log + tetapanL2

4102Untuk bintang ke-2:

M1 - M2 = -2,5log L1

L2

(3.10)Jadi:

•Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah warna kuning disebut magnitudo visual (mvis).•Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah warna biru disebut magnitudo fotografi (mfot).

Sistem Magnitudo

• Sebagai contoh kita ambil perbandingan hasil pengukuran magnitudo visual dengan magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan Betelgeuse yang berada di rasi Orion. Rigel berwarna biru sedangkan Betelgeuse berwarna merah.

• Menurut Hukum Planck dan Wien, temperatur permukaan bintang Rigel lebih tinggi daripada Betelgeuse.

• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang• Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru

daripada cahaya kuning.• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang

daripada diamati secara visual (mvis besar dan mfot kecil)

Rigel (berwarna

biru)

• Temperatur permukaannya rendah daripada Rigel

• Diamati secara visual akan tampak lebih terang daripada diamati secara fotografi (mvis kecil dan mfot besar).

• Akan memancarkan lebih banyak cahaya kuning daripada cahaya biru

Betelgues (berwarna

merah)

Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari m fot. Selisihkedua magnitudo tersebut, disebut indeks warna (Color

Index – CI)

• semakin panas suatu bintang semakin kecil nilai CI-nya.

INDEKS WARNA (Colour Index – CI):

CI = mfot – mvis

(3.11)

Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat potret yang peka terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan inframerah.

Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem UBV, yaitu:

U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (ef = 3500 Å)

B = magnitudo semu dalam daerah biru (ef = 4350 Å)

V = magnitudo semu dalam daerah visual (ef = 5550 Å)

Magnitudo Warna Efektif

(Å)Lebar Pita

(Å)

Sistem UGR Becker

U Ultraviolet 3 690

500 – 700 G Hijau 4 680

R Merah 6380

Sistem UBV Johnson dan Morgan

U Ultraviolet 3 500

800 – 1000B Biru 4 350

V Kuning 5 550

Sistem ubvyStromgren

u Ultraviolet 3 500

200v Violet 4 100

b Biru 4 670

y Hijau 5 470

Berbagai Sistem Magnitudo

Magnitudo Warna Efektif (Å) Lebar Pita

(Å)

Sistem Stebbins dan Withford

U Ultraviolet 3 550

600 - 1500

V Violet 4 200

B Biru 4 900

G Hijau 5 700

R Merah 7 200

I inframerah 10 300

Berbagai Sistem Magnitudo

Magnitudo BolometrikMagnitudo Bolometrik

magnitudo bolometrik (mbol) yaitu magnitudo bintang yang diukur dalam seluruh λ.

Rumus Pogson untuk magnitudo semu bolometrik dituliskan sebagai,

mbol = -2,5 log Ebol + Cbol

tetapanFluks bolometrik E =L

4 d 2

. . . . . . . . . (4-14)

Magnitudo mutlak bolometrik mempunyai arti penting karena kita dapat memperoleh informasi mengenai energi total yang dipancarkan suatu bintang per detik (luminositas) yaitu dari rumus,

Mbol – Mbol = -2,5 log L/L

Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang

L : Luminositas bintang

Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75

L : Luminositas Matahari = 3,83 x 1033 erg/det

. . . . . . . . (4-15)

Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol

Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus atmosfer Bumi.

Bintang yang panas sebagian besar energinya dipancarkan pada panjang gelombang ultraviolet, sedangkan bintang yang dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada panjang gelombang inframerah. Keduannya tidak dapat menembus atmosfer Bumi.

Magnitudo bolometrik bintang-bintang panas dan dingin ini ditentukan secara teori, atau penentuannya dilakukan di luar atmosfer Bumi.

Cara lain adalah cara tidak langsung, yaitu dengan memberikan koreksi pada magnitudo visualnya.

Magnitudo visual adalah, V = -2,5 log EV + CV

Magnitudo bolometrik adalah, mbol = -2,5 log Ebol + Cbol

Dari dua persamaan ini diperoleh,

V - mbol = -2,5 log EV / Ebol + C

Atau V – mbol = BC

BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction) yang harganya bergantung pada temperatur atau warna bintang

. . . . . . . . . . . . . . . . . (4-16)

Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai,

mv – mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-17)

mv adalah magnitudo visual

Dalam magnitudo mutlak koreksi bolometrik dituliskan sebagai,

Mv – Mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-18)

Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada

daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian kecil saja dipancarkan pada daerah visual.

koreksi bolometriknya besar

Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti Matahari,

sebagian besar energinya dipancarkan dalam daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V kecil.

koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil.

Koreksi bolometrik bergantung pada warna bintang !

Hubungan antara BC dengan B-V (Indeks Warna)

Koreksi bolometrik yang minimum (BC = 0) terjadi pada harga B – V = 0,30

Untuk bintang lainnya, apabila B – V diketahui, maka BC dapat ditentukan

Contoh, bintang Vega harga B – V = 0,

Jadi harga koreksi bolome-triknya adalah BC = 0,15

Bintang Deret Utama

Bintang Maharaksasa

B - V

0,00

-0,20

0,40

0,80

1,20

0,00

0,00

1,00

1,50

2,00

BC

B - V

Bintang Deret Utama

Bintang Maharaksasa

Teff BC Teff BC

-0,25 24500 2,30 26000 2,20

-0,23 21000 2,15 23500 2,05

-0,20 17700 1,80 19100 1,72

-0,15 14000 1,20 14500 1,12

-0,10 11800 0,61 12700 0,53

-0,05 10500 0,33 11000 0,14

0,00 9480 0,15 9800 -0,01

0,10 8530 0,04 8500 -0,09

0,20 7910 0 7440 -0,10

B - V

Bintang Deret Utama

Bintang Maharaksasa

Teff BC Teff BC

0,30 7450 0 6800 -0,100

0,40 6800 0 6370 -0,090

0,50 6310 0,03 6020 -0,070

0,60 5910 0,07 5800 -0,003

0,70 5540 0,12 5460 0,003

0,80 5330 0,19 5200 0,100

0,90 5090 0,28 4980 0,190

1,00 4840 0,40 4770 0,300

1,20 4350 0,75 4400 0,590

Tabel 4.1. Temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk bintang-bintang Deret Utama dan Bintang Maharaksasa.

Diagram Hertzprung-Rusell

Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-R adalah diagram hubungan antara magnitudo mutlak/luminositas dan kelas spektrum bintang/indeks warna.

Diagram ini dikembangkan secara terpisah oleh astronom Denmark, Eijnar Hertzprung pada tahun 1911 dan astronom Amerika Serikat, Henry Norris Russell pada tahun 1913.

Eijnar Hertzprung Henry Norris Russell

Sejarah Diagram Hertzprung Russell

Pada awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan dalam klasifikasi Harvard

Mengarahkan pada sebuah teori evolusi bintang menyatakan “bintang memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang dan panas dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin”

Ejnar Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang kelas spektrum dan magnitudo mutlaknya sudah diketahui dengan pasti, dan meng-konfirmasi hasilnya pada 1905

Pada 1913, Henry Norris Russel, secara terpisah tiba pada kesimpulan yang sama dan menyajikan hasilnya dalam bentuk diagram.

Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga untuk mencocokkan prediksi model teoritis evolusi bintang dengan pengamatan.

Pengelompokan bintang pada jalur yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan tahap evolusi bintang.

Diagram Hertzsprung-Russell hasil plot dari 22 000 bintang yang datanya berasal dari katalog Hipparcos dan 1000 dari katalog Gliese

Deret Utama

Kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas (panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin dan kurang cemerlang) yang disebut deret utama. 

Makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya. Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya.

Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap deret utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi.

Matahari terletak di Deret Utama dengan luminositas 1 (magnitudo sekitar 5), dan temperatur permukaan sekitar 5400K (kelas spektrum G2)