ASTO Latex Ida Ka Marta Siti
-
Upload
farida-maksum-lz -
Category
Documents
-
view
136 -
download
12
description
Transcript of ASTO Latex Ida Ka Marta Siti
PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
ASTO Latex
A. PENDAHULUAN
Latar BelakangPenyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya
Rheumatic HeartDisease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisaberupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
(stenosis katup mitral) sebagaiakibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik
(DR).Demam rematik merupakan suatupenyakit sistemik yang dapat bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadisetelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas.Demam reumatik akut
ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadangcepat lelah.
Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun,penyakit ini
jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Demam rematik adalah reaksi peradangan (inflamsi) yang terjadi padasendi, jantung, otak
dan kulit sebagai akibat infeksi pada tenggorokan (faringitis)yang tidak diobati atau tidak ditangani
dengan baik. Jika reaksi radang terjadi pada jantung maka disebut sebagaipenyakit jantung
rematik.Penyakit jantung rematik sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan jantung
yang sifatnyamenetap bahkan dapat mengakibatkan kematian jika terjadi gagal jantung.
Umumnyakatup jantung paling sering mengalami gangguan pada penyakit jantung rematik.Demam
rematik terjadi karena kelainan reaksi imunitas yang menyerangtubuh sendiri terutama persendian,
jantung, otak dan kulit. Demam rematik berawaldari infeksi tenggorokan oleh bakteri streptokokus
grup A. Infeksi tersebut akanmenimbulkan reaksi imunitas pada semua orang, namun pada beberapa
orang yang “berbakat”, reaksi imunitas bukan hanya menyerang dan membunuh
bakteristreptokokus grup A, namun menyerang tubuh sendiri terutama pada persendian, jantung,
otak dan kulit tubuh sendiri.
B. TUJUAN
Uji ini dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi dari antigen
streptolysin O yang dihasilkan oleh Streptococcus β-haemolyticus grup A
dalam serum pasien
C. DASAR TEORI
Anti streptolisin O adalah suatu antibodi yang dibentuk oleh tubuh terhadap
suatu enzim proteolitik. Streptolisin O yang diproduksi oleh β-hemolitik. Streptococcus
A group A dan mempunyai aktivitas biologic merusak dinding seldarah merah serta
mengakibakan terjadinya hemolisis. Anti steptolisin O adalah toksin yang merupakan
dasar sifat β-hemolitik organism ini. Streptolisin O ialah racun sel yang
berpotensi mempengaruhi banyak tiper sel termasuk netrofil, platelets
dan organel sel, menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya. Anti-
Streptolisin O bisa digunakan secara klinisuntuk menegaskan infeksiyang baru saja.
Streptolisin O bersifat meracuni jantung(kardiotoksik). Penentuan tes ASTO di
gunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit demam rheumatic
dan glomerulonefritis serta meramalkan kemungkinanterjadinya kambuh pada kasus
demam rhuematik.
Ada dua prinsip dasar penetuan ASO, yaitu:
1. Netralisas / penghambat hemolisis
Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah akan tetapi
bila Streptolisin O tersebut dicampur lebih dahulu dengan serum penderita yang
mengandung cukup anti streptolisin O sebelum ditambahkan pada sel darah
merah, maka streptolisin O tersebut akan dinetralkan oleh ASO sehingga tidak
dapat menimbulkan hemolisis lagi. Pada tes ini serum penderita diencerkan secara
serial dan ditambahkan sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O
diawetkan dalam sodium thioglycolate). Kemudian ditambahkan suspense sel
darah merah 5%. Hemolisis akan terjadi pada pengenceran serum dimana kadar /
titer dari ASO tidak cukup untuk menghambat hemolisis tidak terjadi
pengenceran serum yang mengandung titer ASO tinggi.
2. Aglutinasi Pasif
Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapat menyebabkan
aglutinasi dengan ASO, maka streptolisin O perlu disalutkan pada partikel-
partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai yaitu partikel lateks. Sejumlah
tertentu streptolisin O (yang dapat meningkat 200 IU/ml ASO) ditambahkan pada
serum penderita, sehingga terjadi ikatan streptolisin O – anti streptolisin O ( SO –
ASO ). Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa
ASO yang tidak terikat oleh streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari
streptolisin O yang disalurkan pada partikel-partikel latex. Bila kadar ASO dalam
serum penderta kurang dari 200 IU/ml, maka tidak ada sisa ASO bebas yang
menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel-partikel latex. Tes
hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik, sedangkan tes
aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi latex hanya
dapat mendeteksi ASO dengan titer diatas 200 IU/ml.
D. CARA KERJA
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang diperlukn.
2. Mengocok reagen/latex CPR
3. Meneteskan reagen pda kertas kerja dilingkaran 1, 5 dan 4
4. Menambahkan satu tetes control positif CRP pada lingkaran 1, serum psien
pda lingkaran 5 dan satu tetes control negative pada lingkran 4
5. Meratakan reagen dengn ujung pipet
6. Menggoyangkan campuran serum Selma 2 menit dn mengamati perubahan
yang terjadi
E. HASIL dan PEMBAHASAN
Keterangan:
1. Kontrol Positif (Ada aglutinasi)
2. Kontrol Negatif (Tidak ada aglutinasi)
Hasil positif (>200 μ/mL) jika terdapat
aglutinasi.
Pada praktikum ASTO Latex diperoleh hasil bahwa pencampuran tersebut tidak
ditemukan aglutinasi atau diperoleh hasil negatif (titer ASTO dibawah 200 IU/ml).
Apabila hasil yang didapat negative ini menandakan bahwa tidah ditemukan Tidak
ditemukan adanya Antistreptolisin O terhadap Streptokokus grup A (Streptokokus
beta hemolitik) pada serum pasien. Namun, pemeriksaan ini masih dinilai kurang
spesifik untuk menentukan tingkat virulensi Streptokokus karena nilai titer rendah
palsu dapat muncul ketika subjek sedang dalam terapi antibiotik atau konsumsi
kortikosteroid. Selain itu, nilai lipoproteins juga dapat memberikan hasil yang
meningkat palsu.. Tetapi, pemeriksaan ini dapat dijadikan acuan dalam penanganan
penyakit ini lebih dini.